Kaki Tiga Menjangan Jilid 61

Jilid 61

Setiap malam Siau Po selalu meluangkan waktunya untuk melihat Song Jie. Robekan itu sudah hampir selesai dan kali ini sudah terlihat gambar gunung, sungai dan huruf-huruf dalam bahasa asing.

Setelah datang malam yang ke delapan belas, Siau Po mengunjungi Song Jie. Tetapi sesampainya di sana Song Jie sedang gembira karena telah berhasil menyusun robekan kertas itu.

"Apakah yang membuat kau sangat bergembira ini?" tanya Siau Po pada Song Jie. "Coba Tiongko terka sendiri!" kata Song Jie.

Tadi malam Siau Po telah melihat robekan kertas itu hanya tertinggal beberapa helai lagi, dan mungkin ia telah berhasil menyelesaikannya.

"Mari aku menerkanya, kau tentu telah membuatkan kupat untuk aku makan!" sahut Siau Po.

Song Jie menggelengkan kepala. "Bagaimana kalau tugasku telah selesai sekarang?" tanyanya. Sekarang Siau Po yang menggelengkan kepala.

"Kau sekarang akan mendustaiku, aku tidak percaya!" katanya.

"Siongkong, mari!" kata Song Jie bersungguh-sungguh pada Siau Po. "Mari Siongkong melihat sendiri!"

Siau Po melangkah mengikuti Song Jie menghampiri meja, ia melihat di atas meja, robekan-robekan dari kitab itu telah tersusun menjadi satu.

Siau Po girang, ia mendekati Song Jie lalu memeluknya erat-erat dan menciumnya.

Diperlakukan demikian Song Jie meronta, pipinya berubah menjadi merah karena malu bercampur senang.

Melihat hal itu Siau Po tertawa, ia lalu melepaskan rangkulannya tetapi tangannya tetap memegang tangan Song Jie.

Selanjutnya Siau Po mengawasi peta yang sudah tersusun itu sambil menunjuk dan ia berkata.

"Bukankah itu gunung yang tinggi dan sungai yang besar? Dan itu tikungan sungai kecil dengan delapan bundaran kecil, kenapakah tertulis dengan warna merah dan putih, kuning serta biru? Oh ya. Aku mengerti sekarang! Bukankah itu bendera bangsa Boancu? Namun bundaran kecil itu sangatlah aneh. Apakah nama gunung dan kali itu?"

Song Jie tidak langsung menjawab pertanyaan Siau Po, Matanya terus saja mengawasi peta itu, dan memberikannya pada Siau Po karena ia tidak mengerti tulisan Bangsa Boancu,

"Apakah itu dan siapakah yang menulisnya?" tanya Siau Po. "Akulah yang menulisnya." jawab si nona,

Siau Po heran bercampur senang.

"Ah, kiranya kau mengerti tulisan Bangsa Boancu, Berarti kemarin kau telah mendustai aku." kata Siau Po.

Sambil berkata demikian Siau Po merentangkan tangannya untuk memeluk tubuh Song Jie.

Dengan cepat Song Jie berkelit, dan ia lalu tertawa. "Aku tak mendustaimu, aku hanya mengikuti tulisan itu sehuruf demi sehuruf dan menyalinnya pada kertas ini." katanya.

"Bagus, nanti aku akan mencari orang yang dapat membaca tulisan itu, dan menyalinnya dalam tulisan Tiongkok. Dengan demikian kita dapat membacanya."

Song Jie tertawa.

"Kau baik dan juga cerdas, Karena dengan demikian kau telah mengetahui maksud dari salinan itu. Di samping itu juga rahasia itu tak akan bocor pada orang lain." katanya,

Siau Po sangat senang dengan hasil kerja song Jie. Kemudian ia pergi keluar kamar dan memanggil salah seorang pengawalnya untuk mencari orang yang pandai membaca dan menulis bahasa Boancu.

Tak lama kemudian datanglah seseorang yang dimaksudkan oleh Siau Po. Orang itu kemudian menerangkan satu persatu tulisan itu pada Siau Po.

"Semua gunung dan juga sungai itu sangat terkenal namanya dan itu berada di utara Hek Liong Kang," katanya.

Diam-diam Siau Po girang sekali.

"Tak salah lagi di sanalah tersimpan banyak harta karun yang berupa emas, perak dan barang-barang permata lainnya, yang kesemuanya itu sangat berharga, Hanya tulisan-tulisan dan kata-kata-nya sulit untuk diucapkan." kata Siau Po dalam hati.

"Ah, makin lama nama-nama itu semakin aneh saja! Bukankah sekarang kau sedang mengaco belo? Mengapa kau tidak menyebutkan nama yang mudah dimengerti!" kata Siau Po.

Penterjemah itu takut sekali dan sangat bingung, maka kemudian ia memberikan hormat.

"Hamba tidak dapat membohongi Tuan, hamba hanya mengartikan tentang apa-apa yang tertulis dalam peta ini." katanya dengan bergetar ketakutan.

"Baiklah, sekarang kau tulis semua itu dalam bahasa Tionghoa dan nanti aku akan menanyakannya pada orang lain, jika nanti kau kuketahui berdusta...!" katanya mengancam.

Selesai berkata demikian, Siau Po memanggil seorang pelayan untuk mengambil uang sebagai gaji orang itu. Melihat uang yang demikian banyak, orang itu langsung mengucapkan terima kasih sampai berulang-ulang dan setelah itu ia pun pergi. Setelah orang yang pertama itu pergi Siau Po memanggil seorang penterjemah yang kedua untuk mengartikannya lagi, dan begitu selanjutnya dengan orang yang ketiga, Mereka semua mengatakan kata-kata yang sama pada Siau Po.

Siau Po lalu mengingat kata-kata yang terdapat dalam peta itu sambil dibantu oleh Song Jie. ia kemudian ingat akan pesan dari gurunya yang mengatakan "Jangan sampai peta itu jatuh ke tangan orang lain, itu sangat berbahaya. "Dengan mengingat pesan gurunya itu, Siau Po kemudian mengambil peta itu dan membakarnya sampai habis, senang hati Siau Po melihat api yang membakar peta itu sekarang catatan itu sudah masuk dalam otaknya.

Sambil berpikir Siau Po mengawasi wajah Song Jie yang berada di sisinya, Wajah yang putih mulus dan tersungging senyuman itu menjadikan wajah itu bertambah cantik.

Song Jie yang mengetahui hal itu menjadi malu, kemudian ia tertunduk.

"Oh, Song Jie bukankah kita telah mengetahui kata-kata yang ada dalam kitab dan peta itu? Karenanya kita harus dapat mengingat-ingatnya jangan sampai ada yang lupa!"

Song Jie merasa sangat senang mendengar kata-kata Siau Po sampai ia berjingkrakan.

Tepat pada waktu itu ada seorang pengawal yang memberitahukan pada Siau Po kalau ia telah dipanggil oleh raja.

Siau Po tersenyum pada Song Jie, lalu ia pergi ke istana untuk menghadiri panggilan raja, sesampainya ia di istana, di sana sudah tampak barisan tentara pengawal raja yang sudah bersiap dengan rapi, melihat hal itu Siau Po lalu memberikan hormat pada raja.

Kaisar tertawa.

"Siau Kui-cu! sekarang kau ikut denganku melihat percobaan meriam yang pertama itu!" kata sang raja.

Kemudian rombongan itu pergi ke tempat pembuatan meriam. Dan sesampainya di sana ia disambut oleh orang asing itu yang langsung memberikan hormat pada raja.

"Kalian bangkitlah! Di mana meriam-meriam itu?" tanya sang raja, "Meriam-meriam itu sekarang berada di luar kota, silahkan Sri baginda 

menyaksikannya!" jawab orang asing itu.

Raja dan para pengawalnya kemudian mengikuti orang asing itu untuk melihat percobaan meriam. "Meriam-meriam ini dapat menembak sejauh satu setengah lie dan di sana telah dipasang sasaran yang akan kita tembak," kata orang asing itu memberikan penjelasan pada raja dan Siau Po.

"Sekarang hamba akan memasang pelurunya dan hamba meminta pada Baginda untuk mundur barang beberapa langkah, sebab suara meriam ini sangatlah keras dan juga untuk menjaga keamanan kita." katanya.

Raja tersenyum dan kemudian mundur barang beberapa langkah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Siau Po mengajukan diri.

"Untuk meriam yang pertama ini ijinkan hamba yang menyulutnya!" kata Siau Po. Kaisar mengangguk.

Siau Po lalu maju ke sisi meriam itu.

Siau Po kemudian menyalakan meriam itu, setelah itu ia berlari mundur dan tangannya dipakai untuk menutupi kupingnya, sedangkan matanya terus menatap ke arah meriam itu.

Begitu sumbu meriam itu dihidupkan, maka tak lama kemudian melesatlah pelurunya dan kemudian hancurlah sasaran yang dituju itu, Karena pada sasaran itu juga diberi obat, maka setelah tertembak sasaran itu pun terlempar ke udara.

Tentara yang hadir bersorak, dan semua memberikan kata-kata selamat pada raja cilik itu.

Kaisar sangat girang menyaksikan hal itu, maka raja menaikkan pangkat orang-orang asing itu dan menjadikan ketujuh meriam itu sebagai meriam keramat.

Sesampainya di istana, raja memanggil Siau Po di kamar kerjanya.

"Siu Kui-cu marilah kita bekerja siang dan malam untuk membuat meriam yang lainnya, untuk menghadapi Gauw Sam Kui dan sekutunya itu, Siau Kui cu sekarang coba kau katakan nanti pada waktunya apakah ia akan berhasil memberontak atau tidak?"

Siau Po tertawa.

"Berbahagialah Sri baginda!" katanya, "Sebenarnya dalam menghadapi Gauw Sam Kui dan sekutunya itu tak kita perlu dengan meriam, namun jika dibantu dengan meriam itu, kita akan lebih cepat dapat menumpasnya." kata Siau Po.

Kembali raja tertawa. "Ah, kau ada-ada saja!" kata raja yang secara tiba-tiba wajahnya menjadi berduka, "Bicara mengenai naga aku jadi ingat, bukankah Gauw Sam Kui telah bersekongkol dengan Bangsa Mongolia, Tibet dan Losat? Bukankah masih ada sekutunya yaitu Sin Liong Kauw, partai keagamaan naga sakti itu? Si moler tua itu justru anggota dari partai itu yang dikirim untuk mengacau dalam istana ini."

"Memang!" jawab Siau Po.

"Jikalau si moler tua itu tidak dihukum mati mana dapat kita membalaskan sakit hati ibu suri itu?" kata sang raja dengan nada penuh kebencian.

Melihat hal itu Siau Po berkata dalam hati.

"Apakah dengan demikian raja akan mengutus aku untuk mencari dan membekuk si moler tua itu? sekarang ini ia bersama dengan Kho Cun Cia, hanya dimanakah mereka itu berada, hingga untuk satu waktu aku tak usah susah-susah mencarinya. "

Karena ragu-ragu maka Siau Po hanya diam saja.

Sesaat kemudian terdengarlah raja berkata, ternyata terkaan Siau Po itu sangat tepat.

"Siau Kui-cu, ini adalah urusan yang harus dirahasiakan, dan tak dapat diwakilkan oleh orang lain selain oleh kau sendiri! Maka aku hendak memberikan tugas kepadamu. "

"Baik. Baik, Sri Baginda!" kata Siau Po. "Hanya entah kemana perginya si moler tua 

itu, Dan " gendaknya itu. Gendaknya itu orang yang sangat lihay dalam ilmu gaib."

"Si moler tua itu mungkin telah bersembunyi di gunung dan memang sangatlah sukar untuk didatangi." kata Raja, "Tetapi walaupun demikian kau pasti akan dapat menemukannya, dan itu sangatlah mustahil jika tak ada jalan yang lain, sekarang kau pimpin dahulu satu pasukan perang, dan kau pergi untuk membasmi partai naga sakti atau Sing Liong Kauw. Di sana kau bekuk beberapa anggotanya, kita akan mengorek keterangan dari mereka itu perihal si moler tua itu! Asal kau memaksa mereka satu per satu, pasti kau akan mendapatkan keteranganku."

Berkata demikian, raja itu terus saja menatap Siau Po yang tampak ragu-ragu.

"Aku tahu tugas itu memang sangatlah sulit," katanya. "Sama halnya dengan mencari jarum yang berada dalam lautan, Akan tetapi walaupun demikian, kau janganlah sangsi! Aku tahu kau pandai bekerja, kau juga sangat berbakat untuk menjadi seorang panglima besar. Biasanya sangat sukar jika di tangan orang lain namun di tanganmu masalah itu sangatlah mudah, Maka pergilah kau bekerja! Aku tak akan memberikan batas waktu, setibanya kau di Kwan Gwa kau berhak menggerakkan pasukan perang Hong Thian, kau tunggu saatnya yang baik untuk membasmi dan membekuk partai Sin Liong Kauw. " "Bakat atau rejeki hamba itu adalah hadiah dari raja," kata Siau Po. "Sri baginda telah memberikan kepercayaan yang luar biasa padaku, maka dengan sendirinya rejekiku menjadi tambah besar saja, semoga kali ini, dengan mengandalkan pada rejeki dari baginda, hamba dapat mencari dan membekuk si moler tua itu!" katanya pula.

Girang hati sang raja mendengar kata-kata Siau Po yang menerima perintahnya itu, ia lalu menepuk bahu Siau Po seraya berkata.

"Usaha pembalasan sakit hati adalah usaha yang sangat besar, tetapi jika dibandingkan dengan urusan negara itu termasuk urusan kecil. Keselamatan negara adalah sangat penting. Memang baik sekali untuk membekuk si moler tua itu, apalagi jika kau dapat membasmi partai Sin Liong Kauw inilah tugas yang utama. Kau takut Kwan Gwa adalah tempat asal kerajaan Ceng kami yang maha besar Dan sekarang Sin Liong Kauw tengah mengawasinya, jikalau benar ia akan menyerang dengan bantuan dari bangsa Losat, itu sangat berbahaya. Kalau mereka berhasil menimpa Kwan Gwa, berarti lenyaplah kampung halaman kami. Maka jika kau berhasil memukul pecah pulau Sin Liong To berarti kau berhasil mengenai jari tangan bangsa Losat"

Siau Po tertawa mendengar kata-kata rajanya itu.

"Sri baginda benar" katanya dengan mengacungkan jempol tangan kanannya. Melihat tingkah kacungnya itu raja tertawa.

"Sekarang aku angkat kau menjadi Cu-ciak kelas satu dan pangkatmu yaitu Toutong dari pasukan Jiaw Kie Eng bagian bendera putih sebagai tambahan Dan di Kwan-Gwa sana kau dapat menggerakkan pasukan perang Hong Tian, yang dapat kau gunakan untuk menumpas gerombolan Sin Lion Kauw." kata sang raja.

Siau Po segera berlutut sambil mengangguk-angguk seraya mengucapkan kata terima kasih.

"Pangkat hamba semakin ada tugas semakin saja naik, maka sekarang pangkat hamba semakin tinggi. Dengan demikian makin besar dan banyak pula rejeki dan peruntungan bagiku." katanya.

"Akan tetapi perlu kau ingat, tindak tandukmu sekarang ini tidak dapat kau pamerkan dahulu, untuk menjaga agar Gouw Sam Kui dan Siang Ko Jie tidak mendengar apa- apa. Karena bila ia mengetahuinya, pastilah ia akan mempercepat kegiatan pemberontakan. Maka yang paling baik kau hancurkan Sin Liong Kauw dahulu dan jika dapat kau harus menghancurkannya dengan tidak menimbulkan keributan Kalau tidak sekarang kau aku angkat menjadi utusan raja yang ditugaskan untuk mengadakan sembahyang digunung Tiang Pek San. Gunung itu adalah tempat yang suci bagi kami Bangsa Mancu, Dengan kau datang bersembahyang, siapa pun tak akan mencurigaimu"

Siau Po memuji kecerdasan rajanya. "Kecerdasan Sri baginda tidak ada bandingannya. Usia kaucu Sin Liong kau seperti usia ulat." ujarnya.

Raja tertawa.

"Apa artinya usia kaucu Sin Liong Kau seperti usia ulat?" tanyanya.

"Kaucu Sing Liong kau itu paling senang kalau orang memuji usianya seperti usia langit, padahal hari kematiannya sudah hampir sampai, Jadi sekarang, lebih tepat bila dikatakan bahwa usianya sama dengan usia ulat."

Meskipun di mulutnya Siau Po berkata demikian, tapi membayangkan kesaktian kaucu Sin Liong Kau, hatinya bergidik Apalagi dia diharuskan menyerang pulau itu, bisa-bisa usianya sendiri yang seperti usia ulat.

Ketika melangkah ke luar dari istana, hati Siau Po gundah sekali Dia berpikir. "Bagaimana keberangkatan ke pulau Sin Liong to sangat berbahaya, sebaiknya 

dicari jalan untuk mengurungkannya, Meskipun perlakuan Siau Hian cu terhadapku baik 

sekali, tapi aku toh tidak mungkin mengantarkan nyawa demi dirinya, Atau sebaiknya aku pura-pura menerima tugas itu, tapi di tengah jalan aku memutar ke Lu Ting san untuk nlengambil harta pusaka, lalu mencari A Ko untuk mengambilnya sebagai istri dan untuk selamanya hidup tenang?"

Pada hari kedua, Kaisar Kong Hi mengumumkan tentang kenaikan pangkat Siau Po. Ketika upacara berlangsung, setiap pembesar memberi selamat kepada Siau Po. Hubungan So Ngo Ta dengannya paling istimewa, pembesar itu sengaja mendatangi kamarnya untuk berbicara dengannya, Dia melihat tampang Siau Po muram sekali.

"Saudara kecil, kepergianmu ke Liau Tong tentu berbeda jauh dengan perjalanan ke Hun Lam. Kali ini mungkin kau tidak akan mendapatkan pemasukan apa-apa. Mungkin itulah sebabnya kau menjadi tidak senang." ujar So Ngo Ta.

"Terus terang aku katakan kepada toako, aku ini berasal dari selatan. selamanya aku paling takut dingin. Membayangkan cuaca dingin di luar perbatasan saja, aku sudah gemetaran Biar bagaimana malam ini aku harus menyalakan tungku api yang besar untuk menghangatkan diri sepuas-puasnya." So Ngo Ta tertawa terbahak-bahak. 

"Dalam hal ini, adik tidak perlu khawatir, nanti aku akan menyuruh orang mengantarkan tungku besar, agar dalam perjalanan adik selalu merasakan kehangatan Selain itu, di Liau Tong adik juga bisa mendapatkan keuntungan." ujarnya.

"Oh, rupanya ada yang menarik juga di Liau Tong?" tanya Siau Po. "Dalam hal ini aku harus meminta petunjuk toako?" "Di Liau Tong terdapat beberapa macam pusaka, bahkan ada pepatah yang mengatakan, "Tiga pusaka dari Liau Tong, Jin som, kulit harimau dan rumput wula, semuanya sama berharga, pernahkah adik mendengarnya?"

Siau Po menggelengkan kepalanya.

"Belum," sahutnya, "Kalau Jin som dan kulit macan tutul memang berharga, tapi apa kegunaan rumput wula itu?"

"Rumput wula itu juga merupakan benda yang berharga sekali," kata So Ngo Ta. "Cuaca di Kwan Tong dingin sekali, orang-orang atau penduduk yang miskin tidak sanggup membeli kulit macan tutul untuk dijadikan mantel Kalau sampai kaki mereka beku kedinginan siapa yang akan menggotong tandu bagimu? sedangkan rumput wula ada di mana-mana di daerah itu, asal kita ambil sejumput dan diselipkan dalam sepatu, dia bisa menimbulkan hawa hangat Dengan demikian seluruh tubuh pun akan berkurang rasa dinginnya."

"0h. Jadi kegunaannya hanya untuk menghangatkan tubuh?"

"Memang benar." sahut So Ngo Ta. "Tentu saja barang seperti itu tidak berharga di daerah lainnya yang tidak begitu dingin seperti Kwan Tong. Dan kebetulan rumput itu pun hanya tumbuh di daerah tersebut. Kalau ingin membawanya sebagai kenang- kenangan, boleh saja. Tapi nantinya hanya merepotkan adik saja."

"Apakah Jin som dan kulit macan tutul itu ada dijual di mana-mana?" tanya Siau Po. "Barang itu susah diperoleh namun kedatangan adik di sana tentu diketahui 

pembesar setempat. Kakak rasa, pasti ada saja yang menghadiahkannya kepadamu 

Mengenai hal itu, kau tidak khawatir!" Siau Po tertawa, Dia memang paling tertarik dengan barang-barang langka, Hal ini demi menambah kekayaannya yang sudah cukup banyak. 

Dia membayangkan akan menghadiahkannya untuk A Ko, gadis pujaannya itu. Mungkin hati si nona akan menjadi senang mendapat hadiah yang jarang didapat darinya.

"Akan tetapi kalau adik ingin membelinya, memang ada beberapa orang juga yang menjualnya, Lain halnya dengan rumput wula, itu tidak perlu dibeli karena dimana-mana pun ada."

"Oh, kiranya begitu!" kata Siau Po. "Rumput Wula itu tak dibutuhkan oleh kita, berbeda dengan Jin som dan kulit harimau, Maka tak ada salahnya kalau aku membawa pulang beberapa ratus helai agar nanti dapat aku bagikan pada kawan dan kenalanku."

So Ngo Ta tertawa. Tengah mereka itu sedang berbicara, datanglah seorang utusan yang mengatakan ada kunjungan dari Sui Su Tee tok Sie Long.

Mendengar nama itu, wajah Siau Po mendadak berubah karena secara tiba-tiba ia mengingat kematian yang menyedihkan dari Kwan An Kie.

Dahulu sewaktu ia menahan Kek Song dan memasukkannya ke dalam peti mati, gurunya memerintahkan nya agar membuka peti mati itu, Waktu ia membuka tutup peti mati itu ternyata yang ada di dalamnya adalah mayat A Kie dan bukan mayat Kek Song. 

Pada tubuh mayat itu ada sehelai kertas yang tulisannya ikut berbela sungkawa atas nama Sie Long. Menurut gurunya, orang itu sangat pintar otaknya dan sangat lihay dalam permainan ilmu silatnya, sampai-sampai Kok Seng Ya sendiri kalah dengannya.

"Sekarang apakah maksudnya ia datang padaku?" tanya Siau Po dalam hati, Karena ragu-ragu, ia lalu memerintahkan pelayannya, "Cepat kalian panggil A Sam dan A Liok berdua datang ke mari!"

Maka tak lama kemudian datanglah dua orang yang dimaksud, Mereka adalah Ay Cun Cia bersama Liok Kho Hian. Keduanya memberi hormat dan langsung berdiri di samping Siau Po. Maka dengan demikian, hati Siau Po merasa tenang.

Tak lama kemudian datanglah pelayannya dengan membawa nampan dan menyerahkannya pada Siau Po.

Siau Po melihat isi nampan itu yang ternyata adalah sebuah kotak kecil, Setelah kotak itu dibuka, tampak sebuah mangkuk putih dengan cawan di dalamnya ada tulisan yang indah.

"Bagaimana?" tanya Siau Po yang tak bisa membaca dan menulis.

"Mangkuk ini memakai namamu." kata So Ngo Ta. "Di situ terdapat pujian untukmu dan pangkatmu terutama pada yang memberikan pangkat Di situ juga terdapat kata- kata "Hormat adik Sie Long.”

Siau Po terdiam, sementara otaknya terus bekerja.

"Aku tidak kenal dengan dia, tetapi ia mengirimkan bingkisan padaku, mungkin ia mempunyai maksud yang tidak baik padaku." katanya.

So Ngo Ta tertawa.

"Maksud orang itu sudah jelas sekali, Dia bertekad ingin menyerang Taiwan untuk membalas sakit hati anak dan istrinya, Selama di sini ia sudah sering mendesakku untuk baginda turun tangan pada orang Taiwan itu, ia telah mengeluarkan uang paling sedikit dua puluh laksa tail, maka tentu telah mengetahui kalau kau adalah orang yang  paling disayang oleh baginda, Maka jelas sudah kalau ia ingin membaikimu." kata So Ngo Ta.

Keterangan itu dapat membuat hati Siau Po menjadi tenang kembali.

"Saudara-saudara dapatlah kalian menerangkan padaku tentang duduk masalahnya hingga orang itu sangat membenci bangsa Taiwan?" tanya Siau Po pada kawan- kawannya.

"Sebenarnya orang itu adalah seorang panglima yang paling utama dari The Seng Kong, akan tetapi ia dicurigai The Seng Kong. untunglah ia dapat meloloskan diri. The Seng Kong merasa kesal, Maka lalu menghukum mati ayah, ibu, anak dan istri Sie Long." sahut So Ngo Ta.

Siau Po diam saja.

"Dia hebat, The Seng Kong yang gagah perkasa itu pun sampai kalah perang dengannya. jikalau demikian panglima semacam ia tak mungkin aku dapat menemukannya, Nah So Toako, mari sama-sama kita menjemput dia...!" kata Siau Po.

Siau Po dan So Ngo Ta akhirnya pergi menemui tamunya yang berada di ruang tamu itu.

Tampak Sie Long duduk seorang diri di ruang tamu, ia menolehkan kepalanya ke arah suara langkah Siau Po dan So Ngo Ta yang datang menghampirinya, Tamu itu lalu bangkit dan memberi hormat.

"So Tayjin! Wie Tayjin! Yang rendah Sie Long datang menghadap!" katanya. Siau Po membalas hormat.

"Tak berani aku menerima hormat yang sedemikian besar, Pangkat Ciangkong jauh lebih tinggi daripada pangkatku, mana dapat aku menerima hormat yang semacam ini? Nah, silahkan duduk! silahkan duduk! Kita tak usah sungkan-sungkan!" kata Siau Po.

Sie Long memberikan hormatnya seraya ia berkata.

"Wie Tayjin sangat sungkan, itu yang membuat aku kagum, Tayjin masih sangat muda tetapi telah menjadi seorang bangsawan, kedudukanmu pun sangatlah mulia. Kemajuan Tayjin sangat pesat, aku percaya tak usah sampai sepuluh tahun lagi, tayjin akan menjadi raja muda, sebaliknya aku hanya jendral muda, apalah artinya pangkatku ini?" katanya.

Siau Po tertawa.

"Jikalau datang hari yang dikatakan itu aku sangatlah berterima kasih atas kata- katamu itu." katanya. So Ngo Ta juga ikut bicara setelah ia tertawa.

"Oh, Lao Sie!" katanya, "Baru saja beberapa hari kau berdiam di kota raja ini, sekarang kau telah pandai sekali bicara, Kau bukan lagi seperti orang yang baru saja datang ke tempat ini."

"Memang Pie Cit seorang peperangan yang sangat kasar dan tak mengenal aturan, Syukur berkat bimbingan Tayjin sekarang Pie Cit telah dapat merubah semua tabiat yang jelek dan menghiIangkannya." sahut Sie Long dengan menggunakan kata Pie Cit yang artinya orang yang lebih rendah pangkatnya.

"Ya semuanya dapat kau pelajari." kata So Ngo Ta sambil tertawa dengan tenang, "Sekarang kau telah mengetahui bahwa Wie Tayjin adalah orang kesayangan raja, maka kau langsung datang mengadakan kunjungan. Kau memang jauh lebih menang dari para pembesar lainnya dan para mentri." katanya pula.

"Di dalam segala hal Pie Cit mengandalkan pada Tayjin berdua dan selama-lamanya Pie Cit tak akan melupakannya." kata Sie Long.

Sementara itu Siau Po terus saja memandangi Sie Long, Tamunya itu berusia kira- kira lima puluh tahun namun sorot matanya masih begitu tajam, potongan tubuhnya sangatlah keren dan licik, tetapi sedikit kucal yang mungkin karena penderitaannya selama ini.

"Kiranya dialah yang telah membunuh kawanku itu dan menyelamatkan Kek Song dari dalam peti mati." kata Siau Po dalam hati. “sebaiknya aku berpura-pura tidak tahu, aku tak tahu apakah ia mengenali aku atau tidak, yang jelas Sek Lian jangan sampai tahu akan hal ini." kata Siau Po dalam hati.

"Hadiah yang kau berikan itu sangatlah bagus dan tentunya mempunyai nilai jual yang tinggi, namun pada hadiah itu terdapat kata-kata yang.." kata Siau Po.

Nampak Sie Long terperanjat segera ia berdiri.

"Entah apakah yang cacat... tolong Tayjin katakan padaku...!" ujarnya dengan nada memohon.

Siau Po tertawa.

"Cacat pada barangnya sendiri itu tidak ada, tetapi yang aku maksudkan adalah indahnya barang itu dan mahalnya harganya, di waktu kita menggunakan mangkuk dalam bersantap, tangan harus bergetar karena takut barang itu pecah dan hancur" katanya.

So Ngo Ta pun turut tertawa.

Mendengar hal itu Sie Long pun turut bersama mereka tertawa. "Sejak kapan She Ciangkun datang ke Pakhia?" tanya Siau Po. "Sudah tiga tahun Pie Cit berada di kota raja ini." jawab Sie Long. Siau Po terheran-heran mendengar ucapan Sie Long.

"Sie Ciangkun menjadi laksamana dari pasukan air di Hokkian, kenapa kau tidak pergi ke sana? Mengapa kau hanya berdiam di sini? Kenapakah? Ah, aku tahu! Pasti di kota raja ini dalam sebuah rumah pelesiran ada yang menjadi sahabat kekalmu dan kau merasa sangat keberatan meninggalkannya karena dia adalah seorang nona yang cantik!" katanya.

"Ah, Tayjin pandai bergurau! sebenarnya baginda memanggilku untuk menjaga dan mempertahankan Taiwan, Mungkin keteranganku belum sempurna maka belum ada orang utusan untuk memanggilku kembali hingga aku didiamkan di sini, sekarang aku sedang menanti perintah apa pun.,." kata orang itu.

"Sri baginda sangat cerdas, mestilah sekarang ia sedang memikirkan sesuatu hal yang tepat Maka untuk sementara waktu biarlah kau tetap di sini, nanti juga datang kesempatan untukmu." kata Siau Po.

"Pie Cit sangat bersyukur karena Pie Cit lelah mendapatkan pelajaran dari Tayjin ini." kalanya dengan hormat "Sebenarnya dalam tiga tahun ini hati Pie Cit merasa kurang tenang, Pie Cit khawatir telah melakukan sesuatu yang diri sendiri tidak mengetahuinya. Akan tetapi sekarang mendengar kata-kata Tayjin, hatiku menjadi lega, kiranya baginda tengah memikirkan sesuatu."

Biar bagaimana Siau Po gemar akan pujian, maka ia senang mendengarkan kata- kata orang itu.

"Sri baginda telah mengatakan, bahwa jika seseorang itu selalu marah, maka orang itu termasuk manusia yang tak ada gunanya dalam kehidupan. Oleh karena itu orang semacam itu haruslah diruntuhkan kejumawaannya, Umpamanya, jangan katakan kalau baginda telah menurunkan pangkatmu itu bukanlah suatu hukuman, sekalipun kalian dihukum atau dipenjarakan, itu masih termasuk hitungan kalau kau sedang dididik..." ujarnya.

"ltu benar.,." kata Sie Long dalam hati.

Akan tetapi Sie Long tetap merasa khawatir, sampai tangannya menjadi basah karena keringatnya.

"Benar perkataan saudara Wie, memang kalau tidak digosok, mana mungkin batu kumala akan menjadi batu permata?" kata So Ngo Ta yang turut berbicara.

"Ya.... Ya..." kata si panglima. "Sie Ciangkun, silahkan duduk!" kata Siau Po. "Dahulu Ciang kun pernah menjadi orang bawahan The Seng Kong, sebenarnya apa sebabnya sampai Ciangkun bentrok dengannya?" tanyanya kemudian

"Sebenarnya Wie Tayjin," kata Sie Long. "Pie Cit adalah bawahan The Cie Liong, ayah dari The Seng Kong, dan baru belakangan pie cit berada di bawah langsung dari The Seng Kong sendiri itulah sebabnya kenapa di waktu The Seng Kong bentrok aku pas berada di bawahnya, maka Pie Cit terpaksa turut padanya."

"Oh, begitu." kata Siau Po. "Lalu bagaimana selanjutnya?"

"Lalu tiba saatnya The Seng Kong berperang di Hokian, ketika itu tentara Boancu menyerah dengan menggunakan tipu daya, dan E Mui dapat dirampas. The Seng Kong menjadi salah tingkah, maju salah mundur salah, sedangkan saat itu aku berada di sana dan membantunya, kami telah berhasil merampas lagi kota itu."

"Dengan cara demikian, berarti kau telah membantu banyak pada The Seng Kong, kau berjasa besar" kata Siau Po.

"Ketika itu, The Seng Kong juga telah menaikkan pangkat Pie Cit Pie Cit juga mendapat hadiah berbagai macam barang, namun kemudian, karena suatu urusan kecil, terjadilah bentrokan di antara kami."

"Urusan apa itu?" tanya Siau Po. "Pie Cit mempunyai seorang anak buah, Pie Cit menitahkan suatu urusan agar dia menanganinya, tidak tahunya orang ini malas dan takut mati, Dia pergi ke pegunungan dan tidur di sana selama beberapa hari, Setelah kembali dia memberikan laporan yang bukan-bukan, Pie Cit merasa keterangannya tidak beres, karena itu Pie Cit menanyakannya dengan seksama. Akhirnya kebohongannya terbongkar Pie Cit kesal sekali dan memerintahkan orang untuk memenjarakannya. Tidak tahunya, pada keesokan harinya, orang ini licik sekali. Tengah malamnya dia berhasil melarikan diri, dan kabur ke gedung The Seng Kong dan meratap-ratap di hadapan The Seng Kong dan istrinya dengan mengatakan bahwa aku memfitnahnya. Hati hujin memang lemah, dia menyuruh orang menyampaikan laporan anak buah Pie Cit itu dan meminta Pie Cit mengampuninya. Malah aku mendapat teguran keras dari beliau."

Mendengar keterangan Sie Long, Siau Po segera teringat kata-kata Tan Kin Lam tentang wanita itu. Hatinya menjadi panas.

"Oh, si moler tua itu, urusan kenegaraan dia pun mau ikut campur. Orang perempuan memangnya mengerti apa? Nenek moyangnya, kurang ajar! Urusan besar negara bisa hancur di tangannya! Kalau ada anak buah yang bersalah tidak dihukum sebagaimana mestinya, bukankah setiap orang berani melakukan kesalahan yang sama nantinya? Kalau begitu, keadilan toh tidak bisa ditegakkan lagi! Dasar perempuan hina, tahunya hanya berpelukan dengan laki-laki muda yang ganteng saja!" Sie Long tidak menyangka kalau Siau Po akan begitu marah mendengar ceritanya, Dia langsung bersemangat dan menepuk pahanya keras-keras.

"Wi Tayjin benar sekali!" katanya, "Wie tayjin sudah biasa memimpin anak buah, tentunya tahu bagaimana harus bersikap terhadap anak buah yang bersalah!"

“Kau tidak usah perduli omongan si moler tua itu. sedangkan anak buahmu yang kurang ajar itu, tangkap saja dan tusuk sekalian agar mati!"

"Ketika itu, apa yang Pie Cit pikir, persis sama dengan pikiran Wie tayjin sekarang." kata Sie Long. "Aku berkata kepada utusan Hu Jin itu, bahwa aku si orang she Sie hanya merupakan bawahan Kok Seng ya. Apa yang dikatakan Kok Seng Ya baru jadi hitungan. Dengan demikian, aku bermaksud mengatakan bahwa aku tidak perlu menuruti apa pun perintah hujin."

Dengan hati yang panas Siau Po menukas. "Betul, Siapa yang menjadi bawahan si moler tua itu, dia akan sial tujuh turunan."

So Ngo Ta dan Sie Long merasa geli mendengar Siau Po yang selalu menyebut si nyonya dengan kata-kata si moler tua. Mana mereka menyangka bahwa hatinya mempunyai pemikiran yang lain."

"Si Mo... hujin mendengar hal ini dari Pie Cit, dia malah mengangkat anak buah Pie Cit itu menjadi pengawal di rumahnya. Di samping itu, dia juga mengatakan, apabila Pie Cit punya nyali, silahkan datang ke rumahnya dan bunuh orang itu, Hati Pie Cit langsung menjadi gusar, Dalam keadaan kalap, Pie Cit benar-benar mendatangi rumahnya, lalu Pie Cit mendatangi orang itu untuk membekuknya dan menebasnya sekali sehingga jiwanya langsung melayang."

Siau Po bertepuk tangan keras-keras dan bersorak memuji.

"Bagus! Bagus! Orang itu memang patut dibunuh! Dengan dibunuhnya orang itu, hati pun menjadi puas, urusan lain belakangan!"

"Setelah membunuh orang itu, Pie Cit baru sadar bahwa Pie Cit telah mengundang datangnya malapetaka, Pie Cit segera menemui The Seng Kong untuk menyatakan kesalahan Pie Cit pikir, setidaknya Pie Cit pernah mendirikan jasa besar, sedangkan anak buah Pie Cit itu memang bersalah dan sepatutnya mendapat hukuman mati, Namun The Seng Kong lebih mendengarkan kata-kata Hu Jin, dia mengatakan aku telah bersikap kurang hormat dan harus diringkus, Aku pikir Kok Seng Ya berjiwa besar dan selalu bijaksana. 

Mungkin dalam amarahnya, dia akan mengurung Pie Cit selama beberapa hari, tapi kalau hatinya sudah dingin, aku pasti akan dilepaskan kembali. Tidak tahunya, setelah lewat beberapa hari, kakekku, adikku, bahkan istriku juga sekalian dibekuknya dan ikut dipenjarakan.  Ketika itulah aku baru merasakan bahwa urusan ini tampaknya tidak beres, The Seng Kong memang ingin membunuh aku, dia memang sengaja mencari-cari kesalahanku agar batang leherku ini dapat dipenggal. 

Pie Cit mencari kesempatan ketika para penjaga lengah untuk melarikan diri, Setelah beberapa hari kemudian, Pie Cit baru mendapat berita bahwa seluruh keluarga Pie Cit telah dikenakan hukuman mati."

So Ngo Ta memang sudah tahu sekelumit tentang cerita ini. Tapi dia tidak menyangka kejadiannya begitu tragis, tanpa dapat menahan diri lagi, ia mengeluarkan seruan tertahan.

Sedangkan mata Sie Long menjadi merah. Rupanya dia mengingat kembali kenangan pahit yang pernah dialaminya dulu. tangannya dikepalkahnya kencang- kencang.

Siau Po menggelengkan kepala.

Sie Long sebaliknya, ia menggertak gigi.

"Keluarga The itu adalah musuh besarku!" katanya dengan sengit "Sayang The Seng Kong telah mati, sehingga aku tak dapat membalas dendam langsung dengannya, Sejak itu aku telah mengangkat sumpah berat yaitu akan membabat habis keluarga The itu."

Siau Po tahu kalau The Seng Kong menjadi pendekar kebangsaan, akan tetapi di sana ada Kek Song, bagaikan melupakan sang pendekar ia selalu mengangguk-angguk dan berkata:

"Dia memang harus dibinasakan, jikalau kau tidak membinasakannya berarti kau bukanlah seorang laki-laki sejati!"

"Sie Ciangkun," kata So Ngo Ta yang turut berbicara, "Memang tak selayaknya orang She The membinasakan keluargamu, tetapi disamping itu, Ciangkun justru mendapatkan untung bagus, karena sekarang kau telah meninggalkan tempat yang gelap itu dan sekarang berada di tempat yang terang, seandainya tidak demikian mungkin sekarang ini Ciangkun masih berada di Taiwan, tengah menentang angkatan perang negara, hingga kau tetap menjadi si pemberontak."

Sie Long mengangguk. "So Tayjin benar." katanya. Siau Po lalu menanyakan, dan menegaskan.

"Setelah The Song Kong membunuh seluruh keluarga Ciangkun, apakah dengan kemarahan itu Ciangkun langsung, menghambakan diri pada pemerintahan Ceng yang maha agung?" "Benar," katanya, "Sri baginda almarhum baik sekali, aku ditugaskan di propinsi Hok- kian. Budi itu akan kubalas dalam pertempuran aku akan bertempur tanpa memikirkan jiwaku lagi, Syukur aku telah dapat membuat jasa, maka aku diangkat menjadi Hu Ciang di kota Tong-an, masih dalam wilayah propinsi Hok-kian itu, Kemudian datang The Seng Kong menyerang, dan aku menyambut serangan itu dan aku mendapatkan kemenangan. Karenanya aku diangkat menjadi Tongpeng kota Tong-an itu dan berhasil merampas kota E Mui, Kim Mui dan Gouw-su, selanjutnya aku bekerja sama dengan tentara Inggris. Dengan naik kapal dan senjata serta meriam, kami dapat menghajar The Seng Kong hingga ia lari ke lautan. Sebagai kesudahannya baginda almarhum mengangkat aku menjadi panglima dari armada di Hokkian dengan gelar Hay Ciangkun, sebenarnya jasaku itu tidaklah seberapa karena sebagian dari kerjaan Ceng yang maha agung, serta sebagian lagi atas petunjuk dari banyak mentri, Yang benar adalah jasa dari So Tayjin dan Wie Tayjin berdua yang jauh lebih besar!"

Siau Po tertawa.

"Pandai sekali orang ini mengangkatku!" katanya dalam hati, Kemudian Siau Po bertanya lebih jauh lagi mengenai hal itu.

"Ketika kau merampas kota-kota itu, aku masih menjadi kacung di rumah pelesiran di Yang-ciu dan sedang repot melayani para tamu, karena kau pernah berada dalam pasukan The Seng Kong, dan berperang beberapa kali di Hokoan, maka kau pasti mengetahui banyak tentang Taiwan, Apakah katamu waktu baginda memerintahkan menyerang pulau itu? Atau bagaimanakah rencana kalian?" tanya Siau Po.

"Aku telah melaporkannya pada yang mulia, bahwa letak Taiwan memencil sendiri di tengah laut." katanya, "Bahwa pulau itu sangat baik untuk membela diri, dan tidak dapat untuk diserang, Lagi-pula para pembelanya terdiri dari orang-orang yang pandai berperang, Maka jika akan menyerang pulau itu, kepala perang harus diberi kekuasaan penuh, jangan ada gangguan baginya, Dengan cara demikian barulah kita akan memperoleh hasil."

"Apakah dengan demikian kau menginginkan kekuasaan ada pada tanganmu sendiri?" tanya Siau Po.

"Tak berani aku berlaku demikian." katanya, "Namun dengan demikian kalau ingin menyerang Taiwan haruslah dengan tiba-tiba. jarak antara Taiwan dan Pakhia sangat jauh, jika akan menyerang kita harus meminta ijin terlebih dahulu, itu sangat memerlukan waktu yang lama, Kalau penyerangan dilakukan secara mendadak justru dapat menimbulkan kegagalan. Lagi pula di Taiwan itu ada Tan Eng Hoa yang selalu dipuja-puja serta Lauw Kok Hian yang masing-masing gagah dan juga cerdik, Oleh karenanya jika melakukan penyerangan secara mendadak kita akan sulit untuk menang."

Siau Po mengangguk. "Kau benar." katanya, "Sri baginda sangat cerdas, tak mungkin kata-katamu ini tidak dibenarkannya. Lalu apa lagi yang akan kau katakan?"

"Baginda menanyakan cara untuk menyerang Taiwan, Aku memberitahukan, walaupun tentara Taiwan itu lihay-Iihay, tetapi jumlah mereka sangatlah sedikit, meski demikian kalau kita akan mengadakan penyerangan ke sana, kita harus menggunakan dua cara dengan sekaligus. Yang pertama dengan cara halus yaitu membuat cara agar mereka saling mendendam satu dengan yang lainnya, Cara itu sangatlah baik dengan mengabarkan cerita burung. Umpamanya, Tan Eng Hoa mempunyai cita-cita akan memecat pemimpinnya, untuk ia berdiri sendiri, dan akan bekerja sama dengan Lauw Kok Hian, The Keng tidak cerdas, dan kecurigaannya akan timbul, hingga dengan demikian ia akan membunuh kedua orang itu, atau paling tidak orang itu tak lagi dipercaya, dan mereka akan dikekang. Merekalah kedua tiang Taiwan, maka sungguh baik jika keduanya dapat disingkirkan sedangkan yang lainnya tak dapat berbuat banyak."

Dalam hati Siau Po merasa sangat kaget, hebat rencananya orang itu, dengan cara itu memang dapat mencelakai Taiwan.

Mengingat demikian Siau Po merasa lega hatinya.

"Bukankah di sana masih ada satu orang yaitu It-Kiam Bu Hiat Phang Sek Hoan?" tanya Siau Po.

Mendengar pertanyaan itu Sie Long merasa kaget.

"Oh, Wie Tayjin kenal orang She Phang itu?" tanyanya,.

"Ya, aku mendengarnya dari sri baginda," sahut Siau Po. "Ciangkun tahu bahwa sri baginda mengetahui benar tentang keadaan di Taiwan, seperti baginda melihat lima jari tangannya sendiri, Kata sri baginda, Tan Hujin menyukai The Kek Song, perubahan kedudukan kedua putra itu, berjalan dengan mengangkat Kek Song menjadi Sie Cu ahli waris yang bakal menjadi pengganti kepala di Tai-wan kelak di belakang hari."

Kembali Sie Long terkejut sekarang ia kembali menjadi kagum.

"Sri baginda cerdas luar biasa." pujinya, "Sejak jaman purba belum ada junjungan sepintar itu, Sri baginda berdiam di dalam istana tapi dia mengetahui teluk beluk," katanya.

"Oh, benarkah itu?" Siau Po menambahkan namun yang satu terkejut tapi yang lainnya pura-pura saja tentang kejadian kedatangan The Kek Song yang datang ke kotaraja.

"Jikalau demikian," Siau Po menambahkan "Sudah seharusnya kau menganjurkan untuk menyingkirkan kakaknya agar Kek Song bisa mengangkat dirinya sendiri menjadi  raja Taiwan, Dalam hal ini dia harus dibujuk atau dianjurkan agar lebih dahulu menyingkirkan Tan Eng Hoa dan Lauw Kok Hian."

Berulangkali Sie Long menepuk pahanya lalu bangkit dari duduknya.

"Wie Taijin sangat cerdas!" pujinya, Segera Tayjin memikirkan apa yang baik, sungguh Tayjin membuatku kagum, Memang demikian anjuranku kepada The Kek Song dan dia telah menerimanya dengan baik, bahkan berjanji akan mengambil tindakan itu. Tan Eng Hoa mempunyai nama lain yaitu Tan Kin Lam. 

Tatkala dulu gagal memberontak di Kanlam, dia kabur ke Taiwan, Ketika itu masih banyak orang yang tak dapat kabur bersama mereka yang lantas dibuyarkan ke berbagai kota propinsi Tan Eng Hoa sendiri diberi tugas oleh The Seng Kong membangun durhaka yang sesat jalan, yang dinamakan Tian Tee Hwee (perkumpulan langit dan bumi). 

Semua anggota perkumpulan rahasia itu berjalan dengan sisa pengikut-pengikut Tan Kim Lam itu, agar mereka semua dapat tertampung. Dengan demikian diharap agar mereka dapat meneruskan maksud jahat mereka untuk memberontak terhadap raja, 

Begitulah Tan Kin Lam sering menyelundup masuk ke Tionggoan namun tetap menjalankan tampuk pimpinan partainya itu, Kejadian tersebut benar-benar mau mengangkat dirinya sendiri menjadi pemimpin utama di Taiwan, Berita itu bukan cerita burung belaka. bukan hanya fitnah!

"Bagaimana kau bisa mengetahui urusan ini?" tanya Siau Po dengan wajah yang menunjukkan keheranan "Apa mungkin kau masih mempunyai hubungan rahasia dengan orang dalam pihak Taiwan itu?"

"Sebenarnya Pie Cit berniat keras akan menyerang Taiwan." jawab orang yang ditanya, yang ternyata suka bicara banyak. "OIeh karena itu di E Mui dan Kim Mui juga daerahnya telah kulepas tak sedikit mata-mata agar menyelundup ke Taiwan. Ketika The Kek Song datang ke mari, di antara rombongannya ada beberapa orangku itu, Ketika rombongan Kek Song tiba segera aku mendapatkan informasi tentang hal tersebut sebenarnya aku akan menjaring kelompok Tan Eng Hoa, karena Pie Cit, Seorang laksamana propinsi Hokkan dan di Pakhia ini. 

Tan Eng sendiri tidak punya jabatan itu, bahkan tidak mempunyai kekuasaan apa- apa. Namun seterimanya berita itu Pie Cit segera menghadap Peng Pou Siang Sie.

Mendengar demikian, So Ngo Ta dan Siau Po tertawa, Namun si kacung tertawa sambil nyengir, sebab dalam hatinya hal itu berbahaya, seandainya hari itu laporannya berhasil dan pasukan tentara dikirim untuk menyerbu, menggerebek dan menawan kami, pastilah kepalaku bakal terpisah dari batang leherku.

Semenjak datang ke kotanya (kotaraja) ini, cuma sekali buronan datang dari Taiwan menghadap kaisar, seterusnya ia menganggur saja. Di kota raja ini ia tak punya sedikit  pun kekuasaan hingga ia kalah pengaruh sekalipun hanya dipadu dengan para pegawai kepresidenan Sun-Thian-hu. 

Bahkan bekalnya hampir habis sebab dipakai ongkos penghidupannya selama tiga tahun tinggal menganggur di kota raja ini. Tanpa uang di tangan, makin sulit baginya menghubungi setiap kantor pemerintah apalagi bagian Peng Pou, Kementerian perang.

Siau Po menenangkan hatinya, setelah itu ia berkata, "Jika demikian adanya, sungguh orang-orang di dalam Peng Pou itu merusak usaha negara dan dosa mereka bukannya ringan.

"Jangan Wie Taijin mempersalahkan Peng Pou!" kata She Sie, "Mungkin tabiatnya memang begitu. Hanya pada waktu itu Pie Cit yang bingung sendiri. Pikirku, 

rombongan Kek Song sudah semua tiba, dapatkah dibiarkan mereka itu akan pergi berlalu pula dengan tidak kurang suatu apa pun? Akhirnya Pie Cit pergi sendiri ke pondok kawanan Thian Tee Hwee itu.

"Oh, jadi dalam Thian Tee Hwee itu orang berperang saudara?" kata Siau Po    

seharusnya siapakah itu yang telah berkelahi? Ketika bertanya begitu hati Siau Po kurang tentram, karena ada So Ngo Ta. ia khawatir kalau orang itu akan bilang melihat kepadanya.

"Ah, makin lama urusan makin aneh!" kata Siau Po. "Sie Ciangkun, apakah tak mungkin saat tersembunyi itu kau sedang nyeri kepala dan panas tubuhmu hingga pikiranmu rada kacau? Mestinya kau telah keliru mendengar. "

"Jikalau bukannya Pie Cit mendengar sendiri." katanya, Tapi di sela Siau Po ia berkata, "Kau dengar telingamu? Jadi bukannya kau melihat dengan mata kepalamu sendiri.?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar