5Kaki Tiga Menjangan Jilid 75

Jilid 75

Untung saja ia bertumpu pada kedua tangannya dan mencelat bangun sehingga tidak sampai ia berlutut di hadapan musuh.

Sementara itu Ong Cie Ong telah menerjang dan sekali lagi tangannya menangkis serangan itu serta menghantam ke depan, Hong Cie Tiong tidak mau mengadu kekerasan dengannya. Tiba-tiba gerakan tangannya berubah ia ingin mencengkram dada laki-laki penyakitan itu. Terdengar suara dari si laki-laki penyakitan itu mengeluh satu kali seakan telah merasakan ilmu lawannya. 

Akan tetapi tangannya telah meluncur dan menahan tangan Hong Cie Tiang dan ingin mencengkram Iehernya. Hong Cie Tiong sendiri memilih mundur daripada tangannya harus menjadi korban, ia berlompat ke belakang dengan posisi berdiri tegap.

Sementara itu Ceng Lau Pan dan Kau Cin Cau saling menyerang dengan kedua pelayan laki-laki. Tiba-tiba kedua pelayan itu bergerak ke belakang sambil ia berteriak.

"Biar Siau-ya saja yang akan melayani kalian."

Sejak semula anggota Thian Te hwee tidak dapat melawan pelayan itu. Melihat kedua pelayan itu telah mengundurkan diri, tentu saja hati mereka gembira, Dia terus saja membalikkan tubuhnya dan langsung menyerang si laki-laki penyakitan itu, Tiba- tiba terdengar suara kuda yang meringkik linggi lalu perlahan-lahan terkulai di tanah, Rupa-rupanya Hong Cie Tiong mencelat ke atas kuda tunggangan si laki-laki penyakitan Akan tetapi ia menggunakan tenaganya yang tinggi maka tulang punggung kuda itu menjadi retak.

Si laki-laki penyakitan itu terkejut sekali, dalam sesaat ia menjadi gugup, kemudian terdengar terbatuk-batuk, Si nenek dan si kakek segera menerjang keluar. Gerakan mereka tidak terlalu cepat, tetapi keduanya berhasil meninggalkan kereta dengan  mengangkat anaknya terlebih dahulu sebelum kuda dan kereta itu jatuh. Anaknya terkulai mati terkena injakan kaki lawannya.

Ceng Lao Pan dan Ci Tian Pan menyerang ke arah kakek dan si nenek, si nenek yang mengibas-ngibas tangan kirinya sedangkan tangan kanannya menunjuk ke arah si laki-laki penyakitan itu, sambil tertawa.

"Kalian ke sana saja temani anakku bermain-main."

Dengan kata lain ia ingin lawan yang menyerangnya melawan anaknya saja agar anaknya itu dapat menggunakan ilmunya untuk memukul orang sehingga nantinya menjadi senang.

Sementara itu pukulan Cen Coan telah hampir sampai ke kepala si kakek, Ketika melihat usianya yang begitu lanjut, hatinya menjadi khawatir pukulannya akan mengakibatkan orang itu menderita, walaupun ia menyadari ilmu si kakek tua itu tinggi.

Karena berpikir demikian ia berkata, memberitahukan orang yang akan diserangnya itu.

"Lihat pukulan.,.!" teriaknya.

Tenaga yang digunakannya hanya tiga bagian saja, semenjak kesalahan tangan memukul mati Pek haniil, lalu terjadi keributan dengan Bok Hong Hu, ia menjadi berhati- hati.

Si kakek mengangkat tangannya dan ia telah berhasil menangkap tinju orang yang menyerangnya. Tubuh si kakek ini kecil kurus akan tetapi telapak tangannya justru besar sekali, Setelah berhasil menangkap tangan orang itu ia lalu berkata.

"Pergilah kau main-main ke sana!"

Meskipun umur Ci Kuan Cian jauh lebih muda dari si kakek ini, tapi ia juga telah terhitung seorang kakek, Ucapan orang tua itu seperti ucapan yang ditujukan untuk anak kecil, Ci Kuan Cian menjadi mangkel, tangan kanannya segera mengerahkan tenaga dalam, maksudnya agar si kakek melepaskan tangan kirinya.

Si kakek menggeser sedikit tubuhnya dan merenggangkan cekalan tangannya, Dengan demikian tubuh orang yang telah menyerangnya menjadi salah arah dan terjerembab. Pada saat itu Cin Kuan Cuan justru sedang menghantam ke depan. Dengan demikian ia menjadi kehilangan keseimbangan, sementara si kakek tidak memberikan kesempatan pada lawannya untuk berusaha bangun, Si kakek sudah menerjang ke depan dan mendorong tangannya. sehingga tubuh lawan yang tak dapat berdiri menjadi berputar, seperti sebuah gangsing. Pada saat itu si laki-laki penyakitan sedang menghadapi anggota Thian Te hwee yang lainnya, Meskipun dikeroyok beberapa orang dan dalam keadaan terdesak ia masih sempat bertepuk tangan sambil bersorak.

"Menyenangkan sekali.,.! Menyenangkan sekali!" teriaknya.

Setelah itu ia telah berhasil menyusup di antara lawannya, dan menghampiri Cin Cian Kuan, Cin Cuan Kuan yang tadinya berputar ke arah kanan sekarang berubah arah menjadi ke kiri. Si laki-laki penyakitan itu tertawa terbahak-bahak.

"Ayah, sungguh lucu sekali Cepat kau putar lagi ia ke mari!"

Cin Can Kuan menjadi bulan-bulanan berputar ke kiri dan ke kanan.

Sian Ceng Taojin mengerahkan tenaganya. Akan tetapi si laki-laki penyakitan hanya mendorong tangannya sedikit saja, lagi-lagi tubuh Sian Ceng Taojin ikut berputar, Bahkan si kakek tua memutar tiga orang anggota Thian Te hwee yang lainnya, sehingga semuanya menjadi berputar-putar seperti gangsing, Hanya Hoang Cie Kong seorang yang masih dapat bertahan, akan tetapi ia terpaksa mundur tiga langkah dan kedua tangannya direntangkan untuk melindungi dirinya. Lima orang anggota Thian Te hwee terus saja berputaran tidak henti-hentinya.

Meskipun mereka telah berusaha untuk mempererat angkat kaki, agar berhenti namun sia-sia saja, Asal mereka akan berhenti laki-laki yang penyakitan itu memutar lagi dengan kencang, dengan demikian mereka tidak dapat berhenti dan terus saja berputar pemandangan seperti ini tidak berbeda dengan anak kecil yang sedang memutar uang logam di atas meja, lima uang logam berputar dengan kencangnya. Yang akan berhenti atau yang akan jatuh diputarnya kembali oleh anak kecil itu agar putarannya menjadi kencang atau cepat kembali.

Wi Siau Po melihat pemandangan itu dengan mata mendelik dan mulut terbuka, rasa terkejutnya jangan ditanyakan lagi, Song Ji berdiri di depannya, kedua tangannya direntangkan ke kiri dan kanan untuk merintangi lawan-lawannya. Wi Siau Po berkata dengan suara rendah.

"Lebih baik kita melarikan diri saja!"

"Cepat kau lari ke keluarga Cuan!" kata Song Ji.

"Benar, sesampainya di keluarga Cuan kita tidak perlu takut lagi, kita dapat meminta bantuan disana!"

Wi Siau Po segera memutar tubuhnya dan lari, sedangkan Song Ji menarik tubuh Goau Si Yong dan mengikuti dari belakang, Si laki-laki yang penyakitan itu nampaknya senang sekali melihat pemandangan itu. sedangkan si kakek dan si nenek melihatnya dengan tersenyum simpul sementara itu keempat pelayannya bertepuk tangan sambil bersorak, seakan memberikan semangat pada majikannya tersebut. Si laki-laki penyakitan itu melihat Hoang Ci Kong tidak ikut berputar, ia langsung menghampirinya. Tangan kanannya terangkat ke atas sedangkan tangan kirinya menotok ke arah pinggang, Hong Ci Kong tetap tenang ia lalu mundur dua langkah sambil menggeser sedikit pundaknya. 

Akan tetapi ia tidak berani menyerang kembali, si laki-laki penyakitan itu marah sekali.

"Kau orang jahat, mengapa tidak ikut berputar ?!" tanyanya.

Tangan kanannya segera mendorong, Hong Ci Kong sekali lagi mundur Tidak disangka-sangka pundaknya ada yang menghantam dengan tenaga yang sangat besar Si nenek ikut turun tangan, Tentu saja gerakan tubuhnya menjadi limbung, Sambil tertawa terbahak-bahak si laki-laki penyakitan itu segera memutar tubuh Hong Ci Kong, dengan demikian ia pun mengalami apa yang dialami kawan-kawannya.

Gouw Cie Yong melihat si laki-laki penyakitan itu bermusuhan dengan lawannya, tiba-tiba saja timbul harapannya untuk melarikan diri, ia segera melangkah dengan tertatih-tatih lalu pura-pura terkulai dan lemas, Song Ji berusaha untuk menyeretnya, akan tetapi karena tubuhnya jauh lebih kecil ia mendapat kesulitan sementara itu Wi Siau Po menjadi panik, ia takut Gouw Cie Yong akan membuka mulut dan menceritakannya kepada lawan, maka ia mengulurkan tangan kirinya untuk menarik rambut orang itu sehingga mulutnya terbuka lebar.

Wi Siau Po lalu mengeluarkan pisau belatinya yang sangat tajam dari dalam sepatunya dan menebaskan kearah Gouw Cie Yong, seketika lidah orang itu puntung tersambar belati, Karena kesakitan ia tidak sadarkan diri.

Song Ji mengira Wi Siau Po telah membunuh orang pengkhianat itu ia berteriak sekeras-kerasnya.

"Siangkong cepat lari Cepat lari!" Keduanya pun berlari secepat kilat.

Keduanya berlari sedangkan dari arah belakang sudah terdengar suara langkah kaki kuda menderu-deru. Ternyata ada orang menunggang kuda yang mengejar mereka, Siau Po ke arah bebatuan di sebelah kirinya, Keduanya segera meninggalkan jalan kecil dan beralih ke jalan yang ditunjuk Siau Po.

Si laki-Iaki penyakitan dan seorang pelayannya menunggang kuda dan mengejar ke arah mereka, Keduanya melihat kalau kuda tidak dapat masuk ke dalam bebatuan, Si pelayan segera mencelat turun dan berkata.

"Anak-anak berdua kalian janganlah takuti Siong Ya kami hanyalah ingin kalian menemaninya bermain cepatlah kalian ke mari!"

"Kalau main gangsing seperti itu kami tidak mau!" kata Siau Po. Malah ia berlari semakin kencang, Si pelayan ikut menyelinap ke dalam bebatuan, akan tetapi gerakan Siau Po dan Song Ji cepat sekali, karena tubuh mereka jauh lebih kecil, Si pelayan tidak berhasil untuk mengejarnya.

"Oh, kalian ingin main petak umpet, senang sekali!" teriak si lelaki penyakitan.

Setelah berkata demikian dia pun turun dari atas kudanya, sambil terbatuk-batuk Lalu segera menyelinap ke dalam bebatuan itu turut mengejar Wi Siau Po dan juga Song Ji.

Siau Po dan Song Ji memutar tubuh dan berlari ke arah tegalan, mereka malah menerjang ke arah si pelayan. Si pelayan sendiri bermaksud menangkap Siau Po, akan tetapi si bocah yang cerdik itu segera mengerahkan ilmu Sing Heng Pian, Tubuh-nya digeser sedikit sehingga serangan si pelayan gagal. Song Ji mengerahkan tangannya dan memukul dada orang itu. 

Si pelayan yang melihat Song Ji masih kecil tentu saja tidak mengambil hati, malah ia tidak mengadakan perlawanan sama sekali, Tangannya diulur ke depan untuk mencekal tangan Song Ji. Si gadis yang pintar itu menghantam ke depan dan tepat menghantam bagian belakang lawan.

"Aduh!"

Terdengar ia menjerit Pada saat itu Song Ji mencekal tangannya dan menerjang ke arahnya, dengan keras ia memelintir tangan orang itu hingga tulangnya patah.

Terdengar si laki-laki penyakitan itu mengeluh, ia muncul dari balik bebatuan besar, dengan mencelat beberapa kali ia telah berada di depan Song Ji. Tangan kanan cepat, diulurkan ke depan dan kopiah di kepala Song Ji pun tercengkram lalu jatuh ke atas tanah.

Rambut Song Ji pun terurai setelah kopiahnya berhasil diambil Si laki-laki penyakitan tertawa terbahak-bahak.

"Oh, rupanya seorang nona!" serunya.

Tangannya terulur untuk menjambak rambut Song Ji. Nona itu menjerit keras-keras, sepasang tangannya menyikut ke belakang, Namun si laki-laki penyakitan itu terus terbahak-bahak.

"Bagus. Bagus!" katanya sambil tangan kirinya mengulur ke belakang dan 

menangkap tangan Song Ji. Kemudian tangan Song Ji dipelintir dan dengan rambut si nona sendiri ia mengikat tangan Song Ji. Kemudian tertawa terbahak-bahak kembali.

Begitu paniknya Song Ji sampai-sampai air matanya mengalir ke pipinya. "Siangkong cepat lari. Cepat lari!" teriaknya, Si laki-laki penyakitan mengulurkan tangannya untuk menotok jalan darah Song Ji sambil terus saja tertawa terbahak-bahak,

"la tak dapat melarikan diri dariku." katanya.

Kemudian ia mendorong tubuh Song Ji dan kemudian mengejar Siau Po, dalam sekejap mata saja jarak mereka sudah semakin dekat.

Siau Po terus saja berlari Beberapa kali tubuhnya akan berhasil ditangkap oleh laki- laki penyakitan akan tetapi karena ia mengerahkan ilmu Sin Heng Pek Hien maka ia dapat meloloskan diri dari kejaran itu.

Si laki-laki penyakitan itu tertawa kembali.

"Wah, kau pandai juga main petak umpet rupa-nya!" katanya.

Tenaga Siau Po masihlah sangat lemah ia belum pernah mempelajari ilmu tenaga dalam, Karena itu baru berlari beberapa lie saja nafas Siau Po sudah tersengal-sengal, ia tahu kalau dirinya dalam sekejap mata saja akan tertangkap maka ia berteriak-teriak.

"Kau tak dapat menangkap aku, sekarang kau cepat lari aku akan menangkapmu sekarang!" katanya.

Sambil berkata demikian ia membalikkan tubuhnya dan berlari ke arah si laki-laki penyakitan itu. Si laki-laki penyakitan itu tertawa terkekeh-kekeh ternyata yang dikejarnya itu membalikkan tubuhnya dan mengejarnya. Tampak dia melompat-lompat ke sana ke mari di antara bebatuan tersebut Wi Siau Po dapat melihat kalau orang itu mempunyai ilmu yang tinggi sekali, akan tetapi orang itu berlari terburu-buru, Umurnya sudah empat puluh tahun lebih akan tetapi tingkahnya sama dengan anak kecil saja.

Ia berlari di antara bebatuan itu. Gerakannya benar-benar gesit, baru saja Siau Po melihat di sebelah timur tahu-tahu sudah muncul di sebelah barat, Dalam hati Siau Po merasa kagum bercampur gentar menyaksikan hal itu, ia lalu berteriak sekeras- kerasnya.

"Aku akan menangkap kamu, kamu tak dapat berlari ke mana-mana," kata Siau Po sambil terus saja mengejar orang itu.

Siau Po berpura-pura mengejar orang itu akan tetapi setelah dekat dengan tubuh Song Ji ia lalu memeluk tubuhnya, selanjutnya ia mengangkatnya.

lalu berteriak kembali.

"Hay, meskipun aku dapat memeluk orang ini akan tetapi aku masih dapat mengejarmu...!" katanya.

Si laki-laki penyakitan itu tertawa terbahak-bahak. "He. He! Kau membual saja denganku, mana mungkin kau dapat mengejar aku 

dengan menggendong orang, Sekarang, coba kau buktikan kepadaku!" seru lelaki bertampang penyakitan itu,

Siau Po tetap memeluk Song Ji sambil bergerak mengejar laki-laki penyakitan itu, Akan tetapi jarak mereka justru semakin lama semakin jauh, karena ia berpura-pura berlari saja mengejar orang itu, Si laki-laki penyakitan itu berteriak

"Dasar orang tak berpikir, mana mungkin kau dapat mengejar aku. Apa lagi sekarang kau sambil membawa orang dalam gendonganmu, He.... He. !" kata orang itu.

Laki-laki penyakitan itu malah berlari kembali mengejar Siau Po yang sedang menggendong Song Ji.

"Masa aku tidak dapat mengejar kamu, batuk-mu begitu keras pasti kau tidak dapat berlari lagi!" katanya.

Siau Po berpura-pura berlari mengejar orang itu, bahkan berpura-pura ingin menerjangnya.

Si nenek yang berdiri di kejauhan membentak dengan marah.

"Setan cilik, kau mempunyai nyali yang sangat besar sekali, Berani-beraninya kau membuat anakku terbatuk-batuk begitu." katanya.

Setetah berkata demikian ia mengangkat sebuah batu besar dan diarahkannya kepada Siau Po. Batu yang dibawanya cukup besar pastilah tidak mudah untuk membawanya atau mengangkatnya, Akan tetapi perempuan itu mengangkatnya dengan mudah bahkan melemparkannya kuat-kuat.

Terdengar suara Siau Po. "Aduh!"

Ia terus mengelak untuk menghindari serangan itu. Akan tetapi gerakan Siau Po masih terlambat juga dan batu itu dapat mengenai pahanya, Siau Po pun terjatuh dan bergulingan bersama-sama Song Ji yang ada dipelukannya.

"Tangkap ia dan bawa ke mari!" perintah si nenek kepada kedua pelayannya. Salah seorang pelayannya segera mendekati Siau Po dan Song Ji.

Orang itu mencengkram tubuh Siau Po dan Song Ji. ia mengangkat kedua anak itu ke hadapan si nenek dan dilemparkannya ke tanah.

Si laki-laki penyakitan itu tertawa terbahak-bahak, setelah itu bertepuk tangan dengan keras. "Tidak ada gunanya, bisanya kau hanya makan saja. He.,., He. jatuh sedikit saja 

kau sudah tidak dapat bangun lagi!" katanya mengejek Siau Po.

Siau Po terkejut juga marah mendengar kata-kata orang berpenyakitan itu yang telah menghinanya, ia melihat Ci Tian Coan, Hong Jie Tiong, dan yang lainnya telah terikat oleh seutas tali yang sangat panjang, Mereka bahkan mengikatnya menjadi satu, Salah seorang pelayan si nenek menarik ujung tali, bahkan Gouw Cie Yong pun telah diikat bersama dengan yang lainnya. 

Kepala mereka tertunduk dengan mata terpejam rapat Tampaknya mereka telah jatuh dan tak sadarkan diri.

"Hem, gadis itu menyamar sebagai laki-laki, Heh, dari mana kau mempelajari ilmumu tadi itu? sedangkan anak laki-laki itu, siapa pula yang mengajak kau ilmu Sin Heng Pien?" tanya si nenek.

Siau Po terkejut setengah mati mendengar kata-kata si nenek itu, dalam hati ia berkata:

-- Wah pandangan si nenek sungguh tajam, ia bahkan dapat mengetahui ilmu yang aku pergunakan tadi --

Setelah berpikir demikian, dan orang itu telah mengetahui ilmu yang digunakan itu, hal ini berarti kepandaian nenek ini sudah tinggi juga, Maka tanpa sadar timbul juga rasa bangga dalam hati Siau Po.

"Apa sih Sin Heng Pek hian, Tadi kau mengatakan kalau aku menguasai ilmu Sin Heng Pekhian? Apa tidak salah?" tanyanya.

"Heh!" dengus si nenek tua. "Gerakanmu yang seperti anjing melompat dan seperti orang yang sedang menari itu apa pantas disebut Sin Heng Pekhian?" katanya dengan mata membelalak tajam.

Siau Po bangkit dan duduk.

"Kau sendiri yang mengatakannya Sian Heng Pekhian, Toh bukannya aku yang mengatakan demikian! Aku mana tahu ilmu yang aku gunakan itu Sin Heng Pekhian atau bukan!" katanya.

Sambil bertepuk tangan dan tertawa terkekeh-kekeh, si laki-laki penyakitan itu berkata.

"Wah, ternyata kau hebat juga dapat ilmu Sin Heng Pekhian segala, menyenangkan sekali!" Ia membungkukkan tubuhnya sedikit dan menotok punggung Siau Po, Siau Po merasakan ada hawa panas yang mengalir dalam tubuhnya, pahanya yang tadinya terasa ngilu sekarang terasa segar kembali, ia dapat berdiri dengan tegap.

"Wah ternyata ilmu menotokmu hebat juga!" kata Siau Po.

"Ayoh cepat bangun, dan sekarang kau dapat berlari kembali Larilah dengan segala macam gaya yang kau miliki itu. Gaya kepiting, Gaya kura-kura, atau gaya apa saja aku akan melihatnya!" katanya.

"Aku tidak dapat berlari gaya kepiting atau dengan gaya kura-kura seperti yang telah kau katakan tadi, kalau kau dapat cobalah kau lari agar aku dapat melihatnya!" sahut Siau Po.

"Aku juga tidak dapat, ayahku pernah mengatakan ilmu silat itu bukan hanya dipelajari oleh orang yang mempelajari ilmu silat saja, Lebih bagus lagi kalau orang yang mempelajarinya dapat mengembangkan ilmu itu sehingga dapat berbagai macam bentuk, Dengan demikian ia patut disebut lebih besar, Ayah! Apakah dalam ilmu silat ada yang disebut ilmu lari kura-kura atau lari ilmu ke-piting.,.?" tanyanya pada si kakek.

Si kakek tua mengerutkan kening sambil menggelengkan kepalanya.

"Kau kan jago silat, kalau di dunia ini tidak ada yang menciptakannya kau dapat menciptakannya, Dengan demikian kau akan sanggup membuka sebuah perguruan yang disebut dengan nama perguruan lari kocar-kacir,.," jawab si kakek tua.

Belum lagi kata-katanya habis, pantatnya sudah ditendang oleh si nenek sambil membentak dengan suara lantang.

"Jangan ngaco!" bentak si nenek.

Si nenek melirik sekilas pada putranya, wajahnya menyiratkan kemurungan, seakan takut kalau anaknya mendengar ocehan Siau Po dan benar anaknya akan mati-matian menciptakan ilmu lari kura-kura atau kepiting itu. ia tidak ingin kalau anaknya mempunyai banyak pikiran, maka ia bertanya lagi pada Siau Po.

"Siapa namamu, dan siapa nama gurumu?" tanyanya. Dalam hati Siau Po berpikir

- Kedua siluman ini, dan seorang siluman ilmunya terlalu tinggi Aku tidak mungkin dapat mengungguli mereka, sebagai seorang laki-laki sejati tidak akan memperdulikan hidangan yang ada di depan mata, terpaksa aku harus mendustai mereka dulu, seandainya aku mengatakan kalau aku adalah kawan Gouw Sam Kui tentulah ia tidak akan menyiksa aku -- Setelah berpikir demikian ia melirik ke arah Gouw Cie Yong, pikirannya segera tergerak, karena itu ia berkata.

"Aku Se Go, namaku Gouw Cie Yong, Aku adalah salah seorang pembesar dari kota Yang Yu. Pamanku akan menyerang tidak lama lagi ke kota Peking. Pamanku itu bernama Peng Si-ong. seandainya kalian membuat kesalahan sedikit saja denganku, pamanku Peng Si-ong pastilah tidak sungkan-sungkan pada kalian!" katanya,

Si nenek dan laki-laki penyakitan tampak sangat terkejut Lalu si laki-laki penyakitan itu berkata dan sebelumnya ia melirik pada si nenek.

"Bohong, mana mungkin Peng Si-ong mempunyai keponakan seperti kamu," katanya.

"Mana mungkin aku dapat bohong kepada kalian. Kalian dapat menanyakan satu persatu keluarga Peng Si-ong, dan aku akan menjawabnya, jika aku tidak dapat menjawabnya aku akan bersedia dipenggal kepalaku ini." jawab Siau Po.

"Baik, Barang apa yang paling disukai oleh Peng Si-ong?" tanya si laki-laki penyakitan itu.

"Yang kau maksudkan benda ataukah orang?" tanyanya. "Kalau orang yang paling dicintainya sudah tentu Tan Wan Wan. Akan tetapi kalau saat ini ia lebih mencintai seorang gadis yang disebut Wan In berwajah empat, hal itu karena Tan Wan Wan telah tua, malah sekarang ia memberikan julukan lain pada gadis yang ia cintai itu yaitu Wan In berwajah delapan."

"Apa gunanya gadis cantik! Yang aku maksudkan adalah benda yang paling ia sukai." tanya lelaki berpenyakitan lagi.

"Peng Si-ong mempunyai tiga macam benda kesayangan, yang pertama selembar kulit harimau berwarna putih, yanp kedua sebuah batu permata yang besarnya seperti telur ayam, dan yang ketiga adalah sebuah batu pualam berurat-urat, kembang- kembang dan ada harimau di dalamnya." jawab Siau Po dengan tenang.

Si laki-laki penyakitan tertawa terbahak-bahak.

"Ha.... Ha. Ternyata kau benar-benar tahu. Nih kau lihat!" katanya.

Si laki-laki penyakitan itu membuka bajunya lalu mengeluarkan sebuah bungkusan yang kemudian dihamparkannya, ternyata di dalamnya merupakan sehelai kulit harimau berwarna putih.

Siau Po heran sekali melihatnya.

"Aih.... Aih. itukan kulit harimau kesayangan Peng Si-ong, bagaimana kau dapat 

mencurinya.,.?" tanya Siau Po. Si laki-laki penyakitan itu tampaknya bangga sekali.

"Mencurinya? ini merupakan hadiah dari Peng Si-ong terhadap aku yang ia berikan sendiri." jawabnya.

Siau Po menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak percaya, aku pernah mendengar abang angkatku Siang Kok Siang mengatakan.,." katanya.

"Oh, Siang Kok Siang itu abang iparmu?" tanya si laki-laki penyakitan itu.

"Benar, Abang ipar tapi bukan kambing misan-lah, Kakak misanku Gouw Ci Pang, menikah dengan Siang Kok Siang, Ci Hu Ku itu pandai sekali berperang ia merupakan Cong Peng kepercayaan dari sepuluh Cong Peng yang paling dipercaya Peng Si-ong." kata Siau Po.

Si laki-laki penyakitan menganggukkan kepalanya.

"Benarlah kalau begitu, Peng Si-ong mengundang aku dan kedua orang tuaku untuk meminum arak, Akan tetapi ayah dan ibuku tidak pergi jadi hanya aku sendiri yang pergi ke sana. Peng Si-ong sendiri yang akan menemani aku, Pada saat itu sepuluh Cong Peng bawahannya semua ikut hadir, malah Cihumu berdiri paling depan." katanya.

"Memang benar apa katamu, Selain dia masih ada Ma Toako, Tong Ping Han, Angtiako, Tiakok Cu Angtoako, mereka merupakan jendral-jendral yang paling ternama, Wah bangga sekali, tampang mereka pun benar-benar perkasa!" kata Siau Po.

"Apa yang dikatakan kakak iparmu tentang kulit harimauku ini?" tanyanya.

Siau Po memang berniat akan mengambil hatinya, maka ia berbicara dengan nada menyanjung orang yang ada di hadapannya.

"Menurut abang iparku, ketika Tan Wan Wan masih menjadi orang kesayangan Gouw Sam Kui ia pernah masuk angin, bahkan pilek dan batuk, Dan menurut orang, asalkan menggunakan kulit harimau itu sebagai selimut selama tiga hari tiga malam penyakitnya akan segera sembuh. Karena itu ia memohon pada Peng Si-ong untuk meminjam kulit harimau putihnya ini, akan tetapi Peng Si-ong berkata: dipinjam oleh kamu beberapa hari boleh saja, akan tetapi jika untuk menghadiahkan kepadamu sama sekali aku tidak mau. Kulit harimau ini sangat langka dalam dunia ini. Selama delapan ratus tahun hanya pernah muncul satu kali harimau putih, seandainya ada tentulah sangat sulit untuk menangkapnya, apalagi untuk mengambil kulitnya. 

Apabila kulit harimau ini diletakkan di dalam rumah, maka segala setan jalanan ataupun jin mana saja yang melihatnya segera melarikan diri terbirit-birit Siapa yang mempunyai penyakit tidak perlu meminum obat, asal menggunakan sebagai selimut  tidak sampai beberapa hari saja penyakitnya akan hilang, kau boleh percaya boleh juga tidak." kata Siau Po dengan panjang lebar.

"Anakku, Peng Si-ong menghadiahkan benda langka ini kepadamu, Hal ini benar- benar bukti kalau ia sangat sayang kepadamu, Sekarang kau gunakanlah sebagai mantel, siapa tahu benar-benar dapat menyembuhkan penyakitmu..." ujar si nenek tua.

Si laki-laki penyakitan itu mengerutkan keningnya.

"Aku toh tidak sakit, untuk apa aku mengenakannya?" sahutnya cepat. Mendengar kata-kata anaknya si nenek tertawa .

"Ya,., Ya...!" Anakku memang sangat gagah, segagah naga perkasa, bahkan beberapa jagoan di sini saja dapat kau putar-putar seperti gangsing, Kalau orang lain belum tentu dapat melakukannya." katanya memuji.

Si laki-laki penyakitan itu tertawa terbahak-bahak, Bahkan sampai terbatuk-batuk. Si nenek berkata dengan tenang.

"Kalau tidur malam hari jangan lupa menggunakan kulit harimau itu untuk kau jadikan sebagai selimut!"

Si laki-laki penyakitan itu memalingkan wajahnya, ia seakan-akan tidak tahu-menahu dengan kata-kata ibunya.

Si kakek tiba-tiba menunjuk pada rombongan Hong Cie Tiong dan yang lainnya ia lalu bertanya,

"Apakah mereka juga rombongan Peng Si-ong?" tanyanya. Dalam hati Siau Po berpikir.

-- Kalau aku menyamar sebagai keluarga Peng Si-ong tentu tidak apa-apa, akan tetapi jika orang-orang itu juga akan aku katakan sebagai bawahan Gouw Sam Kui tentulah mereka tidak sudi, mereka itu adalah orang-orang yang keras kepala, jangan- jangan dapat salah omong nanti --

Setelah berpikir demikian ia lalu berkata.

"Mereka adalah anak buahku, Kami mendengar kalau Peng Si-ong berniat akan menyerang, sedangkan menantunya yakni Sie Kiong Cu masih berada di kota raja. Mereka tidak berhasil untuk melarikan diri sedangkan Gouw Eng Jin, pamanku itu, sebenarnya paling cocok dengan aku. Aku membawa rombongan ini tujuannya untuk menolong Gouw Eng Him.  Meskipun urusan ini sangat berbahaya sekali, tapi kita harus memiliki kesetiakawanan yang besar Meski pun yang kita hadapi gunung golok atau hutan pedang, kami tetap akan menerjangnya !" Ketika mengucapkan kata-kata ini Siau Po sengaja menunjukkan semangat yang berkorbar-kobar.

Si kakek menganggukkan kepalanya beberapa kali, ia berjalan ke depan beberapa langkah kemudian menarik ujung tali yang melilit tubuh Hong Cie Kiong dan yang lainnya hingga terlepas, Setelah itu si kakek menepuk punggung mereka masing- masing dua kali.

Sesaat kemudian totokan mereka telah terbebas dan seorang pelayan menghampiri Song Ji membuka ikatan tangan dari lilitan rambutnya.

Si kakek berkata dengan Siau Po.

"Kalau hanya mengandalkan kata-katamu tadi sebenarnya tidak dapat aku percaya juga, Kau dapat mengatakan kalau kau adalah keponakan dari Gouw Si Ong, Urusan ini bukanlah urusan kecil apakah kau mempunyai buktinya yang kuat?" tanyanya.

Wi Siau Po tertawa.

"Lo Ya Cu. Wah urusan ini benar-benar sulit, Aku toh, tidak pernah membawa ayah dan ibuku kemana-mana. Begini saja kita pergi ke kota raja untuk sama-sama menemui menantu raja. seandainya ia telah ditangkap oleh kaisar kita dapat menemui Kian Leng Kong Cu. 

Kong Cu pastilah akan mengatakan kalau aku ini adalah benar-benar tulen, Bahwa aku benar-benar bernama Gouw Ci Yong," katanya.

Dalam hati ia berpikir.

-- sesampainya kalian di kota raja atau ke kota Peking, aku toh tidak harus takut pada kalian lagi. walaupun kalian dapat menggiring aku ke hadapan Kian Leng Kong Cu. jangan kata baru menyamar sebagai Gouw Cie Yong, menyamar sebagai kaisar sekali pun aku yakin Kian Kong Cu akan membela aku dan mengatakan benar --

Si kakek dan si nenek saling menatap sejenak, mereka tampaknya belum percaya penuh, Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Siau Po, Sambil tertawa ia berkata.

"Ah! Aku mempunyai akal, di sakuku ini ada sebuah surat yang ditulis oleh Peng Si- ong pribadi Surat ini kalau terlihat oleh orang lain pastilah aku akan terkena bencana, Akan tetapi aku memperlihatkannya kepadamu karena kalian adalah orang-orang kami, Kalau kalian ingin melihat saja tidak apa-apa."

Setelah berkata demikian ia mengulurkan tangannya dan mengeluarkan surat yang dipalsukan oleh Cai Te Kua dan menyerahkannya pada si kakek, Segera si kakek dan si nenek menelitinya bersama-sama, Setelah itu terdengar si nenek berkata. "Memang tidak salah, Peng Si-ong bermaksud menjadi pahlawan Bangsa Han, serta membangun kembali kerajaannya, Peng Si-ong mengharapkan ia untuk datang ke kota raja untuk menjadi menterinya Jie Ko. Peng Si-ong mengatakan ia ingin memberontak karena ia menginginkan untuk membangun kembali Kerajaan Han, Akan tetapi jika mendengar perkataan dalam surat ini, tampaknya hasratnya sendiri tidak kecil." katanya, sambil melirik sekilas pada Siau Po. 

Kemudian ia berkata kembali "Usiamu masih begini muda.,." Tentu ia ingin mengatakan kalau ia masih begini muda mana pantas Siau Po akan menjadi mentri.

Si kakek kemudian melipat kembali surat itu dan memasukkannya ke dalam amplop, Setelah itu ia menyerahkannya kembali kepada Siau Po.

"Maafkan aku. Ternyata kau benar-benar keponakan dari Peng Si-ong. Maafkan aku bila tadi aku telah berlaku kasar kepada kalian!" katanya.

Siau Po tertawa.

"Tidak apa-apa. Orang yang tidak tahu kan tidak akan salah," katanya.

Pada saat itu kawan-kawannya telah sadarkan diri, Mereka mendengar kalau Siau Po mengaku dirinya sebagai keponakan Gouw Sam Kui, Dan ternyata pihak lawan menjadi percaya penuh, Akan tetapi mereka percaya kalau Siau Po orang pandai yang banyak memiliki akal. Oleh karena itu tidak ada yang mengatakan apa-apa.

Dalam hati Siau Po berkata.

- Aku pernah mengaku sebagai putra Gouw Sam Kui, terhadap Kan Tian Mo si orang Mongol. Anaknya saja aku pernah mengaku, toh tidak ada salahnya sekarang aku mengaku sebagai keponakannya, dan sebaiknya nanti aku menyamar sebagai orang tuanya Gouw Sam Kui atau kalau mungkin kakaknya --

Langit telah mulai menggelap, mereka berdiri di tengah-tengah padang rumput yang sangat luas, Serangkum hawa dingin mulai berhembusan dan si laki-laki penyakitan terus saja terbatuk-batuk.

"Mohon tanya. siapakah She Loyatcu dan Lo tai tai ini?" tanya Siau Po. "Kami ini Sai Kui," jawab si nenek tua.

Dan setelah itu Wi Siau Po berpikir

-- Sai di dunia ini kan banyak sekali, mengapa orang ini memilih Sai Kui (Kura-kura) benar-benar lucu -- Sebenarnya Say si nenek dan si kakek itu bukannya Kui (Kura-kura) akan tetapi Kui yang lainnya, Karena Siau Po buta hurup, karena bunyinya sama, ia mengira Say si nenek dan si kakek itu Say Kui yang artinya kura-kura.

Si nenek melirik kembali sekilas pada anaknya, lalu ia berkata.

"Sekarang hari telah mulai gelap, Lebih baik sekarang kita mencari tempat untuk menginap, Urusan yang lainnya dapat kita bicarakan secara perlahan-lahan." katanya.

"Benar... benar, Tadi di atas bukit aku melihat di kejauhan, ada asap yang mengepul- ngepul tentunya ada rumah penduduk di sekitar sini, Ada baiknya kalau kita menginap barang satu malam saja." jawab si lelaki penyakitan.

Ia lalu menunjuk ke arah rumah besar Cuang, sebenarnya jarak antara mereka dengan rumah besar Cuang ada belasan Lie. perjalanannya terhalang oleh perbukitan yang rimbun dengan pepohonan Mana mungkin dapat melihat asap yang mengepul- ngepul dengan jarak yang sedemikian jauhnya.

Si pelayan laki-laki menuntun dua ekor kuda, dan berjalan menghampiri majikannya, Kemudian ia mempersilakan pada si laki-laki penyakitan dan si kakek serta si nenek menaikinya, Si nenek dan si laki-laki penyakitan menunggang kuda yang sama, si nenek duduk di belakangnya, tangannya memeluk pinggang si laki-laki penyakitan

Si kakek dan si nenek sudah naik ke kudanya sedangkan Siau Po dan kawan- kawannya yang telah memiliki kuda masing-masing menaiki kuda mereka, dan berjalan bersama-sama.

Setelah berjalan sejenak Siau Po berkata dengan Song Ji dengan suara lantang. "Cepat kau larikan kudamu ke sana, Coba kau lihat apakah di sana ada rumah atau 

penginapan Carilah satu atau dua rumah untuk kita menginap satu atau dua malam. 

Tuan muda dari Kui harus meminum obat sop Jin Som dan kita paling tidak harus mencuci muka ataupun mandi, Kalau mereka tidak mau, kasih saja beberapa uang tai! perak sebagai ganti mereka." katanya.

Setiap Siau Po mengatakan sepatah kata Song Ji selalu saja mengiyakan, Setelah itu Siau Po mengeluarkan sejumlah uang perak dari dalam sakunya berikut sebungkus obat bius. Diterimanya semua itu oleh Song Ji yang kemudian ia melarikan kudanya dengan cepat.

Wajah si nenek berseri-seri. ia melihat Siau Po begitu memperhatikan anaknya untuk meminum obat sop Jin Som, agar kesehatannya terjaga.

Setelah melarikan kudanya beberapa Lie, Song Ji kembali melarikan kudanya ke arah mereka. "Siang Kong, di depan sana bukannya sebuah desa ataupun kota, akan tetapi di sana ada sebuah rumah besar, Para laki-laki di rumah itu semuanya sedang pergi, mereka mengatakan bahwa mereka tidak dapat menerima tamu, Aku telah memberikan uang pada mereka akan tetapi masih saja menolaknya. katanya.

Siau Po berpura-pura marah.

"Dasar budak bodoh, tidak perduli mereka mau menerima kita atau tidak, yang penting kita harus ke sana!" bentaknya.

"Baik Siang Kong," sahut Song Ji.

"Kami toh, hanya menginap satu malam saja, Biarpun di rumah itu tidak ada laki-laki memangnya kita mau merampok atau mencuri istrinya?" kata si nenek.

Serombongan itu pun berjalan menuju ke keluarga Ceng, Salah seorang pelayan si laki-laki penyakitan itu beberapa kali mengetuk pintu. Tak lama kemudian keluarlah pelayan rumah itu. Rupanya telinganya setengah tuli dan matanya rabun. Setelah diajak bicara beberapa kali ia terus saja mengatakan kalau di rumah itu tidak ada laki-laki.

Si laki-laki penyakitan itu tertawa.

"Kalau di rumahmu tidak ada laki-laki kami kan banyak laki-laki dan berarti kita telah banyak laki-laki." kata si lelaki penyakitan

Setelah berkata demikian ia turun dari kudanya dan berjalan menyusup ke dalam rumah itu, ia pun mendorong tubuh nenek itu. Lalu yang lainnya ikut masuk ke dalam.

Tanpa sungkan-sungkan mereka terus saja duduk di ruangan yang besar.

"Mama Tio, Mama Sun cepat kalian masak air dan nanak nasi, Kalau tuan rumah ini tidak menyukai kedatangan kita, biarlah kita bekerja sendiri saja." terdengar perintah si nenek tua, ibu si lelaki penyakitan.

Kedua pelayanan yang mendengar majikannya berkata demikian langsung mengiyakan dan berjalan masuk ke dalam dapur.

Ci Tian Coan dan beberapa kawannya pernah masuk ke dalam rumah besar ini, ia pun mengetahui riwayat keluarga itu yang sangat mengenaskan sekarang mereka melihat Siau Po dengan berbagai cara menipu lawannya, Si kakek dan si nenek juga laki-laki penyakitan itu masuk perangkap yang ia buat. 

Dalam hati mereka merasa senang, karena itu pula mereka langsung duduk di atas lantai, Mereka sengaja duduk berjauhan dengan si laki-laki penyakitan dan Siau Po. sehingga mereka berharap tidak sampai menunjukkan kebocoran.

Si kakek menunjuk pada Gouw Cie Yong. "Siapakah laki-laki yang mulutnya berdarah ini?" tanyanya.

"Orang ini seorang pejabat kerajaan, aku bertemu dia di perjalanan. Kami takut kalau dirinya akan membocorkan rahasia kerajaan, karena itu aku memotong lidahnya." jawab Siau Po.

Pada saat kejadian jarak antara Siau Po dan si kakek sangatlah jauh, akan tetapi ia dapat melihat kejadian itu. Hatinya merasa curiga juga. Setelah mendengar keterangan Siau Po ia tetap merasa curiga, ia lalu berjalan ke arah Gou Cie Yong.

"Benarkah kau seorang pejabat kerajaan?" tanyanya.

Sejak tadi Gouw Cie Yong sedang menahan rasa sakit yang tidak tertahankan ia hanya dapat menganggukkan kepalanya saja.

"Kau tahu ada orang yang akan memberontak dan kau akan melaporkannya bukan?" tanya si kakek kembali.

Gouw Cie Yong sadar percuma saja kalau membantah ia hanya berharap kalau si kakek dapat menolongnya. Karena itu ia hanya menganggukkan kepalanya.

"Dia mengetahui kalau di bagian selatan ada yang akan mengadakan pemberontakan Kalau benar terjadi pemberontakan tentulah kejadiannya akan hebat sekali." sahut Siau Po.

"Benarkah apa yang dikatakannya?" tanya si kakek kepada Gouw Cie Yong.

Orang yang ditanya hanya menganggukkan kepalanya saja, Si kakek sudah tidak mencurigai lagi pada Siau Po.

Kepercayaan si kakek sekarang sudah mulai bertambah ia kembali ke tempat duduknya lalu bertanya pada Siau Po.

"Siapakah yang mengajarkan ilmu silat kepada anda?"

"Aduh, guruku ada beberapa orang, yang pertama, kedua, ketiga, yah ada tiga orang guruku, Akan tetapi aku sangat malas dan juga bodoh dalam mempelajari ilmu silat, ilmu apa pun tak dapat aku mempelajarinya." jawab Siau Po dengan tenang.

Dalam hati si kakek berpikir.

-- Kau kira aku tidak tahu kalau ilmumu itu sangat jelek sekali, akan tetapi sebaliknya ilmu orang ini tidak dapat dikatakan terlalu buruk, walaupun ia menguasai dari luarnya saja, jika untuk melarikan diri dari kejaran musuh rasanya masih ada manfaatnya sedikit. Hal ini menandakan kalau ilmu ini yang menggunakan orang dari kalangan atas yang jarang ada tandingannya - Si kakek bertanya kembali

"Siapa yang mengajarimu ilmu meringankan tubuh?" Dalam hati Siau Po berpikir.

-- Sejak tadi ia terus saja menanyakan kepadaku tentang ilmu meringankan tubuh yang aku pelajari Kemungkinan ia sama dengan Su Tai itu. Wah, aku tidak dapat mengatakannya, akan tetapi ia kawannya Gouw Sam Kui, kemungkinan ada hubungannya juga dengan orang-orang dari Tibet -

Setelah berpikir demikian ia lalu berkata.

"Ada orang yang dari Tibet yang bernama Sang Cie. Ketika aku mengunjungi Kun Beng untuk bertemu dengan Peng Si-ong, aku kebetulan berkenalan dengan orang Tibet itu. ia mengatakan ilmuku terlalu rendah, kalau aku berkelahi dengan orang pastilah akan mengalami kekalahan Karena itu ada baiknya jika aku mempelajari ilmu melarikan diri, sehingga aku mempelajarinya beberapa hari, Aku mempelajarinya setengah mati. Tadinya aku mengira ilmuku ini sudah tinggi sekali, akan tetapi setelah aku bertemu dengan engkau Kong Kong dan Po Po serta kakaknya yang bertubuh kekar dan sehat ini ilmuku tidak ada gunanya." kata Siau Po.

Si nenek mendengar kalau Siau Po memuji anaknya yang bertubuh kekar dan sehat tentu saja hatinya merasa senang sekali. wajahnya langsung berseri-seri matanya melirik ke arah putranya, Kegembiraannya pun meluap.

"Jie Po. semangat anak kita dalam beberapa hari ini memang sangat baik sekali," katanya.

Si kakek lalu menganggukan kepalanya, ia melihat anaknya dalam keadaan setengah tertidur, di sampingnya, Keadaannya benar-benar mengenaskan sebenarnya ia merasa pilu juga, akan tetapi lalu berkata pula pada Siau Po.

"Oh, rupanya begitu." kata si kakek tua.

"Bagaimana Sang Cie dapat menguasai ilmu meringankan tubuh dari perguruan Kiat Kiam Bun?" tanya si nenek.

"Di dalam perguruan Kiat Kiam Bun ada seorang bernama Giok Cin Jue. ia pernah tinggal cukup lama di daerah Tibet," sahut si kakek.

"Ah benar, dia adalah adik seperguruan dari Bok Sam Tiang, kemungkinan ketika tinggal di Tibet ia mengajarkan keponakan muridnya yang lain," jawabnya.

Ia memalingkan wajahnya pada Song Ji.

"Nona kecil, siapakah yang mengajakmu ilmu silat?" tanyanya, Sepasang matanya yang keluar meneliti Song Ji, seakan asal-usul gurunya sangat penting sekali bagi mereka.

Hati Song Ji berdebar-debar ditatap oleh si kakek dan si nenek.

"Aku. Aku.,." Dia jarang berdusta, maka itu ia bingung untuk berbicara dengan 

orang-orang itu.

"Dia kan budakku, Si Ihama dari Tibet itu pernah juga mengajari dia beberapa lama," jawab Siau Po, menyesal sebelum Song Ji sempat bisa menjawab.

Si kakek dan si nenek serempak menggelengkan kepalanya. "Pasti bukan!" kata mereka.

Wajah mereka segera berubah menjadi kelam, Tiba-tiba si laki-laki penyakitan itu terbatuk-batuk dengan suara keras, Si nenek cepat-cepat menghampirinya dan menepuk-nepuk pundaknya, sedangkan si kakek pun memalingkan wajahnya menatap anaknya. 

Dua orang pelayan keluar dari dalam dapur dengan membawa sop Jim Son dan teh hangat di atas nampan, Mereka berdiri di depan si laki-laki penyakitan Setelah sop Jim Som itu dingin mereka meminumkannya pada si laki-laki penyakitan secara perlahan- lahan. Lalu yang seorang lagi membagi-bagikan mangkok teh. Bahkan kawan-kawan Siau Po mendapat bagian juga.

Si kakek menghirup teh dari dalam cawannya, akan tetapi ketika ia ingin bertanya kembali pada Song Ji ternyata gadis itu telah berjalan ke ruang belakang, Tiba-tiba si kakek berdiri dan bertanya pada mama Sun.

"Dari mana kau mendapatkan air panas untuk menyeduh teh?" tanya si kakek. Siau Po terkejut setengah mati jantungnya berdegup-degup, dalam hati ia berkata.

- Celaka.. Celaka, Si tua yang mau mampus ini tentulah sudah mengetahui siasatku- "Aku dan mama Tio yang telah memasaknya." jawab orang itu.

"Dari mana kau mendapatkan airnya?" tanyanya lagi. "Dari tempayan di dalam dapur itu," jawabnya.

Lalu mama Tio pun ikut berkata. "Kami telah memeriksanya dengan teliti airnya bersih sekali. "

Belum lagi perkataannya selesai Bluk. Bluk. Kedua pelayan si kakek dan si nenek 

itupun jatuh tak sadarkan diri. Si nenek langsung mencelat bangun, tubuhnya terhuyung-huyung dan tangannya memegangi erat kepala.

"Di dalam teh ada racun!" teriaknya.

Ci Tian Coan dan yang lainnya belum meminum teh itu. Masing-masing memberikan isyarat pada kawan-kawan mereka, Satu persatu mereka ber-pura-pura terkulai tidak sadarkan diri.

"Prang.,., Prang!"

Terdengarlah suara cawan itu berjatuhan, dan pecah berantakan

Melihat hal itu Siau Po langsung berteriak. "Aduh!" Setelah itu ia pun menjatuhkan dirinya ke atas tanah berpura-pura pingsan.

Mama Tio dan mama Sun berkata.

"Kami yang telah memasak air itu dan di dalam dapur tidak ada orang lain selain kami berdua, Mana mungkin kami memberikan racun itu pada minuman Siau Ya dan yang lainnya!" kata mereka serempak.

"Di dalam tempayan pastilah telah diberikan obat racun. Anakku bagaimanakah perasaanmu?" tanya si nenek.

"Lumayan.... Lumayan...!" jawabnya.

Setelah menjawab pertanyaan ibunya ia pun terkulai dan jatuh pingsan di atas tanah. Melihat hal itu si kakek dan si nenek menjadi terkejut sekali.

"Kami tidak menambahkan air sedikit pun dalam obat sop Jim Som. Sop itu adalah sisa masakan kami tadi siang sewaktu kita berada di dalam kedai itu. Dan kami simpan di dalam kantong ini dengan baik, Mana mungkin itu dapat terjadi? Tadi siang kami tidak apa-apa meminum air di dalam kedai itu mengapa sekarang jadi begini...?" kata mama Sun cemas dan ketakutan

"Kami hanya menghangatkan sop itu saja dan tidak menambahkan air serta apapun ke dalam sop Jim Som!" ujar mama Tio.

"Benar kami tidak menambahkan air sedikit pun!" sambung mama Sun. "Meskipun kalian hanya menghangatkannya, mungkin kalian menggunakan tutup 

tempayan dalam dapur tadi. Apakah kalian menggunakan tutup tempayan dalam dapur 

itu?" tanya si kakek tua.

"Benar kami menggunakan tutup tempayan itu, akan tetapi jika hanya tutupnya saja mengapa menjadi begini...?" tanya mama Sun. "Benar, dari tutupnya akan menguap, dan kini anakku... anakku... Oh mengapa dia..?" teriak si nenek panik.

Tangan si nenek meraba-meraba kening si laki-laki penyakitan itu, ia sangat khawatir sekali dengan anak itu.

Sementara itu si kakek berusaha mengatur tenaga dalam untuk selanjutnya ia menggunakan tenaga dalam itu secara keseluruhan ia ingin agar racun yang ada dalam tubuhnya dapat keluar dengan cepat. Racun itu yang ada dalam minuman mereka. Terdengar si kakek berbicara.

"Cepat kau ambilkan air dingin.,.!" katanya.

Mama Sun dan mama Tio tidak meminum teh yang ia buat itu. Apalagi setelah ia melihat keadaan itu, Mereka sangat takut sekali serta khawatir kalau-kalau majikannya akan marah kepadanya. Maka setelah mendengar kata-kata majikannya mereka langsung saja berhamburan pergi ke dalam untuk mengambil air dingin yang dimaksudkan majikannya itu.

"Rumah ini aku rasakan sangat aneh sekali!" kata si nenek tua.

Si nenek tua tidak pernah membawa senjata, karena itu ia lalu membungkukkan dirinya untuk mengambil sebilah golok dari tangan salah seorang pelayannya. Akan tetapi setelah ia menundukkan kepalanya ia merasakan kepalanya sangat pusing sekali, sampai sempat terjatuh duduk, Tangannya sendiri telah berhasil memegang gagang golok, tetapi ia tidak kuat mengangkatnya.

Sementara si kakek menopangkan tubuhnya pada sebuah kursi, matanya dipejamkan rapat-rapat, ia berusaha untuk menguasai dirinya yang sedang terkena racun, ia mengatur pernapasannya dengan cermat, sementara tubuhnya terhuyung- huyung menahan pusing yang sangat.

Siau Po berbaring di atas tanah, matanya dibuka sedikit untuk digunakan mengintip, sementara ia melihat Song Ji yang membawa beberapa orang wanita pelayan.

Melihat Song Ji dengan membawa besar beberapa orang wanita itu si kakek dengan tiba-tiba menghajar Song Ji. Dan perempuan yang berpakaian putih terpental sejauh beberapa langkah, Tubuh orang itu membentur sebuah kursi barulah ia dapat berhenti.

Dalam waktu yang bersamaan Ci Tian Coan dan yang lainnya segera membentak dengan kasar. setelah itu mereka semuanya mencelat bangun dan menghampiri si kakek yang telah menghajar wanita itu. 

Baru saja mereka mendekat, si kakek telah jatuh terkulai di tanah.

Hong Cie Tiong segera menotok jalan darah si kakek dan juga si nenek. Setelah itu ia menghampiri si Iaki-Iaki penyakitan dan menotoknya, sehingga dengan demikian si  kakek dan si nenek serta si Iaki-laki penyakitan jika terbangun dari pingsannya tidak dapat melakukan perlawanan.

Melihat hal yang demikian Siau Po langsung bangun dari tidurnya di atas tanah, ia lalu tertawa terbahak-bahak, setelah itu berteriak.

"Cuang San Nai Nai, apa kabar?" serunya dengan suara keras.

Setelah berkata demikian ia menghampiri si wanita berpakaian putih-putih yang telah terkena tendangan si kakek tadi.

Ternyata wanita yang menggunakan pakaian putih-putih itu adalah nyonya ketiga dari keluarga Cuan, Setelah melihat kalau Siau Po telah mendekat dengannya dan Siau Po sendiri telah memberikan hormatnya, nyonya itu membalas hormat yang telah diberikan Siau Po kepadanya.

"Wi Siau Ya, kau telah mengirim musuh besar kami ke mari, Entah bagaimana kami harus membalas budi baik Wi Siau Ya. Dengan kalian telah mengirim musuh besar kami ke mari, kami dapat membalaskan sakit hati kepada orang-orang ini. Wi Siau Ya, aku menginginkan kau dapat bertemu dengan guru kami," katanya.

Setelah berkata demikian ia menarik tangan Siau Po dan mengajaknya ke hadapan seorang wanita yang menggunakan pakaian kuning-kuning, yang berada di dekat mereka.

Si wanita yang berpakaian kuning-kuning itu terus mengurut tengkuk si wanita yang terkena hantaman tadi. Ternyata wanita yang terkena hantaman si kakek tua itu telah membuka mulutnya dan mengeluarkan segumpal darah segar.

Sambil tersenyum si wanita yang menggunakan pakaian kuning-kuning itu berkata. "Sekarang kau tidak apa-apa lagi, kau dapat segera sembuh," kata si gadis yang 

menggunakan pakaian kuning-kuning itu.

Suaranya sangat lembut sekali, sehingga enak didengar Siau Po melihat usia wanita itu sudah tidak muda lagi, Akan tetapi setelah mendengar suaranya yang merdu dan enak didengar Suara wanita itu sama saja dengan suara seorang gadis belia.

Kepala wanita itu menggunakan sebuah mahkota yang sangat indah dan berwarna kuning juga, sama dengan pakaian yang ia gunakan, Di pinggangnya terdapat sebuah kain sutra berwarna merah. Akan tetapi wanita ini menggunakan dandanan yang sangat aneh sekali, Rambutnya memang sudah putih, akan tetapi wajahnya pun putih bersih, Di sudut matanya terdapat sedikit kerutan.

Wanita itu juga dilihat dari kepalanya sudah berusia di atas lima puluh tahun. Akan tetapi jika dilihat dari bentuk tubuh dan wajahnya ia masih sangat muda dan cantik, dalam hati Siau Po berpikir. -- Orang ini toh Guru dari nyonya ketiga Cuang. Karena itu sudah selayaknya menyembah dan berlutut di hadapannya, Akan tetapi aku, apakah pantas jika aku melakukannya sama dengan apa yang dilakukan nyonya itu? -

Setelah berpikir demikian Siau Po lalu menghampiri wanita itu dan selanjutnya memberikan hormat sambil berkata.

"Kakak, Nenek, Siau Po memberikan hormat.,." katanya. Wanita itu tertawa.

"Anak muda, kau memanggilku apa?" tanyanya, Mendengar kata-kata itu Siau Po lalu berdiri.

"Kau adalah guru dari Sam Nai Nai, akan tetapi jika aku melihat kau dari tampangmu, kau lebih pantas jika menjadi kakakku, Aku tadi memanggilmu nenek, akan tetapi karena kau pantas jadi kakakku maka aku mengalihkan kata-kataku menjadi kakak nenek,.," jawabnya.

Perempuan itu tertawa terkekeh-kekeh, "Kau katakan kalau aku pantas jika menjadi kakakmu? Apakah lebih pantas lagi jika aku menjadi adikmu?" kata wanita berpakaian kuning itu.

"Kalau aku mendengar suaramu dari kamar sebelah, pastilah aku akan memanggilmu adik nenek Hal itu dikarenakan suaramu masih sangat merdu jika didengar!" katanya.

Perempuan itu tertawa sampai tubuhnya terguncang-guncang.

- Budak ini sangat menyenangkan sekali, mulutnya manis jika mengeluarkan kata- kata, ia dapat pula membuat orang lain dapat menyukainya - Katanya dalam hati.

Setelah berpikir demikian ia lalu bertanya pada Siau Po.

"Mungkinkah Wi Su Pek (Paman seperguruanku yang pahlawan besar itu pun terkena jerat kata-kata dan juga akal buIusmu?"

Mendengar ucapannya semua orang terkejut setengah mati, Siau Po lalu menunjuk pada si kakek.

"I.... Ni. Kakek ini, adalah paman seperguruan kakak nenek-" katanya.

Mendengar kata-kata Siau Po yang menurutnya sangat lucu sekali kembali si wanita itu tertawa. "Memang bukan," katanya, "Aku dengan dia sudah empat puluh tahun, akan tetapi kami tidak pernah berjumpa muka, Mulanya aku pun tidak mengenalinya, sampai ketika ia turun tangan, Si kakek itu menggunakan jurus Suap Kuan Tai Ling (Salju menghampar di sekitar pegunungan Tay San). 

Begitu lihaynya ia menggunakan jurus-jurus itu. Di daerah Puong Wa tidak mungkin ada orang kedua yang dapat menggunakan ilmu itu. Karena itu aku segera dapat mengenalinya."

Wajah Siau Po segera menunjukkan kemurungan.

"Wah, kalau ternyata kakek ini adalah orang sendiri, urusan ini menjadi repot juga." katanya.

Perempuan itu menggelengkan kepala sambil tertawa, Akan tetapi sambil tertawa wanita itu terus saja berpikir mencari jalan yang terbaik dalam menyelesaikan urusan ini.

"Aku sendiri tidak mengetahui bagaimana caranya menyelesaikan urusan ini dengan paman seperguruanku. Kalau guruku sampai mengetahui akan hal ini, pastilah aku akan dicaci-makinya habis-habisan." jawabnya.

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar