Kaki Tiga Menjangan Jilid 60

Jilid 60

"Saudara Lim. Aku tahu, guru tentunya tak mengatakan kalau kau itu takut mati, sebaiknya guru memuji kau yang telah berusaha menyelamatkan diri, pasti guru ingin meminta diajarkan ilmu itu pada semua saudara-saudara kami Benar bukan?" Kim Lama melirik Siau Po dan merasa puas, Hin Cu pun menepuk pahanya dan berkata. 

"Benar, saudara Wie kaulah murid suhu. Benar-benar guru lihay dan mempunyai murid yang pandai!"

Siau Po tertawa dan balik memuji. "Kaulah bawahan guruku. Memang di bawah perintah panglima yang gagah, tak akan ada tentaranya yang lemah."

Mendengar ucapan Siau Po, mereka semua tertawa.

"Memang benar malam ini Kunsu memerintahkan aku demikian." kata Hin Cu. "Kata suhu, jangan kau salah mengartikan maksudku. Aku melihat bahwa ilmu berguling itu  dapat dipakai untuk tentara kita, sewaktu musuh menembak, kita menjatuhkan diri dan dapat mendekatinya dengan cara bergulingan yang kemudian membuat mereka menjadi habis.

Mendengar kata-kata Kunsu, aku menjadi berlega hati, Sebab dengan demikian aku tak ditegurnya. Lalu aku berkata, Kunsu, aku pernah mempelajari ilmu Tee Tong Kun- hoat itu. DahuIu guruku juga berkata demikian di waktu berperang, kita dapat menggunakan ilmu itu untuk mendekati musuh. 

Hanya musuh Ang Mo tak menggunakan kuda jadi aku beranggapan bahwa ilmu itu tak layak untuk digunakan padahal semestinya dapat digunakan untuk membabat kaki musuh, Bukankah itu sama saja? Ah, benar-benar tumpul otakku! Aku tak teringat akan hal itu."

Siau Po tersenyum dan dalam hati berkata, "Gurumu telah mengatakan padamu, sambil berguling kaki dapat membabat kaki musuh, mengapa kau tidak ingat kaki kuda dan kaki manusia itu sama saja? Benar-benar kau kurang cerdas!"

Lim Hin Cu berkata, "Lalu Kunsu meminta padaku untuk mengajarkan ilmu silatku itu. Kata-nya kepandaianku itu sangat baik, dan kepandaianku itu berkat latihanku selama sepuluh tahun, itu adalah waktu yang lama, sedangkan kita memerlukannya besok, mana ada waktu itu untuk mempelajarinya?"

"Ya itu yang biasa dinamakan tidak pernah pasang Hio, sudah kelabakan barulah ia memeluk kaki sang Buddha, Atau di medan perang baru kita mengasah pedang. Namun kalau seorang nona mempelai di waktu mau naik joli baru melubangi kuping itu mendingan daripada tidak sama sekali, atau mengasah pedang diwaktu perang itu sangat baik daripada tidak menggunakan pedang."

"Benar, benar demikian," kata Hin cu. "Ketika itu Kunsu pun berkata demikian Meskipun penyerbuan kita kali ini gagal, tapi telah membuat musuh kita sangat jeri. Buktinya musuh tidak mengejar kita sewaktu kita mundur, sebaiknya kita dengan cepat membuat benteng bawah tanah, dan dengan pasukan panah kita berjaga-jaga kalau- kalau pasukan musuh datang menyerbu kita. 

Dan selama itu kalian mendidik pasukanmu ilmu bergulingan untuk membabat kaki musuh. sekarang ini kita tak memerlukan ilmu itu, tetapi nanti sewaktu kita menghadapi musuh itu, aku terima titah Kunsu aku akan melatih tentara kita sampai jauh malam, agar besok pagi jika benar-benar musuh datang, ia akan terpukul oleh pasukan panah kita. 

Setiap serdadu yang sudah dapat menggunakan ilmu itu kita perintahkan untuk mengajarkan pada yang belum bisa, Dengan demikian maka latihan kita menjadi cepat ini juga menggunakan tameng kayu untuk menyelamatkan diri dari serangan peluru."

Siau Po terdiam mendengarkan orang yang sedang berbicara itu, "Di hari keempat musuh akan datang pula dan menyerang lagi, maka kali ini kita menyambutnya dengan bergulingan Kita akan bebas dari peluru dan kita dapat membabat kaki mereka, selanjutnya musuh akan kabur dengan meninggalkan kaki-kaki mereka, Dan sewaktu kami berperang dengan Tai-wan kami menggunakan cara itu," kata Hin Cu.

Liok Kie girang.

"Jika dengan cara itu Kunsu dapat menghajar orang Ang Mo, maka kali ini kita tidak usah khawatir untuk mengusir orang Losat." kata Liok Kie.

"Walaupun demikian dahulu dan sekarang itu berbeda," kata Kim Lan dengan tenang.

"Dahulu tentara Ang Mo hanya berjumlah tiga sampai empat ribu jiwa, mereka mati satu berarti hanya kurang satu, sebaliknya Bangsa Losat, jika kali ini bangsa itu mendatangkan belasan laksa, dengan demikian maka akan berdatangan dengan jumlah yang sama pula dan terus menerus Dan ilmu berguling itu hanya dapat digunakan untuk berperang dengan musuh dalam jarak dekat. Namun jika musuh itu dari jarak jauh dan menggunakan meriam, maka kita pun akan mengalami kesulitan," katanya pula.

"Kunsu benar, sekarang bagaimana caranya menurut Kunsu?" tanya Liok Kie. "Negara Tionghoa sangat luas dan banyak rakyatnya. Maka jika tak ada 

pengkhianatannya, maka orang luar akan mengalami kesulitan untuk menyerang ke 

sini." kata Kin Lam.

"Itu benar, negara Tatcu pun dapat merampas negara kita karena mendapatkan bantuan dari Gauw Sam Kui yang memimpinnya untuk masuk."

"Dan sekarang bangsa orang Gauw Sam Kui telah bersekongkol dengan Bangsa Losat, maka kita harus mendahulukan menghajar mereka, agar dengan tidak adanya bangsa asing sulit untuk masuk." kata Kin Lam.

"Namun jikalau Gauw Sam Kui itu mati dengan cepat maka dia tak dapat saling bunuh dengan bangsa Tatcu, dengan demikian keduanya tak binasa bersama-sama."

"Kau benar juga, namun ancaman bangsa asing itu lebih berbahaya dari bangsa dan orang-orang Losat yang lihay dalam senjata api dibanding dengan Gauw Sam Kui." kata sang ketua.

"Benar, Bangsa Tatcu sama dengan kita, baik itu dari rambut, mata maupun bicaranya, sebaliknya dengan bangsa asing itu kita tidak sama, apa lagi dengan cara mereka berbicara, sama sekali kita tak mengerti." kata Siau Po yang turut berbicara.

Sampai di situ Kin Lam talu menanyakan tentang Kek Song. Kin Lam adalah utusan raja muda Taiwan, maka ia langsung menanyakan The Kek Song, untuk diajaknya pergi.

"Kabarnya Kongcu berada di Li Ciu dalam perlindungan seorang yang ahli dalam ilmu silat, yaitu yang bernama Phang Sek Hoan yang bergelar Poan Kiam Bun Hiat," kata Ma Ciau Hin, "Kalau aku mengirim orang ke sana, mungkin mudah mencari tahu tentang itu."

Karena adanya Lim Hin Cu, maka ia mengatakannya dengan sangat hati-hati.

Tatkala itu langit sudah terang maka Ma Hiocu berkata, "Kebetulan sekali Kunsu dan juga Gouw Toako berkunjung ke Liu-ciu. ini kebetulan sekali karena pakaian kita semua basah kuyup, Maka marilah kita mendarat untuk minum arak untuk melawan serangan rasa dingin ini."

Tan Kin Lam setuju. "Baik sekali." katanya.

Selama hujan dan angin kencang tadi, perahu sudah terdampar demikian jauhnya. Maka sewaktu mereka akan mendarat, sampai di darat sudah tengah hari dan mereka mendarat di pelabuhan semula.

Tampak dari jauh ada orang berlari dengan tubuh yang kecil dan berkata dengan nyaringnya, "Oh, Siangkong! Kau.... Kau. Kau akhirnya pulang juga.,."

Ternyata ia Song Jie, yang seluruh tubuhnya masih basah, sedangkan wajahnya menandakan ia sangat kaget bersama dengan girang.

"Eh, mengapa kau berada di sini?" tanya Siau Po.

"Tadi malam angin dan hujan sangat besar, sedangkan Siangkong pergi dengan menggunakan perahu, Karena itu hatiku tidak tenang sekali, maka aku selalu mengharap-harap agar Siangkong dapat kembali dengan tidak kurang suatu apa pun. " kata Song Jie.

Siau Po menjadi sangat heran.

"Jadi selama itu kau terus menantiku di sini?" tanya nya. Nona itu lalu mengangguk.

"Ya...." sahutnya dengan perlahan "Karena hatiku tak tenang, aku geIisah. "

Siau Po tertawa. "Hatimu tak tenang karena kau khawatir perahuku akan terbalik, bukankah demikian?" tanyanya.

Wajah si nona menjadi merah dan ia cepat-cepat menundukkan wajahnya.

"Aku tahu kalau nasib dari Siangkong selalu saja baik, dan karenanya tak mungkin perahu Siongkong akan mengalami hal yang kurang baik atau karam." katanya.

Di saat mereka sedang asyik berbicara tiba-tiba datanglah seorang anak buah perahu di pelabuhan itu. ia lalu tertawa dan berkata.

"Congya kecil ini tadi malam sewaktu angin dan hujan turun akan menyewa perahu, ia mengatakan akan menjenguk salah satu orang yang sedang berlayar. MuIanya ia akan memberikan sewa sebanyak seratus tail, Kami tak ada yang mau, kemudian ia menaikkan menjadi dua ratus tail dan kali ini ada yang menyanggupi. Namun sialnya, sewaktu akan berangkat tiang perahu orang yang menyanggupi itu mengalami patah terkena angin, Maka gagallah pelayaran itu, sehingga tak ada lagi yang menyanggupi nya dan demikian ia pun menangis. "

Bukan main tergerak hati Siau Po, ia lalu memegang tangan si nona dengan erat- erat.

"Song Jie," katanya dengan suara tergetar "Kau,.,, Kau baik sekali terhadapku." Kembali wajah si nona tersipu malu.

Sementara itu orang sudah berjalan demikian jauhnya menuju Ma Ciauw Hin. Di sana mereka berganti pakaian dan setelah itu Ma Ciauw Hin memberikan laporan kepada sang ketua.

Kin Lam menerima laporan itu.

"Sekarang ini saudara Ma coba kau kirim salah seorang anak buahmu untuk mencari tahu The Kongcu!" katanya.

Setelah menerima perintah itu Ma Ciauw Hin lalu mengajak para tamunya untuk bersantap, Kursi pertama Kim Lan, kedua Liok Kie dan Siau Po di kursi yang ketiga, Akan tetapi Siau Po menolaknya dengan alasan yang tepat, ia meminta agar si orang Lim duduk pada kursi yang ketiga itu.

Setelah bersantap, Kin Lam mengajak Siau Po untuk berangkat melanjutkan perjalanannya menuju utara, Siau Po menurut karena ia adalah muridnya dan itu memang tugasnya.

Tetapi sebelum berangkat, Siau Po memberikan hadiah pada Gouw Liok Kie, berupa senjata yang diberikan dari Gauw Sam Kui padanya. Gouw Liok Kie menerima hadiah itu dan ia mengetahui kalau hadiah dari Siau Po itu adalah senjata buatan Bangsa Losat yang menjadi musuhnya itu.

Setelah itu Gouw Liok Kie mencoba senjata itu dan mengarahkannya keluar jendela. Maka terdengarlah suara yang sangat keras disusul dengan keluarnya sebutir peluru panas.

Kemudian Lim Hin Cu berkata, "Senjata api ini jauh lebih baik daripada senjatanya bangsa Ang Mo."

Kemudian Gouw Liok Kie mengucapkan kata terima kasih pada Siau Po yang selanjutnya ia menyimpan senjata itu. Tan Kin Lam yang melihat senjata dan cara kerjanya itu mengerjitkan alis, dalam hatinya ia berkata,"jikalau senjata Losat sedemikian hebatnya, dan ia benar datang, maka sukar untuk ditentangnya. "

Siau Po demikian mengeluarkan Gin-pio seharga lima ribu tail dan menyerahkannya pada Lim Hin Cu, untuk dipakai seperlunya.

Hin Cu terheran melihat anak kecil mempunyai uang yang cukup banyak dan sangat royal Disaat hendak menolaknya ia melihat Siau Po sudah mengambil uangnya lagi dan diberikannya pada Ma Ciau Hin.

"Tolong kau terima uang ini untuk mentraktir anak buahmuI" kata Siau Po. Ciauw Hin heran dan girang demikian ia tertawa.

"Jumlah ini terlalu banyak." katanya, "Dengan jumlah sebanyak ini orang minum arak selama satu tahun pun tak akan habis. "

Setelah memberikan uang itu, Siau Po lalu memberikan hormat pada sang guru sambil ia berlutut.

Sang guru yang melihat muridnya itu demikian pemurah ia sangat sayang, maka ia lalu berkata pada sang murid itu, "Kau memang sangat baik, tidak kecewa aku mengangkatmu menjadi muridku."

Siau Po lalu berdiri setelah ia berlutut di samping sang guru, Si bocah berpikir hadiah apa yang pantas untuk sang guru, ia diberi uang, sang guru itu pasti akan menolak Begitu pula kalau diberi batu permata, Lalu apa yang harus diberikan kepada sang guru itu?

Di saat berpikir keras itu, tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Suhu," kata Siau Po sambil menarik ujung baju sang guru, "Ada satu hal yang akan aku sampaikan pada Suhu."

Kim Lan heran tetapi ia harus mengikutinya. Siau Po mengajaknya ke samping rumah, kemudian mengambil sebuah bungkusan yang berisi robekan-robekan dari kitab yang orang-orang cari, ia lalu membuka bungkusan itu satu persatu.

"Suhu! Aku tidak mempunyai barang apa pun yang pantas untuk aku haturkan pada Suhu, maka sudilah kiranya Suhu menerima kertas robekan itu." kata Siau Po.

Sang guru memperhatikan bungkusan yang sedang dibuka muridnya itu, ia mengira, pasti isinya adalah barang yang sangat berharga, Setelah selesai Siau Po membuka bungkusan itu, sang guru menjadi heran karena isi bungkusan itu ternyata hanya robekan kertas saja, Hal itu membuatnya menjadi heran sekali.

"Barang apakah itu?" tanyanya.

"Inilah halaman-halaman yang telah aku kumpulkan," kata Siau Po yang kemudian menerangkan tentang kitab itu.

Mendengar akan hal itu, Kin Lam menjadi tertarik dan juga heran. Siau Po terus saja menerangkan satu per satu dari pemilik kitab-kitab itu yang semuanya membuat hati gurunya menjadi bergetar. Sang guru mengetahui bahwa jika kitab itu disatukan maka akan dapat ditemukan tempat penyimpanan harta karun yang sangat besar.

Sekian lama Tan Kin Lam memperhatikan robekan-robekan itu dan otaknya terus saja bekerja.

"Siau Po, barang ini sangat luar biasa. Dengan ini kita nanti membawa kawan-kawan kita untuk mengambil urat nadi naga Bangsa Boan, untuk mengambil hartanya dan kita gunakan untuk menggerakkan tentara kita. 

"Dengan ini kau telah mendapatkan jasa yang sangat besar Namun kali ini aku sedang mencari The Kongcu untuk diajak pulang ke Taiwan, Lebih baik dalam hal ini kau saja yang menyimpannya, dan nanti jika aku sudah kembali aku akan menemuimu di Pakhia dan selanjutnya kita bekerja mencari harta itu."

"Baik, Suhu!" jawab sang murid. "Harap suhu dapat segera datang ke Pakhia!" "Kau jangan khwatir! Aku pun tak puas karena kita telah dihina oleh raja yang 

lainnya, Dan kaisar cilik itu ternyata pandai juga memerintah kerajaan dan itu membuat 

kita semakin sulit saja... aku tak menyangka Gauw Sam Kui akan mengadakan pemberontakan. Siau Po, kau telah mendapatkan isi kitab ini maka sangat baik bagi 

kita!"

Melihat keadaan gurunya, Siau Po menjadi senang karena sang guru pun merasa sangat senang. Hal itu dapat dilihat dengan adanya perubahan pada wajah sang guru. "Kau memang pandai bekerja, Siau Po!" kata sang guru. "Kau memang pantas menjadi muridku! Bagaimana tentang racun yang ada di dalam tubuhmu? Apakah sudah mendingan?" lanjut nya.

"Bisanya sudah bersih semua, Guru!" kata Siau Po memberikan jawabannya. "Aku telah berhasil memakan obat pemunah dari si Moler tua itu!"

"Bagus! sekarang kau harus sadar bahwa pada kedua bahumu itu telah terpikul tanggung jawab yang berat, yaitu merobohkan kerajaan Boan dan mendirikan kerajaan Beng. Kau harus berhati-hati dalam menjaga diri dan kau harus selalu waspada!" ujar Kin Lam.

"Aku akan selalu mengingat pesan guru, yang sebenarnya dalam memperoleh peta itu aku mempertaruhkan nyawa ku!" kata Siau Po memberikan penjelasan.

Sang guru tersenyum.

"Setelah kau pulang ke Pakhia, kau harus mengunci pintu dan jendelamu. Kau juga harus menyatukan robekan yang satu dengan yang lainnya dan kau ingat, setelah itu barulah peta ini kau robek dan robekannya itu kau simpan pada tempat yang berbeda- beda, dan jangan lupa kau harus selalu waspada!"

"Suhu benar." kata Siau Po. "Andaikat aku bermain judi, aku mendapatkan angka delapan. Maka aku harus mempertahankan agar orang lain tidak dapat melebihiku."

Kin Lam berpikir orang yang diajak bicara itu ngelantur.

"Kau sudah sadar itu syukur, tetapi kau harus ingat bahwa usaha kita ini tidak dapat disamakan dengan orang yang bermain judi, Kalau dalam judi ada yang menang dan ada yang kalah, tetapi dalam usaha kita, kita tak boleh mengalah peta ini diperebutkan oleh banyak orang, maka kita pun harus mempertahankannya! Siau Po, mendengar beritamu ini aku merasa sangat puas walau pun aku harus mati sekarang aku bersedia." kata sang guru.

"Apakah selama di Taiwan Suhu merasa kurang bergembira? Hal itu terlihat dari wajah Suhu, setahuku sesulit apa pun Suhu tak pernah merasa sedih tetapi mengapa sekarang Suhu berubah? semua orang sangat menghormati Suhu bahkan Suhu tak merasa takut pada raja. Dan di dunia ini Suhu hanya menghormati satu orang saja yaitu The Tay Ongya dari Taiwan mungkinkah?" tanya Siau Po.

Kin Lam menarik napas panjang.

"Ongya sangat menghormati dan menghargai ku. Dahulu aku pernah mendapatkan pertolongan besar dari keluarga Kok Seng Ya. Maka aku memutuskan akan berbakti padanya selama aku hidup, Jika ada keluarga The yang mengalami kesukaran, maka aku akan menolongnya dengan sungguh-sungguh. dan jika aku sudah mati barulah aku merasa puas, namun kali ini putranya, The Kongya bukanlah putra sejati." Siau Po tidak mengerti maksud gurunya.

"Apakah yang dimaksud dengan keturunan tidak sejati?" tanya Siau Po.

"ltu artinya ia bukanlah putra yang dilahirkan oleh Ong-Hui sendiri." jawab sang guru. "Dahulu ketika Kok Seng wafat, urusan ini ada sangkut pautnya, sebenarnya Ongya 

hui tidak menyukainya, dan ia selalu meminta aku untuk memecatnya dan menggantikan dengan yang lain."

Siau Po menggelengkan kepala berulang-ulang.

"Jie Kongcu orang bodoh dan penakut Dia pun masih kalah dibandingkan dengan Gauw Sam Kui," katanya, "Tak tepat ia menjadi pengganti dia bahkan si telur busuk, si dungu, si hina dina."

Siau Po menjadi sangat sebal, ia teringat pada Jie Kongcu yang telah tergila-gila terhadap A Ko.

"Siau Po hati-hatilah dengan kata-katamu!" Kin Lam menegur Menurutnya kata-kata Siau Po membuatnya kurang puas, "Bukankah dengan demikian seperti juga kau tengah mencaci orangnya.,.?" tanyanya.

"Oh.-.!" suara Siau Po tertahan "Ya, aku memang tak boleh sembarang bicara." ujarnya.

"Kalau dibuat perbandingan di antara dua Kongcu itu," kata Kin Lam pula, "Benar, Jie Kongcu tidak dapat dibandingkan dengan kakaknya, Sie Cu. Jie Kongcu lebih tampan dari kakaknya dan bicaranya manis, karena itu ia menjadi kesayangan neneknya. "

Siau Po menepuk pahanya.

"Sungguh benar kata orang!" katanya, "Memang kaum wanita tak mengerti apa juga, asal ia melihat pria yang kelimis, yang dapat menepuk-nepuk punggung, lalu ia pandang orang itu sebagai mustikanya." lanjutnya.

Kin Lam tidak tahu bahwa Siau Po menunjuk pada A Ko. ia menggelengkan kepala dan berkata, "Dalam hal merubah kedudukan kedua Kongcu itu, buat mengangkat Siecu yang baru, Ongya memang tidak setuju. Sekalian mentri sipil dan militer juga menasihati agar Ongya jangan membuat perubahan Namun justru hal itu yang membuat kakak beradik itu jadi tidak akur satu dengan yang lain, hingga di antara Tay Hui dan Ongya, ibu dan putra juga terdapat perselisihan pendapat Ada kalanya Ong Tay Hui sangat mendongkol sampai beliau suka memerintahkan kami untuk menegurnya. "

Hampir Siau Po mendamprat si Moler tua. "Syukur ia lantas sadar maka ia berkata, "Nyonya-nyonya agung itu telah bertambah usianya, itu sebabnya mengapa mereka  suka berubah menjadi kurang jauh pandangannya. Suhu, aku rasa dengan berdiam di Taiwan, hidup Suhu kurang memuaskan, maka menurut aku, kali ini seberangkatnya Suhu ke utara tak usah Suhu pulang kembali. "

Tan Kin Lam menghela napas.

"Taiwan adalah sebuah tempat yang kecil," katanya, "Selain itu di sana, di antara orang-orang istana dan dalam tentara juga tidak ada persetujuan, orang saling memikirkan kepentingan masing-masing, Maka hidup di sana sangat tidak menarik hati, Taiwan tak dapat dibandingkan dengan Tionghoan yang luas. 

Di sana orang dapat hidup bebas merdeka. Kendati demikian, jiwakau ini bukan 

lagi jiwaku, sudah sejak siang telah aku serahkan pada Kok Seng Ya. Siau Po, kita lebih baik jangan membicarakan urusan di Taiwan itu, Kau harus tahu, manusia hidup dalam dunia, siapa menerima budi maka dia harus membalasnya. 

Dahulu Kok Seng Ya telah memperlakukan aku sebagai seorang pelajar yang sangat di hormati, maka sebagai orang yang sangat dihormati aku harus membalas budinya, sekarang Ongya kekurangan pembantu yang pintar dan bijaksana, karena itu tak dapat aku meninggalkannya, untuk mementingkan diri sendiri sekarang ini aku pikir, baiklah aku bekerja terus, kita akan lihat bagaimana kelanjutannya. "

Selesai berkata demikian, pemimpin ini kembali menarik napas pertanda bahwa ia sangat resah, ia tampak seperti telah tawar hatinya.

Siau Po menyesal, ia tak dapat menghibur gurunya sebab tidak tahu jelas keadaan di Taiwan itu, Namun kemudian ia pun berkata.

"Sebenarnya kemarin kita hendak membuat The Kek Song menjadi. " Kata-kata itu 

diikuti gerakan tangan hendak membacok dan menebas batang leher orang, "Dengan demikian, bereslah sudah urusan, Akan tetapi Ma Toako mencegah sebab katanya dengan demikian kita bakal mempersulit Suhu, bahwa nama Suhu dapat tercemar. "

"Memang, itulah namanya membunuh yang dipertuan sendiri," kata Kin Lam. "Dengan berpikir demikian, Ma Toako bertindak cepat sekali, seandainya kalian benar membinasakan Kek Song, mana ada mukaku akan menghadap Ongya, dan dibelakang hari di alam baka pasti tak dapat aku menjumpai Kok Seng Ya."

"Suhu," kata Siau Po yang segera mengalihkan pembicaraannya, "Kapan Suhu akan mengajak aku pergi pesiar ke Taiwan. Dalam halnya Ong Thay Hui, untuk menghadapinya aku rasa aku dapat memikir beberapa cara atau jalannya. "

Sian Po ingat halnya ketika ia berhasil menjalani perintah ibu suri palsu, pikirnya, ibu suri dapat ia tundukkan, apalagi seorang nyonya raja muda.... Seorang Ong Tay Hui.   

di pulau kecil seperti Taiwan.

Kin Lam tersenyum mendengarkan ucapan Siau Po. "Hus, jangan mengaco!" tegurnya sambil memegang tangan Siau Po lalu menariknya untuk keluar dari kamar sisir itu.

Sesampainya di luar, Siau Po lalu berpamitan pada gurunya, Gouw Liok Kie dan Ma Ciauw Hin, Di waktu ia berangkat, Liok Kie dan Ciau Hin mengantarkan sampai di luar rumah.

"Saudara Wie," kata Gouw Liok Kie, "Dengan Song Jie aku telah mengangkat saudara hingga sekarang kami menjadi kakak beradik."

Mendengar kata-kata itu, Siau Po dan Ma Ciau Hin terperanjat karena heran, Mereka menoleh ke arah orang She Gouw dan Song Jie bergantian.

Song Jie menunduk, kedua pipinya menjadi merah karena malu.

Tetapi Liok Kie berkata dengan sungguh-sungguh. "Aku bukannya lagi bercanda. Adik angkatku adalah seorang wanita yang jujur dan setia yang menang daripada kebanyakan pria, Dia justru orang dalam kalangan kita, Aku sebagai kakak sangat menghormati dia. Aku telah menyaksikan kau mengangkat saudara dengan Bie To Ong Ouw It Cie. 

Kalian berdua demikian bersungguh-sungguh dan bersemangat. Aku jadi sangat tertarik hati, maka aku lantas menurut untuk segera mengajak Song Jie mengangkat saudara. Mulanya Song Jie merendah, dan menampik dengan keras. Dia bukannya tak setuju, melainkan karena derajat kami berdua tak sebanding. Aku mengaku padanya bahwa aku hanya seorang pengemis. 

Apakah derajat atau kehormatanku? Mana ada tingkat tinggi dan rendah di antara kami berdua? Karenanya aku memaksa, Aku berkata, tak dapat kami tidak mengangkat saudara, Saking terpaksanya adikku itu akhirnya menurut juga."

Ma Ciau Hin tersenyum.

"Kalau demikian kalian berdua ada dalam kamar itu, apakah di sana kalian mengangkat saudara itu?" tanyanya.

"Benar. Benar demikian, hanya adikku mengatakan hal ini jangan sampai orang 

lain mengetahuinya, Aku tertawa dan aku katakan bahwa mengangkat saudara itu adalah mulia, mengapa harus kita tutupi dan harus dirahasiakan?" sahutnya.

"Saudara Wie," kata Liok Kie pula. "Mulai hari ini dan seterusnya kau harus memberikan hormat pada adikku dan jangan kau sia-siakan, jikalau suatu saat aku mendengar kau menyia-nyiakan adikku, aku tidak tahu menahu."

Song Jie yang mendengar perkataan kakak angkatnya itu menjadi kaget sekali. "Tidak.... Tidak.,." katanya dengan cepat "Tidak terjadi hal yang demikian. Wie.   

Wie.... Wie Siongkong, ia... ia telah memperlakukan aku dengan baik sekali "

Siau Po tertawa.

“Tak mungkin aku dapat berbuat kurang ajar padamu dan juga terhadap dia. " 

katanya.

Selesai berkata Siau Po tertawa, demikian juga kawan-kawannya.

Setelah selesai mereka semua tertawa, Song Jie memberitahukan pada mereka bahwa Gouw Liok Kie telah memberikan kenang-kenangan padanya berupa senjata api pemberian Siau Po itu.

Siau Po menggelengkan kepalanya sewaktu Song Jie akan memberikan senjata itu padanya.

Setelah itu Siau Po dan gurunya pergi meninggalkan tempat itu untuk menuju Pakhia, Di tengah perjalanan Kiu Lan sering kali mengajarkan pada Siau Po ilmu silat.

Pikiran Siau Po tidak berada pada ilmu silat ia mempelajari ilmu silat hanya karena terpaksa, maka tak pernah ia berhasil pada suatu hari Kiu Lan memerintahkan pada Siau Po untuk menjalankan ilmu silat yang pernah ia berikan itu, ternyata tak ada kemajuannya,

Menyaksikan hal itu Kiu Lan menarik napas-"Di antara kau dan aku sebagai guru dan murid, tetapi ternyata kau tak memiliki bakat untuk mempelajari ilmu silat sekarang begini saja, dalam kalangan partai persilatanku, Tiat Kiam Bun partai ilmu silat pedang besi. Ada suatu ilmu yang dinamakan Sin Heng Pek Pian. itulah ilmu meringankan tubuh yang diwariskan oleh guruku yang bijaksana yaitu Bok Siang Tojin, yang menciptakan sendiri Artinya adalah berjalan bagaikan malaikat dengan seratus perubahannya, sebenarnya ilmu itu haruslah disertai tenaga dalam yang mahir tetapi kau tentu tak sanggup mempelajarinya, Maka aku akan mengajarkan padamu sekedar saja, tetapi ini adalah yang paling perlu, itu untuk menjaga keselamatan dirimu andaikata dikemudian hari kau mengalami bahaya, kau boleh langsung menggunakan ilmu ini. "

Siau Po menjadi girang mendengar kata-kata gurunya itu.

"Bagus Suhu, aku percaya setelah aku dapat mempelajari ilmu itu, maka siapa pun tak ada yang berani mengejarku."

Kiu Lan menggelengkan kepala, walau bagaimana ia tak akan merasa gembira. "Sin Heng Pek Pian tak ada lawannya, maka sangatlah disayangkan jiwa kau 

menggunakannya untuk jalan lain yang tidak terlalu penting, Namun tak apalah, toh aku 

tak memiliki ilmu yang lain. " katanya. "Tidak apa-apa suhu," kata Siau Po. "Semoga lain waktu Suhu mendapatkan delapan murid untuk Suhu wariskan ilmu yang dimiliki Suhu, hingga ia dapat mengangkat nama Suhu!"

Kiu Lan tertawa.

"Sebenarnya tidak selalu orang yang pandai bermain silat itu menjadi orang baik," katanya, "Kau sendiri pada dasarnya tidak mempunyai bakat dalam ilmu silat, jadi jika dipaksakan itu tidak baik. sebaliknya kau lebih suka bergurau, ya biar bagaimana kau tetap muridku."

Siau Po merasa sangat girang, Sang guru yang mengetahui tabiatnya dapat memakluminya, jika orang lain tentulah Siau Po sudah diusir karena tidak sungguh- sungguh.

Kiu Lan kemudian memberikan aba-aba, maka pelajaran segera dimulai, Sang guru melatih muridnya dengan tanpa tenaga dalam.

Siau Po benar-benar luar biasa, Kalau dalam ilmu silat yang lainnya ia bebal. Namun demikian dengan ilmu silat ini, kali ini Siau Po bangun semangatnya, ia belajar dengan sungguh-sungguh. 

Setiap ada waktu luang, ia tidak menyia-nyiakannya, maka dalam tempo yang singkat ia dapat menguasai ilmu itu, ini terbukti dengan ia main dengan Cie Tian Cong, Orang ini sama sekali tak dapat memegang Siau Po hingga ia sendiri merasa kagum dan memujinya.

Kiu Lan terus mengajari ilmu itu yang membuat sang murid menjadi sangat lincah, maka setelah memasuki wilayah propinsi Ho-pak Siau Po sudah sangat mahir dalam menggunakan ilmu itu.

Kiu Lan heran dengan muridnya ini, ia sangat berjodohan dengan ilmu itu. Hal itu di luar dugaannya, maka pada suatu hari, sambil tertawa ia berkata pada sang murid, "Kau memang berbakat untuk lari."

Siau Po tertawa.

"Syukur kali ini aku tidak gagal!" katanya. "Suhu, bukankah kakek guru telah meninggal dunia, dan itu berarti hanya tinggal Suhu saja yang pandai ilmu silat di kolong jagat ini?"

Kiu Lan menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Siau Po.

"Tak berani aku mengangkat diriku sebagai orang yang terpandai dalam ilmu silat dan sebenarnya ada satu orang yang paling tepat untuk sebutan itu. Dialah. Dialah.-." 

kata sang guru yang langsung menyuruh muridnya untuk pergi meninggalkannya. Siau Po menjadi heran, akan tetapi ia pergi juga dengan perlahan-lahan, Sambil berkata dalam hati-nya. "Wajah Suhu sangat lain dari biasanya. Apa mungkin orang terpandai silat itu kekasih nya ?"

Besok paginya Siau Po mendatangi kamar gurunya, Seperti biasanya, setiap pagi si murid mengucapkan kata selamat pagi pada gurunya, Kali ini si murid sangat heran karena kamar sang guru itu kosong, Namun sang guru meninggalkan sepucuk surat.

Siau Po lalu membawa surat itu pada Tian Coan untuk minta dibacakannya. "Sampai ketemu lain kali, jaga dirimu baik-baik!"

Siau Po menjadi heran sendiri, apakah gurunya itu tersinggung dengan pertanyaannya tentang orang terpandai dalam ilmu silat itu.

Perjalanan tetap dilanjutkan maka pada suatu hari tibalah rombongan itu di Pakhia, Siau Po kemudian menghadap pada kaisar bersama dengan Kian Leng Kongcu.

Kaisar Kong Hie sudah menerima laporan akan kedatangan adiknya dan juga Gouw Eng Him untuk memecahkan acara perntkahan ia menyambut dengan perasaan yang girang.

Kian Leng Kongcu menubruk dan memeluk kakaknya, lalu ia menangis seraya berkata, "Gouw Eng Him, itu adalah binatang yang telah menghina aku. "

Kaisar itu tertawa.

"Kalau demikian anak itu sudah berani kurang ajar," katanya, "Baiklah aku akan merotani dia! sebenarnya bagaimana hingga hal itu dapat terjadi ?"

"Baiknya koko menanyai pada Siau Kui-cu saja!" katanya, "Yang jelas ia telah berani menghinaku! Dia telah menghina adikmu ini! Kakak raja tidak dapat tidak harus memberikan laporan keadilan pada adikmu ini!" kata Kian Leng Kongcu.

Kian Leng tidak hanya menangis tetapi juga membanting-bantingkan kakinya, Kaisar masih tertawa.

"Baik," katanya, "Sekarang kau kembalilah ke kamarmu untuk beristirahat nanti aku tanyakan keterangannya pada Siau Kui-cu. "

Setelah itu Kian Leng pergi ke kamarnya, dan sebenarnya semua itu sudah menjadi rencana mereka berdua, Siau Po lalu memberikan laporannya pada raja, sementara itu raja hanya diam saja dan kemudian ia berkata, "Oh, Siau Kui-cu sungguh besar nyalimu!"

Siau Po kaget hingga ia terperanjat. "Budak tak berani!" katanya.

"Kau telah bersekongkol dengan putri bagaimana kau begitu berani mendustaiku!"katanya.

"Ti.... Ti... Tidak," kata Siau Po yang terus menyangkaInya. "Mana berani budak mendustai Sri baginda raja."

"Kau katakan Gouw Eng Him telah berani kurang ajar pada putri, dan kau tidak melihatnya sendiri bukan?" katanya, "Dengan cara apa kau mengetahuinya, kau cuma mengandalkan keterangan dari tuan putrimu saja? Dan mengapa kau sudah berani memberikan laporan padaku? Aku tahu itu laporan palsu."

Siau Po terus saja membela dirinya dalam memberikan keterangan itu, tetapi raja itu sangatlah cerdik dan sulit untuk diakali.

"Tidak mungkin Gouw Eng Him melakukan hal itu. Di rumahnya terdapat banyak selir, mana mungkin ia berani kurang ajar pada tuan putri, Memang kau kira aku tak tahu kalau tuan putri itu mempunyai tabiat yang kurang baik, paling ia telah berselisih paham dengan Gouw Eng Him dan yang terakhir ia memotong barang Gouw Eng Him..." katanya.

Mengucapkan kata-kata terakhir ini, mau tidak mau raja jadi tertawa sendiri. "Mengenai hal itu hamba rasa tuan putri juga tidak menceritakan secara seluruhnya, 

karenanya hamba memberikan laporan atas dasar penuturan tuan putri sendiri Apa 

yang tuan putri katakan, itulah yang hamba laporkan..." kata Siau Po.

Mau tidak mau raja akhirnya menerima laporan itu.

"Memang benar juga!" katanya, "Sekarang kau pergi untuk menyampaikan firmanku agar dia dapat memilih hari yang paling baik untuk melangsungkan pernikahannya, dan nanti setelah cukup satu bulan barulah ia boleh kembali ke Inlam. "

Siau Po tidak segera pergi.

"Soal pernikahan itu bukanlah soal penting, yang penting mengenai Gauw Sam Kui yang akan memberontak itu. Oleh karena itu tuan putri tidak boleh diperkenankan untuk pergi ke Inlam." kata Siau Po.

Kaisar mengangguk.

"Jikalau benar Gauw Sam Kui akan memberontak lalu apakah yang dapat aku lihat?" tanya raja. Siau Po kemudian menerangkan satu per satu orang-orang yang telah bersekongkol dengan Gauw Sam Kui, diantaranya bangsa Losat, Mongolia, dan Sin Liong Kauw, Dan Siau Popun mengatakan kalau ia telah membawa saksi orang Mongol.

Untuk menguatkan keterangan Siau Po mengutarakan hal itu, dia lakukan dengan berbagai macam cara sampai-sampai ia menipu berpura-pura membinasakan Khantema.

Kaisar terdiam mendengarkan.

"Sungguh peristiwa yang sangat menarik hati! sebenarnya aku belum pernah melihat sendiri Gauw Sam Kui, Sewaktu kuminta untuk menghadap ia membawa pasukan perangnya, dan para menteri mencegahnya karena Gauw Sam Kui membawa pasukan itu dengan alasan pasukan perang tak dapat masuk ke kerajaan, dikhawatirkan ia mengadakan pemberontakan secara mendadak." kata sang raja.

"Hal itu dikatakannya menurut kata hati Goh Pay. Khawatir kalau nanti terjadi perubahan, maka Gauw Sam Kui diijinkan datang hanya beserta putranya saja dan pasukannya ditinggal di luar kota, Dengan demikian maka apa yang dapat Gauw Sam Kui lakukan? Mungkin Gauw Sam Kui merasa dicurigai maka ia langsung memberontak daripada hanya dicurigai Demikianlah sikap dia sekarang ini bukan karena sikap kita yang dahulu."

"Apabila dahulu raja memberikan nasihat pada Gauw Sam Kui secara baik-baik, maka tak mungkin sekarang ia akan melakukan hal itu.,." kata Siau Po.

Tatkala itu aku masih sangat kecil dan aku belum mengerti tentang kenegaraan. Jika sekarang aku bertemu dengannya, kemungkinan ia akan mengadakan pemberontakan sedini mungkin." kata raja.

Siau Po mengangguk.

Kemudian raja bertanya bagaimana muka Gauw Sam Kui dan gerak geriknya, "Bagaimana kulit harimau yang berada di dalam kamar kerjanya itu?"

Siau Po merasa sangat heran mendengar pertanyaan sang raja itu, tetapi ia kemudian memberikan jawabannya dan ia pun menambahkannya.

"Oh, Sri baginda sampai hal yang kecil pun baginda dapat mengetahuinya." kata Siau Po.

Kaisar tersenyum, ia terus berbicara tentang Gouw Sam Kui dan juga menantunya He Kok Siang dan kesepuluh Congpengnya.

Siau Po merasa sangat heran karena kaisar mengetahui hal mengenai Gauw Sam Kui, sampai hal yang sekecil-kecilnya itu. "Oh Sri Baginda! Sri Baginda belum mengetahui dan belum pergi ke Inlam, tetapi Baginda telah mengetahui banyak tentang Peng See 0ng. Baginda mengetahui lebih banyak daripada aku!" kata Siau Po.

Setelah berkata demikian Siau Po menunjukkan wajah yang sangat kaget dan ia berkata, "Sri Baginda entah berapa banyak mata-mata yang dilepas di Kota Kun Beng. "

Kaisar tersenyum.

"lnilah yang dikatakan tahu diri, jika kita berperang seratus kali maka seratus kali pula kita akan mengalami kemenangan. Dia akan memberontak maka tidak mustahil jika kita memperhatikannya, Siau Kui-cu jasamu sangat besar, karena kau telah mengetahui gerak gerik Gauw Sam Kui yang sekian mata-mataku tak dapat mengetahuinya itu. Mereka hanya menyelidiki hal yang kecil tetapi tidak untuk hal yang besar dan penting."

Di dalam hati Siau Po sangat girang. "Semua itu hambamu mengerti" katanya.

Raja tersenyum karena orang itu telah memujinya.

"Sekarang kau pergi dan bawa ke mari orang Thay-kam itu, aku hendak mendengar sendiri darinya!"

Siau Po lalu pergi untuk menjalankan perintah itu dengan membawa beberapa orang Sie Wie, untuk mengambil orang Mongol tawarannya itu.

Tak lama kemudian Siau Po menghadapkan orang Mongol itu pada sang raja. Orang Mongol itu merasa heran karena orang itu dapat berbicara dalam bahasanya. 

Maka ia tak ragu-ragu lagi memberikan jawaban secara jelas.

Kaisar memeriksa orang Mongol itu memerlukan waktu yang cukup lama, ia menanyakan juga berapa hal mengenai hubungan antara Gauw Sam Kui dengan bangsa MongoI, dan juga kekuatan tentara Mongol itu. 

Di samping itu ia juga menanyakan keadaan Bangsa Mongol yang banyak mempunyai pasukan dari berbagai bendera, yang tidak pernah tenang dan di antara mereka sering bertempur.

Siau Po diam saja mendengarkan pembicaraan kedua orang itu dan sesekali raja menganggukkan kepala, lalu terkejut.

Setelah merasa cukup, kaisar itu memerintahkan agar tawanan itu dikembalikan lagi pada tahanan bawah tanah. Ketika itu datanglah seorang pelayan dengan membawa minuman, yang kemudian raja memerintahkannya untuk mengambil satu cangkir lagi untuk Siau Po.

"Terima kasih, Sri Baginda!" ucap Siau Po sambil cepat-cepat berlutut dan memberikan hormatnya.

Selesai minum Siau Po mendengar langkah kaki seorang kebiri yang memberitahukan tentang kedatangan Tongjo Wan dan Nanhuaijin.

"Ijinkan mereka untuk masuk!" kata raja, Tak lama kemudian, datanglah seorang yang bertubuh tinggi dan besar, kemudian mereka berdua memberikan hormat pada raja sambil ia berlutut.

Siau Po merasa heran lalu ia berkata dalam hati, "Mengapa ada setan datang ke istana? Aneh!"

Selesai memberikan hormat, orang-orang itu lalu mengeluarkan kitab dan menaruhnya di atas meja, kemudian yang lebih muda berkata dengan tenang, "Sri Baginda sekarang kami akan membicarakan tentang tenaga tembak dari meriam besar itu."

Kembali Siau Po merasa sangat heran karena orang-orang asing ini dapat berbicara dalam bahasa Tionghoa dengan lancar.

Kaisar menoleh pada Siau Po kemudian ia mulai memeriksa kitab yang ada di atas meja itu.

Nanhuaijin berdiri lalu ia menunjuk-nunjuk dengan tangannya sambil memberikan penjelasan, dan raja selalu menanyakannya jika ada yang tidak dimengerti.

Raja menoleh pada Siau Po, dan ia berkata: "Kau mendengar ada orang asing yang pandai berbahasa Tionghoa, kau merasa aneh, bukan?"

"Mulanya hamba merasa aneh, tetapi sekarang tidak lagi, Baginda dikelilingi ratusan malaikat, sekarang Bangsa Losat tidak lagi meremehkan bangsa kita, Thian telah mengirim orang asing ini untuk membantu membuatkan senjata api guna melawan Bangsa Losat!"

"Sunggun kau cerdik! Namun kedua orang itu mengerti bahasa kita karena mereka belajar. Yang tua berada di Tionghoa sejak jaman kerajaan Beng dan yang muda adalah orang Jerman dan datang semasa Sri Baginda Sun Tie. Mereka datang untuk menyebarkan agama kristen, dan untuk itu maka ia harus belajar Bahasa Tionghoa."

"Oh, begitu, Semula hamba merasa tidak tenang dan sekarang merasa tenang, karena kita mendapatkan bantuan dari orang asing itu." "Bangsa Losat sama dengan bangsa kita, yaitu sama-sama manusia, Maka jika bangsa itu dapat membuat meriam, kita pun dapat membuatnya juga, hanya dahulu kita tidak tahu caranya, Dahulu orang Beng juga menggunakan meriam hingga baginda terluka parah karenanya, dan akhirnya bangsa itu telah berhasil ditaklukkan dan menjadi bangsa bawahan negara kita. Maka semuanya itu tergantung dengan manusianya, siapa yang tidak bijaksana maka percuma ia menggunakan senjata yang hebat sekalipun."

"Senjata dan meriam itu dibeli dari Bangsa Losat, Maka jika kita membeli senjata dari bangsa luar tak mungkin ia membeli dan menjual untuk kita, Untuk itu maka kita harus membuatnya sendiri." kata raja.

"Sekarang ini kita merasa sulit karena kita harus mencari besi yang terbaik untuk dijadikan alat" kata raja.

"Dalam hal ini Baginda janganlah merasa khawatir hamba nanti akan mengumpulkan para pandai besi untuk memilih besi yang terbaik dan mereka langsung mengerjakannya siang dan ma!am. Mustahil jika kita mengerjakan siang dan malam tak berhasil!" kata Siau Po.

Kaisar itu tertawa.

"Selama kau berada di Inlam aku telah mengumpulkan para pandai besi dan mencari besi yang baik, orang-orang asing itu pun selalu mengawasi pekerjaan itu, dan kapan kau punya waktu untuk melihat pekerjaan itu bersamaku?"

Mendengar hal itu Siau Po merasa senang sekali.

"Sungguh bagus! Hanya hamba khawatir kalau-kalau orang asing itu menyimpan ranjau, Maka sebaiknya Baginda tidak usah pergi ke sana biar hamba saja yang pergi ke sana..." katanya.

"Mengenai hal itu janganlah kau khawatirkan. Kedua orang itu sangat setia padaku, tak akan mereka melakukan hal itu pada diriku, Mereka itu sangat mengasihaniku." katanya.

"Lihay. lihay, orang asing itu dapat membuat meriam dan yang satunya dapat 

membuat penanggalan, Mereka itu orang-orang hebat, hanya tak pandai untuk mencari pangkat.,." kata Siau Po sambil tertawa.

"Memang, kala itu Go Pay yang memegang tampuk pimpinan Dia yang menerima laporan tentang kesalahan pembuatan penanggalan, dan selanjutnya Tangjoang dihukum mati sebab telah menyumpahi kerajaan Ceng pendek usianya, Tatkala laporan itu sampai padaku, aku melihat ada satu kejanggalannya." "Pada waktu itu Sri Baginda baru berusia sepuluh tahun, tetapi baginda sudah secerdik itu, Sungguh luar biasa, dalam usia yang masih semuda itu Baginda sudah cerdik! Baginda adalah kaisar yang tidak ada bandingnya sejak jaman dahulu kala."

Kaisar Kong Hie tertawa.

"Ah, kau ini! Kau tahu sebenarnya soal itu adalah soal yang sangat mudah, Aku hanya menanyakan pada Go Pay tentang tangal pembuatan kalender itu, Dia tidak mengetahuinya lalu malah balik bertanya padaku, Setelah aku dapatkan ternyata tanggal pembuatan kalender itu tahun kesepuluh yaitu masa pemerintahan Sri Baginda Kaisar Sun Tie. Karena itu dia diberi gelar Tong Hian Kauw Su. 

Aku katakan padanya, pada usiaku yang ketujuh aku pernah melihat kitab penanggalan itu dalam kamar tulis, lalu kutanyakan, mengapa pada saat itu tidak ada orang yang mengusulkannya, bahwa penanggalan itu tidak tepat? Go Pay tidak dapat menghukum mati orang itu, yang selanjutnya ia hanyalah dipenjarakan saja. 

Perkara itu pun telah aku lupakan hingga sekarang ini Nanhuijin menimbulkan hal itu, Maka aku lantas mengeluarkan firman untuk membebaskannya!"

Siau Po tertawa.

"Jikalau demikian, nanti aku akan membuatnya capai hati Akan aku suruh ia membuat penanggalan yang baru yaitu Tay Ceng Ban Liak Lek."

itu artinya penanggalan kerajaan Ceng yang usianya ratusan tahun. Kaisar tertawa, tetapi sewaktu ia berbicara ia bersikap sungguh-sungguh.

"Menurut sejarah yang pernah aku baca, kerajaan-kerajaan yang telah lalu, ada kerajaan yang menyayangi rakyatnya, dialah yang hidup lama dan kekal, Sejak jaman purba orang menyebut raja dengan sebutan Ban Swee, Akan tetapi kenyataannya tidak sampai selaksa tahun. Apakah kata-kata Ban Siu Bu Kiang? (Sehat walafiat selaksa tahun).

Itu kata-kata untuk menipu orang. Maka ayah-andaku memesanku untuk melakukan sarannya, Telah aku pikirkan pesan itu, maka aku mendapatkan kenyataan Dengan mewujudkan barulah negara kita seumpama negara yang terbuat dari besi. Siau Po mulai sekarang tak usah lagi kita mengkhawatirkan urusan meriam itu, atau angkatan perang Gauw Sam Kui."

Siau Po belum berpikir sampai demikian jauh, sehingga ia hanya mengangguk saja, setelah itu ia memberikan kitab yang ia ambil dari Gauw Sam Kui. Dengan kedua tangannya ia menghaturkan dengan sikap sangat hormat, dan ia berkata. "Benar-benar kitab ini telah ditelan oleh Gauw Sam Kui, si bocah tua bangka itu. Telah hamba dapatkan kitab ini dari kamar tulisnya terus saja hamba bawa ke mari, hingga sekarang kitab telah kembali pada pemiliknya." Kaisar Kong Hie girang sekali.

"Bagus, memang Bu-houw senantiasa memikirkan tentang hal ini. Kitab ini akan kupersembahkan kepadanya, lalu kubawa ke Thay Bio untuk dimusnahkan Tak perduli apa isinya, yang penting selanjutnya tak ada orang yang mengetahuinya lagi."

Bu Houw adalah ibu raja, sedangkan Thay Bio adalah kuil suci peninggalan leluhur. "Memang lebih baik kau bakar musnah, itu sama saja dengan seorang pengurus 

mayat yang akan menghilangkan jejak supaya tidak ada orang yang mengetahui aku 

telah mencuri isinya...!" kata Siau Po dalam hatinya.

Setelah menghadap pada rajanya, Siau Po kembali ke tempatnya yang berada di perumahan raja muda. ia tiba di sana setelah cuaca gelap. setelah memanggil Song Jie, Siau Po lalu masuk dan mengunci pintu.

"Ada kerjaan untuk kau kerjakan," kata Siau Po pada Song Jie.

Siau Po lalu mengeluarkan robekan-robekan dari kitab yang sedang dicari orang- orang, kemudian membeberkannya di atas meja.

"Aku minta kau memilih dan mengaturnya dengan rapi dengan yang lainnya sehingga terbentuk satu lembaran yang utuh." perintahnya.

Si nona itu mengangguk lalu mengawasi lembaran-Iembaran kertas itu. Kemudian ia mulai memilih dan menggabungkannya menjadi satu.

Semula Siau Po mengawasi dan turut membantunya, tetapi sampai sekian lama tak juga selesai sehingga ia merasa ngantuk lalu pergi tidur.

Keesokan harinya Siau Po melihat Song Jie sedang duduk menghadapi meja. Matanya cekung karena semalam tidak tidur dan terus saja memikirkan peta itu.

Diam-diam Siau Po menghampiri Song Jie lalu menepuk bahunya, "Hay!" tegurnya.

Song Jie melompat.

"Ah kau sudah bangun!" katanya, sambil terkejut bukan main. Namun setelah diketahuinya yang mengagetkannya itu Siau Po maka ia berubah senang.

"Robekan kertas itu sangat menyulitkan orang," kata Siau Po sambil tertawa, "Sebenarnya aku tak membutuhkannya sekarang, dan aku tak menyuruhmu melakukan pekerjaan sedemikian berat, hingga kau lupa tidur. Nah, sekarang cepat kau pergi istirahat." Si nona tidak sungkan.

"Baik," katanya, "Aku akan membereskannya terlebih dahulu."

Siau Po kemudian melihat di atas meja telah ada kertas putih yang telah ditusuk dengan jarum Dengan demikian robekan itu sudah ada yang telah diaturnya, tetapi belum seluruhnya.

“Telah kau selesaikan belasan lembar!" kata Siau Po.

"Ya. MuIanya aku mengalami kesulitan tetapi sekarang ako telah mengerti Dan jika nanti aku mengerjakannya lagi, aku akan bekerja lebih cepat lagi." kata Song Jie.

"Robekan kertas-kertas itu banyak sekali manfaatnya, maka kau harus menjaganya jangan sampai ada orang lain yang mencurinya, Kau jagalah dengan hati-hati!" kata Siau Po pada Song Jie yang sedang merapikan kertas-kertas itu.

"Akan aku jaga kertas-kertas ini dengan baik, dan aku akan tetap selalu berada di sini. Karena itu semalam aku tidak tidur, khawatir kalau-kalau kertas ini ada yang mencurinya dariku sewaktu aku tidur." kata Song Jie pada Siau Po.

"Akan tetapi kau jangan merasa khawatir. Nanti akan kuperintahkan satu pasukan untuk mengurung tempat ini, dan kau di dalam dengan tenang-tenang saja, karena kau terus dijaga dari luar." katanya.

Song Jie tersenyum manis.

"Dengan demikian maka hatiku jauh lebih tenang." kata Song Jie.

"Sekarang kau cepat tidur!" kata Siau Po. "Atau kau aku bopong untuk naik ke atas tempat tidur?"

Wajah Song Jie menjadi merah karena merasa sangat malu. "Jangan.... Jangan. Tak usah! itu kurang bagus." tegas Song Jie.

"Kurang bagus apa? Kau telah membantuku sampai-sampai kau tidak tidur semalaman. Jadi tak apa-apa jika aku menggendong kau naik ke tempat tidur-." kata Siau Po yang terus mendesaknya.

Setelah berkata demikian Siau Po mengulurkan tangannya untuk menggendong Song Jie, tetapi gadis itu tertawa dan dengan lincahnya ia dapat meloloskan diri sampai beberapa kali terbebas dari rangkulan Siau Po. Siau Po menjadi penasaran dan merangkul tak henti-hentinya....

Ternyata Siau Po masih kalah dengan Song Jie dalam ilmu meringankan tubuh. Akhirnya Siau Po sangat menyesal karena ia tak memiliki ilmu yang tinggi, karena sangat menyesal itu ia membantingkan tubuhnya di atas kursi.

Menyaksikan hal itu Song Jie tertawa, lalu mendekati Siau Po sambil terus tertawa. "Nanti aku layani dahulu kau mencuci muka," katanya dengan manis, "Lalu setelah 

kau sarapan pagi baru aku pergi tidur."

Siau Po hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengucap sepatah kata pun. Melihat Siau Po diam saja, Song Jie menjadi heran.

"Siongko..." katanya perlahan "Siongko. Apakah Siongko gusar?" tanyanya.

Siau Po hanya menggelengkan kepala.

"Tidak Aku tidak gusar terhadapmu, aku hanya menyesalkan diriku mengapa ilmu meringankan tubuhku demikian rendahnya, sangat beda dengan ilmu meringankan tubuh yang kau miliki sebenarnya guruku telah memberikan pelajaran padaku dengan baik, namun aku tak dapat menguasai ilmu itu. Lihat saja tadi aku ingin menangkapmu pun tak dapat Lalu untuk apa aku mempelajarinya?"

Song Jie tertawa.

"Karena kau ingin menggendong aku makanya aku harus berusaha menyingkir darimu." katanya dengan manis.

Siau Po tidak meladeni bicara Song Jie, tetapi ia malah merentangkan tangannya untuk segera merangkul si nona itu. Sambil bergerak ia berkata dengan keras, "Aku harus dapat menangkapmu. Harus dapat!"

Song Jie tertawa geli sambil berkelit.

Kali ini Siau Po menangkapnya dengan cara curang, maka tidak ayal Song Jie dapat ditangkapnya, dan berhasil ia rangkul.

Siau Po merasa sangat puas dapat merangkul tubuh itu, Song Jie tertawa melihat Siau Po bergembira, dan Siau Po mengangkatnya ke tempat tidur Siau Po.

Walau bagaimana wajah Song Jie merah juga. "Siongko, kau. kau.,.!" katanya dengan terputus-putus.

"Kau apa?" tanya Siau Po yang tertawa puas, ia menarik selimut untuk dipakai menyelimuti Song Jie. setelah itu ia membungkuk ingin menciumnya sambil berkata, "Lekas rapatkan matamu, dan tidur lah!" Selesai berkata demikian Siau Po lalu meninggalkan tempat itu, setelah itu ia menguncinya kembali..

Sesampainya diluar, Siau Po memerintahkan mempersiapkan satu barisan pasukan untuk menjaga Song Jie yang berada di dalam.

Seterusnya, dalam beberapa hari itu Siau Po masih saja sibuk membagikan uang dan benda-benda sebagai tanda mata dari Inlam kepada selir raja, sejumlah mentri dan pangeran juga beberapa pemimpin pasukan Sie Wie.

"Jikalau kau memberitahukan ini adalah hadiah dari Gauw Sam Kui maka aku tak akan mendapatkan nama baik, dan tidak mendapatkan kesan baik dari rakyat di sini. Bukankah itu pantas? Lebih baik aku sendiri yang mendapatkannya...!" ujarnya.

Semua orang yang bersangkutan merasa senang. Mereka semua memuji Siau Po sebagai orang baik dan bijaksana, Bahkan banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa raja tak salah dalam memilih seorang pembantu kerajaan orangnya baik dan murah senyum serta pandai membawa diri.

Siau Po setiap harinya repot dengan membagi bagikan hadiah. sementara itu Song Jie pun tak kalah, ia setiap harinya selalu sibuk dengan robekan kertas-kertas itu. pekerjaan Song Jie bukanlah pekerjaan yang mudah, melainkan membutuhkan perhatian dan ketelitian
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar