Kaki Tiga Menjangan Jilid 59

Jilid 59

Berkata demikian maka Lie Cu Seng mengambil tongkatnya dan membuang tongkat itu ke sungai, sehingga terdengar suara yang sangat berisik.

Justru itu, mendadak dia muntah darah, "Jikalau kau menyesal dan malu sendiri, itu terlebih baik daripada aku harus membunuhmu." kata Lie See Hoa, yang terus pergi menjauh dari tempat itu.

"Ayah!" teriak A Ko memanggil ayahnya yang sedang muntah darah, gadis itu mengulurkan tangannya untuk memapah ayahnya naik ke perahu.

Lie Cu Seng yang dipanggil itu tetap saja pergi tak menghiraukan panggilan putrinya dan kemudian menghilang.

A Ko sangat bingung, dia lalu menoleh ke belakang.

"The Kongcu," katanya, "Ayahku,., dia... dia,., telah,., per... pergi..." yang lalu ia menangis dan berlari ke arah anak muda itu membuang diri dalam rangkulannya.

Kek Song memeluk anak Lie Cu Seng dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya digunakan untuk mengusap-usap rambutnya.

"Ayahmu sudah pergi, biarlah!" katanya dengan lembut, "Di sini ada aku yang akan menjaga dirimu."

Baru pemuda itu berkata demikian, ia kaget bukan main karena getek yang mereka tumpangi sudah bergerak satu dengan yang lainnya, belum sempat mereka berbuat sesuatu mereka berdua sudah tercebur ke kali.

Itulah hasil kerja orang-orang Kee Hou Tong yang ditugaskan untuk menyelusup merusak getek itu dengan cara memutuskan tali-tali yang dipakai untuk mengikat tali yang satu dengan tali yang lainnya.

Phang Sek Hoan pun kaget, lalu berlompat ke arah kayu yang besar. Orang desa yang menjadi lawannya pun ikut dengannya dan langsung menyerangnya dengan membacokkan goloknya dan terpaksa ia harus meladeninya.

Kali ini kedua orang itu bertarung dalam posisi yang kurang baik. sedangkan kumpulan getek itu pun sekarang sudah hancur berantakan terpisah antara satu dengan yang lainnya.

Perlahan-lahan sisa getek itu hanyut. Tepat pada saat itu, Gouw Liok Kie teringat sesuatu, hingga ia berseru. "Oh sekarang aku baru ingat saudara itu adalah Pek Seng To Ong Ouw It Cie! Dia... dia! Mengapa dia berubah demikian rupa? Cepat. Cepat susul mereka!"

"Out It Jie." Ma Ciauw Hin mengulangi kata-kata itu. ia seperti baru ingat akan sesuatu, "Bukankah ia yang bergelar Bie To Ong? Dia tersohor karena ketampanannya, si ganteng nomor satu dari rimba persilatan, mengapa sekarang ia menyamar sebagai pak tani tua?"

"Bie To Ong" itu berarti raja golok tampan sedangkan Pek See To Ong adalah raja golok yang selalu menang.

Ma Ciauw Hin berpikir lain.

"Cepat kalian kirim bantuan yang lebih banyak untuk menolong nona A Ko!" katanya.

Baru saja kata-katanya itu diucapkan, tiba-tiba dari dalam air muncul dua orang yang membawa tubuh A Ko yang basah kuyup dan salah satu di antara mereka berkata.

"Inilah yang wanita berhasil kami tangkap!" kata salah satu di antara mereka.

Tak lama kemudian timbul lagi salah satu dari mereka dengan membawa tubuh seorang laki-laki seraya ia pun berkata, "lni dia yang laki-laki. " Dan dia menarik kuncir 

Kek Song, tetapi mendadak pemuda itu berontak, hingga yang tertinggal hanya kuncirnya saja yang ternyata kuncir palsu.

Melihat hal itu mereka semua tertawa, dan tiga orang dari mereka mengejar Kek Song yang berusaha kabur.

Melihat A Ko dapat ditolong, hati Siau Po merasa girang, sambil tertawa ia pun berkata, "Cepat kalian lihat pertempuran itu!"

Gouw Liok Kie lalu mendesak orang untuk mendayung perahunya mendekat dengan perahu orang yang sedang bertempur.

Berbicara mengenai pengalaman dan kepandaian ilmu mereka berdua sama-sama tangguh, Hanya sekarang Sek Hoan merasa sesak pada dadanya, sebab sebelumnya ia telah bertempur dengan Hong Cie Cong dan Hian Ceng Tojin. 

Mereka itu sangat lihay menggunakan ilmu tenaga dalam, sehingga sewaktu Sek Hoan bertempur yang cukup lama, rasa nyeri itu datang dan ditambah lagi dengan tempat mereka berpijak cukup sulit.

Di pihak lain, lawan telah menyerang dengan mati-matian. Hanya saja cara menyerang Pek See To Ong lain dengan cara orang yang perang karena takut mati ia melakukan pertempuran dengan hati-hati dan sempurna. Yang sangat menakutkan Phang Sek Hoan adalah perahu-perahu kecil yang cukup banyak serta mendekati mereka yang sedang bertempur. Ditambah lagi dengan salah satu perahu yang ditumpangi si pengemis tua yang dia temui dalam rumah judi itu. 

Bacokan demi bacokan dapat dihindari oleh Phang Sek, namun selanjutnya Pek Seng To Ong menggunakan taktik lain, sebab bacokan yang pertama tidak mengenai tubuh lawan, melainkan meleset dan membentur kayu yang diinjak lawannya, dengan demikian kayu itu bergulir dan lawan jatuh ke air.

Melihat hal yang demikian, Pek Seng To Ong tidak tinggal diam. ia terus melakukan serangannya, malah kali ini ia melemparkan goloknya ke arah lawan, Lawan yang sudah tercebur itu cepat menangkis serangan Pek Seng To 0ng. Kaki yang satu dipakai untuk menggerakkan kayu, sedangkan tangannya digunakan untuk menangkis serangan lawan.

Mengalami hal yang demikian Phang Sek Hoan merasa bingung, maka ia mengambil jalan pintas yaitu menyelam, Pek Seng To Ong yang melihat lawannya pandai menyelam dalam air dia menjadi ciut juga.

Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari Gouw Liok Kie, "Nama Pek Seng To Ong bukan nama kosong belaka! Hari ini aku menyaksikan pertempurannya, sungguh mataku terbuka! Tuan silahkan kau naik ke perahu kami! Bagaimana jikalau kami mengundang tuan untuk minum arak?"

"Aku mengganggu saja!" sahut Pek Seng To Ong sambil menjejak sisa geteknya itu untuk mendekat pada perahu itu. Dia datang tidak membuat perahu itu tenggelam barang sedikit pun bahkan menggoncangkannya pun tidak, hal itu disebabkan Ken Sin Sut atau ilmu peringat tubuh orang itu sudah mencapai tingkat sempurna.

Siau Po yang tidak mengetahui ilmu persilatan diam saja tidak merasa kagum, sedangkan Gouw Liok dan Ma Ciau Hin merasa sangat heran, Gouw Liok Kie lalu memberikan hormat, "Aku yang rendah ini ingin memperkenalkan diri, namaku Gouw Liok Kie dan ini saudaraku Ma Ciauw Hin sedangkan yang satunya Siau Po. Kami semua dari Thian Tee Hwee!" ujarnya.

Pek Seng To Ong mengacungkan jempol "Hebat saudara Gouw!" katanya memuji, "Kalian berada dalam Thian Tee Hwee. Hal ini harus dipegang rahasianya, sebab satu kali saja rahasia itu bocor maka seluruh keluarga kalian akan mati semua, Hari ini kita baru saja bertemu, tetapi kalian sudah tak mau merahasiakan sesuatu apa pun padaku Sikap gagahmu itu membuatku sangat kagum." 

Siau Po dan kawan-kawannya tertawa, "Bukankah jika aku tak memberikan kepercayaan pada tuan aku akan menjadi manusia yang hina dina?" katanya.

"Selama beberapa tahun ini aku menyembunyikan diri dengan cara bercocok tanam sayuran," katanya, "Selama itu aku tak lagi mencampuri urusan di dunia sungai telaga,  dan tak tahunya hari ini aku dapat berkenalan dengan kalian sebagai sahabat istimewaku."

Lalu keduanya bergandengan tangan sambil memasuki gubuk perahu itu.

Terhadap Siau Po dan Ma Ciauw, ia hanya mengangguk saja. Rupanya terhadap mereka berdua ia tak menaruh simpatik.

Siau Po sangat bersyukur ada orang yang dapat mengalahkan guru Kek Song. "Ouw Taihiap telah menghajar guru Kek Song hingga ia tercebur dalam sungai, 

dengan demikian segala ikan dan binatang laut akan menggigitinya, hingga hancur 

lebur!" ujarnya. 

Out It Cie tersenyum.

"Wie Hiocu, kepandaianmu dalam bermain dadu juga tak dapat dianggap enteng." ujarnya.

Siau Po yang mendengar orang menyindirnya yang mengatakan bahwa ia hanya pandai main dadu sedangkan dalam ilmu silat tidak ada sama sekali maka itu ia pun berkata.

"Kami bekerja sama dan telah memenangkan tidak sedikit uang si kate, Andaikata Ouw Tayhiap menginginkannya, sekarang juga akan kuberikan." 

"Wie Hiocu jika nanti kita bermain lagi, aku tak ingin jika kalian main dengan kawanan, sebab jika hal itu terjadi, aku tak akan menang." ujar It Jie sambil tersenyum.

Ma Ciau Hin memerintahkan orang-orangnya menyediakan arak untuk minum di situ, Baru saja meminum satu cawan, tiba-tiba sebuah perahu kecil menghampirinya dan memberikan Iaporan.

"Muda mudi yang berada dalam perahu getek itu sudah dapat ditolong dan sekarang mereka sudah diikat, tinggal menunggu keputusan dari Hiocu!" katanya.

Mendengar laporan itu Ma Ciauw Hin tertawa.

“Terhadap nona itu kalian jangan berani kurang ajar. Si nona itu yang nantinya calon istrinya Hiocu! Begitu juga terhadap prianya." ia menoleh pada Siau Po sambil tertawa. "Gaplok dahulu barang tiga kali baru setelah itu kalian gantung dan ingat jangan ganggu jiwanya!"

Siau Po balik menoleh.

"Ah, sungguh Ma Toako saudaraku yang mengetahui kebaikanku!" ujarnya sambit tertawa. Out It Jie menenggak araknya lalu berkata.

"Hari ini kita bertemu dan kita akan menjadi bagian sahabat lama, Jadi tentang diriku, aku tak dapat merahasiakannya. Akan tetapi berbicara mengenai itu, aku menjadi malu sendiri. Selama dua puluh tahun lebih aku mengundurkan diri dari dunia persilatan 

aku terus menyendiri di luar kota Kun Beng, itu hanya untuk seorang wanita. "

"Dalam nyanyian Tan Wan Wan ada kata-kata yang mengatakan seorang gagah banyak menyinta, karena kau gagah dan perkasa juga maka tak heran kalau kau juga penyinta," kata Siau Po.

Mendengar perkataan Siau Po, Gouw Liok mengernyitkan alisnya. "Ah, anak kecil kau tahu apa!" katanya dalam hati.

Di luar dugaan, maka It Cie tampak berubah yang akhirnya ia berkata dengan sangat pelan, "Seorang gagah perkasa banyak menyinta,.. itulah syair bagus dari Gouw Bwee Cun. Akan tetapi orang macam Gauw Sam Kui bukankah orang gagah? Dia pun tak banyak menyinta, ia hanya orang yang rakus paras elok." 

Dia menghela napas berat "lstrinya yang mengenal usaha besar" Kemudian ia menambahkan pada Siau Po. "Wie Hiocu selama di kuil Sam Seng Am kau banyak mendengar lagu Tan Wan Wan. Sungguh telingamu besar rejekinya, Aku yang tinggal bersamanya selama dua puluh tiga tahun, mendengar lagu itu baru tiga baris, mengenai baris terakhir itu aku dapat bantuanmu. "

Siau Po heran hingga ia menatap.

"Kau berdiam di sisinya selama dua puluh tiga tahun? Apakah kau menjadi kekasih Tan Wan Wan?" tanyanya.

Orang itu tersenyum sedih.

"Sebenarnya ia memandang padaku pun tak pernah! Selama tinggal di wihara itu, kerjaku menanam sayur dan menyapu rumput atau mencari kayu dan mengambil air, dan kemungkinan ia menyangka kalau aku adalah seorang petani biasa."

Siau Po merasa heran maka ia pun bertanya.

"Ouw Tayhiap, ilmu silatmu demikian lihaynya, mengapa kau tidak mendapatkannya dengan cara memeluknya dan membawanya pergi?"

Mendengar pertanyaan itu, muka dan sorot mata It Cie menjadi menyeramkan, hingga Siau Po menjadi sangat takut sehingga cawan yang berada di tangannya menjadi jatuh, Sang kosen yang melihat hal itu hanya dapat tertunduk dan menghela napas saja. "Pada suatu hari aku kebetulan bertemu dengan Tan Wan Wan. Kemudian aku menjadi penasaran dengannya, Setiap hari aku hanya melamun dan aku mengambil keputusan untuk turut dengannya kemana pun ia berada, Sewaktu ia berada dalam istana Peng See Ong, aku melamar menjadi tukang kebun dan tukang mencuci rambutnya, hingga ia pindah ke wihara itu aku pun ikut pindah dengan nya, dan di sana aku menjadi tukang masak dan tukang kebunnya. Tatkala itu tak ada maksud lain dariku kecuali ingin melihat wajahnya yang cantik dan manis itu saja. itu saja sudah membuat aku... aku... aku puas. Mana berani aku melakukan perbuatan yang tidak-tidak terhadapnya!" katanya.

"Jikalau demikian dalam hatimu kau sangat menyintainya, Selama dua puluh tahun lebih itu apakah ia mengetahui kau yang sebenarnya dan juga hatimu itu?" tanya Siau Po.

"Aku khawatir rahasia diriku itu akan terbongkar maka setiap hari aku jarang mengucapkan kata-kata, terutama di depan dia. Mulutku membungkam selama dua puluh tiga tahun itu bagaikan orang bisu. Paling juga aku hanya mengucapkan kata sebanyak empat puluh sembilan kata terhadapku katanya.

"Ouw Toako, orang-orang dengan sifatnya ada yang doyan judi ada yang doyan ilmu silat dan juga yang suka wanita.,., Tan Wan Wan adalah wanita tercantik di kolong jagat ini. itu sangatlah wajar Akan tetapi yang utama kau harus dapat mengendalikan nafsumu dan kau harus dapat menghormati kesuciannya. Saudara, aku ingin bicara denganmu dengan membesarkan keberanian, apakah kau mau mendengarkannya?"

"Silahkan saudara Gouw!" katanya, "DahuIu Tan Wan Wan itu cantik, tiada lawan, akan tetapi sekarang ia sudah tua, pipinya keriput, Aku pikir..."

"Cukup saudara Gouw, setiap orang mempunyai pikiran masing-masing. Aku memang si orang tolol, Saudara, jika saja kau bukan sahabat. Baiklah, sampai di sini 

dulu!" katanya dengan kesal.

Melihat kenyataan tamunya itu merasa tidak senang karena nada bicara tuan rumah itu sangat merendahkannya, maka ia pun menerangkan tentang kecantikan Tan Wan Wan pada mereka yang berada di situ.

"Jangan kalian heran dengan kecantikannya, Bila kalian telah melihatnya, maka kalian akan mabuk kepayang, jangankan baru jadi tukang sapu atau tukang kebun, hendak dibunuh juga kita masih senang asalkan kita dapat perhatian darinya." kata Siau Po untuk meyakinkan kawan-kawannya itu.

Setelah menceritakan tentang kecantikan Tan Wan Wan, Siau Po lalu menceritakan tentang dirinya yang telah jatuh hati dengan anaknya, A Ko hingga akan dicolok matanya pun ia rela.

Mendengar kisah cinta Siau Po dengan A Ko putri Tan Wan Wan yang sangat mirip dengan kisah cintanya itu, ia menjadi sangat kasihan pada Siau Po. Ouw It Cie kemudian memberikan nasihat pada Siau Po, "cinta itu tak dapat dipaksakan Jika seseorang sudah mencintai seseorang, maka ia tak mungkin akan jatuh cinta pada orang lain." ujarnya,

Siau Po hanya mengangguk.

"Cepat saudara bicara!" katanya, "Dia bagai tak menghiraukan aku. Dia menganggap aku tidak ada di dunia ini, tetapi itu adalah aku suka, aku lebih menyukainya jika ia sedang marah padaku!"

Ouw It Cie menarik napas.

"Seandainya ia membunuhmu, itupun baik. Jika ia benar telah membunuhmu, dalam hatinya pasti ia menyesal Bukankah itu lebih baik daripada dalam hatinya tak ada kau?"

Siau Po menganggukkan kepalanya berulang-ulang.

"Saudara Ouw, kata-katamu itu sangatlah jelas. DahuIu aku tidak sampai berpikir sejauh itu, namun satu kali aku sudah menyukai nona, aku harus menikah dengannya, aku tak sesabar kau! Andaikata benar A Ko menginginkan aku untuk menanam sayur- sayuran dan mengambil air asal aku dapat mengawininya, aku pun rela dan sanggup melakukannya. Namun Sie Kongcu, jika ia berada di sampingnya maka aku akan membuat golok putih masuk menjadi golok merah, artinya golok itu akan keluar dengan berlumuran darah." kata Siau Po.

"Dalam hal ini saudara kecil tidak tepat," kata Ouw It Cie. "Jikalau kau mencintai seorang wanita, kau harus membuatnya bahagia, Kau harus berbuat sesuatu untuknya, Umpamanya, jika ia ingin menikah dengan orang lain, maka kau harus berusaha mewujudkan cita-citanya. Dan jika ada orang yang akan mencelakai pasangan orang yang kau cinta itu kau harus membelanya demi kekasihmu. jika dalam hal itu kau kehilangan nyawamu itu adalah hal yang istimewa."

Siau Po menggelengkan kepala.

"Menurut aku itu bukan jalan keluarnya," katanya. "Untuk orang dagang itu namanya rugi, juga modalnya habis, Tidak, tak dapat aku melakukan hal itu, Ouw Toako, aku sangat mengagumimu, ingin aku mengangkat kau menjadi guruku, bukannya untuk belajar ilmu golokmu, melainkan ingin mencontoh kadar cintamu pada Tan Wan Wan. Dalam hal itu aku sangat ketinggalan jaman!" ujarnya.

Ouw It Cie sangat girang mendengar kata-kata Siau Po.

"Untuk mengangkat guru itu tak usah yang penting asal kita sama-sama untung saja." katanya.

Kedua kawan Siau Po hanya menggelengkan kepala, Mereka orang Ouw sejati yang tak mau melihat wanita mana pun. Buat mereka wanita cantik pun berada dalam rumah  pelesiran, Asal ada uang, berapa pun kita kehendaki dapat kita lakukan. Di mata mereka, Siau Po dan It Jie adalah orang-orang yang gagal dalam hal asmara,

Siau Po dan It Jie merasa bahwa semakin lama mengobrol, semakin mengasyikkan, Bahkan mereka sangat menyesali mengapa hal itu baru terjadi di saat mereka sudah berpisah dari masing-masing kekasihnya, Siau Po yang jatuh cinta pada A Ko ingin menyingkirkan Kek Song dari sisi si nona, sebaliknya It Jie, ia sangat memikirkan halnya agar dapat melihat Tan Wan Wan sehingga ia rela berdiam selama bertahun- tahun. Dan kali ini ada orang yang mengaguminya sehingga ia menjadi hidup kembali. Orang itu senang dengan kesabaran dan ketabahannya.

Ketika itu perahu mereka masih berlabuh di tengah sungai. Tanpa perintah, si tukang perahu sudah berani menjalankan perahunya Teman Siau Po hanya mendengarkan pembicaraan itu. Tatkala itu It Jie berkata pada Siau Po, "Saudara kecil, kita baru saja bertemu, tetapi sudah seperti sahabat-sahabat lama saja, Dalam dunia ini, paling sukar kita mencari orang-orang yang mempunyai satu cita-cita. Sama dengan pepatah kata mendapat satu kawan baik mati pun tak menyesal. Aku orang She Ouw, dahulu aku mempunyai kenalan di seluruh dunia ini. Tapi tak ada satu orang pun yang satu pikiran denganku, sekarang kita berjodoh, dapat bertemu satu dengan yang Iainnya. Karena itu, bagaimana kalau kita mengangkat saudara?"

"Bagus," kata Siau Po. "Namun... ada sesuatu yang tidak sempurna. "

"Apakah itu?" tanya It Jie.

"Seandainya cita-cita kita sama-sama terwujud, yaitu kau berhasil menikah dengan Tan Wan Wan dan aku dengan A Ko, di situ akan timbul kesulitan karena saat itu kau akan menjadi ayah mertuaku Nah, mana dapat kita menjadi kakak beradik lagi?" kata Siau Po.

Mendengar kata-kata itu kawan-kawan Siau Po tertawa, mereka beranggapan hal itu sangatlah lucu.

Ouw It Jie nampak tidak puas.

"Ah, kau pun belum mengerti sepenuhnya rasa hatiku pada Tan Wan Wan." katanya, "Selama hidupku, aku tak akan dapat menyentuh tangannya, tidak juga ujung bajunya, jikalau aku berdusta, meja ini yang akan menjadi saksi!"

Tiba-tiba Ouw It Jie mengulurkan tangan kirinya untuk menyambar ujung meja itu, dan secepatnya ia menggerakkan tangannya dengan tangan kanan. Maka meja itu pun hancur menjadi potongan-potongan kecil.

It Jie membuka matanya lebar-Iebar lalu menatap orang Gouw, ia tak mengatakan sesuatu hanya berkata dalam hatinya. "Apakah arti ilmu silatku ini? cintaku yang mempunyai arti sangat besar ternyata kau bukanlah orang yang bersatu dengan pikiranku. " Siau Po tidak memuji kepandaian kawannya dalam memeras meja itu, Maka ia mengambil pisau belatinya dan menusukkannya pada meja yang tersisa itu, Dia meletakkannya di atas meja dan memotongnya berulang-ulang hingga menjadi beberapa potong.

"Jikalau Wie Siau Po gagal menjadikan A Ko sebagai istrinya, ia bagaikan ujung meja ini, yang kena bacok berulang-ulang, dan ia tak akan membalasnya."

Kawan-kawan Siau Po sangat kagum menyaksikan pisau yang begitu tajamnya. Namun mengenai sumpah itu, mereka menganggapnya lucu sehingga mereka tertawa.

"Ouw Toako, jika demikian seumur hidupku aku tak akan menjadi menantumu. Nah, mari kita mengangkat saudara."

Senang It Jie mendengarkan kata-kata itu, ia tertawa terbahak-bahak lalu menarik tangan Siau Po dan mengajaknya pergi menuju kepala peraju. Di situ mereka berlutut menghadap si putri malam.

"lt Jie hari ini mengangkat saudara dengan Wie Siau Po. Maka selanjutnya, jika ada kebahagiaan kita cicipi bersama dan jika ada kesukaran kita tanggung bersama, jikalau aku melanggar sumpahku ini, biar aku mati kelelep dalam sungai ini!" ujarnya.

Siau Po pun mengangkat sumpahnya menyusul kakak angkatnya itu hanya pada akhir kata-katanya lain.

"Biarlab aku mati kelelep dalam sungai Liu Kang ini, sudah pasti aku tak bakal melakukan sesuatu terhadap Ouw Toako, Namun jika terjadi kekeliruan, aku toh tak datang ke propinsi Kwiesai, Aku tidak akan mati kelelep dalam sungai ini, kalau sungai lain itu tidak masuk dalam hitungan..!"

Selesai mengangkat sumpah, keduanya sama-sama tertawa, Kemudian sambil berpegangan tangan, mereka kembali ke dalam perahu, Nampaknya mereka semakin erat hubungannya.

Ciauw Hin dan Liok Kie memberikan kata selamat pada kakak beradik baru itu, kemudian mereka sama-sama tertawa.

"Sekarang mari kita pulang!" kata Siau Po. Ouw It Jie mengangguk.

"Baik, tetapi saudara Ma dan juga adik Wie, ada satu hal yang aku mohon dari kalian, Nona A Ko ini akan aku bawa ke Kun Beng!"

Siau Po terkejut, sedangkan Ciauw Hin tak merasakan apa-apa. "Mau apakah Toako membawanya ke sana?" tanya Siau Po. Ouw It Jie menghela napas ketika ia menjawab, "pertanyaan adik angkat itu..." "Hari itu setelah Nona Tan dan anak perempuannya saling mengenali di biara Sam 

Seng Am, malamnya ia terus jatuh sakit." demikian katanya, "la selalu memanggil nama 

anaknya, Dia pun berkata, A Ko mengapa kau tidak datang jenguk ibu? A Ko, kaulah mustika satu-satunya bagiku. A Ko kau membuat aku menderita memikirkanmu. Aku tak sanggup mendengar suara Nona Tan, akhirnya aku berangkat menyusul Nona A Ko. Di tengah jalan aku menasehati serta membujuk si nona untuk pulang supaya ia dapat menemani ibunya, tetapi ia menolak dengan keras, Aku tidak dapat memaksa, aku jadi kewalahan tetapi mengikutinya, Aku masih mengharap ia dapat berubah pola pikirannya, sekarang Nona A Ko kena tawan. seandainya Ma Hiocu sudi menjadikan ia merdeka agar dia pulang ke Kun Beng untuk menengok ibunya, aku rasa ia akan sudi menurut."

"Di dalam hal ini aku tidak mempunyai pikiran apa-apa." sahut Ma Ciauw Hin. "Aku sendiri terserah pada pikiran Wie Hiocu sendiri."

Mendengar demikian It Jie berkata pada Siau Po.

"Adikku, jikalau ingin menikah dengan dia, waktu masih sangat panjang. jikalau seandainya Nona Tan sakit terus sampai ia tak dapat bangun pula, sampai dia tak dapat bertemu lagi dengan anak perempuannya, "0h... itulah sangat hebat, itu pasti akan membuatnya menyesal seumur hidup. "

Liok Kie heran, hingga ia menggelengkan kepala berulang-ulang.

"Ah. orang ini.,." katanya di dalam hati "Rupanya telah musnah semangat 

kegagahannya. Kenapa sekarang ia bicara seperti wanita? Kenapa dia runtuh disebabkan oleh selir Gauw Sam Kui? Apakah ini sifat laki-laki sejati? Lagi pula Tan Wan Wan adalah salah satu biang bencana yang membikin musnah kerajaan Beng yang kita cintai. Kalau lain waktu aku dapat memimpin angkatan perang serdadu ke Kun Beng untuk menyerang, sudah tentu yang lebih dahulu aku bunuh mati adalah dianya!"

Siau Po sementara itu bangkit berdiri

"Toako, kalau Toako hendak membawa dia ke Kun Beng, boleh saja." katanya, "Namun bertabiat aneh, Buat bicara terus terang, dia sebenarnya sudah menjadi sah sebagai istriku sebab kami sudah menghormati orang tuanya, Namun dia tak sudi menikah denganku, malah justru mau menikah dengan The Kongcu, Maka itu, asal dia mau berjanji akan tetap menjadi istriku, dapatlah aku memerdekakan dia supaya dia mau pulang ke Kun Beng. "

Mendengar kata-kata itu Hiocu, Gouw Liok Kie menjadi gusar hingga tanpa sadar ia menggeprak meja, sampai poci arak dan cangkir terpental terbalik.

"Ouw Toako, adik Wie, kalau benar nona kecil ini tidak mau pergi ke Kun Beng menjenguk ibunya yang lagi sakit, dia benar-benar sangat tidak berbakti Dia pula sudah  sah menjadi istri Wie, kenapa dia justru mencintai The Kongcu? Kalau demikian dia bukan wanita yang baik, Untuk apa membiarkan hidup pada istri yang tak setia itu? Nyatanya dia cantik tapi buruk hatinya, Mari biar kupatah batang lehernya agar ia tak usah menyebabkan dongkol!"

Begitu habis berkata keras itu orang She Liok ini lantas memerintahkan tukang perahu, "Lekas maju!" ujarnya dengan suara keras.

Ouw It Jie, Ma Ciauw Hin dan terutama Wie Siau Po terkejut menyaksikan orang she Gouw, yang suaranya demikian keras itu.

Tukang perahu menuruti perintah lalu perlahan-lahan mengarahkan perahunya ke tepi.

"Mana seorang laki-Iaki dan seorang perempuan itu?" tanya Liok Kie dengan suara keras.

"Mereka di sini, masih terbelenggu." jawab salah seorang dalam perahu kecil.

Liok Kie memberi tanda dengan gerakan tangannya, maka tukang perahu itu segera mengarahkan perahunya yang berada di sebelah timur mereka. 

"Saudara Wie, "Kemudian Liok Kie berkata pada Siau Po dengan sungguh sungguh. "Kautah saudara kami dalam satu partai Kita bagaikan saudara kandung, Maka aku sebagai kakakmu, tak sudi melihat kau tersesat karena paras elok, hingga kau bisa mengantarkan secara cuma-cuma nama dan nyawamu, Saudara hari ini aku hendak memberikan keputusan untukmu." Siau Po terkejut.

"Dalam hal ini kita harus damai dulu dengan sabar," katanya. "Apa yang hendak didamaikan?" tanya Liok Kie.

"Ma Toako, tolong kau jelaskan pada Gouw Toako.,." ujar Siau Po kepada Ma Ciauw Hin.

"Wanita sangat banyak yang cantik di kolong langit ini. Kau serahkan urusan ini pada kakakmu, aku jamin kau akan mendapatkan istri yang bakal memuaskan hatimu. Kenapa mesti memberati wanita semacam itu?" kata Gouw Liok Kie.

Sepasang alis Siau Po berkerut, dia berduka sekali "Ah... ini..." katanya.

Mendadak sesosok tubuh tampak mencelat ke perahu yang sedang datang itu. Ternyata dialah 0uw It Jie. It Jie masuk ke dalam perahu, terus keluar lagi dari bagian belakang. Tampak ia memondong seseorang dan terus membawanya pergi dengan cepat menuju tepian, Dia menghilang di kejauhan beberapa tombak. Namun dari kejauhan masih terdengar suaranya.

"Gouw Toako! Ma Toako! Adik Wie! Maafkan aku, aku menyesal sekali! Di belakang hari saja aku akan memohon ampun, buat apa hukuman kalian?" ujar Ouw It Jie.

Liok Kie kaget dan gusar, ia hendak menyusul tapi kemudian ia mengurungkan niatnya itu. Orang sudah pergi jauh, sukar untuk menahannya, Sesaat kemudian ia pun tertawa bergelak gelak.

Bahkan Siau Po pun hilang kagetnya, dia turut tertawa seraya bertepuk tangan. Dia menerka, Ouw It Jie membawa kabur A Ko tentu akan membawa nona itu ke Tan Wan Wan, ibunya.

Segera juga perahu menempel dengan perahu yang lain, perahu di depannya yaitu perahu yang ditumpangi Kek Song tergusur ke luar.

"Orang celaka!" Siau Po mendamprat "Kau sudah membunuh saudara-saudaraku separtai dan juga hendak mencelakai guruku! Kau kejam! Juga sudah mengetahui A Ko menjadi tunanganku, mengapa kau berani mendekatinya?"

Sambil berkata demikian, Siau Po mengayunkan kedua tangannya mengarah ke pipi Kek Song. Ayunan kedua tangan si bocah itu tepat mengenai sasarannya, sehingga terdengarlah empat kali suara gaplokan pada pipi dan telinga si putra raja.

Selain habis terlelapkan, Kek Song pun bekas dihajar orang-orang Thian Tee Hwee, sekarang dia dihajar oleh Siau Po, maka dapat kita bayangkan betapa hebat penderitannya. ia kesal sekali melihat wajah muram Siau Po.

"Wie.... Wie Taijin..." ujar Kek Song memohon. "Dengan memandang muka ayahku, aku mohon sudilah kau mengampuni selembar nyawaku. Sejak sekarang dan selanjutnya aku tak akan berani bicara dengan Nona A Ko sekalipun sepatah kata saja. " 

"Bagaimana kalau dia yang bicara denganmu?" tanya Siau Po. Dia masih sengit sengaja dia menanya demikian.

"Aku tidak akan menjawabnya." sahut Kek Song dengan janjinya, "JikaIau. jikalau 

sebaIiknya. "

Tak tahu anak muda bangsawan itu mengatakan apa.

"Bicaramu bagaikan angin busuk!" kata Siau Po keras, "Lebih dahulu lidahmu yang dibuntungkan, agar kau tak mampu berbicara dengan A Ko." lanjutnya. Benar-benar kacung kita menghunus pisau belatinya yang tajam. "Ulur ke luar lidahrnu!" perintahnya bengis.

Kek Song kaget dan takut sekali

"Aku pasti tak akan bicara dengannya." katanya cepat dan bingung, "Jikalau aku bicara dengannya, akulah si manusia hina dina...!"

Rupanya Siau Po cuma menggertak ia pun khawatir akan ditegur gurunya, Namun ia ingin mengajar adat, maka sebagai gantinya lidah, ia menebas telinganya hingga ia kesakitan dan kelabakan.

"Jikalau lain kali kau berani lagi kurang ajar terhadap guruku, serta mencelakai saudara-saudara seperguruanku, terutama kau berani main gila dengan A Ko." kata Siau Po dengan bengis. "Maka akan kau saksikan bagaimana pisauku ini menembus badanmu!"

Selesai berkata, Siau Po lalu melemparkan pisaunya pada kepala perahu itu, maka di sanalah pisau itu menancap.

"Tidak.... Aku tidak berani... lagi!" kata Kek Song yang sedang ketakutan itu. Kemudian Siau Po berpaling pada Ma Ciauw Hin.

"Ma Toako!" katanya, "Dia adalah orang tahanan ke Hou Tong, karenanya silahkan Ma Toako yang menghukumnya!"

Hiocu She Ma itu menggelengkan kepalanya.

"Kek Song Ya dari Taiwan demikian gagah perkasa, maka aneh sekali kenapakah kau dilahirkan sebagai anak cucunya yang tidak berguna ini!" katanya sangat menyesal.

"Dialah anak haram dan bukan daging-daging Kok Song dari Taiwan itu." kata Siau Po.

The Seng Kong adalah gelar dari Kek Song Ya. Dia adalah seorang pendekar dari Taiwan juga pendekar kebangsaan, Namun di mata Bangsa Belanda, dia seenaknya saja dinamakan "Perampok Cokinga", Nama itu diambil dari gelar Kok Seng Ya, yang dalam bahasa Naskmat Tionghoa berbunyi: "KouSingYehZ"

Panas hati Kek Song, mendengar pembicaraan kedua orang itu, tetapi ia tak dapat melakukan apa-apa. Terpaksa ia hanya menggertakkan giginya lalu menggigit bibirnya untuk menahan amarahnya, "Jikalau dia dapat pulang ke tempat asalnya di Taiwan, pasti dia akan mendatangkan bahaya yang besar bagi Congtocu." kata Gouw Liok Kie.  "Maka itu menurut aku lebih baik dia itu dipotong menjadi dua bagian, supaya kelak di belakang hari tidak ada ancaman bagi kita!" katanya pula.

"Ja... Ja. jangan!" teriak Kek Song yang kaget tak terkirakan karena tubuhnya akan 

dipotong menjadi dua bagian, "Tidak.... Tidak. Tidak akan aku melakukan itu! jikalau 

aku nanti dapat pulang, aku akan meminta pada ayahku untuk menghadiahkan pangkat yang tinggi pada Eng Hou Tan Sianseng ya pangkat yang besar dan tinggi."

"Hm!" Ma Ciauw Hin memperdengarkan suaranya yang dingin, "Apakah Congtocu kami tertarik dengan janji-janjimu itu?" Kemudian dengan setengah berbisik ia berkata pada Gauw Liok Kie.

"Dialah putra dari raja muda She The dari Taiwan. Aku khawatir jika kita membinasakannya, nanti Congtoai dapat disebut tidak setia pada negara atau tidak setia dan tidak bijaksana terhadap negara. " katanya pula.

Thian Tee Hwee dibangun oleh Tan Eng Hoa. Karenanya tltah Kek Song, benar Tan Eng Hoa menjadi ketua, Akan tetapi dia tetap berpangkat yang masuk bawahan Yan Peng Kue, raja muda dari Taiwan. 

Maka itu, kalau ada orang Thian Tee Hwee yang membinasakan The Kek Song, meskipun itu Tan Eng Hoa tidak hadir bersamanya dia tidak lolos dari tanggung jawab, melainkan tetap tersangkut paut.

Mendengar demikian, Gouw Liok Kie menganggap kata-kata orang itu benar maka ia lalu mengulurkan tangannya, dan memutuskan belenggu pada tangan orang itu seraya berkata dengan sangat nyaring. 

"Nah, pergilah kau menggelinding!" Bersamaan dengan itu, ia lalu menggerakkan tangannya untuk melemparkan orang itu dari atas perahu.

Kek Song sangat kaget dan takut sekali, tubuhnya bagaikan melayang menuju ke tepian, ia pun berkoak-koak karena percaya, setelah sampai ke darat ia akan mati, Akan tetapi setelah sampai ke tepian, tubuhnya itu tak mengalami apa-apa, sebab ia terjatuh pada tempat yang empuk dan licin. 

Kecuali rasa nyeri dia pun tak mengalami luka sama sekali. Karenanya ia lalu berlari. Gouw Liok Kie dan Siau Po tertawa sedangkan Ma Ciauw Hin berkata.

"Manusia ini sungguh telah menjatuhkan nama besar Kok Seng Ya. !"

Setelah itu Liok Kie bertanya, "Dengan cara apa dia dapat membinasakan kita dan mencelakai Congtocu?"

"Panjang keterangan untuk itu." Berkata Siau Po. "Baik aku akan menjelaskan, tetapi nanti setelah kita mendarat dan mendapatkan tempat yang aman." Selesai berkata, Siau Po menengadahkan kepalanya ke langit.

"Awan hitam berkumpul di sana." kata Siau Po sambil tangannya menunjuk ke langit "Mungkin akan turun hujan besar, mari kita mendarat!"

Mendengar kata-kata Siau Po, mereka kemudian mengangguk dan mengarahkan perahunya ke darat.

"Hebat angin ini!" katanya, "Mungkin akan turun hujan besar dan sebaiknya kita ke tengah perahu ini. Di sana kita minum arak selagi angin besar dan hujan besar pula, pasti kita akan bergembira."

Siau Po terkejut mendengar ucapan itu.

"Perahu kita ini perahu kecil mana dapat menantang hujan yang besar? Bukankah itu akan mendatangkan celaka jika perahu kita nanti karam?" kata Siau Po.

Ma Ciauw Hin tertawa, ia lalu mewakilkan yang lainnya untuk menjawab pertanyaan Siau Po.

"Hal ini tak usah dikhawatirkan" kata seseorang yang mewakili Ma Ciauw Hin.

Si tukang perahu itu memberikan jawaban, setelah itu ia mengarahkan perahunya ke tengah laut dan memasang layar.

Ketika angin bertiup kencang, perahu itu pun melaju dengan cepatnya menerjang gelombang yang kecil sampai pada gelombang yang besar.

Siau Po sangat menyesal karena mendapatkan julukan yang ia rasakan tidak enak didengar, yaitu "Siau Pek Liong" atau si naga putih kecil sedangkan ia tidak pandai berenang. Dia sangat takut hingga mukanya menjadi sangat pucat pasi. sungguh tak sesuai gelar "Naga" itu!

Liok Kie tertawa melihat kekhwatiran Siau Po.

"Wie Hiocu," katanya, "Aku juga tak pandai berenang."

"Apa?" tanya Siau Po heran, matanya dibuka lebar-lebat "Kau pun tak dapat berenang?"

Orang yang ditanya itu menggelengkan kepala.

"Memang aku tak dapat berenang," katanya secara terus terang. "Biasanya kalau aku melihat air, kepalaku langsung terasa pusing."

"Ha? Lalu mengapa kau justru menghendaki perahu ini dibawa ke tengah laut?" tanya Ma Ciauw Hin. Liok Kie tertawa pula.

"Bagiku, segala kejadian di dunia ini, makin itu menakutkan maka aku semakin senang. Kalau toh perahu kita ini akan karam, paling juga kita semua akan menjadi setan-setan air. itu toh tak aneh bukan? Bukankah Ma Toako berjuluk See Hay Sin Kauw, atau si Ular Naga Sakti dari laut barat serta ilmu renangnya yang luar biasa itu? Ma Toako, mari kita bicara lebih dahuIu, sebenarnya kalau kapal layar kita dan perahu kita terbalik, paling dahulu kau tolongi saudara Wie, setelah itu baru kau menolongku."

Ma Ciauw Hin tertawa, dia menganggap kawan-kawannya ini sangat jenaka dan lucu.

"Baik," katanya. "Dalam hal ini aku berjanji!" Mendengar keterangan kawannya itu hati Siau Po menjadi senang.

Memang benar, angin itu menghembus dengan sangat kecang sehingga ombak menjadi sangat deras, sampai suatu waktu perahu itu mendadak seperti terbang, dan turun bagaikan terbanting sehingga seperti berada di bawah air saja.

Seperti telah direncanakan setelah angin itu bertiup dengan kencang, tak lama kemudian hujan pun turun dengan derasnya. Ketika itu Tenglong pun tersiram air hingga apinya padam.

"Celaka.... Celaka...!" kata Siau Po yang sedang ketakutan itu sambil berteriak-teriak. "Jangan takut saudara Wie!" kata Ma Ciauw Hin menghibur hati Siau Po yang 

bernyali besar tetapi sekarang menjadi penakut itu. "Biar aku nanti yang akan 

memegang kemudil"

Ketua She Ma itu kemudian pergi ke belakang, lalu memberikan perintah pada anak buahnya.

Anak buah kapal itu lalu pergi ke tiang layar, tapi tubuh mereka terhuyung-huyung karena tertiup angin yang keras itu. Karena ia ingin melindungi diri makanya perahu itu menjadi miring.

"Aduh!" terdengar teriakan Siau Po. "Dasar si pengemis tua! Karena ia ingin minum arak di tengah laut maka aku jadi sengsara begini, di tengah laut dan hujan serta angin yang sangat kencang! Bahkan ia sendiri tak dapat berenang! Mengapa ia memilih perahu kecil ini untuk tempat minum di tengah laut? Apakah ia bersenda gurau dalam hal ini?" gumamnya.

Ketika itu air hujan telah membasahi tubuhnya sehingga bajunya basah kuyup.

Kembali tubuh perahu itu miring dengan tiba-tiba, kali ini disebabkan kain bendera itu terlepas dan jatuh, Karena itu Siau Po pun terjatuh karena terkena meja. "Aduh!" teriaknya dalam hati, sehingga ia berpikir "Aku toh tak bersalah padanya mengapa kali ini ia seakan ingin membuat aku mati tenggelam dalam air? Oh, ya benar! Tadi sumpahku itu bukanlah sumpah lurus, aku seperti ada maksud yang tidak baik saja! Ya, aku telah mempunyai kata Siau Po dalam hatinya.

Mengingat hal yang demikian ia lalu memuji pada yang Maha Kuasa, sepuluh raja yang dan para Buddista, dan berjanji akan hidup senang dan sengsara bersama dengan She 0uwnya....

Ketika hujan dan angin turun itu, tiba-tiba terdengar suara Gouw Liok Kie bernyanyi dengan membuka lebar-lebar kerongkongannya,

"Berjalan di tepi sungai, kepada siapa penasaran akan ditumpahkan selagi air maya bercucuran dikota yang terpencil sendiri siapakah yang diharap-harap akan datang? Sampai habis tentara di medan laga berdarah, lolos dari kurungan kota. Ya, bersedih 

untuk negara. Siapa tahu habis bernyanyi kosongkan segala apa-apa. "

Suara nyanyian itu sangat keras hingga hujan dan angin yang bertiup dengan kencang pun tak dapat mengalankannya.

"Bagus. Bagus.,.!" kata Ciauw Hin di belakangnya dengan penuh rasa kagum dan 

gembira.

Siau Po pun tertarik hatinya, hanya ia tak mengerti arti dari nyanyian itu, dan keadaan di sekitarnya pun tak memungkinkannya, Maka ia pun berkata dalam hatinya, "Kau mempunyai suara yang baik, mengapa kau tak naik ke panggung dan hanya bernyanyi di sini? Dengan menjadi anak wayang kau pasti tidak akan mati kelaparan asalkan kau berani membuka suara, Oh, tuan-tuan dan nyonya-nyonya tolong kau berikan aku nasi dingin!"

Sementara Siau Po berpikir demikian, tiba-tiba terdengar suara dari semak-semak, namun suara itu sangatlah jelas dan terang sekali. "Semenjak ribuan tahun kerajaan selatan menjadi sebutan. Hatinya terluka, air mata berdarah menyiram laut dan sungai 

serta gunung!"

Juga suara itu tak terhalang hujan dan angin yang berisik itu. itu menandakan bahwa orang yang memperdengarkan suaranya itu sangat mahir dalam menggunakan ilmu tenaga dalam.

Siau Po melangkah untuk mendengarkan kata-kata itu dengan lebih jelas lagi, dan ternyata ia mendengar sapa Ma Ciauw Him "Apakah Congtocu di sana? Ma Ciauw Hin di sini."

"Benar ini aku!" jawab orang di sana, "Apakah Siau Po ada bersamamu?" tanya orang di sana. Mendengar suara itu Siau Po menjadi sangat girang karena ia sangat mengenal suara itu. itulah suara Tan Kin Lam, ketua pusat Thian Tee Hwee.

"Oh, Suhu.,.!" katanya, "Suhu aku di sini.!"

Tetapi suara Siau Po tidak disertai tenaga dalam, dan ditambah lagi dengan suara hujan deras dan angin kencang, maka tak terdengar dari sana.

Ma Ciauw Hin pun segera menjawab.

"Congtocu, Wie Hiocu berada di sini! Di sini juga terdapat Gouw Hiocu dari Hongcu Tong bagian bendera merah!"

Bendera merah itu adalah Ang Kie. Jadi itulah Ang kie Hong Sun Tong.

"Bagus." Terdengar suara Tan Kin Lam nyaring "Pantas suaranya bagaikan sampai ke langit.

Suara itu mengatakan, bahwa pembicaraan girang sekali

Gauw Liok Kie juga segera mengatakan, "Sebawahan Gauw Liok Kie menghadap Kongtocu!"

"Diantara saudara sendiri janganlah kalian sungkan-sungkan!" kata Kin Lam.

Suara itu semakin dekat Ternyata Kim Lan mendekati perahu itu, dengan menggunakan perahu juga.

Hujan dan angin belum juga reda, Siau Po menongol ingin melihat dari mana asalnya suara itu.

Tidak berapa lama, sinar api itu pun mendekat bahkan kemudian Tan Kin Lam sudah berhasil melompat naik ke atas perahu itu.

"Suhu datang aku ketolongan." kata Siau Po dalam hatinya, ia segera menyambut dan memberikan hormat pada sang guru.

Tan Kin Lam langsung memegang tangan Siau Po.

"Hujan dan angin sangat besar sekali apakah kau tidak takut?" tanya Kin Lam. "Syukur tidak," sahut Siau Po.

Ciauw Hin dan Liok Kie mendekati Kin Lam kemudian memberikan hormat.

"Baru tadi aku tiba di kota. Kabarnya kalian pergi ke sungai, maka aku menyusul ke mari, Di luar dugaan, hujan dan angin telah turun, jika aku tak mendengar suara kau  bernyanyi maka tak mungkin aku dapat menyusul ke mari untuk bertemu dengan kalian." kata Kin Lam.

"Sebawahan malu dengan Congtocu," kata Liok Kie. "Sebawahan bernyanyi karena sebawahan sedang mendapatkan kesenangan."

"Sudahlah! Kita semua memanggil saudara saja, dan bukankah tadi Gouw Toako menyanyikan lagu Toh Hoa San?" tanya Kin Lam.

"Benar, itulah sebuah lagu yang mengutarakan tentang kegagahannya Su Kek Pou, yang berkorban untuk negara dan bangsa, Lagu ini adalah lagu yang paling aku sukai dan aku pun menyanyikannya," kata Liok Kie.

"Kau justru dapat menyanyikannya dengan sangat bagus." puji Kin Lam.

Tetapi Siau Po berkata dalam hati, "Lagu bagus apa! itu justru lagu apes karena aku mau tenggelam dalam sungai, pergilah kau, aku tak akan menemanimu!"

Siau Po berkata demikian karena ia merasa tidak puas terhadap lagu yang sedih itu, Lagu pengorbanan Su Kek Pou, yang mati di dalam air.

Ketika itu, angin mulai reda, tinggal hujan yang masih besar.

Kemudian Tan Kin Lam berkata pula. "Baru-baru ini dalam perahu di Kee Hin, Kan- lam, aku telah mendengar pembicaraan tuan-tuan Ut Cung Gie, Liu Lian dan Ca La Hong bertiga, para sastrawan itu membicarkan tentang usaha Gouw Toako, Usaha itu sangat mengagumkan. 

Kita adalah anggota partai, tetapi sayang aku sedang repot jadi aku tak sempat pergi ke sana untuk menemuimu. Toako sendiri juga sangat sibuk tak ada waktu untuk datang ke utara, Maka itu, diluar dugaan di sini kita dapat bertemu satu dengan yang lainnya, Sungguh aku sangat puas!"

"Demikian juga dengan adikmu," kata Liok Kie. "Sejak aku masuk dalam partai, memikirkan toako, sekarang ini dalam dunia Kangouw terdapat kata-kata "seumur hidup tak pernah melihat Kin Lam, percuma saja ia menyebut dirinya itu orang gagah dan hari ini aku dapatkan si gagah perkasa!"

Yang dimaksudkan orang gagah ialah "Eng Hiong" seorang yang gagah dan pandai mencintai negara, pendekar kebangsaan.

"Aku sangat berterima kasih atas kebaikan Kang Ong yang sangat menghargai aku." kata Kin Lam. "Sebenarnya penghargaan orang-orang itu membuatku menjadi sangat malu." Gouw Liok Kie sangat menyukai kepribadian ketuanya itu, maka tak terasa ia semakin asyik saja berbicara dengan sang pemimpin, sampai mereka melupakan angin dan hujan yang tadi sangat besar itu.

Di saat hujan mulai reda, Tan Kin Lam barulah menanyakan tentang Gouw Sam Kui. Maka Siau Po memberitahukan pada gurunya tentang hal itu dan bahaya yang mengancamnya. Dapat dimengerti sang murid pandai menuturkan hal itu yang diantara kawan-kawannya tak ada yang mengetahuinya.

Tan Kin Lam girang mendengar berita tentang ditawannya si orang Mongol itu, Namun ia merapatkan alisnya ketika mendengar tentang Gauw Sam Kui yang bersekongkol dengan negara Losat dan negara-negara lainnya yang ada di Asia bagian utara untuk menyambut pemberontakan orang-orang She Gouw. Supaya dapat merampas Kwan Gwa.

"Suhu." kata Siau Po kemudian "Bangsa Losat itu berambut merah dan bermata biru, tetapi mereka tak usah ditakuti dan kita tak usah mengawasinya lama-lama. Namun yang sangat berbahaya itu senjata api mereka, Sebab jika itu sudah digunakan, orang tangguh sekalipun tak akan sanggup menahannya."

"Aku justru sedang memikirkan tentang senjata api itu." kata Tan Kin Lam. "Gauw Sam Kui telah bentrok dengan bangsa Tangcu, Jika keduanya runtuh itu sangat menyenangkan bagi kita, karena tanah orang Han dapat diambil pulang, Akan tetapi menurut laporanmu itu, itulah yang dinamakan di pintu depan mengusir harimau, di pintu belakang datang srigala, Kita telah dapat mengusir Bangsa Tatcu tapi datang bangsa Losat, yang lebih berbahaya dari bangsa Tatcu itu. Bagaimana jika mereka dapat merampas bangsa kita yang indah ini?"

"Apakah sudah tidak ada daya untuk melawan senjata orang Losat itu?" tanya Liok Kie.

"Jalan masih ada, saudara-saudara tentunya belum mengenal dengan yang satu ini.." kata Kin Lam.

Setelah berkata demikian Kin Lam memanggil orang yang dimaksud itu, "Hin Cu, cepat kau ke mari!"

"Baik." jawab orang yang dipanggil itu, Tak lama kemudian datanglah seseorang yang langsung lompat ke perahu itu dan di depan Kin Lam ia memberikan hormat sambil tertunduk-tunduk.

Ciauw Him bertiga mengenali orang yang baru saja datang itu, ia berusia kira-kira empat puluh tahun, tubuhnya kecil dan kurus, tetapi wajahnya menunjukkan bahwa ia orang yang sangat cerdik.

"Mari kuperkenalkan kau dengan Gouw Toako dan Ma Toako ini! Dan yang ini adalah muridku seorang Sie Wie." kata Kin Lam. Orang itu merangkapkan dua tangannya untuk selanjutnya ia memberikan hormat. Liok Kie bertiga bangkit dan membalas hormat orang itu.

"Inilah saudara Lim Hin Cu," kata Kin Lam memperkenalkan orang itu. "Selama di Taiwan saudara Lim banyak membantu aku. Dahulu ketika Kok Seng Ya melabrak bangsa Ang Mo dan merampas Taiwan, saudara Lim ini yang banyak jasanya."

"Saudara Lim pernah menggempur bangsa Ang Mo itu sangat bagus," kata Siau Po yang sangat girang mendengar kabar itu. "Bangsa Losat memiliki senjata, demikian juga bangsa Ang Mo. Dengan demikian saudara Lim telah mempunyai cara untuk melawan bangsa Losat itu."

Liok Kie dan Ciauw Hin merasa sangat girang juga mendengar kabar itu, sampai- sampai mereka bertepuk tangan. Mereka mempunyai perasaan yang sama dengan Siau Po.

"Saudara Wie sungguh cerdas!" puji mereka. Sebab Siau Po segera mengingat tentang orang she Lim yang mengetahui masalah atau hal ikhwalnya senjata api.

Mulanya Liok Kie kurang menghargai Siau Po yang dianggapnya hanya seorang kacung, kalau mulanya dia bersikap ramah, hal itu karena mengingat bocah itu merupakan murid Tan Kin Lam, ketua mereka. Namun sekarang, pandangannya terhadap bocah itu langsung berubah. Dia berpikir dalam hati.

"Bocah ini dapat berpikir dengan cepat sekali Kiranya dia benar-benar mempunyai kepintaran!

Tan Kin Lam tertawa.

"Ketika dahulu Kok Seng Ya menyerang Taiwan," katanya, "Aku turut bersama pasukan perangnya. Memang lihay pasukan bangsa Ang Mo itu dan sangat sulit untuk dilawan, Sewaktu melakukan perlawanan, kami membuat tumpukan tanah untuk melindungi diri. Kami mengurung bangsa Ang Mo agar tetap berada di dalam kota. sedangkan pihak kami yang lain memutuskan sumber air yang menuju kota itu. Mereka kekurangan air sehingga kelabakan dan akhirnya menyerbu ke luar. 

Pada waktu siang kami tak mau melayani mereka untuk berperang, namun pada waktu malam kami baru mengadakan penyerangan dengan snjata golok, tan-ta. dan tamang, Nah Hincu, tatkala kita akan memimpin tentara berperisai untuk menyerang, coba kau terangkan bagaimana caranya melakukan itu?"

"Semua itu adalah hasil pemikiran dari Kunsu kami yang pandai dan lihay itu." kata Lim Hin Cu. Kunsu itu adalah penasihat pasukan atau otaknya tentara. Semasa di Taiwan Kin Lam disebut Tan Eng Hoa. Dialah yang menyarankan pada Teng Seng Kong menyerbu Taiwan dan berhasil Dalam kalangan kerajaan Teng Seng Kong memanggil Kin Lam dengan sebutan Tan Eng Hoa dan Kun Su. "Kun Su," kata Siau Po sambil menatap Hin Cu, namun orang itu malah menoleh pada Kin Lam, hingga Siau Po pun turut menoleh ke arah gurunya.

Wajah yang dipandang itu tersenyum, hingga si bocah segera mengerti bahwa Kunsu itu ternyata sang guru, ia menjadi sangat girang hingga terus berkata, "Oh Suhu! Kiranya Suhu adalah Cu-kat Liang, Di jaman dahulu Cu-kat Liang sudah berhasil melabrak Lam Ban dan sekarang Suhu akan menghajar bangsa Ang Mo!"

Cu-Kat Liang adalah tangan kanan Lauw Pie dari sejaman Sam Kok. Dia sangat pintar dalam mengatur tentara, Maka Siau Po membandingkan gurunya dengan seorang ahli peperangan dalam jaman kerajaan Han.

Kemudian Lim Hin Cu memberikan penuturannya, "Kok Seng Ya mulai bergerak pada tanggal satu bulan dua tahun ketiga belas. Pada hari itu mengadakan sembahyang besar di sungai. Beliau sendiri yang akan mengatur para pembesar sipil dan para militer serta pasukan tentaranya. 

Kami menggunakan kapal-kapal perang mulai berangkat dari teluk Kolo, Pada tanggal dua puluh empat kami tiba di Peng Ouw, selanjutnya pada tanggal satu bulan empat kami berangkat ke Lok Cie Bun di Taiwan. 

Di luar pintu kota itu terdapat muara dangkal yang luasnya dua puluh Lie. Di situ juga bangsa Ang Mo memasang rintangan berupa perahu-perahu perang yang ditenggelamkan guna menutup mulut pelabuhan. 

Dengan demikian maka tentara kita akan mengalami kesulitan Mau kata apa dalam keadaan kebingungan itu, tiba-tiba laut mengalami pasang, air naik tinggi. Tentara kita sangat girang hingga mereka bersorak sorai bagaikan menggertak langit, lalu maju dengan cepat. 

Mereka semua mendarat di benteng air dan tentara Ang Mo menyambutnya dengan serangan senjatanya. Dan disaat itu Kunsu memberitahukan kepada kami bahwa jika kita mundur satu langkah saja berarti kita kecebur ke dalam air dan tenggelam di dalam laut Karena itu kami harus terus maju. Kata Kunsu, senjata musuh itu hebat dan kita harus terus maju menyerangnya. 

Anjuran itu disambut baik oleh tentara kami. Lalu Kunsu maju di depan untuk memimpin kami, semakin kami maju, semakin mendengar suara yang sangat berisik seperti suara guntur tak henti-hentinya. 

Asap pun mengepul terus dan hitam warnanya, Lalu satu persatu tentara kami roboh dan mau tidak mau kami terpaksa harus mundur juga. "

Itulah yang disebut Bangsa Ang Mo menyambut serbuan dengan senjata apinya." kata Siau Po. "Sewaktu pertama kali mendengarkan senjata itu, aku kaget sekali." "Benar kami kaget sekali!" kata Hin Cu. "Dan sewaktu kaget itu kami bingung, harus berbuat apa.

Tiba-tiba kami mendengar suara Konsu yang katanya, musuh telah menembak satu kali, sekarang ia tak mengisi lagi senjatanya, maka itu hayo sekarang kita menyerbu mereka! Aku menurut lalu mengajak saudara-saudaraku untuk mulai menyerang kembali. 

Dan benar bahwa musuh sedang mengisi peluru, Ketika kami sampai di sana, mereka sudah selesai memberikan isi pada senjatanya, Sewaktu mereka menembak kami lalu bergulingan di tanah, namun banyak saudara yang lainnya mati dan terpaksa kami mundur lagi. 

Syukurlah Bangsa Ang Mo tidak berani mengejar kami. Maka kami sangat rugi karena beberapa ribu jiwa mati, Kami sangat menyesal dan juga gusar, tetapi kami tak berdaya apa-apa"

Bukankah dengan demikian Kunsulah yang memperoleh akal yang sempurna itu?" tanya Siau Po.

"Benar Malam itu Kunsu memanggilku dan menanyakan padaku, katanya, saudara Lim bukankah kau itu murid persilatan Tee Tong Bun di gunung Bu Le San? Aku segera menjawab pertanyaan itu, Dan ia bertanya lagi, mengapa tadi siang ketika musuh berteriak dan memberikan serangan aku malah berkelit Aku sangat malu dengan pujian Kunsu, sebenarnya aku bukannya takut mati, Baik-lah nanti jika kita bertempur lagi aku akan maju terus dan tak akan menjatuhkan diri, karena jika hal itu aku lakukan berarti telah menjatuhkan pamor tentara kita."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar