Kaki Tiga Menjangan Jilid 57

Jilid 57

Habis berkata demikian Gauw Sam Kui menatap Tan Wan Wan dan berkata kepada Ong Hui Ong.

"Wan Wan, mengapa kau begini sembrono dan bodoh? Masihkah kau tidak ingin keluar?"

Nyonya Tan menggelengkan kepalanya.

"Pemberontakan apa?" kata Siau Po dengan keras selagi sang bibi tak mau dipaksa keluar "Memang aku tahu, kau paling pandai menuduh dan memfitnah orang baik-baik."

Dari murka Gauw Sam Kui berubah tertawa, rupanya ia menganggap Siau Po itu lucu.

"Oh bocah cilik kau rupanya masih belum tahu siapa pendeta tua itu." katanya, "Kau tahu kau membuat kau terselubung hingga kau tak melihat apa juga, Dengan demikian, kalau nanti kau pergi ke neraka kau masih belum tahu siapa yang mengantarkan jiwamu pergi ke sana?" Belum lagi Siau Po menjawab pertanyaan itu, sang Biksu sudah mendahului berkata dengan keras.

"Aku si orang tua, berjalan aku tak berubah She ku, duduk aku tidak menukar namaku! Akulah Cian Ong si raja langit, She Lie bernama Cu Seng!"

Mendengar kata-kata tersebut Siau Po tersentak kaget bukan main. "Kau. Kaukah Lie Cu Seng?" tanyanya.

"Tidak salah, saudara cilik!" katanya, "Nah, kau keluarlah! Seorang laki-laki sejati dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri, Aku si orang She telah mengalami perang beratus-ratus kali dalam usiaku yang tujuh puluh tahun lebih, jikalau aku mati aku tak sudi ditemani oleh pembesar cilik bangsa Tatcu."

Setelah selesai ucapan Lie Cu Seng itu, Gauw Sam Kui berseru karena gusar, Akan tetapi sekonyong-konyong tampak satu bayangan putih berkelebat sebab dari atas atap telah melompat turun seorang yang jatuhnya tepat ke arah kepala raja muda itu.

Ketika itu di belakang Gauw Sam Kui telah bertambah para pengawal yang langsung menyerang bayangan putih itu dengan pedangnya.

Bayangan putih itu hanya mengibaskan ujung bajunya dan terasa angin yang berasal dari bajunya, Maka tak ayal lagi empat pengawal yang menyerangnya terpental ke belakang beberapa langkah, menyusul bayangan putih itu menyerang raja muda.

Setelah mendapatkan serangan yang mendadak dari bayangan putih, Gauw Sam Kui terpental masuk ke dalam kamar.

Bayangan putih itu pun ikut masuk ke dalam kamar, kali ini ia menggerakkan tangannya yang kiri langsung ke arah bahu Peng See Ong.

Gauw Sam Kui mengeluarkan suara tertahan lalu jatuh terduduk di Iantai.

Kali ini bayangan putih itu tidak menyerangnya, hanya menekan ubun-ubun Gauw Sam Kui setelah ia lebih dahulu mengawasi ke empat penjuru.

"Cepat letakkan anak panah kalian!" Demikian bentaknya dengan suara bengis.

Dalam keadaan seperti ini, meskipun kepala perang mereka terancam maut, tidak ada yang berani menggerakkan tangan apalagi menggerakkan anak panahnya.

Siau Po segera mengenali bayangan itu. "Suhu." ia berseru memanggil Ternyata bayangan putih itu Kiu Lan gurunya, yang telah mengikuti Siau Po sejak ia meninggalkan kamarnya, dan selama itu rombongan Cin Thian Coan tidak berani sembarangan bergerak turun tangan, dan setelah ia melihat rombongan Gauw Sam Kui. Kemudian Kiu Lan menoleh pada Lie Cu Seng. "Benar kau Lie Cu Seng?" tanyanya.

"Tidak salah," jawabnya. ia adalah si raja langit yang menentang pemerintah, tetapi ia mengalami kegagalan dan usahanya buyar.

"Aku dengar kabar bahwa kau telah terkena hajar orang di gunung Kiu Kiong San dan kau mati, kenapa sampai saat ini kau masih hidup?" tanya Kiu Lan.

Orang She Lie itu mengangguk.

Kiu Lan menatap terus, "Apakah A Ko anak perempuanmu yang kau dapat dari dia?" tanyanya sambil menunjuk pada Wan Wan.

Liu Cu Seng menghela napas lalu menoleh pada Tan Wan Wan dan langsung mengangguk.

Gauw Sam Kui mendongkol sekali, maka ia lalu berkata dengan suara yang keras. "Seharusnya aku mengetahui hanya kaulah si bangsat yang dapat melahirkan 

anak..!"

Kiu Lan menendang punggung Gauw Sam Kui maka terdengarlah suara mengaduh dan kata-kata-nya terputus-putus secara tiba-tiba.

"Kamu berdua pengkhianat! Jalan setengah hati jalan delapan tail!" cacinya, "Di antara kalian berdua entahlah yang mana yang lebih jahat dan lebih kejam?"

Liu Cu Seng memukulkan tongkatnya pada lantai maka terdengarlah suara nyaring dan lantai itu pun pecah.

"Hai biksu hina dina, siapakah kau? Mengapa kau berlaku begini kurang ajar?" bentaknya.

"Jangan kurang ajar!" selak Siau Po pada si biksu. Dengan tibanya gurunya ia menjadi berani dan bersemangat sekali.

"Apakah kau sudah bosan hidup maka kau berani kurang ajar terhadap guruku ini? Kau memang si pemberontak dan pembuat huru hara! Kata-kata guruku tak pernah keliru!" katanya.

Suara keras itu diakhiri dengan datangnya tiga buah tombak yang semuanya diarahkan pada Kiu Lan, maka Kiu Lan berkelit. Biksu itu mengibaskan tangan kanannya dan dua buah tombak berhasil dilumpuhkan. Dan tangan kirinya mengambil tombak yang satu dan ia melemparkan tombak itu kembali ke arahnya.

Di luar jendela terdengar dua kali jeritan kesakitan itulah jeritan dua orang pengawal yang mati terkena tombaknya sendiri, yang tadi mereka arahkan pada Kiu Lan.

Dengan tombak di tangan kirinya Kiu Lan mengancam si pengkhianat besar, Asal ia menggerakkan tangannya maka matilah si raja muda itu. "Kamu jangan lancang bergerak!" kata Gauw Sam Kui pada para pengawalnya, "Kamu semua mundur sepuluh langkah!"

Para pengawal itu serempak menyahut, dengan bersama mereka mundur beberapa langkah.

Kiu Lan tertawa dingin, ia mengawasi Gauw Sam Kui dan Lie Cu Seng secara bergantian.

"Hari itu suatu kebetulan." katanya dengan suara tawar.

"Di dalam kuil yang kamarnya kecil ini telah berkumpul pemberontak kelas satu pada jaman dahulu dan jaman sekarang, serta pengkhianat terbesar bangsa Han sejak jaman dahulu dan jaman sekarang."

"Masih ada lagi." kata Siau Po menambahkan "Di situ terdapat nona tercantik dari jaman dahulu hingga jaman sekarang, serta jago silat terbesar dari jaman dahulu sampai jaman sekarang."

Mendengar suara muridnya itu, mau tidak mau si Biksuni tersenyum ia tahu muridnya itu konyol.

"llmu silat nomor satu aku tidak mau terima tetapi pelawak nomor satu sejak jaman dahulu hingga sekarang aku mau terima." ujar Kui Lan.

Siau Po tertawa menggelegar.

Mau tidak mau Tan Wan Wan pun tersenyum, ia tengah menyaksikan sesuatu yang sangat lucu.

Gauw Sam Kui dan juga Lie Cu Seng, tengah memikirkan cara untuk dapat meloloskan diri dan tidak menikmati lelucon orang-orang itu. walaupun mereka diam saja, wajah mereka sama-sama pucat dan mereka itu adalah orang-orang penting, yang pernah dan biasa memimpin angkatan perangnya. Dan yang pernah merajai dan sering mengalami macam-macam kesukaran. Tetapi kali ini mereka mengalami saat-saat yang sulit luar biasa, Apalagi Peng See Ong, beberapa macam akal telah digunakannya tetapi tidak satu pun yang dapat dipakai. Akhirnya Lie Cu Seng menghadapi Kiu Lan. "Sekarang kau mau apa?" tanyanya dengan keras.

"Aku mau bagaimana?" ia balik bertanya dan tertawa dengan suara dingin, "Dengan tanganku sendiri aku hendak membunuh kalian!"

"Su Thay," Tan Wan Wan mengelak. "Apakah Su Thay guru A Ko anak perempuanku?" 

Kiu Lan tertawa tawar.

"Akulah yang menculik anakmu itu dan membawanya pergi." jawabnya dengan tenang.

"Aku mendidiknya dengan ilmu silat dan aku pula yang membesarkannya agar nanti jika sudah dewasa ia yang akan membunuh pengkhianat bangsa Han atau ayah tirinya." katanya dengan jelas.

Berkata demikian Kiu Lan kemudian menusuk Peng See Ong dengan tombak yang ada di tangannya hingga mengenai dagingnya sedalam satu dim dan si raja muda itu menjerit kesakitan.

"Su Thay!" kata Wan Wan dengan kaget sekali. "Dia dan Su Thay tidak saling kenal dan tidak pula bermusuhan!" katanya dengan cepat,

Kiu Lan mengangkat kepalanya sambil berkata, "Dia denganku tidak kenal dan tidak bermusuhan?" katanya.

"Siau Po, beritahukan dia siapa aku, agar pemberontak-pemberontak itu tahu sebelum ia mati dan sudah mengetahui sebab-sebab kematiannya itu!" kata guru Siau Po,

"Guruku itu adalah putri kandung dari baginda Cong Ceng kaisar dari kerajaan Beng yang maha besar" kata Siau Po yang menjelaskan pada mereka bertiga.

Tan Wan Wan, Gauw Sam Kui dan juga Lie Cu Seng mendengarkan kata-kata Siau Po, mereka sama-sama tak menyangka tetapi mereka akhirnya tertawa bersama.

"Bagus.,., Bagus!" serunya, "Dahulu kala aku telah memaksa mati ayahmu, sekarang aku mati di tanganmu, Maka kematian itu jauh lebih menang dalam peperangan dengan pengkhianat besar" ia maju selangkah dan menancapkan tongkatnya ke lantai Kemudian ia merobek bajunya dan tampak dadanya yang berbulu.

"Tuan putri, kau boleh turun tangan sekarang, aku si orang She tidak mati di tangan pengkhianat besar tetapi aku mati di tangan tuan putri dari kerajaan Beng itu bagus." katanya pada Kiu Lan. Kiu Lan membenci dan sakit hati terhadap Lie Cu Seng sampai ke tulang-tulang, ia sangat menyesal sewaktu ia mendengar berita bahwa Lie Cu Seng telah mati di gunung Kiu Kiong San. Maka dengan demikian sudah tidak ada kesempatan untuk membalas dendam sakit hatinya itu. Ternyata sekarang musuh besarnya itu masih hidup, dan sudah terjatuh ke tangannya, ini di luar dugaannya, ia sangat girang tetapi setelah ia mendengarkan kata-katanya yang gagah itu dan juga sikapnya, ia menjadi kagum sekali.

"Tuan kau sungguh laki-laki sejati!" katanya, "Sekarang begini! Terlebih dahulu aku akan membunuh musuhmu agar kau dapat melihatku, baru kemudian aku akan mengajakmu bermain-main sampai mati."

Liu Cu Seng girang sekali, ia pun memberi hormat pada tuan putri yang sekarang sudah menjadi biarawati itu. ia memberi hormat seraya berkata.

"Terima kasih Kongcu, aku yang rendah bersyukur tak habis-habisnya! Karena keinginanku yang paling utama adalah menyaksikan kematian si pengkhianat besar pada bangsa Han!"

Sementara itu pikiran Kiu Lan telah berubah secepatnya, dan ia menyaksikan Gauw Sam Kui terdiam saja, Di bawah ancaman tusukan tombak, si pengkhianat itu malah merintih kesakitan, sama sekali ia tak meronta-ronta, ia seorang jago selama merantau di Kang Ong. 

Tidak sedikit para jago yang terbinasa di tangannya, tetapi tiada yang sepengecut pengkhianat ini. Hingga tak ada keinginannya untuk membinasakannya sendiri, maka ia lalu menghadapi Cu Seng.

"Aku hendak membuat engkau memenuhi keinginanmu." katanya, "Nah, kau bunuhlah dia!" katanya pada Cu Seng.

Bukan main girangnya orang itu.

"Terima kasih!" katanya setengah tertunduk menghormati dan setelah itu ia pun mentap Gauw Sam Kui dan berkata bengis.

"Pengkhianat jahanam, dahulu sewaktu dalam peperangan aku tak beruntung dan aku dapat kau kalahkan. Tak disangka kau kini telah ditaklukkan oleh Kongcu, Kalau aku membunuhmu dengan begini saja, aku rasa kau pun tak merasa puas, kau tentu akan mati dengan mata merem."

Bekas pimpinan pemberontak ini mengangkat kepalanya dan menghadap pada Kiu Lan.

"Kongcu yang mulia." katanya. "Tolong Kongcu merdekakan dia agar aku bertempur secara laki-laki sampai salah satu di antara kami akan mati!" pintanya.

Kiu Lan mencabut tombaknya.

"Baik," sahutnya, "Mari kita lihat mana yang lebih dahulu dapat membinasakan lawan!"

Gauw Sam Kui yang sedari tadi hanya mendekam saja, setelah mendengar kata-kata mereka itu, mendadak bangun dan langsung menyerang tuan putri itu.

Kiu Lan terkejut akan tetapi ia selalu bersiap sedia.

"Makhluk tak tahu diuntung!" katanya sedang tombak yang ada di tangan kirinya dipakai untuk menggeprak tombak lawan.

Gauw Sam Kui kaget sekali, geprakan itu membuat tenaganya habis, bahkan tangannya kesemutan. Bukan saja ia gagal membokong, bahkan tongkatnya terlepas dengan sendirinya ke lantai dan menyusul tombak lawan sudah mengarah pada kerongkongannya.

Dengan hati ciut dan takut bukan main, Peng See Ong melangkah mundur agar ujung tombak tak menemui sasaran. Akan tetapi Kiu Lan mengikuti terus dan ujung tombaknya mengancam tempat yang sama, sampai orang itu mepet pada tembok dan tak dapat mundur lagi.

Sementara itu Lie Cu Seng menjemput tongkatnya, maka di lain pihak, Kiu Lan terus menyerahkan tombak itu pada raja muda seraya berkata.

"Nah, kalian berdua, pergi kalian bertempur secara jantan dan jadilah kalian sebagai laki-laki sejati!"

"Baik," Gauw Sam Kui berseru, dan menurut kebiasaan berlaku licik tanpa mengatakan apa-apa ia langsung menyerang lawan. walaupun mereka berhadapan serangan itu adalah serangan membokong.

Lie Cu Seng waspada dan telah siap sedia, maka itu ia dapat menangkis serangan itu, setelah itu dengan hati panas ia membalas menyerang maka di situ mereka bertempur.

Kiu Lan diam-diam menarik tangan Siau Po dan dibawanya ke belakang tubuhnya, sehingga Siau Po terlindung dengannya, Mereka itu bertempur dengan menggunakan senjata tajam, maka bila ada diantara mereka yang tidak konsekwen, tak ayal pula mereka kena sasaran. Tan Wan Wan juga pergi ke pojok tembok, mukanya sangat pucat, tak berani menonton pertarungan itu, ia memejamkan matanya sebab kedua orang itu suaminya dan bekas suaminya, Sewaktu meram, ia membayangi suatu peristiwa di masa dahulu.

"Waktu itu ia berada dalam istana, Di dalam keraton kerajaan Beng, Sri baginda Cong Ceng malam-malam datang padaku, Dia sangat memuji kecantikanku, Besok paginya baginda tak menghadiri rapat istana seperti biasanya, ia selalu berada dalam keraton menemaniku ia menyuruh aku bernyanyi untuknya, ia pun membedakiku dan memakaikan aku Yang-Ji hingga kedua bibirku menjadi merah. 

Setelah itu ia menyipat alisku, Baginda telah berjanji akan mengangkatku sebagai Kui Hui, selirnya yang sah. Dan kemudian akan mengangkatku sebagai Honghouw, permaisuri ia sampai mengatakan semenjak itu dalam istana tak ada lagi yang dipandang mata, dalam hal kecantikan. 

Saat itu baginda masih muda akan tetapi suatu saat, sewaktu ia sedang tertawa mendadak ia berhenti dan diam saja, Maka di mataku ia tak lebih dari laki-laki bangsawan lainnya yang biasa datang berkunjung ke tempat-tempat pelesiran. 

Selama tiga hari, siang dan malam tak pernah ia meninggalkan aku sekalipun satu langkah, Di hari keempat aku tersadar terlebih dahulu, Aku heran menyaksikan wajahnya yang pucat, tiada darahnya, pipinya celong dan alisnya berkerut itu pertanda, sekalipun dalam tidurnya, ia masih saja berduka. 

Menyaksikan hal itu aku berkata dalam hatiku "lnilah seorang raja? Dia yang menjadi dipertuan dalam suatu negara, mengapa ia tidak bergembira?"

"Hari itu baginda pergi ke suatu sidang istana, Mukanya tampak lebih pucat dan matanya lebih cekung, Tiba-tiba ia marah padaku, ia katakan kalau aku telah menggagalkan urusan negara, Katanya, ia adalah raja yang bijaksana, tidak dapat terpengaruh oleh paras yang elok, Dan ia bukanlah raja Bo-To. Katanya puIa, ia akan memperbaiki pemerintahan, lalu raja memerintahkan pada seorang kacung untuk menyuruhku pergi dari istana. Katanya aku wanita siluman, hal itu setelah ia mengeram tiga hari dalam kamarku, pemberontak Lie Cu Seng telah berhasil merampas tiga kota. Aku tidak jadi berduka aku menganggap bangsa pria demikian adanya. Asal tidak puas ia akan menyesatkan dan menggerutu pada wanita, Raja terus bersusah hati, ia khawatir bukan main, ia paling takut dengan orang yang bernama Lie Cu Seng hingga aku menerka-nerka. "Lie Cu Seng itu orang macam apa? Dia orang hebat, dia telah membuat seorang raja menjadi takut padanya."

Ngelamun sampai di situ, Wan Wan membuka matanya, ia melihat Lie Cu Seng tengah menyerang terus pada Gauw Sam Kui dan Peng See Ong senantiasa berkelit, hingga dia tak kena tersodok atau terkemplang tongkat. Maka katanya dia dalam hati,

"Dia masih gesit, rupanya selama tahun-tahun yang belakangan dia tetap melatih ilmu silatnya, Sebab... sebab... dia ingin menjadi raja dan hendak membawa tentaranya menyerang jatuh Pakhia, kota raja?" Kembali Kiu Lan ngelamun lebih jauh, Nyonya itu teringat ia sekeluarnya dari istana sudah kembali ke Kok-thio hu, gedung mertua raja, yang ada seorang she Cu. 

Pada suatu hari Kiu Lan dipanggil keluar untuk bernyanyi dan menari, Ketika itu, Ciu Kok-thio tengah mengadakan pesta, justru malam itu Gauw Sam Kui melihatnya. 

Dan ia pun melihat bagaimana mencorongnya sinar mata pria, yang sering ia saksikan sinar mata Siau Po tadi sewaktu mereka mula-mula bertemu demikian pula. 

Bukankah itu sinar mata umumnya kaum pria?

"Mungkinkah bocah itu pun tersesatkan kecantikanku seperti kebanyakan orang dewasa?” Demikian pikirannya, Karena itu ia segera melirik Siau Po hingga ia mendapat kenyataan bagaimana perhatian si bocah sangat tertarik oleh pertempuran yang lagi berjalan seru itu. Kali ini Gauw Sam Kui yang berbalik melakukan serangan pembalasan.

"Setelah melihat aku, Gauw Sam Kui segera minta aku pada Ciu Kok-thio," Wan Wan terus ngelamun lebih jauh, "Lewat beberapa hari, raja mengirimnya ke San-hay Wan untuk memerintah di kota itu selaku persiapan kalau-kalau bangsa Boan-ciu datang menyerbu justru itu Lie Cu Seng mendahulukan merampas Pakhia, Karena runtuhnya kota raja, maka kaisar Cong Ceng mengasingkan diri di sebuah kuil di gunung Bwee San. Dengan demikian juga aku telah tertawan, Lie Cu Seng pria yang bertubuh kasar dan juga kekar, dan keren, orang yang ditakuti kaisar Cong Ceng sekalipun dalam impian Dengan jatuhnya Pakhia Lie Cu Seng menjadi repot mengatur pemerintahan.

Banyak menteri dan pembesar istana yang ia hukum mati.Toh setiap malam selagi menantiku ia selalu riang gembira, tertawa nyaring tenggoroknya pun keras sekali, hingga di wajah tidur ia sering membuatku terbangun, ia pun berbulu seluruh tangan, dada dan kakinya, belum pernah aku mendapatkan pria seperti dia. "

Wan Wan melirik juga ke medan pertempuran dan ia terus melamun.

"Dengan robohnya kota raja, Gauw Sam Kui sebenarnya sudah takluk pada Lie Cu Seng, akan tetapi setelah ia mendengar berita telah dirampasnya Cu Seng, ia datang terlebih dahuIu, ia meminjam tentara Boan. Dengan demikian ia telah membawa masuk tentaranya, Lie Cu Seng pun membawa tentaranya dan menyambut tentara lawan, maka terjadilah peperangan itu. Di situ tentara Boan datang secara mendadak maka tentara Lie Cu Seng terkena hajar, pertempuran terbukti dengan adanya banjir darah sampai beberapa puluh Lie dan mayat-mayat serdadu berserakan. Orang mengatakan korban itu roboh dikarenakan aku. Karenanya aku dianggap mempunyai banyak dosa besar. Atas dasar itu, Lie Cu Seng lari ke kota raja, Di sini ia segera naik tahta kerajaan untuk menjadi raja, tetapi setelah itu ia mengajak kabur aku ke barat daya. Sementara Gauw Sam Kui terus mengejarnya, walaupun kalah perang dan sedang melarikan diri, Lie Cu Seng masih dapat tertawa riang gembira. Tentaranya berkurang setiap hari, hal itu ia tidak dihiraukannya, ia berkata, pada asal mulanya ia tak mempunyai apa-apa, karena itu paling ia hanya dapat kembali tidak punya apa-apa. Jadi hal itu tak usah dijadikan heran ia pun pernah mengatakan selama hidupnya pernah membuat dirinya  puas, Pertama-tama ia telah berhasil memaksa hingga kaisar Cong menggantung diri. Kedua ia pernah berhasil menjadi raja, dan yang ketiga ini halnya, ia telah berhasil mendapatkan wanita tercantik dan dapat tidur dengan wanita itu bahkan ia menjelaskan dari ketiga hal itu justru hal yang ketiga yang membuatnya sangat puas."

"Tidak berhasil sebagai Lie Cu Seng, adalah Gauw Sam Kui," demikian Tan Wan Wan melamun terus menerus, "sebenarnya Lie Cu Seng ingin menjadi raja tetapi keinginannya itu tidak pernah ia utarakan Tetapi aku ketahui itu, ia ingin menjadi raja tapi takut, ia selalu ragu-ragu. Asal hari ini ia tidak mati mungkin tiba harinya ia akan menjadi raja, Tak perduli dia menjadi raja di Kun Beng, tak perduli walaupun untuk satu hari. Kaisar Eng Lek menyingkir ke Birma, Gauw Sam Kui mengejarnya dan ia berhasil membunuhnya, maka orang mengatakan bahwa tiga orang raja mati di tanganku, ialah Cong Ceng, Eng Lek dan Lie Cu Seng, yang memakai kerajaan Tay Sun. Kalau kemudian Gauw Sam Kui berhasil menjadi raja, mungkin namanya pun dihitung dalam daftar nama-nama raja yang mati karenaku. Aku selalu ditimpa kesalahan runtuhnya 

kerajaan Beng, matinya laksaan tentara, dan rakyat pada negara-negara keempat kerajaan itu? Toh aku tak pernah melakukan perbuatan jahat, bahkan aku tak pernah memfitnah mereka. " 

"DahuIu karena kalah perang dan tentaranya buyar, Lie Cu Seng pada suatu malam berpisah juga denganku, Aku diketemukan orang-orang Gauw Sam Kui dan aku dibawanya pada kepala rombongan Dia sangat girang dan dia mengatakan bahwa dengan mendapatkan aku dia sangat puas walaupun orang mencaci aku sebagai pengkhianat bangsa Han. Tegasnya, dia melakukan segala apa tanpa meminta pendapat umum. Aku pun telah berpikir, aku akan hidup tenang dan senang, tak perduli orang berpangkat atau bangsawan buat aku sudah cukup asalkan aku tak jatuh ke tangan orang lain hingga aku hanya menjadi permainan pria. Namun. lewat beberapa 

tahun Congpeng Gauw Sam Kui diangkat menjadi Cin Ong, Sebagai raja muda ia harus mempunyai putri. Berhubung itu adik Gauw Sam Bwee memberitahukan bahwa raja sedang uring-uringan, menurut Gauw Sam Kui akulah yang harus diangkat sebagai istri yang sah, tetapi ia tahu asal usulku. Kalau ia mengajukan diriku pada raja berarti ia telah menghina raja, aku mengerti itu karena aku memang bunga raja, Aku memberitahukan hal itu kepada adiknya agar namanya tak tercemar Sikapku itu membuatnya bergembira, Buat aku menjadi Fuchin atau tidak sama saja, akan tetapi setelah itu hatiku menjadi tawar. Demikian aku pindah ke mari Gauw Sam Kui harus menjalankan acara pernikahannya, dan gedung itu akan menjadi tempat tinggalnya."

"Tiba-tiba Lie Cu Seng muncul, dan ia telah jadi biarawan, Aku sangat kaget karena aku menyangka ia telah mati, Dalam beberapa hari aku berduka, Menurutnya, ia menjadi biarawan karena terpaksa, untuk mengelabuhi mata orang banyak, Dan ia pun tak suka mencukur seluruh rambutnya, tetapi memakai kuncir sebagaimana orang Boanciu, Dalam beberapa tahun ia selalu memikirkan aku, bahkan di kota Kunbeng saja, dia sudah berdiam tiga tahun lamanya, masih terus menantikan hari untuk bertemu denganku. Hingga datanglah hari itu ia lebih sayang padaku, Dan mulai dari itu ia selalu datang menemui aku hingga aku hamil anak itu. Karena adanya anak perempuan itu hingga aku tak dapat bertemu lagi dengannya. Aku kembali ke istana untuk memberitahukan pada Gauw Sam Kui bahwa aku kangen dengannya, Aku  diterima oleh Gauw Sam Kui yang sebenarnya tidak menyintai istrinya, tentang lahirnya anak itu entah ia curiga atau tidak. Anak itu sangat mirip dengan aku. Sewaktu aku berumur dua puluh tahun, pada suatu malam ia lenyap dan aku bingung, Aku menyangka Lie Cu Seng yang telah mencurinya dari tanganku, maka aku membiarkannya. Aku berpikir Lie Cu Seng pastilah kesepian dan ia mengambil anak itu untuk menghiburnya, tetapi terkaanku tidak tepat."

Tiba-tiba Tan Wan Wan tersadar dari Iamunannya, ia mendapatkan percikan darah di tangannya. Setelah ia melihat kedua orang yang sedang bertarung tampak muka Gauw Sam Kui telah penuh dengan darah. 

Di luar kuil itu sangatlah berisik, Para tentara Gauw Sam Kui berteriak-teriak tetapi mereka tak dapat berbuat apa-apa. Dia hanya berteriak mengancam Lie Cu Seng dan juga Kiu Lan, karena mereka khawatir Ongyanya celaka.

Gauw Sam Kui hampir habis napasnya, tapi tiba-tiba ia melompat bukannya menyerang lawannya tetapi malah menyerang Tan Wan Wan dengan senjatanya, hingga si nyonya berteriak dan mencoba berkelit.

Traaaang! Demikian suara melengking, itulah Lie Cu Seng yang menahan serangan Gauw Sam Kui.

Gauw Sam Kui menjadi kalap, ia terus saja menyerang Wan Wan secara beruntun, namun selalu saja terhalang oleh senjata lawan.

"Aneh," pikir Siau Po yang menyaksikan pertempuran itu sejak semula, "Kenapa ia bukannya menyerang lawan tetapi malah akan membunuh istrinya? Ah, aku mengerti sekarang, rupanya ia cemburu pada Lie Cu Seng."

Kiu Lan dapat menangkap pikiran Gauw Sam Kui pikirnya.

"Pengkhianat ini tak dapat melawan Lie Cu Seng maka ia menggunakan akal liciknya." katanya.

Benar terkaan Gauw Sam Kui kalau Lie Cu Seng akan berusaha menolong Wan Wan, maka secara tiba-tiba Gauw Sam Kui menyerang lawannya dan bukan pada Wan Wan. Maka hal itu tak dapat dielakkan lagi.

Lie Cu Seng kaget sekali sampai senjata yang ada di tangannya juga terlepas, maka dengan demikian Gauw Sam Kui dengan mudah menodongkan senjatanya pada lawan.

"Nah, pemberontak, masih kau tidak ingin berlutut untuk mengatakan menyerah?" tanyanya sambil tertawa.

"Ya, ya," kata Lie Cu Seng sambil berusaha menekuk kakinya untuk berlutut. Siau Po heran menyaksikan hal itu. "Aku menyangka Lie Cu Seng adalah manusia luar biasa." katanya, "Kiranya dia pun takut akan mati,..."

Baru saja Siau Po berpikir demikian, maka secepat itu ia lalu berguling di lantai untuk mengambil tombaknya dan langsung digunakannya untuk menyerang kaki Gauw Sam Kui.

Gauw Sam Kui kaget, ia tak dapat mengelak serangan yang secara mendadak itu, maka betisnya terkena hajar dan roboh, Sedangkan lawannya sudah berdiri dan langsung menyerangnya lagi dan kali ini serangan mengarah pada bagian kepala.

"Mereka berdua sama-sama licik." kata Kiu Lan dalam hati. "Pantas kerajaan Beng hancur oleh mereka!"

Sementara itu, di saat akan menusukkan tongkatnya Wan Wan melompat menutupi tubuh Gauw Sam Kui dan berkata, "Bunuhlah aku lebih dahulu!"

Lie Cu Seng tak sanggup melakukan hal itu, ia hanya menghantamkan tongkatnya pada tembok, maka terdengarlah suara yang sangat keras.

"Eh, Wan Wan apalah artinya semua ini?" tanyanya pada sang kekasih.

Wan Wan tak menjawab pertanyaan itu, akan tetapi akhirnya ia pun berkata juga dengan suara perlahan.

"Denganku ia telah menikah dua puluh tahun lebih, dan selama itu ia telah berbuat baik terhadapku tak dapat aku membiarkan ia mati karena kau!" katanya.

"Minggir!" kata Lie Cu Seng dengan suara keras, "Aku dengannya adalah musuhl" "Kau bunuhlah aku bersama dengan dia!" kata Wan Wan.

Bekas pemberontak itu pun menghela napas.

"Kiranya dalam hatimu masih ada dia.,.!" katanya menyesal

Kekasihnya tak menjawab, sebaliknya. "Kalau ia hendak membunuhmu aku pun akan mati bersama denganmu. "

Tentara yang berada di luar berteriak-teriak dan akan menyerbu ke dalam setelah mereka melihat Ongyanya jatuh, Kemudian seorang perwira berteriak "Cepat bebaskan Ongya kami, biar kalian dapat kuberi ampun dari kematian!"

Ternyata dia adalah Kok Siang, menantu Peng See Ong. Kemudian dia berkata lagi dengan suara keras. "Kawan-kawanku semua berada di sini, jikalau Ongya kami hilang sehelai rambutnya saja, segera beberapa kepala mereka akan berjatuhan!"

Wie Siau Po heran maka ia menoleh keluar jendeIa. Dengan demikian ia melihat Bhok Kiam Peng bersama Liu Tay Hong, Gauw Lip Sin dan yang lainnya keluarga Bhok dalam keadaan terbelenggu bahkan di sana pun terlihat Cie Cian Coan dan Kho Gan Ciauw, Hiang Ceng Tojin bersama orang Thian Tee Hwee berikut Tio Cee Hian, Thio Kong Lian serta Giatjin Sie Wie begitu juga para perwira Jiauw Kie Eng semua pada terbelenggu. 

Dan di belakang mereka para pengawal Peng See Ong, Dengan golok terhunus para pengawal itu mengancam batang leher mereka.

Siau Po berpikir menyaksikan hal itu. "Taruh kata suhu dapat mengajak aku menyingkir dari sini, dari kota Kun Beng, bagaimana dengan mereka itu? Bukankah mereka akan mati? Buat membinasakan Gauw Sam Kui aku rasa tidak sekarang juga. " 

Maka ia lalu mengambil keputusan, segera menghunus pisau belatinya dan mengancam punggung Peng See Ong.

"Ongya, jikalau kita semua mati di sini itu sangat tidak menarik hati, maka sebaiknya kita mengadakan jual beli!" kata Siau Po.

"Mau beli?" tanya Peng See Ong,

"Kau bebaskan A Ko serta kawan-kawanku, barulah kau akan aku bebaskan dari ancaman guruku!" kata Siau Po.

"Baik aku setuju!" kata Ongya itu. "Ada satu hal lagi, kau harus memerintahkan pada para pengawalmu untuk membawa Kongcu dan juga putramu untuk menghadap pada baginda raja dan ibu suri sebagai mertuanya, Dan aku minta agar kau mengantarkan aku dan rombonganku sampai pada batas kota!" katanya pula.

"Siecu dan Kongcu akan kau bawa pergi. itu sangatlah mudah. Aku berjanji akan mematuhi kata-kata kita tadi, Kalau kau masih kurang percaya, jalanlah di belakangku Jika aku berbuat yang tidak-tidak kau boleh menusuk aku beberapa kali. Toh aku berada di depan kalian, dan kau pun pandai bermain silat."

Siau Po tertawa.

"Bagus." pujinya, "Ongya berlaku jujur dan terus terang, kalah ya kalah menang ya menang, seperti terbukti, kau memberontak pada kerajaan Beng, Kau terus berontak, dan kau menakluk pada kerajaan Ceng, kau terus menakluk juga, Ya, sedikit juga Ongya tak berpikir yang tidak-tidak." Muka Gauw Sam Kui tampak merah padam. Sungguh tajam kata-kata anak yang berada di depannya itu, ia tidak menghiraukan kata-kata itu malah berpaling pada Lie Cu Seng.

"Bagaimana dengan pemberontak ini? Dia toh bukannya sahabat baik dari Toutong?" tanyanya, Siau Po tidak cepat-cepat menjawab, terlebih dahulu ia menoleh pada gurunya.

Belum lagi Kiu Lan menjawab pertanyaan itu tiba-tiba Lie Cu Seng sudah berkata dengan suara nyaring.

"Aku bukan sahabat karib pembesar anjing cilik ini." katanya.

"Bagus." kata Kiu Lan. "Pemberontak ini mempunyai tulang yang keras. Gauw Sam Kui, biarlah pemberontak ini ikut kami!"

Tan Wan Wan menoleh pada biarawati itu, ia memperlihatkan sorot mata tanda bersyukur dan memohon.

"Su-Thay." panggilnya.

Kiu Lan berpaling ke lain arah, ia tak mau menatap sorot mata nyonya itu.

Gauw Sam Kui sementara itu sudah melangkah ke depan jendela lalu melongok keluar dan berkata dengan suara nyaring.

"Sie-Cu bersama Wie Toutong akan berangkat ke kota raja untuk menghadap baginda raja dan sekalian akan mengantarkan tuan putri."

Mendengar ucapan tersebut, pasukan Gauw Sam Kui lalu berbaris dan salah seorang membunyikan terompet mereka akan mengantar tuan putri putra raja mudanya dan Siau Po sebagai utusan dari sri baginda raja.

Siau Po berjalan bersama-sama dengan Gauw Sam Kui dan Kiu Lan mengikuti mereka dari belakang, sambil mengawasi lawannya itu.

Sesampai mereka di luar kuil, Siau Po melihat tentara Peng See Ong yang jumlahnya cukup banyak, mereka sudah mengelilingi kuil itu.

"Oh, Ongya sungguh tentaramu berjumlah tidak sedikit! Menurut penglihatanku, tentara ini sudah cukup untuk diajukan berperang dengan tentara dari kota raja.,." kata Siau Po.

Mendengar kata-kata Siau Po, Gauw Sam Kui merasa tidak enak, maka ia lalu berkata. "Wie Toutong, jikalau nanti di hadapan baginda raja kau mengatakan hal yang tidak- tidak tentang aku, aku pun akan melaporkan pada baginda raja bahwa kau juga telah bersekongkol dengan pemberontak Lie Cu Seng."

Siau Po tertawa.

"Ah ini aneh!" katanya, "Lie Cu Seng cuma gemar dengan wanita tercantik itu, dia mana mau bersamaku orang cilik jenaka di kolong jagat ini? Sekati lagi kukatakan dia itu hanya mengejar wanita tercantik sejagat itu saja."

Bukan main dongkolnya hati Gauw Sam Kui, ia telah disindir oleh anak kecil ini, hingga ia mengepalkan jemari tangannya untuk menghajar hidung si anak kecil itu yang gemar dan pandai bergurau.

"Jangan gusar Ongya!" katanya, "Bukankah Ongya menginginkan keselamatan? Bukankah dengan memangku jabatan tertinggi dan jauhnya ribuan Lie itu hanya ingin mencari harta? Jika aku berbicara dengan raja aku akan mendapatkan hadiah, dan hadiah itu lebih besar dari apa yang kau terima, maka kita berdua harus bekerja sama. Sepulangnya dari sini aku akan menghadap pada raja dan akan memujimu setinggi langit, dan kesetiaanmu tak usah ditanyakan, aku pun telah dengan sungguh-sungguh menjaga Sie Cu, dengan demikian setiap tahun dapat kau mengantarkan emas atau pun perak kepadaku, untuk aku berbelanja, bagaimanakah menurutmu?" kata Siau Po.

Sambil berkata demikian Siau Po terus berjalan berendeng dengan raja muda itu. "Harta benda hanyalah kebutuhan lahiriah." kata si raja muda.

"Jikalau Toutong menghendaki, itu tidaklah sukar, namun jika engkau akan menyulitkan aku, maka kau harus tahu bahwa Ongyamu berada jauh di Inlam, di tangannya terdapat tentara yang cukup banyak hal itu tak membuat aku jadi takut." katanya.

"ltu sangatlah wajar," kata Siau Po. "Kapan Ongya mencekal tombak, Ongya tampak gagah, Dengan itu Ongya dapat melabrak semua pemberontak di kolong langit ini, hingga mereka tak berdaya. sekarang ini tibalah saatnya kita berpisah, maka Ongya tolong serahkan apa yang pernah Ongya janjikan untukku!"

"Eh, Siau Po!" katanya, "Mengapa kau berbicara seperti orang yang tidak tahu malu saja?"

"Suhu, sepulangnya aku dari sini aku harus menghadiahkan pada para bawahanku agar mereka tak menganggap jelek pada Ongya." Aku khawatir kalau mereka itu tak diberikan hadiah, mereka akan beranggapan jelek pada ongya," sahut Siau Po.

Gauw Sam Kui berpikir "Dia menginginkan uang ini sangatlah mudah." Lalu ia memerintahkan pada Kok Siang untuk mengambil uangnya. "He Congpeng, coba ambilkan aku uang seratus laksa tail, untuk dipakai memberikan hadiah pada para Sie Wie dan kau juga menyiapkan hadiah untuk Wie Toutong yang sangat istimewa!"

Setelah menerima hadiah maka rombongan akan memulai berangkat menuju kota raja.

Gauw Sam Kui pergi mendekati tuan putri dan menghormat, setelah itu ia mendekati anaknya dan ia berkata dengan suara pelan hingga tak terdengar oleh orang lain, dan akhirnya ia membawa kembali pasukannya.

Menyaksikan hal itu Siau Po menjadi berlega hati, tetapi ia masih khawatir kalau- kalau ia hanya dibohongi. "Lebih baik aku secepatnya meninggalkan kota ini." katanya dalam hati.

Maka itu ia lalu memerintahkan pada pasukannya untuk segera berangkat meninggalkan kota itu.

Setelah berjalan sepuluh Lie, rombongan itu berhenti untuk istirahat, ketika itu Lie Cu Seng berkata pada Kiu Lan.

"Su-Thay telah menolongku hingga aku tak terbinasa oleh penghianat bangsa Han, Aku sangat bersyukur, maka tibalah kini Su-Thay turun tangan padaku! Silahkan!" katanya.

Pemberontak itu menghunus golok dan menyerahkannya kepada Kui Lan.

"Hm," Kiu Lan memberikan suaranya, ia merasa ragu-ragu, "Dialah musuh yang menyebabkan ayahku binasa. Dapatkah sakit hati itu aku tidak membalasnya? Tetapi ia telah pasrah, dapatkah aku menanganinya...?" katanya dalam hati, ia lalu berpaling pada A Ko dan ia berkata dengan suara dingin, "Dia.... Dialah anak perempuanmu..."

"Dia bukan ayahku." A Ko berkata sebelum Lie Cu Seng menjawab pertanyaan gurunya.

"Kau mengaco saja!" Kiu Lan membentak sang murid itu. "lbumu sendiri yang mengakuinya, mustahil jika ia mendustaimu."

"Dialah ayahmu." Siau Po turut bicara. "Bahkan ia bersama dengan ibumu telah menyerahkan kau untuk aku jadikan sebagai istriku inilah yang dikatakan perintah ayah ibu.,.,"

A Ko yang sedang berduka dan mendongkol itu, sedari tadi diam, tetapi kali ini ia tak dapat menahan amarahnya lagi. Mendengar suara Siau Po yang bernada mengejek itu, ia langsung melayangkan tangannya untuk menyerang Siau Po. Siau Po tidak menyangka akan mendapatkan serangan yang mendadak, maka tak ayal lagi pukulan A Ko tepat mengenai hidungnya dan yang langsung mengeluarkan darah segar.

"Oh, ada orang yang ingin membunuh suaminya sendiri!" kata Siau Po dengan nada mengejek.

Kiu Lan tidak senang menyaksikan kejadian itu.

"Kalian semua gila," katanya dengan keras. "Kalian adalah pengacau!"

A Ko mundur beberapa langkah, tetapi hatinya masih saja kesal, Hal itu terlihat dari wajahnya yang tampak merah.

"Kau bukan ayahku." katanya sambil menunjuk pada Lie Cu Seng. "Dia pun bukan ibuku." yang ia maksudkan ialah Tan Wan Wan, "Kau pun bukan guruku.... KaIian.   

Kalian.,., Kalian manusia-manusia busuk semua.... Aku.... Aku benci pada kalian..!" Kata A Ko yang kali ini mengarah pada Kiu Lan.

Mendadak si nona menangis sambil menutup mata, Kiu Lan menghela napas.

"Tidak salah," kata Kiu Lan. "Memang aku bukanlah gurumu, aku yang menculikmu dari sisi Gauw Sam Kui dengan menyimpan maksud yang teramat jahat. Maka itu sekarang kau pergilah! Namun ayah dan ibu kandungmu tak dapat tidak kau akui."

Nona itu membanting kaki.

"Aku tak mau mengakui mereka, aku pun tak mempunyai guru," katanya dengan suara keras di sela isak tangisnya.

"Tetapi engkau mempunyai aku, suamimu!" kata Siau Po.

Bukan kepalang panasnya hati A Ko mendengar kata-kata Siau Po itu, Nona itu lalu mengambil batu kerikil untuk melempari Siau Po.

Siau Po berkelit, justru itu si nona pun langsung kabur dengan berlari cepat ke arah barat.

Melihat hal itu Siau Po hanya melihat saja, begitu juga Lie Cu Seng dan Kui Lan. Mereka sama-sama hanya melihat perginya nona itu, mereka semua tak dapat menahannya.

Kui Lan berduka sekali menyaksikan kejadian itu, lantas mengulapkan tangannya pada Lie Cu Seng, ia tak membuka mulutnya enggan untuk bicara. Melihat hal demikian Siau Po berkata pada bekas kepala pemberontak itu, "Gak-hu, guruku tidak ingin membinasakan engkau, oleh karenanya cepatlah kau pergi!"

Lie Cu Seng bingung, ia merasa gembira karena telah dibebaskan, namun suasana itu membuatnya menjadi hilang kegembiraannya, Kekasih pergi dan anak tak sudi mengakui sebagai ayahnya, juga terhadap Siau Po ia tak merasa puas, hingga ia menatapnya dengan mata yang merah.

"Fui," Lie Cu Seng meludah dan ia terus pergi. Melewati jalan kecil di samping mereka, ia terus berjalan dengan langkah lebar.

Siau Po menggelengkan kepalanya menyaksikan mertuanya yang berlalu pergi. Kemudian ia berkata dalam hati, "A Ko berkata biar bagaimana pun ia tak sudi menikah denganku, ia pun tak mengakui ayah dan ibunya, mana sudi ia mengakui aku sebagai suami. "

Ketika Siau Po menoleh ke belakang, tampak di belakangnya sudah berdiri dua orang temannya, yakni Cie Thian Coan bersama dengan Kho Gan Ciau dengan memegang senjata mereka masing-masing. Rupanya mereka berjaga-jaga sebab mereka khawatir kalau-kalau Lie Cu Seng gusar dan menyerang Siau Po.

"Dialah yang dahulu membuat langit ambruk dan amblas." kata Siau Po.

"Dia juga yang membuat kerajaan Beng musnah hingga kita semua dijajah bangsa Boan, sekarang saja ia sudah berusia lanjut tetapi masih tampak gagah." kata orang She Cie.

"Ya, dia lihay sekali, lalu bagaimana dengan Khantema?" tanya Siau Po pada mereka.

"Dialah si orang penting, tak berani aku melenyapkannya." jawab mereka.

"Bagus." kata Siau Po. "Harap kalian terus berjaga-jaga agar ia jangan sampai loIos!" perjalanan diteruskan ke arah utara, Siau Po mengambil kesempatan untuk menemui keluarga Bhok, Ketika itu Bhok Thian Sin merasa tidak puas, sebab dalam hatinya ia berpikir "Semua jiwa kami ditolong oleh mereka, lalu dengan cara bagaimana keluarga Bhok dapat bersaing dengan mereka dalam hal jago!" ujar Bhok Thian Sin dalam hati.

Liu Tay Hong yang jujur berkata dengan sikap tenang.

"Wie Hiotcu, selanjutnya kami tak dapat bersaing lagi dengan Thian Tee hwee. ini disebabkan tindak tanduk Gauw Sam Kui, dan kalian yang telah menolong kami semua, Mungkin kami tak dapat membalas budi baik kalian." katanya. "Kita lebih baik tak usah berbicara mengenai budi." kata Siau Po. "Bukankah kita sama-sama dapat lolos dari maut yang telah mengancam jiwa kita? Menurutku, jiwa kita telah ditolong oleh kita sendiri, bukan olehku." lanjutnya.

Sementara itu Gouw Lip Sin sangat mendongkol terhadap Law It Cou, maka ia berkata, "Kalau jahanam cilik itu datang, aku akan menyincangnya hingga hancur lebur."

"Oh, jadi dialah yang telah membocorkan rahasia kita pada Gauw Sam Kui?" tanya Siau Po.

"Siapa lagi kalau bukan dia, ketika itu Liu Suhu memerintahkannya untuk pergi mencari berita, akhirnya ia ditawan oleh Gauw Sam Kui, Dan pada malam harinya satu pasukan datang mengurung tempat kami. Bukankah tempat kami menjadi tempat rahasia? Jika bukan jahanam itu yang membocorkannya mana mungkin Gauw Sam Kui mengetahui tempat tinggal kami yang letaknya sangat tersembunyi itu?" kata Lip Sin.

Habis berkata demikian orang She Bhok menarik napas berat, kemudian dengan menyesal ia berkata.

"Sayang Goh Toako telah wafat sebagai korban dari keganasan si pengkhianat itu, maka sebaiknya kita berpisah sekarang."

"Di sini masih wilayah si pengkhianat besar itu, maka mari kita tetap bersatu agar jika timbul penyerangan mendadak kita dapat bekerja sama menghancurkannya, Nanti jika kita sudah sampai pada perbatasan wilayah, baru kita berpisah." berkata Siau Po.

Bhok Kiam Sin menganggukkan kepala, "Terima kasih atas kebaikanmu, aku justru khawatir kalau-kalau kita terjatuh ke tangan Gauw Sam Kui, si pengkhianat bangsa Han. Jika hal itu terjadi lagi sungguh aku tak memiliki muka untuk hidup lebih lama lagi." katanya.

Setelah berkata demikian mereka pergi bersama rombongan keluarga Bhok, Rombongan tersebut mengambil lain arah, setelah mengucapkan kata-kata terima kasihnya pada Siau Po.

Bhok Kiam Peng berjalan paling belakang, Belum jauh ia berjalan kemudian menoleh ke belakang dan berkata pada Siau Po.

"Aku pergi sekarang, kalian jaga diri baik-baik!" katanya.

"Ya, kau juga jaga dirimu baik-baik, kau turutlah pada kakakmu dan jangan kau kembali lagi ke Sin Lioang To..." jawab Siau Po yang semula dengan suara keras tapi akhirnya dengan suara rendah, Nona itu mengangguk.

Siau Po lalu menuntun kudanya untuk selanjutnya diserahkan pada nona tersebut. "lni kudaku, aku akan memberikannya padamu," katanya dengan perlahan.

Mata si nona menjadi merah, ia sangat terharu dengan perpisahan itu. Nona itu kemudian menerima kuda pemberian Siau Po, yang kemudian ia menaikinya, dan melarikan dengan cepat untuk menyusul rombongan kakaknya yang terlihat sudah jauh itu.

Keesokan harinya perjalanan dilanjutkan semakin jauh mereka berjalan ternyata tidak tampak tentara dari Gauw Sam Kui yang mengejar mereka, pada suatu siang, tampak empat orang penunggang kuda dengan cepat. 

Sesampai mereka pada rombongan Siau Po, salah satu dari mereka lalu meminta ijin untuk bertemu dengan Siau Po, yang menjadi pimpinan rombongan itu.

Mereka lalu dipersilahkan masuk ke dalam tenda Siau Po. Di sana mereka memperkenalkan pimpinan mereka.

"Saudara Kwie, inilah Wie Hio-Cu dari Ceng Bok Tong dari Tian Tee Hwee kami!" kata sang pemimpin.

Kembali orang itu memberi hormat tetapi kali ini dengan cara Thian Tee Hwee, "Langit dan bumi, ayah dan ibu, kami menentang kerajaan Ceng dan kami akan 

membangun pula kerajaan Beng, Hamba yang menjadi orang bawahan hamba adalah 

Kwie Thian Hong Hwee Tong, Kami menghadap saudara Wie Hio Cu serta para Tou dari Ceng Bok Tong." katanya.

"Senang sekali aku dapat bertemu dengan kalian, semenjak kita berpisah dari Ku Hiocu di 0uw-pak, kita tak pernah bertemu lagi, Bukankah dalam segala hal Ku Hiucu selalu mendapatkan angin baik?" tanya Siau Po.

"Ku Hiocu dalam keadaan baik-baik saja, Aku pun dititahkan memujikan kesehatan Hiocu semua, Kami semua bergembira mendengar segala sesuatu yang telah dikerjakan Wie Hiocu, Kami semua merasa sangat kagum Hari ini kami merasa senang dapat bertemu Wie Hiocu," kata Tian Hiong.

Siau Po tertawa.

"Kita semua bersaudara, Lebih baik kalian jangan berlaku sungkan!" katanya. "Dalam beberapa hari lagi kami akan tiba di Kwiciu dan di sana kami akan bertemu dengan Hu Hiocu, kami sangat senang seka!i. Kami ingin berbincang-bincang dengan Hu Hiocu kalian."

"Kami dipesan Hiocu kami, untuk mengajak Wie Hiocu melalui jalan memutar jadi nanti tak melalui Kwieciu lagi." kata sang pemimpin itu. Mendengar hal demikian Siau Po dan kawan-kawannya merasa sangat heran hingga mereka itu semuanya bengong.

Tian Hiong dapat mengerti semua itu, maka ia lalu berkata memberikan penjelasan pada Siau Po dan kawan-kawannya.

"Ku Hiocu ingin sekali bertemu dengan Wie Hiocu, karenanya ia memerintahkan aku untuk memberitahukan tempat penemuan yang paling baik untuk semuanya dan itu di tempat sana di propinsi Kwie-say saja."

"Mengapa demikian?" tanya Siau Po. 

"Kami telah mendengar, Gauw Sam Kui telah menyebarkan tentaranya dan mereka itu tidak menggunakan pakaian tentara, Mereka diperintahkan untuk melakukan tindakan-tindakan kejahatan Dan hamba rasa tentara-tentara itu mempunyai niat jahat terhadap Hiocu dan kawan-kawannya." sahut Tian Hiong.

"Oh, begitu, Celaka! Si pengkhianat itu telah kalah tetapi ia tetap tidak mau mengakui kekalahannya, bahkan dengan demikian dia sudah tidak sayang lagi terhadap nyawa anaknya sendiri." kata Siau Po.

"Gauw Sam Kui memang sangat jahat dan juga licik." kata Tian Hiong. "Dia mengatakan telah mengirim tentaranya untuk menculik guru Wie Hiocu dan setelah itu barulah ia akan menculik anak tuan putri dan juga Wie Hiocu sendiri sedangkan yang lainnya akan mereka binasakan untuk membungkam mulut mereka. sekarang ini orang- orang Gauw Sam Kui telah menutup jalan dan mengurung daerah itu hingga setiap orang tak ada yang dapat melewatinya, begitu juga dengan kami berempat. 

Setelah kami mendapatkan perintah dari Hu Hiocu, kami langsung berangkat dengan melewati jalan kecil hingga dengan demikian mereka tak mengetahui kami, Karena kami merasa khawatir Wie Hiocu tidak mengetahui akan hal itu, maka kami langsung menyusul kemari, untuk mencegah jangan sampai Wie Hiocu dan kawan-kawan terjebak dalam daerah itu."

Siau Po memperhatikan orang-orang itu dan memang mereka berempat telah melakukan perjalanan yang sangat jauh, dan mata mereka semua tampak merah dan lesu.

"Saudara-saudara kalian telah menempuh perjalanan yang sangat jauh oleh karenanya sebaiknya kalian pergi untuk istirahat Kami semua sangat berterima kasih pada kalian yang telah menyelamatkan nyawa kami." kata Siau Po.

"Kami sangat senang karena kami tidak terlambat untuk melaporkan hal ini pada Wie Hiocu." ujar Tian Hiong.

Cian Lao pan berpikir lalu ia bertanya. "Tian Hiong, di tempat mana Ku Hiocu akan menemui Wie Hiocu di Kwie-say? Dan berapa jumlah pasukan yang digunakan untuk mengurung daerah itu?"

"Hal itu tidak ada kepastian, hanya yang aku lihat sekitar tiga laksa jiwa, jika tak ada halangan, pertemuan akan dilaksanakan di dalam kota," jawab Tian Hiong. 

"Ku Hiocu sudah mengirim orang untuk memberitahukan pada Ma Hiocu dari Kee Hou Tong di Kwiesay, Untuk Hweecu itu bersiap menyambut kami, maka jika Hiocu setuju kita semua jadi berkumpul di sana. Untuk menuju ke sana kita mengambil arah barat daya, jalannya tidak bagus tapi di sana tidak ada tentara Gauw Sam Kui, dan sepanjang jalan saudara Ku Hiocu telah berjaga-jaga jadi kita tak usah khawatir.

Mendengar kabar tersebut Siau Po menjadi dongkol hatinya, ia kemudian memerintahkan untuk memutar arah, sementara itu para utusan yang memberitahukan pada Siau Po diminta naik ke kereta putra Gauw Sam Kui, ia diminta untuk berjaga-jaga kalau-kalau nanti anak itu melakukan tindakan, juga agar para utusan itu dapat beristirahat.

Pada saat itu langit sudah tampak gelap, maka mereka beristirahat pada tempat- tempat yang lapang, penjagaan pun dilakukan dengan lebih ketat.

Pada suatu hari mereka telah sampai pada pertengahan jalan, Mereka langsung disambut oleh Hiocu Ma Ciau Hin dari Kee Houw Tong serta Hiocu Ku Cie Cong dari Cek Houw Tong dari Tian Tee Hwee yang berkumpul dengan membawa para bawahannya, Maka ketiga Hiocu itu melakukan pertemuan dengan gembira.

Pada malam harinya orang yang bertugas memata-matai tentara Gauw Sam Kui memberikan laporan, bahwa tentara Gauw Sam Kui mengetahui bahwa Siau Po dan rombongan telah memutar arah, maka mereka langsung mengejar rombongan Siau Po.

Ma Ciaou Hin tertawa lalu ia berkata.

"Kwie-say bukanlah wilayah Gauw Sam Kui, jikalau pengkhianat itu membawa tentara ke wilayah itu, mereka pasti menyangka bahwa tentara itu akan melakukan pemberontakan secara nyata, sekarang ini Wie Hiocu dan saudara kalian masih letih, sebaiknya kalian beristirahat barang beberapa hari lagi, kemudian kalian melanjutkan perjalanan ke arah utara lebih jauh lagi, Karena dengan demikian kalian tak akan dapat ditemui pemberontak itu. "

Mendengar kabar demikian Siau Po dan rombongannya melanjutkan perjalanan mereka diantar sampai pada batas propinsi Inlam,

Perjalanan dilakukan terus hingga mereka sampai pada propinsi Kwie-say, Di sinilah mereka baru dapat beristirahat dengan tenang, Ketika Siau Po dan para pembesar yang lainnya sedang berbincang-bincang datanglah salah seorang pimpinan pasukan pengawal raja yang memberikan laporan. "Tio jieko telah ditahan!" katanya.

"Kurang ajar siapa yang telah berani melakukan perbuatan itu? Sungguh ia berkeberanian besar!" kata Siau Po.

"Yang menahannya bukan para pembesar kota ini tetapi di rumah judi, Kami semuanya bertujuh dan kami kalah bermain. Tetapi sewaktu uang kami akan diambil oleh si bandar kami menahannya, Kami tak mengijinkan uang kami diambil mereka."

"Jika demikian kalianlah yang bersalah Kalian memang tidak tahu malu, Kalian sudah kalah mengapa kalian tidak mau menyerah? jangan kata baru orang membuka biji besar beruntun empat kali!" kata Siau Po.

"Ya, kami mengaku telah bersalah, dan selanjutnya uang kami dikembalikan karena Tio Cieko mengancam mereka dengan menghunus goloknya, lalu kami mengambil uang itu." katanya.

"Lalu?" tanya Siau Po. "Kenapa kalian jadi berkelahi? Apakah si bandar itu memiliki ilmu silat yang cukup tinggi?"

"Sama sekali tidak demikian." sahut Kong Lian.

"Bersama dengan Thi Cieko kami membawa uang kami, di saat kami akan meninggalkan tempat tersebut tiba-tiba terdengar suara seorang penjudi yang berkata dengan suara keras, Setan alas! Enak saja orang memperoleh uang? Habis apakah kita harus makan angin busuk? kalau begini sebaiknya kita pergi ke istana, di sana kita bekerja melayani raja... ya raja! Bukankah itu bagus? Congkoan, ketika berkata demikian mereka bersikap tak hormat sekali, kata-kata mereka kotor, tak sanggup aku menahan emosinya..." kata Kong Lian.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar