Kaki Tiga Menjangan Jilid 55

Jilid 55

Mendengar ucapan Siau Po itu Gauw Sam Kui kaget bukan kepalang dan mukanya berubah pucat, sebagaimana Gauw Sam Kui ketahui bahwa mereka itu raja muda yang sama kedudukannya, "Apa. Apakah itu benar?" katanya. 

"Tentu saja benar," kata Siau Po. "Biasanya baginda raja tak mudah mempercayai segala laporan."

"Namun kali ini lain," kata Siau Po yang pandai sekali memainkan peranannya, "Kali ini baginda mempunyai bukti, walaupun demikian pemberontakan mereka belum merupakan kenyataan, baginda masih sabar, tak ingin bergerak hingga bagaikan menggeprak rumput dan ular kaget."

"Lalu tindakan baginda apa?" Si raja muda bertanya.

"Baginda menghendaki Ongya menyiapkan pasukan perang yang terdidik guna memperkuat tapal batas kedua wilayah itu, dan nanti jika pemberontakan telah terjadi Ongya diminta untuk menghentikan huru-hara dan membekuk pelaku utamanya. itu merupakan jasa yang sangat besar," kata Siau Po.

Gauw Sam Kui lalu menjura.

"Hambamu menerima rahasia ini," katanya, "Jikalau kedua raja muda tersebut benar- benar bertindak tersesat, hambamu akan segera menyerang dan menawan nya."

"Sri Baginda pun mengatakan keduanya adalah manusia-manusia yang tak berguna, dan pasukannya pun bukanlah lawan yang tangguh bagi pasukan Ongya, Maka mereka pasti bakal terbekuk tanpa bantuan dari bala tentara dari pusat," kata Siau Po.

Gauw Sam Kui tersenyum mendengarkan kata-kata Siau Po.

"Tolong Toutong sampaikan kepada baginda agar menenangkan hati saja," katanya, "Hamba akan mengumpulkan pasukan khusus dan dalam latihan akan hamba latih  dengan sungguh-sungguh, supaya setiap waktu siap sedia menerima panggilan dari pusat. Semua tentara dan perwira akan kulatih untuk setia pada baginda sampai mati."

"Ongya, aku akan menyampaikan kata-kata Ongya pada baginda raja, Aku percaya baginda bakal menerimanya dengan senang," kata Siau Po.

Dalam hati Gauw Sam Kui merasa senang, karena dengan demikian apabila ia mengirim pasukannya baginda tak mencurigainya,

Kemudian Siau Po berbicara dengan hal yang lainnya, ia menunjuk senjata yang tergantung di dinding.

"Ongya, apakah itu senjata api buatan Bangsa Barat?" tanyanya, Gauw Sam Kui menganggukkan kepala.

"Seumurku, belum pernah aku menggunakan senjata api itu," kata Siau Po. "Apakah dapat aku mencobanya barang satu kali saja?"

"Pasti dapat, hanya saja senjata ini biasa dipakai di medan perang, lagi pula kita membawanya kurang leluasa, sebenarnya Bangsa Losat mempunyai senjata yang gagangnya lebih pendek," sahut Gauw Sam Kui..

Gauw Sam Kui lalu mengambilkan senjata yang pendek yang orang Losat bilang pistol Sewaktu Gau Sam Kui mengambil pistol itu, Siau Po mengambil kitab yang berada di atas meja, lalu ditukarnya dengan kitab lain tapi warna kitab itu tidak sama, Demikian cepat cara kerja Siau Po.

Ketika Gauw Sam Kui membalikkan tubuhnya, Siau Po telah selesai menukar kitab itu, Gauw Sam Kui lalu menyerahkan pistol yang sudah diisi peluru itu pada Siau Po.

Siau Po lalu membidik sasaran yang dituju setelah itu ia menyalakan sumbu peluru itu, maka meluncurlah peluru itu dengan cepat.

Siau Po pun merasa tangannya nyeri terkena getaran senjata itu. "Ya, sungguh hebat barang mainan orang asing itu!" katanya.

Peng See Ong tertawa.

"Dua buah senjata ini siiakan Toutong bawa pulang, dan senjata ini pun dapat dijadikan mainan," katanya.

Setelah menolak beberapa kali barulah Siau Po menerimanya, ia lalu mengucapkan kata terima-kasih berulang-ulang. Demikianlah setelah mereka berbicara panjang lebar, barulah Siau Po pamit untuk pulang, Sesampai di kamar Siau Po lalu mengunci kamarnya lalu mengeluarkan kitab itu dengan cepat, ia mencari potongan yang terbuat dari kulit.

"Sekarang aku telah menemukan dengan lengkap sobekan dari dalam kitab itu," kata Siau Po dalam hatinya, "Maka bagiku tinggal menunggu kesempatan mengumpulkan dan mengakurkannya satu dengan yang lainnya, setelah itu maka nadi naga dan juga harta karun itu dapat aku kuasai."

Berpikir demikian Siau Po lalu menyanyikan lagu yang biasa didengarnya di tempat pelesiran, Ketika sedang asyik bernyanyi tiba-tiba ia mendengar pintu kamarnya diketuk orang. Siau Po melangkah ke pintu itu dan membukanya. Tampak beberapa kawannya dengan wajah yang menyiratkan ketegangan.

"Apa yang terjadi?" tanya Siau Po.

"Kami baru mendapat kabar dari para Sie Wie, bahwa anggota Peng See Ong mencari orang Mongol, Yang dicarinya adalah orang yang kita tawan dan mereka itu mencurigai kita, maka bagaimana pendapatmu?" tanya mereka.

"Jika demikian maka cepat kalian bawa orang Mongol itu ke kamarku dan kalian sembunyikan dia di kolong pembaringanku, tak akan mereka berani menggeladah kamarku," jawab Siau Po.

"Bagaimana jika ia datang saat kau tak ada, dan ia menggeladah dengan alasan yang kuat?" tanya kawan-kawannya.

"Biar bagaimana jangan diijinkan mereka masuk. Jika mereka memaksa kalian dapat menggunakan kekerasan, tak mungkin mereka berani," jawab Siau Po pada kawan- kawannya.

Justru ketika mereka hendak keluar, datang Cian Lao Pun mendekat pada mereka dan berkata dengan suara keras.

"Si pengkhianat hendak melepas api untuk membakar," katanya. "Apa?" tanya mereka.

"Selama beberapa hari ini aku melihat tempat kita ini baik di depan maupun di belakang," sahut Lao Pun. "Aku selalu berjaga-jaga kalau-kalau si pemberontak itu melakukan hal yang tidak-tidak.

Tadi dalam rimba, aku melihat ada orang yang mencurigakan Diam-diam aku mengintai, mereka itu mendatangi karung dan bahan bakar lainnya,"

"Sungguh celaka! Begitu besarkah nyali para pengkhianat itu? benarkah ia akan membakar utusan raja?" kata Siau Po. "Sampai sejauh itu tentu tidak, yang benar mereka menyalakan api, rupanya mereka mencurigai kita yang menculik orang Mongol itu, Mereka menyalakan api membakar apa saja dan pada saat itu semua orang akan sibuk. Pada saat semua orang sibuk, mereka mengadakan penggeladahan.,." kata Lao Pun.

Siau Po mengangguk

"Tidak salah," katanya, "Pastilah mereka akan menggunakan akal bulus itu, lalu bagaimanakah menurut kalian?"

"Kita bunuh dia dan kita hilangkan jejaknya dengan menyimpan tubuhnya, Hal ini kita lakukan agar tidak ada kebocoran rahasia kita," kata Cie Tian Coan.

Melihat demikian Siau Po berkata dalam hati, "ltu biasa permainan ku. Dan itu pekerjaan yang sangat mudah, Dengan demikian tubuh orang Mongol itu akan mencair dan musnah, Namun ia orang penting yang telah memberikan laporan padaku, maka dia harus dihadapkan pada raja cilik itu untuk diperiksa."

Karena memikirkan demikian maka ia lalu berkata.

"Si pengkhianat itu akan mengadakan pemberontakan dan hanya orang Mongol itulah saksinya, Hingga ia perlu dikirim ke kotaraja untuk diperiksa."

"Maka dengan demikian para pemberontak itu mau tak mau pasti akan berontak juga, jadi orang Mongol itu sangat penting bagi kita sebagai saksi utama."

Mereka bertiga membenarkan keterangan Siau Po dan berkata.

"Jikalau tidak Hiocu mengingatkan kita, pastilah kita akan bertindak keliru dan dengan demikian maka usaha kita pun gagal," dalam hati mereka mengagumi cara berpikir Siau Po yang masih muda tetapi pikirannya cerdik dan pintar.

"Sekarang ini," kata Cian Lao Pun yang turut bicara.

"Bagaimana langkah kita untuk mencegah orang yang akan membakar itu dan bagaimana kita meloloskan orang Mongol itu, sedangkan penjagaan sangat ketat...!"

Siau Po tertawa.

"Lao Pan," katanya, "Bukankah kau telah berhasil menyelundupkan seekor babi ke dalam istana kaisar? Apakah tak dapat kau menyelundupkan yang lainnya guna keluar dari kota ini?"

Lao Pun tertawa. "Aku khawatir tak dapat meloloskan babi yang sangat gemuk melewati pintu kota, Aku memikirkan untuk menggunakan akal untuk membawa peti mati yang isinya orang hidup. itu pun sukar sebab akal yang demikian sudah terlalu umum."

"Bagaimana kalau kita membotak kepala, janggut dan kumisnya lalu kita suruh memakai pakaian tentara kita, dan nanti ia digiring bersama dengan pasukan kita yang lainnya, Aku ingin tahu apakah mereka itu berani memeriksa tentaranya," kata Siau Po.

Mereka semua bertepuk tangan.

Setelah itu Siau Po bertanya. "Di kota ini ada tempat pelesiran atau tidak?"

"Apakah kau ingin bersenang-senang di rumah pelesiran itu? pasti di sini ada," sahut Lao Pun yang kemudian tertawa.

Siau Po tertawa.

"Bagaimana kalau kita meminta pada Hian Ceng Totiang untuk pergi ke tempat tersebut, apakah ia mau atau tidak?" tanya Siau Po.

Mereka semua heran karena yang dimaksud dengan Siau Po itu seorang yang taat beribadah.

Siau Po tertawa melihat mereka yang sedang bengong itu.

Totiang berbadan tinggi dan besar, di antara kita hanya tubuh dia yang sama dengan tubuh Khantema..." kata Siau Po.

Setelah berkata demikian barulah mereka semua mengerti apa yang dimaksud oleh Siau Po itu, ia bermaksud untuk menyamar sebagai orang Mongol dan pergi ke tempat itu.

"Sekarang kalian bantu kawan-kawan yang sedang membuka pakaian orang Mongol itu, jangan lupa kita butuh kumis dan janggutnya untuk menyamar. Dan pakaian orang Mongol itu nantinya kita pakaikan pada kawan kita itu," kata Siau Po.

Mendengar perkataan Siau Po, beberapa orang kawan-kawan nya itu lalu pergi melaksanakan perintahnya.

"Setelah membereskan tugas, kalian juga harus mencarikan tempat pelesiran yang paling bagus. Setelah itu kalian minum beberapa cawan arak dan lalu membuat huru hara pada tempat itu, Pada saat itu salah satu dari kalian membunuh orang Mongol palsu ini." kata Siau Po.

Mendengar kata membunuh mereka terbengong, tetapi mereka cepat sadar kalau Siau Po itu cerdik maka mereka semua tertawa. "Tetapi untuk hal itu kita berarti harus mempunyai satu mayat agar tipu daya kita menjadi sempurna," kata orang She Cian.

Siau Po lalu mengangguk.

"ltu tak salah, salah satu dari kalian harus mencari mayat lain untuk menggantikan mayat kawan kita itu. jangan lupa kau mencari orang yang sama tinggi dan besarnya dengan orang Mongol itu agar tidak timbul kecurigaan mereka," kata Siau Po.

Setelah mengatur kawan-kawannya dalam tugas itu, Siau Po lalu pergi ke kamar tuan putrinya.

Tuan putri itu telah menantinya dengan kesabaran yang hampir lenyap, setelah Siau Po memasuki kamar, tuan putri lalu berkata dengan suara keras.

"Kenapa baru sekarang kau muncul?"

"Kau tahu mertuamu mengajak aku berbicara dengan panjang lebar jika aku tak pergi mungkin ia masih menahanku untuk diajaknya bicara. Dia telah mengucapkan kata-kata yang kurang pantas, karena itu aku jadi berbantahan dengannya, Andai-kata aku tak ingat kepadamu pastilah aku masih berbicara terus dengannya," kata Siau Po dengan nada marah.

"Apa kata dia itu?" tanya Kian Leng.

"Katanya, baginda mencurigai dia sebagai penghianat hingga membuat hatinya menjadi tak tenang. Aku katakan padanya kalau baginda itu mencurigainya tak mungkin putrinya dikawinkan dengan putranya, Apa kata Dia? Dia mengatakan kalau baginda tak menyukaimu, makanya kau dikawinkan dengan anaknya, Hal itu dilakukan baginda untuk mencelakaimu," jawab Siau Po.

Kian Leng gusar hingga ia menggebrak meja.

"Kura-kura hitam dan tua itu berbicara tidak karuan," teriaknya, "Aku hendak menarik copot janggutnya itu, Kau. Kau pergilah katakan padanya suruh ia kemari!" katanya 

pula.

Siau Po tetap menunjukkan roman muka gusar. "Dia itu orang celaka," katanya dengan suara keras.

"Ketika itu aku mengatakan bahwa baginda sangat menyayangi adiknya yang cantik dan pintar itu, mana putramu setimpal dengan putri baginda kataku, Lalu aku mengeluarkan pisau belatiku untuk menghunusnya, Baiklah Kongcu tak jadi menikah dengan putramu, dan besok kami akan kembali ke kotaraja. Orang semacam Kongcu itu sudah banyak pemuda yang suka padanya, aku sendiri saja ingin menikahinya," kata Siau Po dengan bersungguh-sungguh. Mendengar kata-kata Siau Po tuan putri itu menjadi senang, maka hilanglah rasa gusar dan mendongkolnya itu, lalu tertawa.

"Tepat. Tepat!" katanya, "Kenapa kau tak mau mengatakan padanya? Siau Po

besok kita pulang ke Pakhia, aku hendak mengatakan pada kakak raja tidak dapat tidak aku harus menikah denganmu. !"

Siau Po menggelengkan kepalanya.

"Si kura-kura itu melihat aku gusar maka pucatlah mukanya ia mengatakan bahwa kata-katanya tadi itu hanya sekedar kata-kata dusta dan aku diminta untuk tidak memberitahukan pada baginda dan juga pada Kongcu, Aku mana berani berkata dusta pada Kongcu dan juga pada raja sekalipun hanya sepatah kata pun," kata Siau Po.

Mendengar kata-kata Siau Po itu, tuan putri itu merangkul Siau Po dan menciuminya, membuat Siau Po menjadi kelabakan.

"Memang aku tahu kau setia padaku," kata tuan putri.

"Si kura-kura yang mendengar kata-kataku lalu bertekuk lutut dan memohon padaku untuk tidak memberitahukan hal ini pada kongcu dan baginda, Aku diberikan hadiah dua buah senjata dan kau dapat mencobanya," sambil berkata Siau Po memeluk tuan putri itu dan menciuminya dengan berani sekali.

Siau Po lalu mengambil senjata itu dan mengisikan pelurunya lalu menyerahkannya pada tuan putri itu untuk mencobanya, setelah senjata itu berbunyi maka sasaran yang terkena adalah pohon, hingga pohon itu runtuh.

"Kongcu peganglah satu dan aku satu!" katanya, "Memang senjata ini sepasang." Kian Leng menghela nafas.

Siau Po memeluk tuan putrinya lalu membuka baju tuannya itu hingga telanjang bulat Kemudian tubuh tuan putri itu ditidurkan pada pembaringan dan diselimuti dengan kain selimut yang halus, Dia berkata dalam hati, "Eh, kenapa para pengkhianat itu masih belum membakarnya?"

"Aku ingin tidur. " kata Kian Leng kemudian secara perlahan.

Tepat pada saat itu Siau Po mendengar orang yang meneriakkan kata "kebakaran" berulang-ulang hingga terdengar sangat berisik.

Kian Leng Kongcu itu kaget dan ia memeluk tubuh Siau Po. "Ada kebakaran?" tanyanya dengan takut. "Setan alas!" teriak Siau Po dengan caciannya itu. ia tak menjawab pertanyaan tuan putrinya, "lni tentu perbuatan anak buah si kura-kura itu. Jelas ia akan membakar kita agar ia dapat menutup mulut," kata Siau Po.

"Habis bagaimana sekarang?" tanya tuan putri itu dengan suara bergetar.

"Kongcu tenang saja, api itu tak akan membakar kita, Yang jelas kura-kura itu akan membekuk orang yang berbuat serong," katanya.

"Orang yang berbuat serong?" tanyanya heran.

"Sekarang kau tenang saja! Tidurlah dan tutuplah seluruh tubuhmu! Jika nanti api akan mendekat aku akan menyelamatkanmu, Aku akan berjaga-jaga," kata Siau Po.

Siau Po lalu berjalan mendekati pintu dan ia berjaga-jaga dengan membawa senjata pemberian Gouw Sam Kui itu.

Sedang ia berjaga tampak dari kejauhan Gouw Eng Him, putra Gouw Sam Kui yang akan dinikahkan dengan Kongcu, ia menanyakan keadaan tuan putri itu.

"Apakah yang mulia tuan putri sehat walafiat?" tanyanya dengan suara nyaring.

Tak lama kemudian datanglah pasukan Siau Po yang berlari-larian dengan pakaian yang tak sempurna, mereka semua sangat kaget dengan peristiwa itu sebab bila tuan putrinya itu sampai celaka maka kepala mereka akan pisah dari badan.

Siau Po memerintahkan pada para Sie Wie untuk melakukan penjagaan yang ketat terutama pada kamar tuan putrinya.

Setelah terdengar bahaya kebakaran segera pasukan Peng See Ong mengadakan penggeledahan Maka terjadilah bentrokan.

Mereka berlompatan dari tembok pada empat penjuru, "Rupanya mereka itu sudah siap dari tadi," kata Kong Lian dengan suara yang sangat pelan.

"ltu tak aneh," kata Siau Po. "Sudah jelas Gouw Sam Kui benar-benar ingin memberontak pada pemerintah."

"Benarkah itu?" tanyanya dengan heran.

"Jangan halangi! Biar mereka menggeladah!" perintah Siau Po pada orang-orangnya itu.

Kong Lian mengangguk pada Siau Po lalu pergi untuk memberitahukan pada kawan- kawan mereka yang sedang menunggu. "Rupanya ramalan Sio Ongya sangat tepat, malam ini jam dua akan terjadi kebakaran hingga Sio Ongya telah menyiapkan tentara untuk berebut masuk dan berlompatan dari tembok pekarangan untuk memadamkan api. Ha... ha... ha! Ha... ha... ha! Sungguh lihay Sio Ongya!"

Muka Eng Him menjadi merah.

"Sama sekali itu bukan disebabkan aku pandai meramal, sebenarnya soal kebetulan saja, Tadi sore Hee Kok Sing suaminya kakakku, menjamu tamu-tamunya dan aku turut diundang, Aku datang dengan mengajak para pengawalku, Pada waktu lewat di sini, justru sedang terbit bencana api ini, maka segera kami mencoba memberikan bantuan."

Siau Po mengangguk.

"Oh, kiranya demikian," katanya, "Pernah aku mendengar cerita ada orang yang selalu berhati-hati, maka itu sekarang nyatalah kau yang pergi menghadiri undangan dengan membawa pasukan pengawal dan juga anggota pemadam kebakaran yang lengkap dengan peralatannya, Apakah itu yang disebut dengan kebetulan?" tanya Siau Po. .

Muka Eng Him menjadi merah ia merasa Siau Po telah mengetahui maksud dan tujuannya, namun ia masih dapat mengelak

"Di musim kering dan banyak angin ini mudah sekali terjadi bahaya kebakaran. Untuk itu aku sengaja menyiapkan peralatan, dan itu terbukti kalau ada persiapan maka bencana pun dapat di-hadang."

"ltu benar tetapi sebaiknya kau juga menyiapkan tukang bangunan yang tujuannya untuk memperbaiki bangunan yang terkena kebakaran," kata Siau Po.

Mendengar perkataan Siau Po, anak raja muda itu menjadi malu, Hanya ia pandai sekali mengalihkan pembicaraan.

"Wie Toutong mendapat kenyataan barisan tukang pompa tidak bekerja dengan sungguh-sungguh. Untuk itu cepat kau pergi panggil pemimpinnya dan patahkan kakinya!" kata anak raja muda itu pada pengawalnya.

"Sio Ongya, Setelah pemimpinnya kau patahkan kakinya apakah ia tak jadi naik pangkatnya?" tanya Siau Po.

"Wie Toutong, aku tak mengerti apa maksud kata-katamu ini?" tanya Si Ongya muda. "Aku juga kurang jelas, namun menurut pikiranku sebaiknya kau membangun dua 

rumah tahanan lagi dan mencari dua orang untuk sipir tahanan." kata Siau Po. Tak lama datanglah pegawai rumah yang melaporkan tentang kebakaran yang sedang melalap beberapa rumah dan kini rumah yang ditempati oleh tuan putri, maka tak ayal lagi tuan putri itu diminta untuk meninggalkan tempat itu.

Siau Po dapat menduga pasukan Peng See Ong yang sedang mencari orang Mongoi itu sudah mencari ke semua tempat tetapi belum juga menemukannya. Dan kini tinggal kamar putri yang belum digeledahnya. 

Mulanya Siau Po tak mengijinkan tetapi setelah didesak terpaksa Siau Po yang mengetahui tanda rahasia tadi mempergunakannya.

Hal itu membuat Eng Him dan kawan-kawannya menjadi bengong.

"Wie. Wie Toutong, apakah artinya ini?" tanya Eng Him pada Siau Po dengan 

suara yang bergetar.

Orang yang ditanya malah menatapnya.

"Mustahil kau tak mengetahui tanda isyarat ini." kata Siau Po yang mencontoh tanda rahasia itu.

"lsyarat-isyarat itu terputus-putus, ya aku mengerti sekarang, itu toh artinya uang bukan? Bukankah yang Toutong maksudkan setelah ada uang barulah tuan putri dapat diajak pindah?" tanyanya.

"Soal uang itu mudah," demikian katanya. "Bukankah kita berada dalam satu keluarga sendiri? Soal ini dapat dimainkan," katanya pada Siau Po.

Tampak Eng Him ragu-ragu untuk masuk, sebentar ia mengangguk lalu memasuki ke kamar Kian Leng dan dari luar kelambu Eng Him berkata dengan suara perlahan.

"Harap Kongcu ketahui bahwa api telah merambat, dan kini sedang menuju kemari, Untuk itu aku meminta agar Kongcu menyingkir dari bahaya!" katanya.

Sesaat kemudian terdengarlah suara lemah lembut yang berasal dari dalam kelambu, "Apa.,.?"

Mendengar pertanyaan itu Eng Him mengulangi kata-katanya. "Mari kau masuk" demikian suara halus tadi.

Gouw Eng Him lalu menyingkap kelambu itu.

Selama itu Siau Po dan rombongan menunggu di luar kamar itu. Dalam hati mereka berkata, "Tentunya Eng Him dan tuan putri itu sedang bermesra-mesraan, hingga begitu lama berada dalam kamar itu." Tengah orang menanti dalam kesunyian, tiba-tiba mereka mendengar suara nyaring yang datangnya dari dalam kamar Kian Leng Kongcu.

"Manusia bernyali besar.... Keluarlah. KeIuarlah kau!"

Semua orang yang berada di luar kamar itu menjadi terperanjat tetapi hanya sebentar, dalam hati mereka mengatakan mungkin Eng Him sudah habis kesabarannya hingga ia tak dapat menguasai diri.

Suara Eng Him tak terdengar sama sekali, sebaliknya datang suara nyaring Kian Leng Kongcu.

"Kau... Kau jangan berbuat begini.... jangan kau buka bajuku ini... oh. pergilah ke 

luar, tolong. orang mau memperkosa aku! Tolong!"

Hati Siau Po menjadi panas.

"Pengkhianat cilik ini sangat cerdas, kenapa sekarang ia berlaku kasar? Apakah mereka benar-benar ingin memperkosa Kian Leng Kongcu?" kata Siau Po dalam hatinya.

Karena berpikir demikian maka Siau Po memperdengarkan suaranya dengan nyaring.

"Sio Ongya, silahkan cepat keluar! Awas, Sio Ongya jangan berbuat yang tidak- tidak!"

"ToIong.... ToIong.,.!" Terdengar lagi suara Kian Leng Kongcu, Tolong. Tolong.,.!"

Mendadak terdengar suara letusan senjata api yang terdengar sangat nyaring, dan apinya tampak berkelebat ke luar.

Siau Po kaget mendengar suara tembakan itu, maka ia mengusap tangannya seraya berkata dengan nyaring, "Telah terjadi keributan besar!" 

Bahkan segera ia melompat ke arah kamar untuk melihat dengan mata kepalanya.

Beberapa orang Sie Wie dan juga anggota Peng See Ong yang tidak gugup, berlarian mengikuti Siau Po memasuki kamar Kian Leng Kongcu.

Dalam kamar tampak Kian Leng Kongcu berdiri di ujung pembaringannya dengan menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya yang tampak telanjang bulat, sedangkan Gouw Eng Him tergeletak tak bergerak.

Setelah diperiksa oleh beberapa orang anggota Peng See Ong ternyata Eng Him masih hidup, ia hanya pingsan, justru itu terdengar suara Kian Leng Kongcu yang berkata sambil menangis. "Orang ini. Orang ini Dia berlaku kurang ajar, siapakah dia? Wie Toutong cepat 

bekuk dia dan bunuh. !"

"Dia. Dialah Gouw Eng Him." jawab Siau Po yang memberikan keterangannya.

"Bukan. Bukan!" teriak si tuan putri. "Dia telah memaksa menelanjangi tubuhku! Dia pula telah pula membuka pakaiannya sendiri! Dia si cabul. Cepat bunuh dia!"

Para Sie Wie dan tentara yang lainnya menjadi gusar. Tugas mereka melindungi tuan putrinya, Kian Leng Kongcu bukan anak kaisar tetapi ia adik raja. Dialah putri agung tetapi sekarang telah dihina. 

Tak perduli Eng Him itu anaknya Gauw Sam Kui, raja muda tetapi ia telah melakukan perbuatan yang kurang terhormat dan telah melangkahi tugasnya?

Setelah berpikir demikian maka para pengawal Peng See Ong menjadi serba salah ia harus berbuat apa, mereka jadi malu, namun walaupun kejadian itu sedemikian rupa, jika ia dapat menemukan orang Mongol, mereka akan mendapat keringanan. 

Dengan demikian mereka berpura-pura menolong anak raja mudanya tetapi matanya mengawasi ke kolong-kolong pembaringan untuk mencari orang MongoI itu.

Salah seorang pengawal pribadi Peng See Ong yang sedang memeriksa itu melihat tubuh tuannya yang tertembak mengeluarkan darah sehingga mereka menjadi bingung, ia ingin menolongnya tetapi dengan cara bagaimana?

Ketika mereka akan bertindak menolong Eng Him, anak dari raja muda itu Siau Po berkata dengan suara keras dan bernada wibawa.

"Gouw Eng Him telah berlaku kurang ajar terhadap tuan putri! Dia telah melakukan pelanggaran yang teramat besar, maka itu yang pertama tawan dan tahanlah dia! peristiwa ini harus segera dilaporkan pada baginda raja, agar baginda raja sendiri yang memberikan keputusannya!"

Mendengar perkataan Siau Po para Sie Wie lalu berhamburan akan menangkap dan mengambil tubuh Eng Him dan akan diserahkan pada baginda raja untuk diproses.

Para pengawal Peng See Ong menjadi bingung sebab memang Eng Him yang salah lalu ia harus berbuat apa? Bukankah tuan mereka jelas melakukan kesalahan?

Akan tetapi salah seorang pengawal itu menghadap pada Siau Po dan berkata. "Wie Toutong, sudilah berlaku baik! Sie cu sedang luka parah, kami mohon sudilah 

kiranya kami membawanya ke Onghu untuk diobati, dan dalam hal ini Sie cu pasti 

sangat berterima kasih kepada Toutong. sekalipun Sie cu telah berdosa terhadap tuan 

putri, tetapi kami memohon pada tuan putri yang bijaksana, untuk memberikan keringanan kepadanya untuk kiranya tuan putri mau meringankannya!" Mendengar permohonan itu maka Siau Po berkata dengan wajah dan nada suara yang bengis.

"Dosa ini sangatlah besar maka itu hanya Bagindalah yang dapat mengambil keputusannya, sekarang kalian keluarlah terlebih dahulu untuk apa kalian berkumpul di kamar tuan putri? Mana ada aturan semacam ini!"

Para pengawal itu lalu keluar, begitu juga para Sie Wie, hingga yang tinggal hanya Siau Po dan tuan putri Kian Leng Kongcu saja.

Setelab kamar menjadi sunyi maka tuan putri itu tertawa dan ia memanggil Siau Po dengan isyarat tangannya, Siau Po yang dipanggil lalu mendekat.

Kian Leng menjulurkan tangannya untuk memeluk tubuh Siau Po hingga mulutnya dapat didekatkan pada telinga Siau Po. Setelah itu tuan putri tertawa dan berkata.

"Kau tahu aku telah memotong anggota rahasianya. "

Siau Po kaget sekali hingga ia hampir melompat "A. Apa katamu?" tanyanya tak percaya.

Kongcu kemudian meniup kembali telinga Siau Po dan ia mengulangi berkata.

"Dengan senjata api itu aku telah menodongnya, dan aku memaksa ia membuka seluruh bajunya, lalu aku pukul tengkuk kepalanya, ia pun pingsan dan pada saat pingsan itu aku memotong anggota tubuhnya yang sangat menyebalkan itu, Maka mulai saat ini ia bukan lagi calon suamiku ia cuma Thay-kamku."

Siau Po terkejut sekaligus girang.

"Kau telah melakukan sesuatu yang hebat." katanya kemudian. "Kau berandalan dan kesalahanmu itu sangat besar."

Kian Leng Kongcu sebaliknya malah tertawa.

"Kesalahan? Kesalahan apa?" katanya, "Kau tahu aku berbuat begini hanya untukmu, Misalkan aku menikah dengannya bukankah kita nantinya hanya suami istri palsu? singkatnya aku tak sudi kau menjadi kura-kura hitam yang menggunakan topi hijau."

Mengenakan kopiah hijau, itu pertanda, seorang suami yang istrinya main serong dengan pria lain, tanpa suami mengetahuinya.

Sewaktu Siau Po berpikir demikian maka Kian Leng Kongcu berkata dengan suara lembut. "Semuanya palsu belaka tentang ia berlaku kurang ajar dan hendak memperkosa aku. Cuma aku sendiri yang berteriak-teriak secara demikian bukankah kalian di luar kamar telah mendengarnya ?"

Siau Po mengangguk dengan hati yang terus berpikir Maka sadarlah ia akan kecerdikan dan kelicikan tuan putri.

Kian Leng tersenyum manis.

"Maka itu sekarang apa yang kita takuti?" katanya. "Andaikata Gauw Sam Kui marah, apakah ia dapat bertindak? Bukankah yang bersalah itu putranya sendiri?"

"Bagaimana jika karena lukanya itu maka ia menemui ajalnya? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Siau Po.

"ltu tak mungkin terjadi, dalam istana banyak orang yang dikebiri tetapi mereka tak sampai mati." kata tuan putri.

Siau Po kalah bicara dan ia mengangguk.

"Baiklah, kalau demikian halnya kau harus tetap menuduhnya telah melakukan perbuatan yang kurang baik itu, kau juga katakan ia telah mendalangi kau juga dirinya sendiri, Pada dirimu ia akan melakukan perbuatan yang kurang baik yaitu akan memperkosamu ia telah memaksa dan mengancam mu dengan pisau dan setelah itu ia berusaha akan membunuhmu Akan tetapi kau melakukan perlawanan sebisa-bisanya hingga ia memotong sendiri bagian tubuhnya."

Kian Leng Kongcu tertawa, kemudian ia ber-kata.

"Benar katamu, Aku akan menuduhnya demikian, ia sendiri yang telah memotongnya."

Setelah itu Siau Po lalu mengundurkan diri, akan menemui kawan-kawannya untuk memberitahukan peristiwa yang telah menimpa diri Eng Him, dengan cerita yang telah ia dan tuan putri sepakati.

"Dia cerewet, pantas jika ia menerima hukuman itu." kata kawan-kawan Siau Po.

Peristiwa itu kemudian dilaporkan pada raja muda dan pada pengawal yang akan merawat anak raja muda itu, peristiwa terjadi di taman An Hu Wan yang berjalan tak terlalu lama. 

Para pengawal dari anggota Peng See Ong dan juga Siau Po berada di luar kamar tuan putri itu, sedangkan yang berada di dalam hanya tuan putri dan Eng Him. Di lain pihak para Sie Wie menyiarkan berita tentang kelakuan binatang dari Eng Him, dan keterangan mereka cocok dengan keterangan para pengawal pribadi Peng See Ong.

Gauw Sam Kui kaget bukan kepalang, menerima berita tentang kelakuan putranya itu, maka ia langsung menunggang kuda untuk menemui Kian Leng Kongcu di An Hu Wan, yang selanjutnya lalu berlutut meminta maaf.

"Ongya silahkan bangkit!" kata Siau Po yang berada di sisi raja muda itu, "Mari kita masuk bersama untuk menanyakan langsung pada Kongcu!"

"Saudara Wie." katanya perlahan, "Aku datang secara terburu-buru sekali sehingga aku tak sempat membawa Gin Pio, maka itu sudilah kau menerima mutiara ini untuk dibagikan pada para Sie Wie. Tentang pembicaraan di depan Kongcu nanti, aku mohon kiranya kau membantuku dengan kata-kata yang manis!" sambil berkata, ia menyerahkan mutiara pada Siau Po.

Siau Po lalu mengembalikan mutiara-mutiara itu pada raja muda,

"Tenang, Ongya," katanya, "Aku berbuat menurut apa yang aku bisa, Mutiara ini tolong Ongya simpan, masalahnya sangat besar sehingga aku tak mengetahui pikiran tuan putri, Hanya aku jelaskan, tuan putri bertabiat sangat keras, dan ia sangat menghargai kesucian dirinya, hingga ia menjadi berandal. Baginda dan ibu suri sendiri sangat sulit untuk mendidiknya, dengan sebenarnya Sute sangatlah berani."

"Ya, walaupun demikian aku mengharapkan kau dapat membantu dengan kata-kata yang manis!" kata Peng See Ong.

Siau Po mengangguk.

"Kongcu yang mulia." katanya, "Peng See Ong datang sendiri untuk meminta maaf Mengingat jasa darinya pada negara sangatlah besar dan ia pun mentri yang paling tua, maka untuk itu ia minta kiranya tuan putri dapat memberikan keringanan!"

"Ya, benar, Hamba mentri yang paling tua dan berjasa, karenanya hamba mohon diberikan keringanan berhubung dengan putra hamba." kata Peng See Ong.

Tidak ada jawaban dari dalam hanya terdengar suara kursi yang jatuh. Siau Po dan Peng See Ong menjadi heran,

"Kongcu.,., Kongcu jangan bunuh diri!" terdengar suara dari dalam kamar tuan putri.

Gauw Sam Kui kaget bukan kepalang, mukanya menjadi pucat, dan ia berkata dalam hati. "Jika benar tuan putri sampai bunuh diri, maka walaupun aku belum mempunyai persiapan, tak dapat tidak aku harus bergerak sekarang juga karena aku tak mungkin bertanggung jawab dengan kematian tuan putri raja."

Keadaan di dalam kamar itu lalu sunyi, tetapi tak lama kemudian terdengar suara berisik lagi, Menyusul kemudian seorang dayang lari ke luar menerobos dan menangis sambil berbicara terputus-putus.

"Wie.... Wie Toutong! Yang mulia tuan putri sudah! Kau.,., Kau lekaslah 

menolongnya!"

"Mana dapat aku menolongnya masuk ke kamar tuan putri.,.?" kata Siau Po yang pura-pura memperlihatkan muka yang bingung.

Gauw Sam Kui juga demikian ia lalu mendorong punggung Siau Po ke dalam kamar. "Cepat kau masuk!" katanya, "Dalam keadaan seperti ini kita perlu kerja cepat." 

katanya pada Siau Po dan ia pun memerintahkan pada pengawalnya untuk memanggil 

tabib.

Setelah Siau Po dan pengawal itu masuk, didapatinya tubuh tuan putri itu sedang terbaring di atas pembaringan dengan mata terpejam, Pada lehernya terdapat bekas gantungan, Di sisinya para dayang sedang menangis, Di atas tampak sebuah tali gantungan yang sudah terputus dan di bawahnya sebuah kursi dalam keadaan terbalik.

Siau Po yang mengetahui permainan sandiwara tuan putrinya itu tertawa dalam hati namun pada penampilannya berpura-pura kaget dan kasihan.

"Aku tak mau hidup lebih lama lagi." katanya sambil menangis. "Kongcu sadari ingat hidup itu sangat indah!" kata Siau Po.

Gouw Sam Kui yang mendengarkan pembicaraan mereka merasa senang karena tuan putri tak jadi bunuh diri, Dalam hati ia berkata.

"Tidak heran jika ia sampai putus asa, namun mengapa mereka sampai menggunakan senjata tajam, dan yang membuat aku heran mengapa yang menjadi korban bagian tubuh yang..? Bagaimana dengan Eng Him bukankah dengan demikian tuan putri hidup seperti menjanda? Namun yang lebih penting rahasia harus disimpan."

Ketika itu tampak Siau Po ke luar dari dalam dengan menggelengkan kepala. Peng See Ong menghampiri Siau Po.

"Bagaimana keadaan tuan putri?" tanyanya  "Dia sudah dapat ditolong, hanya tabiatnya itu tetap hendak membunuh diri, Tadi ia mencoba membunuh diri, namun para dayang tadi telah kupesan untuk menjaga tuan putri dengan baik, Aku yang ditugasi menjaga dan melindunginya, maka apabila hal ini sampai terjadi, aku akan kehilangan kepalaku, Untuk itu aku mohon bantuan Ongya untuk memikirkannya bagaimana caranya menyelamatkan jiwaku."

Muka Gauw Sam Kui menjadi pucat "Ya, memang benar, kita harus menjaganya," katanya.

"Ongya, hal ini sangat menyulitkanku," katanya, Peng See Ong menjadi bingung. "Bagaimana caranya?" tanya Peng See Ong, "Aku sendiri bingung, jalan apa yang 

harus aku tempuh, dalam beberapa hari ini mungkin kita dapat menjaganya, tetapi 

bagaimana selanjutnya? Menurutku jalan satu-satunya, tuan putri harus segera dinikahkan, Dengan demikian maka bebaslah tugas hamba." katanya.

Nampak wajah mereka menjadi tak suram Iagi. "Jika demikian maka mari kita bicarakan masalah ini. Anakku telah main gila hingga terjadi hal seperti ini. Aku sangat berterima kasih padamu, namun masih ada masalah lainnya, Apakah tuan putri akan bersedia dinikahkan dengan putraku?" tanya Peng See Ong.

Siau Po hanya diam saja mendengarkan kata-kata itu. Meski masih ragu-ragu, Peng See Ong berkata.

"Ya, bukankah dengan kita menyegerakan pernikahan mereka kita menjadi bebas tugas?! Hamba kira baginda dan ibu suri yang mengetahui putrinya telah menikah tentunya merasa gembira. Baginda sendiri tak mungkin sempat memikirkan hal seperti ini. Karena ia lebih sibuk dengan urusan kenegaraan. Saudara Wie bukankah kita sebagai bawahan harus memberitahukan hal yang baik-baik yang dapat membuat hati baginda menjadi senang?"

Siau Po mengangguk.

"Tetapi, mengenai bocornya rahasia hamba minta Ong Ya tidak mencurigaiku." "Mengenai hal itu aku tak mungkin mencurigaimu." katanya.

Siau Po pintar dan cerdik tetapi Gauw Sam Kui lebih pintar dan licik, melihat Gauw Sam Kui terdiam Siau Po menyangka kalau ia sedang memikirkan hal itu.

"Ongya, jangan khawatir apa juga! Aku akan melarang orang-orangku supaya mereka tak menyebarkan rahasia ini." katanya.

Raja muda yang cerdik itu berkata. "Saudara Wie, kau telah membantu aku menyelesaikan masalah ini. Hal itu tak dapat kubayar dengan emas dan permata, hanya orang-orang mu sangat banyak, dan nanti aku akan memberikan hadiah pada mereka."

Siau Po lalu mengajak Gauw Sam Kui untuk melihat keadaan putranya, Mereka bertanya pada tabib yang merawatnya.

“Nyawanya tak usah dikhawatirkan tetapi... dia.,, dia." kata si tabib yang menerangkan keadaan putra raja muda itu.

"Asalkan jiwanya tak terancam, itu sudah baik." katanya, ia memerintahkan pada para pengawalnya membawanya pulang, agar Siau Po tak menahannya.

Setelah ia melihat keadaan Eng Him, Siau Po lalu kembali ke kamarnya, Sesampai di sana Siau Po disambut oleh kawan-kawannya yang senang mendengar keterangan dari Siau Po. sebaliknya mereka belum bertanya mengenai peristiwa di tempat pelesiran itu.

"Semua berjalan baik sesuai rencana." kata Thian Coan.

Siau Po gembira tetapi ia berpikir, "Jika aku sekarang ini langsung pulang, pastilah raja muda itu akan mencurigai aku. sebaiknya aku bersabar beberapa hari, setelah itu baru aku membawa pulang MongoI itu dan menghadap pada baginda."

Baru saja mereka akan pergi, pengawal raja datang, Tampaknya ia sangat terburu- buru.

"Harap kalian ketahui bahwa sewaktu Peng See Ong pulang ia ada yang mencegahnya." katanya.

Siau Po sangat kaget, sehingga cangkir yang ada di tangannya terjatuh.

"Apakah dia terserang parah atau mati? Apakah penyerang itu telah kena tawan? siapakah yang menyerangnya ?" tanya Siau Po pada orang itu.

Siau Po langsung membawa orang-orang itu keluar kamarnya agar tak dicurigai. "Tidak, ia tidak mati." katanya.

"Penyerangnya yaitu para dayang tuan putri itu sendiri." sambungnya dalam memberikan laporan.

Kembali Siau Po terkejut.

"Dayang tuan putri?" tanyanya, "Dayang yang mana? Mengapa mereka mencoba membunuh Peng See Ong?"

"Entahlah." katanya, "Begitu menerima kabar aku lalu pergi ke mari. " . "Jika demikian cepat kau cari keterangan!" katanya, "Dan cepat kau beritahukan padaku!"

"Ya." katanya, Pengawal raja itu terus pergi untuk mencari keterangan Baru saja akan mencari keterangan itu ia lalu kembali lagi dan melaporkan.

"Harap kalian ketahui dayang yang menyerang itu bernama Ong Ko Jie." katanya.

Mendengar keterangan itu Siau Po terkejut "Di mana dia sekarang?" tanyanya.

"Sekarang ia dibawa Peng See Ong, Katanya raja muda sendiri yang akan memeriksanya, agar diketahui siapa yang menyuruhnya melakukan percobaan pembunuhan itu."

Siau Po pusing memikirkan kekasihnya ditawan Peng See Ong, sebab ia tahu Ong Ko Jie adalah nama palsu, sedangkan nama aslinya yaitu A Ko, kekasih Siau Po.

Pertanyaan seperti itu sudah wajar, Orang yang menyuruhnya berusia sekitar enam puluhan Dia mengatakan orang yang menyuruhnya itu sangat setia pada putri, hingga ia akan membunuh Peng See Ong itu."

Mendengar kata-kata kawannya itu Siau Po bagaikan mendapatkan angin segar. "Tepat, Tak mungkin kita memerintahkan wanita yang begitu cantik untuk membunuh 

Peng See Ong."

"Mungkin Peng See Ong malu kalau rahasia ini sampai terbongkar dan itu sangat berbahaya bagi kita, dan ia pun akan membunuh nona yang telah menyerangnya itu." kata Kiong Liam

"Tidak, Tidak, ia tak dapat berbuat seperti itu, Jika hal itu sampai terjadi, maka aku akan mengadu jiwa dengannya, dialah si kura-kura hitam dan tua. Dan ia seorang pengkhianat Aku akan membunuhnya jika hal itu terjadi." kata Siau Po.

Mereka hanya diam saja tak berani berkata-kata. "Bagaimana? Bagaimana sekarang?" kata Siau Po kemudian.

"Wie Congkoan, harap bersabar Jika hal ini sampai terdengar baginda raja pastilah yang salah Gouw Sam Kui dan putranya yang akan berbuat kurang ajar pada tuan putri, dan Gouw Sam Kui tak terserang sampai mati, makanya bila ia menyangka kita yang telah berbuat demikian, kita dapat menyangkalnya, dan ia tak memiliki bukti yang kuat untuk itu." kata Kong Lian.

Siau Po menggelengkan kepala. "Memang itu bukan perbuatanku dan di antara kita tak mungkin menuduh sesamanya." katanya.

Kong Lian dan Cee Hian merasa lega mendengar penuturan Siau Po itu.

"ltu bagus." kata Cee Hian, "Sekarang marilah kita tidur, kita berpura-pura tak mengetahui hal ini."

"Tidak, tidak demikian." kata Siau Po dengan cepat.

"Kalian toIonglah aku menemui Peng See Ong, untuk menyampaikan pesanku. Aku akan menyampaikan bahwa memang tidaklah pantas bila dayang itu akan melakukan pembunuhan atas diri Peng See Ong, Tetapi dayang itu dayang kesayangan tuan putri, oleh karenanya aku menginginkan bantuan kalian agar dayang itu kalian bawa padaku dan sampaikan aku yang akan melaporkannya pada tuan putri agar ia yang menghukumnya, agar dengan demikian maka Peng See Ong akan merasa puas."

Kedua Sie Wie yang diperintahkan Siau Po berangkat dengan membawa tugas dari Siau Po. Dalam hati mereka berkata.

"Dia terlalu baik, Bukanlah dengan membiarkan ia dihukum oleh Peng See Ong masalah menjadi selesai sampai di sini."

Setelah Sie Wie itu pergi Siau Po lalu mendatangi kamar gurunya dan ternyata gurunya baru saja selesai semedi.

"Suhu," katanya dengan suara bergetar "Apakah suhu mengetahui urusan Sucie?" Guru itu memandangnya.

"Apa yang terjadi? dan mengapa kau tampak seperti orang sedang bingung?" tanya gurunya.

"Suhu, Sujie,., telah mencoba membunuh si pengkhianat besar itu tetapi ia gagal, hingga sekarang ia ditawan, Si pengkhianat itu akan membunuhnya. Mungkin sekarang ia tengah disiksa sampai mati dan pasti si pengkhianat itu hendak mengetahui siapa yang telah memerintahkannya membunuh..." kata Siau Po.

"Aku yang menyuruhnya." kata gurunya itu dengan nada suara dingin, "Jika si pengkhianat itu mempunyai keberanian biar dia yang datang sendiri ke mari untuk menawanku."

Walaupun Siau Po merasa heran, ia tetap mengatakan perkataannya dengan suara pelan terhadap gurunya.

"Tak akan ia berani mengatakan nama Suhu pada pengkhianat yang jahat itu." katanya. Setelah berkata demikian Siau Po lalu minta diri.

Lama juga Siau Po menunggu kabar dari para Sie Wie yang diutus untuk mengambil A Ko, maka ia pun memerintahkan lagi tiga orang Sie Wie untuk menyusulnya, tetapi tetap saja Sie Wie itu tak segera kembali.

Karena Siau Po menunggu para utusan itu cukup lama, maka ia langsung berangkat ke sana dengan mengepalai pasukan kecil untuk menemui Peng See Ong di tempatnya. Akan tetapi mereka hanya sampai kuil yang jaraknya kira-kira tiga lie dari tempat Peng Sie Ong, ia mengutus seorang Sie Wie untuk menyelidikinya.

Tak lama kemudian datanglah Kong Lian dengan menunggang kuda menuju tempatnya.

"Kami telah pergi ke gedung Peng See Ong, dan kami telah mengajukan permohonan untuk bertemu dengan Peng See Ong, tetapi kami tak mendapatkan jawaban, Maka kami pergi untuk memberikan Iaporan. sedangkan kawan kami masih tinggal di sana untuk menunggu jawaban dari Peng See Ong itu." ujar Kong Lian.

Siau Po bingung sekaligus mendongkol.

"Aku sendiri akan menemuinya." katanya, "KaIian semua boleh ikut aku. Kau, semua pasukan bawa ke mari, kalian menempatkan diri di depan untuk menunggu perintahku." kata Siau Po.

Melihat keadaan tersebut, para Sie Wie menjadi terkejut. Mereka mengetahui bahwa pasukan raja muda itu jumlahnya lebih besar Maka jika benar terjadi pertempuran, dalam waktu singkat saja pasukan Siau Po tentu sudah dapat dikalahkan.

"Congkoan, kita kemari sebagai utusan baginda raja dan sebagai pengawal tuan putri, Untuk itu jika congkoan mempunyai masalah dengan Peng See Ong, dapatlah kiranya berbicara dengan baik-baik saja, dan tak mungkin Peng See Ong menyombongkan diri, Menurut hamba, kita lebih baik bertindak secara perlahan-Iahan saja." kata Kong Tian.

Mendengar keterangan bawahannya, hati Siau Po menjadi sangat panas. ia sangat gusar dengan kejadian yang menimpa kekasihnya itu, Mereka tak ada yang berani berkata-kata dengan sembarangan melihat keadaan Siau Po yang sedang kesal itu.

Siau Po kemudian menunggang kuda menuju istana Peng See Ong, sesampainya di istana itu, para penjaga yang mengetahui kedatangannya langsung memberi hormat padanya. Mereka lalu menugaskan salah seorang untuk memberitahu pada raja muda.

"Wie Toutong, maafkan.Tentu Toutong telah mendengar kejadian yang menimpa raja muda semalam. sekarang ia tak dapat menyambut kedatangan Toutong karena luka- Iukanya tidak ringan." kata pengawal yang ditugaskan memberitahu raja. Siau Po menjadi kaget.

"Ongya terluka? Saya dengar ia tak terluka." Kok Siang terdiam.

"Ongya tertusuk dadanya dan kedalaman tusukan itu tiga atau empat dim." katanya, "Aku mengatakan Ongya tak terluka, maksudnya agar rakyat jangan terguncang, Akan tetapi terhadap Toutong hamba mengatakan yang sebenar-benarnya, Entah apakah ia dapat ditolong atau tidak?" lanjutnya.

Siau Po mengangguk

"Mari antarkan aku menjenguk Ongyamu." kata Siau Po.

Siau Po lalu diajaknya untuk memasuki kamar raja muda itu. sesampainya di luar kamar, terdengar rintihan Peng See Ong, Kok Siang segera membuka kelambu itu, barulah terlihat darah di sana sini dan pada dadanya terdapat balutan dengan perban yang sudah merah warnanya, Para tabib yang sedang berusaha mengobatinya tampak putus asa.

"Bagaimana luka Ongya? Apakah itu berbahaya?" tanya Siau Po.

Sedangkan yang ditanya hanya menjawab dengan matanya, Tak lama kemudian terdengar suara orang yang ditanya itu.

"Aduh,., aduh aku tak akan hidup lebih lama lagi, ini gara-gara Eng. Eng. Cepat 

panggil ia ke mari untuk dihukum mati!" katanya dengan suara perlahan-Iahan.

Kok Siang dan Siau Po kemudian pergi ke luar kamar, Sesampai mereka di luar, Kek Song menangis memikirkan nasib raja mudanya itu.

"Aku dapat melihat wajahnya, walaupun lukanya parah ia tak akan mati." kata Siau Po pada Kok Siang.

Mendengar ucapan Siau Po, hati menantu raja muda itu spontan berubah menjadi girang.

"Dengan budi yang dilepaskan Sri Baginda para Ongya kami, hingga kedudukan Ongya kami sampai pada batas kemuliaan," katanya, "Kedudukannya itu tak ada lagi yang mengatasinya, pangkatnya pun tak akan naik puIa, maka itu kami hanya mengharapkan agar Ongya kami dapat terluput dari maut yang sedang menunggu waktunya." katanya.

Diam-diam Siau Po memperhatikan wajah orang yang ada di depannya, Dengan melihat wajah orang itu Siau Po lalu memulai membualnya. Siau Po mengatakan hal- hal yang dapat menyenangkan hati orang itu. Kok Siang yang belum mengetahui pikiran Siau Po mempercayai segala kata-kata yang diucapkan, tanpa merasa curiga.

"Apakah penyerang Ongya sudah tertangkap? sebenarnya orang macam apa dia? siapakah yang memerintahkannya melakukan penyerangan itu? Apakah ia sisa kerajaan Beng atau orang Bhok Onghu?" tanyanya.

"Penyerang itu adalah seorang wanita, ia bernama Ong Ko Jie." katanya, "Ada orang yang lancang mengatakan kalau ia dayang Kongcu, aku tidak mempercayai kata-kata itu, sedangkan ia mengatakan kalau ia hanya seorang dayang, menurut aku memang benar apa katamu mungkin ia orang Bhok Onghu, Aku sangat senang kau dapat membantu memikirkannya." katanya.

Dalam hati Siau Po terkejut mendengar kata-kata orang itu.

"Celaka," pikirnya, "Bila ia mengetahui kalau A Ko itu putri dari Bhok Onghu maka dengan demikian sangatlah mudah untuk membunuh A Ko."

Karena memikirkan hal itu maka Siau Po berkata.

"Ong Ko Jie, nama nona itu? Memang benar di antara dayang-dayang tuan putri ada yang bernama itu, Putri sangat sayang pada dayang itu, Nona itu berusia sekitar enam atau tujuh belas tahun, bertubuh langsing dan cantik, kalau memang itu? Memang ia dayang kesayangan tuan putri."

"Aku sangat memperhatikan keselamatan 0ng-ya hingga aku tak sempat meneliti si pembunuh Maka itu kalau ia bukan seorang dayang, pastilah ia orang yang mempunyai nama yang sama, Ongya tentu tak akan setega itu jika memang itu dayang kesayangan tuan putri. Dan biasanya dayang itu lemah lembut, mana dapat ia mencoba membunuh Ongya kami?" jawab orang itu.

"Apakah kalian sudah menghukum mati orang itu?" tanya Siau Po penuh selidik.

"ltu beIum. Dalam hal ini aku menunggu sampai Ongya sembuh, sesudah itu barulah kami memeriksanya dengan teliti, terutama untuk mencari tahu orang yang menyuruhnya." katanya.

Siau Po mengangguk.

"Sekarang coba antar aku melihat dayang itu!" katanya, "Kalau memang itu dayang, pastilah aku mengenalnya."

"Tak berani aku membuat Toutong bersusah payah." katanya dengan alasannya, "Pastilah ia bukan dayang tuan putri. Tentang cerita di luaran jangan kau percayakan!" katanya pula. "Ongya telah diserang oleh orang itu sampai ia terluka parah, Jika sampai terjadi masalah yang tidak kita inginkan, siapakah yang harus bertanggung jawab. Dan jika aku kembali ke kota raja pastilah baginda menanyakan masalah ini. Lalu aku harus berkata bagaimana? Apakah aku harus berbohong pada baginda raja? itu namanya aku telah menghina raja. Tak dapat aku berbuat serendah itu." kata Siau Po yang terus meminta agar ia diperlihatkan pembunuh raja muda.

Toutong, di sini kami mempunyai peraturan yang telah ditetapkan oleh mertuaku Aku sendiri tak dapat melakukan pelanggaran itu dan aku sering pula diperlakukan dengan keras." jawabnya.

Siau Po tersenyum.

"Aku hendak melihat dan mendengar keterangan pembunuh itu, namun kau selalu menghalangi halangi bahkan sampai menyebut-nyebut mertua laki-Iaki dan mertua perempuanmu. Apakah maksudmu? Kau aneh, bukan?" kata Siau Po yang terus saja dihalang-halangi menantu raja muda itu.

"Aku khawatir kalau itu benar dayang dan Toutong membawa pergi orang itu. Lalu harus dengan apa aku mempertanggung-jawabkannya? Bagaimana aku harus berbuat jika Ongya akan memeriksanya? Bagaimana aku mendapatkan pembunuh itu? Dengan demikian bukankah itu celaka bagiku?"

"Dasar manusia-manusia licik! Kau mencegah aku bertemu dengan A Ko pacarku, Kau melarang aku membawanya pergi. Dapatkah pacarku dihina oleh kalian semuanya?" katanya dalam hati.

Meski berpikir demikian Siau Po tetap saja tersenyum, hanya saja senyuman itu hambar rasanya.

"Kau sendiri yang mengatakan kalau pembunuhnya itu bukanlah seorang dayang, tetapi mengapa sekarang kau sendiri yang mengkhawatirkannya." kata Siau Po.

"Toutong Tayjin, sebenarnya kata-kataku tadi adalah terkaan belaka," katanya, "Dan aku sendiri tak mengetahui apakah benar pembunuh itu dayang atau bukan."

"Katakan terus terang mengapa aku tak boleh membawa pergi pembunuh itu!" tanya Siau Po dengan sengitnya,
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar