Jilid 53
Kaisar Kong Hie tertawa.
"Bangun! Bangun!" katanya, "Dahulu di Ngo Tay san, aku telah menghadapi ancaman banyak sekali, jikalau tidak ada kau yang menolongi, pastilah. " Tiba-tiba
wajahnya kaisar tampak berubah menjadi bersungguh-sungguh, "Pastilah maksud jahat pengkhianat itu bakal kesampaian!"
Raja itu menggigil sendirian ketika ingat ancaman bahaya itu. Kong Hi tertawa bergelak, ia insaf hari itu kalau tidak Siau Po menghadang di depannya, dia pasti bakal mati di tangan si bhikuni, Dia senang sekali mendapat kenyataan kacung ini demikian setia berbareng tak termasuk akan jasa,
"Kau masih sangat muda tetapi pangkat mu sudah besar, Baik kau tunggu lagi beberapa tahun, akan aku naikkan pangkatmu lebih tinggi lagi. "
Siau Po menggeleng kepala.
"Hamba tidak berpikir menjadi orang pembesar yang berpangkat tinggi," katanya merendah, "Cukup asal hamba senantiasa dapat bekerja untuk Sri Baginda, supaya hamba tidak sampai menerbitkan kemurkaan Yang MuIia"
Kaisar menepuk bahu kacung itu.
"Bagus! Bagus! Nah, apalagi yang dibicarakan si orang She Yo dengan si bhikuni?" “Yo Ek Jie tak bosan-bosannya memuji raja dan membicarakan kebijaksanaan raja,
Dia menjelaskan pula bahwa Gauw telah melepas budi terhadap ayahnya, karenanya ia harus melindungi orang She Gauw guna membalas budi itu. Namun Gauw berminat ingin menjadi raja dan jikalau tidak berhasil maka ia dan keluarganya akan hancur dan mati kepalanya dipenggal. kemudian si bhikuni bilang bahwa anggota keluarganya
sudah habis dibunuh oleh bangsa Tat.... Tat. oleh bangsa Boan Cu kita."
Kaisar mengangguk-angguk.
Si kacung terus bercerita, "Yo Ek Jie bilang juga halnya si Baginda sangat baik dan bijaksana terhadap rakyat. maka apabila sri baginda sampai dibikin celaka ada Gauw
Sam Kui naik tahta kerajaan, ia bakal menjadi menteri atau panglima perang akan tetapi rakyat pastilah akan menderita. Bhikuni itu berhati lemah, Setelah sekian lama, dia membenarkan kata-kata orang She Yo itu, lalu selanjutnya dia berkata tak akan mencoba membunuh sri baginda, Dan orang itu mendapat kecocokan apabila Gauw Sam yang naik tahta maka negeri itu akan dibagi dua.”
Kaisar Kong Hie bangun berdiri "Oh, kiranya si pengkhianat bersekongkol dengan pengkhianat dari Taiwan itu!"
"Sebenarnya," Siau Po tanya, "Orang She The Taiwan itu, dia kura-kura apakah?" "Pemberontak She The di Taiwan itu tidak mau tunduk kepadaku!" kata raja, "Karena
dia berada di dalam pulau yang jauh dari tanah daratan, agak sulit untuk
menghukumnya. "
"Kiranya demikian!" kata si kacung, Ketika itu semakin mendengar kuping hamba makin panas! Pikir saya negara ini milik baginda.,, lantas dua orang itu mahluk-mahluk apa sebenarnya, Bagaimana mereka hendak membagi negara di antara mereka berdua? Dan She The telah mengutus puteranya yang kedua bernama The. The
Kek. "
"The Kek Song!" raja melanjutkan. "Ya!"
Tampak Siau Po berduka cita.
"Ya, segalanya Sri Baginda telah mengetahuinya!" katanya.
Raja tersenyum, dia tidak mengatakan sesuatu, sebenarnya raja telah beberapa tahun berpikir bagaimana caranya menyerang Taiwan, guna merampasnya agar pulau itu termasuk di dalam wilayahnya, Sudah lama dia ingin tahu tentang keluarga She The itu perihal kekuatannya dan angkatan bersenjatanya serta keadaan di pesisir lautan.
"The Kek Song itu," kata Siau Po memberitahukan, "Sekarang ini dia telah pergi ke wilayah In Lam dengan Gauw Sam pernah bicara selama setengah bulan. "
Wajah raja berubah mendengar keterangan si kacung, "Oh, ada terjadi demikian?" tanyanya,
Raja terkejut karena Taiwan dan In Lam ada hubungan justru dua daerah itu yang membuatnya pusing dan sekarang kedua daerah itu sudah terjadi persengkongkolan, pasti kekuatan mereka akan berakibat buruk bagi pemerintahannya, ia pun baru tahu The Kek Song telah pergi ke In Lam.
Siau Po lalu melanjutkan "Di Taiwan ada orang keluarga She The ilmu silatnya aduhai, Orang itu mengikuti The Kek Song, yang terus mengawatnya. Dia She Phang dan julukannya entah apa, It Kiam Tjut Hiat.
Sengaja kacung menjual mahal supaya raja semakin percaya padanya, BegituIah gelarannya Sek Hoan, It Kiam Bu Hiat, pedang tanpa darah, dia rubah menjadi Kiam Tjut Hiat, pedang mengeluarkan darah....
"Dialah It Kiam Bu Hiat Phang Sek Hoan!" kata raja. "Dialah yang bersama-sama Lau Kok Hian dan Teng Eng Hoa, tiga harimau dari Taiwan."
Mendengar gurunya disebut raja maka si kacung kaget, tetapi ia memaksakan diri tertawa dan berkata: "Benar-benar dialah It Kiam Bu Hiat Phang Sek Hoan! Menurut katanya Yo Ek Jie ada di antara ketiga harimau dari Taiwan itu. Tang Eng Hoa adalah orang baik-baik dan yang lainnya adalah orang-orang busuk, Tang Eng Hoa tidak suka jadi pengkhianat atau pemberontak tapi karena dialah seekor harimau, dan dia kalah dengan dua harimau yang lainnya itu. !" Sengaja Siau Po bicara, baik mengenai Kui Lan, Yo Ek Jie, maupun Tan Kim Lan. Agar andaikata mereka itu kena tertawan tidak sampai kena hukuman mati atau kalau ada kesempatan mudah untuk menolongnya.
"Kau bilang Phang Sek Hoan pergi ke In Lam?" tanya raja.
"ltulah kata Yo Ek Jie kepada si bhikuni," sahut si kacung. "Syukur mereka tidak berembuk untuk menyerang Sri Baginda Raja, maka itu hamba tidak terlalu memperhatikannya, Hamba tidur kepulasan hingga hamba tidak begitu mengetahuinya apa tindakan selanjutnya yang mereka bicarakan Dan diam-diam hamba dibangunkan.”
Raja mengangguk
"Demikian adanya orang She Yo itu baik hati-nya," katanya.
"Maka itu apabila Sri Baginda berhasil membekuknya tolong sri baginda bersikap murah hati sehingga dia mendapat ampun. ”
"Jikalau saja ia berbuat jasa, tidak hanya aku ampuni saja tapi aku akan memberikan hadiah besar! Nah dalam rapat apa saja yang kau dengar?"
"Di dalam rapat itu, setiap propinsi akan terdapat ketua yang disebut buncu, bahkan kalau tidak keliru, ketiga propinsi Kwletang, Tilatkang dan Siamsay rupanya termasuk juga dalam wilayahnya. Kaisar Kong Hie tersenyum. Lantas ia menggendong tangan dan berjalan mondar-mandir,
Siau Po terkejut. inilah pertanyaan di luar terkanya di mana raja bilang, "Siau Kui Cu, kau berani dan tidak pergi ke In Lam?"
"Apakah Sri Baginda menugaskan hamba pergi ke sana untuk menyelidiki situasi di sana?" Raja mengangguk.
"Tugas ini berbahaya buatmu, akan tetapi kau masih kecil, tentulah mereka tidak mencurigaimu."
"Benar Sri Baginda! Hamba bukannya takut ke In Lam hanya baru saja hamba puIang, belum beberapa hari, hamba mesti pergi puIa, inilah yang membuat hamba tidak puas. "
Kaisar mengangguk
"Benar!" katanya, "Aku pun merasa kangen seperti kau. Namun aku menjadi seperti raja tak dapat aku menuruti kehendak hati, aku harus ingat urusan negara. sayangnya aku sebagai raja tidak sembarang meninggalkan kotaraja, jikalau tidak, tentulah kita akan berdua pergi ke sana, kita akan menjambret kumis-kumisnya, Kau memegang tangan mereka dan bertanya menyerah atau tidak? Bukankah itu menarik hati?" Siau Po tertawa, "Memang itu bagus, namun Sri Baginda tidak dapat ke In Lam, maka baiklah hamba yang memancingnya datang ke kotaraja, Di sini Sri Baginda dapat membetot kumis dan janggut-janggut mereka! Tidakkah ini bagus?"
Kaisar tertawa tergelak.
"Memang bagus!" katanya, "Cuma aku khawatir karena ia sangat licik dan tentunya pengkhianat itu tak akan curigai"
Memang raja sangat benci dan ingin menaklukkan Gauw Sam Kui walau dengan cara apa pun, dan kali ini menggunakan adiknya sendiri
Sebenarnya raja sangat sayang pada adiknya itu. Namun sewaktu mengetahui bahwa ibu suri itu palsu dan telah menyengsarakan ibunya, maka ia lalu membenci ibu suri itu dan juga anaknya yang sekarang akan dinikahkan.
Siau Po lalu memberikan keterangan pada raja tentang keberadaan ibu suri itu dan ia pun menerangkan ibu suri yang asli kini berada dalam tahanan. itu atas perintah yang palsu.
Sekian lama raja hanya bisa melongo saja, mendengarkan keterangan Siau Po. Setelah dapat menenangkan hatinya barulah ia sadar.
"Kau tahu dari mana hal ini?" tanya raja
"Hamba tahu si moler tua itu mempunyai hati yang sangat busuk!" kata Siau Po menerangkan pada raja itu.
"Oleh karena hamba khawatir ia akan mencelakai baginda maka secara diam-diam hamba memakai tenaga seorang dayang yang hamba minta supaya memasang kuping dan telinga. Setiap ia melihat hal-hal yang mencurigakan maka ia lalu melaporkan pada hamba, tadi begitu hamba datang dayang itu sudah memberikan laporan pada hamba!" katanya.
Kening raja basah oleh keringatnya. "Mana dayang itu?" tanya raja.
"Hamba telah mengambil tindakan terhadapnya," jawab Siau Po. "Urusan ini sangatlah rahasia maka hamba tidak berani membocorkannya. Ketika tidak ada yang melihat hamba menyeburkan orang tersebut ke sumur, hamba sangat kecewa sekali!"
"Bagus cara kerjamu!" kata raja memujinya hatinya lega.
"Besok kau angkat mayatnya dan kau cari di mana letak keluarganya untuk mendapatkan santunan!" Kaisar lalu mengajak Siau Po untuk pergi ke Cu Leng Kiong sebelum berangkat ia mengambil dua buah pedang. Yang satu ia pegang sendiri sedang yang satunya diberikan pada Siau Po.
Mereka pergi hanya berdua karena tak menginginkan adanya orang lain yang mengetahui termasuk dayang dan juga thay-kam.
Sesampainya di sana mereka memerintahkan pada para dayang dan juga para thay- kam. Tetapi sebelum sampai tadi Siau Po sempat berpesan pada raja agar tetap membawa pengawal yang hanya ditempatkan di halaman dan jika suatu waktu ia membutuhkan maka pengawal itu telah siap.
Mereka berhenti tak jauh dari kamar ibu suri itu untuk mengatur siasat agar ibu suri itu tak merasa curiga, Karena mereka sangat khawatir jika ibu suri mengadakan perlawanan sebab mereka itu adalah murid dari ibu suri.
Setelah mengatur siasat, raja memerintahkan pada Siau Po untuk langsung memegang kaki ibu suri sedangkan raja yang akan memotong tangan dan kakinya.
Sesampainya di dalam kamar ternyata di sana sudah tak ada dayang maupun thay- kam, sedangkan ibu suri berada dalam pembaringan yang ditutup kelambunya.
Melihat hal itu raja lalu memerintahkan pada Siau Po agar membuka kelambu yang menutupi pembaringan itu, Tetapi Siau Po dicegah oleh ibu suri untuk tidak membuka kelambu itu.
Ibu suri mengatakan bahwa ia sedang sakit makanya ia tak ingin kelambu itu dibuka.
Tetapi raja curiga pada lemari yang mengeluarkan suara, maka ia memerintahkan pada Siau Po agar membuka isi lemari itu dengan paksa, Ternyata dalam lemari itu sudah tersembunyi seorang pria yang langsung menendang Siau Po dan dia ke luar sambil menyambar tubuh yang ada dalam pembaringan itu.
Tubuh yang disambarnya itu ternyata telanjang bulat Raja memerintahkan beberapa Sie Wie untuk menangkap orang itu tetapi para Sie Wie itu tak dapat menangkapnya.
Kemudian raja rnemerintahkan pada Siau Po untuk menggeledah isi lemari itu karena sebelumnya raja mendapat kabar bahwa ibu suri yang asli disembunyikan dalam lemari itu.
Mereka semua terdiam.
Siau Po lalu berpikir kalau-kalau ibu suri asli berada di bawah pembaringan Tanpa pikir panjang lagi Siau Po lalu melompat untuk mendekati pembaringan dan membuka papan yang ada dalam pembaringan itu. setelah mereka membuka papan yang menutupi pembaringan itu Siau Po dan raja menjadi kaget. "Cepat kalian nyalakan lilin!" perintah raja pada Siau Po.
Dengan cepat Siau Po menyalakan lilin, setelah lilin itu menyala di sana baru terlibat sesosok tubuh yang diselimuti dengan sehelai kain dengan wajah yang sangat pucat.
Tak lama Siau Po memperhatikan wajah itu talu ia mengenali ternyata ia adalah ibu suri yang asli.
"Kau... kau!" tanyanya pada sang raja.
"Dialah raja yang sekarang, dan baginda sendiri yang datang menolong ibu suri!" kata Siau Po.
Mendadak ia menangis dan langsung ia merangkul puteranya.
Selagi raja dan ibu suri itu melepaskan kerinduannya Siau Po memeriksa kamar dan setelah selesai memeriksa ia lalu pamit untuk pergi.
Siau Po tak ingin mengganggu mereka yang sedang dilanda rasa rindunya itu.
Di luar kamar mereka mendapatkan beberapa orang Sie Wie, para dayang sejumlah thay-kam dan Kiongte. Mereka sangat cemas dengan peristiwa itu.
Siau Po bingung melihat orang yang banyak itu sebab mereka tak menginginkan rahasia ini terbongkar. Maka Siau Po berbohong pada mereka.
"Barusan tadi baginda dan Kian Leng kongcu sedang bermain petak umpet apakah kalian melihatnya?" tanya Siau Po.
"Benar, dan Kian Leng kongcu bergerak dengan cepat dan Iihay, cara penyamarannya sangat sempurna dan menarik hati!" kata salah seorang di antara mereka.
Siau Po tersenyum.
"Nah, demikianlah cara mereka bermain, untuk itu kalian jangan membocorkan hal ini pada yang lainnya, jika rahasia ini sampai bocor kalian akan kehilangan kepala kalian. Sebab, ini menyangkut kerajaan."
Siau Po lalu menanyakan pada para Sie Wie yang terkena terjangan penjahat tadi, ia lalu mengeluarkan uang untuk mereka yang terluka dan mereka diminta untuk tutup mulut.
Siau Po lalu pergi dan menunggu di luar kamar ibu suri. Tak lama kemudian Siau Po dipanggil masuk ke dalam kamar Di dalam tampak raja dan ibu suri sedang duduk berdampingan Cepat-cepat Siau Po memberi hormat pada mereka.
Siau Po lalu memberikan laporannya pada raja dengan mengatakan bahwa ia telah mengancam pada mereka yang berani membocorkan rahasia ini dan mereka pada ketakutan.
Mendengarkan laporan Siau Po raja mengangguk-angguk.
"Jika Baginda menghendaki hamba akan menghabisi mereka!" katanya. Mendengar demikian raja terdiam.
"Raja, kau harus memberikan kepadanya hadiah!" kata ratu.
Raja lalu memberikan sebuah gelar kebangsawanan tingkat empat pada Siau Po.
Setelah itu raja meminta pada Siau Po untuk meninggalkan mereka berdua karena masih dilanda rasa rindu, juga masih ada pembicaraan yang sangat pribadi.
Sesampainya di luar Siau Po berpikir jika nanti moler tua itu pergi ke tempat Kaucu tentulah aku akan mendapatkan bahaya.
Memikir demikian Siau Po mengambil kesimpulan akan menyerahkan kitab itu pada Kaucu tetapi peta yang terdapat di dalamnya akan dia sembunyikan.
Kemudian Siau Po pergi ke suatu tempat di mana terdapat teman-temannya, Lalu Siau Po meminta pada salah seorang temannya untuk mencarikan pahat dan martil.
Pabat dan martil itu digunakan untuk membuka peti mati yang berada dalam ruang bawah tanah itu. sebelumnya Siau Po menugaskan pada kawan-kawannya untuk berjaga-jaga, jangan sampai ada orang yang melihatnya.
Setelah peti itu terbuka Siau Po lalu mengambil kitab yang ia simpan di sana berjumlah tujuh buah, Lalu kitab-kitab itu ia bungkus kertas minyak dengan rapi.
Di luar rumah itu terdengar suara berisik yang ternyata ada orang yang datang, Namun Siau Po sangat mengenali suara itu, ia langsung berteriak teriak memanggil orang tersebut yang ternyata guru Siau Po.
Siau Po lalu mengenali suara itu yang ternyata suara Kek Song dan ia berkata dalam hati: "Apakah yang dicari oleh orang itu!"
Menyusul terdengar suara senjata yang beradu dan tak lama kemudian terdengar suara jeritan lalu sunyi kembali. Tak lama kemudian terdengar orang sedang berbicara, ia mengenal suara itu, ia tahu itu suara gurunya yang sedang berbicara dengan Kek Song.
Terdengar suara Kek Song yang berkata dengan keras dan memerintahkan pada guru Siau Po untuk memotong tangannya atau membunuh dirinya. Guru Siau Po menolaknya dan terjadilah pertempuran yang sangat seru dari keduanya.
Guru Siau Po atau Kiu Lan di keroyok beberapa orang sedangkan ia tak meladeni Kek Song.
Pada suatu saat Kui Lan dapat dibacok oleh Kek Song dengan demikian Kiu Lan meladeni dua orang dengan keadaan yang tak stabil.
Siau Po sangat bingung, ia harus menolong gurunya tetapi ilmu silatnya belum dapat menandingi mereka, Namun kemudian Siau Po ditolong oleh akalnya.
Siau Po lalu berseru dengan suara sangat aneh, Ketiga orang yang sedang bertempur itu menjadi kaget.
Kek Song yang memang takut pada setan itu segera menghentikan serangannya karena takut, Apalagi setelah ia melihat kamar yang terdapat peti mati itu yang lalu mengeluarkan semburan berupa abu putih, ia menjadi ketakutan.
Setelah menyaksikan hal itu ia lalu pergi meninggalkan rumah dengan sangat ketakutan.
Kiranya yang digunakan Siau Po adalah semen untuk menyembur
Siau Po lalu berusaha menyerang lawan yang tak melihat itu tetapi ia merasa takut sebab orang yang akan mereka serang itu sangat lihay dalam ilmu silatnya,
Akhirnya Siau Po dapat mengusir guru Kek Song dan Kek Song sendiri dapat ditundukkan.
Siau Po lalu menolong gurunya yang terkena semen itu, Siau Po lalu mencuci mata gurunya dengan minyak agar semen itu dapat hilang.
"The kongcu kau tidurlah di sini untuk beberapa hari. Anggap saja kau bernasib baik, dan hutangmu padaku aku anggap impas!" kata Siau Po yang mengurung Kek Song dalam peti itu.
Dalam ruangan itu sudah berserakan kawan-kawan Siau Po yang tak berdaya, Kiu Lan lalu melepaskan totokan itu, ternyata mereka itu ditundukkan satu persatu oleh guru Kek Song.
Setelah melihat gurunya yang sudah dapat melihat lagi Siau Po lalu berpura-pura pingsan, hingga akhirnya ia diangkat oleh gurunya ke atas kursi untuk beristirahat. Dalam berpura-pura itu sebenarnya Siau Po takut dihukum atau ditegur gurunya, perbuatan yang dilakukan dengan semen walaupun untuk menolong gurunya tetapi itu perbuatan yang tidak jantan.
Kemudian Kiu Lan meminta pada muridnya untuk mencari Kek Song dan gurunya, Mereka tak mendapatkan orang yang dimaksud gurunya itu.
Tetapi Siau Po mengatakan kalau Kek Song dimasukkan ke peti mati itu, maka Kiu Lan memeriksanya.
"Eh, Siau Po! Bukankah kau telah memasukkan Kek Song ke dalam peti mati itu?" tanya gurunya.
"Tidak suhu! Mungkin saja Kek Song takut guru akan membunuhnya jadi ia masuk ke peti mati itu dan memanteknya," jawabnya.
"Ngaco kamu! Ayo, cepat buka peti mati itu ia nanti bisa mati karena ia tak dapat bernapas!" katanya.
Setelah peti itu terbuka mereka semua merasa kaget sebab yang ada di dalam peti mati itu adalah raja mudanya.
Mereka lalu mempertegas penglihatannya dan benar itu raja mudanya yang telah menjadi mayat.
Melihat kenyataan itu Kui Lan murka, ia menghajar peti mati itu sampai hancur. "Jika aku tak berhasil membunuh si jahanam itu aku bersumpah aku tak sudi jadi
manusia!" katanya dengan bengis, karena ia tahu kalau itu perbuatan She Liong, musuh
besarnya.
"Kalau demikian pastilah The kongcu telah mereka bawa lari!" kata Siau Po menerka- nerka.
"Pasti demikian! Dan kita harus segera menolongnya!" kata Kiu Lan. Kiu Lan lalu menghela napas.
"Kau benar juga, jika tadi bukan Siau Po yang berlaku sangat cerdik, pasti kita semua sudah menjadi mayat, dan kita semua mati dengan kecewa! Namun..." kata Kiu Lan.
"Dia telah menuduh Thian Tee Hwee, kami telah tunduk pada orang Taiwan," Hian Ceng ikut bicara.
"Di Tionggoan sini saja dia berani berbuat demikian apalagi bila di Taiwan? pasti di sana kita tak akan diberi kesempatan untuk membuka mulut kita!" Jin Lau Pun juga berkata.
"Congtocu, sangat jujur dan setia terhadap keluarga The, akan tetapi sekarang kita semua hampir mati dicelakakan Kek Song. inilah penasaran yang tak dapat ditelan dengan begini saja.,.!"
Kui Lan kembali menghela napas.
"Seorang laki-laki sejati, harus bertindak dan melakukan sesuatu yang bakal mengecewakan!" Kemudian katanya nyaring.
"Kalau kita benar dan orang disisi kita akan mengatakan sesuatu yang bertentangan itu terserah pada mereka.! Maka jika sekarang ini biar bagaimana lebih dahulu kita perlu menolong The Jie kongcu, setelah itu kita harus mencari She Liong, guna menuntut balas bagi kau Jieko, Nah, bagaimana kita harus bekerja?" tanyanya,
"Langkah pertama kita harus pindah dari sini." Siau Po mengutarakan pikirannya. "Kau benar." sang guru membenarkan
"Pikiranku sedang kacau sehingga aku lupa memikirkan hal yang seperti ini. Memang ada kemungkinan She Liong sedang memerintahkan pasukannya untuk menyerang kita." kata sang guru.
Maka ia menggali lobang untuk mengubur mayat Kwan An Kie yang kuburannya tidak ditimbun dengan tinggi, bahkan diratakan dan disamarkan, agar tentara Boan tak curiga dan membongkarnya, Kemudian mereka menangisinya, lalu pergi dengan perpisahan
Siau Po yang cerdik, mengambil kesempatan untuk memisahkan diri, Maka di lain saat ia sudah sampai ke kamarnya lalu menguncinya dan mengambil kitab Sie Cap Ji. Setelah meneliti setiap halaman ia mendapatkan lembaran dari kulit kambing yang berupa kertas dan semua itu ia ambil dan ia rapikan lagi hingga tak tampak bekas ambilannya, Setelah selesai merapikan ia dipanggil raja.
Raja ada di dalam keratonnya Setelah melihat Siau Po ia lalu berkata.
"Besok akan ada firman dan kau harus mengantarkan Kian Leng kongcu untuk dinikahkan dengan putera dari Gao." katanya.
"Baik, baginda!" kata Siau Po yang memperlihatkan wajah sebal,
"Belum beberapa hari hamba melayani Tuan dan sekarang hamba harus pergi meninggalkan baginda. "
"ltu tak apa." kata raja yang terus berkata dengan suara yang sangat perlahan. "Tayhau, kau memberitahukan aku tentang sesuatu yang sangat penting, maka sekarang kau pergi ke propinsi In Lam, sekalian melakukan sesuatu di sana."
"Baik Sri Baginda." kata si hamba.
"Thayhou, kau juga mengatakan budak jahat yang menyamar sebagai ibu suri dan ia mempunyai maksud buruk yang sangat jahat sekali, ia mau mencari otot nadi naga dari kerajaan Boan Cu kita."
"Untuk dirusaknya, Thayhau telah bertahan menderita tekanan lahir dan batin, Tak sudi Thayhau memberikan keterangan sampai sekarang ini. Berkat pertolongan Tuhan kau dapat selamat dan meloloskan diri."
"Sri baginda!" kata Siau Po, "Tentang rahasia kerajaan yang sangat besar ini jangan baginda bicara pada hambamu ini, karena dengan demikian rahasianya nanti akan mudah bocor. "
Kaisar Kong Hie kagum.
"Makin tambah usiamu makin tambah pengetahuanmu!" pujinya.
"Pengalamanmu terus bertambah, tetapi kau jangan khawatir! Cukup dengan kau berhati-hati. Bukankah selama kau bekerja untukku, belum pernah kau membocorkan sesuatu? jikalau aku tak percaya lagi denganmu, maka tak ada orang lain yang dapat aku andalkan."
"Sri baginda!" katanya sambil berlutut ia sangat puas dengan sanjungan dan kepercayaan raja itu. "Karena baginda sangat percaya dengan hambamu ini maka sekalipun lidah hambamu ini dipotong tidak akan hambamu berani membicarakan rahasia ini." tambahnya.
Kaisar mengangguk.
"Sebenarnya," katanya kemudian, "Rahasianya otot nadi naga kerajaan Ceng kami itu tersimpan dalam delapan kitab pusaka Sie Cap Ji Cin Keng." sebenarnya hal itu bukan lagi rahasia bagi Siau Po, hanya ia berpura-pura tak mengerti.
"Dahulu kala di masa Liap Ceng Ong To Jie Kun memasuki wilayah perbatasan," kata raja, "Maka semua kitab itu dibagi delapan Kun Cu dari Pat Kie. Kepala dari delapan bendera dan salah satunya dipimpin oleh raja sendiri Maka ketika kitab itu disimpan dalam istana, yang keraton. "
"Ya, hambamu ingat Sri baginda," kata Siau Po. "Ketika baru-baru ini baginda menggeledah gudang Go Pay, maka si moler tua itu meminta pada hamba pergi ke tempat itu untuk mengambil dua buah kitab itu. Maka hamba memastikan itu kitab yang baginda maksudkan." "Benar." kata raja, "Di dalam keraton ada tiga kitab dan di gudang Go Pay ada dua kitab, Sedang ayahanda raja memberikan satu kitab lagi, ialah kitab yang kau bawa pulang dari Ngo Tay san. Sama sekali ada empat buah kitab dan kitab itu telah dicuri si moler tua. Sungguh, mimpi pun aku tak tahu halnya, Kitab itu demikian pentingnya dan aku begitu saja menyerahkannya pada si moler tua itu. "
"Jikalau demikian, mari kita cepat pergi dari sini ke Cu Leng Kiong untuk melakukan pemeriksaan," ajak Siau Po. "Moler tua itu kabur dengan telanjang bulat, barang apa pun tak sempat dibawanya. "
Di dalam hati Siau Po sangat khawatir kalau-kalau raja menggeledah kamarnya, tentu kitab itu akan diketemukannya.
Kaisar menggelengkan kepala.
"Aku telah memeriksanya." katanya, "Apa pun tak terdapat di sana kecuali seperangkat jubah biksu, Maka teranglah bahwa orang itu seorang pendeta."
Siau Po tertawa, tetapi kemudian ia menghentikan tawanya karena ia ingat akan sesuatu.
Raja tak mengatakan sesuatu, bahkan ia pun tertawa dan berkata.
"Gendaknya itu katai dan gemuk, maka si moler tua itu aneh. Kenapa ia tak mencari lelaki lain yang hanya si kuntet?"
Mau tak mau Siau Po tertawa pula,
"Silabuh itu pandai main silat." katanya, "Kalau orang yang bertampang ganteng mana mungkin ia dapat masuk istana,"
"Ya, kau pandai juga." kata raja yang terus tertawa dan ia menambahkan kata- katanya itu. "Memang kedua kitab lagi dibagikan pada bendera merah dan bendera biru, sekarang dari bendera merah telah aku perintahkan untuk menyerahkannya padaku."
Mendengar kata-kata raja itu Siau Po berkata dalam hati.
"Kitab yang berada di bendera merah itu sudah dicuri oleh orang lain dan sekarang kitab itu ada padaku."
Kaisar Kong Hie lalu berkata.
"Kiecu dari bendera biru ialah Hu Teng Lian, yang usianya masih muda sekali, Tadi aku telah minta keterangan darinya, Menurutnya Kiecu, yang dahulu telah mati sewaktu berperang di In Lam, mulai dari situ segalanya diurus oleh Gauw Sam Kui, Sewaktu penyerahan, ia hanya menerima bendera kebesaran dan beberapa tail uang perak dan yang lainnya tak ada lagi." "Jikalau demikian, kitab tersebut telah ditelan oleh Gauw Sam Kui. Dengan sabar kau tanyakan, dia sangat cerdik dan licik, kau harus dapat menyamar agar ia tak mengetahui maksud kedatanganmu....
"Baik, baginda! Hambamu akan bekerja dengan hati-hati dan dengan melihat kesempatan, agar hamba dapat memancingnya. Yang paling sulit adalah di mana si moler tua itu menyimpannya. "
"Dan tak diketahui asal usulnya." sambung sang raja, "Aku percaya, dia telah mempunyai teman dan dengannya ia bekerja sama, Dengan mendapatkan kitab-kitab itu ia lalu menyelundupkan ke luar istana, Syukurlah katanya kitab-kitab itu harus di dapat semuanya, jika kurang satu pun itu tak berguna, Maka sekarang asal kita berhasil mendapatkan kedua kitab dari bendera merah dan biru dan memusnahkannya, itu artinya segala sesuatunya sudah aman. Bukankah kita tak usah mencari nadi naga itu, cukup asal orang lain tak mengetahuinya?"
Sebenarnya isi kitab bukan hanya mengetahui nadi naga, tetapi di situ diterangkan tempat penyimpanan harta besar. Harta itu didapat dari perampok di saat tentara Boan menyerang Tiongkok asli, Karena harta itu milik Pet Kie, maka rahasianya terdapat pada delapan bendera itu. Hal ini dilakukan untuk mereka yang akan menguasai harta itu.
Pada jaman itu, setelah wafatnya pendiri kerajaan Boan Cu, para pemimpin bendera yang terdiri dari para pangeran dan panglima perang besar mempunyai pengaruh sangat besar, Karena didukung Pek Kie, maka pemerintahan Boan masih tetap berlanjut dan pada akhirnya, pada masa kerajaan kaisar Kong Hie pengaruh Pek Kie dapat dikekang dan dirobohkan secara perlahan-Iahan.
Ibu suri pernah mengutarakan pesan dari kaisar Sun Tie katanya, di Kian lee, Tionggoan, jumlah rakyat Tionghoa adalah bangsa Han, jauh lebih banyak dari bangsa Boan Cu. Maka jika bangsa Han berontak, pemberontakan itu tak dapat diringkus, Tentu bangsa Boan Cu harus kembali ke Kwan Gee yaitu MaiHiuna, tempat asalnya, Maka pada waktu itu Pet Kie akan membongkar harta itu untuk dibagi rata agar mereka dapat hidup dengan tentram dan damai.
Kaisar Kong Hie kembali dari gunung Ngo Tay san, telah membawa pulang pesan dari Sun Tie, ayahandanya.
"Di kolong bumi ini segalanya harus berjalan dengan wajar, jangan main paksa dan paling baik adalah memberikan keberuntungan pada rakyat Dan andaikata bangsa Han menghendaki kita pergi, maka kita harus pergi ke tempat asal. inilah pesan ayah raja."
Kaisar Kong Hie bercita-cita besar, ia merasa berat pergi kembali ke Mancuria, ia tak ingin membagi harta itu pada delapan pemimpin bendera, Maka ia berkata. "Soal itu tak dapat diberitahu pada rakyat Boan karena mereka nanti akan kembali ke tempat mereka berasal jikalau terjadi orang Han berontak dan di saat genting itu mereka tak ingin berkelahi "
Jadi maksud kaisar itu untuk mendapatkan kedelapan kitab itu bukannya akan melindungi nadi naga, atau mengambil harta itu tetapi akan memusnahkan belaka, Dia menghendaki kerajaan Boan tetap abadi selama-Iamanya, tak sudi mundur secara terpaksa.
Namun sebenarnya ibu suri itu tak mengetahui isi kitab yang mengatakan tersimpan harta yang sangat banyak itu, melainkan ia hanya orang suruhan dari Sin Liong Kaucu, karena mereka mengambil aliran naga sakti, ia menyamar sebagai dayang, untuk mengetahui rahasia istana,.
Tetapi kemudian ia menjadi ibu suri palsu lalu mencari rahasia kedelapan kitab itu dari mulut ibu suri yang asli, Namun ia tak berhasil mendapatkan keterangan darinya walaupun yang asli telah mereka siksa.
Siau Po memperhatikan raja yang berjalan bolak-balik lalu ia mengingat sesuatu. "Sri baginda!" katanya, "Jika moler tua itu telah menjadi pesuruh Gauw Sam Kui,
maka ia yang akan mendapatkan tujuh kitab itu."
Kaisar nampak terperanjat keterangan anak muda itu sangatlah tepat dan benar. "Panggil Siang Ie Kam!" perintahnya,
Tak lama maka muncullah thay-kam tua. ia lalu berlutut pada raja, Dialah thay-kam kepala.
"Apakah sudah diperiksa dengan jelas?" tanya sang raja.
"Sudah, sri baginda!" sahutnya, "Telah hamba periksa dengan seksama dan terbukti jubah itu buatan kotaraja."
Raja lalu berkata dengan suara yang sangat pelan.
Mendengar perkataan mereka, Siau Po mengerti halnya raja memanggil orang itu. Lalu orang itu berkata pada rajanya.
"Namun baju dan celana pria itu buatan Liau-tong, yang biasa terdapat di wilayah Kimcu."
Raja nampak girang.
"Kau pergilah!" perintah raja. Thay-kam itu lalu berlutut dan bergegas pergi.
"Mungkin terkaanmu benar "Kemudian raja berkata pada Siau Po. "Besar kemungkinan si Ay Tong ada sangkut pautnya dengan Gauw Sam Kui."
"Dalam hal ini hamba tak mengerti." kata Siau Po.
"Gauw Sam Kui pernah memangku jabatan di San Hay Kwan." kata raja. "Dan kota Kimcu termasuk dalam kekuasaannya, Mungkin sekali Ay Tong Kwa adalah sebawahannya."
Siau Po menjadi sangat girang.
"Benar kalau demikian." katanya, "Sri baginda sangat cerdas dan itu tak akan meleset."
Kaisar Kong Hie berpikir.
"Seandainya si moler tua itu kabur ke propinsi In Lam," katanya kemudian. "Maka perjalananmu ini ada bahayanya, Karenanya kau harus mengajak lebih banyak Sie Wie serta tiga ribu serdadu pasukan berkuda dari pasukan tangsi Jiau Kie Eng."
"Baik, Sri baginda!" sahut Siau Po. "Harap baginda jangan membuat khawatir. Mudah-mudahan hamba berhasil menangkap si moler tua itu, guna menghukum pancung pada mereka itu, agar penasaran ibu suri dapat terlampiaskan."
Kaisar menepuk-nepuk bahu Siau Po lalu berkata.
"Jikalau kau berhasil dalam tugasmu ini. Hm! Hm! sebenarnya kau masih sangat muda tetapi jika berhasil kau akan naik pangkat, dan orang yang tua pasti akan mengangkat jempol pada kita yang masih kecil-kecil ini."
"Memang usia baginda masih sangat muda tetapi baginda sangat cerdik," kata Siau Po. "Sebenarnya sudah lama mereka itu sudah dibuat takluk, Maka itu jika kita berhasil melakukan tugas yang besar seperti Gauw Sam Kui pastilah mereka akan lebih tunduk lagi."
"Ah, kau sangat hebat!" katanya, "Kau sangat cerdik sayang kau tidak terpelajar kau belum pernah sekolah!"
Siau Po pun tertawa.
"Sri baginda benar! Sri baginda benar!" katanya.
"Baik!ah jika nanti ada waktu senggang, hamba akan mempelajari ilmu sastra, walaupun hanya beberapa hari saja. " Kaisar Kong Hie tersenyum, ia merasa sangat senang berkawan dengan anak ini, walaupun anak ini berasal dari rumah pelesiran.
Lalu Siau Po berpamitan pada raja, Baru saja Siau Po ke luar dari kamar itu ia sudah disambut oleh salah seorang Sie Wie.
"Wie Congkoan, yang mulia Kong Jie Ong ingin bertemu denganmu entah congkoan punya waktu atau tidak?" kata Sie Wie itu.
"Di mana adanya tuan pangeran sekarang?" tanya Siau Po.
"Sekarang ini Ongya sedang berada di dalam kamar Congkoan, ia sedang menantikanmu!" sahut Sie Wie itu.
"Apakah ia datang seorang diri?" tanya Siau Po.
"Ya, benar katanya ingin mengundang congkoan minum arak sambil menonton wayang, tetapi ia sangat khawatir sebab baginda telah memanggil congkoan dan mungkin akan mendapat tugas baru."
Siau Po tertawa.
"Ah, bisa sekali kau bicara!" katanya,
Sesampainya di kamar Sie Wie, ia menemukan pangeran itu sedang duduk termangu, Tetapi setelah melihat kedatangan Siau Po ia lalu mendekati Siau Po dan merangkulnya.
"Saudaraku, sudah lama aku tak bertemu denganmu aku sangat kangen dan memikirkanmu!" katanya.
Siau Po tersenyum. ia tahu kedatangan orang ini karena hilangnya kitab itu. "Oh, Ongya!" katanya, "Jika ada sesuatu urusan, perintahkan saja orang untuk
memanggilku itu sudah cukup. Apalagi untuk minum dan memberikan santapan pada
hamba. Mustahil hambamu ini tidak segera datang, sekarang ini Ongya telah memberi muka padaku sampai-sampai Ongya datang langsung pada hamba."
Kong Jie Ong tersenyum.
"Pertunjukan wayang sudah siap," katanya,
"Aku hanya khawatir kau tak dapat menghadiri undanganku, Nah, dapatkah sekarang juga kau pergi ke tempatku untuk duduk dan omong-omong barang sebentar?"
Siau Po tertawa. "Baik, Ongya!" katanya, "Hambamu sangat berterima kasih, Ongya akan menghadiahkan pada hamba santapan, Coba jika baginda hendak menugaskan padaku, meskipun orang tua hamba menutup mata, pasti hamba akan lakukan pergi ke istana Ongya."
Lalu mereka berdua ke luar dari kamar itu dan menaiki kuda untuk pergi ke istana pangeran itu. Di sana meja perjamuan hanya berdua saja.
Selesai bersantap, Siau Po diajak ke kamar bacanya, Di sana mereka duduk ngobrol, Pangeran itu sangat memuji Siau Po yang telah mewakilkan rajanya yang mensucikan diri menjadi pendeta dalam kuil Siau Lim Sie sehingga ia dapat mengumpulkan jasa, ia pun memuji pada Siau Po yang usianya sangatlah muda, ia sangat cerdas hingga menjadi komandan muda, dari Gie Cian Sie Wie yaitu pasukan pribadi raja, merangkap komandan pasukan berkuda istana.
"Maka itu saudaraku, masa depanmu tak akan ada batasnya." puji sang pangeran, Siau Po malah merendahkan diri.
Tiba-tiba Kong Jin Ong menghela napas,
"Saudara," katanya, "Kita orang-orang sendiri, terhadapmu aku tak dapat menyembunyikan apa-apa. Saudara tahu sekarang ini kakakmu sedang menghadapi ancaman bencana besar dan itu tak luput denganku, keluarga, dan juga jiwaku. "
Siau Po mengawasi dengan tajam muka orang itu.
"Ongya, menjadi sanak dekat dengan raja dan raja pun sangat mempercayaimu lalu ancaman dari manakah itu?" tanya Siau Po.
Kong Jin Ong menghela napas lagi, "Kau tak tahu, saudaraku!" katanya, "DahuIu setelah kami bangsa Boan Cu memasuki wilayah Toanggoan, oleh raja kami almarhum, setiap kepala pasukan bendera telah diberi hadiah kitab suci. Kami dari bendera merah, aku pun mendapatkan kitab itu, Selang beberapa lama, raja memintaku untuk menyerahkan kitab itu, itu soal biasa tetapi kitab yang kusimpan itu telah lenyap, dan aku tak mengetahuinya siapa yang telah mencurinya." Siau Po berpura-pura heran.
"Sungguh aneh!" katanya, "Emas perak adalah benda yang biasa dicuri, tetapi kitab apakah ada harganya? Atau kitab itu terbuat dari emas seluruhnya ? Atau kitab itu bertaburan permata yang harganya sangat besar?"
"ltu sama sekali bukan!" kata si pangeran "ltu hanya kitab biasa saja, Kesalahanku adalah aku telah lalai menyimpan kitab itu dengan baik, benda pemberian almarhum raja. Dan itu berarti sangat tidak menghormat Aku khawatir raja akan meminta kitab itu dan mencari tahu, Maka aku meminta bantuan padamu agar aku dapat lolos dari bahaya yang ada ini." Selesai berkata, pangeran itu lalu memberi hormat pada Siau Po.
Melihat hal itu Siau Po menjadi sangat repot sekali untuk membalas hormatnya. "Ongya terlalu merendah." katanya, "Hambamu dapat mati karenanya." "Saudara!" katanya, "Jika kau tak dapat menolongku maka pada hari ini aku akan
membunuh diriku." kata sang pangeran tanpa menghiraukan orang yang di depannya
itu.
"Agaknya Ongya menganggap persoalan ini sangat hebat, biar nanti hamba yang menjelaskan pada raja tentang kitab itu, guna memohon keringanan Aku percaya, paling Ongya akan dipotong gaji atau akan diserahkan pada Ong Jin Hu untuk ditegur Hambamu percaya perkara ini tidak akan meminta jiwa.,,."
Pangeran itu lalu menggeleng kepala.
"Bagiku," katanya, "Asal jiwaku dapat terlindung, walaupun gelar ku dicopot, itu tak apa, Aku bersedia menjadi rakyat jelata, Untuk itu kami akan berterima kasih kepada langit dan bumi, Aku akan merasa puas."
"Benarkah kitab itu demikian pentingnya?" tanya Siau Po yang pandai bermain sandiwara.
"Oh, yah, Aku ingat sekarang, Baru-baru ini ketika di rumah Go Pay, ibu suri memerintahkan aku untuk mencari kitab-kitab itu. Apakah Ongya kehilangan kitab tersebut?"
Pangeran itu mengangguk "Ya, aku kehilangan kitab itu." sahutnya mengatakan dengan sebenarnya.
"Selama menggeledah rumah itu, Go Pay ibu suri tak menemui apa-apa kecuali kitab itu, maka kitab itu dianggap bukan barang berharga. Nah, saudaraku apakah kau
sanggup mendapatkan kitab itu atau tidak?" "Dapat dicari!" kata Siau Po.
"Go Pay si jahanam telah menyimpan kitabnya di goa dalam tanah, di bawah ubin tempat tidurnya, hingga untuk mendapatkannya aku harus menguras keringat Apakah yang aneh dari kitab itu? Mari akan aku ajak ke kuil pendeta Buddha untuk mengambil kitab itu sebanyak delapan atau sepuluh jilid, Untuk Ongya aturkan pada raja."
Kong Cin Ong menggeleng kepala.
"Kau keliru." katanya, "Kitab itu lain dengan kitab-kitab yang ada di kuil itu." "Jikalau demikian sukar juga." kata Siau Po yang terus berpura-pura tak mengerti. "Habis Ongya dalam hal mengapa hamba yang diminta tolong ini!"
"Sebenarnya hal itu tak dapat menyebutnya." sahut pangeran, "Habis, mana dapat aku menyuruh kau, saudaraku jadi menghina raja,
Siau Po menatap raja muda itu, Dia sangat kasihan dengannya, Siau Po bersedia menggantikan raja muda itu untuk menerima hukuman dari raja.
Siau Po menyarankan agar raja muda itu memberitahukan pada raja kitab itu telah dipinjamkan dan kali ini kitab itu hilang, Tetapi raja muda itu tak setuju dengan usul Siau Po. Karena raja muda itu telah tahu kalau Siau Po itu buta huruf.
Siau Po tetap bersikeras akan membantu raja muda itu, ia akan memotong lehernya sebagai tanda jika ia setia pada raja muda itu dan untuk membalas budi baiknya.
Raja muda itu lalu memerintahkan pada Siau Po untuk mencuri kitab yang ia temukan di kamar ibu suri itu, Dia akan memalsukan kitab itu lalu yang palsu tersebut serahkan pada raja muda yang selanjutnya diserahkan pada baginda raja Kong Hie dengan demikian ia terbebas dari ancaman raja.
Siau Po lalu bertanya pada pengeran itu.
"Apakah kitab itu dapat dipalsukan hingga tak kentara yang mana yang asli dan yang mana yang palsu?" tanyanya.
"Dapat, Pasti kitab itu akan dapat dipalsukan dengan sempurna selalu, Setelah selesai kita menirunya, kitab harus dikembalikan pada pemiliknya, Aku akan menjamin kitab itu tak kurang suatu apa, guna menjaga keselamatan kita."
Sebenarnya pangeran itu berniat jahat pada Siau Po. Apabila Siau Po berhasil mencuri kitab itu ia akan menukar kitab yang palsu diberikan pada Siau Po sedangkan yang asli akan ia serahkan pada raja.
Niat jahat raja itu tidak dapat diketahui oleh Siau Po, ia lalu kembali ke kamarnya, sesampainya di kamarnya Siau Po mengambil kitab kitab itu yang jumlahnya baru tujuh buah hanya kurang satu Kekurangan kitab yang hanya satu itu menjadikan kitab-kitab itu tak berarti apa-apa.
Setelah ia pikirkan dengan matang, ia mengambil kesimpulan bahwa ia tak akan memberikan kitab yang diminta pangeran itu.
Besok pagi nya Siau Po berkata dalam hati, "Kong Cin Ong menjadi pemimpin utama dari bendera merah, dan kitab yang dimaksud itu tentu kitab yang pinggirannya merah. Karenanya baik aku berikan kitab yang pinggirannya kuning..."
lalu ia mengambil kitab kuningnya untuk diberikan pada pangeran itu. Begitu diberitahukan kedatangan Siau Po, Dengan bergegas ia menyambutnya lalu mengajak bersalaman dan menggenggam erat-erat tangan Siau Po.
"Bagaimana?.... Bagaimana?. " Demikianlah pangeran itu bertanya pada Siau Po
dengan berulang-ulang.
Siau Po mengernyitkan sepasang alisnya, ia memperhatikan wajah pangeran itu sangat resah, ia pun menggelengkan kepalanya.
Bukan kepalang terperanjatnya si pangeran.
Dia merasa tertipu hatinya bagaikan tertindih berat sekali. "Memang urusan sangat suIit.,." katanya.
"Tetapi, walaupun sekarang kita belum berhasil. "
Tidak menanti pangeran itu berbicara habis, Siau Po menyahut dengan perlahan. "Sebenarnya kitab telah aku dapatkan, namun aku khawatir Dalam tempo sepuluh
hari atau setengah buIan, mungkin kita belum berhasil untuk menirunya. "
Mendengar demikian, pangeran mendadak menjadi girang, karena kitab itu telah berhasil didapatkannya, ia bangun dan memeluk tubuh Siau Po terus thay-kam itu diajak masuk kamar tulisnya.
Sesampainya Siau Po di kamar tulis raja, ia lalu mengeluarkan kitab itu dan memberikannya pada pangeran.
"Benar. Tidak salah lagi maka mulailah kita meniru, Oh ya, aku dapat akal, bagaimana jika aku pura-pura jatuh dari kuda dan setelah kitab itu selesai barulah aku menyerahkan kitab itu pada raja, Coba kau pikir akal itu, dapat dipakai atau tidak?" tanyanya.
Siau Po menggelengkan kepala.
"Sri baginda sangat cerdik." katanya. "Akalmu itu tak sempurna bagaimana jika ia curiga? Kau juga harus memikirkan kitab itu? Apakah cuma pinggirnya kuning? Apakah tak ada kelainannya?"
"Memang cuma pinggirnya dan semuanya sama." katanya,
"Jikalau demikian coba Ongya ubah pinggirnya dan serahkan pada baginda!" kata Siau Po.
Pangeran itu berpikir Benar juga pendapat Siau Po, tetapi jika hal ini sampai ketahuan raja maka bukan saja pangeran yang kena tetapi juga Siau Po. Hati pangeran itu sangatlah risau memikirkan hal itu. Siau Po kembali ke istana dan mengambil empat kitabnya terus pergi mencari Ay Cun Cia dan Liok Ko Han.
"Liok San Seng, cepat kau pergi dan serahkan keempat kitab ini pada Kaucu dan Hu Jin dan katakan padanya bahwa aku telah berhasil mendapatkan kitab ini dan untuk yang empatnya lagi aku sudah mendapatkan keterangan dan salah satu yang mengetahui Gauw Sam Kui. Dan katakan padanya kalau aku akan setia, Dan aku sekarang akan pergi ke propinsi In Lam dan akan mengajak kalian!"
Kedua orang tersebut diam saja dan menurut apa yang dikatakan Siau Po, dan Ay Cun Cia berkata.
"Saudara Liok, Pek Liong Sie, telah membuat jasa besar. Dengan demikian kita ada manfaatnya dan bukankah Kaucu telah memberikan obat pemusnah racun padamu? Maka kita harus cepat menyuruh orang pergi membawanya."
Liok Ko Han memberikan obat itu pada Siau Po lalu mereka berdua meminumnya sehingga melayani atasannya yaitu Siau Po.
Siau Po tertawa.
"Bagus. Bagus.,.!" pujinya, "Kau begitu setia dan baik terhadapku Maka untuk itu
tak mungkin aku dapat melupakan kebaikkanmu."
"Semoga Pek Liong Su mendapat rejeki dan usianya sama dengan gunung selatan!" kata mereka.
Tak lama, sekembalinya Siau Po ia lalu dihampiri seorang thay-kam.
Thay-kam itu membawa keputusan raja yang menghadiahkan padanya Cu Ciak tingkat satu, serta diangkatnya menjadi wakil dari raja untuk menghadiri pernikahan putri raja dengan anak Gauw Sam Kui.
Gauw Sam Kui adalah seorang bangsawan yang menguasai propinsi In Lam dan ia menjadi raja muda di sana, Anaknya yang akan menikah dengan putri itu mendapat gelar Ceng Kie Niesaphoan tingkat tiga dengan tambahan wali putra mahkota.
Dalam hati Siau Po berkata putera Gauw Sam Kui telah diberi gelar yang sangat tinggi itu semata-mata agar Gauw Sam Kui menganggap kaisar baik hati tetapi setelah itu barulah kepalanya dipenggal.
Memikir demikian ia menjadi puas. ia lalu menjenguk raja untuk mengucapkan kata- kata terima kasih dan ia berkata.
"Kali ini hambamu akan pergi ke In Lam untuk menjalankan tugas jika baginda mempunyai pikiran yang baik sudilah Baginda memberitahukan pada hamba!" Kaisar itu tertawa dan berkata. "Siau Kuicu tak terpelajar maka itu biarlah rahasia itu ada pada kantungnya! Lagi pula rahasia itu tak dapat dibuka juga kepadamu!"
Ketika sedang berbincang-bincang, datanglah pengawal yang mengatakan bahwa adik raja minta diri untuk menghadap, Baru saja pengawal itu berlalu putri sudah muncul.
Kedatangan putri kali ini sangatlah mengejutkan hati raja karena ia meminta agar raja mau menarik keputusannya itu.
"Tidak... tidak! Aku tak mau menikah ke In Lam. Kakak raja, tolonglah aku, tarik pulang keputusan itu!" ratapnya.
"Kalau seorang anak wanita dewasa, sudah selayaknya ia dinikahkan atau mengawinkannya dan untuk keputusanku itu tak mungkin dapat ditarik kembali!" jawab sang raja.
"Benar.,., Benar!" sahut Siau Po.
"Pemuda calon tuan putri itu sudah kesohor ketampanannya. Dan baru-baru ini ketika ia datang ke kotaraja ada beberapa wanita yang pada berkelahi karenanya itu!" sahut Siau Po.
Kian Leng kongcu melongo.
"Kenapa mesti terjadi hal yang demikian?" tanyanya.
"Putra Peng See Ong itu terkenal karena gantengnya!" kata Siau Po yang mengetahui maksud hati raja.
"Maka itu sewaktu ia datang ke kotaraja banyak nona-nona yang ingin meIihatnya. Mereka berdesak-desakan dan berkelahi satu dengan lainnya yang akhirnya ada di antara mereka ada yang mati!" katanya.
Putri itu dari menangis menjadi tertawa.
"Kau mendustaiku!" katanya, "Tak mungkin terjadi peristiwa semacam itu!" Siau Po tidak menjawab pertanyaan itu, ia hanya mengawasi tuan putri itu.
“Tuan Putri!" katanya, "Dapatkah Tuan Putri menerka hamba ditugaskan ke In Lam? Bahkan hambamu juga dipesan untuk membawa banyak Sie Wie untuk melindungi Tuan Putri?" tanyanya.
"Itu dikarenakan raja sangat menyayangi aku!" kata putri. "Benar, Tuan Putri! ini juga menandakan bahwa Baginda sangat cerdas dan ia berpikir ke depan! Coba pikir pemuda itu adalah orang yang terganteng di sana dan Tuan Putri akan menjadikan dia suami, Bagaimana hati nona-nona itu. Mereka yang patah hati biasanya suka melakukan perbuatan yang kurang sopan dan sembrono maka itu di antara mereka itu pastilah ada yang pandai bermain silat, Untuk itu hamba di perintahkan raja mengawal Tuan Putri dengan membawa banyak Sie Wie! Dapat dibayangkan bagaimana sulitnya mencegah nona-nona yang sedang patah hati itu!" katanya.
Kian Leng kongcu tertawa..
"Ah, kau bisa saja, Kau pandai sekali berbicara tidak karuan arahnya!" tukas si putri itu.
Ketika tertawa putri raja itu tampak semakin cantik dan manis. Kemudian Kian Leng berpaling pada raja dan berkata.
"Kakak raja, setelah aku menikah nanti biarlah ia tinggal bersamaku di sana untuk teman ngobrolku, jika kakak raja tak mengabulkannya aku tak ingin berangkat ke sana."
Kaisar Kong Hie tertawa.
"Baik... baiklah!" katanya, "Biarlah untuk beberapa waktu ia akan tinggal di sana sampai kau merasa kerasan tinggal di sana!"
"Aku menghendaki ia tinggal bersamaku!" kata si putri, "Aku sangat tidak setuju mendengarkan kata-kata itu."
"Mana mungkin!" katanya dengan cepat.
"Bagaimana kalau Gauw Eng Him bosan melihatku? Bukankah ia dapat membacok batang leherku? jikalau sampai terjadi hal yang demikian maka tak mungkin hamba dapat kembali ke mari!"
Kiang Leng mencibirkan bibirnya.
"Hm, tak mungkin ia berani demikian!" katanya sedang yang dituju yaitu calon suaminya.
Siau Po lalu berdiam dan tak lama kemudian ia lalu berpamitan pada raja, sesampainya di luar Siau Po disambut oleh beberapa Sie Wie yang sangat girangnya sebab yang diutus adalah Siau Po.
Bukan hanya Sie Wie tetapi juga thay-kam. Sie Wie itu mengharapkan dapat ikut bersamanya, Mereka dapat melihat Gauw Sam Kui, kota yang mirip negara dan banyak hartanya, Dengan demikian mereka jadi mendapatkan hasil banyak pergi ke sana. "Saudaraku, kitab sudah ku berikan pada raja dan ia sangat memujiku!" kata sang pangeran yang meniru kitab itu.
"Bagus itu!" ujar Siau Po.
Raja muda itu menjabat tangan Siau Po, lalu ditarik dan diajak ke luar istana, ia tak membawa ke istananya tetapi ke arah timur di mana terdapat gedung yang sangat megah.
"Saudaraku, kau lihat bagaimana gedung ini!" katanya. Siau Po mengawasi dengan kagum.
"Bagus dan megah!" ujar Siau Po.
Kemudian Siau Po diajaknya untuk masuk. Ternyata di dalam ruangan sudah terdapat banyak orang, Merekalah para pembesar istana.
"Hari ini kita memberikan kata selamat pada Wie Tayjin karena telah naik pangkat seharusnya ia mengambil tempat duduk pada meja istimewa yang dihormati Akan tetapi karena gedung ini akan dilimpahkan kepada nya, maka, baiklah mari kita persilahkan ia duduk selaku tuan rumah dan bukan tamu yang terhormat!" kata Kong Cin Ong.