Kaki Tiga Menjangan Jilid 50

Jilid 50

Tapi kalau dengan cara lunak, kepalan tangan si bocah begitu kecil, meskipun dia menghajar tujuh atau delapan puluh kali, pasti rasanya seperti digaruk saja! --

Dengan membawa pikiran demikian, Sang Cie segera berkata kepada adik seperguruannya dalam bahasa Tibet.

"Kau berkelahi dengan cara lunak saja, jangan kau lukai dia. Kalau perlu pancing dia untuk bertempur agak lama supaya aku bisa mengenali golongan ilmu silatnya."

Siau Po yang tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan segera berkata kepada Ihama yang ada dihadapannya,

"Nah, kakak seperguruanmu sudah takut, Bukankah dia mencemaskan dirimu yang nantinya tidak sanggup menghadapi aku? Tentunya dia menyuruh engkau menyerah kalah saja, bukan?"

Nada dan sikap Siau Po seakan sedang mengejek. Si lhama tertawa.

"Ah, setan cilik!" katanya, "Kau hanya mengoceh sembarangan saja, sebenarnya kakakku kasihan kepadamu, aku dipesan agar jangan menghajarmu sampai mampus, Kau masih kecil sekali. Karena itu, ilmu pukulanmu atau ilmu bersenjatamu pasti masih terbatas, aku tidak mau berlaku curang. Mari aku layani kau dengan cara lunak saja!"

"Baiklah." sahut Siau Po yang langsung berdiri tegak, Dia membusungkan dadanya, sedangkan kedua tangannya silipatkan di punggung, Sambil tertawa dia menambahkan "Sekarang kau boleh menyerang aku dulu satu kali, Kalau aku berkelit atau menangkis, maka aku bukanlah orang gagah." Lhama itu tertawa.

"Kau toh anak kecil," katanya, "Lebih tepat kalau kaulah yang menyerang terlebih dahulu."

Lhama ini langsung berdiri tegak, Dia pun membusungkan dadanya, kedua tangannya di kebelakangkan Dengan berdiri tegak, dia menjadi jauh lebih tinggi daripada Siau Po. wajahnya tersenyum berseri-seri. Tampaknya dia tidak memandang sebelah mata kepada si bocah.

Siau Po langsung mengulurkan tangannya dan diluncurkan ke perut lawan Tapi tangannya itu hanya menempel di perut lawan itu, lantas dia bergaya seakan-akan ingin mencoba bagaimana mulai melakukan penyerangannya nanti.

Kelima Ihama itu tertawa ketika melihat kepalan kecil Siau Po. "Baik!" seru Siau Po kemudian "Nah, aku mulai!"

Lhama yang menjadi lawannya tidak berani sembrono. Dia juga khawatir Siau Po telah mewarisi ilmu gaib dari gurunya atau tokoh Kangouw lainnya sehingga tenaga dalamnya sudah mahir sekali perutnya lantas diperkuat dengan memusatkan tenaga dalam di bagian itu,

Siau Po langsung melakukan penyerangan Mereka sudah sama-sama siap sedia. Bocah itu menggunakan tangan kanannya, Dia bukan menyerang perut, melainkan menyerang dada. Dengan demikian tidak tepatlah dugaan si Ihama, lagipula di saat melakukan penyerangan, lengan bajunya ikut menyerang puIa, sehingga serangannya tidak menimbulkan suara sedikit pun.

Sang Cie dan yang lainnya, langsung tertawa terbahak-bahak. Tapi, belum lagi berhenti suara tawa mereka, tiba-tiba tampak tubuh si lhama yang menjadi lawan Siau Po itu terhuyung-huyung dan otomatis mereka pun berhenti tertawa.

Ketika itu terdengar Siau Po berkata.

"Nah, sekarang giliranmu menghajar aku." sikapnya wajar sekali, seakan benar- benar sedang bertanding.

Lhama itu tidak menjawab kata-katanya, malah setelah terhuyung-huyung, mendadak tubuhnya jatuh terguling dan tidak berkutik lagi.

Saking kagetnya, Sang Cie sekalian menghambur ke depan

"Tahan!" seru Siau Po. Dia melompat mundur ke tempat persembunyian" Siapa yang maju, dialah si anak kura-kura, manusia busuk yang hina!" Ke empat lhama itu berhenti seketika, Mereka tertegun mengawasi rekannya yang masih tetap tidak bergeming, Mungkin dia terluka parah, atau napasnya tertutup sehingga nyawanya tak tertahan lagi.

Siau Po langsung mengacungkan sepasang kepalan tangannya ke atas.

"llmu yang diajarkan guruku ini dinamakan, Ke San Pa Gu Sin Kun. walaupun seekor kerbau besar," katanya dengan nada nyaring dan sombong, "Aku bisa menghajarnya sampai mati, apalagi baru seorang lhama cilik, Nah, siapa yang tidak puas, segera majulah untuk merasakan kepalan tanganku ini!"

Selesai bicara, dia berkata kepada nona A Ko dengan suara perlahan. "Nah, A Ko, istriku, sekarang kau tidak dapat menolak lagi, bukan?"

A Ko sendiri sedang termangu-mangu dan keheranan melihat si bocah sanggup menjatuhkan seorang lhama dengan sekali pukul saja, Dia menjadi lupa mencaci maki. Matanya membelalak menatap si Ihama.

"Kau toh telah menerima baik, istriku yang manis!" kata Siau Po pula. "Tidak!" bentak si nona yang bagai tersadar dari mimpi.

"Nah, kembali kau menyangkal!" kata si bocah nakal "Kau bukanlah seorang hohan atau enghiong (Maksudnya orang gagah)."

"Bukan ya, bukan." sahut si nona ketus, "Memangnya kenapa?"

Pek I Ni yang matanya tajam dapat melihat ada darah yang merembes ke luar setelah Siau Po menghajar si lhama, Dia langsung menyadari bahwa si bocah pasti menyembunyikan senjata tajamnya di dalam lengan bajunya. Si bocah hanya pura-pura menggerakkan tangan kirinya untuk mengelabui si lhama, Rupanya dia meninju sambil menikam.

Sang Cie segera memanggil-manggil lhama yang jatuh terkulai itu, tapi tidak ada jawaban sama sekali Dia menjadi heran dan sangsi

Salah seorang lhama merasa penasaran, dia segera menghunus goloknya.

"Eh, setan cilik!" tegurnya, "Apa artinya kepalanmu yang lihay itu? Mari Sang Buddha kamu melayani kau bermain-main dengan menggunakan golok."

Lhama itu berpikir, kalau Siau Po lihay dalam ilmu tangan kosong, tentu ilmu menggunakan senjatanya tidak dapat diandalkan Karenanya, dia ingin mencoba.

Siau Po tertawa, Dia berani sekali. "Mengadu golok juga boleh." sahutnya, "Nah, kau majulah ke mari!" "Mari kita maju sama-sama!" tantang lhama itu,

"Baik," sahut Siau Po dan dia langsung maju tiga tindak.

Lhama itu juga melakukan hal yang sama, Kemudian dia memutar golok di bagian atas kepalanya. Dia rupanya jeri terhadap ilmu Ke San Pa Gu Sin Kun dari Siau Po.

"Tak usah takut!" kata Siau Po tertawa, "Aku tidak akan menggunakan kepalan saktiku ini."

Si ihama tidak percaya dengan kata-katanya. Dia masih memutar-mutar goloknya. "Kau majulah!" katanya setelah melihat Siau Po diam saja. "Cepat kau hunus 

golokmu!"

"Aku telah melatih diriku dengan ilmu Kim Kong Put Hoai Sin Kang." kata Siau Po. "Kau boleh mencoba membacok batok kepalaku, nanti bacokanmu pasti mental kepada dirimu sendiri. Aku mengatakannya terlebih dahulu agar jangan dianggap curang."

Lhama itu menjadi ragu. Bukankah kawannya dihajar mati dengan sekali pukul saja? Bukankah bocah ini memiliki ilmu yang luar biasa hebatnya? Si lhama jadi jeri dan ragu- ragu.

Siau Po memperhatikan orang sambil tersenyum.

"llmu silatmu terlalu rendah." katanya kemudian "Aku tidak mau mengadu silat denganmu, Mari, kau bacok saja kepalaku, aku berjanji tidak akan menyerangmu. Tapi ingat, kau hanya boleh membacok kepalaku, dadaku tidak boleh, sebab ilmuku ini belum dilatih dengan sempurna, kalau kau membacok dadaku, pasti nyawaku akan melayang seketika."

"Benarkah batok kepalamu tidak mempan senjata tajam?" tanya si lhama ragu-ragu. Siau Po membuka kopiahnya.

"Lihat kepalaku! Tidak ada rambut dan kuncir-nya bukan? Semakin aku berlatih ilmu kebal itu, rambutku semakin pendek, tapi batok kepalaku akan semakin kuat, Kalau rambut di kepalaku ini sudah botak sama sekali, Biar kau bacok dadaku, aku juga tidak takut lagi."

Ketika menjadi hwesio di kuil Ceng Liang Si, rambut Siau Po di cukur sampai gundul Dan sekarang tumbuhnya belum ada satu dim. Jadi masih pendek sekali. "Bocah, kau telah membunuh kakak seperguruanku untuk apa aku berlaku sungkan kepadamu?" kata si lhama, Kemudian dia berpikir - Aku tidak percaya kepalanya kebal terhadap bacokan! --

"Tapi, aku peringatkan, jangan sekali-kali kau membacok batok kepalaku, kalau golokmu terpental balik maka jiwamu sendiri bisa melayang!"

"Aku tidak percayai kata si lhama, "Kau jangan bergerak, aku akan membacokmu!"

Siau Po melihat si lhama benar-benar mengangkat goloknya ke atas, Hatinya menjadi cemas, Kalau dia benar-benar dibacok dari atas kepala, tubuhnya pasti terkutung menjadi dua bagian.

Tepat pada saat itu, terdengarlah suara Sang Cie yang berbicara dalam bahasa Tibet.

"Jangan membacok kepala atau leher bocah itu! Dia mempunyai ilmu siluman!"

"Apa yang ia katakan?" tanya Siau Po pada si Ihama, "Pasti dia melarang kau membacok batok kepalaku, bukan? Kalian sangat licik. Kata-kata kalian tidak dapat dipegang."

"Bukan, Bukan." sahut si 1hama. "Kakak seperguruanku itu menyuruh aku agar jangan mempercayai kata-katamu. Dia pasrah walaupun aku membacok kutung batok kepalamu menjadi dua bagian"

Selesai berkata, dia langsung mengangkat goloknya ke atas.

-- Celaka aku! --, keluh Siau Po dalam hati. Tanpa sadar dia mengangkat kepalanya lalu diperengkatkan.

Golok itu turun terus, tapi bukan membacok batok kepala Siau Po, namun menebas dadanya, Untung Siau Po membungkukkan tubuhnya sehingga golok itu mengenai pinggangnya, Da!am waktu yang bersamaan, tangannya juga bergerak untuk menikam perut lawan. 

Tidak kepalang tanggung, dia bahkan menikam sebanyak tiga kali. setelah itu, dia menelusup kembali lewat selangkangan lhama itu dan berbalik ke tempat persembunyiannya sambil berkaok-kaok.

"Kau curang! Katamu ingin membacok batok kepalaku, Aduh!"

Lhama itu menjerit kesakitan Dia mengira Siau Po menempel terus di tubuhnya, sehingga dia membacok ke arah dirinya sendiri Tidak tahunya bocah itu sudah ngacir ke tempat semula sehingga goloknya tepat membacok wajahnya sendiri. Siau Po sendiri, setelah kembali ke tempatnya semula, Dia segera berteriak dengan nyaring.

"Suhu, lihat! Latihan punggungku telah berhasil Golok lawan mental ke mukanya sendiri, sehingga dia seperti bunuh diri."

Sang Cie dan yang lainnya menjadi kaget. Mereka tidak dapat melihat dengan tegas sehingga mereka percaya temannya membunuh diri sendiri. Mereka langsung memanggil-manggil tapi tidak terdengar jawaban sama sekali.

Pek I Ni juga merasa puas, Siau Po benar-benar cerdik. Dengan kecerdikannya bisa mengelabui lawan, sedangkan A Ko tidak tahu Siau Po mempunyai baju mustika. Tadinya dia merasa agak cemas juga, Dia tidak menyangka si bocah bisa meraih kemenangan

Biar bagaimana, meskipun tidak terluka, punggungnya terasa nyeri juga, Pek I Ni mengeluarkan pil soat som pemberian ibu suri dan disodorkannya kepada A Ko.

"Berikan obat ini kepada nya!"

A Ko menyampaikan obat itu kepada Siau Po. "Aku tidak dapat bergerak." kata si bocah.

A Ko terpaksa menyuapinya, Melihat tangan A Ko yang demikian putih dan halus, Siau Po menciumnya. Si nona langsung mendelikkan matanya tapi dia tidak berani mengatakan apa-apa.

Sementara itu, ketiga lhama lainnya segera mengadakan perundingan Kemudian mereka mengeluarkan pelantik api dan menyulut beberapa batang gandum yang kering. Mereka segera melemparkannya ke arah Pek I Ni.

Tapi, tiga kali mereka menimpuk, semuanya tidak tepat pada sasaran, Sang Cie penasaran. Dia menyalakan batang gandum yang keempat, sembari berlari ke depan, dia melemparkannya kuat-kuat, tapi karena khawatir dengan ilmu silat Siau Po. Dia segera melompat mundur kembali.

Begitu terkena api, tumpukan rumput langsung menyala. Siau Po tidak sempat memadamkan api itu. Dia mengajak Pek I Ni untuk diajaknya menyingkir. Dia melihat ke sekitarnya, di sebelah barat ada sebuah goa. Maka dia berkata kepada A Ko.

"A Ko, lekas papan suhu ke goa itu, aku sendiri akan menghadang para lhama itu!"

Tanpa menunggu jawaban si nona, dia segera maju ke depan dan berkata dengan suara lantang, "Nyali kalian sungguh besar! Sang Cie, kau sang pemimpin Majulah ke mari dan rasakan kepalan tuan kecilmu ini!" Gertakan itu hebat sekali, Sang Cie yang sejak semula memang berhati-hati jadi ragu untuk menghampirinya. Dia ingat bagaimana kawan-kawannya telah terbunuh oleh musuh ini. Tapi di samping itu, dia ingin sekali membalas dendam dan mendapatkan kitab yang ada pada si bhikuni. Dan kalau melihat gerak-gerik wanita itu, tampaknya dia seperti sedang terluka parah.

Diam-diam Siau Po menolehkan wajahnya, Dia melihat A Ko sudah membawa Pek I Ni ke tempat persembunyian di dalam goa. Dia berkata lagi kepada Sang Cie.

"Kalau kalian tidak berani mendekat kepadaku, biar aku yang maju menghadapi kalian, Lihat bagaimana aku nanti membunuh kalian semua, Apakah kalian masih belum mau kabur?"

Menurut suara hatinya, Siau Po telah mengeluarkan kata-katanya yang terakhir, dia seakan membuka rahasianya sendiri Sang Cie menjadi berpikir -- Kalau kau benar- benar lihay, mengapa kau tidak segera membunuh kami? Mengapa kau justru menganjurkan aku melarikan diri? Kalau begitu, tentunya kau yang takut terhadap kami!

Tiba-tiba lhama ini memperdengarkan suara tawa yang tidak enak didengar Dia segera maju dua langkah, Siau Po terkejut

- Celaka! Rupanya dia sudah menyadari gertakanku.,., sekarang, akal apa lagi yang harus kugunakan? -

Akhirnya dia mengambil keputusan untuk bersembunyi terlebih dahulu, Dia membayangkan dapat berduaan di dalam goa yang gelap dengan nona pujaan hatinya, Dalam keadaan genting seperti ini, dia masih tidak melupakan hal kecil seperti itu, Karena itu, kembali dia mengambil tangan Hupian dan disimpannya di dalam saku.

Ketika itu, Sang Cie sudah maju lagi dua tindak.

"Di sini terlalu panas," teriak Siau Po. "Aku tidak dapat menggunakan kepandaianku Kalau kau memang berani, kita bertarung di sana!" Tanpa menunggu jawaban lawannya, dia segera berlari ke arah goa.

Di dalam goa, Pek I Ni sedang duduk bersila di atas tanah, Kiranya itu hanya sebuah lubang biasa, Tidak ada tempat yang dapat dijadikan persembunyian A Ko duduk rapat dengan si bhikuni, maka Siau Po tidak mungkin menjahilinya.

Siau Po menarik napas dalam-dalam karena putus asa. Tatkala itu, Sang Cie dan dua lhama lainnya sudah sampai di depan goa, jarak antara mereka hanya kira-kira tiga tombak, Mereka berhenti dan menatap ke dalam goa.

"Kalian sudah tiba di jalan buntu." kata si lhama dengan suara lantang, "Kalian tidak bisa kabur lebih jauh lagi Lekas ambil api!" "Kedua lhama lainnya segera mengambil ikatan gandum dan kemudian diserahkan kepada sang pemimpin Siau Po dapat melihat gerak-gerik mereka. Tapi dia berlaku tabah. "Bagus, Lekas kalian lemparkan api itu ke sini! Kalau kami yang mampus, tidak apa- apa. Bagai-mana kalau kitabnya yang terbakar dulu?"

Sang Cie jadi ragu mendengar kata-kata si bocah. Dia pikir ucapan Siau Po memang ada benarnya, Maka dia melemparkan apinya ke tanah dan berkata.

"Lekas serahkan kitab itu kepadaku! Hudyaya kamu akan berlaku murah hati dan membuka jalan kehidupan untuk kalian."

Siau Po mengeluarkan suara tawa yang penuh ejekan. Sang Cie menjadi gusar Dia melemparkan batang gandum yang masih menyala ke dalam goa, Kebetulan angin berhembus, asap yang mengepul semakin tebal dan membuat mata Siau Po dan yang lainnya menjadi perih dan kerongkongan terasa mampet, Tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa.

Pek I Ni memiliki ilmu yang tinggi, Dia tidak begitu terganggu, sedangkan kedua lhama lainnya segera mengikuti tindakan pemimpinnya melemparkan api ke dalam goa.

"Suthay, kitab itu sudah tidak ada gunanya lagi." kata Siau Po. "Sebaiknya kita serahkan saja pada mereka."

"Baiklah." kata Pek I Ni sambil mengeluarkan kitabnya.

Siau Po menyambut kitab itu, kemudian berkata lagi keras-keras,

"Di sini ada kitab yang kalian inginkan, tapi hanya satu. Aku akan melemparkannya ke luar. Kalau terkena api dan terbakar, jangan menyesali"

Shang Cie gembira mendengar ucapan si bocah. Dia segera mengambil batu dan memadamkan api yang masih menyala,

"Lekas lemparkan kitab itu!" kata nya.

"Baik." sahut Siau Po cepat "Kata guruku, kau mau membaca Kitab ini. itulah tandanya kalian semua pengikut Buddha yang baik. Karenanya, aku dipesan agar jangan mencelakai kalian. " Sembari berkata, Siau Po mengeluarkan pisau belatinya, 

kemudian dia memotong lengan Hupian dan disusunnya di atas kitab itu, Lalu dengan hati-hati dia menyiramkan obat istimewanya di atas kitab, sembari melakukannya, dia berkata lagi, "Kata guruku, kitab ini berharga sekali di kota Peking, kalau kalian bisa memahami artinya, agama Buddha bisa hidup makmur di tempat kalian, Semua orang di dalam dunia ini akan mencapai kedamaian hidup."

Sementara itu, Shang Cie merasa senang sekali, Dia sudah tahu kalau kitab itu berasal dari kotaraja dan di dalamnya mengandung sebuah rahasia besar. Tapi yang pasti bukan menyangkut agama Buddha, Namun dia tidak mengatakannya kepada Siau Po. Sementara itu, terdengar Siau Po berkata lagi.

"Guruku telah memikirkannya selama berhari-hari, tapi beliau belum sanggup memecahkan arti kitab ini, sekarang kitab ini akan diserahkan kepadamu Guruku berharap, kalau kau berhasil memecahkan rahasianya, harap kau sebarkan seluruh ajarannya di daerah Tiong goan agar rakyat kami juga akan mendapat kemakmuran hidup dalam agama!"

"Jangan khawatir, aku berjanji akan melakukannya!" sahut Shang Cie.

"Guruku juga berpesan, kalau kau tidak sanggup memecahkan rahasia kitab itu, sebaiknya kau bawa saja ke biara Siau Lim Sie dan merundingkan isinya dengan para hwesio di sana, Selain itu, kalau kau memang senang membaca kitab agama Buddha, di sana masih terdapat kitab-kitab yang lainnya. Kau bisa meminjamnya dan membacanya sepuas hati."

"Baik, baik!" sahut Shang Cie yang mulai kurang sabar.

Siau Po melihat ke arah kitabnya, Cairan warna kuning itu sudah meresap seluruhnya, Dia membuka sepatunya dan digunakannya untuk menjumput kitab itu lalu dilemparkannya ke luar goa.

"lnilah kitab Si Cap Ji Cin Keng, terimalah!" katanya,

Shang Cie khawatir Siau Po menggunakan tipu muslihat Dia membiarkan kitab itu terjatuh di atas tanah, Tapi dua rekannya segera mengambilnya.

"Suheng, benarkah ini kitabnya?" tanya mereka.

"Bawa ke sana, dan periksa yang teliti! jangan sampai kita mendapatkan kitab palsu." "Toa suheng benar" kata kedua lhama itu yang langsung berjalan beberapa tindak 

dan kemudian memeriksa kitab tersebut

"Hati-hati!" kata Shang Cie ketika adik seperguruannya membalik-balik halaman kitab itu.

"Kertasnya agak basah, tampaknya kitab itu persis seperti yang dikatakan orang itu." "Memang benar. Kitab ini asli."

Siang Po dapat mendengar kata-kata mereka, Dia segera berteriak dengan lantang. "Eh, mengapa di wajah kalian ada kelabangnya?"

Kedua Ihama itu terkejut. Mereka mengusap-usap wajah mereka, Tentu saja tidak ada kelabang di sana, Maka mereka langsung mengumpat. "Dasar bocah nakal! Kau suka sekali mengoceh yang bukan-bukan."

Shang Cie juga mendengar kata-kata si bocah, tapi karena tidak merasa apa-apa, dia tidak mengusap wajahnya, sementara itu, Siau Po masih ber-kaok-kaok.

"Ah, ah! Ada belasan kelabang yang menyusup masuk dalam pakaian mereka."

Lhama yang pertama tidak melayani nya. Namun yang kedua merasakan bagian lehernya agak gatal, dengan demikian dia menggaruk-garuk, sekejap saja ke sepuluh jari tangannya juga ikut terasa gatal, Cepat-cepat dia mengulaskan tangannya pulang pergi di lengannya,

Lhama yang pertama melihat keadaan kawannya. Tiba-tiba saja dia juga merasa tangannya gatal Demikian pula dengan Shang Cie. Bahkan rasa gatal itu bertambah dengan cepat Yang membuat mereka terkejut justru ketika melihat jari-jemari tangan mereka mengeluarkan cairan kuning.

"Aneh!" seru mereka serentak, "Benda apa ini?"

Itu masih belum seberapa, Lhama yang pertama dan kedua merasa wajah mereka juga gatal. Ketika mereka mengusapnya, ternyata wajah mereka juga mengeluarkan cairan kuning.

"Celaka!" teriak Shang Cie. "Kitab ini beracun!" Dan dia segera melemparkan kitab yang dipegangnya. Dia melihat tangannya juga mengeluarkan cairan kuning seperti kedua saudaranya. Cepat-cepat dia memasukkan tangannya ke dalam lumpur yang ada di dekatnya dan menggosok-gosoknya,

Memang kedua Ihama lainnya sudah semakin tidak karuan bentuknya, Mereka tidak dapat menahan rasa gatal yang semakin menjadi-jadi sehingga mereka menggaruk semakin hebat Akibatnya mereka bergulingan di atas tanah.

Bekas garukan mereka mengeluarkan darah. Darah tersebut langsung berubah menjadi cairan kuning, Obat yang Siau Po dapatkan dari lemari Hay Tay Hu memang sangat istimewa, Katanya racun ini datang dari wilayah Sek Hek dan ditemukan oleh seorang ahli racun, yakni Au Yong Hong seorang tokoh persilatan aneh yang hidup dijaman kerajaan Song.

Shang Cie menahan diri sebisanya, Dia tidak menggaruk-garuk wajah dan tangannya yang gatal, Laki-laki itu membuka bajunya dan digunakan untuk membungkus kitab, setelah itu dia lari terbirit birit meninggalkan tempat itu.

Kedua Ihama lainnya semakin kalap, mereka membentur-benturkan kepala mereka pada batu, tidak lama kemudian mereka roboh pingsan tanpa dapat berkutik lagi. Pek I Ni dan A ko dapat melihat semuanya dari tempat persembunyian mereka. Keduanya tidak tahu racun apa yang digunakan Siau Po sehingga reaksinya demikian hebat. A Ko sendiri sampai bergidik melihat penderitaan para Ihama itu.

Melihat Sang Cie sudah kabur dan kedua lhama lainnya sudah roboh, Siau Po menyimpan kembali pisau belatinya lalu menghampiri The Kek Song.

"Nah, The kongcu, bagaimana kepandaianku?" katanya, "Apakah kau ingin mencobanya?"

Kek Song terkejut setengah mati. Tanpa sadar dia melompat mundur. Pemuda itu mengepalkan tangannya seakan-akan siap melawan.

"Kau... kau jangan mendekati aku!" katanya.

A Ko marah sekali, untuk sesaat dia hanya dapat mendelikkan matanya tanpa sanggup mengatakan apa-apa. Siau Po tertawa gembira dan segera menghampiri Pek I Ni yang tampak sedang menarik napas panjang.

"Kalau bukan karena kecerdikanmu, hari ini tentu kita tidak akan terlepas dari maut. Tapi kau harus tahu, menggunakan racun itu tidak baik, Kau tidak boleh melakukannya lagi kalau tidak terpaksa."

"lya, aku juga melakukannya karena terpaksa." sahut Siau Po. "Sebagai seorang laki- laki sejati, kalah atau menang, sudah seharusnya dilakukan secara terang."

Pek I Ni menatap si bocah tanggung lekat-lekat.

"Selama dua hari ini kau selalu menyebut suhu kepadaku, apakah kau ingin mengangkat aku sebagai guru?" tanyanya.

Siau Po senang sekali mendengar pertanyaan itu, dia segera menjatuhkan dirinya berlutut di hadapan wanita itu dan memanggilnya suhu.

"Suhu, dia pasti mempunyai niat buruk." kata A Ko. Pek I Ni tersenyum.

"Berniat mengangkat seseorang menjadi guru bukanlah niat yang buruk." katanya 

A Ko tidak berani berkata apa-apa lagi, Siau Po segera mengajak Pek I Ni melanjutkan perjalanan, Kek Song tetap ikut dengan mereka, Secara bergantian mereka memondong sang bhikuni, Begitu sampai di sebuah kota kecil, Siau Po segera mencari kereta agar mereka dapat meneruskan perjalanan.

Setelah menempuh perjalanan selama dua hari, mereka sampai di kota Ho Kan, kesehatan Pek I Ni sudah berangsur-angsur sembuh, Mereka mencari sebuah  penginapan Kek Song segera ke luar untuk mencari keterangan tentang rapat besar Cham Ku Tayhwe yang akan diadakan di kota itu. Malam harinya dia baru kembali dan melaporkan barhwa rapat itu akan diadakan pada tanggal lima belas,

Pada malam itu juga Pek I Ni memberikan keterangan kepada Siau Po tentang perguruannya. Nama sucinya ialah Kui Lan, mereka berasal dari perguruan Tiat Kiam Bun. Siau Po dipesan agar bersikap baik dan jangan memalukan perguruan mereka.

Tepat pada tanggal lima belas, Kiu Lan menyuruh kedua muridnya berdandan. Begitu pula dengan dirinya sendiri Siau Po yang cekatan telah menyiapkan segalanya. Dalam sekejap mata, Kiu Lan sudah berubah menjadi seorang wanita setengah baya dengan kulit pucat. Kedua muridnya berdandan sebagai para pelayannya.

Kira-kira jam satu kemudian datanglah rombongan yang menjemput Kek Song, Mereka berangkat dengan sebuah kereta besar. Tempat rapat adalah sebuah tanah luas yang ada di sekitar perbukitan. Di situ telah berkumpul banyak orang, Setelah mereka melihat The Kek Song, langsung bersorak-sorai menyambutnya. sebagian besar malah menghampirinya. 

Kiu Lan dan kedua muridnya justru duduk di bawah sebatang pohon hoay yang letaknya agak jauh dari keramaian

Dari empat penjuru, para tamu masih berdatangan Dalam sekejap mata para hadirin di tanah kosong itu semakin banyak, sementara itu, sang putri malam terus merambat.

Pada saat itulah salah seorang yang duduk di bagian atas segera berdiri dan merangkapkan sepasang tangannya.

"Para hadirin yang mulia, terimalah hormat dari Phang LanTek!" Para hadirin segera berdiri dan membalas hormatnya.

"Sahabat-sahabat sekalian, tentulah kalian sudah tahu apa maksud pertemuan kita malam ini. Karena sebuah cita-cita yang luhur Kerajaan Beng yang kita cintai telah dirampas oleh bangsa Tatcu, Dalam hal ini, orang yang paling jahat, pengkhianat yang terbesar ialah. "

"Gouw Sam Kui!" teriak orang banyak.

"Pengkhianat besar!" susul beberapa yang lainnya. "Kura-kura! Anak haram! Aku kutuk dia delapan belas turunan!" Demikianlah terdengar suara orang banyak memaki- maki.

Baru saja suara makian itu agak reda. Terdengar seseorang berteriak.

"Aku kutuk dia sembilan belas turunan!" itulah suara Siau Po yang hatinya ikut bersemangat. "Mengapa kau ikut mencaci?" tegur A Ko.

"Orang lain boleh mencaci, mengapa aku tidak?" sahut Siau Po.

Ketika terdengar lagi suara Phang Lan Tek. "Pengkhianat itu dibenci oleh orang banyak! Lihat anak itu saja meluap rasa amarahnya! Nah, para hadirin, malam ini kita hadir di sini, maksudnya ialah merundingkan jalan yang baik untuk membunuh pengkhianat besar itu."

Orang banyak mengajukan beberapa usul Ada yang mengajak pergi ke In Lam dan menyerbu istana Peng Si ong, ada yang mengusulkan untuk membunuhnya secara diam-diam. Ada yang mengusulkan agar menculik selir kesayangannya, Tan Wan Wan, agar Gouw Sam Kui menderita.

Sementara itu, hidangan mulai diantarkan, Phang Lan Tek menganjurkan agar semuanya berdahar sambil memikirkan cara yang baik. UsuI itu langsung diterima, Siau Po langsung makan hidangan itu dengan lahap. Begitu pula para tamu lainnya, Setelah selesai bersantap, Phang Lan Tek berdiri dan berkata pula.

"Kita semua terdiri dari orang kasar yang hanya bisa menggunakan senjata membunuh musuh, sedangkan pengetahuan kita dangkal sekali, Untuk itu, sebaiknya kita meminta petunjuk Kou Teng Lim sianseng. Kou sianseng adalah seorang terpelajar. 

Setelah negara kita runtuh, dia menjelajah ke seluruh negeri untuk mencari kawan sehaluan demi membangun kembali kerajaan kita, Kalian pasti sangat mengaguminya, bukan?"

Banyak orang bersorak menyatakan persetujuannya karena Kouw Teng Lim ini sangat terkenal Setelah suara berisik mereda, Kouw Teng Lim segera bangkit dan memberi hormat kepada Phang Lan Tek.

"Phang tayhiap terlalu memuji, malu aku menerimanya. Aku juga telah mendengar suara hati para hadirin yang semuanya cinta pada negara dan bersatu hati ingin menyingkirkan si pengkhianat besar Aku pun kagum terhadap kalian. Memang! Kita harus bersatu! Asal kita bekerja sama dengan baik, niscaya usaha kita akan berhasil."

"Akur! Akur..." terdengar sambutan orang banyak,

"Apa yang saudara-saudara sekalian kemukakan tadi, ada benarnya, Tapi kita harus bisa bekerja mengikuti perkembangan yang ada, agar dapat merubah siasat setiap detik dibutuhkan Kita pun dapat bekerja sendiri-sendiri. Yang penting urusan yang maha besar ini jangan sekali-kali dibocorkan. 

Kalau tidak, si pengkhianat besar keburu melakukan penjagaan ketat, Kedua, kita jangan sembrono supaya kita tidak mengantarkan jiwa secara sia-sia. Dan yang ketiga, karena kita semua sudah seperti saudara, kita jangan berebutan jasa. Hal itu akan merusak persatuan dan merugikan usaha kita." "Benar!" kata orang banyak.

"Jumlah kita besar, kita juga terdiri dari berbagai partai, Kalau kita bekerja secara terpisah, posisi kita menjadi kurang kuat Sebaliknya, kalau kita bekerja berkelompok jumlah kita menjadi terlalu besar dan kemungkinan mudah diketahui pihak musuh, Kita harus mencari jalan untuk memecahkan persoalan ini."

Semua orang terdiam untuk menguras otaknya.

"Bagaimana menurut pemikiran sianseng sendiri?" tanya seseorang.

"Menurut aku, kita terpaksa membagi diri menjadi beberapa kelompok." kata Kouw Teng Lim. "Bukankah kita terdiri dari orang-orang gagah dari delapan belas propinsi? sebaiknya setiap propinsi bekerja sama dengan orang-orang dari propinsi masing- masing, Dengan demikian usaha kita bisa berjalan dengan lancar Kita menggunakan nama ikatan Membasmi Pengkhianat."

UsuI itu lagi-Iagi disambut dengan gembira, Pikiran Kouw sianseng ini diterima dengan baik.

"Kouw sianseng memang benar. Kalau para hadirin tidak ada yang memprotes, mari kita buat delapan belas kelompok! Setiap propinsi memilih kepala ikatan yang terdiri dari orang propinsi itu sendiri Bukan menurut asal kediamannya yang terakhir. 

Misalnya, seorang hwesio dari Siau Lim Sie, tidak perduli asalnya dari Liau Tong atau In Lam, dia tetap terhitung orang Ho Lam. Seperti juga setiap murid Hoa San Pay terhitung orang Siam Say. Bagaimana pemikiran saudara-saudara sekalian?"

"Memang demikian seharusnya!" sahut seseorang. "Umpamanya pihak Siau Lim Sie, kalau kita memakai dasar menyelidiki asal-usul, pasti sulit jadinya."

Orang banyak menyetujui pemikiran itu, tapi ada seseorang yang berteriak. "Bagaimana dengan kami, orang-orang dari pihak Tian Te hwe? Cabang kami 

banyak sekali dan pusat kami juga berpindah ke sana ke mari. "

Siau Po mengenali orang itu sebagai Cian Lao Pan. Hatinya senang sekali. "Begini saja!" kata Kaow Teng Lim yang menjawab pertanyaan tadi. "Orang-orang 

Tian Te hwe yang ada di kuil Kui Tang, masuk ikatan Pembasmi Pengknianat cabang 

Kui Tang, demikian seterus-nya. Kita harus bersatu, bukan memecah diri berdasarkan kelompok atau partai masing-masing, Bagaimana?"

"Bagus!" seru orang banyak. Segera orang banyak mengumpulkan diri menjadi delapan belas kelompok Tapi dilain pihak ada beberapa juga yang tidak menggolongkan diri dalam kelompok mana pun seperti halnya Kui Lan serta A Ko. 

Beberapa saat kemudian, beberapa propinsi sudah berhasil memilih ketuanya, propinsi Ho Lam memilih Hui Cong Sian Su dari Siau Lim Sie. 

propinsi Ouw Pak memilih Ceng Hoa tojin, ketua Bu Tong Pay. Untuk propinsi Siam Say, yang terpilih ialah Pat Bin Wi Hong Phang Lan Tek, ketua dari Hoa San Pay. 

Rombongan dari In Lam memilih Bhok Kiam Seng dari Bhok Onghu dan bagi propinsi Ho Kian, orang mengangkat The Kek Song, putera kedua Raja muda Yan Peng Kun Ong.

Ada beberapa propinsi yang ragu-ragu memilih calon, mereka meminta pendapatnya. Akhirnya mereka berhasil juga memilih ketuanya masing-masing. Ada tiga propinsi yang ketuanya semua orang-orang dari Thian Te hwe.

Sampai di situ, Kui lan mengajak kedua muridnya pulang ke penginapan Dia merasa sudah cukup melihat-lihat setuasi pertemuan itu. The Kek Song tidak turut dengan rombongan mereka, hal ini membuat Siau Po senang sekali.

Siau Po segera mengoceh tentang Kek Song yang katanya akan membawa beberapa orang nona untuk berpelesir ke Taiwan, A Ko hampir menangis mendengar bualannya, hatinya mendongkol sekali. 

Mereka tidak jadi pulang ke penginapan melainkan melanjutkan perjalanan seperti permintaan Pek I Ni. sementara itu, A Ko tampak sedih sekali sejak mendengar ucapan Siau Po tentang The Kek Song. 

Kui Lan menegur murid barunya agar dia berhati-hati dengan mulutnya. Siau Po terpaksa menurut.

Perjalanan diteruskan sampai tengah hari Kemudian mereka singgah di sebuah rumah makan untuk bersantap, Baru saja mereka selesai memesan hidangan, tiba-tiba datang serombongan tamu lainnya yang meluruk masuk memasuki rumah makan dengan suara bising.

"Lekas potong ayam! sediakan hidangan yang enak-enak!" Wajah A Ko langsung berseri-seri.

"Ah! The... kongcu!" ujarnya.

Rupanya rombongan yang baru masuk itu memang The Kek Song dengan para bawahannya, Si pemuda mendengar seruan A Ko, dia segera menoleh dan mengembangkan seulas senyuman seraya menghampiri. "Oh, nona Tan, suthay! Rupanya kalian ada di sini."

Sementara itu, masuk lagi serombongan orang lainnya yang dikenali Siau Po sebagai orang-orang dari Tian Te hwe, hatinya senang sekali orang-orang dari Tian Te hwe itu langsung mengambil tempat duduk di sudut ruangan. 

Karena rumah makan itu kecil, terpaksa Kek Song dan yang lainnya bergabung dengan orang-orang Tian Te hwe itu.

Siau Po sendiri segera menghampiri Ci Thian Coan yang ada dalam rombongan orang-orang Tian Te Hwe. Dia berkata dengan suara perlahan "Kalian jangan coba mengenali aku!" Ci Thian Coan terkejut ketika mengetahui siapa yang berbicara dengannya. Namun dia mengerti peringatan itu maka dia diam saja.

"Kita bersikap seperti belum pernah berkenalan Ci toako, kau beri bisikan kepada yang lainnya!" kata Siau Po pula.

Thian Coan menuruti dia segera berdiri dan menghampiri meja Kwan An Ki dan Hoan Kong serta Cian Lao Pan.

"Wi hiocu kita ada di sini." Tapi kita tidak boleh menyapanya.

Kwan An Ki dan yang lainnya mendengar, tapi mereka diam saja, Hal ini membuktikan bahwa mereka menuruti pesan tersebut Sesaat kemudian, orang-orang dari rombongan Tian Te Hwe telah mengetahui tentang kehadiran hiocu mereka.

Di meja Kui Lan, Kek Song berkata dengan suara keras.

"Suthay, tadi malam dalam rapat, orang-orang telah memilih aku sebagai Bengcu (ketua) untuk propinsi Ho Kian. Masih banyak urusan penting lainnya yang kami bicarakan, ketika subuh aku kembali ke penginapan, ternyata suthay sekalian sudah pergi, untung aku bisa menyusul."

"Selamat!" kata Kui Lan. "Tapi, The kongcu, urusan ini penting sekali, Harap kau jangan sembarangan mengatakannya di depan umum!"

"lya, iya," sahut si pemuda, "Syukur di sini tidak ada orang luar. Mereka. " Dia 

menunjuk pada rombongan Thian Coan. "Mereka hanya orang-orang kasar yang tidak mengerti apa-apa."

Sembari makan, Siau Po berkata dengan suara perlahan.

"Makhluk itu sungguh sembrono, kemungkinan kelak dia bisa merusak urusan besar ini. Ci toako, Hong toako, harap kalian kasih pelajaran kepadanya! Selagi kalian bertarung, aku akan datang menengahi, harap kalian pura-pura kalah. " Hong Ci Tiong dan Ci Thian Coan segera menganggukkan kepalanya, Pada saat itu, ada seorang bawahan Kek Song yang menghampiri Hoan Kong, Orang itu mendorongnya keras-keras.

"Pergi kau duduk di sana!"

Inilah alasan yang tepat untuk mencari gara-gara, Ci Thian Coan segera meloncat bangun dan berkaok-kaok.

"Gila! Sudah kami berikan satu meja, masih belum cukup! Tuanmu ini paling benci melihat lagak anak hartawan yang sok pamer!" Dia meludah ke arah Kek Song.

Pemuda itu sedang berbicara dengan A Ko, dia tidak bersiap sedia, Ketika ludah Ci Thian Coan menyambar, dia masih berusaha berkelit, tapi terlambat Tidak sedikit air liur ini sempat muncrat ke punggungnya, Pemuda itu langsung merasa muak dan cepat- cepat mengeluarkan sapu tangan untuk menyusutnya.

"Ah, segala anak dusun kurang ajar!" teriaknya, "Hajar dia!"

Salah seorang pengiring Kek Song langsung menyerang Thian Coan. "Aduh!" teriak orang yang dipukul meskipun tinjunya belum sampai Terus dia 

menjatuhkan diri sambil berkaok-kaok, "Aduh Mati aku!"

The Kek Song yang menyaksikan hal itu langsung tertawa terbahak-bahak, Dalam hatinya dia berkata, -- Dasar orang tua tidak punya guna! --

Hong Ci Tiong segera bangun dan menuding Kek Song. "Binatang, apanya yang lucu?"

Kek Song merasa gusar. "Aku mau tertawa, lalu kau mau apa?"

Ketika Kek Song berbicara, Ci Tiong berkelebat ke depannya dan terdengarlah suara gaplokan sebanyak dua kali. Kek Song menjadi gelagapan saking nyerinya.

"Coba aku ingin lihat, apakah kau masih dapat tertawa?"

Tidak sampai di situ saja, Thian Coan ikut mendupak pantat Kek Song sehingga dia teraduh-aduh.

"Kau berani melawan kami, para berandal dari Hok Gu San, Aku, si A Gu akan memberikan pelajaran kepadamu!" teriak Ci Thian Coan.

A Ko menjadi panik melihat Kek Song dihajar berulang-ulang oleh orang-orang kasar itu. "Kau berbuatlah sesuatu! Mengapa kau diam saja?" tegurnya pada Siau Po. "Bagimana, suhu?" tanya Siau Po pada Pek I Ni. "Bagaimana kalau aku menasehati 

mereka agar jangan memukul The kongcu lagi?"

"Apa kepandaianmu?" sergah A Ko sinis, "Mana mungkin kau dapat menasehati mereka?"

"Meskipun kawanan berandal itu lihay-lihay, aku lihat mereka juga tetap memiliki kelemahan. The kongcu tidak tahu kelemahan itu sehingga tidak mampu menghentikan perbuatan mereka." kata Siau Po.

A Ko merasa penasaran Akan tetapi dia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, sementara itu, terdengar Pek I Ni berkata pula.

"Asal-usul orang-orang itu masih belum jelas, Aku lihat mereka bukan orang-orang jahat, jangan kau ganggu jiwa mereka, jangan kau merusak nama baik partai kita!"

"lya, iya." sahut Siau Po. "Akan ku ingat pesan suhu baik-baik."

Tepat pada saat itu, Hong Ci Tiong melancarkan sebuah serangan kepada Kek Song, Kelima jarinya mencengkeram, tahu-tahu bagian dada pakaian pemuda itu sudah koyak, kalau dia serius melancarkan serangannya pasti dada pemuda ini sudah terluka parah.

Bukan kepalang mendongkol dan malunya hati Kek Song. Dikeroyok sedemikian rupa, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Dia berusaha mengadakan perlawanan sebisanya, dia menerjang ke depan, tapi celaka. 

Tangannya malah tercekal oleh salah satu Iawannya, Dan itu masih belum seberapa, orang itu segera menghentakkan tangannya dan melemparkannya ke udara sambil berseru.

"Sambutlah!" Seorang lawan lainnya segera menyambut tubuh Kek Song lalu dilemparkannya lagi kepada temannya yang lain. Dalam sekejap saja Kek Song sudah menjadi bulan-bulanan kawanan itu yang melemparkannya ke sana ke mari seperti sebuah bola.

Menyaksikan kejadian tersebut, Siau Po sampai lupa diri, Dia bertepuk tangan sambil berseru, "Bagus! Bagus!" Dia baru berhenti ketika merasa batok kepalanya ditepuk oleh seseorang.

Rupanya A Ko lah yang menepuknya karena merasa tidak senang melihat sikap Siau Po.

"Kau... kau cepatlah tolong dia!" katanya tersendat-sendat. Siau Po tersenyum.

"Mereka toh sedang bermain-main, mengapa kau begitu gugup? Suhu sendiri tidak merasa cemas."

"Bukan!" sahut A Ko. "Mereka ingin menculiknya dan kemungkinan ingin meminta tebusan dari ayahnya."

Hong Ci Tiong yang mendengar kata-kata si nona langsung berseru,

"Bagus." katanya, "UsuI yang bagus sekali, Kita minta tebusan sebanyak satu juta tail saja."

Wajah A Ko jadi pucat pasi, Dia sadar dirinya telah kelepasan bicara. sementara itu, Siau Po tertawa.

"Biar saja!" katanya, "Bukankah The kongcu anak orang kaya? Di rumahnya pasti banyak uang, jangankan hanya satu juta, empat atau lima juta juga tidak menjadi persoalan baginya."

A Ko membanting kaki, dia kesal sekali dan hatinya bingung, Siau Po menjadi tidak sampai hati.

"Mudah untuk menolong dia." katanya, "Kita harus mengadakan perjanjian. Kau harus mau menjadi istriku."

Si nona menjadi gusar. "Ngaco!" katanya.

Tepat pada saat itu, salah satu dari "kawanan berandal itu berteriak dengan lantang.

"Hai, kalian dengar! Cepat kalian pulang ke Yan Peng Onghu, raja muda kalian, Kalian minta uang yang nanti harus kalian antarkan ke Hok Gu San! Uang itu untuk menebus kongcu kamu ini! Lebih baik kalau secepatnya, Sekarang ini kami tidak akan merampas jiwa kongcu kalian, dalam tiga hari kami hanya akan menghajarnya saja, setiap hari dia akan dirotan sebanyak tiga ratus kali, Kalau uang tebusan cepat datang, penderitaannya akan berkurang."

A Ko bingung sekali Dia menarik tangan Siau Po. "Kau dengar sendiri Bagaimana baiknya sekarang?"

"ltu tidak apa." kata Siau Po. "Kau jangan khawatir! Kalau satu hari dirotan tiga ratus kali, dua bulan baru tiga kali enam jadi delapan belas, jumlahnya baru seribu delapan ratus. " "Bukan.,." sahut A Ko. "Selaksa delapan ratus. "

Siau Po tertawa.

"lya, iya." sahutnya, "Aku tidak pandai menghitung, Tapi ada baiknya juga hajaran itu, nanti pinggulnya menjadi kebal dan tahan pukulan."

A Ko semakin marah, Dia mendelik pada si bocah.

"Masa bodoh." katanya, "Aku tidak mau meladeni engkau lagi."

"Sudah, sudah!" kata Siau Po. "Jangan menangis. Nanti aku akan mencari daya untuk menolongnya."

"Cepat kau tolong dia!" bentak si nona, "Urusan lainnya kita bicarakan nanti."

Tatkala itu, kedua tangan Kek Song sudah diikat, anak buahnya tidak berani melakukan apa-apa, karena takut tuan mudanya dicelakai kawanan berandal itu menaikkannya di atas punggung kuda, terang mereka hendak membawanya ke gunung Hok Gu San.

Melihat itu, A Ko semakin bingung. Siau Po dapat melihat gelagat sekaranglah waktunya untuk bertindak, Karena itu, dia segera menghambur ke depan pintu sambil berseru,

"Hai! Hai! Tay Ong dari Hok Gu San, mari! Aku yang rendah ingin berbicara sedikit denganmu!"

Rombongan Ci Thian Coan memang sedang menunggu panggilan itu, Dengan tampang keenggan-engganan, mereka menolehkan kepalanya.

"Eh, saudara kecil, apa maumu?" tanya Kho Gan Ciau. "Tahukah kalian siapa yang kalian tawan itu?" tanya Siau Po,

"Dialah putera kedua dari Yan Peng Kun Ong di Taiwan." sahut Gan Ciau, "Pasti kau juga tahu siapa dia. Tapi dia ini benar-benar kurang ajar. Coba kami tidak memandang kakek dan ayahnya, walaupun dia punya sepuluh kepala, tentu kami akan mengutungkan semuanya, Dalam tangsi, kami mempunyai banyak anggota, kami kekurangan biaya, karena itu sekarang kami tawan dia. Maksud-nya untuk ditahan sementara waktu, Kami ingin meminjam uang dari ayahnya sebanyak satu juta tail."

"Satu juta tail?" kata Siau Po. "ltu urusan kecil, aku dapat memberikannya kepada kalian."

Kho Gan Ciau tertawa. "Eh, saudara kecil," katanya, "Apakah she dan namamu yang mulia?"

Siau Po tersenyum. "Aku bernama Wi Siau Po." sahutnya singkat "Oh!" seru Kho Gan Ciau yang langsung merangkapkan sepasang tangannya untuk menjura, "Kiranya kaulah Siau Pek Liong Wi Enghiong yang telah membunuh Go Pay, si orang Boan Ciu paling kuat di jaman ini! Namamu sudah sangat terkenal Saudara kecil, kami semua mengagumimu, pertemuan ini sungguh menggembirakan hati kami." 

Siau Po membalas hormatnya. "Tidak berani aku menerima pujian yang demikian tinggi." katanya.

"Saudara kecil," kata Kho Gan Ciau, "Dengan memandang saudara, kami suka membebaskan orang she The ini, uang satu juta yang tadinya hendak kami pinjam, kami tidak mengingatkannya.

Ci Thian Coan mengeluarkan dua potong uang perak dari saku pakaiannya kemudian diserahkan kepada si anak muda, sikapnya sangat menghormat "Wi Enghiong, andaikata kau memerlukan uang untuk perjalananmu silahkan ambil uang seratus tail ini!" katanya,

Tanpa sungkan-sungkan lagi, Siau Po menerima pemberian Ci Thian Coan. "Terima kasih!" katanya singkat Kemudian dia berpaling kepada A Ko untuk 

menyerahkan uang itu kepada si nona, "Simpanlah yang ini, mungkin kita 

membutuhkannya nanti.,,."

A Ko menjadi heran. Dia benar-benar tidak mengerti Sungguh di luar dugaan, orang yang sangat dibencinya ini justru mempunyai nama besar, sampai segala berandal dari Hok Gu San itu pun tahu dan menghormatinya sedemikian rupa, dia tidak tahu, bahwa si bocah nakal ini justru pemimpin dari kawanan berandal tersebut.

"Ah!" Dia sampai mengeluarkan seruan tertahan Di dalam hati, dia merasa gembira dan heran. Heran karena bocah itu bisa bergaul dengan siapa saja, gembira karena pemuda pujaan hatinya akhirnya akan dibebaskan oleh kawanan berandal tersebut.

Sementara itu, kawanan berandal dari Hok Gu San semuanya menghampiri Siau Po dan mengajaknya berkenalan Mereka tampaknya bersungguh-sungguh ingin mengenal bocah itu lebih dekat saking kagumnya mendengar nama besar yang disandang si bocah.

Setelah selesai berkenalan Siau Po membalikkan tubuhnya untuk kembali memasuki rumah makan Tiba-tiba Hong Ci Tiong memanggilnya kembali.

"Tunggu dulu, Wi Enghiong!" katanya. Dia memanggil si bocah dengan sebutan Enghiong yang artinya pendekar "Kau telah berhasil membunuh Go Pay, kami semua sangat mengagumimu, Tapi kita baru berkenalan kita tidak tahu satu dengan lainnya, Karena itu kami mana tahu kau ini pendekar sejati atau pendekar palsu, Kalau ada  orang yang memalsukan nama Wi Enghiong dan mengakuinya, kami bisa saja dikelabui, siapa tahu ada orang yang sengaja melakukannya untuk mencari keuntungan?"

"Kau benar juga." kata Siau Po. "Lalu apa yang harus aku lakukan agar kalian bisa percaya."

"Maaf kalau kami bernyali besar Wi Enghiong!" kata Ci Tiong dengan sikap menghormat "Aku mohon sudilah kiranya Enghiong memberikan petunjuk kepadaku barang tiga jurus. jago Boan Ciu nomor satu saja bisa terbunuh di tangan Enghiong, 

pasti kepandaian Enghiong tinggi sekali." Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Baiklah kalau itu yang kan inginkan." sahutnya “Tapi aku tidak ingin berkelahi secara sungguh-sungguh, kita hanya saling mencoba saja, menang atau kalah tidak menjadi persoalan, kita bermain-main sampai batas saling towel saja."

Hong Ci Tiong pun menganggukkan kepalanya,

"Benar begitu." katanya, "Aku harap Wi Enghiong menaruh belas kasihan kepadaku sehingga aku tidak sampai terluka parah karenanya. "

Di dalam hatinya Siau Po tertawa.

-- Biasanya Hong toako ini tidak suka bicara, Tak disangka disaat bermain sandiwara, dia bisa menjalankan perannya dengan demikian sempurna!--

"Saudara, jangan sungkan" katanya kemudian.

"Mungkin aku bukan lawanmu yang setimpal Harap saudara juga jangan berlaku terlalu keras kepadaku. Nah, mari kita mulai!"

Ci Thian Coan segera maju.

"Saudara, biar aku dulu yang mencoba Wi Enghiong!"

"Tidak bisa!" sahut Ci Tiong, "Aku yang memintanya terlebih dahulu. Jadi akulah yang harus melawannya dulu, kau boleh menyusul belakangan."

Setelah berkata, dia menoleh kepada Siau Po dan berkata. "Saudara, kau boleh mulai sekarang."

Siau Po langsung melakukan penyerangan Dia mengangkat tangan kirinya ke atas, telunjuknya diayunkan, disusul dengan satu tepukan oleh tangan kanannya, Tapi baru setengah jalan, tangan itu sudah diputar balik untuk menyerang dari samping. itulah  sebuah jurus tipuan yang bernama Bu Sek Bu Siang dari ilmu poan Jiak Ciang yang diajarkan oleh Teng Koan taysu ketika dia berada di kuil Siau Lim Sie.

"Bagus." kata Hong Ci Tiong sambil mengacungkan jempolnya, "lnilah salah satu bagian dari Poan Jiak Ciang yang dinamakan Bu Sek Bu Siang. " Dia segera 

menangkis dan berhasil menghindarkan diri dari serangan itu.

Siau Po kembali maju selangkah, kaki kirinya ditendangkan ke samping. sekarang dia menggunakan sebuah jurus yang pernah diajarkan oleh Hay Tay Hu, tapi dia lupa apa nama jurus itu, Hong Ci Tiong bersikap seakan kurang bersiaga, Dia ingin mengelakkan diri dari serangan itu, tapi apa daya kakinya telah tersepak sehingga dia jatuh terguling roboh.

Cepat-cepat dia bangkit kembali sementara itu, Siau Po tertawa lebar.

"Benar, tuan!" katanya, "Pandangan tuan sungguh tajam, ilmuku tadi dapat tuan kenali dengan baik."

Meskipun mulutnya berbicara, Siau Po kembali melakukan penyerangan Tangan kirinya diangkat ke samping, Dari kanan dibawa ke sebelah bawah kiri, Mendadak kelima jari tangannya menyambar.

"Hebat!" seru Ci Tiong yang seakan masih belum kapok. Dia juga merasa agak bingung, inilah pukulan Leng Ciu dari Poan Jiak Ciang juga." 

Dia bergerak mundur, menyusul itu, dia menolakkan kedua tangan nya, gerakannya perlahan sekali, Dengan demikian, telapak tangannya hanya beradu sedikit dengan jari penyerangnya.

"Aduh!" Dia menjerit seperti orang yang kesakitan dan tubuhnya langsung berjumpalitan di udara dan terpental ke belakang seakan tidak sanggup bertahan. 

Setelah itu, dia berdiri terdiam wajahnya merah padam laksana orang yang habis meneguk puluhan cawan arak. Dia seperti malu dan bingung, Sampai cukup lama, dia baru tersentak sadar, langsung jatuh terduduk, Kedua tangannya digoyang-goyangkan sambil mulutnya berkata.

"Aku sangat kagum kepadamu, Wi Enghiong. Ternyata kau memang lihay sekali, tidak heran kau sanggup membunuh Go Pay, si jahanam bangsa Boan Ciu itu. Aku benar-benar takluk kepadamu, Terima kasih karena tidak mengambil selembar jiwaku ini. Kalau Wi Enghiong memerlukan bantuan kami, silahkan datang ke Hok Gu San, jangan sungkan-sungkan, meskipun harus terjun ke lautan api atau gunung gotok, aku pasti rela melakukan apa saja bagi Wi Enghiong."

A Ko dan Pek I Ni dapat melihat jelas semua kejadian itu, Tapi apa yang tersirat dalam pikiran mereka sudah tentu berbeda, Pek I Ni dapat melihat dengan jelas bahwa penyerangan yang dilakukan Hong Ci Tiong hanya pura-pura.  Hatinya jadi bertanya-tanya, permainan apa lagi yang dijalankan bocah ini, Dia juga tidak percaya kawanan berandal itu berasal dari Hok Gu San sebagaimana pengakuan mereka.

Sedangkan A Ko menjadi bingung, Dia tidak menyangka Siau Po mempunyai kepandaian yang begitu tinggi sehingga sanggup merobohkan salah satu dari kawanan berandal itu, Kalau dilihat dari pertandingan yang berlangsung barusan, tampaknya ilmu si bocah ini malah lebih tinggi dari Kek Song. Hatinya jadi tidak begitu benci lagi kepada si bocah. Hanya perasaan mendongkolnya yang masih tersisa terus.

Sementara itu, Kek Song yang terikat di punggung kuda sudah dibebaskan oleh kawanan Tian Te Hwe. Dia ikut menyaksikan jalannya pertempuran. Untung ilmunya belum tinggi sekali sehingga dia tidak melihat bahwa sebenarnya Siau Po dan Hong Ci Tiong hanya pura-pura berkelahi. 

Dalam hatinya juga timbul keraguan Benarkah bocah itu demikian lihay? Atau dia mempunyai ilmu siluman yang bisa membuat semua lawannya menjadi takluk dan menyatakan menyerah dengan sendirinya? pikirannya kacau, belum lagi kepalanya yang masih pusing karena diayunkan ke sana ke mari sejak tadi. Dia malas memikirkan hal itu lebih jauh.

Siau Po sendiri tenang-tenang saja. Bibirnya mesem-mesem. Beberapa pelayan rumah makan pun menyaksikan jalannya pertarungan sekarang mereka menatap kepada si bocah dengan pandangan kagum. Hal ini membuat Siau Po semakin bangga. Dia menjadi besar kepala, Sudah terbayang dalam benaknya akan duduk bersanding bersama A Ko yang cantik dan manis.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar