Kaki Tiga Menjangan Jilid 37

Jilid 37

Lalu, tibalah saat yang mendebarkan hati si bocah tanggung. Tepat di depan Siau Po, tosu itu menghentikan langkah kakinya,

"Apakah kau baru datang dari Ceng Liang si?" Tiba-tiba tosu itu bertanya sambil menatap Siau Po lekat-lekat.

"Bukan," sahut Siau Po cepat "Kami datang dari Leng Keng si." Apa yang dikatakannya memang benar. Bukankah semalam dia menginap di Leng Keng si?

Sekonyong-konyong tosu itu mengulurkan tangannya untuk memegang bahu kiri Siau Po lalu membalikkan tubuhnya dengan cepat Dengan demikian mereka jadi berdiri berhadapan dan tidak menyamping seperti sebelumnya.

"Apakah kau Siau Kui Cu, thay-kam dari kerajaan?" tanya tosu itu kembali, (Tosu adalah pendeta agama To),

Hati Siau Po tercekat Apalagi dia merasa cekalan tangan si pendeta yang masih memelihara rambutnya itu membuat seluruh tubuhnya menjadi lemas seakan tidak mengandung tenaga sedikit pun.

"Kau ngaco!" sahutnya dengan berani. sedangkan mimik wajahnya tidak menunjukkan perubahan apa-apa. "Kau lihat sendiri, apakah tampangku ini mirip seorang thay-kam? Aku Wi kongcu dari Yang-ciu."

Tepat pada saat itu, Songji pun turut bicara.

"Lekas lepaskan tanganmu!" tegurnya pada tosu itu, "Mengapa kau begitu tidak tahu aturan terhadap kongcuku?"

Tosu itu mengulurkan tangannya yang satu lagi dengan maksud menekan bahu Song 

Ji.

"Kalau mendengar dari nada suaramu, tampaknya kau juga seorang thay-kam cilik," katanya.

Song Ji menggeser tubuhnya sedikit, dengan demikian serangan tosu itu tidak mengenai sasarannya. Di samping itu, dia sendiri mengulurkan tangannya untuk menotok jalan darah Thian Hou di tubuh tosu tersebut Song Ji memang lihay sekali. Sekali saja jari tangannya bergerak, tepat mengenai tubuh si tosu sehingga terdengar suara Tukk! Tapi dalam waktu yang bersamaan pula, Song Ji mengeluarkan seruan tertahan, sebab dia merasa jari tangannya seperti menotok lempengan besi yang keras, jari tangannya sakit sekali serasa seperti mau patah.

Tepat pada saat dia mengeluarkan seruan tertahan itulah, bahunya pun terasa nyeri, Sebab di luar dugaannya, tahu-tahu bahunya sudah kena dicengkeram oleh tosu itu. Tangan yang jarinya panjang-panjang dan besarnya seperti kipas.

"Hm! Hm!" Tosu itu mendengus dingin, "Thay-kam cilik, usiamu masih muda, tapi kepandaianmu sudah tinggi, Ya, kau sudah lihay sekali."

Song Ji tidak menyahut, sebelah kakinya membentur benda yang keras dan sakitnya tidak terkatakan.

"Thay-kam cilik, ilmu silatmu benar-benar hebat! Benar-benar hebat!" terdengar tosu itu memuji kembali.

Song Ji merasa penasaran, hatinya panas sekali.

"Aku bukan thay-kam ci!ik!" teriaknya marah. "Kaulah yang thay-kam cilik! Aduh!" Dia menjerit lagi.

Tosu itu tertawa.

"Coba kau pandang aku! Apakah aku mirip seorang thay-kam cilik?" tanyanya sambil tertawa lagi.

"Lekas lepaskan cekatan tanganmu!" bentak Song Ji. Dia tidak mau melayani tosu itu berbicara, Meskipun Song Ji kesakitan tapi dia sama sekali tidak takut, "Kalau kau tidak melepaskan cekalan tanganmu, waspadalah! Aku akan mencaci maki dirimu!"

Tosu itu tidak menghiraukan kata-kata Song Ji.

"Kau sudah menotok aku bahkan menendang tulang keringku, tapi aku toh tidak takut, Masa sekarang aku harus takut mendengar caci makimu? ilmu silatmu lihay sekali, tentunya kau orang dari istana, Aku harus menggeledah dirimu terlebih dahulu!"

Song Ji memang berani, dia tidak mau kalah bicara.

"llmu silatmu lebih lihay dari aku, tentunya engkaulah orang dari istana!" katanya membalikkan kata-kata si tosu.

"Aih! Thay-kam cilik!" tegur si tosu. "Kenapa kau cerewet sekali?"

Selesai berkata, tosu itu naik ke atas gunung, Tangan kirinya mengangkat tubuh Siau Po, sedangkan tangan kanannya menenteng si gadis yang bernyali besar. Langkah  kakinya ringan sekali, Dia tidak memperdulikan kedua bocah yang berteriak-teriak itu. Larinya cepat sekali seakan dia tidak membawa beban apa pun.

Ie Pat dan yang lainnya berdiri terpaku, Mereka bingung juga takut.

Setelah mendaki beberapa tombak, si tosu masih terus berlari, Baginya, jalanan yang mendaki itu seperti jalanan yang datar saja, Dia seakan tidak mengalami kesulitan apa pun.

Siau Po hanya dapat mendengar suara bersiurnya angin, Dalam hati ia berkata.

- Tosu ini lihay sekali, Apakah dia malaikat atau siluman gunung ini? --

Setelah berlari sekian larna, tiba-tiba tosu itu melepaskan cekalannya, Kedua tawanannya dilepaskan ke atas tanah, kemudian dia menuding sambil membentak.

"Sekarang kalian bicara! Kalau kalian berkeras kepala, aku akan membawa kalian ke puncak gunung ini kemudian melemparkan kalian ke dalam jurang!"

Tosu itu menunjuk ke arah puncak yang tinggi, yang sebagiannya tertutup awan yang tebak.

"Baik, suhu, Aku akan bicara terus terang, "Dia adalah... aku. "

"Bicara yang benar! Dia, kau apa?" bentak si tosu yang berangasan itu. "Dia adalah,., istriku." sahut Siau Po terpaksa.

Mendengar ucapannya, baik tosu itu maupun Song Ji sama-sama terkejut Bahkan wajah si gadis cilik menjadi merah padam.

Sedangkan si tosu menjadi heran, bagaimana seorang bocah cilik sudah mempunyai istri?

"Apa? Istri?" tanyanya menegaskan. Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Suhu, biarlah aku berbicara terus terang kepadamu," katanya pula, "Sebenarnya aku seorang kongcu, putera seorang hartawan dari Kota Pe King, Aku tertarik kepada nona, putri tetanggaku ini. karenanya kami telah sama-sama berjanji untuk hidup bersama-sama sampai hari tua, janji itu kami buat secara diam-diam di taman bunga, Ayah nona ini tidak menyetujui hubungan kami, karena itulah aku mengajak nona ini minggat dari rumah, Suhu lihat sendiri, dia seorang gadis, Mana mungkin menjadi thay- kam? Tentu saja dia marah! Kalau suhu tetap tidak percaya, buka saja kopiahnya!" Tosu itu mengikuti perkataan Siau Po. Dia membuka kopiah Song Ji sehingga tampaklah rambutnya yang panjang dan indah.

Di jaman kerajaan Ceng, kecuali imam (tosu) atau hwesio, setiap laki-laki harus mencukur bagian depan rambutnya sehingga hanya tersisa bagian belakangnya untuk dijadikan kuncir panjang. 

Tapi rambut Song Ji lengkap, bagian depannya masih penuh dan bagian belakangnya juga terurai panjang sehingga dapat dipastikan bahwa dia memang seorang perempuan.

"Suhu, aku mohon," kata Siau Po yang pandai bicara, "Janganlah serahkan kami kepada pihak pembesar negeri, sebab aku bisa kehilangan nyawaku Suhu, aku bersedia memberimu uang sebanyak seribu tail asal kau membebaskan kami. "

"Sekarang terbukti sudah bahwa kalian bukan thay-kam," kata tosu itu kemudian. "Thay-kam tidak mungkin melarikan anak gadis orang. Ha ha ha ha! Kau masih kecil tapi nyalimu sudah besar sekali!" Sembari berkata, tosu itu melepaskan cekalannya pada bahu Siau Po.

"Untuk apa kalian datang ke Ngo Tay san?" tanyanya kembali.

"Kami pergi ke Leng Keng si untuk bersembahyang pada Sang Bodhisatva." sahut Siau Po yang tidak pernah kehilangan akal "Kami memohon perlindunganNya, Semoga aku, pemuda yang malang ini berhasil menjadi Conggoan, dan dia. kelak setelah 

menjadi istriku akan dipanggil It Pin hujin. "

Siau Po memang pandai berbicara, Kata-katanya tentang pemuda hartawan yang malang dan mengikat janji di taman bunga, semuanya ia cangkok dari tukang cerita di Kota Yang-ciu. sedangkan Cong goan artinya mahasiswa yang lulus pertama dalam ujian di istana dan It Pin hujin adalah sebutan untuk para isteri seorang menteri atau jenderal.

Tosu itu berpikir sejenak.

"Kalau begitu, aku yang salah duga, kalian pergilah!" katanya kemudian. Bukan main senangnya hati Siau Po.

"Terima kasih, suhu, terima kasih!" katanya berulang-ulang, bersama-sama Song Ji, dia memberi hormat kemudian diajaknya turun gunung.

"Aih, tidak benar!" tiba-tiba tosu itu berseru. Setelah kedua pemuda-pemudi itu berjalan beberapa langkah, "Eh, kalian kembali!"

Mau tidak mau, Siau Po terpaksa kembali bersama Song Ji. "Eh, nona kecil!" Tegur tosu itu. "llmu silatmu baik sekali Kau telah menotok dan menendang aku satu kali juga, Sampai sekarang aku masih merasa sakit." Dia langsung meraba jalan darahnya yang tadi ditotok Song Ji. Kemudian tosu itu bertanya lagi, "Nona, siapakah yang mengajarkan ilmu silat kepadamu? Tergolong partai manakah kepandaianmu itu?"

Wajah Song Ji jadi merah, Gadis itu tidak biasa berbohong sehingga sulit baginya menjawab pertanyaan itu, Dia juga tidak suka menjelaskan golongan partai persilatannya, Karena itu, dia hanya menggelengkan kepalanya.

Siau Po yang cerdas, segera mewakili gadis itu menjawab.

"Dia mewarisi ilmu silat keluarganya yang diajarkan turun temurun. Ibunyalah yang mengajarkannya."

"Apa she nona ini?" tanya tosu itu kembali.

"Ini... ini... aih!" sahut Siau Po ragu-ragu. "Rasa-nya kurang leluasa menyebut she keluarganya. " Si bocah nakal mengembangkan seulas senyuman.

"Apanya yang tidak leluasa?" bentak tosu itu, "Lekas katakan!" "Kami dari keluarga Cung." sahut Song Ji mendahului Siau Po.

"Keluarga Cung?" ulang si tosu sambil menggeleng gelengkan kepalanya, "Tidak benar! Kau pasti berbohong! Di kolong langit ini tidak ada keluarga Cung yang ilmu silatnya terkenal Apalagi mengajarkan seorang anak perempuan sampai begini lihay!"

"Aneh!" kata Siau Po yang menjadi berani dan tertawa lebar. "Suhu, di kolong langit ini, banyak sekali orang yang pandai ilmu silat, Bagaimana kau bisa mengenal mereka semuanya?"

"Diam kau!" bentak tosu itu dengan nada gusar "Aku sedang bertanya kepada si nona kecil ini, jangan kau ikut campur!" Selesai berkata, tosu itu bahkan mendorong tubuh Siau Po dengan perlahan.

Si bocah takut terluka, dia tahu tosu ini lihay sekali, Karena itu, sebelum tangan orang itu sempat menyentuhnya, dia sudah menghindarkan diri terlebih dahulu, Dia menggunakan tipu jurus "Hong Heng Cau Yan" (Angin berhembus, rumput rebah) sehingga dia berhasil menyelamatkan dirinya, sementara itu, dia juga menggerakkan kedua tangannya. Tangan kirinya diangkat ke atas untuk melindungi dirinya, sedangkan tangan kanan melancarkan serangan.

Tosu itu terkejut setengah mati. Dia mengulurkan tangannya untuk menyambar dada Siau Po. Sebelumnya, dia menghindarkan diri terlebih dahulu dari serangan si bocah. Siau Po cerdik sekali, Gerakannya sangat lincah Dia memiringkan dadanya ke samping, begitu tubuhnya bebas, tangannya melayang lagi, jurus yang digunakannya kali ini ialah "Leng Coa Jut Tong" (UIar sakti keluar dari goa). 

Dia memainkannya dengan bagus sekali, Tidak syak lagi, lehernya tosu itu langsung terkena tamparannya, Namun dalam waktu yang bersamaan, dia pun menjerit sekeras- kerasnya karena tangannya seperti menghantam besi sehingga ia merasa kesakitan.

Mendengar majikannya menjerit kesakitan, Song Ji segera melompat maju untuk menyerang tosu itu.

Sementara itu, dada Siau Po sudah terkena sambaran tosu itu. Hal ini karena si tosu gesit sekali, sembari menghindarkan diri, dia balas menjambak dada Siau Po. Dengan demikian, sekaligus juga dia sanggup melayani si nona cilik.

Song Ji melakukan pertarungan dengan hati-hati, dia sadar betapa lihaynya lawan yang satu ini. Gadis itu memperlihatkan kegesitan dan kelincahannya, Meskipun demikian, dia tetap kewalahan, sebab tubuh tosu itu kebal terhadap pukulan, ilmu tosu itu bernama Kim Cung Tiau (Tudung lonceng emas) dan Tiat Pou San (Baju besi) sehingga dia tidak usah khawatir terhadap totokan, tinju atau pukulan yang dilancarkan lawan.

Dalam beberapa jurus saja, Song Ji sudah tidak berdaya dibuatnya, Kepandaiannya tidak berarti banyak bagi si tosu, Sesaat kemudian, tosu itu sudah menatap Siau Po lekat-lekat dan bertanya kepadanya.

"Kau mengatakan bahwa kau anak seorang hartawan tapi mengapa kau mengerti ilmu "Kim Na Jiu" dari golongan Sin Liong To di Liau Tong?"

Siau Po memang pemberani Dengan suara lantang dia menjawab

"Aku toh anak seorang hartawan, lalu mengapa aku tidak boleh mempelajari ilmu Sin Liong To? Apakah hanya anak orang miskin yang boleh mempelajari ilmu itu?" Dia sengaja mengucapkan kata-kata itu untuk memperpanjang waktu. Maksudnya ingin mencari jalan untuk melarikan diri, Diam-diam dia berpikir dalam hati.

-- ilmu Sin Liong To di Liau Tong? ilmu apakah itu? Oh.,, Aku ingat sekarang! Hay Tay Hu si kura-kura tua pernah mengatakan bahwa Thay Hou berusaha menutupi dirinya seakan-akan orang dari Bu Tong Pai, padahal dia sebenarnya memiliki ilmu Coa To yang terletak di Liau Tong. Coa To itu pasti sama dengan Sin Liong To. Apa bedanya naga dan ular? Iya... dapat dipastikan bahwa si nenek sihir itu mempunyai hubungan dengan orang Sin Liong To. Tentu saja, nama ular tidak enak didengar, maka mereka menggantinya dengan nama Sin Liong (naga sakti)! ilmu silat Siau Hian cu diajarkan oleh si nenek sihir. Karena aku sering berlatih bersamanya, sedikit banyaknya aku jadi memahami ilmu Sin Liong To juga -- Begitu bencinya Siau Po kepada Hong Thay Hou sehingga terus-terusan dia menyebutnya sebagai perempuan hina dan si nenek sihir

Sementara itu, terdengar suara bentakan si tosu yang mengandung kegusaran

"Ngaco! Ayo katakan yang sebenarnya, siapakah gurumu?"

Siau Po berpikir cepat

- Kalau aku mengakui bahwa Thay Houlah yang mengajarkan ilmu silat kepadaku, sama saja aku mengakui diriku seorang thay-kam., - Karena itu dia segera menggunakan alasan yang lain.

"Aku diajarkan ilmu silat olah teman pamanku. Dia bernama bibi Liu Yan. orangnya 

gemuk. "

"Nona Liu Yan?" tanya tosu itu mengulangi kata-kata Siau Po. "la sahabat pamanmu? siapakah pamanmu itu?"

"Pamanku itu bernama. Wi Toa Po," sahut Siau Po sembarangan. Dia 

mengimbangi Toa Po dengan namanya sendiri, Toa Po artinya mustika besar, sedangkan Siau Po artinya mustika kecil, "Pamanku itu mata keranjang, Di kerajaan kawan wanitanya banyak sekali dan dia termasuk orang royal, Menghamburkan uang sebanyak seribu tail sehari bukan masalah bagi nya. Dia tampan seperti artis pemain sandiwara di panggung pertunjukan Karena itulah bibi Liu tergila-gila kepadanya sering nona yang gemuk itu datang ke rumah kami pada jam tiga tengah malam dan masuknya melompati tembok taman bunga yang ada di belakang, Memang aku yang merengek- rengek kepadanya agar diajarkan ilmu silat Kemudian aku memang diwarisinya beberapa jurus."

Tosu itu ragu-ragu mendengar cerita Siau Po.

"Bagaimana dengan pamanmu sendiri? Apakah dia mengerti ilmu silat?" tanyanya. Siau Po tertawa lebar mendengar pertanyaan itu.

"Pamanku pandai ilmu silat asmara, Dia sering dipiting batang lehernya oleh nona Liu, tapi dia malah kesenangan Bahkan ketika nona itu mengangkat tubuhnya naik turun, dia mendiamkan saja, Tapi pamanku itu memang lucu sekali, Sekali waktu aku pernah mendengarnya mengatakan: "Nah, ini yang dinamakan anak mengangkat ayah", mendengar kata-katanya nona Liu ikut tertawa bahkan membalasnya dengan mengatakan "lni belum apa-apa, kelak pasti ada cucu yang menenteng kakeknya"

Kata-kata Siau Po itu sebenarnya hanya sembarangan mengoceh, Dia sedang mempermainkan tosu itu yang karena peraturan agama tidak boleh berdekatan dengan kaum wanita, Tapi tosu itu tidak gusar Dia malah minta penjelasan yang lebih lanjut tentang Liu Yan. Dengan senang hati Siau Po melanjutkan ceritanya.

"Bibi Liu Yanku itu senang memakai sepatu sulam merah. Oh, suhu, aku menduga kau pasti mencintainya. Benar bukan? Kapan saja kalau suhu bertemu dengannya, 

suhu boleh tidur dengannya dan aku yakin keesokan harinya dia tidak akan bangun lagi untuk selama-lamanya!"

Gusar sekali tosu itu mendengar ocehan si bocah, Dia memang tidak tahu Liu Yan sudah mati dan tidak mungkin bisa bangun kembali, Dan bocah itu memang sengaja mempermainkannya.

"Bocah cilik, kau mengoceh sembarangan!" bentaknya, Tapi dia mulai mempercayai keterangan yang diberikan oleh Siau Po. Perlahan-lahan dia menepuk perut Siau Po untuk membebaskannya dari totokan, Dan dia tidak berhasil karena tangannya menyentuh kita Si Cap Ji Cin Keng yang disimpan Siau Po di balik pakaiannya.

"Eh, barang apa itu?" tanyanya,

"Oh, ini uang yang aku curi dan kubawa kabur dari rumah," sahut Siau Po dengan hati tercekat

"Ngaco! Mana mungkin kau membawa uang begitu banyak?" Tanpa menunda waktu dia segera mengulurkan tangannya dan merogoh-rogoh tubuh Siau Po dan mengeluarkan bungkusan kitab itu. Ketika dia membukanya, saat itu juga dia jadi tertegun, kemudian wajahnya menjadi berseri-seri.

"Si Cap Ji Cin keng! Si Cap Ji Cin keng!"

Kemudian tosu itu membungkus kembali kitab itu sampai rapi lalu dimasukkannya ke dalam saku pakaian, Kembali dia menjambak dada Siau Po dan diangkatnya tinggi- tinggi.

"Dari mana kau mendapatkan kitab ini?" tanyanya dengan suara garang.

Sulit sekali menjawab pertanyaan itu, apalagi hati Siau Po sedang terkejut dan khawatir kehilangan kitabnya itu, Tapi untung saja otaknya cerdas sekali, Dia menabahkan hatinya dan berusaha tertawa lebar.

"Kau menanyakan kitabku itu? Oh, ceritanya panjang sekali, Akan memakan waktu lama untuk menceritakannya. "

Siau Po terus mengulur waktu, Selain ingin mendapatkan kebebasan, Siau Po juga berharap dapat merebut kitabnya kembali, Karena itu, dia perlu mengasah otaknya untuk mencari keterangan yang masuk akal...

"Cepat katakan! Dari mana kau mendapatkan kitab itu?" bentak tosu itu sekali lagi, "Siapa yang memberikannya kepadamu?" Belum lagi Siau Po sempat menjawab pertanyaan itu, dari kejauhan tampak serombongan hwesio sedang berjalan mendatangi Tampaknya mereka Cap Pek Lohan dari biara Siau Lim Sie yang membantu Heng Ti mengusir para Ihama dari Tibet, Ketika dia menoleh ke arah barat, ternyata dari sana juga sedang datang beberapa orang hwesio sehingga jumlahnya menjadi belasan orang.

-- Bagus! -- seru Siau Po dalam hatinya, Dia merasa senang -- Tosu bangsat, biar pun kepandaianmu lebih hebat lagi dari sekarang, tidak mungkin kau sanggup melawan Cap Pek Lohan dari Siau Lim Sie! --

"Cepat katakan!" bentak tosu itu. "Ayo, cepat katakan!"

Sekarang tosu itu juga melihat munculnya beberapa orang hwesio dari arah timur, barat dan utara. Dia tidak memperdulikan orang-orang itu tapi dia bertanya kepada Siau Po. 

"Mengapa beberapa orang hwesio itu datang ke mari?"

Tampaknya Siau Po sudah memikirkan pertanyaan itu. Dengan seenaknya dia menjawab .

"Para hwesio itu telah mendengar tentang kehebatanmu, sekarang mereka datang untuk mengangkat kau menjadi guru."

Sudah sampai di hadapan si tosu dan sepasang muda-mudi itu. Bahkan hwesio yang usianya sudah lanjut dan aliasnya panjang langsung memberi hormat dan menyapa.

“Taysu, apakah taysu ini Poan Toato Ay Cun cia dari Liau Tong?"

Ketika itu tubuh Siau Po masih diangkat tinggi-tinggi oleh si taysu, tapi mendengar pertanyaan itu dia jadi tertawa terbahak-bahak, Menurutnya, pertanyaan itu aneh sekali. Poan tauto artinya tosu gemuk, sedangkan Ay Cun cia berarti Cun cia pendek, Cuncia adalah sebutan suci bagi para pengikut Buddha, Tetapi kenyataannya tosu itu bertubuh tinggi kurus, Apakah hwesio itu matanya buta? Tidak! Terang dia bisa melihat Lalu, mengapa dia menyebut tosu itu dengan sebutan yang demikian menggelikan? Ataukah hwesio itu sengaja mengejeknya?

Tosu itu menggelengkan kepalanya,

"Betul! Akulah Poan Tauto Ay Cun cia! Kalian bisa mengetahui namaku, Hal ini berarti kalian bukan orang sembarangan Nah, taysu, siapakah kau sebenarnya?"

"Gelar lolap Teng Sim dari Siau Lim Sie," sahut hwesio beralis panjang itu, "Kedudukanku di dalam biara sebagai ketua dari ruang Tat Mo Ih. Dan ketujuh belas suhu ini rekan-rekan lolap yang juga anggota ruang Tat Mo Ih." sedang mendatangi itu dan berseru, "Lebih baik kalian menggelinding pergi dari sini, jangan ganggu aku dengan segala macam kerewelan!"

Suaranya yang keras bergema di sekitar lembah itu kedengarannya penuh wibawa.

Rombongan ke delapan belas Lohan dari Siai Lim Sie itu tidak menghiraukan seruannya, Mereki seakan tidak mendengar apa-apa. Para Lohan iti terus mendaki ke atas dan tidak lama kemudian

"Aku tidak pernah menerima murid," katanya

Mendengar pertanyaan itu, tosu itu segera menjawab dengan suara lantang.

Kemudian dia menghadap ke arah para hwesio yan

"Oh!" seru tosu itu yang nadanya tidak garang lagi seperti sebelumnya, "Kiranya delapan belas Lohan dari Tat Mo Ih telah berkumpul di sini, Aku hanya seorang diri, tidak bisa aku melayani kalian semua. "

Teng Sim segera merangkapkan sepasang tangannya,

"Di antara kita satu dengan yang lain tidak terlibat permusuhan atau persengketaan apa pun, bahkan kita sama-sama merupakan pengikut Buddha. Bagaimana taysu bisa mengatakan soal perkelahian?" katanya dengan nada sabar "Kedua Cun cia gemuk dan kurus dari Liau Tong mempunyai nama yang terkenal sekali karena ilmu silatnya yang lihay, Kami justru merasa kagum sekali, Kami juga merasa gembira atas keberuntungan kami dapat bertemu dengan taysu di sini."

Setelah Teng Sim selesai berkata, ketujuh belas rekannya yang lain segera memberi hormat sehingga tosu itu repot membalas penghormatan mereka.

"Untuk apakah kalian datang ke Ngo Tay san ini?" tanya tosu itu kemudian.

Teng Sim tidak menjawab pertanyaan Ay Cun cia, dia malah menunjuk kepada Siau Po.

"Sicu kecil ini mempunyai hubungan yang erat dengan biara Siau Lim Sie kami, oleh karena itu, kami mohon sudilah kiranya taysu bermurah hati membebaskannya. "

Ay Cun cia memperhatikan hwesio itu. Dia tampak ragu-ragu. Tapi pihak lawan adalah ke-delapan belas Lohan yang sudah terkenal dari Siau Lim Sie, sedangkan dia hanya seorang diri, sanggupkah dia melawan mereka? Tentu lain halnya kalau mereka berkelahi satu lawan satu.

"Baiklah," sahutnya kemudian, "Dengan memandang wajah taysu, aku akan melepaskannya," tosu itu langsung menurunkan tubuh Siau Po. setelah itu dia menepuk perut bocah itu untuk membebaskan totokannya. Begitu berdiri tegak, Siau Po mengulurkan tangannya ke hadapan tosu itu. "Mana kitabku?" katanya, "Kitab itu merupakan pemberian sahabat dari delapan 

belas suhu ini agar aku membawanya ke Siau Lim Sie dan akan diserahkan kepada 

Hong Tio biara itu."

"Apa?" tanya Ay Cun cia gusar "Apa hubungannya kitab ini dengan pihak Siau Lim Sie?"

"Pokoknya kau telah merampas kitab milikku!" sahut Siau Po dengan berani "Kitab itu diserahkan oleh seorang suhu tua yang meminta aku menyerahkannya kepada seseorang, Urusan ini penting sekali, Biar bagaimana kau harus mengembalikan kitab itu!"

"Kau mengoceh tidak karuan!" kata tosu itu yang langsung mencelat ke bawah untuk turun gunung.

Tiga orang hwesio Siau Lim Sie segera lompat ke depan dengan tangan terulur guna menyambar orang itu.

Ay Cun cia tidak ingin melayani, dia menggeser tubuhnya ke samping untuk menghindarkan diri. Tubuhnya tinggi kurus, meskipun tampaknya kaku tapi gerakannya justru gesit dan lincah sekali walaupun sambaran tangan ke tiga hwesio itu lihay sekali namun tidak mengenai sasarannya!

Menyaksikan keadaan itu, empat orang hwesio lainnya segera turun tangan, Mereka menghambur ke depan untuk menghadang dengan merentangkan kedua tangannya.

Terdengar seruan nyaring dari mulut Ay Cun cia, kedua tangannya didorongkan ke depan dengan jurus "Ngo Teng Kay san", setelah itu dia mencelat lagi.

Keempat hwesio itu berusaha merintangi kembali Mereka menyerang serentak Ketika mereka menangkis, merasa tenaga tolakan lawan keras sekali sedangkan si tosu merasa serangan yang dilancarkan keempat hwesio itu berbeda-beda, Dua yang di kiri menyarang dengan tenaga yang kuat, sedangkan dua yang di kanan menyerang dengan tenaga lunak, Begitu lunaknya sehingga mirip membentur tumpukan kapas.

- Ah! --, seru tosu itu dalam hatinya, -- Aku sudah mendengar bahwa ilmu silat Siau Lim Pai lihay sekali, sekarang aku telah membuktikannya sendiri Mereka benar-benar tidak Boleh dianggap enteng.

Tosu itu segera berusaha membebaskan diri, tapi tiga hwesio lainnya sudah mendesaknya dari belakang. Dia menjejakkan kakinya di atas tanah untuk mencelat ke atas dan menghindarkan diri dari serangan empat kepalan tangan.  Sembari melompati dia menolehkan kepalanya ke belakang. Ternyata serangan yang dilancarkan mereka memang berbeda-beda dan dari arah yang berlawanan pula, itulah serangan cengkeraman Naga, Kuku Hari-mau, dan Cakar Garuda. 

Diam-diam hatinya merasa jeri Dia tidak berani berlaku ayal Dia memutar tubuh sambil melompat ke arah Siau Po untuk menyambar bocah itu dengan tangan kanannya, Setelah mendarat di atas tanah, dia membentak dengan nada bengis.

"Kalian ingin melihat dia mati atau hidup?"

Gerakan tosu itu cepat sekali dan tahu-tahu Siau Po telah tercekal olehnya.

Ke delapan belas Lohan dari Siau Lim Sie itu segera mengambil posisi mengurung. Teng Sim merangkapkan sepasang tangannya dan berkata.

"Kitab sicu ini merupakan kitab yang sangat penting, oleh karena itu, kami mohon sudilah taysu mengembalikannya. Dengan demikian taysu telah mendirikan pahala, Atas itu, kami semua juga akan merasa bersyukur dan berterima kasih!"

Ay Cun cia mengangkat tubuh Siau Po tinggi-tinggi, tangannya yang sebelah lagi mengancam batok kepala bocah itu, Tosu itu tidak menghiraukan Teng Sim, malah tanpa berkata apa-apa lagi, dia membawa Siau Po lari ke arah utara.

Ancaman itu hebat sekali, seandainya pihak Siau Lim Sie memaksakan kehendak mereka untuk meminta kembali kitab Si Cap Ji Ciang Keng, maka dia akan menghajar batok kepala Siau Po agar mati seketika. 

Dalam keadaan seperti ini, beramai-ramai mereka menyebut nama Sang Buddha kemudian mundur serempak untuk membuka jalan.

Tosu itu langsung berlari sambil membawa Siau Po. Gerakannya gesit dan cepat Tujuannya ke arah utara.

Meskipun sempat ragu-ragu, akhirnya ke delapan belas Lo han dari Siau Lim Sie itu menyusul juga, Mereka segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh agar tidak ketinggalan terlalu jauh atau kehilangan jejak orang yang disusul itu.

Pada saat itu, Song Ji juga sudah lari menyusul Dia dibebaskan totokannya oleh salah seorang hwesio. Saking khawatirnya, dia berlari kencang sekali. Tapi dia mengalami kesulitan untuk mengejar apalagi menyusul tosu itu, Hal ini karena dia kalah tenaga dalam disebabkan usianya yang masih muda. 

Gadis cilik itu bingung sekali sehingga tanpa sadar dia menangis, namun tidak menghentikan langkah kakinya. Sebaliknya, di sebelah depan, para hwesio itu juga belum berhasil mengejar Ay Cun cia.

Tidak lama kemudian, baru tampak Ay Cun cia membawa Siau Po mendaki puncak sebelah utara, para hwesio tetap mengejarnya, Hanya ada satu jalan untuk mendaki puncak itu dan sempit pula, Karena itu, mereka terpaksa berlari dengan antri atau berbaris satu per satu. 

Ketika Song Ji menyusul sampai di kaki bukit itu, tenaganya sudah habis. Dia mendongakkan kepalanya untuk melihat ke atas, Tampak puncak bukit itu bagai menyusup ke dalam gumpalan awan yang tebal. 

Hatinya khawatir sekali, kalau tosu itu sampai tergelincir tamatlah riwayatnya bersama-sama Siau Po, Tidak jadi masalah kalau hanya tosu itu yang mati, tapi,., bagaimana kalau Siau Po yang....

Ketika gadis cilik ini sedang melihat ke atas, tiba-tiba terdengarlah suara yang bergemuruh, disusul dengan berloncatannya para hwesio, Rupanya dari atas bergelindingan puluhan batu yang ukurannya berbeda-beda. 

Tentunya Ay Cun cia mendupak batu di sana sini agar para hwesio itu mengalami kesulitan mengejarnya.

Di antara para hwesio itu, Teng Kong tertinggal di bagian paling belakang, Lukanya yang terjadi karena bertarung dengan Hong Hu Kok masih belum sembuh betuI, tenaganya jadi jauh berkurang.

"HongTio!" teriak Song ji memanggilnya, "Hong Tio!"

Teng Kong menoleh, kemudian dia menghentikan langkah kakinya, Dihampirinya Song Ji yang tampaknya sudah letih sekali dan tampangnya menyiratkan kekhawatiran, Teng Kong segera menghiburnya.

"Jangan cemas, tidak mungkin dia mencelakai kongcumu!" katanya, Setetah itu dia menarik tangan gadis cilik itu. Dia tidak merasa jengah, pertama karena usia Song Ji masih belia, kedua gadis itu juga memerlukan bantuannya, Dengan ditarik olehnya, Song Ji bisa mendaki terus, Bagi Song Ji, keadaan dirinya ibarat seorang yang terombang ambing di tengah lautan dan tiba-tiba menemukan selembar papan untuk dijadikan pegangan sehingga perasaannya menjadi agak lega.

"Hong Tio," kembali Song Ji bertanya, "Benarkah dia tidak akan mencelakai kongcu?"

"Tidak, tidak mungkin," sahut Teng Kong yang terpaksa menjawab demikian meskipun dia tahu watak Ay Cun cia kejam sekali Puncak yang mereka daki merupakan puncak bagian selatan, Lam tay dari Ngo Tay san. Dapat dimengerti bahwa puncak itu membahayakan tapi untungnya jalan tidak terjal hanya berkelok-kelok sehingga akhirnya Teng kong dapat juga menyusul rekan- rekannya. 

Tampak mereka tengah mengurung sebuah kuil Dapat dipastikan bahwa Ay Cun cia sudah membawa Siau Po ke dalam kuil tersebut

Ngo Tay san mempunyai lima puncak dan setiap puncak terdapat sebuah kuil. Di puncak gunung itu bersemayam seorang tokoh Bodhisatva yakni Bun cu Pou sat. Dari sanalah dahulu kala sang Dewi menyiarkan khotbahnya.

Ke lima puncak itu masing-masing dididami seorang tokoh Bodhisatva atau Buncu Pou sat yang berlainan Hal ini karena Bun cu Pou sat memiliki kepandaian yang tinggi sekali dan sering memperlihatkan wujud yang berlainan di bagian Tong Tay, yakni puncak sebelah timur, ada sebuah kuil yang bernama Bong Hay Si, yang dipuja Cong Beng Bun cu. 

Di Tiong Tay, puncak yang terletak di tengah-tengah, yakni puncak Cui Giam Hong, ada kuil bernama Yau Kau si, yang dipuja di sana ialah Ji Tong Bun cu. 

Di Si Tay, yakni puncak barat atau lebih terkenal dengan nama puncak Kwa Goat Hong, terdapat kuil Hoat Lui si dan di Lam Tay, puncak selatan atau disebut juga puncak Kim Siau hong, terdapat kuil Pou Ci si dan yang dipuja di sana adalah Ti Hui Bun cu. Yang terakhir inilah yang didatangi para hwesio karena mengikuti jejak Ay Cun cia.

"Kongcu! Kongcu!" teriak Song ji begitu berkumpul dengan para hwesio lainnya.

Dari dalam kuil tidak terdengar sahutan apa-apa, Hati Song Ji jadi tegang, Dia mengkhawatirkan keselamatan Siau Po. Karena itu, dia langsung menghambur ke depan untuk memasuki kuil

"Jangan!" cegah Teng Kong sambil mengulurkan tangannya untuk menarik Song Ji.

Tapi Song Ji lincah sekali, Teng Kong tidak berhasil mencekalnya, Dia lari terus ke dalam pendopo, tampak Ay Cun cia sedang berdiri dengan tangan kiri memegang Siau Po.

"Kongcu!" Teriak Song Ji. "Apakah tosu jahat itu mencelakaimu?"

"Jangan khawatir!" sahut si bocah nakal, "Tidak mungkin dia berani mengganggu seujung rambut ku."

Ay Cun cia marah mendengar kata-katanya.

"Siapa bilang aku tidak berani?" tanyanya dengan suara garang. Siau Po memang pemberani Dia malah tertawa lebar.

"Kalau kau mencelakai aku," katanya, "Walau pun hanya seujung rambutku saja, nanti kau aka diringkus oleh ke delapan belas Lo han di depan sana dan kau akan dibuat menjadi manusia gemuk dan kate, Kalau hal itu sampai terjadi, celakalah kau seumur hidupmu. Bisa-bisa kau malah pulang ke asalmu."

Tampak Ay Cun cia terkejut setengah mati.

"Apa katamu?" tanyanya, "PuIang ke asalku Bagaimana kau bisa tahu?"

Siau Po mengawasi tosu di depannya, Sebenarnya dia tidak tahu apa-apa. Kata- katanya tadi hanya ingin mempermainkan si tosu dan menggertaknya saja, Tidak tahunya dia malah mengetahui borok di dalam hati si tosu. Tapi pada dasarnya dia memang pandai melihat mimik wajah orang,

"Tentu saja aku tahu," jawabnya sembarangan

Setelah melihat si tosu cemas sekali, Dia sengaja memperlihatkan senyuman ejekan.

Ay Cun cia berusaha menenangkan dirinya, "Mereka pasti tidak sanggup melakukannya," sahutnya masih dengan nada yang garang, Meskipun demikian, Siau Po dapat merasakan tangan tosu itu agak bergetar.

"Mereka memang tidak tahu, tapi lain halnya dengan Giok Liam taysu." kata Siau Po. "Asal mereka pergi ke Ceng Liang si untuk menanyakannya, mereka pasti akan tahu."

Hati Ay Cun cia semakin tercekat "Giok Lim taysu ada di Ceng Liang si?" tanyanya. Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Kalau kau tidak percaya, pergilah kau ke sana dan buktikan sendiri! Di sana kau akan mendapat kenyataan."

Tiba-tiba Ay Cun cia menjadi gusar.

"Untuk apa aku ke sana?" katanya dengan suara keras, "Walaupun harus mati, aku tidak akan kesana."

"Kitab Si Cap Ji Cin Keng itu, Giok Lim taysu yang memberikannya kepadaku." kata Siau Po, "Meskipun kau tidak menemuinya, dia pasti akan mencarimu.," Ay Cun cia mendadak bersikap seperti orang kalap, Dengan kaki kanannya, dia mendupak sebuah batu besar yang terdapat di depannya sehingga tembok kuil itu retak dan pasir-pasir berhamburan Kemudian dia berkaok-kaok dengan keras. "Kalau Giok Lim taysu datang ke puncak gunung ini, aku yang akan membunuhnya terlebih dahulu, Kata-kataku berat seperti gunung Ngo Ta san ini Sekali aku mengucapkannya, aku akan melaksanakannya."

Di dalam hatinya Siau Po mengeluh

-- Celaka! Aku telah salah bicara, Entah mengapa dia begitu membenci Giok Lim taysu, Kalau hwesio itu benar-benar datang ke puncak gunung ini, jangan-jangan jiwaku sendiri sulit dipertahankan lagi! -

"Untuk apa kau ikut ke mari?" tanya Ay Cun cia kepada Song Ji yang sejak tadi mendengarkan percakapan di antara mereka berdua, "Apakah kau juga sudah bosan hidup?"

"Dengan kongcu, aku telah berjanji sehidup semati." sahutnya dengan berani "Kalau kau mencelakai dia, aku akan mengadu jiwa denganmu."

"Setan alas!" teriak si tosu. "Apa sih keanehan bocah ini? Hh, bocah cilik, apakah kau mencintai nya?"

Wajah Song Ji menjadi merah padam mendengar pertanyaan tosu, Untuk sesaat gadis itu membungkam, sejenak kemudian dia baru berkata.

"Kongcu orang baik, sedangkan kau jahat."

Bersamaan dengan ucapan Song Ji, ke delapan belas Lo han di luar kuil memperdengarkan suara pujian.

"Amitabha! Amitabha! Buddha maha pengasih dan penyayang!"

Mendengar pujian itu, wajah si tosu jadi pucat pasi Kembali terdengar suara ke delapan Lo han dari Siau Lim Sie itu, kali ini ditujukan kepada tosu.

"Ay Cun cia! Bebaskanlah sicu kecil itu dan kembalikanlah kitabnya!"

Tubuh Ay Cun cia bergetar Tosu itu melepas cekalan tangan kiri nya. Dengan demikian, Siau Po jadi bebas, kemudian dia menutupi kedua telinganya dengan sepasang tangannya, Hal ini karena suara para hwesio itu seakan memekakkan gendang telinganya dan dia tidak suka mendengarnya.

Peluang itu digunakan Songji untuk memeluk dan mengangkat tubuh Siau Po yang kemudian dibawanya kabur.

Ay Cun cia melihat perbuatan Song Ji. Tosu itu segera mengulurkan tangannya untuk mencengkeram, tapi mengalami kegagalan Gerakan tubuh Song Ji lincah dan licin seperti seekor belut Tetapi tosu itu memang lihay sekali Ketika dia menjambak untuk kedua kalinya, Song Ji tidak dapat menghindar lagi, dan langsung mencengkeram. Lagi-lagi terdengar suara pujian para hwesio di luar kuil.

"Amitabha! Amitabha! Buddha maha pengasih dan Penyayang! Ay Cun cia, kau seorang tokoh berkenamaan di dunia Bu lim, sekarang kau melayani seorang gadis cilik, apakah kau tidak takut dirimu akan menjadi bahan tertawaan?"

Pertanyaan itu diajukan dengan nada yang penuh kesabaran, Siau Po yang mendengarnya merasa kurang puas, Dia merasa sikap para hwesio itu terlalu lunak.

Kembali hati Ay Cun cia bagai ditikam mendengar ucapan itu. Hawa amarah dalam dadanya seakan meluap-luap.

"Kalau kalian tetap menggunakan ilmu siluman itu," teriaknya keras kepada para hwesio itu. "AwasI Aku tidak akan berlaku sungkan lagi! Aku akan mengambil tindakan tegas! Aku akan membunuh bocah ini kemudian merusak kitabnya, Aku ingin tahu, apa yang dapat kalian lakukan!"

Ternyata ancaman itu berhasil. Para hwesio itu langsung berhenti mengeluarkan suara pujiannya.

"Ay Cun cia," terdengar suara Teng Kong bertanya, "Apa yang kau inginkan agar kau mau melepaskan bocah itu dan mengembalikan kitabnya?"

"Asal kalian berjanji tidak mengganggu aku lagi aku segera melepaskan bocah ini," sahut Ay Cun cia. "Tetapi mengenai kitabnya, maaf, aku tidak bisa mengembalikannya!"

Para hwesio itu membungkam, Tentu mereks sedang berpikir keras.

Ay Cun cia kembali menotok jalan darah Siai Po dan Song Ji, kemudian dia melihat ke sekitarnya yang sunyi sekali, Dia ingin mencari jalan untuk meloloskan diri, justru pada saat itulah tampak ke delapan hwesio itu berjalan mendekai tempatnya. Lima orang hwesio memisahkan dirinya di sebelah kiri, lima lainnya di kanan, mereka mengambil sikap mengepung.

Melihat hal itu, Ay Cun cia jadi mendongkol sekali.

"Kalau kalian berani, mari kita bertarung satu lawan satu!" teriaknya, "Dengan satu per satu, kalian boleh menguji kepandaianku! sekalipun kalian menghadapi aku secara bergiliran, aku tidak takut!"

Teng Kong merangkapkan kedua tangannya.

"Maafkan kami!" katanya, "Maaf kalau sikap kami kurang hormati Kami akan maju bersama-sama." Ay Cun cia mengangkat kaki kirinya untuk dijejakkan di atas kepala Siau Po. Kemudian dia mendengus dingin, "Hm! Hm!" Dia bermaksud memperingatkan, asal hwesio itu maju lagi, terlebih dahulu dia akan membunuh Siau Po.

Siau Po tercekat hatinya dan cemas ketika mencium bau busuk dari sepatu tosu itu, Tiba-tiba saja pikirannya menjadi gelap sehingga dia tidak tahu bagaimana harus menyelamatkan diri, Totokan tosu itu membuatnya tidak bisa berkutik.

Song ji juga tidak berdaya, Bersama-sama kong-cunya, dia memperhatikan Ay Cun cia yang sedang mengawasi para hwesio dengan tatapan tajam, Semuanya berdiam diri untuk memutar otaknya,

Mata Siau Po jelalatan di sekitar pendopo. Dia ingin mencari sesuatu yang dapat digunakan untuk mengalihkan perhatian tosu dan dengan demikian para hwesio itu dapat maju serentak menolongnya, Dia sengaja menghindarkan diri dari tatapan tosu yang tajam.

Tapi, karena kaki tosu itu ada di atas kepalanya, Siau Po tidak leluasa melihat ke sekitarnya kecuali keluar justru pada saat itulah dia melihat sebuah batu besar berbentuk kura-kura di luar kuil, Di punggung arca kura-kura itu terdapat sebuah batu lainnya yang penuh dengan ukiran huruf, Selain itu, dia tidak bisa melihat apa-apa lagi, Tapi dasar otaknya memang cerdas, batu itu saja sudah cukup baginya untuk memikirkan sebuah akal.

"Eh, Ay suhu!" demikian katanya, "Kau lihat ayahmu tengah mendekam di halaman dengan punggungnya menggendong sebongkah batu besar yang beratnya mungkin mencapai ribuan kati, Tidakkah dia terlalu capek? Kalau kau tidak cepat-cepat menolongnya, kau sungguh anak yang tida berbakti!"

"Apa yang kau maksudkan dengan ayahmu mendekam di halaman luar?" bentak tosu itu. "Janga ngoceh sembarangan!"

Siau Po tidak memperdulikannya, dia hanya bertanya.

"Kitab Si Cap Ji Cin Keng terdiri dari delapan jilid, kau hanya mendapatkan satu, masih sisa tujuh lainnya. Apa gunanya kalau hanya memiliki satu jilid saja?"

"Di mana tujuh jilid lainnya?" tanya tosu itu segera. "Apakah kau mengetahuinya?" "Tentu saja aku tahu," sahut Siau Po kalem.

"Di mana tempatnya?" tanya tosu itu dengan nada mendesak "Lekas beritahukan kepadaku, kalau tidak aku akan menginjak batok kepalamu biar jadi bubur!"

“Tadinya aku tidak tahu," sahut Siau Po. "Baru saja aku mengetahuinya." "Baru saja kau mengetahuinya?" tanya si tosu bingung. "Apa maksudmu?" Di punggung arca kura-kura itu terdapat banyak ukiran hurufnya. Siau Po tidak tahu apa bunyinya, sebab dia buta huruf, karena itu dia pura-pura membaca dengan perlahan-lahan.

"Kitab Si Cap Ji Cin keng semuanya terdiri dari delapan jilid, Kitab yang pertama terletak di propinsi Ho Lam, entah di kuil apa atau gunung apa, sebab ada beberapa huruf yang tidak aku kenal. "

"Huruf-huruf mana?" tanya Ay Cun cia yang ikut memperhatikan punggung kura-kura itu, "Toh semua tulisannya jelas sekali..?"

Siau Po tidak menjawab pertanyaannya, dia masih memperhatikan punggung kura- kura itu dengan seksama.

"Kitab yang kedua terletak di propinsi Sho Say di gunung Pit Ki san," kembali dia pura-pura membaca. "Entah dalam wihara apa. Suhu, dua huruf itu aku tidak kenal, 

ukirannya pun samar-samar Kepandaianmu tinggi dan kau pun berpendidikan tinggi, coba kau ke sana melihatnya sendiri. "

Ay Cun cia percaya dengan kata-kata Siau Po Dia mengangkat tubuh bocah itu dan dibawanya ke dekat batu kura-kura itu. Tetapi huruf yang terukir di batu itu adalah huruf Toan Ji. Dia sendiri tidak mengerti huruf model itu.

"Kitab yang ketiga terletak di propinsi Su Coan wilayah kota Seng Tou, tapi apa nama gunungnya aku tidak tahu, Aku tidak kenal huruf-huruf itu. kata Siau Po yang 

melanjutkan bacaannya.

Memang Ay Cun cia pernah mendengar tentang kitab Si Cap Ji Cin Keng yang terdiri dari delapan jilid, Dan ke delapan jilid kitab itu harus disatukan baru ada gunanya, tetapi di mana adanya kitab-kitab tersebut, dia sama sekali tidak tahu, itulah sebabnya dia percaya dengan ocehan Siau Po. Dia segera menggeser kakinya dari kepala si bocah dan membangunkannya.

"Di mana tersimpan kitab ke empat?" tanyanya.

Siau Po pura-pura mengawasi batu itu. Dia menolehkan kepala ke kanan ke kiri, kemudia menggeleng beberapa kali.

"Aku tidak dapat melihat hurufnya dengan tegas. " sahutnya

Ay Cun cia menenteng tubuh bocah itu dan dibawanya maju tiga langkah sehingga jarak mereka dengan batu itu semakin dekat, kemudian dia menatap Siau Po lekat-lekat seakan bertanya dengan sinar matanya.

"Aduh. kepalaku gatal sekali!" teriak Siau Po tiba-tiba,

"Apa katamu?" tanya tosu itu. "Kuil ini banyak kutunya, ada kutu yang melompat ke atas kepalaku," sahut si bocah yang cerdik. "Dia menggigit kulit kepalaku sehingga aku kegatalan, Ay Cun cia, coba kau cari dan tangkap kutu itu. Kepalaku gatal sekali sehingga aku tidak dapat melihat dengan jelas. "

Ay Cun cia membuka kopiah bocah itu, kemudian mengacak-acak rambut Siau Po dengan jari tangannya yang panjang-panjang. Maksudnya tentu ingin mencari kutu yang dikatakan Siau Po.

"Bagaimana? Apakah gatainya sudah berkurang?"

"Belum," sahut Siau Po. "Aih... aih. kutu itu pindah ke sebelah kiri, sedangkan kau 

menggaruk sebelah kanan. Ya percuma saja, gatalnya semakin bertambah-tambah. "

Ay Cun cia menggaruk sebelah kiri,

"Eh, eh!" seru si bocah sekali lagi, "Eh, dia pindah ke bawah, Di dekat tengkuk, apakah kau melihatnya?"

Ay Cun memperhatikan Tosu itu bukan orang toloI, Dia langsung menyadari bahwa Siau Po sedang mempermainkannya. Tapi dia ingin mengetahui bunyi huruf-huruf yang tertera di atas batuI itu, karena itu, dia menepuk punggung Siau Pol untuk membebaskan jalan darahnya, Kecuali itu dia pun meletakkan tangan kirinya di atas bahu bocah itu agar dia tidak melarikan diri.

"Nah! Kau garuk saja sendiri!" katanya karena tidak ingin dipermainkan terus oleh Siau Po.

"Aduh! Kutu ini jahat sekali! Mungkin sudah ada tiga tahun dia tidak pernah menghisap darah manusia. Tadinya dia pasti pendek gemuk dan sekarang dia menjadi kurus kering, Sialnya dia menumpahkan kemarahannya kepadaku dan menggigit aku habis-habisan!"

Sembari berkata, Siau Po menyusupkan tangan nya ke balik pakaian dan menggaruk di sana sini.

Ay Cun cia tahu, secara tidak langsung bocah ini sedang menyindirnya. Tapi dia membiarkan saja Tosu itu pura-pura tidak tahu. Dia hanya bertanya kembali.

"Di mana letaknya kitab yang ke empat?"

"Kitab yang ke empat terletak di propinsi Hi Lam, di gunung Siong." sahut Siau Po yang menghentikan ucapannya sejenak dan berpura-pura memperhatikan ukiran di punggung kura-kura itu dengan serrius, "Entah gunung apa, di dalam kuil Siau Lim Sie, di Tat... entah apa ih. " "Apa?" seru Ay Cun cia terkejut "Di simpan dalam kuil Siau Lim Sie, ruang Tat Mo Ih?"

Sengaja Siau Po memberikan keterangan yang ngawur itu, Karena dia melihat kenyataan bahwa Ay Cun cia tidak suka terhadap para hwesio dari Siau Lim Sie dan dia yakin tosu itu tidak berani menyatroni ruang Tat Mo Ih yang terdapat dalam kuil Siau Lim Sie.

"Entahlah, pokoknya tulisannya Tat entah apa ih..." sahutnya, "Eh, Ay Cun cia, kalau kau tahu semua tulisan ini, untuk apa kau menyuruh aku membacanya? Kalau kau buta huruf, katakan saja terus terang! Ah, aku tahu sekarang! Tentunya kau sedang menguji aku, bukan? sayangnya banyak huruf yang aku tidak tahu,..."

Tosu itu diam saja. Rona wajahnya berubah-ubah. Hal ini membuktikan bahwa dia merasa jengah Beberapa kali dia melirik ke arah para hwesio dari Siau Lim Sie, tentunya hatinya merasa bimbang.

Siau Po memperhatikan sikap tosu dengan seksama, Dia juga melirik ke sekitarnya, lalu diam-diam dia menarik ke luar pisau belatinya dari dalam kaos kakinya untuk disimpan di dalam sakunya, Gerakannya lincah sekali.

"Di mana tersimpan jilid yang ke lima?" tany Ay cun cia kemudian,

Perihal Siau Lim Sie yang merupakan sebuah partai persilatan terbesar yang ada di dunia kangouw, sebenarnya Siau Po mendengar dari mulut Ha Tay Hu. Selain itu, dia juga tahu Bu Tong Pai da Kong Tong Pai pun termasuk partai persilatan yang besar dan ternama, Sebab si nenek sihir pernah berusaha meyakinkan Hay kongkong bahwa dirinya berasal dari partai Bu Tong pai, sedangkan Hay kongkong sendiri berasal dari Kong Tong Pai. Itulah sebabnya dia segera memberitahukan bahwa atas punggung kura-kura itu tertulis bahwa kitab lima ada di partai Bu Tong Pai dan kitab ke enam ada di Kong Tong Pai.

Mendengar keterangannya, wajah Ay Cun cia yang sudah muram berubah semakin kelam.

Kemudian dia menanyakan tentang kitab yang ke tujuh dan yang terakhir.

"Kitab yang ke tujuh didapatkan oleh keluar Bhok yang ada di Inlam," sahut Siau Po, Dia mmang cerdik, dan tidak kenal takut "Dan kitab yang ke delapan, katanya ada di dalam istana yang sebut Peng Si onghu yang ada di propinsi In lam juga. "

Siau Po sengaja menyebut Bhok onghu, karena dia sangat benci kepada Pek Han Hong yang pernah menyakitinya, Dia berharap Ay Cun cia akan datang ke sana dan menimbulkan kesulitan bagi mereka, Karena itu pula, dia sekalian menyebut Peng Si onghu, Mendengar keterangan tentang tempat tersimpannya kitab ke delapan, Ay Cun cia agak heran.

"Kau mengatakan kitab yang ke delapan ada di dalam istana Peng Si onghu?" tanyanya menegaskan

"Entahlah, Peng si onghu atau bukan..." sahut Siau Po. "Aku tidak begitu kenal dengan huruf-hurufnya. "

"Ngaco!" bentak Ay Cun cia dengan nada garang, "Batu berukiran itu setidaknya sudah berusia seribu tahun, sedangkan berapa usia Go Sam Kui sekarang? Di atas batu berusia seribu tahunan, mana mungkin terukir nama Peng Si Ong?"

Memang warna batu serta kura-kura itu sudah tua dan berlumut pula, Dalam hal ini, dasar usia Siau Po masih terlalu muda, dia tidak pernah berpikir sejauh itu, Menyebut nama berbagai partai, memang masih bisa diterima, tapi menyebut namanya Go Sam Kui, lain sekali

- Ah, celaka! celaka , keluhnya dalam hati, Dia insyaf atas kekeliruannya, Dasar 

otaknya cerdik, dia tidak jadi panik, Dengan tenang dia berkata. "Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak kenal semua huruf itu, Kalau sekarang ada Peng Si Ong, mungkin saja jaman dulu ada Kau Si Ong, Miau Si ong atau Ku Si Ong, Oh, Ay Cun cia, biar aku katakan terus terang kepadamu, Huruf-huruf miring ke sana-sini, banyak sekali lekukannya, kai nanya jadi sulit dikenali Kau sendiri mengal mengerti, mengapa kau tidak membacanya sendii Kalau memang tidak tahu, katakan saja tidak tahu, tidak usah berpura-pura, Di depan ada para hwesio yang semuanya berpendidikan tinggi, kalau di depan mereka kau membaca secara serampangi apakah kau tidak takut menjadi bahan tertawaan.

Kata-kata Kau, Miau dan Ku yang diucapkan Siau Po tadi artinya anjing, kucing dan kura-kura. Sengaja Siau Po menyebutkan kata-kata itu untuk mempermainkan si tosu.

Ay Cun cia membungkam. Rona wajahnya kembali berubah-ubah. Memang benar apa yang dikatakan Siau Po. Kali ini dia tidak menjadi marah. Malah ia menganggukkan kepalanya.

"Memang benar Aku tidak kenal satu huruf-huruf yang seperti cacing itu." ujarnya kemudian, "Jadi, kemungkinan itu bukan huruf Pengsi Ong, lalu bagaimana dengan huruf-huruf selanjutnya?"

- Sungguh berbahaya! - keluh Siau Po dalam hatinya, Untung aku bisa 

mengelabuinya. sekarang aku harus menggunakan kata-kata yang biasa dan ucapan yang manis agar hatinya menjadi tenang, Tadi dia mengatakan tentang pulau Coa yang sama dengan Sin Liong To, dia juga kenal dengan si gendut Liu Yan, kemungkinan dia berasal dari Sin Liong kau... -- Dengan membawa pikiran itu, Siau Po segera menelengkan kepalanya dan berpura- pura memperhatikan batu berukiran itu lagi.

"Huruf-huruf yang ada di bawah mirip dengan tulisan Siu (umur) serta huruf Thian (langit)," katanya kemudian "Aih! Thian apa ya?"

Tampaknya Ay Cun cia tertarik sekali dengan keterangannya.

"Coba lihat yang tegas!" katanya memerintahkan "Huruf Siu dan Thian, lalu apa lagi?"

“Tampaknya mirip dengan huruf Ci,,." kata Siau "o. "Ah! itulah huruf Siu I Thian Ci!"

Mendengar keterangan itu, tiba-tiba wajah Ay Cun cia jadi berseri-seri, Siu I Thian Ci artinya berusia panjang seperti langit, Dia sampai menggosok-gosokkan kedua tangannya.

"Benar! Benar!" serunya gembira, "Apa tulisan lainnya?"

"Huruf-huruf ini sudah tua dan aneh pula," kata tiau Po. "Sungguh susah mengenalinya, Ya, ya... ada luruf Hong, ada tiga huruf Hong kaucu, Ada juga dua huruf Sin dan Liong, Nah, lihat ini! Ada huruf "in Tong Kong Tay (Artinya kepandaian yang dahsyat)

Tiba-tiba si tosu berjingkrak kegirangan.

"Benarkah Hong kaucu demikian beruntung sehingga usianya sama dengan usia langit?" katanya, benarkah ukiran ini sudah tua sekali umurnya?"

"Di batu ini terdapat peringatan bagi Kaisar Tong Thay Cong Lie Si Bin. Beliau memerintahkan Cin Siok Po beserta Tia Kau Kim membuat batu peringatan ini. Di sini pun tertera jelas nama guru besar atau penasehat agung jaman dinasti itu, yakni Kunsu Ci Bou Kong yang pandai meramal kejadian yang akan terjadi seribu tahun mendatang atau pun seribu tahun yang telah lalu. 

Beliau telah meramalkan bahwa pada seribu tahun kemudian akan muncul seorang Hong kaucu, yakni ketua sekti agama dari Sin Liong kau yang kesaktiannya bagai dewa dan usianya panjang seperti usia langit."

Siau Po mengetahui nama-nama kaisar seperti menteri-menteri besar di jalan dahulu kala karena sering menonton pertunjukan wayang orang ketika masih di Yang-ciu. Dia sendiri tidak menyangka ocehannya itu akan berhasil mengelabui tosu itu sedangkan tentang kesaktian dan kesetiaan para pengikut Hong Kaucu, Siau Po mendengarnya di rumah keluarga Cung ketika ciong losam berbicara dengan rekan-rekannya.

Ay Cun cia menggaruk-garuk kepalanya denga mulut melongo. "Entab di belakang batu itu masih terdapat tulisannya atau tidak?" kata Siau Po kemudian.

"Ya, mungkin saja," kata Ay Cun cia yang tertarik sekali Dia segera berjalan ke belakang bat itu untuk memeriksanya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar