Kaki Tiga Menjangan Jilid 35

Jilid 35

Teng Kong siansu menarik nafas panjang, Dia berusaha mengendalikan emosinya, Dia memperhatikan orang itu melangkah ke dalam kuil kemudian dia mengikuti dengan perlahan-lahan.

Bayan beserta Honghu sianseng dan Sim hwesio rupanya telah merundingkan bagaimana orang-orang mereka akan melakukan penggeledahan di dalam kuil Ceng Liang si.

Diantara sekian banyaknya hwesio Ceng Liang si, ternyata tidak ada seorang pun yang berani mencegah tindakan Bayan lhama, Mereka tidak mendapat isyarat apa-apa dari kepala guru mereka. Terpaksa mereka menyaksikan dengan sinar mata menyiratkan kegusaran.

Wi Siau Po dan Song Ji mengintil di belakang Teng Kong. Mereka melihat lengan jubah hwesio itu bergetar. Hal ini menandakan bahwa tangan Teng Kong sedang gemetar karena berusaha menahan hawa marah dalam hati nya. Tiba-tiba dari arah barat terdengar suara yang nyaring. "Diakah orangnya?"

Mendengar kata-kata itu, Honghu sianseng segera berlari ke depan, Tampak dua orang lhama sedang menangkap atau meringkus seorang hwesio berusia kurang lebih empat puluhan dan tubuhnya kurus kering.

"Mengapa kalian menangkap aku?" tanya hwesio itu bingung.

Honghu sianseng menggelengkan kepalanya dan kedua lhama itu pun langsung melepaskan cekalannya. Sembari tertawa mereka berkata.

"Maaf!"

Menyaksikan kejadian itu, Siau Po semakin yakin yang dicari rombongan Bayan bukan seorang lhama cilik tapi kaisar Sun Ti yang sudah mengundurkan diri,

Teng Kong sendiri tertawa tawar ketika bertanya.

"Hwesio muridku ini, apakah dia si lhama cilik yang kalian cari itu?"

Honghu sianseng tidak menjawab, Dia malah memperhatikan arah lainnya, Ketika itu dua orangnya kembali meringkus seorang hwesio berusia setengah baya, Setelah melihat orang itu dengan seksama, kembali dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

- Oh, rupanya kau tahu bagaimana tampang raja Sun Ti? --, kata Siau Po dalam hati, Sejak semula dia selalu memperhatikan Honghu sianseng dan kawan-kawannya, Karena itu, dia berpikir lebih jauh. 

-- Kalau mereka mencari dengan cara demikian lama kelamaan mereka pasti akan berhasil menemukan raja Sun Ti. Dia adalah ayahanda dari si raja cilik. Aku harus mencari akal menolongnya. Tapi, bagaimana aku harus melakukannya? jumlah 

mereka banyak, kepandaian mereka juga hebat-hebat...

Sia-sia saja Siau Po mengasah otaknya, Dalam tempo yang begitu singkat, dia tidak berhasil menemukan jalan yang baik untuk ditempuhnya.

Ketika itu, ada beberapa puluh orang yang menggeledah ke arah timur laut, Dimana ada sebuah rumah kecil tempat para pendeta, Letaknya di sebelah depan kuil, Pintu kamarnya tertutup rapat "Buka pintu! Buka pintu!" teriak beberapa orang dengan suara yang garang.

"ltu kamar bersemedi biku kami yang sudah lanjut sekali usianya." kata Teng Kong memberikan keterangannya, "Kamar itu sudah tertutup selama tujuh tahun. Harap sicu sekalian jangan mengganggu semedinya!"  Sim Ke tertawa.

"lni pasti ada orang luar yang masuk dan bersembunyi di dalam kamar, Bukan biku tua yang sedang bersemedi, Kalau tidak, tentu dia telah membuka pintunya sendiri, bukan? Tapi ini bukanlah persoalan bagi kami." katanya.

Seorang lhama bertubuh tinggi besar segera menghampiri pintu rumah tersebut. "Mengapa pintu ini tidak dibuka? Pasti dia bersembunyi di dalamnya!" katanya sambil 

menendang pintu rumah itu keras-keras.

Tiba-tiba tubuh Teng Kong berkelebat Dia melompat ke pintu untuk mencegah lhama itu menendang. Dia tidak ingin pintu rumah itu sampai rusak karena kekasaran orang itu. Dia berhasil tiba di depan pintu, tapi perutnya terkena tendangan lhama itu sebab dia tidak melindunginya sedikitpun.

Tapi mendadak lhama yang menendang pintu terjungkal roboh ke belakang, Dia yang mengirimkan tendangan, tapi dia pula yang roboh dengan kaki patah.

Bayan terkejut setengah mati Dia langsung berkaok-kaok, tubuhnya segera menerjang ke depan ke arah tuan rumah. sedangkan kedua tangannya segera digerakkan dengan gaya seperti cakar ayam yang sedang menggaruk.

Teng Kong tetap berdiri di depan pintu ketika serangan itu tiba, ia menghadapi lawannya dengan kedua tangan direntangkan sedangkan lawannya itu juga menyerang dengan dua tangannya, tapi dengan bentrokan keras itu.

"Kepandaianmu ternyata hebat sekali!" puji Hong-hu sianseng, Tangan Honghu sianseng segera menghantam ke depan. Terasa angin menghempas-hempas dari pukulannya ke arah wajah Teng Kong.

Teng Kong menghindarkan diri dan di saat yang lain terdengar suara yang keras karena pukulan itu tepat menghajar pintu rumah tersebut.

"Pukulan yang lihay!" puji Teng Kong kembali.

Di dalam hatinya, dia merasa terkejut juga, Ternyata kepandaian Honghu sianseng tidak dapat dipandang ringan. Teng Kong segera mempersiapkan diri untuk melayani lebih jauh, Walau pun demikian, dalam hati dia sudah mengambil keputusan. 

Tujuannya hanya melindungi pintu rumah tersebut tidak ada niatnya untuk mencelakai siapa pun. Kalau keadaan memang mendesak, dia sudah siap mengorbankan jiwanya agar tugasnya sebagai pelindung dapat dijalankan dengan baik.

Ternyata Honghu sianseng masih penasaran, dia menyerang kembali. Kali ini dia malah dibantu oleh Bayan. Dikeroyok oleh dua orang, Teng Kong melakukan perlawanan yang dahsyat. Kedua tangannya seakan digerakkan secara sembarangan saja, namun setiap serangannya yang seperti tidak mengandung tenaga itu, justru menimbulkan angin yang kencang.

Puluhan pengikut Honghu sianseng segera bersorak-sorak, Mereka seakan memberikan semangatnya kepada sang pemimpin, namun tidak ada seorang pun diantara mereka yang berani maju ke tengah arena. Rupanya mereka telah mendapat pesan agar tidak lancang maju apabila belum mendapatkan isyarat dari pimpinannya,

Beberapa kali Bayan mendesak, serangannya hebat sekali. Tapi tiap kali dia selalu terpukul mundur Hal itu membuat hatinya gusar Dia merasa penasaran. 

Satu kali dia berhasil menjambret janggut Teng Kong sehingga segumpal rambut didagu yang putih itu terbang berhamburan. Tapi, di samping itu, bahu kanannya sendiri kena ditepuk oleh lawan, Bayan terkejut hatinya, MuIa-mula dia memang tidak merasakan apa-apa, Tapi beberapa saat kemudian, sebelah lengannya terasa semakin berat dan akhirnya sukar digerakkan lagi, Hatinya mendongkol sekali,

Tiba-tiba Ihama itu berteriak keras, lalu mendadak dia mencelat mundur. Sebagai gantinya, empat orang Ihama lainnya yang bersenjatakan golok menerjang ke depan dan menyerang Teng Kong.

Sejak semula Teng Kong sudah meningkatkan kewaspadaannya, Dia melompat ke atas dengan kedua kakinya ditutulkan di atas tanah. Disambutnya kedatangan lawan dengan kedua kaki yang disepakkan secara bersamaan. 

Dengan demikian, robohlah dua orang lawannya, Setelah itu, dengan tangan kirinya dia menepuk dada si Ihama yang ketiga, Lhama itu terkejut setengah mati dan sambil menjerit, tubuhnya terpental mundur ke belakang.

Tepat pada saat itu, sampailah golok Ihama yang keempat, serangan itu disambut Teng Kong dengan mengibaskan ujung lengan jubahnya untuk melilit tangan orang itu.

Bayan yang penasaran dan kesal maju kembali Bukankah keempat orangnya telah mengalami kegagalan? sekarang tangan kanannya dapat digerakkan lagi dan dia melakukan penyerangan dengan kedua lengannya.

Teng Kong menghindari serangan itu dengan menggeser tubuhnya agak ke kanan. Tiba-tiba dia mengeluh dalam hati.

-- Celaka! --, tapi terlambat sudah, percuma dia berusaha menepuk lawannya, Tahu- tahu pipi kanannya terasa nyeri dan gatal, Tahulah dia bahwa dirinya telah terkena tutulan jari tangan Honghu sianseng, serangannya sendiri mengenai iga orang sehingga lengan Honghu sianseng itu tidak sampai patah.

Song Ji melihat wajah Teng Kong penuh dengan noda darah. "PerIukah aku membantunya?" tanya nona cilik itu kepada Siau Po. Dia memang masih kecil, tapi tidak kenal arti kata takut walaupun jumlah musuh begitu banyaknya, Mungkin malah mencapai ratusan orang.

"Tunggu sebentar lagi!" kata Siau Po dengan suara lirih, Tadi si nona sendiri berbicara dengannya dengan suara berbisik.

Bocah itu berharap dapat menemui kaisar Sun Ti. Dia merasa percuma seandainya Song Ji bisa menghalau musuh-musuh itu tapi kaisar Sun Ti tidak dapat ditemukan.

Sampai saat itu barulah sejumlah pendeta Ceng Liang si turun tangan, Mereka tidak dapat membiarkan Teng Kong siansu diserang secara bergantian sedangkan guru itu sudah terluka wajahnya, Di antara mereka ada yang menggunakan tongkat, toya, maupun besi penyungkit arang. 

Tapi, sayangnya mereka itu tidak mengerti ilmu silat Dengan demikian, mereka malah terhajar oleh pihak lawan sampai babak belur.

"Semuanya berhenti!" Tiba-tiba terdengar seruan Teng Kong yang berwibawa itu. Bayan sedang gusar sekali, Dia tidak menghiraukan seruan itu.

"Semua maju!" teriaknya kepada orang-orangnya. Tidak usah perdulikan si kepala gundul itu. Bunuh saja!"

Benar saja, Mendengar saran itu, para Ihama segera menyerang dengan sadis. Dalam sekejap mata, empat orang hwesio sudah terkapar di atas lantai, Bahkan satu di antaranya mati dengan kepala terpenggal.

Sementara itu, Teng Kong melakukan pertarungan dengan pikiran kacau, Dia tidak bisa berkonsentrasi karena hatinya sedih juga bingung, Kembali dia terhajar jari tangan Honghu sianseng, Kali ini dada kanannya yang menjadi sasaran sehingga tampak darah mengalir dengan deras.

Menyaksikan serangannya yang membuahkan hasil, Honghu sianseng tertawa senang.

"Rupanya poan Jiak ciang dari Siau Lim pai begini saja!" katanya, "Ayo, hwesio tua, menyerahlah!"

Teng Kong menyebut nama Buddha.

"Sicu, dosamu besar sekali!" katanya penuh penyesalan

Tepat pada saat itulah, dua orang lhama menerjang ke depan untuk membacok kaki Hong Cu itu. Melihat datangnya ancaman bahaya, Teng Kong segera mendahului dengan menendang musuh, tapi tiba-tiba dia merasa dadanya nyeri sekali, Kakinya jadi urung diangkat, hanya tangan kirinya yang meluncur ke depan. 

Tangan itu tepat mengenai kepala kedua lhama yang menyerang bagian kakinya sehingga mereka roboh tidak sadarkan diri.

"Keledai gundul kepingin mampus!" maki Bayan saking gusarnya, Dia lantas menyerang dengan kedua jari tangannya ke bagian bawah, Tanpa dapat dipertahankan lagi, cengkeramannya mengenai paha kiri Teng Kong dan hwesio tua yang gagah itu pun terkulai di atas lantai.

Menyaksikan keadaan itu, Bayan tertawa terbahak-bahak, Sebelah kakinya segera menendang pintu rumah sehingga menjublak dan terbuka lebar Si lhama itu kembali tertawa nyaring sambil berseri

"Keluarlah! Aku ingin lihat bagaimana tampangmu yang sebenarnya!"

Rumah itu gelap gulita, Tidak tampak seorang pun yang ke luar, malah tidak terdengar suara sedikit juga.

Sementara itu, Honghu sianseng menotok beberapa bagian jalan darah Teng Kong agar hwesio tua itu tidak berkutik lagi, perbuatan itu membuat para hwesio lainnya menjadi gusar, tapi mereka hanya bisa berkaok-kaok dari kejauhan Hal ini disebabkan mereka tidak berani mengadakan perlawanan maupun penyerangan

"Coba seret dia ke luar!" Bayan memerintahkan beberapa orangnya agar memasuki rumah yang gelap itu lalu menyeret penghuninya ke luar.

Dua orang segera tampil ke depan kemudian memasuki rumah. Tiba-tiba tampak sebuah cahaya berwarna kekuningan berkelebatan Rupanya itulah bayangan toya Kim Hong Cu yang digunakan untuk menyambut kedua penerjang itu. Masing masing terhajar bagian kepalanya sehingga terdengarlah suara keras dan nyaring dua kali berturut-turut kemudian disusul robohnya tubuh mereka berdua, Dalam waktu yang bersamaan, cahaya kuning itu telah melesat masuk kembali.

Celakalah kedua orang lhama itu. Kepala mereka pecah remuk dan tubuh mereka terkulai depan pintu.

Semua orang merasa tercekat hatinya, tidak terkecuali Bayan, Tetapi pemimpin ini sudah mejadi marah sekali. Kembali dia berteriak keras menyuruh beberapa orangnya yang lain maju kembal Tiga orang segera melompat ke luar untuk menerobos ke dalam rumah itu.

Para lhama itu menerjang ke depan dengan golok masing-masing diputar ke atas, maksudnya untuk melindungi bagian kepala, Ternyata penjagaan mereka itu tidak ada gunanya, Meskipun mereka menjaga bagian kepala, toya itu berhasil menghajar  mereka juga, bahkan lebih parah lagi golok yang sedang berputaran itu terhajar dan menimpa kepala mereka, akibatnya kepala mereka bukan hanya pecah, tapi malah terbacok tidak karuan karena golok di tangan mereka sedang berputaran ketika turun ke bawah.

Lhama yang kedua masih berusaha mengadakan perlawanan, tapi akhirnya, Dia pun menerima nasib seperti rekannya.

Bagus peruntungan si lhama yang ketiga, saking terkejutnya, tanpa terasa goloknya terlepas dari tangan. Tubuhnya pun mencelat mundur Karenanya, kepala lhama itu bebas dari hantaman. Dia hanya mendapat caci maki dari pimpinannya.

Meskipun hatinya gusar sekali, Bayan yang licik tidak mau masuk sendiri ke dalam rumah yang gelap itu.

"Naik ke atas genteng!" kata Honghu sianseng memberi perintah ketika melihat kedua serangan itu gagal "Buka semua genteng di atas, kemudian timpukkan ke bawah sebagai senjata!"

Perintah itu segera dilaksanakan Empat orang lompat naik ke atas genteng dan mulai menyerang dengan senjata yang aneh itu.

Honghu sianseng belum puas juga, Dia memerintahkan kembali

"Bawa batu dan pasir ke mari! Kemudian gunakan untuk melakukan penyerangan!" Perintah itu lagi-Iagi diturut dan orang-orangnya pun segera mencari batu serta pasir 

Kemudian mereka gunakan untuk menyerang rumah yang gelap itu.

Serangan itu hebat sekali. Bagaimana orang bisa menghindarkan diri dari begitu banyaknya genteng, batu, serta pasir?

Karena itu, segera terdengarlah sebuah suara yang menggelegar. Kemudian muncul seorang hwesio yang sebelah tangannya memutar toya Kim Hong Cu. Tangannya yang sebelah lagi menarik seorang hwesio lainnya, Yang luar biasa adalah tubuhnya yang besar dan tingginya melebihi orang kebanyakan. senjatanya mengeluarkan kilauan cahaya yang berkelebat terus, Keadaannya saat itu mirip seorang malaikat yang sedang menghalau iblis.

"Apakah kalian sudah bosan hidup? Ayo maju semua sekalian saja!" teriaknya dengan suara bengis.

Siau Po segera teringat kepada kaisar Sun Ti. Namun perhatian orang-orang lainnya justru tertarik pada raksasa bertubuh besar itu, Selain bentuk tubuhnya yang luar biasa, wajahnya berwarna merah tua dan janggut serta rambutnya kusut seperti tidak pernah diurus, pakaiannya pun rombeng sekali.  Dari celah-celah pakaiannya yang rombeng, terlihat ukuran pinggangnya yang besar dan lengan serta jari tangan yang kasar

Tanpa terasa Bayan dan Honghu sianseng langkah mundur. Namun Bayan berteriak dengan suara lantang.

"Jangan takut! Maju terus!"

Tapi saat itu juga, Honghu sianseng berteriak "Hati-hati! jangan sampai melukai hwesio yang di sampingnya!"

Mendengar ucapan Honghu sianseng, otomatis perhatian semua orang tertuju pada hwesio yang dimaksudkan. Usianya kurang lebih empat puluh tahun, Tubuhnya tinggi kurus. Meskipun kulit wajahnya pucat, tapi ketampanannya masih tampak jelas. Hanya saja saat itu dia menundukkan wajahnya dan memejamkan matanya. Dia seakan tidak menghiraukan bahaya yang sedang mengancam dirinya.

- Pasti dialah ayahanda si raja cilik! --, pikir Siau Po dalam hatinya, Biar bagaimana, jantungnya berdebar-debar juga, - Tapi wajahnya kok lain dengan Sri Baginda Kong Hi. Dia malah lebih tampan....

Ketika itu, belasan Ihama sudah menerjang ke arah si hwesio bertubuh tinggi besar. Orang itu tetap melayani dengan memutar toyanya, Setiap kali dia menggerakkan toyanya, pasti ada seorang atau dua orang Ihama yang roboh di tangannya.

Menyaksikan keadaan itu, Honghu sianseng mengeluarkan joan pian atau senjata ruyungnya yang lunak kemudian dia maju menyerang dengan senjatanya yang luar biasa itu.

Bayan Ihama turut menerjang dengan menggunakan sepasang gembolan Mereka melakukan penyerangan dari dua arah yakni kiri dan kanan.

Joan pian di tangan Honghu sianseng langsung mengenai leher si hwesio tinggi besar itu sehingga dia berkaok-kaok. Meskipun begitu, tangannya masih sempat menangkis sepasang gembolan Bayan, Lhama itu terkejut setengah mati. Dia yang melakukan penyerangan, namun tangannya pula yang terasa kesemutan dan sepasang senjatanya pun terlepas dari cekalan.

Justru pada saat itu, joan pian yang seperti dibiarkan terlepas dari leher si hwesio kembali menghajar bahunya, Dari kejadian ini, orang segera beranggapan bahwa ilmu silatnya tampak biasa-biasa saja. Hanya tenaganya yang besar dan berani.

Saking banyaknya Ihama yang melakukan penyerbuan salah seorang diantaranya berhasil menjambret lengan kiri si hwesio setengah baya yang sedang memejamkan matanya. Mulutnya mengeluarkan seruan perlahan, Mungkin dia merasa terkejut atau kesakitan. Tapi matanya tidak dibuka dan tidak terlihat dia meronta. "Lindungi hwesio itu!" Bisik Siau Po kepada Song Ji.

"Baik." sahut si gadis yang tubuhnya langsung mencelat ke depan, Dengan satu kali lompatan saja dia sudah sampai di depan Ihama yang mencekal lengan si hwesio, Sebelum orang itu menyadari apa-apa, pinggangnya sudah terkena totokan Song Ji dan roboh seketika.

Setelah Ihama itu terkulai lemas, hwesio itu dengan sendirinya menjadi bebas, tapi Song Ji bukan menolongnya, dia malah membalikkan tubuhnya dan menyerang kepada Honghu sianseng dengan mengirimkan sebuah totokan.

Orang she Honghu itu terkejut setengah mati, dia segera menggeser tubuhnya ke kanan sehingga dengan demikian dia dapat menyelamatkan diri.

Song Ji tidak menyerangnya lagi atau mendesaknya lebih lanjut ia membalikkan tubuhnya kembali untuk menotok dada Bayan, sebab lhama itu berada dalam jarak yang dekat sekali dengannya.

"Celaka!" seru Bayan kaget serta gusar. Tapi dia hanya sempat menegakkan sepatah kata itu saja, sebab kemudian tubuhnya sudah jatuh terkulai di atas tanah.

Nona cilik itu tidak berhenti sampai di situ saja, dia bukannya mundur, tetapi malah menerjang terus ke depan, Dia mengirimkan serangan totokan kepada setiap Ihama yang ada di dekatnya, demikian juga orang-orangnya Honghu sianseng, Setiap orang yang tersentuh jari tangannya pasti roboh terkulai di atas tanah, sehingga dalam waktu yang singkat sudah tidak sedikit lawan yang dijatuhkannya.

Sim Ke menjadi heran juga tercekat hatinya.

"Eh, eh, sicu kecil!" panggilnya, Rupanya dia ingin berbicara dengan nona itu yang dikiranya seorang hwesio cilik segolongan dengan dirinya.

"Ya, hwesio tua!" sahut Song Ji sambil tertawa, Jari tangannya segera meluncur ke depan mengincar pinggang Sim ke.

Honghu sianseng terkejut setengah mati melihat kejadian itu, Dia segera memutar joan piannya untuk melindungi dirinya sendiri. Dia pikir, tentu tidak lucu kalau dia sampai tertotok juga, Karena itu, dia berusaha membuat jarak kira-kira setombak untuk melindungi dirinya sendiri. 

Namun Song Ji tidak menghiraukannya, dia terus melakukan penyerangan Namun sekarang dia berputar ke luar dari lingkungan ujung joan pian yang dapat digunakan seperti cambuk.

Sementara itu, Hong Tio Teng Kong sudah duduk bersila di atas lantai Dia merasa bingung, Diam-diam dia berkata dalam hati. -- Honghu Kok itu lihay sekali Aku tidak tahu dia berasal dari partai mana, tapi si nona.,, itu juga aneh, dia sangat lihay, Dalam sekejap mata dia berhasil merobohkan lawan, Entah murid siapa di itu? --

Honghu Kok bergerak dengan cepat. Setiap kali ujung senjatanya mengancam tubuh nona cili itu, setiap kali pula si nona dapat menghindarkan diri.

"Oh, dasar bocah cilik!" teriak Honghu Ko ujung senjatanya kembali mengancam dada si nona. Tampaknya dia merasa penasaran sekali. Karena itu, dia mengerahkan tenaga yang lebih besar.

Serangan itu hebat sekali Song Ji mengelakkan diri sembari maju terus ke depan, Dia seperti terjembab, tapi sebenarnya, sembari terhuyung ke depan dia menggunakan kesempatan untuk menotok perut lawannya.

Honghu Kok tercekat hatinya, Dengan panik dia menggerakkan tangan kirinya untuk menangkis totokan Song Jl Di samping itu, joan piannya juga menyambar ke arah punggung lawannya.

Song Ji berusaha menghindarkan diri, tapi joan pian Honghu Kok telah berhasil melilit tubuhnya, Dan ketika joan pian itu dihentakkan, otomatis tubuhnya juga tertarik bahkan terangkat ke atas, Rupanya Honghu sianseng bermaksud mengayunkan tubuh si nona cilik ke arah tembok untuk diadukannya.

Dengan tubuh dililit joan pian, Song Ji tidak berdiam diri, Dia berusaha melindungi dirinya, Dengan lincah, tangannya berhasil mencengkeram joan pian itu dan menguasainya, Tubuhnya tetap terapung di udara, Namun begitu dia menarik sekali joan pian yang berhasil dicekalnya, tubuhnya jadi terasong ke depan, dan dia menggunakan kesempatan itu untuk mendupak wajah lawannya.

Honghu Kok terkejut Setelah mengaduh satu kali, tubuhnya terkulai dengan perlahan-lahan.

Song Ji segera melompat turun untuk merebut senjata joan pian lawannya. "Bagus!" Puji Siau Po merasa gembira dan kagum sekali "Kepandaian yang hebat!" 

Dia segera mengeluarkan pisau belatinya dan menggunakan untuk mengancam mata 

kiri lawan, "Lekas turunkan perintah. Tidak ada seorang pun yang boleh datang ke mari!" katanya.

Bukan main bingungnya perasaan Honghu Kok. Kecuali sudah tidak berdaya, pisau belati yang berkilauan itu mengancam di depan matanya pula. Dalam keadaan demikian, terpaksa dia berteriak kepada orang-orangnya.

"Semua jangan bergerak! Dengarkan baik-baik, jangan ada yang bergerak! jangan ada yang masuk ke dalam rumah ini!" Akibat totokan Song Ji, Honghu Kok sulit mengeluarkan suaranya, Kata-katanya itu jadi tidak seberapa nyaring, Si hwesio raksasa menatap Song Ji dengan termangu- mangu.

"Oh, anak yang baik!" katanya kemudian. setelah itu dia membimbing hwesio berusia setengah baya itu kembali ke dalam rumah yang gelap.

Siau Po menghambur ke depan, ingin berbicara dengan si hwesio setengah baya, tapi dia ketinggalan.

Sementara itu, Song Ji langsung menghampiri Teng Kong, dia segera membebaskannya dari totokan lawan. Sekejap kemudian hwesio itu sudah bisa berdiri kembali.

Sembari menolong pendeta itu, Song Ji tersenyum manis.

"Kawanan telur busuk itu sungguh jahat sekali, Mereka berani mempermainkan Lo suhu yang maha suci!"

Teng Kong memberi hormat dengan merangkapkan sepasang tangannya.

"Terima kasih, sicu!" katanya. "Kau benar-benar lihay sekali dan kau telah menolong kuil kami dari bencana, Maafkan lolap yang usianya sudah lanjut dan matanya sudah lamur sehingga sejak semula tidak melihat ada gunung tinggi yang menjulang di depan (Maksudnya tidak mengenali orang yang berkepandaian tinggi)."

"Jangan banyak peradatan, Lo suhu!" sahut si nona, "Kau justru bersikap baik sekali terhadap tuanku."

Teng Kong langsung menoleh kepada Siau Po.

"Wi kongcu, bagaimana urusan ini harus diselesaikan sekarang?" tanyanya.

Song Ji memang sudah berhasil merobohkan banyak lawan, terutama tiga orang yang menjadi pemimpinnya, Tapi di luar kuil masih banyak teman-teman mereka, biar bagaimana urusan ini memang harus diselesaikan.

Siau Po hanya tertawa, Dia segera menghadap Honghu Kok, Bayan dan Sim Ke. Dia tersenyum kepada mereka bertiga dan berkata.

"Tuan-tuan bertiga, bagaimana kalau aku meminta Tuan menyuruh orang-orang kalian mengundurkan diri dari tempat ini?"

Honghu Kok menyadari situasi yang mereka hadapi, Dia sudah menduga Siau Po atau pihak lawan akan mengajukan permintaan itu, Karena itu, tanpa menunggu si bocah menyelesaikan ucapannya, dia sudah berteriak. "Kalian semua boleh pergi. Tunggu kami di kaki gunung!"

"Ya!" terdengar sahutan dari beberapa ratus orangnya, disusul dengan suara riuh derap langkah kaki yang berlarian turun gunung.

Menyaksikan hal itu, hati Teng Kong menjadi agak lega, Dia segera menghampiri Sim Ke dan tangannya diulurkan, Dia berniat membebaskan totokan pada tubuh Hong Tio dari Hud Kong si itu.

"Hong Tio, sabar sebentar!" kata Siau Po mencegah "Aku masih ingin berbicara denganmu."

"Tetapi beberapa saudara ini masih dalam keadaan tertotok," kata si hwesio yang murah hati, "Kalau terlalu lama membiarkan mereka dalam keadaan tidak bergerak, kaki mereka bisa menjadi kaku dan bahkan bisa mengakibatkan kelumpuhan. sebaiknya mereka ini dibebaskan terlebih dahuIu!"

"Jangan terburu-buru, Hong Tio." kata Siau Po sembari tertawa, "Waktu kita masih banyak, sebaiknya kita duduk dulu di dalam ruangan pendopo untuk berbincang- bincang sejenak!"

Mau tidak mau, Teng Kong terpaksa menurut Dia menganggukkan kepalanya, Kepandaian hwesio tua ini memang tinggi, tapi hatinya lemah. Kalau melakukan sesuatu, dia tidak bisa bersikap tegas. "Suheng, harap sabar sebentar, nanti aku akan membebaskan totokanmu!" katanya kepada Sim Ke. Selesai berkata, dia mengajak Siau Po ke pendopo sebelah barat.

"Hong Tio, benarkah orang-orang rombongan tadi sedang mencari seorang lhama cilik?" tanya Siau Po.

Teng Kong membungkam. Dia tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Hal ini karena dia mengetahui dengan baik tujuan Bayan dan yang lainnya datang ke kuil Ceng Liang si dan dia sulit menjelaskannya kepada Siau Po.

Siau Po mengerti kesulitan orang, Dia mendekati telinga hwesio itu dan berkata kepadanya dengan suara berbisik.

"Aku tahu siapa yang mereka cari, mereka mencari pendeta yang tadinya seorang kaisar..."

Tubuh Teng Kong bergetar mendengar kata-kata Siau Po. Dia sempat terhuyung- huyung namun dia menganggukkan kepalanya juga.

"Oh, kiranya sicu juga mengetahui urusan ini." katanya, "sebenarnya lolap pun sudah merasa heran dengan kedatangan sicu ke Ceng Liang si untuk bersembahyang, Aku merasa tidak wajar sekali. " Siau Po tidak menanyakan apa-apa lagi tentang kaisar Sun Ti, dia mengalihkan pembicaraannya tentang Bayan dan rombongannya.

"Honghu Kok dan Bayan memang sudah tertawan tapi mereka mendatangkan kesulitan bagi kita! Bukankah mudah membekuk seekor harimau, namun berbahaya apabila kita melepaskannya? Kalau sekarang kita membebaskan mereka, lalu dalam waktu beberapa hari mereka datang lagi, bagaimana ? Bukankah kita dilanda kesulitan kembali?"

"Meskipun demikian, kita toh tidak bisa membunuh orang seenaknya!" kata Teng Kong yang hatinya welas asih, "Sekarang saja sudah beberapa orang yang jadi korban! Amitaba Buddha! Omitohud!"

"Membunuh orang juga tidak ada gunanya," kata Siau Po. "Aku lihat, sebaiknya kita atur begini saja, kau perintahkan beberapa orang untuk meringkus mereka dan kita minta keterangan dari mereka, sebenarnya mereka mempunyai tujuan apa sehingga mencari kaisar yang sudah mengundurkan diri dari tahta kerajaan itu?"

Teng Kong merasa serba salah.

“Tempat lolap ini adalah tempat Buddha yang maha suci dan welas asih!" katanya kemudian "Kami adalah orang-orang yang beribadat, mana boleh kami meringkus orang dan mengadakan pemeriksaan perbuatan itu sungguh tidak pantas bagi orang yang sudah menyucikan diri."

"Apa yang dikatakan pantas atau tidak pantas?" tanya Siau Po. "Lalu apakah perbuatan mereka datang ke mari dan melakukan penggeledahan seenaknya dapat disebut sebagai sesuatu yang pantas? Apakah pantas mereka membunuh para hwesio yang menjadi muridmu atau seluruh penghuni kuil ini? Kalau kita tidak memeriksa mereka sampai jelas, kelak mereka pasti berani datang lagi untuk melakukan pembunuhan atau mungkin pembakar-n atas kuil Ceng Liang si. Apa yang akan kau lakukan apabila hal itu sampai terjadi?"

Teng Kong merenung sejenak, Selang sekian lama, dia baru menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu, terserah kepada sicu saja!" sahutnya kemudian Lalu dia menepuk tangannya dua kali,

Segera muncul beberapa orang hwesio dari luar pendopo.

"Pergi kau, undang Tuan Honghu itu datang ke mari!" katanya, "Bilang bahwa kami ingin berbicara dengannya untuk mendapatkan beberapa petunjuk.

"Tampaknya orang she Honghu itu agak licik," kata Siau Po. "Aku khawatir kita tidak akan mendapat keterangan apa-apa. Lebih baik kita minta dulu keterangan Bayan Ihama yang tinggi besar itu!" "Benar, benar!" kata Teng Kong, "Mengapa aku tidak berpikir sampai ke sana?"

Hwesio itu segera menyuruh muridnya mengundang Bayan Ihama, Tidak lama kemudian, muncullah Bayan dengan dibimbing oleh dua orang hwesio, Begitu sampai di dalam ruangan pendopo, rupanya kedua orang hwesio itu menjadi sengit mengingat beberapa kawannya yang telah menjadi korban si Ihama gemuk ini. Mereka melepaskan bimbingannya dengan setengah mendorong sehingga orang itu jatuh terjerembab dengan keras.

"Aih! Mengapa kalian begitu tidak tahu aturan terhadap seorang lhama besar?" seru Teng Kong menegur muridnya.

"Maaf, suhu!" sahut kedua orang itu, Mereka segera mengundurkan diri.

Siau Po mengambil sebuah kursi, kemudian dia memotong salah satu kakinya dan diraut berulang-ulang dengan pisau belatinya. Dalam sekejap mata kaki meja itu sudah menjadi runcing, Dia lalu memotong kaki meja yang lainnya dan melakukan hal yang sama, Karena pisau belatinya tajam sekali, beberapa saat saja keempat kaki kursi itu sudah teraut menjadi pasak kayu yang runcing.

Teng Kong heran menyaksikan tindak tanduk bocah tanggung itu, Apa yang sedang dilakukannya?

Setelah selesai meraut kaki kursi, baru Siau Po menghampiri Bayan, Dia mengusap kepala orang itu dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanan nya membolang- balingkan pisau belatinya dengan gaya yang persis seperti dia meraut kaki kursi tadi.

"Jangan!" teriak Bayan yang mengira dirinya akan dibunuh. "Jangan!" Teng Kong ikut mencegah.

"Jangan apanya?" bentak Siau Po dengan suara garang, "Aku tahu di Tibet, semua lhama besar kaum Bit Cong mempelajari semacam ilmu kebal yang dinamakan ilmu kepala besi, Orang yang menguasai ilmu itu tidak mempan terhadap tombak maupun goIok, Ketika di Pe King, aku pernah membacok kepala seorang Ihama, setengah harian aku membacoknya berulang kali, akhirnya tanganku sampai pegal sendiri, tapi orang itu malah seperti tidak merasakan apa-apa. Golokku tidak mempan terhadapnya. Karena itu, lhama besar, aku ingin tahu kau ini barang palsu atau barang asli? Tanpa diuji terlebih dahulu, bagaimana aku dapat membuktikannya?"

Mendengar kata-kata Siau Po, Song Ji tersenyum-senyum, Dia merasa tuan mudanya ini jenaka sekali.

"Aku belum pernah mempelajari ilmu kepala besi." sahut Bayan cepat, "Kalau kau membacok aku satu kali saja, aku akan mati seketika." "Ah... belum tentu kau begitu gampang mati." kata Siau Po kembali "Kalau baru ditusuk dua tiga dim saja, masa kau bisa mati? Eh, Lhama besar, aku akan membacok kepalamu satu kali saja, yakni dengan membeset kulitnya, aku ingin mengintip otakmu. pernah aku dengar seseorang berkata, bahwa seorang lhama yang jujur, otaknya pasti diam saja, Tidak ada denyutan sedikit pun. Sebaliknya, kalau lhama itu suka berbohong, otaknya pasti akan bergolak terus, seperti air yang baru mendidih, Aku hendak berbicara denganmu Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan Kalau aku tidak melihat otakmu terlebih dahulu, aku mana tahu kau akan mengatakan yang sejujurnya atau tidak?"

"Jangan kupas kulit kepalaku!" teriak Bayan, "Aku akan berbicara terus terang kepadamu."

Kembali Siau Po mengusap-usap kepala Bayan, malah mengetuknya perlahan- lahan.

"Habis, mana mungkin aku tahu kau bicara yang sebenarnya atau sedang membohongi aku?" tanyanya.

"Kalau aku berdusta, kau boleh mengupas kulit kepalaku dan melihat otakku, Saat itu toh masih belum terlambat." kata Bayan dengan suara bersungguh-sungguh.

Siau Po berdiam diri beberapa saat. Tampaknya dia sedang berpikir keras. "Baiklah!" katanya kemudian, "Sekarang, mari aku tanyakan dulu kepadamu, Siapa 

yang menyuruh kau datang ke kuil Ceng Liang si ini?"

"Aku diperintahkan oleh Lhama besar Sinlata dari wihara Wajah asli di puncak Bodhisatva."

"Omitohud!" ucap Teng Kong yang merasa heran sekali "Kuil hijau Ngo Tay san selamanya tidak berhubungan dengan kuil kuning. juga belum pernah ada permusuhan apa pun. Mengapa pihak puncak Bodhisatwa justru menitahkan kau datang ke mari melakukan penyerbuan?"

"Kedatangan kami bukan untuk menyerbu atau mengacau." sahut Bayan. "Kakak Sinlata menitahkan aku mencari seorang biku berusia kurang lebih empat puluhan tahun. Katanya biku itu sudah mencuri kitab pusaka dari Sang Buddha Hidup kami dari Lhasa dan sekarang dia bersembunyi di kuil Ceng Liang si. Karena itulah, kami harus menawannya!" 

"Amitabha Buddha!" seru Teng Kong kembali "ltu toh tidak mungkin."

Siau Po mengancam lagi dengan pisaunya, "Kalau kau berbohong, aku akan mengupas kulit kepalamu!" katanya dengan nada bengis. "Tidak, aku tidak berbohong." sahut Bayan, "Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja pada kakak Sinlata, Menurut kakakku itu, kami harus mengaku bahwa kami telah kehilangan seorang lhama cilik, padahal tujuan kami ingin mencari biku tua itu, Dia juga mengatakan bahwa Tuan Honghu mengenal biku itu, Kami harus meminta Tuan Honghu menemani kami apabila datang ke kuil Ceng Liang si ini. 

Kakak Sinlata juga menegaskan bahwa biku itu sudah mencuri kitab kami, kitab pusaka Sang Buddha puIa, maka ini bukanlah urusan kecil Padaku, kakak Sinlata menjelaskan apabila aku berhasil membekuk biku itu, maka jasaku besar sekali Apa- bila aku kembali ke Lhasa nanti, Buddha hidup kami pasti akan memberikan hadiah besar kepadaku."

Siau Po menatap wajah lhama itu lekat-lekat. Dia merasa orang itu tidak berdusta, Lhama ini pasti sudah dikelabuhi orang, Tentu orang yang menyuruhnya tidak mengatakan dengan terus terang bahwa yang dicarinya adalah kaisar Sun Ti yang sudah mengundurkan diri dari tahta kerajaan. Dia segera mengeluarkan sepucuk surat dari dalam saku pakaiannya, itulah surat yang ditemukan Song Ji dari lhama yang berhasil dibekuknya ketika melakukan perjalanan. Dia membeberkan surat itu di hadapan Bayan lhama.

"Kau baca surat ini agar aku dengar!" Perintahnya, "Apa yang tertulis di dalamnya?" "lya, iya." sahut Bayan yang segera mulai membaca.

Siau Po menganggukkan kepalanya, "Tidak salah," katanya, "Kau dapat membacanya dengan baik. Tapi bapak kepala pendeta di sini tidak mengerti bahasa Tibet, tolong kau terjemah-kan bunyi surat itu dalam bahasa sini!"

“Isi surat ini mengatakan. " Tiba-tiba Bayan lhama jadi sangsi. Sejenak kemudian 

dia baru melanjutkan kembali "Katanya.   orang itu adalah orang besar dan dia berada 

di kuil Ceng Liang si, Gunung Ngo Tay san. Menurut kabar terakhir yang kami terima, pihak Sin Liong kau ingin mengundangnya, karena itu kami harus mendahuluinya. " 

Mendengar disebutkan nama perkumpulan Sin Liong kau, Siau Po merasa yakin orang itu tidak sembarangan menerjemahkan arti surat tersebut Tetapi, kembali dia bertanya.

"Apakah surat itu masih mengatakan hal lain nya?"

Bayan meneruskan terjemahannya, "Dalam surat dikatakan, bahwa tidak sulit sebenarnya mengundang orang besar yang berada di kuil Ceng Liang si, Ngo Tay san itu. Yang dikhawatirkan justru pihak Sin Liong kau keburu mendengar berita ini dan datang merebutnya, Karena itu, kakak Sinlata meminta kakak seperguruan kami, Dahur yang berada di kota kerajaan untuk selekasnya mengirim orang-orangnya yang lihay untuk memberikan bantuan. "

"Apakah masih ada yang lainnya lagi?" tanya Siau Po. "Tidak ada lagi," sahut Bayan. "Hanya sekian isi surat ini." "Siapa sebenarnya Honghu Kok itu?" Tanya Siau Po kembali,

"Dialah salah seorang pembantu kami yang diundang oleh kakak Sinlata." kata Bayan lhama menjelaskan "Baru tadi malam dia sampai."

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Lo suhu," katanya kepada Teng Kong, "Sekarang aku hendak memeriksa Hong Tio dari Hud Kong si. Kalau Lo suhu merasa tidak leluasa, silahkan menuju luar jendela dan memasang telinga di sana!"

"Bagus!" kata Teng Kong yang langsung melangkah ke luar sambil menyuruh orangnya membawa Bayan kembali ke depan, dan sebaliknya membawa Sim Ke masuk ke dalam pendopo agar dapat diperiksa oleh si bocah tanggung, Dia sendiri langsung kembali ke kamarnya, karena dia tidak mau memasang telinga di luar jendela yang menurutnya merupakan perbuatan yang tidak layak.

Begitu digiring masuk ke dalam ruangan pendopo, dengan wajah berseri-seri Sim Ke langsung mengeluarkan pujian kepada kedua pemuda-pemudi tersebut.

"Kedua sicu, kalian masih muda sekali, tetapi ilmu kalian sudah lihay sekali, Hal ini belum pernah aku si hwesio tua lihat atau dengar sekali pun. Kalianlah anak-anak muda yang gagah perkasa."

"Hebat nenek moyangmu!" maki Siau Po. "Siapa yang sudi mendengar pujianmu?" Dia mengangkat kakinya dan menyepak selangkangan hwesio itu.

Sim Ke merasa kesakitan tapi dia masih memaksakan dirinya tersenyum.

"lya, ya. Memang benar," katanya, "Seorang laki-laki sejati paling benci mendengar 

pujian bagi dirinya, Tapi, aku si hwesio tua berkata dengan sungguh-sungguh, aku bukan hanya sekedar memuji. "

"Sekarang aku tanyakan kepadamu," kata Siau Po. Dia tidak menghiraukan kata-kata hwesio itu. "Kau datang ke kuil Ceng Liang si ini dengan lagakmu yang konyol. Siapa yang menyuruh kau datang ke mari?"

"Sicu bertanya kepadaku, tentu aku harus menjawab yang sebenar-benarnya." sahut hwesio itu.

"Lhama besar Sinlata di Tibet telah mengirim orangnya untuk mengantarkan uang sebanyak dua ratus tail kepadaku, Dia meminta aku menemani adik seperguruannya datang ke kuil Ceng Liang si ini. Katanya untuk mencari seseorang. Aku toh tidak bisa menerima imbalan tanpa melakukan apa-apa. Karena itulah aku menyertai Bayan lhama datang ke mari." "Ngaco!" bentak Siau Po. "Kau ingin membohongi aku? Cepat katakan hal yang sebenarnya !"

"lya, iya." sahut si hwesio, "Aku tidak akan membohongi kau, sicu, sebetulnya Ihama besar itu memberikan aku uang sebanyak tiga ratus tail..."

"Oh, kau masih berbohong juga?" bentak Siau Po. "Sudah terang dia memberimu seribu tail."

"Tidak, tidak, sicu!" sahut si hwesio tua. "Sebenarnya cuma lima ratus tail, kalau sampai lebih dari satu tail saja, anggaplah aku bukan manusia lagi!"

Siau Po memperhatikan dengan tajam. "Dan, mahluk apakah Honghu Kok itu?" tanyanya kembali.

"Dia seorang hina dina, Dia bukanlah manusia baik-baik." sahut Sim Ke. "Bayan Ihama yang membawanya ke mari, Kalau sicu membebaskan aku, segera aku akan membawanya ke kantor kecamatan di Ngo Tay san dan meminta bapak camat memberikan hukuman kepadanya, Ceng Liang si adalah tempat suci murid Buddha, mana boleh dikotori manusia busuk seperti dirinya? Sicu kecil, beberapa jiwa korban akan kutimpakan seluruh kesalahan di bahunya."

Siau Po memperlihatkan tampang berwibawa.

"Sudah jelas kau yang membunuh mereka, bagaimana kau bisa menimpakan kesalahan itu pada orang lain?" tanyanya.

"Baiklah," kata Sim Ke, "Sicu kecil, aku harap kau sudi mengampuni aku!"

Siau Po menyuruh orang membawa hwesio itu pergi, sekarang giliran Honghu Kok yang dibawa masuk. Orang yang satu ini memang keras kepala, Tidak ada satu pun keterangan yang didapatkan dari orang ini, Dia tidak bersedia mengatakan apa-apa.

Song Ji segera menotok jalan darah Thian tok orang itu. Dalam sekejap mata dia merasa kegatalan serta sakit, Dia segera menjerit keras-keras. Meskipun demikian, Dia tetap berkepala batu, Tidak ada satu pun pertanyaan Siau Po yang dijawabnya.

"Kalau kau memang laki-laki, bunuhlah aku!" tantangnya, "Kau bunuhlah Tuan besarmu ini, Siapa yang hanya pandai menyiksa, bukanlah orang yang gagah."

Biar bagaimana, Siau Po menghormati keberanian orang itu.

"Baik, aku tidak akan menyiksamu lagi." kata nya. Dia, menyuruh Song Ji membebaskan totokannya. Setelah itu, dia meminta orang membawa Honghu sianseng itu ke luar, sebaliknya Teng Kong diundang masuk kembali. Tidak lama kemudian, Teng Kong sudah datang.

"Urusan ini agak sulit." kata Siau Po kepada kepala pendeta itu, "Aku rasa, sebaiknya aku berunding dengan orang besar itu."

Teng Kong menggelengkan kepalanya, "Sulit!" katanya, "Beliau pasti tidak bersedia bertemu dengan orang luar."

Siau Po merasa kurang puas mendengar jawaban Teng Kong.

"Mengapa beliau tidak mau bertemu dengan orang luar?" tanyanya, "Bukankah tadi dia sudah menemuinya? Bukankah beliau akan tertawan dan dibawa pergi, apabila kami lepas tangan tadi? Untuk selanjutnya, beliau tetap tidak akan merasakan kedamaian Beberapa hari kemudian, pasti akan datang lagi orang-orang suruhan si Ihama besar dari kota Pe King. Belum lagi perkumpulan Sin Liong kau dan partai kura- kura lainnya. Mereka tentu tidak sudi menyudahi urusan ini begini saja. Sekalipun kami mau membantu kalian, tapi belum tentu kami sanggup menghadapi lawan sebanyak itu."

Teng Kong menganggukkan kepalanya,

"Apa yang dikatakan sicu ada benarnya juga." katanya,

"Karena itu, sebaiknya Lo suhu mendatangi beliau dan ceritakan gentingnya suasana yang dihadapi saat ini. Biar bagaimana, kita harus berunding dan memikirkan jalan untuk menyelamatkan diri kita semua."

Tapi Teng Kong tetap menggelengkan kepalanya.

"Persoalan ini sulit." katanya, "Lolap telah berjanji, baik lolap sendiri maupun murid- murid lolap di sini, tidak ada yang boleh berbicara dengannya." 

"Tidak apa-apalah kalau begitu," kata Siau Po. "Aku toh bukan hwesio atau anggota kuil kalian, Biar aku saja yang berbicara dengannya!"

"Tidak, tidak bisa, sicu!" cegah Teng Kong. "Kalau sicu masuk ke dalam rumah pertapaannya, tentu sicu akan dirintangi adik seperguruannya, Heng Tian, Dia seorang hwesio yang tabiatnya keras dan berangasan Bisa-bisa sicu terhajar mati olehnya."

Siau Po tertawa.

"Tidak mungkin dia sanggup menghajar aku sampai mati." sahutnya. Teng Kong melirik ke arah Song Ji.

"Meskipun sicu menitahkan pembantumu ini menotok Heng Tian sehingga dia roboh tidak berdaya, Heng Ti sendiri belum tentu sudi berbicara dengan sicu." "Heng Ti?" tanya Siau Po menegaskan sekali Iagi. "Oh, kiranya itu nama sucinya kaisar Sun Ti."

"Benar! Aku tidak menyangka sicu tidak mengetahui nama sucinya." Siau Po menarik nafas panjang.

"Kalau begitu, habislah dayaku." katanya perlahan "Sayang sekali kuil Ceng Liang si yang suci dan sudah tua ini harus musnah di tanganmu, Lo suhu!"

Teng Kong terkejut. Dia nampak berduka sekali, Untuk sesaat dia menjadi bingung. "Nanti aku tanyakan kepada Giok Lim suheng," katanya kemudian Tampak sepasang 

alisnya menjungat ke atas seakan sedang berpikir keras, "Suhengku itu mempunyai 

jalan keluarnya..."

"Siapakah Giok Lim taysu itu?" tanya Siau Po. "Beliau adalah guru Heng Ti." sahut Teng Kong.

"Bagus!” Kata Siau Po. Dia tampak senang sekali. "Nah, mari Lo suhu ajak aku menemuinya!"

Teng Kong menerima baik permintaan itu, Dia langsung mengajak Siau Po ke ruang belakang yang terdapat sebuah kamar untuk bersemedi. Bahkan di sana tampak seorang pendeta tua sedang duduk bersila dengan mata dipejamkan Pendeta itu sudah putih alis dan janggutnya, Dia tidak tahu ada tiga orang yang memasuki kamarnya.

Teng Kong memberi isyarat dengan kedua tangannya, kemudian dengan hati-hati duduk di sisi hwesio tua itu. Dia memejamkan matanya dan merapatkan sepasang telapak tangannya.

Di dalam hati, Siau Po tertawa menyaksikan tindak tanduk hwesio itu. Tapi dia menurut, tanpa menimbulkan suara sedikit pun, dia ikut duduk di sisi hwesio itu.

Seperti ketika mereka masuk, wihara itu demikian hening sehingga tidak terdengar suara sedikit pun. Wihara itu seakan hanya dihuni oleh hwesio tua itu seorang diri.

Setelah lewat sekian lama, hwesio itu masih duduk berdiam diri. Dia mirip dengan mayat hidup, Dan Teng Kong juga ikut mematung.

Siau Po menjadi kewalahan, dia merasa kaki dan tangannya mulai kesemutan Akhirnya dengan terpaksa, dia bangkit Tapi karena kedua orang itu tetap berdiam diri, dia pun terpaksa duduk kembali Beberapa kali dia bangkit dan duduk kembali, tetapi kesunyian tetap saja mencekam. -- Aih, celaka dua belas! --, keluhnya dalam hati, Saking mendongkolnya, dia memaki si hwesio tua dalam hatinya.

Dia masih harus menunggu cukup lama, namun akhirnya si hwesio tua membuka matanya dengan perlahan-lahan, Dari mulutnya terdengar suara lirih seperti sedang menarik nafas panjang. Dia melihat ada beberapa orang dalam kamarnya, namun dia tidak menunjukkan perubahan apa-apa, kecuali menganggukkan kepalanya sedikit.

"Suheng." Teng Kong lantas menyapanya, "Jodoh Heng Ti dengan dunia luar rupanya belum selesai Ada beberapa orang yang datang menjenguknya, Harap suheng sudi melepaskannya!"

Hwesio yang ternyata Giok Lim taysu itu berkata dengan suara perlahan. "Suasana disebabkan hati sendiri Karena itu, untuk membebaskan diri, orang juga 

harus mengandalkan dirinya sendiri..."

Teng Kong menganggukkan kepalanya,

"Hantu dari luar datang bertubi-tubi, Ceng Liang si menghadapi malapetaka yang tidak kepalang besarnya."

Dia segera menuturkan usaha Sim Ke, Bayan dan Honghu Kok yang datang mencari Heng Ti dan berusaha menawannya, Untung ada Siau Po datang bersama pembantunya, Mereka memberikan bantuan sehingga Heng Ti terlepas dari ancaman maut Tapi, di dalam pertempuran, kedua belah pihak sama-sama ada yang jatuh korban jiwa.

"Meskipun demikian, pihak sana masih belum mau menyudahi urusan ini." kata Teng Kong mengakhiri ceritanya.

Giok Lim taysu mendengarkan keterangan itu dengan berdiam diri, Tidak sekali pun dia menukas, sepasang matanya kembali dipejamkan untuk ber semedi lagi, Keheningan pun kembali menceka kamar itu.

Menyaksikan keadaan itu, habis rasa sabar Sia Po. Dia segera berjingkrak bangun untuk mencaci Tapi belum juga sepatah kata ke luar dari muIutnya, Teng Kong sudah menggoyangkan tangannya mencegah.

Terpaksa dia menahan sabar dan duduk kembali Kali ini Siau Po harus menunggu lebih lama lagi, sampai dia mencaci dalam hatinya,

-- Di kolong langit, yang paling brengsek adalah Hay kong kong dengan si nenek sihir, tapi mereka masih tidak begitu menjemukan seperti si kepala gundul ini! --

Baru si bocah tanggung berpikir demikian, tampak Giok Lim taysu membuka matanya, Sembari tertawa dan menganggukkan kepalanya dia ber tanya dengan sopan. "Apakah sicu ini datang dari Pe King?" "Benar!" sahut Siau Po singkat.

"Apakah di kotaraja sicu bekerja memdampingi Sri Baginda?" tanya Giok Lim taysu kembali.

Siau Po merasa heran. Hampir saja dia melonjak bangun saking terperanjatnya. “Bagaimana... taysu bisa tahu?" tanyanya kembali.

Giok Lim taysu tersenyum.

"Lolap hanya menduga-duga saja."

Mau tidak mau, Siau Po jadi berpikir dalam hatinya,

-- Hwesio ini agak aneh, jangan-jangan dia menguasai ilmu. , Dengan membawa 

pikiran demikian, Siau Po segera duduk dengan diam, Dia tidak berani mencaci lagi, meskipun hanya dalam hati.

Terdengar Giok Lim taysu bertanya lagi, "Apakah ada sesuatu pesan yang penting sehingga Sri Baginda menitahkan sicu datang ke kuil Ceng Liang si ini?"

- Aih, hwesio ini... --, pikirnya kembali Apa pun diketahuinya, karenanya aku tidak 

bisa sembarangan berbohong... , karenanya dia segera menjawab "Sri Baginda 

mengetahui bahwa Raja tua masih hidup dalam dunia ini, beliau merasa gembira sekaligus berduka, itulah sebabnya aku ditugaskan datang menjenguknya, untuk menyampaikan rasa hormat Sri Baginda sekaligus menanyakan kesehatannya. Dan seandainya.,., Sri Baginda raja tua bersedia kembali ke istana, itulah hal yang paling baik."

Sebenarnya kaisar Kong Hi menitahkan Siau Po datang ke gunung Ngo Tay san untuk mencari bukti kebenaran bahwa si raja tua masih hidup di dunia ini. Kalau benar, maka nanti Sri Baginda Kong Hi sendiri yang akan datang ke Ceng Liang si untuk menjenguknya, Tapi Siau Po justru mengubahnya sendiri.

"Apakah Sri Baginda membekali sesuatu sebagai tanda bukti kepada sicu?" tanya Giok Lim taysu kembali Tampaknya hwesio tua ini teliti sekali

Siau Po merogoh ke dalam sakunya untuk mengeluarkan surat yang ditulis oleh kaisar Kong Hi.

"Silahkan taysu baca surat ini!" katanya sembari menyerahkan surat itu yang disodorkan dengan kedua belah tangannya. Surat ini bukan surat yang ditujukan Sri Baginda untuk ayahandanya, Memang kaisar Kong Hi sudah menulis surat itu, tapi kemudian dia membakarnya, Dia khawatir surat itu terjatuh ke tangan orang lain dan hal ini berbahaya sekali. 

Sebagai gantinya, kaisar Kong Hi menuliskan sepucuk surat perintah atau firman Raja. Begini bunyi surat perintah tersebut:

"Dengan ini dititahkan kepada Gi cian siwi Hu congkoan Wi Siau Po yang dianugerahkan baju makwa kuning untuk pergi ke gunung Ngo Tay san dan sekitarnya untuk suatu urusan dinas, Dengan demikian semua pembesar sipil dan militer setempat harus melakukan segala perintahnya, ini merupakan firman kaisar."

Giok Lim taysu menyambut surat itu kemudia dibacanya dengan seksama, Tidak lupa dia memeriksa cap kerajaan yang tertera di bawahnya Setelah itu dia baru mengembalikannya kepada Siau Po dan berkata.

"Kiranya lolap berhadapan dengan Tuan paduka Gi cian siwi Hu congkoan! Maaf!"

Puas hati Siau Po melihat sikap hwesio tua itu serta mendengar nada suaranya yang penuh hormat, Di dalam hati dia berkata.

-- Nah, sekarang kau tentu tidak berani menganggap ringan diriku lagi! --. Meskipun demikian, dia tidak menunjukkan sedikit perubahan pun di-wajahnya, Tapi, ketika dia melihat sikap si hwesio tua itu tidak berubah, hatinya menjadi tawar sendiri

Terdengar hwesio itu bertanya kembali.

"Wi sicu, kalau menurut sicu, tindakan apa yang harus kita ambil sekarang?"

"Aku ingin menghadap Sri Baginda raja tua untuk mendengarkan perintahnya!" sahut Siau Po.

"DuIu, beliau memang mempunyai kekayaan yang tidak terhitung dan kedudukan yang mulia, tapi sejak menyucikan diri menjadi pendeta, semuanya sudah musnah dan hubungannya dengan dunia luar sudah putus, Karena itu, panggilan Sri Baginda raja tua jangan disebut-sebut lagi jangan sampai orang lain yang mendengarnya menjadi kaget dan ketenangannya terganggu karenanya!"

Siau Po diam saja, Dia tidak menyatakan komentar apa-apa.

"Sekarang sebaiknya kau pulang saja dan sampaikan kepada Sri Baginda bahwa Heng Ti tidak bersedia menemuimu Heng Ti juga tidak bersedia menemui orang luar, biar siapa pun orangnya!" kata hwesio tua itu.

"Sri Baginda Kong Hi adalah putranya, bukan orang luar," sahut Siau Po dengan berani.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar