Kaki Tiga Menjangan Jilid 33

Jilid 33

"Kau benar-benar bukan hantu?" tanyanya kemudian. Nona itu tertawa.

"Aku setan." sahutnya, "Setan yang menggantung diri."

Siau Po memperhatikannya kembali dengan seksama, Nona itu tertawa lagi dan berkata.

"Kau sanggup membunuh seorang penjahat, dapat dikatakan nyalimu besar sekali, Mengapa kau justru takut menghadapi setan yang mati menggantung diri? Mengapa nyalimu jadi begitu kecil?"

Siau Po menarik nafas untuk melegakan hatinya.

"Aku tidak takut pada manusia, Aku hanya takut kepada setan." Lagi-lagi nona itu tertawa geli.

"Kau tahu jalan darah mana pada tubuhmu yang tertotok?" tanyanya. "Mana aku tahu?" sahut Siau Po.

Nona muda itu menekan bahu Siau Po beberapa kali, kemudian menepuk pinggangnya sebanyak tiga kail

Setelah itu, Siau Po dapat menggerakkan kaki dan tangannya kembali Dia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Hatinya senang sekali sehingga dia tertawa lebar.

"Rupanya kau pandai ilmu menotok, bagus!" katanya.

"Belum lama aku mempelajarinya," sahut si nona, "Malah hari ini baru pertama kali aku mempraktekkannya."

Sembari berkata, nona itu menekan lagi ketiak Siau Po dan pinggangnya sehingga bocah itu berjingkrakan karena kegelian

"Jangan! Jangan!" katanya sembari tertawa geli

Kedua kakinya juga sudah dapat bergerak dengan leluasa,

"Kau menggetitiki aku sampai aku kegelian." katanya, "Sekarang aku akan membalas menggelitikmu." Dia benar-benar melangkah maju mendekati nona itu.

Gadis cilik itu melangkah mundur dan menjulurkan lidahnya, Dia bermaksud menyaru sebagai setan untuk menakut-nakuti Siau Po, tapi dia gagal.

Tampangnya justru lucu sekali, dan menarik hati,

Siau Po menjulurkan tangannya untuk menarik lidah gadis itu, tapi gadis itu menghindarkan diri, dia tertawa,

"Nah, kau sekarang tidak takut lagi pada setan gantung diri,"

"Kau mempunyai bayangan dan hawa yang ke luar dari mulutmu terasa hangat." kata Siau Po. "Jadi kau manusia biasa, bukan setan?"

Nona itu memperhatikannya lekat-lekat.

"Aku kuntilanak, bukan setan biasa." katanya.

Siau Po tertegun Dia memperhatikan gadis itu, wajahnya cantik, halus dan kulitnya mulus. "Bukan!" katanya, "Kuntilanak tidak bisa berbicara dan kakinya tidak dapat ditekuk." Nona itu tertawa.

"Kalau begitu, aku siluman musang." katanya kembali. Siau Po juga tertawa.

"Aku tidak takut siluman musang." katanya, Tapi dalam hati ia sempat ragu, - Benarkah dia siluman musang? --, diam-diam dia berjalan ke belakang nona itu dan memperhatikan pinggulnya.

Kembali nona itu tertawa.

"Aku adalah siluman musang yang sudah berusia seribu tahun, ilmuku sudah mencapai kesempurnaan karenanya aku tidak mempunyai ekor lagi." katanya.

Siau Po tersenyum.

"Kalau aku dipermainkan oleh siluman musang secantik engkau, mati pun aku tidak menyesal."

Wajah si nona menjadi merah padam. Dia menjadi jengah,

"Ah, kau genit" katanya, "Tadi kau takut setan, sekarang kau malah jadi nakal."

Siau Po memang takut terhadap setan penasaran atau kuntilanak, tapi dia tidak begitu takut kepada siluman musang. Sebaliknya, dia suka sekali terhadap nona cilik yang baru dikenalnya ini. Dia mendapat kenyataan bahwa nona ini lebih menarik dari pada Kiam Peng atau pun Pui Ie. Rasanya dia langsung saja akrab dengannya.

"Nona, siapakah namamu?"

"Namaku Song Ji." sahut nona itu, Song artinya sepasang.

"Bagus!" kata Siau Po. "Tapi, sepasang kaki yang harum atau sepasang kaos kaki yang bau?"

Si nona tidak marah, malah tertawa.

"Kaki yang harum atau kaos kaki yang bau, sama saja." katanya, "Terserah engkau sendiri! Tapi Kui kong kong, pakaianmu basah kuyup, pasti tidak enak dikenakan silahkan kau pergi ke sana untuk mengeringkannya, Tapi kami mempunyai sedikit kesulitan di sini."

"Apa itu?" tanya Siau Po, "Kami tidak mempunyai pakaian laki-laki." sahut Song Ji. Hati Siau Po kembali terkejut.

- Ah, -- serunya dalam hati. - Apakah rumah ini benar-benar dihuni oleh setan perempuan semua? --

Tentu saja Song Ji tidak dapat menduga jalan pikirannya, Dia segera mengangkat lenteranya tinggi-tinggi.

"Silahkan masuk!" katanya.

Siau Po berdiri dengan tegak. Hatinya meras bimbang. Nona itu terus berjalan, sampai di ambang pintu, dia menoleh dan tersenyum.

"Kalau kau memakai baju perempuan, tentu kau takut ketimpa sial, bukan?" katanya. "Kala tidak, begini saja. Kau naik ke atas tempat tidur dan tunggu di balik selimut mengeringkan pakaian bukan pekerjaan yang memakan waktu lama."

Siau Po merasa gadis cilik itu baik sekali dan sarannya juga bagus, Dia tidak bisa menolaknya dia akhirnya dia masuk ke dalam kamar.

"Bagaimana dengan kawan-kawanku yang lain ke mana mereka semuanya?" tanya Siau Po.

Song Ji melambatkan langkah kakinya agar mereka bisa berjalan berdampingan. "Sam nay nay telah berpesan kepadaku agar aku tidak berbicara terlalu banyak 

denganmu." katanya "Kau sabarlah sebentar, setelah kau mengisi perut nanti Sam nay 

nay sendiri yang akan mengatakannya kepadamu."

Siau Po menganggukkan kepalanya, Memang dia sudah lapar sekali. ingin sekali dia mengisi perutnya dengan makanan Dia juga tidak menanyakan siapa yang dipanggil Sam nay nay itu. Dialah nyonya ketiga yang pernah bertemu dengannya tadi.

Song Ji mengajak Siau Po menelusuri sebuah koridor panjang yang gelap, Mereka sampai di dalam sebuah kamar. Di sana mula-mula Song Ji menyulut sebatang lilin, Tampak kamar itu diperlengkapi dengan sederhana, Hanya ada sebuah meja dan sebuah tempat tidur, Semua terlihat bersih, Tempat tidurnya juga sudah dipasang sprei serta kelambu.

Sambil menyingkapkan kelambu, Song Ji berkata.

"Kui siangkong, maril Naiklah ke atas pembaringan setelah itu kau lemparkan pakaianmu kepadaku!" Siau Po sekarang sudah percaya penuh terhadap si nona, dia menurut Dia segera naik ke atas tempat tidur kemudian menurunkan kelambunya, Dia membuka pakaiannya dan melemparkannya kepada si nona, Dia sendiri menarik sehelai selimut untuk menutupi tubuhnya.

"Aku akan pergi mencari makanan untukmu sekalian Kau suka makan bacang yang manis atau yang asin?" tanya Song Ji sambil menerima pakaian Siau Po dan berjalan ke arah pintu.

Siau Po tertawa.

"Aku sedang kelaparan, makan yang mana pun boleh." sahutnya, "Mungkin bacang tanah lempungpun aku bisa makan saat ini."

Nona itu tertawa geli mendengar kata-kata Siau Po. Dia langsung meninggalkan kamar itu.

Siau Po tidak perlu menunggu terlalu lama. Sekejap kemudian, hidungnya sudah mencium bau harum daging yang lezat, Song Ji muncul di pintu kamar dan membawa sebuah nampan di tangannya, Dia segera mendekati tempat tidur dan menyingkap kelambunya.

Siau Po melihat ada empat buah bacang yang sudah dibuka pembungkusnya, Bukan main senang nya hati si bocah. Segera dia menyambar sumpit dari atas nampan dan digunakan untuk menyumpit bacang itu. 

Tanpa menunda lebih lama lagi dia seger memasukkan bacang itu ke dalam muIutnya, Di mengunyah dengan cepat, terasa bacang itu leza sekali.

"Song Ji," katanya setelah menikmati setengah dari bacang itu. "Bacang ini enak sekali seperti bacang Ouw Ciu."

Memang, kalau bicara soal bacang, bacang dari Ouw Ciu Ciat Kanglah yang paling terkenal. Yang-ciu ada orang yang menjual bacang sepert itu. Para tamu yang berpelesir di Li Cun Wan sering menyuruh Siau Po membelinya. Bacang itu te bungkus rapat, tapi setiap kali disuruh, dia mengorek ujungnya untuk mencoba rasanya. Selama tinggal di utara, dia tidak pernah mendapat kesempatan untuk mencicipinya lagi.

Song Ji heran mendengar kata-kata bocah itu.

"Ah! Rupanya kau kenal juga makanan Iezat!" katanya. "Bagaimana kau bisa tahu ini bacang dari Ouw Ciu?"

"Ah! Jadi ini benar-benar bacang dari Ouw Ciu?" serunya sembari mengunyah "Di tempat ini, di mana bisa membeli bacang seperti ini?" "Bukannya boleh beli." kata Song Ji tertawa geli Dia merasa bocah itu jenaka sekali "Bacang ini buatan siluman musang."

Siau Po pun tertawa.

"Benar-benar seorang siluman musang pandai memasak!" Tiba-tiba dia ingat tingkah Ciong samya, karena itu dia segera menambahkan "Usianya sama seperti usia langit."

Song Ji ikut tertawa, Tapi dia segera berkata.

"Nah, kau makanlah perlahan-lahan, aku akan mengeringkan pakaianmu.,,." Dia baru berjalan satu langkah ketika menoleh kembali memandang Siau Po. "Apakah kau merasa takut?"

Rasa takut Siau Po memang sudah berkurang setengahnya.

"Asal kau lekas kembali!" katanya, "Baikl" sahut Song Ji. Dia langsung meninggalkan kamar itu.

Siau Po makan bacang dengan perlahan-lahan. Tidak lama kemudian dia mendengar suara langkah kaki, dia mengintai Ternyata si nona telah kembali dengan sebuah setrikaan yang sudah diisi bara arang untuk menyetrika pakaiannya, Dengan demikian, si nona bisa bekerja sembari menemaninya,

Dari keempat bacang itu, ada dua yang rasanya manis dan dua lagi rasanya asin, Siau Po menghabiskan tiga biji.

"Apakah kau yang membungkus sendiri bacang ini?" tanyanya setelah kenyang makan.

"Sam nay nay yang membuat bumbunya, aku hanya membantu." sahut Song Ji.

Siau Po dapat mengenali aksen nona itu seperti aksen orang Kang Lam. Karena itu dia segera bertanya.

"Apakah kau berasal dari Ouw Ciu?" Song Ji agak ragu menjawab pertanyaan itu, "pakaianmu hampir kering," katanya kemudia "Sebentar lagi kalau kau bertemu dengan Sam na nay, kau bisa menanyakan kepadanya sendiri sama saja bukan?"

Suara itu lembut dan kata-katanya sopan sekali "Tentu saja boleh." kata Siau Po cepat "Mengapa tidak?" ia menyingkapkan kelambunya dan memperhatikan gadis cilik itu bekerja.

Song Ji mengangkat wajahnya dan menoleh. Dia memandang Siau Po seraya tersenyum manis Kemudian dia berkata dengan suara penuh perhatian.

"Kau tidak berpakaian hati-hati masuk angin"  Tiba-tiba kambuh lagi penyakit Siau Po yang suka menggoda orang itu, Dia tertawa dan berkata

"Kalau aku melompat ke luar, meskipun tanpa berpakaian, aku tidak akan masuk angin. "

Nona itu terkejut sekali mendengar ucapan Siau Po, dia segera menundukkan kepalanya, kemudian dia melirik sedikit, akhirnya dia tertawa geli, Siau Po tidak melompat turun, tapi dia justru menutup seluruh tubuhnya dari atas kepala sampai ke ujung kaki dengan selimut.

Sekejap saja, pekerjaan nona itu sudah selesai Dia membawa pakaian Siau Po ke tempat tidur dan menyodorkannya ke dalam kelambu.

"Cepat kau berpakaian!" katanya.

Siau Po menurut Setelah dia mengenakan bajunya kembali, Song Ji membantu mengancinginya, Kemudian dia mengambil sisir.

"Sini! Aku jalin kembali kuncirmu yang sudah kusut itu!" katanya sekali lagi.

Siau Po senang sekali Dia membiarkan rambutnya disisir lalu dikepang. Selama itu dia dapat mencium bau harum tubuh seorang gadis.

"0h. Rupanya siluman musang mempunyai hati yang demikian baik! Kalau 

semuanya seperti engkau, tentu aku tidak perlu merasa takut lagi." Song Ji tertawa perlahan.

"Kau menyebut-nyebut siluman musang, sungguh tidak enak didengar." katanya, "Aku toh bukan siluman musang,"

"Oh ya? Kalau kau bukan siluman musang, tentu kau seorang dewi yang agung." kata Siau Po.

"Aku juga bukan dewi." sahut Song Ji tertawa. "Aku hanya seorang budak cilik." "Aku seorang thay kam kecil dan kau seorang budak cilik." kata Siau Po. "Kalau 

begitu, kita sama-sama bekerja melayani orang, kita benar-benar merupakan pasangan yang cocok."

"Tetapi kita tidak dapat disamakan." sahut Song Ji. "Kau melayani seorang raja dan aku hanya melayani seorang nyonya, perbedaan kita bagai bumi dan langit."

Sementara itu, Song Ji sudah selesai mengepang rambut Siau Po. ia berkata kembali. "Aku tidak biasa mengepang rambut seorang laki-laki, entah ada kesalahan atau tidak?"

Siau Po menarik kuncirnya ke depan kemudia melihatnya sekilas,

"Bagus!" pujinya, "Sebenarnya, aku paling segan menguncir rambutku sendiri Lebih baik lagi kalau kau dapat membantu aku menjalin rambut setiap pagi."

"Aku tidak mempunyai rejeki melayani sian kong." kata Song ji. "Kau seorang pahlawan besar. Hari ini aku mendapat kesempatan menguncir rambutmu, berarti peruntunganku sudah bagus sekali."

"Aih! jangan suka merendahkan diri sendiri" kata Siau Po. "Kau seorang gadis yang cantik dan baik hati, Kau mau menjalin rambutku, meskipu hanya satu kali, berarti peruntungankulah yangbagus."

Wajah si nona menjadi merah saking jengahnya.

"Aku bicara yang sesungguhnya, mengapa kau justru menggoda aku?" "Tidak, tidak!" kata Siau Po cepat "Aku juga bicara setulus hati."

Song Ji tersenyum.

"Sam nay nay berpesan," katanya kemudian, "Kalau Kui siang kong tidak keberatan, nay nay mengundangmu duduk di ruangan belakang."

"Bagus!" kata Siau Po. "Tapi, apakah sam siau ya (Tuan nomor tiga) mu tidak ada di rumah?"

Mendengar pertanyaan itu, Song Ji mengeluarkan seruan tertahan yang perlahan. "Oh! Sam siau ya sudah menutup mata." katanya.

Tiba-tiba saja serangkum perasaan dingin menyelinap dalam hati Siau Po. Dia ingat di dalam rumah itu terdapat banyak meja abu. Tapi dia tidak berani menanyakan apa- apa. Setelah mengiakan, dia mengikuti nona itu menuju ruangan dalam. 

Mereka tiba di sebuah aula yang tidak seberapa besar Di sana dia dipersilahkan duduk oleh si nona cilik yang langsung menyuguhkan secangkir teh hangat untuknya.

Beberapa menit kemudian, terdengarlah suara langkah kaki yang ringan, Lalu disusul dengan munculnya seorang wanita bergaun putih sebagai tanda bahwa dia sedang berkabung.

"Ah, Kui kong kong tentu sudah letih sekali dalam perjalanan." katanya ketika sampai di dalam aula kecil itu. Dia juga menjura dengan sikap yang hormat sekali. Siau Po cepat-cepat berdiri dan membalas penghormatan si nyonya.

"Maaf, cayhe tidak pantas mendapat kehormatan yang semakin tinggi." katanya, "Kui kong kong, silahkan duduk!" ujar nyonya muda itu.

"Terima kasih!" kata Siau Po. Dia melihat usia nyonya itu paling banter dua puluh lima tahunan. Tanpa memakai bedak pun, wajahnya sudah putih sekali, bahkan menjurus kepucat-pucatan, Kedua matanya merah, hal ini membuktikan bahwa dia baru saja menangis, Di bawah cahaya lentera, tampak bayangan tubuh nyonya muda itu.

-- Dia bukan setan! --, pikir Siau Po dalam hati, Meskipun demikian, ketika duduk, hatinya merasa kurang tenang juga, Dia segera berkata, "Terima kasih atas bacang yang disediakan Nyonya, bacang itu benar-benar lezat."

"Aku tidak berani menerima panggilan itu, Ku kong kong," kata wanita itu, "Suamiku almarhum she Cung. Sudah berapa lamakah Kui kong kon tinggal dalam istana?"

Mendengar pertanyaan itu, Siau Po berpikir dalam hatinya.

- Dalam kegelapan tadi ada seorang wanita yang bertanya kepadaku tentang urusan Go Pay, aku telah mengaku terus terang bahwa akulah yang membunuhnya, Kemudian budak Song Ji dititahkan untuk menemui aku dan mengantarkan bacang untuk mengisi perut. 

Perlakuannya pun ramah, Ternyata dugaanku tidak salah sedikit pun. Karena mendapat pikiran itu, dia segera menjawab, "Baru sekitar dua tahun."

"Kong kong, apakah kau bersedia menceritakan kepadaku lebih jelas jalannya kejadian ketika kau membunuh pengkhianat Go Pay itu?" tanya si nyonya muda kembali.

Hati Siau Po tenang mendengar nyonya muda ini menyebut Go Pay sebagai si pengkhianat, karena itu pula dia mau memberikan keterangan yang selengkapnya, Yakni bagaimana raja menitahkan-nya menawan Go Pay, tapi orang itu mengadakan perlawanan Karena itulah para thay-kam yang lainnya segera turun tangan sehingga orang itu berhasil dibekuk dan dibunuh, Mula-mula ia menyiram matanya dengan abu. Dia menutupi urusan kaisar Kong Hi yang ikut mengeroyok.

Nyonya Cung mendengarkan dengan penuh perhatian hanya sekali-kali dia mengeluarkan seruan kagum dan heran ketika Siau Po menceritakan bagaimana dia menghempaskan abu ke mata Go Pay, Padahal Siau Po mengisahkannya dengan cara mengikuti lagak si tukang cerita yang sering didengarnya sehingga menarik sekali. peristiwa itu memang dialaminya sendiri sehingga dapat dimengerti kalau dia dapat menuturkannya dengan baik. "Kalau demikian, cerita yang tersebar di luaran tidak sepenuhnya benar." kata nyonya Cung. "Menurut apa yang kudengar, ilmu silat Kui kong kong tinggi sekali, Kong kong telah melayani Go Pay sampai tiga ratus jurus, lalu dengan sebuah tipu jurus yang lihay, akhirnya Kui kong kong baru berhasil menaklukkannya. Memang aneh kalau mengingat Go Pay adalah jago nomor satu bagi bangsa Boan Ciu, tapi ternyata dia bisa dikalahkan dengan mudah. Padahal usia Kui kong kong masih demikian muda, biarpun kepandaian Kong kong lebih tinggi sepuluh kali lipat dari sekarang, tidak mudah juga bagi kong kong untuk merobohkannya."

Siau Po tertawa lebar, Kemudian dia berkata.

"Kalau kami berhadapan secara biasa, mungkin seratus orang Siau Kui cu sekali pun belum tentu sanggup membekuknya."

"Lalu, bagaimana si jahanam Go Pay itu sampa menemui kematiannya?" tanya Nyonya Cung,

Kembali benak Siau Po bekerja.

- Sudah terang nyonya ini bukan siluman atau setan perempuan, dia pasti seorang tokoh dunia kang ouw yang kepandaiannya tinggi sekali, Kalau aku menyebut nama Tian Te hwe, mungkin akan membawa manfaat baik bagiku, --

Karena itulah Siau Po menjelaskan lebih jauh bahwa raja menyuruhnya menyelidiki perihal Go Pay. Bagaimana kebetulan pihak Tian Te hwe juga mengirim orang- orangnya menyerbu ke dalam istana Kong Cin ong, Tadinya dia menyangka komplotan itu merupakan orang-orangnya Go Pay. Dia menceritakan bagaimana dia menyelundup ke dalam istana dan akhirnya berhasil membunuh Go Pay.

"Kemudian aku baru tahu bahwa komplotan itu juga memusuhi Go Pay dan merupakan anggota-anggota Tian Te hwe, Ketika mengetahui aku telah berhasil membunuh Go Pay, mereka merasa bersyukur sekali sebab orang itu sudah banyak menyebabkan penderitaan bagi rakyat Dan boleh dikatakan aku juga telah membantu mereka membalaskan sakit hati."

Nyonya Cung itu menganggukkan kepalanya.

"Jadi, itulah sebabnya Kui kong kong diterima menjadi murid Tan Cong tocu dari Tian Te hwe serta diangkat pula menjadi ketua dari bagian Ceng Bok Tong." katanya.

-- Aih! --, dalam hatinya Siau Po mengeluh, --ternyata urusan apa pun telah kau ketahui, tapi kau masih menanyakannya juga, - Meskipun demikian, dia segera berkata, "Semua itu hanya kebetulan saja, sebenarnya aku tidak mempunyai kebisaan apa-apa. Dan aku menjadi ketua bagian Ceng Bok Tong sebetulnya hanya menyandang sebuah nama saja." Dengan berani Siau Po mengatakan hal itu, meskipun dia belum jelas di pihak manakah si nyonya itu berada.

Nyonya Cung berdiam diri sekian lama, Akhirnya dia baru berkata kembali.

"Kui kong kong, ketika kau menyerang Go Pay tempo hari, jurus apakah yang kau gunakan? Dapatkah kong kong menunjukkannya kepadaku?"

Siau Po memperhatikan wajah wanita itu sejenak, dia melihat mata Nyonya Cung itu menyorotkan sinar yang tajam sekali, Diam-diam dia berpikir dalam hati.

- Nyonya ini agak aneh, Dia seakan mengerti ilmu sesat, Apabila aku mengoceh sembarangan mungkin dia akan mengetahuinya, Mungkin ada baiknya aku berterus terang saja. --

Dengan membawa pikiran demikian, Siau P segera berdiri

"Sebetulnya seranganku itu tidak patut dianggap sebagai jurus silat." katanya, Dia segera men gerakkan kedua tangannya dan menambahkan "Karena kaget dan bingung, aku menyerangnya secara sembarangan saja. Begini. "

Nyonya muda itu menganggukkan kepalanya, ,

"Kong kong, silahkan duduk kembali!" katany Kemudian dia menghampiri budaknya, "Eh, Song Ji mengapa kau tidak mengeluarkan kembang gula Kui Hoa tong buatan kita?" Tanpa menunggu jawaban si gadis cilik, ia segera membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam.

-- Dia ingin menghadiahkan kembang gula untukku, tentu dia tidak mengandung niat jahat, pikir Siau Po dalam hati, Dia hanya mengangguk sedikit ketika nyonya itu 

meninggalkannya, Namun sesaat kemudian, sebuah ingatan melintas dalam benaknya, 

-- Benarkah dia hendak menyuguhkan kembang gula untukku? Bagaimana kalau dalam kembang gula itu dicampur cacing atau binatang serangga lainnya? -

sementara itu, Song Ji segera melaksanakan perintah nyonyanya, Dia masuk ke dalam dan sebentar kemudian sudah kembali lagi dengan membawa sebuah nampan di tangan, Di atas nampan itu tampak beberapa macam kembang gula, Dengan bibir menyunggingkan senyuman dia berkata.

"Kui kong kong, silahkan!" Siau Po mengiyakan sampai berkali-kali, tapi tidak menjulurkan tangannya untuk mengambil kembang gula itu. Di dalam hati dia berkata.

-- Biar bagaimana, aku tidak boleh rakus. celaka kalau segala macam belatung menari-nari dalam perutku, --

Siau Po hanya berharap agar fajar cepat-cepat menyingsing Lewat sekian lama, Siau Po merasa aneh, Dia mendengar suara berkibarnya ujung pakaian, kemudian secara  samar-samar dia mendapatkan banyak pasang mata yang mengintai ke arah nya. Apa yang diinginkan orang-orang itu?

Tepat disaat Siau Po sedang menduga-duga, tiba-tiba dari belakang jendela dia mendengar suara seorang wanita yang usianya pasti tidak muda lagi.

"Kui kongkong, kau telah berhasil membunuh Go Pay, Kau telah membalaskan sakit hati kami yang sedalam lautan, Budimu besar sekali, bagaimana kami harus membalas nya ?"

Menyusul kata-kata itu, daun jendela pun terpentang lebar-lebar. Di sana tampak berpuluh-puluh wanita yang mengenakan pakaian serba putih sedang menjatuhkan diri berlutut ke arahnya.

"Ah!" seru Siau Po terkejut, Cepat-cepat dia membalas penghormatan itu.

Para wanita itu berlutut sambil mengangguk-anggukkan kepalanya menyembah, dan Siau Po terpaksa mengangguk-angguk juga untuk membalas penghormatan mereka.

Setelah saling menyembah, daun jendela mendadak tertutup kembali lalu disusul dengan terdengarnya suara wanita tua tadi,

"ln kong (tuan penolong), janganlah In kong memakai banyak peradatan, kami tidak pantas menerima penghormatan In kong itu."

Setelah wanita itu selesai bicara, terdengarlah isak tangis para wanita lainnya, Siau Po merasa heran dipanggil In kong yakni tuan penolong, Diam diam dia merasa bulu romanya meremang, Kemudian suara isak tangis itu semakin kecil dan akhirnya lenyap, rupanya para wanita itu sudah pergi jauh Siau Po merasa dirinya seperti baru terjaga dari mimpi.

- Arwah-arwah siapakah sebenarnya yang kulihat tadi? -, tanyanya kepada dirinya sendiri

Tidak lama kemudian, ketika Siau Po masih termangu-mangu, Nyonya Cung dan Song Ji telah muncul kembali.

"Kui siangkong, aku harap kau jangan heran atau bingung." kata nyonya ketiga itu, "Mereka-mereka yang tinggal di sini, semuanya merupakan korban-korban keganasan Go Pay semasa hidupnya. Mereka berasal dari keluarga orang-orang gagah dan pecinta negara, Rata-rata mereka sudah tidak bersuami, dan si manusia jahat Go Pay itulah yang mencelakai itulah sebabnya mereka datang kemari untuk menyampaikan rasa terima kasih dan bersyukur karena Kui siangkong telah membalaskan sakit hati mereka."

"Kalau begitu," tanya Siau Po yang masih juga merasa bingung, "Apakah Cung samya juga telah menjadi korban keganasan Go Pay?" Yang di maksud dengan Cung samya, sudah pasti almarhum suami Sam nay nay itu. Nyonya Cung menundukkan kepalanya.

"Benar!" katanya dengan suara lirih dan wajahnya menunjukkan perasaan duka yang dalam. "Di sini, boleh dibilang setiap hari kami menangis sampai mengeluarkan air mata darah memikirkan sakit hati yang belum terbalaskan. Kami benar-benar tidak menyangka si penjahat besar itu akhirnya mati di tangan Kui siangkong dalam waktu yang begitu cepat."

"Sebenarnya aku tidak berjasa apa-apa." kata Siau Po merendah "Boleh dibilang aku berhasil membunuh Go Pay hanya karena kebetulan saja, Kalau benar-benar ingin melakukannya, tentu tidak begitu mudah."

Pada saat itu Song Ji yang membawa sebuah buntalan di tangannya segera meletakkannya di atas meja, Siau Po mengenali buntalan itu sebagai miliknya.

Terdengar Nyonya Cung berkata kembali

"Kui siangkong, kau telah berjasa kepada kami, Budimu besar sekali Sudah selayaknya apabila kami melayanimu sebaik-baiknya, Tapi kami yang tinggal di sini, semuanya kaum wanita dan sudah menjadi janda pula, Dengan demikian, banyak sekali kekurangan pada diri kami, Karena itu, setelah kami berunding, kami mengambil keputusan untuk menghadiahkan sedikit barang bingkisan sebagai tanda terima kasih kami terhadap Kui siangkong. Namun dalam hal ini, kami juga menemui sedikit kesulitan, Apa yang harus kami berikan, kalau dilihat dari isi buntalan Kui siangkong, terang kau sudah tidak membutuhkan apa-apa. Dan kami yang merupakan orang-orang desa, mana mempunyai barang berharga untuk diberikan Mengenai kitab ilmu silat dan yang lainnya, Kui siangkong juga tidak membutuhkan karena sudah memiliki seorang guru yang kepandaiannya tinggi seperti Tan congtocu dari Tian Te hwe. Dengan kitab yang siangkong miliki, asal siangkong bisa memahaminya serta giat berlatih, mungkin siangkong bisa menjadi seorang jago tanpa tandingan. Setidaknya lebih dari cukup bagi kong kong kalau hanya untuk membela diri, itulah sebabnya, kami benar-benar bingung bingkisan apa yang harus kami berikan kepada siang-kong. "

Siau Po merasa terharu mendengar kata-kata Nyonya Cung, sekarang dia sudah mengerti semuanya.

"Sudahlah, jangan kalian berlaku sungkan!" katanya kemudian, "Bagiku sendiri, sudah lebih dari cukup apabila Sam nay nay bersedia mengatakan di mana kawan- kawanku berada sekarang."

Nyonya Cung merenung sejenak sebelum menjawab

"Inkong sudah menanyakan perihal mereka, sesungguhnya tidak berani kami menutupinya." sahut wanita itu, "Hanya ada satu hal yang memberatkan kami, yakni apabila inkong mengetahuinya, maka hanya kerugianlah yang akan inkong dapatkan Maka dari itu, kami hanya menjelaskan secara singkat Mereka adalah sahabat-sahabat  In-kong, karena itu kami akan melakukan apa saja agar tidak terjadi apa-apa pada diri mereka itu. Nanti, apabila saatnya sudah sampai, kami akan berusaha agar mereka dapat bertemu lagi dengan inkong."

Mendapat jawaban yang luar biasa itu, Siau Po jadi berpikir ia menganggap sebaiknya dia turuti saja kata-kata wanita itu, Nyonya ini pasti dapat dipercaya, Karena itu dia menganggukkan kepalanya dan matanya menatap ke arah jendela.

- Aih! Hari belum terang juga... -- pikirnya dalam hati, Tampaknya nyonya Cung mengerti apa yang dipikirkan Siau Po. "lnkong, ke mana tujuan inkong besok?" tanyanya.

" Siau Po berpikir dengan cepat, -- Dia pasti sudah mendengarkan pembicaraanku dengan Ciong losam, tidak mungkin lagi aku membohonginya. Maka dia segera 

menjawab, "Aku hendak pergi ke gunung Ngo tay san di propinsi Shoa say."

"Dari sini ke Ngo Tay san bukan perjalana yang dekat," kata si nyonya, "Dan melakukan perjalanan seorang diri lebih banyak bahayanya, Oleh karena itu, aku berniat menghadiahkan sesuatu kepada inkong dan harap inkong jangan menolaknya."

Siau Po tertawa.

"Kalau orang menghadiahkan sesuatu denga niat baik, mana mungkin aku bisa menolaknya." sahutnya,

"Bagus!" kata Nyonya Cung, Kemudian dia menunjuk kepada Song Ji. "Budak Song Ji ini sudah mengikuti aku sejak lama, sekarang aku hendak menghadiahkan nya kepada inkong, Aku harap inkong sudi mengajaknya agar dalam perjalanan ada orang yang mengurus dan melayanimu"

Siau Po tidak menyangka akan mendapat hadiah yang demikian. Hatinya terkejut berbareng senang, Sejak pertama bertemu, dia memang sudah menyukai budak ini, Dengan mempunyai seorang pelayan, dia jadi tidak perlu repot-repot, Tapi perjalanan menuju gunung Ngo Tay san cukup jauh, Malah bisa berbahaya, apakah tidak menyulitkan apabila dia membawa gadis cilik itu turut serta dengannya?

"Nyonya. " katanya kemudian, "Aku senang sekali nyonya menghadiahkan Song Ji 

kepadaku, untuk itu, terlebih dahulu aku mengucapkan terima kasih, tapi. "

Song Ji menundukkan kepalanya, namun ekor matanya melirik ke arah Siau Po. wajahnya tampak merah padam saking jengahnya,

"Apakah yang menjadi kesulitanmu, inkong?" tanya Nyonya Cung, "Aku pergi ke gunung Ngo Tay san untuk menyelesaikan sebuah tugas yang tidak mudah." sahut Siau Po. "Oleh karena itu, aku khawatir diriku jadi kurang leIuasa..."

"Kalau hanya itu yang menjadikan keberatan di hati inkong, tidak perlu inkong memusingkannya." kata Nyonya Cung pula, "Meskipun usia Song Ji masih kecil, tapi dia sudah pandai bekerja, Otaknya cerdas dan orangnya lincah, Tidak mungkin di merepotkan inkong atau menimbulkan kesulitan apa-apa. Mengenai hal ini, sebaiknya inkong tenangkan hati!"

Siau Po menoleh kepada Song Ji.

"Song Ji." tanyanya langsung kepada si gadis cilik itu, "Apakah kau bersedia ikut denganku?"

"Sam nay nay telah memerintahkan agar aku mengikuti siangkong supaya dapat memberikan pelayanan." sahut Song Ji. "Sudah tentu aku haru menuruti perintah itu."

"Bukan begitu." kata Siau Po yang ingin mendapatkan ketegasan "Yang penting kau sendiri apakah kau bersedia atau tidak, Aku khawatir banyak kesulitan yang akan kita temui dan kita hadapi.."

"Aku tidak takut terhadap kesulitan apa pun." sahut si nona cilik tegas.

"Kau baru menjawab pertanyaanku yang kedua tapi yang pertama belum kau jawab." kata Siau Po "Kau memang tidak takut bahaya karena Sam nay nay telah menghadiahkan kau untukku, Tapi kau belum mengatakan apakah kau sendiri bersedia ikut denganku atau tidak."

"Kami hanyalah para budak, mana mungkin ada kata untuk menyatakan pikiran kami." sahut Song Ji. "Siangkong mengajukan pertanyaan seperti ini, artinya siangkong sangat memperhatikan diriku, Nyonya menyuruh aku melayani siangkong, apa pun akan kulakukan agar aku dapat melaksanakan tugasku itu dengan sebaik-baiknya, Kalau siangkong bersikap baik kepadaku berarti nasibku memang baik pula, Sebaliknya, apabila siangkong bersikap buruk kepadaku, artinya nasibku memang buruk. "

Mendapat jawaban seperti itu, Siau Po jadi tertawa.

"Sudah pasti nasibmu baik, aku tidak akan membiarkan kau menderita." katanya. Song Ji tersenyum tersipu-sipu. Dalam hatinya dia bersyukur.

"Song Ji.,." terdengar Nyonya Cung berkata pula, "Berilah hormat kepada Kui siangkong dan ucapkan terima kasih. selanjutnya kau merupakan orangnya sendiri."

Song Ji mengangkat wajahnya, sepasang matanya tampak merah, Dia segera menjatuhkan dirinya berlutut di hadapan Nyonya Cung dan menangis terisak-isak. "Nyonya... aku... aku.,., "Dia tidak sanggup meneruskan kata-katanya karena tenggorokannya serasa tersendat.

Nyonya Cung mengusap-usap kepala gadis itu dengan penuh kasih sayang.

"Kui siangkong muda dan gagah, Namanya juga sudah terkenal sekali." katanya, "Kau harus melayaninya baik-baik! Barusan Kui siangkong telah menjanjikan bahwa dia akan memperlakukanmu baik-baik."

"Baik, Nyonya!" sahut Song Ji yang langsung memutar tubuhnya dan berlutut kepada Siau Po.

"Sudah, jangan sungkan-sungkan!" kata Siau Po yang memegang tangan Song Ji dan membangunkannya, Kemudian dia membuka buntalannya dan mengeluarkan seuntai kalung mutiara, Sembari tertawa dia menyerahkan kepada Song Ji. "Nah, inilah hadiah dariku untuk pertemuan kita yang pertama ini!"

Setidaknya mutiara itu berharga empat ata lima ribu tail perak, Kalau dengan harga itu orang ingin membeli budak, maka dia bisa mendapatka beberapa puluh orang.

Song Ji menerima dengan kedua tangannya.

"Terima kasih, siangkong!" katanya, Kemudian dia langsung mengenakan mutiara itu di lehernya yang putih, Meskipun dia mengenakan pakaia yang kasar, tapi mutiara itu tetap demikian bercahaya dan membuat wajahnya semakin cantik dan manis.

Nyonya Cung memperhatikan sambil tersenyum Kemudian dia bertanya kepada Siau Po.

"lnkong, kau hendak menuju gunung Ngo Tay san, bagaimana caramu melakukan tugas di sana, secara terang-terangan atau dirahasiakan?"

"Tentu saja secara rahasia." sahut Siau Po.

"Kalau begitu, sebaiknya inkong bertindak hati-hati dan waspada!" pesan nyonya itu." Di gunung Ngo Tay san, banyak kuil yang terpecah dalam beberapa golongan hijau dan kuning, Di sana juga berdiam orang-orang yang biasa mendapat sebutan harimau tidur atau naga bersembunyi. "

"Aku mengerti." sahut Siau Po. "Terima kasih atas nasehat Nyonya!" Nyonya Cung segera berdiri.

"Nah, inkong, selamat jalan dan sampai bertemu lagi!" katanya, "Maaf, aku tidak mengantar lebih jauh." Kemudian dia menoleh kepada budak-nya dan berkata, "Song Ji, begitu kau ke luar dari pintu rumah ini, kau bukan lagi orang keluarga Cung, karena itu,  selanjutnya, apa pun yang kau lakukan dan kau ucapkan, tidak ada sangkut pautnya lagi dengan aku, majikan lamamu, Andaikata di luar rumahku ini, kau berani bertindak sembarangan atau main gila, keluarga Cung kita tidak bisa melindungimu lagi"

Kata-kata itu diucapkan dengan nada serius dan penuh wibawa. "lya!" sahut Song Ji sembari menganggukkan kepalanya.

Nyonya rumah itu menoleh kembali kepada Siau Po dan menjura dalam-dalam kemudian membalikkan tubuhnya masuk ke dalam, Siau Po cepat-cepat membalas penghormatan itu lalu memperhatikan nyonya itu pergi.

Tidak lama kemudian, pada kertas jendela tampak sinar keputihan, itu tanda sang fajar tela menyingsing Song Ji segera masuk ke dalam untuk mengambil perbekalannya, lalu dia mengambil buntalan Siau Po yang digondolnya menjadi satu.

"Mari kita berangkat!" ajak Siau Po.

"Baik!" sahut nona cilik yang menundukka kepalanya, Tampaknya dia bersedih karena harus meninggalkan rumah yang dihuninya sejak keci Dia juga berduka meninggalkan Nyonya Cung yang telah memperlakukannya dengan baik sekali.

Siau Po ke luar dari pintu gerbang dan si nona cilik mengikutinya, Hujan deras sudah lama be henti tapi air di daerah pegunungan itu masi mengalir dengan cepat. Suaranya terdengar jelas dan berkumandang di mana-mana.

Setelah berjalan beberapa tindak, Siau Po menoleh ke belakang, ke arah rumah yang baru saja ditinggalkannya, Dia melihat kabut melayang-layang di depan rumah, Dan dalam waktu yang singkat, seluruh rumah itu tidak tampak lagi kare tertutup kabut yang tebal.

"Aih!" Terdengar bocah itu menarik nafas dalam-dalam. "Pengalaman tadi malam benar-benar seperti sebuah impian, Song Ji, apa maksud kata-kata terakhir nyonya Cung kepadamu tadi?"

"Sam nay nay menekankan kepadaku, bahwa selanjutnya aku harus melayanimu. Karena itu, segala perbuatanku maupun kata-kata yang kuucapkan tidak ada sangkutannya lagi dengan keluarga Cung."

"Lalu, bagaimana dengan kawan-kawanku sekalian? Ke mana perginya mereka itu? Dapatkah kau memberikan keterangan kepadaku?" tanya Siau Po kembali.

Ditanya sedemikian rupa, Song Ji jadi tertegun

"Kawan-kawan siangkong itu telah ditawan oleh pihak Sin Liong kau." sahutnya selang sejenak, "Tapi nay nay telah berjanji akan berusaha menolong mereka." "Apakah majikanmu itu pandai ilmu silat?"

"lya, Bahkan kepandaiannya hebat sekali." sahut Song Ji. Siau Po menggelengkan kepalanya berkali-kali.

"Tubuhnya kelihatan begitu lemah sehingga akan roboh bila tertiup angin yang agak kencang saja, Bagaimana dia bisa berkepandaian tinggi? Dan seandainya dia benar- benar pandai, mengapa Sam siauya bisa terbunuh di tangan Go Pay?" tanya Siau Po tidak mengerti.

"Disaat tuan besar dan tuan ketiga dan yang lainnya terbunuh, jumlah keseluruhannya mungkin ada puluhan jiwa, mereka semua tidak ada yang mengerti ilmu silat," kata Song Ji menjelaskan "Para laki-laki dibawa ke Kota Pe King untuk dihukum mati dan kaum wanitanya dibuang ke Ningkuta untuk dijadikan budak, untunglah di tengah jalan mereka bertemu dengan seorang tuan penolong, para pengiring yang akan membawa mereka untuk dibuang, berhasil dibunuh dan para perempuan desa kami dibebaskan kemudian dibawa dan ditempatkan di rumah besar tadi, Bahkan Sam nay nay diajar ilmu silat oleh tuan penolongnya..."

Mendengar keterangan itu, Siau Po baru mengerti persoalan yang sebenarnya. Pada saat itu cuaca sudah cerah sekali Matahari telah memperlihatkan kejayaannya di ufuk timur Hujan besar sepanjang malam seakan dedaunan tampak lebih hijau dan pemandangan lebih segar. Hampir saja Siau Po percaya bahwa yang ditemuinya tadi malam adalah para hantu perempuan

"Di dalam salah satu kamar di rumah Nyonya Cung itu, terdapat banyak meja abu dan abu jenasah." kata Siau Po kemudian "Apakah semua itu abu jenasah dari tuan- tuan tua dan muda kalian?"

"Benar." sahut Song Ji. "Kami tinggal di dalam gunung, Kami tidak pernah berhubungan dengan orang luar. Karena itu, apabila ada orang dusun yang ingin tahu dan datang melongok, kami tidak menghiraukannya, Mula-mula memang ada beberapa orang dusun yang datang dan melihat-lihat tapi mereka kabur sendiri setelah melihat banyak meja abu dalam kamar Kalau ada yang lebih nekat dan ingin mencari tahu, kami pun menyamar sebagai hantu untuk menakut-nakuti mereka agar tidak berani kembali lagi, itulah sebabnya rumah itu kemudian dikenal sebagai rumah hantu dan selama satu tahun belakangan ini, tidak ada orang yang berani menginjakkan kakinya di rumah itu. Di luar dugaan kami, siangkong dan rombongan kalian datang tadi malam Nay nay segera berpesan, sakit hati belum terbalaskan, maka segala sesuatu yang menyangkut diri kita harus dirahasiakan Karena itulah nama-nama di atas meja abu segera disingkirkan katanya tidak baik kalau nama-nama itu sampai diketahui pihak luar."

"Mungkin itulah sebabnya kalian menawan orang-orangku dan juga anggota Sin Liong kau?" tanya Siau Po.

Song Ji menganggukkan kepalanya. "Ketika tadi malam siangkong menanyakan urusan ini kepadaku, aku tidak berani memberikan jawabannya." sahut gadis cilik itu, "Tapi tadi Nay nay telah mengatakan bahwa selanjutnya aku harus melayani dan mengurusi Kui siangkong, karena itu, tidak ada halangannya apabila sekarang aku berkata terus terang."

Senang sekali hati Siau Po mendengar kata-kata gadis itu.

"Kau benar!" katanya, "Sekarang aku juga ingin berterus-terang kepadamu. Namaku yang sebenarnya Wi Siau Po dan Kui kong kong itu hanya samaran belaka, Karena itu, sekarang kau adalah orang keluarga Wi, bukan keluarga Kui."

Song Ji sendiri senang mendengar keterangan itu.

"Siangkong telah memberitahukan kepadaku she dan nama yang sebenarnya, hal ini membuat aku benar-benar bersyukur ini berarti siangkong percaya penuh kepadaku dan aku berjanji tidak akan membocorkan rahasia siangkong ini."

Siau Po tertawa.

"Sebetulnya, nama asliku ini juga bukan suatu yang harus dirahasiakan." Katanya menjelaskan pula. "Diantara saudara-saudaraku dalam perkumpulan Tian Te hwe, hampir sebagian besar telah mengetahuinya."

"Beberapa orang kawan siangkong itu mula-mula kena diringkus oleh orang-orang Sin Liong kau. Sam nay nay mengetahui hal tersebut dan mengintip jalannya pertarungan Beliau mendapatkan bahwa orang-orang Sin Liong kau memang hebat sekali, Mereka pandai ilmu menjampi. "

"lya, mereka memang pandai membaca-baca mantera," kata Siau Po sambil tertawa. "Bunyi manteranya begini Ang kaucu memiliki kepandaian yang luar biasa, Usianya sama dengan usia langit Aku sendiri juga pandai membaca mantera sepert itu.,.,"

"Menurut Sam nay nay, mula-mula dia merasa heran, mengapa setelah menjampi tenaga mereka berubah menjadi semakin kuat Nay nay mengintai dan memasang mata dari luar jendela. Setelah itu nay nay mengambil tindakan Dia menyuruh orang memadamkan api dan kemudian menggunakan jala untuk membekuk mereka."

"Bagus!" Puji Siau Po sembari menepuk paha-nya. "Tentunya menarik sekali membekuk orang dengan menggunakan jala!"

"Menurut Sam nay nay, sebetulnya kepandaian Ciong losam dan yang lainnya biasa- biasa saja." kata Song Ji yang ikut tertawa, "Di belakang gunung kami ada sebuah telaga besar Diwaktu malam hari kami biasa pergi menjala ke telaga, Ketika masih tinggal di Ouw Ciu, rumah kami juga dekat dengan telaga. Bahkan telaga Thay Ouw yang terkenal sekali, Kami mempunyai banyak perahu yang kami sewakan kepada para nelayan Nay nay sering memperhatikan bagaimana mereka menebarkan jalanya kemudian dia mempelajarinya." "Jadi kalian benar-benar orang Ouw Ciu!" kata Siau Po. "Pantas saja bacang buatan kalian lezat sekali! Sekarang coba kau jelaskan lebih terperinci bagaimana duduknya persoalan sehingga Sam siauya kena ditawan dan dibunuh oleh Go Pay?"

"Menurut Sam nay nay, urusan ini menyangkut perkara Bun ji yok." kata Song Ji menjelaskan.

"Bun cu jiok?" seru Siau Po menegaskan "Aneh sekali, Masa nyamuk mempunyai daging?" Bun Cu jiok artinya daging nyamuk.

Sebetulnya yang dikatakan Song Ji adalah Bun ji yok yakni pelanggaran karena tulisan yang menentang pemerintahan. Jadi ada hubungannya dengan politik, tapi Siau Po yang tidak pernah sekolah mana mungkin mengerti. Dia hanya mengambil kesimpulan dari bunyi lafal yang didengarnya.

"Bukan Bun cu jiok, tapi Bun ji yok." kata Son Ji menjelaskan "Toa siauya kami adalah seorang yang terpelajar Setelah matanya menjadi buta, di menulis sebuah buku yang isinya mencaci maki bangsa Boan Ciu. "

"Hebat betuI!" puji Siau Po. "Sudah buta saja masih bisa menulis karangan, sedangkan aku yang tidak buta, kalau membaca surat malah aku tidak mengenalinya, Rupanya aku ini yang dinamaka buta melek!"

Song Ji tersenyum, tapi dia tidak mengataka apa-apa,

"Menurut Sam nay nay, jamannya tidak te" jaman sekarang ini, lebih baik orang buta huruf, dalam rumah kami, setiap orang, baik yang tua maupun yang muda, asalkan kaum pria semuanya berpendidikan tinggi Dan setiap tulisan yang mereka hasilkan, tidak ada yang tidak terkenal. Tapi justru karena karangannya itu pula, mereka menjadi celaka, Yang laki-laki dihukum mati dan yang perempuan harus dibuang ke Ningkuta untuk dijadikan budak, Tapi, meskipun demikian, Nyonya tetap mengatakan bahwa karena adanya larangan dari pemerintah Boan Ciu yang tidak mengijinkan siapa pun membuat karangan, kita justru harus belajar ilmu sastra lebih giat Dengan demikian, niat pemerintah Boan Ciu yang hendak mengekang kita dan menjadikan kita sebagai bangsa yang bodoh tidak tercapai."

"Bagaimana dengan engkau sendiri?" tanya Siau Po. "Apakah kau juga mengerti ilmu surat dan bisa membuat karangan?"

Song Ji tersenyum manis.

"Aih! Siangkong memang pandai bergurau," katanya, "Sebagai seorang budak kecil, mana mungkin aku bisa membuat karangan? Sam nay nay memang mengajari aku ilmu membaca dan menulis, tapi aku baru mempelajari tujuh delapan jilid buku saja." "Ah!" Siau Po mengeluarkan seruan tertahan "Kalau begitu, kau lebih hebat dibandingkan aku. Kau sudah mempelajari tujuh delapan jilid buku, sedangkan aku hanya mengenal tujuh delapan huruf saja!"

Kembali Song Ji tertawa.

"Siangkong tidak mengerti ilmu sastra karena itulah Nyonya menyukaimu" katanya pula, "Menurut Nyonya, hanya anak yang mencelakai keluarganya saja yang belajar ilmu sastra sekarang ini."

"Menurut pandanganku si jahanam Go Pay itu tidak mengerti ilmu sastra." kata Siau Po. "Jangan-jangan semua perbuatannya hanya merupakan hasutan dari orang-orang yang pandai mengambil muka saja!"

"Memang benar." sahut Song Ji. "Kitab yang dikarang Toa siauya kami berjudul Beng Si, yakni hikayat kerajaan Beng, Di dalamnya terdapat tulisan yang mencaci maki bangsa Boan Ciu. Konon di kerajaan ada seorang manusia busuk bernama Gou Ci Eng, dia membawa kitab itu dan diserahkannya kepada Go Pay. Dialah yang melaporkan apa yang tersirat di dalam kitab itu, sehingga malapetaka pun terjadi, Beberapa ratus jiwa menjadi korban, Dan penjual buku sampai pembeli dan pembacanya di tangkap, Mereka ditawan kemudian dipenggal kepalanya, Siangkong, selama di kota raja, apakah ka pernah mendengar nama Gouw Ci Eng itu?"

"Tidak, aku belum pernah mendengar nama orang itu apalagi bertemu dengannya." sahut Sia Po. "Perlahan-lahan saja kita cari dia nanti, Akhir nya pasti akan kita temukan, Eh, Song Ji... ak hendak menukar kau dengan seseorang."

Si nona cilik terkejut setengah mati Dia langsung mengangkat wajahnya dan memperhatikan Siau Po lekat-lekat.

"Kau hendak mempersembahkan aku kepada orang lain?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Bukan dipersembahkan tapi ditukar dirimu dengan seorang lainnya." kata Siau Po membetulkan

Nona cilik itu masih menatapnya tajam, Mata-nya merah, hampir saja dia menangis. "Ditukar dengan seseorang?" tanyanya tidak mengerti "Bagaimana caranya?" "Begini." kata Siau Po menjelaskan "Sam nay nay menghadiahkan kau untukku. 

Karena itu aku hendak membalas budinya dengan cara yang sama. Sebab budi seperti 

ini memang sulit dibalasnya, Sekarang, setelah mendengar ceritamu, aku mungkin bisa mendapat kesempatan Aku akan berusaha membekuk Gouw Ci Eng untuk dipersembahkan kepada Sam nay nay. Dengan demikian, bukankah aku telah membalas budi kebaikannya?" Mendengar penjelasan Siau Po, hati Song Ji menjadi lega, Dari hampir menangis, dia menjadi tertawa gembira.

"Aih, kau membuat aku terkejut saja!" katanya, Tadinya aku mengira siangkong tidak menyukai aku lagi."

Hati Siau Po senang sekali, Dia tersenyum.

"Kalau aku tidak menyukaimu, kau langsung saja menjadi bingung." katanya, "Sudahlah, kau tidak perlu khawatir Tenangkan saja hatimu. Biar-pun orang meletakkan gunung emas di hadapanku, tidak akan aku menukarnya dengan dirimu."

Selagi berbicara, mereka sudah berjalan sampai di kaki bukit Udara tampak cerah sekali, Memang demikianlah halnya kalau habis turun hujan deras, Dunia seakan baru berganti rupa, Suasana jadi berbeda jauh dibandingkan ketika mereka sampai di rumah Nyonya Cung yang disebut rumah hantu.

Untuk sejenak, Siau Po sempat merenung dan mengerti mengapa keluarga Cung demikian membenci bangsa Boan Ciu. Dia juga memikirkan rombongan Ci Tian Coan yang tentunya berada di tempat yang berbahaya sekali.

Tidak lama kemudian, tibalah mereka di sebuai pasar, Siau Po segera mencari kedai mi. Mereka masuk ke dalam dan Siau Po langsung duduk di sebuah kursi, Song Ji juga ikut masuk, tapi dia hanya berdiri disamping Siau Po.

Melihat sikap gadis cilik itu, Siau Po tertawa.

"Jangan kau sungkan-sungkan!" katanya, "Mari duduk di sini, kita makan bersama- sama!"

Tidak bisa!" sahut Song Ji. "Aku hanya seorang budak, mana boleh aku duduk semeja denganmu Tidak ada aturannya!"

"Perduli amat dengan segala peraturan!" kata Siau Po. "Kalau aku bilang boleh, tentu saja boleh. Lagipula, kalau kau harus menunggu sampai aku selesai makan, kau baru makan, berapa banyak waktu yang harus tersia-sia karenanya?"

"Bukan begitu, siangkong!" sahut Song Ji. Dia menyadari sekali kedudukannya sebagai seoran budak, "Setelah siangkong selesai makan, kita boleh langsung berangkat Bagiku tidak jadi masalah, aku bisa membeli beberapa biji bakpao dan makan sembari melakukan perjalanan Dengan demikian kita tidak perlu membuang- buang waktu, bukan?"

Siau Po menatap Song Ji kemudian menarik nafas panjang, "Aku mempunyai kebiasaan yang aneh, Kalau aku makan sendirian, perutku ini langsung ngadat, Kalau aku makan tanpa ditemani, sebentar lagi perutku pasti mulas dan sakit sekali."

Song Ji tertawa, Terpaksa dia menarik sebuah bangku dan duduk di ujung meja.

Siau Po segera memakan minya, Baru dia menyumpit tiga kali, tampak beberapa orang Ihama (pendeta-pendeta yang beragama Buddha di Tibet) memasuki kedai itu dan langsung duduk di meja yang dekat dengan jalan besar.

"Cepat sediakan mi untuk kami! Cepat!" teriak seorang pendeta dengan suara nyaring. sedangkan pendeta yang satu lagi memperhatikan kalung mutiara di leher Song Ji. Kalung itu memang menarik perhatian karena ukurannya besar-besar dan cahayanya menyilaukan mata, Pendeta itu menyikut kawannya yang ketiga dan orang itu pun ikut memperhatikan

-- Celaka! -- Keluh Siau Po dalam hati, Dia dapat menduga gerak-gerik orang yang mencurigakan Tanpa menunda waktu lagi dia memanggil pelayan kedai itu dan diberikannya uang sebanyak satu tail serta minta dicarikan kereta yang besar. Dia menyantap minya cepat-cepat.

Tidak lama kemudian, kereta pesanannya pun datang, Siau Po segera mengajak Song Ji naik kereta tersebut untuk melanjutkan perjalanan Mereka tidak berjalan kaki Kereta itu dilarikan dengan kencang.

Baru menempuh beberapa li perjalanan dari bagian belakang sudah terdengar derap langkah kaki kuda, Mendengar suara itu, Siau Po segera menolehkan wajahnya dan tampak ketiga pendeta Ihama tadi sedang menghambur ke arah mereka dengan kudanya masing-masing.

"Ketiga manusia jahat itu ingin merampas kalungmu, kau berikan saja." katanya kepada Song Ji "Nanti aku belikan lagi yang lebih besar dan lebih indah!"

"Baik!" sahut Song Ji sambil menganggukkan kepalanya.

"Berhenti! Berhenti!" Segera terdengar suara bentakan berulang-utang dari ketiga lhama te sebut "Kusir kereta! Berhenti!"

Kusir kereta itu menurut Dia segera menahan gerakan keretanya, Siau Po dan Song Ji juga tidak melarang, Dengan demikian, dalam sekejap mat ketiga lhama tadi sudah maju melewati kereta mereka dan menghadang di depannya.

"Bocah-bocah berdua, turunlah kalian dari kereta!" Terdengar suara bentakan bengis dari salah seorang lhama itu.

Siau Po membungkam, tapi dia juga tidak turun dari keretanya, Song Ji segera melepaskan kalung rnutiaranya dan menyodorkan nya ke luar kereta. "Kalian toh cuma mengincar kalung ini. Siang-kongku mengatakan agar aku menyerahkannya kepada kalian, Ambillah!"

Salah seorang pendeta yang tubuhnya tinggi besar dan gemuk tidak segera menyambut kalung itu, justru dengan tangannya yang besarnya seperti kipas itu, dia menyambar tangan Song Ji kemudian ditariknya, Gerakannya gesit sekali, Tahu-tahu dia sudah mencekal kedua lengan gadis itu.

Siau Po terkejut setengah mati, Dia langsung berteriak "Kalian mau uang? Ambillah! jangan kalian bersikap kasar!"

Justru ketika dia berkaok-kaok itulah, dia melihat sesosok bayangan besar berwarna kuning berjumpalitan di tengah udara dan melesat cepat sekali.

"Sungguh kepandaian yang lihay sekali!" puji Siau Po. Dia tidak terkejut, hanya merasa kagum saja.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar