Kaki Tiga Menjangan Jilid 32

Jilid 32

Akan tetapi, sampai sekian lama tetap saja tidak ada jawaban atau pun teguran. "Ciong losam," kata seseorang. "Perduli apa dia manusia atau hantu, kita tunggu saja 

sampai pagi, lalu kita pergi saja dari sini. sebaiknya sebelum kita berangkat, kita bakar 

saja dulu tempat ini sampai ludes."

Tampaknya orang yang satu ini agak berangasan dan tidak sabaran. Si orang tua menggeleng-gelengkan kepalanya. "Urusan penting kita masih belum terlaksanakan, jangan kita mencari kesulitan lain." katanya, "Marilah kita duduk bersama!"

Mereka pun duduk beristirahat Pakaian mereka basah kuyup, Mereka duduk mengitari api unggun untuk mengeringkan pakaiannya, Salah satu orang dari rombongan itu mengeluarkan poci araknya, Dibukanya tutup poci itu kemudian diserahkannya kepada orang tua tadi untuk meneguknya agar perutnya hangat

Setelah menenggak beberapa teguk arak, si orang tua kembali menolehkan kepalanya ke arah rombongan Siau Po. Sinar matanya berhenti pada diri Ci Tian Coan.

"Kho loyacu, tadi kau mengatakan bahwa kalian terdiri dari orang-orang sendiri, tetapi mengapa aksen bicara kalian berlainan?" tanyanya.

Ci Tian Coan tertawa.

"Loyacu, telingamu sangat tajam." pujinya. "Anda tentunya seorang tokoh dunia kang ouw yang sudah banyak pengalaman dan luas pengetahuannya. sebenarnya keponakanku ini telah menikah di propinsi In Lam. sedangkan adik perempuanku yang kedua menikah di propinsi Shoa Say. Begitulah kami terpencar Satu di timur, satu di barat. Selama belasan tahun juga sukar mendapatkan kesempatan untuk bertemu."

Orang tua itu menganggukkan kepalanya, kembali dia meneguk arak yang ada dalam poci. Sekali-sekali matanya masih melirik kearah rombongan Ci Tian Coan.

"Apakah Tuan-tuan ini datang dari Pe King?" tanyanya kembali. "Betul." sahut Tian Coan.

"Numpang tanya, selama dalam perjalanan apakah kalian melihat seorang thay-kam muda yang usianya sekitar lima belas tahun?" tanya orang tua itu pula.

Mendengar pertanyaan itu, jantung Ci Tian Coan langsung berdegup keras. Untung saja dia sudah berpengalaman menghadapi bahaya sebesar apa pun sehingga dia dapat menyembunyikan perasaan hatinya dengan baik. 

Orang tua itu tidak menaruh curiga apa-apa meskipun pada saat itu sedang menatapnya. Sebaliknya, wajah Go Piu dan Kiam Peng langsung berubah hebat, Untungnya, justru tidak ada orang yang memperhatikan mereka.

"Thay-kam?" Tanya Ci Tian Coan berlagak pilon. "Di kerajaan thay kam-thay kam memang banyak sekali, Ada yang tua dan ada juga yang muda, aku sendiri sempat bertemu dengan beberapa di-antaranya."

"Yang aku tanyakan ialah yang kau temui dalam perjalanan menuju ke sini." kata si orang tua menjelaskan "Bukan yang ada di Kotaraja." "Oh, loyacu, pertanyaanmu itu benar-benar tidak tepat." kata Ci Tian Coan yang terus memainkan peranannya, "Menurut peraturan dari pemerintah Ceng kita yang agung, sekali saja seorang thay kam berani melangkahkan kakinya ke luar dari Kotaraja, dia akan segera mendapat hukuman mati. Thay-kam jaman sekarang tidak bisa dibandingkan dengan thay kam kerajaan Beng yang lagaknya sok benar. Karena itu pula, sekarang tidak ada seorang thay-kam pun yang berani meninggalkan Kotaraja dengan sembarangan."

Sengaja Ci Tian Coan memuji kerajaan Ceng yang agung dan mencela kerajaan Beng.

"Oh!" seru si orang tua yang langsung sadar bahwa dia telah salah bicara. Cepat- cepat dia menambahkan "Siapa tahu dia ke luar dengan cara menyamar?"

Tian Coan menggelengkan kepalanya dengan penuh keyakinan.

"Tidak mungkin!" katanya. "Mana ada thay kam yang nyalinya begitu besar? Tapi, eh. Loyacu, mohon tanya, bagaimana tampang thay-kam muda yang kau maksudkan 

itu? Siapa tahu sekembalinya dari Shoa say, aku bisa membantu mencari tahu tentang dirinya. "

"Hm!" orang tua itu mendengus dingin, "Terima kasih, Entah pada saat itu, umurnya masih panjang atau sudah terputus!"

Diam-diam otak Ci Tian Coan langsung berputar

“Dia mencari thay kam cilik, Mungkinkah Wi hiocu yang di maksudkannya? Rombongan orang tua ini bukan orang-orang dari pihak Tian Te hwe atau Bhok onghu, sudah pasti mereka mempunyai maksud buruk, sebaiknya aku meminta penjelasan dari mereka, Tapi aku harus hati-hati agar mereka jangan sampai curiga, Lebih baik aku memancingnya dengan akal saja. "

Dengan membawa pikiran demikian, Ci Tian Coan segera berkata.

"Loyacu, mengenai thay-kam cilik di kerajaan hanya ada satu yang terkenal sekali Namanya tersohor sampai ke mana-mana. Mungkin kau juga pernah mendengar tentang dirinya, Dialah si thay-kam cilik yang memotong leher Go Pay dan sudah membangun jasa besar sekali."

Orang tua itu membelalakkan matanya Iebar-lebar.

"Oh? Apakah yang kau maksudkan itu thay kam cilik yang bernama Siau Kuicu?" "Kalau bukan dia, siapa lagi?" sahut Tian Coan seenaknya, "Nyali bocah itu sungguh 

besar, ilmu silatnya juga lihay sekali, Pokoknya, dia bukan sembarang orang." "Bagaimana tampang bocah itu?" tanya si orang tua, " Apakah kau pernah melihatnya?"

"Ya!" sahut Tian Coan, "Kui kong kong itu paling sering mondar-mandir di dalam kota Pe King. Aku rasa hampir setiap orang yang tinggal di Kotaraja pernah meIihatnya. Kui kong kong itu berkulit hitam, tubuhnya gemuk pendek dan usianya paling sedikit sudah ada delapan belasan, pasti tidak ada yang percaya bahwa usianya baru lima belasan."

Ketika itu Pui Ie masih menggenggam tangan Siau Po erat-erat, sedangkan sikut Kiam Peng menempel di punggung bocah itu, Meskipun agak tegang, tapi hampir saja mereka tertawa geli mendengar lukisan Ci Tian Coan tentang Siau Po.

Otak Siau Po sendiri sedang berputaran Kalau tadi dia selalu memikirkan soal setan, sekarang dia malah memikirkan sikap orang tua she Ciong itu.

"Oh, begitu?" kata si orang tua, "Tapi menurut yang aku dengar, justru kebalikannya, Kabarnya usia Kui kong kong baru empat belas atau lima belas tahunan, hanya saja otaknya cerdas dan licik, Menurut aku malah ada sedikit kemiripan dengan keponakanmu itu. "

Sembari berkata, si orang tua tertawa terbahak-bahak dan matanya menatap tajam kearah Siau Po.

Orang tua itu menyebut Siau Po keponakan Ci Tian Coan, karena memang demikianlah pengakuan tokoh Tian Te hwe tersebut sedangkan Gouw Lip Sin diakui sebagai moayhu, suami adik perempuannya.

Tepat pada saat itulah, terdengar Lau It Cou ikut berbicara.

"Menurut apa yang kudengar, Kui kong kong itu orangnya jelek, hina dina, dan tidak tahu malu, Dia juga pandai menggunakan Bong Hoan Yok. Ketika membinasakan Go Pay, sebelumnya dia sudah membiusnya dulu, Kalau tidak, mana mungkin bangsat bernyali kecil dan takut setan itu sanggup menghabisi nyawa orang itu!" 

Dia langsung menoleh kepada Siau Po dan berkata dengan wajah menunjukkan kegembiraan "Piaute (saudara misan), coba kau katakan, bukankah apa yang kuucapkan ini benar adanya?"

Gouw Lip Sin marah sekali, mendadak sebelah tangannya melayang untuk menampar pipi pemuda itu.

Tapi It Cou sudah terbebas dari belenggu Siau Po. Dia dapat melihat datangnya serangan dan berhasil mengelakkan diri, Setelah itu dia langsung berjingkrak bangun.

Lip Sin juga bangkit. Dia ingin melakukan penyerangan kembali. Secara berturut- turut dia mengerahkan tipu jurus Tiau Thian Cui (Menghadap kaisar) dan "Kim Ma Su Hong" (Kuda emas meringkik di antara hembusan angin), Kedua jurus itu merupakan  ilmu keluarga Bhok, Dia melakukannya tanpa perpikir panjang lagi karena hatinya panas mendengar Lau It Cou menghina tuan penolongnya.

Meskipun demikian, Lau It Cou tetap dapat menghindarkan diri tanpa melakukan serangan balasan Dan saat itu, justru orang tua she Ciong itu langsung mencelat bangun dari kursinya dan tertawa terbahak-bahak.

"Bagus! Bagus!" serunya, "Tuan-tuan sekalian, sungguh sempurna penyamaran kalian!"

Begitu orang tua itu bangun, kawan-kawannya yang lain pun langsung ikut bangkit.

Gouw Lip Sin terkejut setengah mati. Dia mengerti bahaya, Karena itu, dia segera menghunus golok pendeknya lalu langsung di tebaskan ke arah kiri, kepala salah satu orang dari rombongan itu segera terlepas dari batang lehernya. Setelah itu dia menusuk ke kanan sehingga seorang lagi tertembus tenggorokannya dan mati seketika.

Menyaksikan hal itu, si orang tua segera meraba pinggangnya, mengeluarkan sepasang poan koan pit (senjata pendek dengan ujung runcing seperti potlot), Kedua senjata itu diadukan satu dengan lainnya sehingga menimbulkan luara dentingan yang memekakkan telinga, Siapa saja yang mendengar suara itu pasti merasa giginya ngilu.

Setelah membentrokkan senjatanya, si orang tua tidak hanya berdiri diam, Dia segera bergerak dan melakukan penyerangan dengan sepasang senjatanya yang istimewa itu, Dengan pit kiri dia mengincar tenggorokan Gouw Lip Sin, sedangkan pit kanannya mengancam dada Ci Tian Coan.

Serangan bukan serangan biasa, tampaknya seperti tusukan, tapi sebenarnya merupakan sebuah totokan.

Sungguh hebat orang tua ini, dalam waktu yang bersamaan, dia telah mengirimkan serangan sekaligus kepada dua orang.

Ci Tian Coan dapat menghindarkan diri dari serangan yang lebih pantas disebut bokongan itu, sementara itu, tangan kirinya langsung meluncur ke mata salah seorang lawannya, sedangkan tangan kanannya menyambar ke tangan orang itu untuk merampas goloknya. 

Orang yang mendapat serangan mendadak itu panik sekali, Tahu-tahu goloknya sudah berpindah tangan dan menjerit histeris sebab di saat itu, golok itu sendiri sudah amblas ke dalam perutnya.

Setelah berhasil merobohkan orang itu, Ci Tian Coan membinasakan seorang musuh lagi yang menerjang ke arahnya, Dia merasa sudah kepalang tanggung, Gouw Lip Sin tidak dapat menahan kesabaran sehingga rahasia mereka terbongkar. Terpaksa dia pun harus memberikan perlawanan Dia tahu jumlah pihak lawan lebih besar, sedangkan di pihaknya sendiri, ada dua orang yang terluka dan tidak dapat diandalkan. Pada saat itu, Go Piu juga sudah turun tangan, sedangkan Lau It Cou sempat ragu- ragu sejenak, tapi akhirnya dia mengeluarkan juga joan piannya (Sejenis ruyung yang sifatnya tunak) dan turun ke arena pertarungan.

Siau Po juga sempat bimbang, Dia juga ikut terjun ke arena, tapi hatinya merasa ngeri terhadap si orang tua. Disamping itu, dia yakin dirinya sanggup melayani yang lainnya, Siau Po segera bersiap sedia dengan pisau mustikanya, Tapi, ketika bermaksud maju, Pui Ie menarik tangannya.

"Pihak kita pasti menang, kau tidak perlu ikut campur!" katanya kepada si bocah. Mendengar kata-katanya, Siau Po berpikir dalam hati.

“Aku juga sudah menduga pihak kita yang akan menang, justru karena itu aku mau turun tangan agar perkelahian ini dapat diselesaikan dengan cepat Kalau gelagatnya pihak kita yang akan kalah, tentu aku sudah memikirkan cara untuk meninggalkan tempat ini.”

Tiba-tiba terdengar suara yang melengking, ternyata si orang tua menggesekkan sepasang poan koan pitnya dan tampaklah rekan-rekannya segera berlarian menghampirinya. Dalam sekejap mata semuanya sudah berkumpul dan terbentuklah sebuah tim atau barisan. Mereka tidak berhimpitan satu dengan yang lainnya, melainkan posisinya agak berjauhan.

Ci Tian Coan dan Gouw Lip Sin merasa heran, keduanya lantas mundur satu langkah, Mata mereka memperhatikan pihak lawan lekat-lekat.

Go Piu penasaran Dia maju ke depan. Tiba-tiba dia diserang oleh empat orang lawannya, Yang dua membacok ke arah bahunya sedangkan dua yang lainnya segera menerjang ke arahnya untuk menangkis serangan goloknya.

Go Piu menjerit keras sebab salah satu golok lawannya telah berhasil mengenai bahunya.

"Anak Piu, mundur!" teriak Gouw Lip Sin.

Muridnya itu segera mencelat ke belakang, Hanya dalam waktu sekejap mata saja, keadaan jadi terbalik sekarang pihak lawanlah yang lebih unggul.

Ci Tian Coan berdiri di depan Siau Po dan kedua gadis itu. Maksudnya untuk melindungi mereka sembari bersiaga menghadapi serangan tawan. Matanya melirik ke sana ke mari.

Orang tua dari pihak lawan mengangkat senjatanya tinggi-tinggi sambil berseru. "Ang kaucu selaksa tahun tetap awet muda. Untuk selama-lamanya merasakan kebahagiaan ibarat para dewata! Umurnya sama dengan Thian!" Suara itu begitu keras sehingga seisi rumah itu seakan bergetar karena nya. sedangkan tingkahnya lebih mirip orang kalap.

Thian Coan merasa terkejut juga bingung, Apa sebenarnya yang sedang di lakukan oleh orang tua itu?

Sebaliknya, Siau Po justru terkejut mendengar orang tua itu menyebut nama Ang kuacu, Mendadak dia ingat terhadap kaucu itu. Tanpa dapat dipertahankan lagi dia berteriak.

"Sin Liong kau! Mereka adalah anggota dari Sin Liong kau!"

Kali ini, bukan hanya pihaknya sendiri, bahkan orang tua dan rekan-rekannya juga terkejut mendengar seruannya itu. Wajah si orang tua langsung berubah pucat pasi.

"Eh, kau juga tahu tentang Sin Liong kau?" tanyanya heran, Tapi dia tidak menunggu jawaban dari Siau Po. Dia segera berseru lagi, malah lebih keras dari sebelumnya, "Kepandaian Ang kaucu sungguh luar biasa! Setiap kali bertarung setiap kali pula kita meraih kemenangan. Tak ada benteng sekokoh apa pun yang tidak dapat kami hancurkan! Tidak ada musuh yang tidak dapat dikalahkan! Bagai angin topan yang melanda, musuh-musuh lari ketakutan dan kabur sejauh-jauhnya!"

Kembali Tian Coan dan yang lainnya dilanda kebingungan bahkan hati mereka menjadi ngeri. Mereka merasa musuh-musuh yang dihadapi kali ini aneh sekali, Belum pernah ada musuh seperti ini. Berhadapan dengan lawan sambil berteriak seperti sedang membaca mantera.

"Mereka mengerti ilmu sesat." kata Siau Po memperingatkan "Awas! jangan sampai terpengaruh Cepat kita maju serentak!"

Suara orang tua yang sedang membaca mantera aneh itu semakin lama semakin keras. Bahkan sekarang di ikuti oleh kawan-kawannya.

"Di bawah bimbingan Ang kaucu, para murid mempunyai kegagahan seratus kali lipat Satu orang dapat menghadapi seratus lawan, Seratus orang dapat menghadapi selaksa lawan, Mata Ang kaucu laksana mata dewa, seperti cahaya mentari yang menerangi empat penjuru angin, Seluruh murid berdaya membasmi musuh, Ang kaucu sendiri yang akan menaikkan pangkat atau kedudukannya, seluruh murid rela mati membela agamanya, semuanya akan naik ke langit menuju surga!"

Kali ini, setelah berteriak, merekapun melakukan penyerangan serentak.

Tian Coan dan yang lainnya segera maju menyambut. Tapi mereka merasa bukan main herannya. Berbeda dengan semula, pihak musuh tiba-tiba berubah jauh lebih gagah dan perkasa, Setiap serangan dan bacokan mereka hebat sekali, Seakan dalam  waktu singkat, kepandaian mereka telah mengalami kemajuan dua kali lipat Mereka bertempur dengan kalap.

Baru beberapa jurus saja, Go Piu dan Lau It Cou sudah berhasil dirobohkan, Menyusul Siau Po, Kiam peng, dan Pui Ie terhajar jatuh, Kiam Peng terluka di bagian lengan, sedangkan Pui Ie terhajar di bagian kakinya dan Siau Po terpukul di bagian punggung. 

Untung saja dia mengenakan baju mustikanya sehingga tidak terluka parah, Hanya merasakan sedikit nyeri saja, Tubuhnya bergulingan diatas tanah, Sejenak kemudian, Gouw Lip Sin dan Ci Tian Coan juga dapat dirobohkan dengan mudah. Kedua orang itu ditotok oleh musuhnya yang sudah tua.

Setelah itu, si orang tua kembali berkaok-kaok dengan nyaring.

"Kepandaian Ang kaucu sungguh luar biasa, Usianya sama dengan usia langit" Namun, berbeda dengan tadi, setelah berteriak-teriak kali ini, orang-orang itu langsung jatuh terduduk dengan keringat bercucuran di dahi, Nafas mereka tersengal-sengal sebagai bukti bahwa mereka baru saja menguras tenaga habis-habisan. 

Padahal, pertempuran tadi hanya memakan waktu yang singkat sekali, tapi keadaan mereka seperti baru saja bertarung selama berjam-jam....

Untung Siau Po dan yang lainnya tidak terluka parah, Diam-diam si bocah berpikir dalam hatinya.

"Rupanya mereka menggunakan ilmu gaib, Mereka pandai ilmu siluman, pantas saja bibi To ketakutan mendengar disebutnya nama Sin Liong kau. Kenyataannya, mereka memang luar biasa lihay!"

Si orang tua duduk bersila untuk beristirahat, matanya di pejamkan Tetapi tidak lama kemudian, dia bangkit kembali. Mula-muIa dia menyusutkan keringatnya, kemudian berjalan mondar-mandir dalam ruangan pendopo.

Beberapa saat kemudian, teman-temannya yang lain ikut berdiri pula, Terdengar si orang tua berkata kepada Ci Tian Coan.

"Kalian semua ikut aku membaca doa. Pertama-tama kalian harus dengarkan dulu baik-baik. Aku membaca sepatah, kalian mengikuti Nah! Kita mulai sekarang! Ang kaucu kepandaiannya sungguh luar biasa dan usianya seperti usia langit."

Tapi Ci Tian Coan bukannya membaca doa seperti yang di perintahkan dia malah membuka mulut memakinya.

"Kalian semua bangsa siluman! Kalian ingin berlagak menjadi dewa atau kaum dedemit, itu terserah kalian. Tapi kalau meminta lohu menuruti lagakmu yang konyol itu, sama saja kalian sedang bermimpi di tengah hari bolong." Orang tua itu menjadi gusar, Dengan Poan koan pitnya, dia mengetok dahi Tian Coan sampai mengucurkan darah, Tapi Ci Tian Coan tetap memaki.

"Bangsat anjing! Turunan siluman!"

Orang tua itu tidak memperdulikannya. Kali ini dia menoleh kepada Gouw Lip Sin. "Bagaimana engkau? Kau mau membaca doa yang ku ajarkan atau tidak?" tanya 

nya.

Orang tua ini memang benar-benar aneh, belum lagi Gouw Lip Sin memberikan jawabannya, dahinya juga sudah kena ketokannya, Setelah itu dia langsung menoleh kepada Go Piu.

"Usia nenekmu sama dengan umur anjing!" Teriak Go Piu sebelum si orang tua bertanya ke-padanya,

Pemuda itu sama sekali tidak takut meskipun dia sudah melihat contoh yang ditunjukkan si orang tua di hadapannya, Orang tua itu marah sekali, langsung menghajar Go Pui dengan senjatanya yang khas. Bahkan kali ini dia mengerahkan tenaga se-kuatnya sehingga pemuda itu roboh seketika dan tidak sadarkan diri.

"Begitukah cara dan tingkah laku seorang laki-laki sejati?" teriak Gouw Lip Sin gusar, "Oh, ibumu bau! Lebih baik bunuh saja aku!"

Orang tua itu tetap tidak menghiraukannya, Dia juga tidak memukul Gouw Lip Sin lagi, senjatanya di angkat ke atas tinggi-tinggi dan di tudingkannya kepada Lau It Cou.

"Bagaimana engkau? Kau mau membaca doa atau tidak?" "Aku.,, aku.,." pemuda itu kebingungan

"Ayo baca!" bentak orang tua itu. "Kepandaian Ang kaucu sungguh luar biasa, usianya sama dengan usia langit."

"Ang kaucu.... Ang kaucu..." kata Lau It Cou dengan suara terputus-putus. Orang tua itu langsung menggerakkan senjatanya mengetok dahi Lau It Cou. "Baca terus!" perintahnya bengis, "Cepat!"

"Iya,., iya.,." sahut Lau It Cou gugup, "Ang kaucu.,, usianya seperti usia langit." Orang tua itu tertawa terbahak-bahak. "Beginilah orang yang mengenal selatan." pujinya. "Begini baru patut disebut sebagai orang gagah. Bocah cilik, dengan demikian kau tidak usah merasakan banyak penderitaan!"

Sekarang si orang tua mendekati Siau Po.

"Hai, setan cilik! Kau mau membaca doa atau tidak?" "Tidak usah!" sahut Siau Po.

"Tidak usah?" tanya si orang tua heran, "Kenapa?"

"Sebab Wi kaucu lihay luar biasa, usianya seperti usia langit, Untuk selama-lamanya dia akan mendapat kebahagiaan abadi dan rejekinya menyerupai sang dewa, Setiap kali berperang, Wi kaucu tidak pernah kalah, Kekalahan tidak pernah terjadi karena tidak ada perang. Menyerang dia tidak pernah kalah, mengalahkan dia tidak perlu menyerang, Wi kaucu mengangkat kalian semuanya naik ke surga bersama-sama."

Sengaja Siau Po mengganti kata-kata Ang kaucu dengan "Wi kaucu", Selesai berdoa dia selalu berdehem dan pembacaan doanya dilakukan dengan cepat sekali sehingga orang tidak mendengar perbedaan ucapannya.

"Anak ini cerdas sekali." puji orang tua itu senang, "Anak pintar."

Kemudian orang tua itu menghampiri Pui Ie. Dia meraba-raba dagu gadis itu, "Oh, anak manis, wajahmu tidak ada celanya." katanya, "Kau ikutlah aku membaca doa!"

"Aku tidak mau!" kata Pui Ie sambil membuang muka.

Orang tua itu mengangkat senjatanya tinggi-tinggi dan siap di ketokkan, tapi tiba-tiba dia membatalkannya karena tertarik pada kecantikan Pui Ie. Dia mengarahkan poan koan pitnya pada pipi si gadis yang halus.

"Kau mau membaca doa atau tidak?" tanya si orang tua sekali lagi.

"Biar aku saja yang mewakilinya," Tukas Siau Po, "Aku jamin doaku lebih enak didengar daripada doanya."

"Siapa sudi kau yang mewakilkan?" bentak si orang tua. Dia mengetok bahu Pui Ie sehingga gadis cantik itu menjerit kesakitan

Justru pada saat itulah salah seorang rekan orang tua itu mengeluarkan suara tertawa yang menyakitkan telinga dan berkata,

"Ciang samya, kalau gadis itu tidak mau berdoa, kita buka saja pakaian nya!" "Bagus! Bagus!" seru yang lainnya. "lde itu bagus sekali." "Eh, mengapa kalian menghina seorang anak perempuan? Bukankah kalian ingin mencari si thay kam cilik? Aku tahu di mana dia berada." kata Lau It Cou.

"Kau tahu?" tanya si orang tua cepat "Di mana dia? Lekas katakan!"

"Asal kau berjanji untuk tidak mengganggu gadis itu, aku akan mengatakannya kepadamu." sahut Lau It Cou. Tapi kalau tidak, meskipun kau bunuh aku, aku tidak akan membuka mulut."

"Suko!" teriak Pui Ie dengan setengah menjerit "Jangan kau perdulikan aku!" Orang tua itu tertawa.

"Baik!" sahutnya. "Aku berjanji tidak akan mengganggu gadis itu." "Apakah kata-katamu itu dapat di percaya ?" tanya Lau It Cou.

"Apa yang pernah tercetus dari mulutku, Ciong samya, pasti benar." jawab si orang tua. "Thay-kam yang ku maksudkan ialah thay-kam yang telah membinasakan Go Pay. Namanya Siau Kui Cu. Kau benar-benar tahu di mana dia berada?"

It Cou menganggukkan kepalanya.

"Benar!" sahutnya. "Dia itu jauh di ujung langit, dekat di depan mata."

Si orang tua senang bukan main sehingga hampir saja dia berjingkrakan, Kemudian telunjuknya menunjuk kepada Siau Po.

"Diakah yang kau maksudkan?" Pui Ie segera ikut bicara,

"Bocah cilik seperti dia ini mana mungkin sanggup mengalahkan Go Pay?" katanya, "Jangan kau dengarkan ocehannya!"

"Memang dialah orangnya!" seru It Cou dengan nada ingin meyakinkan Dengan berani dia menentang perkataan Pui Ie yang pernah menjadi pacarnya. "Dia pandai menggunakan Bong Hoan Yok. Tanpa obat bius itu, tentu dia tidak sanggup membunuh Go Pay si orang gagah nomor satu dari bangsa Boan Ciu."

Orang tua itu tampak bimbang sejenak, Kalau dia harus percaya, memang kelihatannya Siau Po masih kecil sekali Tapi nada bicara Lau It Cou begitu serius.

"Benarkah kau yang membunuh Go Pay?" tanya si orang tua kepada Siau Po. "Benar," sahut bocah cilik itu, "Lalu, kau mau apa? Dan kalau bukan aku yang 

membunuhnya, apa pula yang akan kau lakukan?" "Nenek moyangmu bejat!" maki si orang tua. "Tampaknya kau ada sedikit keturunan sesat, Ayo geledah tubuhnya!"

Dua orang anak buahnya segera menghampiri Siau Po. Mereka merebut buntalan Siau Po dan menuangkan isinya di atas meja,

Si orang tua merasa heran dan kagum sekali, Di dalam buntalan Siau Po ternyata terdapat banyak mutiara, intan permata, uang perak, dan uang emas.

"Aih! ini pasti barang-barang dari istana." katanya. "Dan ini. " Dia melihat setumpuk 

Goan pio atau cek yang nilai setiap lembarannya paling rendah lima ratus tail. jumlahnya mungkin mencapai laksaan tail, "Tidak salah lagi. Dia pasti Siau Kui cu!"

Kemudian dia juga melihat dua jilid kitab ilmu silat, Orang tua ini langsung mengucapkan seruan.

"Sedikit pun tidak salah. Lihatlah. ini kitab warisan Hay kong kong, kitab ilmu 

tenaga dalam dari Kong Tong pai. Nah, bawa dia ke kamar sana, aku ingin memeriksa lebih lanjut!"

Seseorang langsung memondong tubuh Siau Po, di bawa nya ke dalam, Dua orang lainnya membungkus kembali buntalan yang ada di atas meja, sedangkan orang yang keempat menyalakan lilin untuk dipakai menerangi jalan.

Mereka menuju kamar sebelah timur

"Kamu semua boleh mundur duIu." kata si orang tua setelah masuk ke dalam kamar. Keempat orang itu langsung mengundurkan diri dan pintu kamar pun dirapatkan, 

Tampaknya si orang tua gembira sekali, Dia berjalan mondar-mandir dalam kamar itu 

sambil memainkan tangannya. wajahnya berseri-seri, dia menggumam seorang diri.

"Dicari sampai sepatu besi rusak, tidak bisa ditemukan Sekalinya sudah jodoh, begitu mudah bertemunya, Tidak perlu mengeluarkan tenaga, tanpa perlu membuang waktu, Kui kong kong, hari ini aku dapat bertemu denganmu di sini, benar-benar seperti sudah mati dan hidup kembali."

Siau Po tertawa.

"Aku juga beruntung sekali dapat bertemu denganmu di sini." katanya dengan berani "Aku seperti hidup kembali untuk keenam kalinya, iya,., malah seperti hidup kembali untuk kesembilan kalinya, "

Dalam hatinya Siau Po berpikir, barangnya toh sudah dilihat, percuma bila dia menyangkal terus, Sekarang, yang paling penting baginya hanya mencari akal untuk melarikan diri, Dia harus melihat-lihat situasi dalam mengambil tindakan, Atau seperti  pepatah orang yang sedang berperang, prajurit datang, panglima menghadang, Banjir datang, ambil tanah untuk menguruknya.

Si orang tua menjadi bingung mendengar jawaban Siau Po, Apa sih artinya hidup kembali untuk keenam atau kesembilan kalinya? Tanyanya dalam hati, Tapi otaknya bekerja dengan cepat Dia langsung bertanya kepada Siau Po.

"Kui kong kong, bukankah kau sedang menuju kuil Ceng Liang si di gunung Ngo Tay san?"

Siau Po sengaja memperlihatkan tampang kagum dan heran.

"Apa saja kau tahu, benar-benar orang yang sulit dihadapi," pikirnya dalam hati, Tapi dia segera tertawa geli dan berkata, "Tuan, kau benar-benar hebat ilmunya tinggi sekali, kau juga pandai menjampi sehingga melebihi kehebatan seorang imam yang berasal dari gunung Mau san. pantas saja nama perkumpulan agama kalian, yakni Sin Liong kau terkenal sampai ke seantero dunia, Sudah lama aku yang rendah mendengar tentang ilmu perkumpulan kalian yang sakti, Hari ini aku menyaksikannya dengan mata kepala sendiri Aku benar-benar kagum sekali." Demikianlah Siau Po yang cerdik mengalihkan bahan pembicaraan.

Tanpa disadari, orang tua itu terbawa arus.

"Dari mana kau tahu tentang Sin Liong kau?" tanya si orang tua.

"Aku mendengarnya dari putera Gouw Sam Kui, yakni Gouw Eng Him." sahut Siau Po seenaknya, "Gouw Eng Him datang ke Kota raja karena menerima perintah ayahnya untuk mengantarkan upeti. Dia mempunyai seorang bawahan yang bernama Yo Ek Ci, orangnya gagah sekali, Mereka telah merundingkan urusan membasmi Sin Liong kau. Mereka tahu di dalam Sin Liong kau ada seorang Ang kaucu yang kepandaiannya tinggi sekali, Kaucu itu juga mempunyai pengikut yang banyak sekali, Tapi mereka tidak takut Mereka telah mendapatkan sebuah kitab yang berjudul Si Cap Ji Cin Keng yang menurut mereka hebat sekali, Kitab itu didapatkan dari seorang kepala pemimpin bendera sulam biru."

Mendengar keterangannya, si orang tua semakin heran, Dia pernah mendengar kedua nama Gouw Eng Him dan Yo Ek Ci. Dan memang benar, ada seorang anggota Sin Liong kau yang menjadi pemimpin bendera sulam biru, Hal itu dia ketahui secara kebetulan kurang lebih satu bulan yang laIu. Ketika itu dia mendengar disebut-sebutnya nama kitab Si Cap Ji Cin Keng itu, tetapi mengenai isinya, dia tidak tahu sedikit pun. Karena itu, hatinya menjadi tertarik mendengar keterangan Siau Po.

"Antara Peng Si Ong dengan pihak Kami tidak ada permusuhan apa-apa, mengapa dia ingin menimbulkan masalah? Mengapa dia ingin menumpas kami? Bukankah itu berarti dia sudah bosan hidup?" "Menurut Gouw Eng Him," kata Siau Po. "Memang benar di antara Peng Si Ong dan Sin Liong kau tidak ada permusuhan apa-apa. Bahkan mereka sangat mengagumi kepandaian Ang kaucu, persoalannya terletak pada Sin Liong kau yang sudah berhasil mendapatkan kitab Si Cap Ji Cin Keng, Menurutnya, kitab itu sangat aneh dan berharga, biar bagaimana kitab itu harus dirampas, Bukankah di dalam perkumpulan kalian ada seorang wanita yang tubuhnya gemuk dan namanya Liu Yan? Bukankah dia sekarang berada di dalam istana?"

Orang tua itu semakin heran.

"Eh, bagaimana kau bisa mengetahui hal itu?" 

Siau Po sebetulnya sedang mengaco belo, tapi apa yang dikatakannya memang beralasan.

"Aku kenal dengan Liu toaci itu," katanya mengarang terus, "Kami merupakan sahabat baik. Pada suatu hati, Liu toaci melakukan kesalahan terhadap ibu suri, karena itu Hong thay hou ingin membunuhnya, Untung saja aku berhasil mengetahui hal tersebut. Aku segera menolongnya, aku menyembunyikan Liu toaci di bawah kolong tempat tidur, Dengan demikian, sia-sia belaka ibu suri mencarinya di seluruh istana, Karena kejadian itu, Liu taoci merasa bersyukur sekali Dia juga menasehati aku untuk masuk saja menjadi anggota Sin Liong kau. Menurutnya, kaucu Sin Liong kau sangat suka terhadap anak kecil dan pasti akan menyukai aku, Kalau hal itu sampai terjadi, maka aku akan memperoleh banyak keuntungan."

"Oh!" seru si orang tua yang dengan sendirinya semakin percaya terhadap apa yang diocehkan oleh Siau Po.

"Coba kau katakan, mengapa ibu suri ingin membunuh Liu Yan?"

"Menurut keterangan yang aku dengar dari Li taoci, urusannya menyangkut sebuah rahasia besar." sahut Siau Po. "Dia mau mengatakannya kepadaku, apabila aku berjanji tidak akan mengatakannya atau memberitahukan kepada siapa pun juga. itulah sebabnya sekarang aku tidak bisa mengatakannya kepadamu Tapi secara singkat aku dapat memberitahukan bahwa urusannya berhubungan dengan kedatangan seorang laki-Iaki yang menyamar sebagai dayang dalam istana dan orang itu ternyata berkepala gundul."

"Eh? itulah Teng Peng Lam!" seru si orang tua tanpa sadar "Jadi kau juga tahu urusan Teng toako yang menyelinap ke dalam istana?"

Sungguh kebetulan bagi Siau Po. jadi si dayang palsu itu rupanya kakak seperguruan si orang tua ini, Tapi Siau Po tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Dia hanya tersenyum dan berkata kembali.

"Ciong samya, hal ini menyangkut rahasia yang besar sekali jangan sampai kau bocorkan kepada orang lain. Kalau tidak, kau akan menghadapi ancaman bahaya yang  besar sekali Tidak apa-apalah kalau kita bicara berdua, tapi kalau sampai ada orang lain mendengarnya, bisa gawat. Meskipun kepada orang yang paling kau percaya, kau tetap harus berhati-hati! Kalau rahasia ini sampai bocor dan diketahui oleh Ang kaucu, aku yakin kau sendiri tidak sanggup bertanggung jawab."

Setelah berdiam di dalam istana sekian lama, Siau Po sudah paham apa yang disebut rahasia, yakni sesuatu yang sekali-sekali tidak boleh dibocorkan taruhannya berat Bahkan batang leher juga bisa dipenggal, atau setidak-tidaknya pangkat bisa copot sekarang dia menggunakannya untuk menggertak si orang tua, ternyata dia berhasil.

Tapi si orang tua she Ciong ini sendiri mempunyai pikiran yang lain.

"Mengapa aku begitu bodoh bicara secara terbuka dengan bocah ini?", pikirnya dalam hati,. Ternyata banyak urusan mengenai perkumpulan kami yang diketahuinya, Ah! Biar bagaimana, dia sebaiknya disingkirkan saja.

Meskipun sudah mempunyai pemikiran demikian, dia tidak segera turun tangan. Dia masih ingin mengorek keterangan dari Siau Po.

"Apa yang kau bicarakan dengan Teng toako?" tanyanya sambil pura-pura tertawa. "Mengenai pembicaraanku dengan Teng toako-mu itu," sahut Siau Po. "Antara 

lainnya adalah pesannya kepadaku, bila kelak aku mendapat kesempatan bertemu 

dengan Ang kaucu, maka aku harus menceritakan semuanya sampai jelas."

"Oh, begitu?" kata si orang tua, Dalam hatinya dia kebingungan apakah dia harus mempertemukan bocah ini dengan kaucunya? Lalu dia ingat dengan tugasnya sendiri Kaucu memerintahkan dia untuk mencari seseorang, Karena itu dia berpikir lagi, -- Untuk menemukan orang itu, mungkin aku bisa berhasil lewat perantara bocah ini. --

Dia segera memasang wajah ramah dan suara yang manis untuk berkata kepada Siau Po. "Saudara kecil, kau hendak pergi ke Ngo Tay san, di sana kau pasti bertemu dengan Sui Tong yang pangkatnya Hu congkoan, bukan?"

Mendengar pertanyaan itu, Siau Po berpikir dengan cepat

-- Dia tahu aku hendak pergi ke Ngo Tay san dan dia juga tahu perihal Sui Tong, semua ini pasti diketahuinya dari si nenek sihir, Thay hou menyuruh si laki-laki berkepala gundul itu menyamar sebagai dayang dan ternyata laki-laki itu seorang anggota Sin Liong kau dan bahkan kakak seperguruan orang tua ini pula, Dengan demikian, sudah terang Thay hou juga anggota Sin Liong kau! sekarang aku terjatuh ke tangan orang-orang dari perkumpulan ini, kemungkinanku untuk dapat hidup jauh lebih tipis dari pada kesempatan untuk mati, aku harus pandai-pandai membawa diri Dia sengaja menunjukkan mimik wajah orang yang terkejut sekali. "Oh, Ciong samya, sumber beritamu hebat sekali!" katanya memuji. "Rupanya kau juga tahu tentang Sui Hu cong koan?"

Si orang tua tersenyum Rupanya hatinya senang sekali mendapat pujian dari Siau Po.

"Malah aku juga tahu perihal orang yang kedudukannya lebih tinggi berlaksa kali lipat dibandingkan dengan Sui Tong."

-- Aih! Celaka, celaka --, Siau Po mengeluh dalam hati, rupanya persoalan apa pun sudah dibeberkan oleh si nenek sihir, Kecuali kaisar Sun Ti, siapa lagi yang kedudukannya demikian tinggi? --

Terdengar si orang tua berkata kembali,

"Saudara kecil, sebaiknya kau jangan menutupi urusan apa pun dariku, sekarang kau katakan padaku, kepergianmu ke Ngo Tay san ini disebabkan mendapat perintah atau untuk urusanmu pribadi?"

Siau Po menjawab dengan cepat.

"Aku toh seorang thay kam dalam istana, Tanpa perintah, mana berani aku lancang meninggalkan kerajaan? Apakah kau pikir aku ini sudah bosan hidup?"

"Dengan demikian, berarti kau menerima titah dari Sri Baginda, bukan?" Siau Po memperlihatkan tampang keheranan.

"Sri Baginda?" tanyanya menegaskan "Sri Baginda katamu? Ha... ha... ha... Kali ini berita yang kau terima tidak benar. Sri Baginda mana tahu urusan di Ngo Tay san?"

Orang tua itu menatap Siau Po dengan tajam. "Kalau bukan Sri Baginda, lalu siapa?"

"Nah, coba kau terka!" kata Siau Po yang senang mempermainkan orang tua itu. "Mungkinkah kau dititah oleh ibu suri?" tanya orang tua itu kembali.

Siau Po tertawa.

"Ternyata Ciong samya pintar sekali!" pujinya, "Sekali tebak saja langsung mengenai sasaran, Di dalam istana, orang yang mengetahui urusan di Ngo Tay san ini cuma ada dua orang dan satu setan."

Ciong samya merasa heran. "Dua orang dan satu setan?"

"Betul! Dua orang dan satu setan." sahut Siau Po memberikan kepastian. "Siapa-siapa saja mereka itu?" tanya si orang tua kembali.

"Dua orang itu, yakni ibu suri dan aku sendiri." sahut Siau Po. "Dan setan yang kau katakan?"

"Setan itu, tentu saja arwah penasarannya Hay kong kong." sahut Siau Po. "Dia kena pukulan Hoa Kut Bian Ciangnya ibu suri."

Si orang tua terkejut setengah mati.

"Hoa Kut Bian Ciang?" tanyanya, "Kau bilang Hoa Kut Bian Ciang?" "lya, tidak salah." sahut Siau Po, "Memang Hoa Kut Bian Ciang."

"Jadi kau diutus oleh ibu suri?" tanya si orang tua kembali, "Apa yang harus kau lakukan?"

Siau Po tersenyum.

"Thay hou dan kau orang tua terhitung orang sendiri, maka sebaiknya kau tanyakan saja kepadanya!"

Si orang tua terdiam, Hatinya menjadi bingung.

"Oh, jadi ibu suri yang menyuruh kau ke gunung Ngo Tay san?" dia menggumam seorang diri seakan sedang mengajukan pertanyaan kepada Siau Po.

"Thay hou juga berkata padaku," kata Siau Po kembali. "Katanya, urusan ini telah dibicarakan dengan Ang koucu dan Ang kaucu setuju sekali.

Thay hou juga berpesan kepadaku agar aku bekerja hati-hati, Asal aku berhasil maka aku akan mendapatkan hadiah besar dan Ang kaucu sendiri akan memberikan aku sesuatu yang sangat berharga."

Sengaja berkali-kali Siau Po menyebutkan nama Ang kaucu, Dia menduga si orang tua takut sekali terhadap ketuanya dan kalau dia sering menyebutnya, mungkin orang tua ini tidak berani mencelakainya..."

Kenyataannya, meskipun dalam Ciong samya meragukan kata-kata Siau Po, tapi dia tidak berani sembarang bertindak Dia merasa lebih baik dirinya percaya daripada tidak sama sekali, Karena itu, dia tidak segera turun tangan. "Keenam orang yang ada di luar itu, apakah semuanya bawahanmu?" tanya orang tua itu kembali.

"Mereka semua orang-orang dari istana," sahut Siau Po. "Kedua gadis itu merupakan dayang-dayangnya Thay hou, sedangkan keempat laki-laki yang ikut bersamaku adalah para gi cian siwi, pengawal-pengawal pribadi Thay hou, ibu suri pula yang memerintahkan mereka ikut aku melaksanakan tugas ini. Tapi mereka tidak tahu menahu urusan Sin Liong kau, karena ini merupakan rahasia besar. Tidak mungkin Thay hou memberitahukan urusan ini kepada mereka."

Ketika berbicara, Siau Po sempat melihat orang tua itu tertawa mengejek, hatinya langsung mempunyai dugaan yang buruk, Maka dia lantas bertanya.

"Kenapa? Kau tidak percaya keteranganku ini?" Orang tua itu memperdengarkan suara tertawa dingin.

"Orang-orangnya Bhok onghu dari In Lam setia sekali terhadap kerajaan Beng, mana mungkin menjadi Gi cian siwi dari kerajaan kami? Kalau kau hendak membual, carilah alasan yang lebih tepat!" katanya.

Siau Po tertawa terbahak-bahak.

"Hei, apa yang kau tertawakan?" tanya si orang tua. Dia tidak tahu bahwa dirinya telah berhasil memecahkan kebohongan orang, Karena itu, Siau Po sengaja tertawa terbahak-bahak agar orang tua itu menjadi bimbang kembali.

Siau Po masih tertawa, Sesaat kemudian dia baru berkata.

"Orang yang paling dibenci oleh keluarga Bhok bukan Thay hou atau Sri Baginda, mungkin kau sendiri tidak tahu."

"Mana mungkin aku tidak tahu? Yang paling dibenci oleh keluarga Bhok sudah pasti Gouw Sam Kui."

Sekali lagi Siau Po menunjukkan mimik kagum.

"Hebat!" serunya, "Ciong samya memang benar-benar lihay." Tanpa menunggu komentar dari orang tua itu, dia segera melanjutkan kata-katanya. "Ciong samya, biarlah aku berkata terus terang kepadamu. Orang Bhok ongya bekerja pada Thay hou, tujuan utamanya adalah untuk mencelakai Gouw Sam Kui agar dihukum mati beserta seluruh keIuarganya. Kalau perlu, segala anjing dan ayam peliharaannya pun tidak ketinggalan jangankan di dalam istana kaisar, di dalam istana Peng Si Ong pun ada orangnya Bhok onghu, sebetulnya ini merupakan rahasia besar, tapi tidak apa-apa aku memberitahukan kepadamu, asal kau jangan membocorkannya saja!"

Ciong samya menganggukkan kepalanya. "Oh, rupanya begitu." katanya, Tapi di dalam hati dia hanya percaya setengahnya saja, Diam-diam dia mengambil keputusan -- sekarang biar aku periksa dulu beberapa orang yang di luar itu untuk mendapat kenyataan Aku ingin tahu apakah pengakuan kedua belah pihak sama atau tidak, sebaiknya aku mulai dari si nona muda, anak masih bau kencur begitu biasanya jarang berdusta."

Karena itu dia segera membuka pintu dan melangkah ke luar, Siau Po terkejut setengah mati.

"Eh, kau mau ke mana? ini kan rumah hantu. jangan kau tinggal aku sendirian di sini!"

"Aku akan segera kembali." sahut si orang tua meneruskan langkah kakinya.

Siau Po benar-benar bingung, Sesaat kemudian terdengar suara teguran yang nyaring.

"Hei! Kalian semua pergi ke mana?"

Kembali Siau Po terkejut hatinya, Dia mengenali suara si orang tua yang mengandung kekhawatiran

"Apakah me... reka semua tidak... ada di depan?" tanyanya.

"Ke mana kalian?" teriak si orang tua kembali "Kalian ada di mana?"

Pertanyaan itu diajukan dengan suara yang lebih keras lagi, tetapi keadaan tetap sunyi senyap, tidak terdengar jawaban dari seorang pun.

Sesaat kemudian, Siau Po mendengar suara langkah kaki berlari-lari, lalu suara pintu ditendang dan terakhir kembali terdengar suara langkah kaki yang berlari, tapi arahnya kembali ke tempat semula, Dan ternyata pada saat itu juga tampak si orang tua menerobos masuk.

Hati Siau Po terkejut Dia melihat wajah orang tua itu berubah menjadi pucat pasi, seakan tidak ada setetes pun darah yang mengalir di dalamnya, Matanya membelalak dam menyiratkan sinar kebingungan.

"Me... reka... semua te... lah lenyap!" Akhirnya orang tua itu dapat bersuara juga setelah berdiri terpaku sekian lama.

"Apa,., kah mere... ka dilarikan setan?" tanya Siau Po dengan nada takut, "Ce... pat! Cepat kita tinggalkan tempat ini!"

"Mana bisa?" bentak si orang tua, Tangannya bertumpu pada meja dan meja itu bergetar Hal ini menandakan betapa khawatir dan bingungnya hati orang tua itu. Kemudian dia melangkah ke arah pintu dan melongok ke luar. "Hei! Di mana kalian? Di mana kalian semua?"

Meskipun dia mengulangi lagi pertanyaan itu, tetap saja tidak terdengar adanya jawaban, Tapi si orang tua masih memasang telinga, Kesunyian masih mencekam rumah itu.

Walaupun usianya sudah tua dan pengalamannya banyak, tetap saja hatinya gelisah, Sekian lama dia berdiri terpaku, akhirnya dia melangkah mundur ke dalam, pintu kamar dirapatkan lalu dipalangkan. Matanya melirik kearah Siau Po yang sedang ketakutan.

Siau Po menatap orang tua itu lekat-lekat, Tampak dia menggertakkan giginya erat- erat dan kulit wajahnya berubah-ubah, Sekilas tampak pucat pasi, sekejap kemudian kebiru-biruan.

Sebetulnya hujan sudah berhenti cukup lama, tetapi tiba-tiba menjadi deras kembali seperti ada berputuh-puluh ember air yang dijatuhkan dari langit

"Oh! Hujan lagi?" terdengar orang tua itu menggumam seorang diri. Tampaknya dia terkejut sekali.

Sesaat kemudian, terdengar suara seseorang dari arah ruangan pendopo, Meskipun hujan lebat sekali, tapi suara itu bisa terdengar jelas.

"Ciong losam, kemarilah!"

Suara itu suara seorang wanita dan terdengar merdu sekali, Tapi Siau Po dapat mengenali bahwa itu bukan suara Kim Peng atau pun Pui Ie.

"Setan perempuan!" teriak Siau Po dalam kagetnya, Rasa takutnya muncul kembali. "Siapa yang memanggil aku si orang tua?" tanya orang tua itu sengaja mengeraskan 

suaranya.

Namun tidak terdengar suara sahutan dari arah pendopo, hanya suara tetesan air hujan yang membisingkan.

Si orang tua menolehkan wajahnya menatap Siau Po. Si bocah juga sedang memperhatikannya, Untuk sesaat mereka saling menatap, Keduanya berdiam diri, Seluruh bulu kuduk mereka seakan meremang.

Namun kesunyian tidak berlangsung lama, kembali terdengar suara wanita tadi. "Ciong losam, ke luarlah!" Demikian katanya, Suara itu membuat perasaan menjadi 

tidak enak.

Dalam keadaan seperti itu, si orang tua masih dapat menabahkan hatinya, Mendadak dia menendang pintu kamar sehingga menjublak, Setelah itu dia mencelat ke luar,  Rupanya dia ingin menyusul suara panggilan itu agar orangnya tidak keburu menghilang.

"Jangan ke luar!" teriak Siau Po.

Tapi orang itu sudah menghilang di balik pintu, sesampainya di ruangan pendopo, orang tua itu tertegun, Keadaan di sana tetap sunyi senyap, Tidak ada seorang pun yang ada di sana, Tidak terdengar suara apa pun, juga suara langkah kaki orang yang sedang berlari.

Kalau toh ada suara yang masuk, hanyalah suara angin yang membawa tampiasan air hujan, Hawa dalam ruangan itu menjadi dingin sekali.

Siau Po sampai menggigil seluruh tubuhnya, dia bermaksud berteriak tapi tidak berani. Suasana mencekam di sekitarnya membuat hatinya takut.

Braakkk! Tiba-tiba terdengar suara menggabruk.

Rupanya pintu pendopo itu tertutup sendi karena hembusan angin yang kencang, Keduanya terdiam, mata mereka membelalak tapi otak mereka bekerja. Dalam hati mereka menduga-duga Suara siapakah yang terdengar tadi? Dari mana datangnya? Dan ke mana orangnya menghilang?

Pikiran Siau Po sendiri ikut melayang-layang.

-- Ah! Aku tahu sekarangl Setan hanya menganggu orang dewasa, tidak mengganggu anak kecil -- hiburnya sendiri Atau... sudah banyak manusia yang mereka makan sehingga perut mereka sudah kenyang, Aih! Yang penting hari cepat pagi.,., -

Sekonyong-konyong berhembus lagi angin yang dingin tadi Lilin dalan ruangan itu sampai padam sehingga keadaan menjadi gelap gulita.

Siau Po ketakutan sehingga dia menjerit-jeri, tiba-tiba dalam ruangan itu bertambah lagi satu setan...

Dalam pandangan Siau Po, setan itu berdiri tepat di depannya. Ruangan itu memang gelap dan tubuh setan itu bagai sesosok bayangan hitam.

"Eh, jangan... jangan kau ganggu aku!" katanya gugup, "A... ku sendiri juga sudah menjadi setan seperti engkau, Kita adalah orang sendiri.... Tak ada gunanya kau. "

"Jangan takut!" kata setan itu dengan nada dingin, "Aku tidak akan mengganggumu."

Terdengar jelas bahwa suara itu ke luar dari mulut seorang wanita, Mendengar suara itu, hati Siau Po menjadi agak tenang. "Kau sudah mengatakan tidak akan menggang-guku, aku yakin kau akan memegang janjimu." kata Siau Po. "Seorang yang gagah harus menjaga ucap-annya, Kalau kau sampai mengganggu artinya kaulah yang setan. "

"Aku bukan setan, aku juga bukan segala macam orang gagah." kata wanita itu, "Aku ingin bertanya kepadamu, di kerajaan, Go Pay yang berpangkat tinggi itu, apakah

benar-benar mati di tanganmu?"

"Benarkah kau bukan setan?" tanya Siau Po tanpa menjawab pertanyaan wanita itu. "Kau musuh Go Pay atau sahabatnya?"

Dibalas dengan pertanyaan sedemikian rupa, wanita itu tidak memberikan jawabannya. itulah sebabnya Siau Po menjadi ragu lagi Benarkah dia bukan setan? Kalau dia musuh Go Pay, paling baik memang berterus terang, tapi kalau dia sahabatnya Go Pay, jiwanya bisa terancam bahaya, otaknya bekerja keras memikirkan langkah yang harus diambilnya.

- Aih! Sudahlah! --, pikirnya lebih jauh, Biar, aku pertaruhkan nyawaku, Kalau 

dugaanku benar, dia tentu akan menganggap aku sebagai seoran pahlawan, Sebaliknya, kalau aku salah, paling-paling selembar nyawaku ini akan melayang di tangan nya. --

Dengan membawa pikiran demikian, dia segera berkata dengan suara lantang. "Memang benar Lohulah yang membunuh Go Pay. Apa yang kau inginkan? Dengan 

satu tikaman di perut nya, lohu mengirim dia pulang ke alam baka, Rohnya langsung 

menghadap Raja Akherat, Kau ingin membalaskan dendamnya? Silahkan! Kalau lohu sampai mengernyitkan kening sedikit saja, aku bukannya seorang eng hiong atau hohan."

Wanita itu tidak menjawab, dia malah bertanya ragu, suaranya masih dingin seperti sebelumnya.

"Mengapa kau membunuh Go Pay?"

Kembali pikiran Siau Po bergerak dengan cepat,

-- Kalau kau memang sahabat Go Pay, biar pun aku timpakan kesalahan pada Sri Baginda, tidak ada gunanya juga, kau pasti tidak akan mengampuni aku. Kalau kau musuhnya, hm... Dengan membawa pikiran demikian, dia segera menjawab dengan 

berani.

"Go Pay mengangkangi pemerintahan tidak terhitung banyaknya rakyat yang mati gara-gara dia. Oleh karena itu, meskipun aku masih muda sekali, aku sangat membenci nya. Kebetulan sekali dia berbuat kesalahan terhadap Sri Baginda, maka aku menggunakan kesempatan itu untuk membunuhnya. Seorang laki-Iaki, berani berbuat, berani pula bertanggung jawab, Aku akan mengatakan terus terang kepadamu,  walaupun seandainya Go Pay tidak berbuat kesalahan terhadap raja, aku tetap akan mencari kesempatan untuk membunuhnya, Demi membalaskan sakit hati rakyat."

Apa yang diucapkan Siau Po sebenarnya hanya meniru kata-kata para anggota Ceng Bok Tong. Untuk membunuh Go Pay, dia mendapat perintah dari raja, Apa yang terjadi berlainan dengan ceritanya.

Mendengar keterangan Siau Po, untuk sesaat wanita itu membungkam, jantung Siau Po berdegup-degup, hatinya bertanya-tanya, Dia sebetulnya musuh atau sahabat Go Pay? Dugaannya tepat atau salah?

Sesaat kemudian terasa ada angin yang berhembus lewat, tampak wanita itu, entah setan atau bukan, melesat ke luar dari kamar itu.

Siau Po berusaha menggerakkan tubuhnya, di terkejut setengah mati, ternyata dia tidak bisa berkutik sedikit pun. Rupanya wanita itu telah menotoknya.

Celaka! pikirnya dalam hati, Sekarang, setelah ditinggal sendirian, Siau Po dapat berpikir denga tenang, Dia yakin wanita itu bukan setan, melain kan seorang manusia seperti dirinya, Tiba-tiba serangkum angin menghembus kembali, tubuhnya menggigil kedinginan sebab pakaiannya belum kering sama sekali.

Ketika hatinya dilanda kegelisahan dan kebingungan, tiba-tiba ia melihat sinar api yang sedang menuju ke arahnya dengan perlahan-laha Dia segera memperhatikan dengan seksama, Hati nya tercekat

"Setan jangkung! Setan jangkung!" serunya lirih. Dia berdiam diri dan menatap ke arah api it lekat-lekat

Semakin lama api itu semakin mendekat, cahayanya tidak terlalu tajam, hatinya menjadi agak lega, Ternyata hanya sebuah lentera yang ditenteng oleh seorang perempuan atau setan bergaun putih Meskipun demikian, cepat-cepat dia merapatkan kedua matanya, dia tidak berani memperhatikan terlalu lama.

Meskipun sepasang matanya telah dipejamkan tapi telinganya masih dapat mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat dan akhirnya berhenti tepat di depannya, jantung Siau Po berdegup semakin kencang.

Tiba-tiba Siau Po mendengar suara tawa seorang gadis yang kemudian bertanya kepadanya.

"Eh, kenapa kau memejamkan matamu?" Suara itu halus dan merdu.

"Jangan kau takut-takuti diriku!" kata Siau Po dengan suara gemetar "Aku tidak berani melihat ke arahmu." Setan perempuan itu kembali tertawa.

"Apakah kau takut melihat darah mengalir dari hidung dan mataku? Atau kau takut melihat lidahku yang menjulur ke luar?" tanyanya, "Cobalah berani-kan dirimu melihat aku sebentar saja.,.!"

"Aku tidak akan kena diperdayakan olehmu!" teriak Siau Po. "Pasti rambutmu riap- riapan dan wajahmu penuh dengan noda darah, apanya yang bagus dilihat?"

Setan perempuan itu tertawa geli. Tiba-tiba dia meniup Siau Po.

Mula-mula Siau Po terkejut, kemudian dia merasa angin yang timbul dari hembusan mulut perempuan itu terasa hangat sebagaimana umumnya ke luar dari mulut manusia, Hidungnya juga mencium bau harum yang tipis, ia merasa heran, karena itu dia membuka matanya sedikit untuk mengintip.

Apa yang dilihatnya? Wajah penuh noda dengan rambut panjang beriap-riap? Tidak!

Justru kebalikannya, Dia melihat selembar wajah putih halus, alis bak bulan sabit dan bibir yang mungil Wajah yang cantik dan penuh dengan senyuman yang manis.

Siau Po mengintip lagi. Dia membuka sepasang matanya lebar-lebar. sekarang dia dapat melihat dengan tegas, bahwa yang di pikirnya sebagai setan perempuan, ternyata seorang nona cilik yang wajahnya manis sekali Siau Po menduga usianya paling banter empat belas atau lima belas tahunan, wajahnya cantik, Rambutnya digelung menjadi dua. Nona itu sedang menatapnya dengan bibir tersenyum.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar