Kaki Tiga Menjangan Jilid 29

Jilid 29

"Kalau urusan itu menyangkut rahasia Tian-te hwe, lebih baik tidak perlu kau katakan!" kata To kionggo.

"Tapi.,." sahut Siau Po. "Kau orang baik-baik, aku rasa tidak ada halangannya memberitahukan kepadamu, Thian-te hwe kami sudah membuat perjanjian dengan pihak Bhok onghu, kami akan bekerja sama tapi untuk itu kami harus berlomba, Siapa yang lebih dulu berhasil menumpas Go Sam-kui, maka pihak yang satu harus tunduk pada perintah pihak yang berhasil itu. Karena itulah Suhu menyuruh aku menyelundup dalam istana untuk mencari berita rahasia yang bisa menjatuhkan Go Sam-kui. Dengan demikian Bhok onghu akan tunduk pada Tian-te hwe. Karena itulah aku selalu mencuri dengar pembicaraan ibu suri!"

"Oh, begitu!" kata si dayang. "Bagiku sendiri, tidak perduli pihak mana pun yang berhasil menjatuhkan Go Sam-kui, tetap merupakan hal yang menggembirakan!"

Tapi, bibi To," kata Siau Po dengan suara memohon. "Kau harus membantu kami, jangan kau membantu pihak Bhok onghu!"

To kionggo ragu-ragu, tapi akhirnya dia berkata.

"Sebetulnya aku tidak bermaksud berpihak kepada siapa pun, tapi, baiklah, kalau ada kesempatan aku membantu pihakmu!"

"Terima kasih, bibi! Terima kasih!" kata Siau Po gembira sekali

To kionggo menarik nafas panjang, "Sayang sekali kita tidak dapat kembali ke istana lagi, Kalau tidak, tentu kita bisa bekerja sama dan saling membantu!" katanya.

"Tapi," tukas Siau Po. "Sri Baginda sangat menyayangi aku. Kalau aku kembali secara diam-diam, aku percaya beliau tidak akan memberitahukan kepada thayhou, LagipuIa, seranganmu terhadap thayhou cukup berat, meskipun sekarang belum mati, entah bagaimana keadaannya, belum tentu lukanya bisa disembuhkan..."

Sepasang alis To kionggo langsung berkerut mendengar ucapan Siau Po.

"Benar, adik. Apa yang kau katakan memang benar!" katanya, "Sekarang, adikku, ada sesuatu yang ingin kubicarakan. Aku harap kau bersedia membantu aku mencuri 

beberapa jilid kitab Si Cap Ji cin-keng itu!"

Siau Po pura-pura berpikir

"Seandainya umur thayhou tidak panjang, tentu kitab-kitab itu akan dimasukkan ke dalam peti matinya apabila beliau wafat!" katanya setelah lewat sejenak. "Tidak, tidak mungkin!" kata To kionggo yakin, "Aku hanya khawatir didahului oleh Sin Liong kaucu yang cerdik itu. Kalau hal ini sampai terjadi, celaka!"

Siau Po heran mendengar disebutnya nama Sin Liong kaucu yang berarti ketua atau pemimpin dari sebuah perkumpulan bernama Naga sakti, Baru pertama kali ini dia mendengarnya.

"Siapa dia?" tanya Siau Po.

To kionggo tidak menjawab, dia hanya berjalan mondar-mandir di dalam kamar Ketika dia melihat fajar mulai menyingsing di luar jendela, dia segera membalikkan tubuhnya dan menatap Siau Po.

"Kita tidak dapat bicara terlalu banyak di sini, mungkin saja dinding di sini ada telinganya, Mari kita pergi!"

Selesai berkata, To kionggo segera membungkukkan tubuhnya dan memondong dua sosok mayat yang tergeletak di atas lantai untuk dinaikkan ke atas kereta yang ada di depan penginapan tersebut.

Siau Po mengikuti perbuatannya, Dia menggotong mayat yang ketiga, Untung saja ketiga siwi itu mati karena totokan, jadi ditubuh mereka tidak terdapat bekas luka dan tidak ada setetes noda darah pun yang ketinggalan.

Di luar penginapan, To kionggo berkata.

"Pemilik penginapan beserta pelayannya ditotok oleh ketiga siwi ini. Sampai waktunya jalan darah mereka akan bebas sendiri, mari kita pergi!"

Siau Po setuju, Dia menganggukkan kepalanya, Keduanya melompat naik ke atas kereta. Mereka duduk berdampingan di depan Si dayang yang mengendalikan tali kuda, Kereta segera dilarikan ke arah barat.

Setelah lewat tujuh delapan li, hari sudah terang sekali, Di sisi jalan terdapat banyak kuburan tua. To kionggo melemparkan ketiga sosok mayat siwi itu, kemudian dia menindihnya dengan batu-batu besar dan naik lagi ke atas kereta serta men- jalankannya kembali.

"Sekarang, sembari menjalankan kereta, kita dapat berbicara dengan tenang," katanya kemudian "Kita tidak perlu khawatir ada orang yang mendengarnya."

Siau Po tertawa.

"Bagaimana kalau ada orang yang bersembunyi di kolong kereta?" tanyanya. To kionggo terkejut "Kau benar!" katanya kagum "Ternyata kau lebih teliti daripada aku!"

Dia langsung mengayunkan cambuknya berkali-kali ke bawah kereta sehingga terdengar suaranya yang nyaring dan berisik, tetapi tidak ada reaksi apa pun dari bawah kereta, Hal ini membuktikan bahwa tidak ada orang yang bersembunyi di sana.

Jalanan yang mereka lalui adalah jalan raya, tapi keadaannya sunyi sekali. "Kau pernah menolong jiwaku dan aku juga pernah menolong jiwamu," kata To 

kionggo kemudian "Dengan demikian kita telah menjadi sahabat sehidup semati, Hari 

depan kita masih panjang, masih banyak kesempatan bagi kita untuk saling membantu, Adik kecil, usiamu masih muda sekali, sebenarnya pantas bagi aku untuk menjadi ibumu, Aku bersyukur kau mau memanggilku bibi, Tapi aku mempunyai usul, entah kau setuju tidak, Bagaimana kalau aku menjadi bibimu yang sah? Aku akan mengakui kau sebagai keponakanku!"

"Bagus!" sahut Siau Po. Dia berpikir dalam hati. "Tidak ada salahnya menjadi keponakan perempuan ini, aku toh sudah memanggilnya bibi!" kemudian dia menambahkan "Tapi ada satu hal yang menjadi masalah. Kalau kau sudah tahu, mungkin kau tidak sudi lagi menganggap aku sebagai keponakan mu. "

To kionggo menatapnya lekat-lekat Dia merasa agak heran, "Apa itu?" tanyanya.

"Aku tidak mempunyai ayah," sahut Siau Po terus terang, "Lebih dari itu, ibuku tinggal di rumah pelesiran menjadi perempuan penghibur."

To kionggo tertegun saking herannya, Tetapi sesaat kemudian dia tertawa, wajahnya berseri-seri.

"Keponakanku yang baik, hal itu bukan persoalan!" katanya. "Seorang enghiong tidak perlu mengkhawatirkan asal-usu!nya yang rendah. Bukankah Beng thaycou, leluhur kerajaan Beng kita tadinya juga seorang bikhu, bahkan pernah menjadi gelandangan? Anak, urusan seperti ini pun tidak kau sembunyikan dari ku. Hal ini menandakan kejujuran hatimu, Baiklah! Aku juga tidak akan merahasiakan siapa diriku.."

Mendengar ucapan wanita itu, Siau Po berpikir dalam hati.

"lbuku memang seorang pelacur Mau Sip-pat toako juga sudah tahu, tapi dia pun tidak mengatakan apa-apa. Bukankah urusan ini tidak mungkin disembunyikan untuk selamanya? Untuk apa aku menutupinya? Lebih baik aku bersikap terus terang!"

Membawa pikiran demikian, segera dia melompat turun dari kereta, kemudian menjatuhkan diri berlutut di depan To kionggo sambil menjura dan menganggukkan kepalanya. "Bibi, harap bibi sudi menerima hormat Wi Siau-po, keponakanmu ini!"

Menyaksikan hal itu, bukan main terharunya hati To kionggo Sudah berapa puluh tahun dia mengeram dalam istana tanpa sanak atau orang yang dekat dengannya sehingga dia merasa kesepian. Hatinya langsung tergerak mendapat perlakuan sedemikian rupa dari si bocah. Dia langsung melompat turun dari kereta dan membangunkan Siau Po.

"Oh, keponakanku yang baik! Anak, mulai detik ini, aku mempunyai seseorang yang dekat denganku!"

Tak sanggup To kionggo melanjutkan kata-katanya, air matanya langsung mengucur dengan deras. Lewat sesaat, dia baru tertawa, Hatinya senang sekali.

"Anak, kau lihat sendiri, benar-benar memalukan Tanpa karu-karuan bibimu menangis.

Setelah itu keduanya melompat ke atas kereta lagi, To kionggo duduk dengan tangan kanan memegang tali kendati kereta dan tangan kirinya menggenggam tangan Siau Po erat-erat. Perlahan-lahan, kereta itu pun dijalankan.

"Anak," setelah sekian lama, terdengar dayang itu berkata kembali "Aku she To, nama lengkapku Hong Eng. Aku masuk ke dalam istana sejak berusia dua belas tahun dan di tahun kedua aku mulai melayani Tiang kongcu. "

"Tiang kongcu?" tanya Siau Po menegaskan "Benar!" sahut To kionggo, "Pada waktu Sri Baginda Cong Ceng meninggalkan istana, dengan satu tebasan dia mengutungkan lengan Tiang kong-cu. Ketika itu aku menyaksikannya dengan mata kepala sendiri Aku langsung menghambur ke arah tuan putri untuk menolongnya, justru pada saat itulah Sri Baginda mengayunkan goloknya kembali dan tepat mengenai punggungku Aku pun roboh dan pingsan, Ketika akhirnya aku tersadar kembali, aku tidak melihat Tiang kongcu lagi, Keadaan di istana sudah kacau balau, Tidak ada orang yang memperdulikan diriku, Tidak lama kemudian muncullah pengkhianat yang menyerbu istana, Setelah itu datang bangsa Tatcu yang mengusir pengkhianat itu dan akhirnya bangsa Boan yang memerinta negara ini, Yah... urusan itu sudah terjadi lama sekali. "

"Oh, rupanya bibi masuk ke dalam istana semenjak Sri Baginda Cong Ceng dari dinasti Beng masih memegang tampuk pemerintahan!" kata Sia Po dengan pandangan kagum.

"Benar, anak!" sahut To kionggo.

“Tapi.,." kata Siau Po. "Bukahkah Tiang kongcu itu puteri Sri Baginda Cong Ceng? Mengapa raja membacok anaknya sendiri?"

To kionggo menarik nafas panjang. "Memang Tiang kongcu putrinya sendiri, bahkan raja sangat menyayanginya," sahut To kionggo, "Tapi karena kotaraja sudah terjatuh ke tangan musuh dan sudah menduduki istana, Sri Baginda Cong Ceng ingin mengorbankan dirinya, Dia tidak sanggup membela diri lagi, namun tidak rela putrinya terjatuh ke tangan musuh, Karena itulah, beliau mengambil jalan pendek dengan maksud membunuh Tiang kongcu!"

"Oh, begitu.,." kata Siau Po. "Bukankah belakangan Sri Baginda Cong Ceng mati menggantung diri di bukit Bwe San?"

"Di kemudian hari, memang berita itulah yang kudengar Bangsa Tatcu bisa masuk ke Tionggoan karena ada Go Sam-kui yang membukakan pintu setelah pengkhianat penyerbu berhasil diusir Setelah bangsa Boan menduduki istana, di antara para dayang dan thay-kam yang masih ada hanya tinggal beberapa orang saja, Yang lainnya dipecat karena diragukan kesetiaannya, sedangkan aku sendiri masih kecil, juga terluka, Aku dibiarkan berbaring dalam sebuah kamar yang remang-remang, Singkat-nya, tiga tahun kemudian aku baru bertemu dengan guruku."

"Bibi, ilmu silat bibi tinggi sekali, tentunya guru bibi luar biasa lihaynya!" kata Siau Po. "Tentang kepandaian, tidak bisa dipastikan Di dalam negeri kita ini, entah ada berapa 

banyak tokoh-tokoh berilmu tinggi. Guruku itu juga menerima perintah dari gurunya lagi 

untuk menyelundup ke dalam istana dan menyamar sebagai dayang!"

Sembari berkata, To kionggo mengayunkan cambuknya lebih keras agar kereta berjalan lebih cepat.

Tujuan guruku masuk ke dalam istana adalah untuk mencari ke delapan perangkat kitab Si Cap Ji cin-keng," katanya menjelaskan lebih jauh.

"Jadi... kitab itu terdiri dari delapan perangkat?"

"Benar, Bangsa Boan Ciu terdiri dari Pat ki (delapan bendera), Warna kuning, putih, merah dan biru disebut Suki (empat bendera) dan ada ia Siang suki (Empat bendera bersulam), Setiap Ki Ciu (Pemimpin bendera) mengepalai satu bagian atau kelompok, semuanya terdiri dari delapan kelompok dan otomatis kitabnya juga ada delapan."

"Aku mengerti sekarang," kata Siau Po, "Aku pernah melihat kitab milik thayhou serta dua jilid lainnya yang disita dari rumah Go Pay, Semua kita itu berlainan warnanya. Ada yang bertali putih, ada pula yang bersulam tepian merah."

"Tentang tali atau sulamannya yang warnanya berbeda-beda, aku tidak tahu," kata To kionggo, "Aku sendiri belum pernah melihatnya."

Sementara itu, Siau Po berpikir.

"Aku telah memiliki enam jilid kitab itu, berarti masih kurang dua jilid Iagi, Entah apa keistimewaan kitab itu? Tentunya bibi To mengetahui rahasia itu. Aku harus mencari  akal untuk menanyakannya, Tapi harus tanpa dicurigai atau diketahui maksudku yang sebenarnya. " Karena itu dia segera berlagak pilon dan berkata:

"Oh, rupanya nenek guru memuja pousat dan Sang Buddha! Kitab dari istana itu tentu luar biasa sekali, kemungkinan hurufnya ditulis dengan air emas!"

"Bukan!" sahut To kionggo, "Keponakanku yang baik, biarlah aku memberitahukan kepadamu, Tapi ini merupakan sebuah rahasia besar jangan sekali-sekali kau membocorkannya. Ada baiknya kita mengangkat sumpah."

Siau Po menurut Dia segera mengucapkan sumpah. Baginya bersumpah merupakan makanan sehari-hari, Sekarang bersumpah, besok dia sudah melupakannya, Dia juga tidak sudi memberitahukan bahwa dia sudah mempunyai enam jilid kitab Si Cap Ji cin- keng, Terpaksa dia berbohong, sekalipun terhadap bibi yang menyayanginya itu.

Beginilah bunyi sumpahnya: "Raja Langit dan Ratu Bumi, kalau tecu, Wi Siau-po, membocorkan rahasia kitab Si Cap Ji cin-keng, biarlah tecu disambar geledek atau ditikam ribuan kali dan mati tersiksa seperti kakak seperguruannya si kura-kura thayhou, malah lebih menderita sepuluh kali lipat!"

To kionggo tertawa.

"Sumpah ini cara yang baru dan aneh!" katanya, "Nah! Ketika bangsa Tatcu menyerbu masuk wilayah perbatasan, dia mengakui secara terang-terangan bahwa dia akan menyerbu lebih dalam sehingga berhasil merampas kerajaan Beng yang maha besar, sebenarnya jumlah mereka kecil dan mulanya mereka sudah merasa puas dapat menduduki tanah perbatasan, itulah sebabnya mula-mula mereka hanya main rampas dan merampok harta benda untuk dibawa ke Kwan gwa. (Luar perbatasan), Tatkala itu, yang berkuasa dalam pemerintahan Ceng adalah pangeran Sit Cin ong, pamannya kaisar Sun Ti. Dialah yang mengatur tempat persembunyian harta rampasan itu. Tempat penyimpanannya sangat rahasia sekali dan dia membuat petanya yang terbagi menjadi delapan bagian, Setiap Ki cu (pemimpin bendera) dari Pat ki (delapan bendera) masing-masing menyimpan satu helai."

"Oh! Aku mengerti sekarang!" seru Siau Po yang tiba-tiba berdiri namun terjungkal jatuh kembali karena dia lupa kalau kereta sedang bergerak "Tentunya gambar peta itu disimpan dalam delapa jilid kitab Si Cap Ji cin-keng."

"Rasanya memang demikian, tapi hal yang sebenarnya hanya diketahui oleh setiap Ki cu dari Pat ki," kata To kionggo, "Jangan kata kita bangsa Han, mungkin pangeran- pangeran dan menteri-menteri bangsa Boanciu sendiri jarang yang mengetahuinya, Menurut penuturan guruku, gunung di mana harta karun itu disimpan disebut Liong meh (nadi naga)-nya bangsa itu, Menurutnya pula, bangsa Tatcu berhasil menduduki Tionggoan karena mengandalkan "nadi naga" itu. "

"Sebenarnya, apa artinya Liong meh?" tanya Siau Po. "Liong meh itu artinya hampir sama dengan Hongsui, atau kedudukan tanah yang bagus, untuk membangun rumah, pemakaman dan sebagainya," kata To kionggo menjelaskan "Leluhur bangsa Tatcu dimakamkan di gunung itu, dan menurut orang pandai, anak cucunya akan bangkit, makmur dan berhasil menduduki Tionggoan, Guruku mengatakan apabila kita bisa memutuskan nadi naga itu, kemudian kita gali dan bongkar kuburan leluhur bangsa Tatcu itu, bukan saja raja bangsa itu tidak bisa memegang kekuasaan lagi, bahkan seluruhnya akan terbinasa di tangan kita, Demikian pentingnya gunung itu sehingga nenek guru serta guruku sudah berusaha mencarinya selama puluhan tahun. Katanya, rahasia gunung itu ada dalam kitab Si Cap Ji cin- keng."

"Bibi," Siau Po masih kurang mengerti "Kalau memang hal itu merupakan rahasia besar bangsa Tatcu, bagaimana nenek guru serta guru bibi bisa mengetahuinya?"

“Terlalu panjang untuk menceritakannya," kata To kionggo, "Perlu diketahui bahwa nenek guruku adalah seorang bocah perempuan bangsa Han yang diculik seorang Ki cu dari bendera biru sulam bangsa Boan. Mereka merasa bingung karena mereka mendapatkan kenyataan Tionggoan begitu luas, rakyatnya banyak dan tanahnya indah. Mereka senang sekaligus khawatir Banyak hari-hari yang mereka lewati dengan mengadakan rapat untuk membicarakan tindakan mereka selanjutnya, dalam rapat itu tidak jarang mereka bertengkar karena berselisih pendapat." 

"Mengapa?"

"Di antara mereka ada beberapa yang mengajukan usul untuk merebut Tionggoan, tapi ada sebagian yang bimbang dan cemas, Hal ini disebabkan saking banyaknya penduduk bangsa Han. Apabila bangsa Han memberontak ibarat seratus orang melawan satu. Mana mungkin orang-orang dari Bendera itu dapat melawannya? Dalam rapat, ada pula yang mengusulkan melakukan perampokan habis-habisan dan membawa hasilnya ke asal mereka. Akhirnya Sit Ceng ong yang mengambil keputusan Dia menyatakan untuk menggunakan cara "Sambil menyelam minum air", yakni merampas sekaligus menduduki Tionggoan, seandainya rakyat Han memberontak, mereka bisa mundur keluar dari Sanhay kwan, tanah mereka sendiri."

"Kalau begitu," kata Siau Po. "Sejak dulu kala bangsa Tatcu sudah agak takut menghadapi bangsa Han kita!"

Yang dimaksud dengan bangsa Tatcu ialah bangsa Boanciu (Mancu), Dan Boan Ceng merupakan panggilan untuk kerajaan Ceng. sedangkan bangsa Han adalah bangsa Cina asli, penduduk yang dilahirkan di Tionggoan, Bangsa Cina terdiri dari berbagai suku, termasuk suku Mongolia, Suku Mongolia tinggal di Mongol, sebab pada saat itu Mongol luar sudah terpisah dari daratan Cina (Kalau zaman sekarang kita katakan sudah merdeka dan membangun negara sendiri). Meskipun suku Mongol dan Boanciu pernah menyerbu serta merampas negara Tionggoan dan bahkan menduduki nya, tapi akhirnya mereka sendiri terpengaruh oleh budaya Han dan semua menjadi bangsa Cina pada akhirnya. To kionggo melanjutkan ceritanya.

"Bagaimana tidak takut? Bahkan sampai sekarang mereka masih juga merasa takut, Kecacatan kita justru karena kita tidak bersatu padu, kita terpecah belah, Nah, keponakanku, raja Tatcu sangat menyayangimu dan menyukaimu. Kau harus mencari jalan untuk mendapatkan kitab Si Cap Ji cin-keng itu. Kalau kau berhasil, kita bisa mencari harta karun itu dan digunakan untuk biaya perbekalan pasukan perang dan merobohkan kerajaan Ceng, Dengan demikian kita bisa membangun kembali kerajaan Beng kita."

Siau Po mengangguk walaupun perhatiannya tidak tertarik sama sekali tentang memutuskan nadi naga atau memberontak melawan pemerintah Ceng, Yang membuat perhatiannya tertarik, justru harta karun yang disimpan dalam gunung itu. Semangatnya jadi terbangun membayangkan hal itu.

"Bibi," tanya Siau Po. "Benarkah rahasia letak gunung Liong meh itu ada dalam kitab Si Cap Ji cin-keng?"

"Mengenai pertanyaanmu itu, aku hanya dapat memberi penjelasan begini," kata To kionggo, "Menurut keterangan nenek guruku, setelah mengadakan rapat selama beberapa hari berturut-turut, Sit Ceng-ing pulang ke istananya dengan membawa sebuah buntalan yang disimpannya dengan hati-hati sekali, Pada suatu hari, setelah minum arak sampai mabuk, Sit Ceng ong berkata kepada istri mudanya, apabila dia wafat nanti, buntalan itu harus diserahkan kepada putera istri mudanya itu dan jangan sekali-sekali diserahkan kepada putra Toa hokcin (istri tua). 

Tentu saja istri mudanya itu menjadi tidak senang. Apa gunanya beberapa jilid kitab agama Buddha? Demikian pikirnya, Tapi Sit Ceng ong menjelaskan bahwa beberapa kitab itu justru merupakan titik penting dalam kehidupan Pat ki mereka, itulah sebabnya kitab-kitab itu lebih berharga dari apa pun.

Secara ringkas pangeran itu menjelaskan lebih jauh tentang riwayat kitab itu, pada saat itulah nenek guruku mencuri dengar pembicaraan mereka dari luar jendela sehingga dia mengetahui betapa pentingnya kitab itu. 

Ketika itu ilmu silat nenekku sudah tinggi sekali dan guruku juga sudah beberapa tahun belajar dengannya, Karena itulah nenek guruku menyuruh guruku masuk ke dalam istana dan menyamar sebagai dayang, Tidak lama setelah guruku masuk ke dalam istana, keluarlah peraturan baru yang melarang keras para thay-kam dan para dayang sembarangan keluar masuk istana. 

Dengan demikian, guruku itu bahkan belum pernah melihat wajah, itulah sebabnya beliau mendapat kesulitan untuk mencari kitab tersebut. Mula-mula guruku senang kepadaku ketika aku menceritakan pengalamanku bersama Tiang kongcu, akhirnya beliau menerima aku sebagai murid dan mengajarkan ilmu silat kepadaku." "Pantaslah thayhou bertekad mendapatkan kitab-kitab itu," kata Siau Po. "Dia orang Boanciu, jadi tidak mungkin dia memutuskan nadi naga itu, Tentu dia hanya berminat pada harta karun yang tersimpan di dalamnya, Yang aneh, dia kan ibu suri! Apa yang diinginkannya pasti dapat dimilikinya Mengapa dia masih menginginkan harta itu?"

"Mungkin di dalam gunung itu ada sesuatu yang aneh," kata To kionggo, Tentang hal itu, nenekku juga tidak tahu apa-apa. Kemudian nenek guruku itu berusaha mencuri kitab dari tangan Sit Ceng ong, sungguh malang ia kepergok dan terkepung. Dalam pertempuran dia kehabisan tenaga dan dibunuh oleh musuh. Tidak lama kemudian, guruku di istana juga jatuh sakit dan menutup mata, sebelum menghembuskan nafas terakhir, guruku berpesan bahwa bila aku bekerja seorang diri, tentu sulit bagi diriku, sebaiknya aku mengambil seorang murid yang dapat kuandalkan Dengan demikian, turun temurun kitab itu jangan dilupakan, dan harus berusaha terus sampai mendapatkannya!" 

"Benar!" Siau Po jadi semakin bersemangat "Kalau rahasia itu lenyap, lenyap pula harta yang demikian banyaknya! Sungguh harus disayangkan!" To Hong-eng tersenyum.

"Hilang harta tidak menjadi masalah," katanya, "Yang penting, ialah jangan sampai bangsa Tatcu menduduki negara kita untuk selama-Iamanya. inilah yang membuat kami bangsa Han jadi penasaran!"

"Kata-kata bibi memang benar!" sahut Siau Po, tapi dalam hatinya dia justru berpikir "Katanya harta itu jumlahnya besar sekali. Kalau harta itu tidak ditemukan dan digunakan, barulah merupakan penyesalan!"

Siau Po masih muda sekati, dia juga buta huruf, Jadi pandangan hidupnya lain dengan orang banyak Sekian lama dia tinggal di istana, dia banyak melihat dan mendengar Tentang keganasan bangsa Boanciu yang membunuh rakyat Han dan merampas wilayah Tionggoan, Dia hanya mendengarnya dari cerita, semua itu tidak dialaminya sendiri. 

Sebaliknya, selama berada dalam istana kerajaan Ceng, kecuali thayhou yang sangat membencinya, semua orang memperlakukannya dengan baik dan hormat Bahkan kaisar Kong Hi sendiri memandangnya bagai saudara, Dengan kata lain, dia tidak melihat atau merasakan kejahatan bangsa Boanciu. 

Para pembesar tinggi dan menteri-menteri mungkin memandang padanya karena dia adalah orang kesayangan raja, tapi biar bagaimana dia merasakan keramahan mereka, Soal permusuhan dan dendam negara, merupakan urusan yang tidak menarik baginya .

To kionggo tidak tahu apa yang dipikirkan Siau Po, atau apa yang akan ia lakukan. "Selama tinggal di dalam istana bertahun-tahun, aku tidak pernah mempunyai murid. 

Banyak dayang muda yang aku lihat, tapi biasanya mereka bodoh, tidak cerdas dan 

genit Apa yang mereka harapkan hanya disuka dan disayang oleh raja, malah ada yang  berkhayal akan diangkat menjadi selir itulah sebabnya pernah timbul rasa khawatir dalam hati ini bahwa sampai akhir hidup aku tidak akan mendapat seorang murid pun. Dengan demikian, bila aku mati, rahasia ini akan ikut masuk dalam kuburanku dan bangsa Tatcu akan kekal menguasai Tionggoan, Kalau hal ini sampai terjadi, bagi nenek guru dan guruku di alam baka, aku merupakan orang yang paling berdosa, Arwah mereka tidak akan tenang untuk selamanya! Keponakanku, di luar dugaan, kita dapat bertemu, Hal inilah yang membuat hatiku lega dan gembira!"

"Aku juga gembira, bibi! Meskipun aku tidak begitu tertarik dengan urusan kitab itu," sahut Siau Po.

"Kenapa kau merasa gembira?"

"Karena aku pun tidak mempunyai orang yang dekat denganku," sahut Siau Po. "Memang ibuku masih hidup, tapi sifat kami berlainan dan jarak antara kami juga jauh sekali, Masih ada guruku, tapi beliau sangat sibuk sehingga sukar menemuinya, Tapi, sekarang aku mempunyai orang yang dekat denganku, yaitu bibi, Tentu saja aku merasa gembira sekali."

Senang sekali hati To kionggo mendengar ucapan keponakannya yang pandai bicara ini. Bibirnya menyunggingkan seulas senyuman.

"Sejak kecil aku tinggal di istana, meskipun aku mempunyai guru yang mengajarkan aku ilmu silat tapi mengenai urusan dunia kangouw, boleh bilang pengetahuanku sedikit sekali," katanya, "Tadi aku melihat ada dua buah kitab dalam bungkusanmu isinya ilmu silat, tapi alirannya berbeda dan agak bertentangan Apakah itu ajaran dari gurumu?"

Siau Po menggelengkan kepalanya. "Bukan dua-duanya," sahutnya, "Yang satu memang kitab yang diberikan oleh guruku, tapi yang satu lagi milik Hay kongkong, si kura-kura tua!"

"Siapakah gurumu?" tanya To Hong-eng.

"Guruku merupakan Cong tocu dari Tian-te hwe," sahut Siau Po terus terang. "Beliau she Tan dan namanya Kin Lam."

Nama Tan Kin-lam sudah terkenal sekali, tapi bagi To Hong-eng yang separuh hidupnya dilewatkan dalam istana, baru pertama kali inilah dia mendengarnya.

"Kalau gurumu adalah seorang ketua dari perkumpulan Tian-te hwe, ilmunya pasti tinggi sekali !"

"Memang! Tapi, sayangnya aku belum lama mengikutinya," sahut Siau Po. "Masih banyak pelajarannya yang belum aku pahami dan setiap kali kami bertemu, waktunya selalu terlalu singkat Bagaimana kalau bibi To mengajarkan aku beberapa jurus ilmu?"

To Hong-eng tampak bimbang. "Kalau asalnya kau belum pernah belajar ilmu silat, tentu aku akan mengajarkannya," kata To kionggo, "Bahkan aku bisa mengangkat kau sebagai murid. Tapi kau sudah mempunyai guru, aku khawatir aliran ilmu kami berbeda, hal itu malah akan membahayakan kesehatanmu. Coba kau bilang, bagaimana ilmu silat gurumu kalau dibandingkan dengan kepandaianku? Siapa yang lebih hebat?"

Siau Po hanya berpura-pura saja meminta To Hong-eng mengajarinya ilmu silat, dia hanya ingin membuat hati wanita itu menjadi senang, Coba kalau sang bibi mau mengajarkannya, tentu dia akan mencari berbagai alasan untuk menolaknya, Karena dia sadar, dengan mempelajari ilmu silat di bawah bimbingan bibinya itu, pasti gagailah dia berangkat ke Ngo Tay san. 

Siau Po memang senang sekali berpesiar kemana-mana. Dengan demikian berkuranglah minatnya pada ilmu silat, waktunya juga tidak terbagi.

"Bibi," katanya kemudian. "Di hadapan bibi, aku tidak berani berbohong. "

"Anak kecil memang tidak boleh berbohong," sahut To kionggo,

"Urusannya begini," kata Siau Po. "Pernah aku menyaksikan guruku bertarung melawan seseoran yang kepandaiannya tinggi sekali, Dalam tiga jurus saja, lawannya itu sudah tidak berkutik, Karena itu aku.,, rasa bibi bukan tandingannya. guruku itu.,.,

To Hong-eng tersenyum

"Benar!" katanya, "Aku percaya bahwa aku masih kalah jauh. Ketika melawan laki- laki yang menyamar sebagai dayang dalam kamar thayhou tempo hari, kalau kau tidak membantu aku menyerangnya dari belakang, mungkin sekarang sudah tamat wayat hidupku! Gurumu itu, tidak mungkin begitu tidak berguna seperti diriku!"

"Tapi, dayang palsu itu memang lihay sekali" kata Siau Po. "Setiap kali mengingat dia, sampai sekarang aku masih takut. "

To kionggo menatap Siau Po dalam-dalam, kemudian dia menarik nafas panjang. "Anak, ilmu silatmu sekarang masih rendah sekali, Kau harus banyak berlatih 

Dengan kepandaianmu ini, untuk menjadi thay-kam memang sudah cukup, malah 

mungkin berlebihan Tapi bila kau melakukan perjalanan di dunia kangouw, masih jauh dari kurang, Kau tidak ada bedanya dengan orang yang tidak mengerti ilmu silat sama sekali. "

Wajah Siau Po jadi merah padam mendengar ucapan bibinya yang hebat itu.

"lya.,." sahutnya lirih, Dalam hatinya dia justru menggerutu "Memang kepandaianku belum berarti, tapi aku tidak mengerti mengapa dikatakan sama dengan orang yang tidak mengerti ilmu silat sama sekali?" "Kalau kau tidak mengerti ilmu silat sama sekali, mungkin malah lebih baik daripada kepalang tanggung seperti sekarang ini," kata To kionggo. "Sebab musuh tidak akan sembarangan membunuh orang yang tidak berdaya, Tapi kalau kau mengerti, pasti musuh akan berjaga-jaga terhadap dirimu. Sekali mereka turun tangan, pasti tidak akan bermurah hati, Nah, kalau begitu bukankah kau menghadapi ancaman bahaya yang lebih besar?"

"Andaikata kita singgah di penginapan gelap dan bertemu dengan penjahat kelas teri, bagaimana?" tanya Siau Po.

Hong Eng terdiam. Dia tidak langsung menjawab, Setelah merenung sejenak, dia baru menganggukkan kepalanya,

"Kau benar! Di dalam dunia kangouw, memang lebih banyak orang yang kepandaiannya tidak berarti ketimbang yang benar-benar lihay!"

To Hong-eng tampaknya gelisah terus, Kemudian dia menunjuk ke arah sebuah pohon besar di sebelah depan.

"Mari kita istirahat di sana! Nanti kita baru melanjutkan perjalanan kembali," katanya, "Kuda kita juga perlu makan rumput!" Dia menjalankan keretanya ke bawah pohon itu kemudian dihentikan di sana.

Keduanya melompat turun dari kereta dan duduk berdampingan, kembali Hong Eng berdiam diri, tampaknya dia sedang memikirkan sesuatu.

Siau Po juga diam saja, Dia heran melihat sikap bibinya sehingga ia bertanya-tanya dalam hati, apa kiranya yang menyebabkan wanita itu gelisah terus.

Lewat beberapa saat, tiba-tiba dia bertanya. "Apakah dia berbicara?"

Siau Po semakin bingung. Dia tidak mengertii apa maksud pertanyaan itu sehingga dia menoleh kepada bibinya, Untuk sesaat mereka jadi saling pandang, sedangkan yang mengajukan pertanyaan juga tidak memberikan penjelasan apa-apa.

"Apakah kau mendengar dia berbicara?" tanya To Hong-eng kembali setelah mereka tertegun sesaat, "Apakah kau melihat gerakan bibirnya?"

Mata Siau Po masih memandang terpaku, Dari heran, hatinya mulai merasa takut. Sikap bibinya aneh sekali Mungkinkah dia terpengaruh roh jahat?

"Bibi kok jadi aneh?" pikirnya kemudian "Apakah dia terkena pengaruh jahat atau melihat hantu?" Saking bingungnya, dia langsung bertanya. "Bibi, apakah kau melihat seseorang?" "Siapa?" sang bibi malah balik bertanya, "Itu... si dayang palsu... laki-laki yang menyamar sebagai perempuan. "

Tanpa dapat ditahan lagi, rasa takut melanda hati Siau Po.

"Apakah kau melihat dayang palsu itu?" tanyanya dengan suara bergetar Matanya celingak-celinguk kesana kemari, kemudian kembali menatap bibinya, "Di mana dia?"

Mendapat pertanyaan itu, To Hong-eng seperti tersentak sadar sikapnya mirip orang yang baru terbangun dari mimpi. Dia langsung tersenyum.

"Aku menanyakan engkau tentang kejadian malam itu ketika berada di kamar tidur thayhou," katanya menjelaskan "Ketika aku bertarung dengannya, apakah kau pernah melihatnya membuka mulut atau berbicara?"

Siau Po menarik nafas lega.

"Oh! Rupanya bibi menanyakan peristiwa malam itu?" sahutnya, "Bibf menanyakan apakah dia bersuara atau tidak? Aku tidak mendengarnya."

Hong Eng berdiam diri kembali, Kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya, "llmu silatku terpaut jauh dengannya, Untuk menghadapi aku, tidak perlu dia 

menggunakan ilmu gaib," katanya.

Siau Po semakin bingung.

"Sudahlah, bibi, Tidak usah bibi pikirkan lagi tentang dia.,." kata Siau Po. "Bukankah kita sudah berhasil membunuhnya? Dia tidak akan hidup kembali!"

"Ya. orang itu sudah kita bunuh dan tidak bisa hidup kembali!" kata To kionggo 

mengulangi Tampaknya dia ingin membuat hatinya lega, tapi kenyataannya gagah. Dia tetap terlihat gelisah dan khawatir walaupun dia berusaha menutupinya.

"Oh, bibi To. " kata Siau Po dalam hatinya, "Kau begitu gagah, tapi takut setan, Baru 

bunuh satu orang saja, kau sudah gelisah tidak karuan, Kenapa sejak tadi kau terus termangu-mangu? Lagipula, aku yang membunuh dayang palsu itu, bukan kau! Kau memang berusaha membunuh thayhou, tapi nyatanya kau gagal, Sampai sekarang dia masi hidup!"

"Kalau seseorang sudah mati, dia sudah tidak berarti lagi, bukan?" tiba-tiba To Hong- eng ber tanya kembali,

"Betul!" sahut Siau Po. "Meskipun dia sudah jadi setan, kita juga tidak perlu takut!" "Apa sih setan?" kata Hong Eng. "Aku hanya mengkhawatirkan muridnya Sin-Liong 

kaucu itu. Dia.   bukankah thayhou menyebutnya suheng? Tidak! Kalau melihat gerak- geriknya, dia tidak mirip dengan orang yang sedang bersilat. Ya, bukan! Apakah benar ketika bertarung denganku, mulutnya tidak bergerak-gerak? Benar atau tidak?"

Pertanyaan Hong Eng seakan diajukan pada dirinya sendiri suaranya bergetar Tampaknya dia ingin mendapat kepastian dari Siau Po agar dugaannya tidak keliru.

Sebaliknya dengan Siau Po, kepandaiannya memang masih rendah, dia tidak mengetahui ilmu apakah yang digunakan dayang palsu itu ketika menghadapi bibinya ini. Ketika memberi jawaban, suaranya sengaja diperkeras.

"Jangan khawatir, bibi," katanya, "Mengenai pertanyaan bibi, aku bisa membenarkan. Memang cara berkelahi orang itu aneh sekali, Ketika bertarung dengan bibi, gerak- geriknya tidak mirip orang yang mengerahkan ilmu silat. Dia juga tidak mengucapkan sepatah kata pun. Bibi, sebetulnya benda apakah Sin Liong kaucu itu?"

Bocah ini memang luar biasa sekali, Kalau bicara, dia tidak pernah memikirkan kata- kata yang baik atau tidak, tidak perduli apakah ucapannya aneh atau tidak bagi orang yang mendengarnya, Tapi kadang-kadang, dia bisa juga bicara sopan dan penuh hormat.

"Anak, kau belum tahu siapa itu Sin Liong kaucu!" kata To kionggo, "Kepandaiannya tinggi dan bermacam ragam. Baik ilmu silat maupun ilmu gaib semua dikuasainya dengan baik, Oh, anak... sekalipun di belakangnya, kau tidak boleh sembarangan bicara! Dengan kata lain, jangan sekali-sekali berbuat kesalahan terhadapnya, Kaucu ini mempunyai banyak murid dan juga cucu murid. Sumber beritanya luas dan gosip apa pun cepat sampai ke telinganya, Kalau dia sampai mendengar kata-katamu tadi, hidupmu akan segera menjadi kenangan masa lalu!"

Siau Po merasa heran, Mengapa wanita segagah ini bisa demikian takut terhadap seorang kepala sekte agama yang diberi nama Naga Sakti? Mengapa selain bicara, matanya juga melirik kesana kemari? Dia seakan khawatir kaucu itu ada di belakangnya.

"Benarkah Sin Liong kaucu itu demikian lihay?" tanya Siau Po saking penasarannya, "Mungkinkan kekuasaannya melebihi seorang raja?"

"Kekuasaannya sih tidak melebihi seorang raja," sahut To kionggo, "Tetapi pengaruhnya lebih luas dan selalu tepat. Bersalah terhadap raja, orang masih bisa melarikan diri jauh-jauh atau bersembunyi. Dengan demikian belum tentu kena dibekuk tapi kalau bersalah terhadap Sin Liong kaucu, meskipun kau lari sampai ke ujung dunia, tetap saja tidak bisa melepaskan diri dari maut!"

"Kalau demikian, sudah tentu Sin-liong kaucu lebih banyak anggota dan kekuasaannya lebih besar dari Tian-te hwe kami!"

"Secara keseluruhannya bukan begitu, anak," kata To kionggo, "Tujuan Sin-liong kau juga berbeda dengan cita-cita Tian-te hwe. Tian-te hwe ingin menghancurkan kerajaan  Boan untuk membangun kembali kerajaan Beng, Cita-cita itu luhur dan suci serta dihargai oleh orang banyak, jauh sekali bedanya dengan Sin-Liong kau!"

"Bukankah bibi tadi bermaksud mengatakan bahwa setiap orang dunia kangouw pasti merasa takut terhadap Sin-Liong kau?" tanya Siau Po setengah memaksa.

To Hong-eng merenung sejenak sebelum menjawab. "Sebenarnya mengenai urusan dunia kangouw, pengetahuanku terlalu sedikit," sahutnya kemudian "Apa yang aku ketahui, kebanyakan hanya mendengar dari guruku saja. Dan setahuku, nenek guruku yang demikian lihay saja, terpaksa menelan pil pahit dengan dikalahkan oleh Sin-Liong kaucu!"

"Kurang ajar!" teriak Siau Po emosi, "Kalau begitu, Sin Liong kaucu adalah musuh kita, mengapa kita harus takut kepada nya ?"

To Hong-eng menggelengkan kepalanya.

"Menurut keterangan guruku," katanya dengan perlahan dan sabar "Kepandaian Sin Liong kaucu itu memang luar biasa sekali, di dalamnya terkandung banyak perubahan yang tidak terduga. Apalagi dia juga lihay dalam ilmu gaib, Mereka pandai membaca mantra dan bila hal itu dilakukan ketika berhadapan dengan musuh, maka lawannya itu akan terpengaruh dan hatinya terguncang serta takut Sebaliknya, mereka sendiri akan semakin kuat dan gagah, Ketika nenek guru berusaha mencuri kitab Si Cap Ji cin-keng, beliau tertangkap basah dan bertarung melawan salah satu murid Sin Liong kaucu, Mula-mula nenek guru sudah menang di atas angin, namun tiba-tiba mulut orang itu berkomat kamit membaca mantra dan serangan-serangan nenek guru pun jadi semakin mengendur. Dalam satu kesempatan, perutnya sempat terhajar oleh musuh yang mana mengakibatkan kematiannya. sebenarnya pada saat itu guruku mendampingi nenek guru sehingga dia dapat menyaksikan segalanya dengan jelas. 

Guruku gusar sekali melihat kenyataan tersebut Tanpa berpikir panjang lagi dia menerjang ke depan dengan niat membalaskan sakit hati nenek guruku itu, Tapi tiba- tiba saja lututnya menjadi lemas dan pikirannya berubah, beliau malah menyembah dan menyerah kalah, Setiap kali memikirkan hal itu, guru merasa malu sekali dan juga takut Karena itulah beliau berpesan, jangan sekali-sekali aku bertarung dengan orang-orang dari Sin Liong kau sebab berbahaya sekali!"

Siau Po masih penasaran, Diam-diam dia ber pikir dalam hati.

"Gurumu seorang wanita, tentu saja nyalinya kecil sekali, Dasar perempuan! Mudah merasa takut lalu tunduk dan menyerah kalah! Kemudian dia bertanya. "Bibi, apa 

yang dijampi oleh musuh nenek guru itu? Apakah guru bibi mendengarnya?"

"Beliau tidak mendengarnya," sahut To Hong-eng. "Mengenai dayang palsu itu, aku curiga dia adalah murid Sin Liong kaucu. itulah aku bertanya kcpadamu, apakah mulutnya bergerak-gerak ketika bertarung melawan aku?" "Oh, begitu rupanya!" kata Siau Po yang kemudian segera mengingat kejadian malam itu. sesaat dia merenung, akhirnya dia menjawab, "Tidak, bibi, Aku tidak melihat atau mendengar apa-apa. Apakah bibi mendengarnya?"

"Kepandaian dayang palsu itu jauh lebih tinggi daripadaku," sahut To Hong-eng. "Aku kesibukan melayaninya sehingga tidak memperhatikan apakah mulutnya bergerak- gerak atau tidak, Beberapa kali aku menyerangnya dengan jurus mematikan, tetapi baru dimulai hatiku sudah merasa sangsi dan takut Aku merasa kepandaian lawan terlalu tinggi dan aku tidak sebanding dengannya, Rasanya ingin sekali menekuk lutut dan menyerah saja. Mendapat pikiran seperti itu, gerak-gerikku jadi lamban dan otomatis seranganku selalu gagal di tengah jalan. Belakangan aku menduga bahwa dayang palsu itu pandai membaca mantera mempengaruhi lawan, Tapi aneh! ilmunya toh lebih tinggi daripada aku, mengapa dia harus menggunakan ilmu gaib?"

Siau Po mengangguk.

"Bibi," katanya, "Bolehkah bibi memberitahukan kepadaku, sejak mempelajari ilmu silat, seringkah bibi menghadapi lawan? Apakah bibi pernah membunuh orang? Kalau pernah, berapa orang lawan yang pernah bibi bunuh sebelumnya?"

To Hong-eng menggelengkan kepalanya.

"Selama ini aku belum pernah bertarung dengan siapa pun, apalagi membunuh orang?" sahutnya. "Sedangkan waktu itu saja aku melakukannya saking terpaksa, karena harus membela diri!"

"Kalau begitu, inilah sebab kegelisahan bibi!" kata Siau Po. "Sebaiknya lain kali bibi bunuh lagi beberapa orang jahat agar bibi terbiasa dan tidak perlu khawatir dan was- was seperti sekarang ini!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar