Kaki Tiga Menjangan Jilid 26

Jilid 26

Dia pun mengulurkan tangannya menyambut baju yang disodorkan oleh Siau Po. sementara kedua gadis itu masih mengganti pakaian, Siau Po menggunakan kesempatan itu untuk memeriksa barang-barang peninggalan Hay kongkong, terutama untuk mengambil beberapa macam obat.

Kiam Peng yang selesai terlebih dahulu, Ketika dia turun dari tempat tidurnya, Siau Po langsung memuji.

"Benar-benar seorang thay-kam yang tampan! Mari aku bantu kau jalin rambutmu!"

Sejenak kemudian, Pui Ie juga keluar dari balik ke1ambu. pinggangnya kecil dan tubuhnya lebih tinggi sedikit dari Siau Po sehingga tampaknya singset sekali, Ketika dia bercermin, dia menjadi tertawa sendiri.

Kiam Peng pun tertawa.

"Biar dia yang menjalin rambutku!" katanya, "Nanti aku bantu kau menjalin rambutmu!"

Siau Po tidak memperdulikannya, Dia segera mengurai rambut panjang Kiam Peng lalu menjalinnya kembali Dia membuat kuncir secara sembarangan.

"Ah, jelek betul!" serunya, "Nanti aku perbaiki lagi!"

"Tidak usah," kata Siau Po. "Waktunya sudah tidak ada. Hari sudah mulai gelap, Kita tidak bisa keluar dari istana, Mungkin sebentar lagi si nenek sihir akan mengirim orang lainnya karena Liu Yun masih belum kembali juga. Kita harus mencari tempat untuk menyembunyikan diri, besok pagi-pagi baru kita keluar dari istana!"

"Apakah thayhou tidak akan menyuruh orangnya menggeledah seluruh keraton?" tanya Pui Ie. "Dia toh bisa melakukan hal itu?"

"Bisa sih bisa, tapi belum tentu dia akan me-lakukannya!" sahut Siau Po. "Kita lihat saja nanti. sekarang kalian ikut aku!"

Siau Po teringat kamar di mana dulu dia sering berlatih gulat dengan kaisar Kong Hi. Setahunya kamar itu cukup aman karena tidak pernah di-masuki orang lain.

Kaki Kiam Peng tidak terlalu nyeri lagi, dia bisa berjaian, Pui Ie juga bisa jalan, tetapi setiap kali melangkahkan kakinya, dia harus menahan rasa sakit di dadanya, Karena itu, Siau Po segera membimbingnya untuk berjalan setindak demi setindak, Untung saja seluruh tempat itu sudah gelap dan sunyi Mereka tidak bertemu dengan seorang thay- kam pun. Begitu sampai di kamar tempat Siau Po dan kaisar Kong Hi berlatih, baru ketiganya dapat menghembaskan nafas lega. Tadi jantung mereka berdebaran dan hati mereka tegang sekali Siau Po segera memalang pintu kamar dan membawa Pui Ie untuk duduk di atas sebuah kursi.

"Di sini sebaiknya kita jangan berbicara kalau tidak perlu sekali," kata Siau Po. "Kamar ini dekat sekali dengan koridor panjang dan tidak sesunyi kamarku."

Pui Ie menganggukkan kepalanya, begitu juga Kiam Peng.

Malam makin gelap, Ketiga orang itu sampai tidak dapat melihat wajah teman- temannya. Ketika berdiam diri, Kiam Peng segera membuka kuncirnya kemudian merapikannya kembali.

Pui Ie ikut meraba kuncirnya, tetapi tiba-tiba saja dia mengeluarkan seruan tertahan. "Kenapa kau?" tanya Siau Po heran. Dia ter-kejut sekali

"Tidak apa-apa..." sahut Pui Ie. "Aku hanya kehilangan tusuk kondeku. "

"lya, aku ingat sekarang!" kata Kiam Peng. Ketika aku melepaskan tusuk kondemu, aku meletakkannya di atas meja, selesai mengepang rambutmu, aku jadi lupa memasangnya kembali Celaka betul! Tusuk konde itu kan pemberian Lau suko!"

"Sudahlah," kata Pui Ie "sebatang tusuk konde toh tidak berarti apa-apa!"

Dalam telinga Siau Po, ucapan Pui Ie justru berarti banyak sekali sebatang tusuk konde memang tidak berarti apa-apa, tapi nada suara si nona lain sekali. Jelas nona itu sangat menyayangi tusuk konde yang merupakan pemberian Lau It-cou, kakak seperguruan sekaligus kekasih hatinya itu.

"Berbuat kebaikan jangan kepalang tanggung," pikirnya dalam hati "Sebaiknya aku kembali lagi ke kamar untuk mengambilnya."

Setelah berpikir demikian, Siau Po berdiam diri sejenak, Sesaat lagi dia baru berkata. "Aku lapar sekali, Kalau sebentar lagi fajar menyingsing, aku tidak akan kuat 

berjalan, Kalian tunggu di sini, aku akan pergi mencari makanan!"

"Kau harus kembali cepat-cepat!" pesan Kiam Peng.

"lya!" sahut Siau Po. Kemudian dia membuka pintu dengan hati-hati dan melongok ke kiri dan kanan untuk memastikan tidak ada orang lain disekitar tempat itu. Setelah yakin, dia cepat-cepat merapatkan pintu kamar kembali dan kembali ke tempatnya sendiri

Dia tidak berani lancang memasuki kamarnya, Pertama-tama dia mengambil jalan memutar dan memasang telinga, Dia khawatir ibu suri sudah mengirim orang lain ke  kamarnya, Setelah mendapat kenyataan bahwa di sana sepi-sepi saja, dia baru mendorong daun jendela dan melompat ke dalam.

Sinar rembulan membuat tusuk konde Pui Ie yang tergeletak di atas meja memancarkan cahaya yang berkilauan Benda itu terbuat dari perak dan harganya paling banyak dua tail. Buatannya juga kasar, tapi Siau Po mengerti bahwa tusuk konde itu berarti sekali bagi Pui Ie.

"Hm!" pikir Siau Po. "Dasar Lai It-cou itu bocah melarat Barang sejenak ini dihadiahkannya juga kepada nona Pui!"

Dia meludahi tusuk konde itu beberapa kali, Kemudian dia menyekanya dengan ujung baju dan menyimpannya dalam saku, Kemudian dia juga mengambil kue kering yang selalu tersedia di mejanya.

Ketika hendak berlalu, dia melihat bayangan berwarna merah di atas lantai, itulah sepasang sepatu yang masih lengkap dengan kakinya, Kaki-nya Liu Yan!

Rupanya lantai kamarnya tidak rata dan bubuk obat yang mencairkan tubuh itu mengalir ke dalam lekukan sehingga sebagian kaki Liu Yan tidak ikut mencair Mula- mulanya Siau Po memang terkejut, namun kemudian dia sadar apa sebabnya.

Setelah berdiam sejenak, dia berpikir lagi.

"Bagaimana baiknya sekarang?" dia kebingungan "Obat itu ada dalam buntalan buntalan dan dipegang oleh Pui Ie, Tanpa obat, kaki dan sepatu ini tidak dapat dimusnahkan. Dibawa juga mere-potkan. "

Sesaat kemudian dia sudah mendapat pikiran yang bagus,

"Kali ini, begitu keluar dari istana, aku tidak akan kembali lagi, Dengan demikian aku juga tidak akan bertemu lagi dengan si nenek sihir Karena itu, ada baiknya sepasang kaki ini aku lemparkan ke dalam kamarnya agar dia kaget setengah mampus!"

Membawa pikiran itu, Siau Po segera mengambil secarik kain yang digunakannya untuk membungkus kaki itu, Kemudian dia melompat keluar lewat jendela serta langsung menuju keraton Cu-leng Kiong.

Begitu jaraknya dengan kamar ibu suri sudah dekat, dia tidak berani langsung meneruskan langkah kakinya, Untuk sesaat dia berputaran di taman bunga sambil memasang telinga.

"Kalau aku kurang berhati-hati sedikit saja, tentu aku bisa kepergok si nenek sihir dan kali ini aku tidak bisa menyelamatkan diri lagi," pikirnya dalam hati, Setengah khawatir, setengah mendongkol mengingat kebencian ibu suri, Siau Po perlahan-lahan mendekati kamarnya ibu suri itu. Tangannya sampai berkeringat saking tegangnya,

"Akan kuletakkan sepasang kaki ini di depan undakan tangga," kata Siau Po dalam hati. "Nanti pagi dia pasti akan melihatnya. sedangkan bila dilempar ke dalam kamarnya, hal ini terlalu riskan bagiku!"

Siau Po maju dua tindak lagi, Langkahnya ringan sekali, Tiba-tiba dia mendengar suara seorang laki-laki dalam kamar thayhou.

" Ah, aneh si A Yan, Mengapa dia belum kembali juga?" Siau Po bingung.

"Eh, kenapa di dalam kamar thayhou ada suara laki-laki?" tanyanya, "Suara itu juga tidak sama dengan suara para thay-kam, Apa mungkin nenek sihir itu mempunyai simpanan? Ha,., ha,.,.! Lohu ingin menangkap basah orang yang sedang main asmara!"

Di dalam hatinya, Siau Po mengatakan ingin menangkap basah thayhou, tapi belum tentu dia berani melakukannya, jangan kata memergoki ibu suri, melihatnya saja dia ngeri, Di lain pihak, dia juga tidak sudi melepaskan sepasang kaki Liu Yan begitu saja,

Dengan mengendap-endap, Siau Po maju lagi beberapa tindak lagi. Langkah kakinya semakin ringan dan perlahan Dia harus berhati-hati agar jangan sampai menginjak ranting pohon yang mana akan menerbitkan suara.

Kembali terdengar suara pria itu.

"Jangan-jangan telah terjadi sesuatu! Kau tahu sendiri, setan cilik itu sungguh licik, Kenapa kau membiarkan A Yan sendiri saja yang membawanya?"

"Ah, mereka tengah membicarakan diriku," pikir Siau Po. "Mesti aku dengarkan terus.,." karena itu dia terus memasang telinga.

Kali ini dia mendengar suara sahutan seorang wanita,

"llmu silatnya A Yan sepuluh kali lipat lebih tinggi daripada dia. Dia juga cerdik dan selalu siap siaga, mana mungkin terjadi apa-apa pada dirinya?"

Siau Po segera mengenalinya sebagai suara ibu suri dan wanita itu melanjutkan kata-katanya kembali.

"Mungkin kitab itu disimpan di tempat yang jauh sehingga A Yan harus membawa bocah itu mengambilnya!" "Bersyukurlah kalau kitab itu masih bisa didapatkan," kata yang Iaki-1aki. "Kalau tidak, hm... hm.,.!"

Nada suara laki-laki itu keras dan berwibawa. Tampaknya dia tidak begitu menghormati ibu suri, Saking herannya, Siau Po jadi ingin lebih tahu.

"Di kolong langit ini siapa orangnya yang berani bicara begitu kurang ajar terhadap ibu suri? Mungkinkah dia si raja tua yang sudah kembali dari Ngo Tay san?" pikirnya dalam hati.

Memikirkan kemungkinan kaisar Sun Ti yan sudah kembali ke istana, diam-diam hati Siau Po jadi senang, kegembiraannya muncul secara tiba tiba. Dia menganggap dirinya akan menonton suatu pertunjukan yang hebat.

Kembali terdengar suaranya ibu suri.

"Kau toh tahu, aku sudah menggunakan segala macam cara, Orang dengan kedudukan seperti aku ini kan tidak mungkin menentengnya kemana mana? Mustahil aku harus mondar-mandir dengan menggiringnya. Apabila aku melangkah keluar satu tindak saja dari Cu-leng kiong ini, para thay-kam dan dayang-dayang akan mengiringiku, Karena it mana mungkin aku berbuat demikian?"

"Tidak dapatkah kau menunggu sampai malam tiba baru membawanya?" kata si laki- laki. Nadanya mendesak sekali, "Kalau memang itu yang menjadi alasanmu, mengapa kau tidak memberitahukann kepadaku agar aku sendiri yang akan membawanya untuk mengambil kitab itu?"

"Tidak berani aku membuatmu letih," sahut thayhou, "Keberadaanmu di sini, biar bagaima tidak boleh ada orang yang mengetahuinya!"

Laki-laki itu tertawa dingin.

"Urusan ini toh besar dan penting sekali," katanya tajam "Menghadapi urusan semacam inipun tidak perlu kita perdulikan lagi. Aku tahu apa sebabnya kau tidak bersedia memberitahukan kepada kita! Kau khawatir aku akan merebut jasa yang telah kau tanamkan!"

Suara itu mengandung kemarahan dan penasaran.

"Apa jasaku?" tanya ibu suri, "Ada jasa, begini. Tidak ada jasa, toh begini juga." Suaranya justru mengandung penyesalan.

Coba kalau Siau Po tidak kenal baik dengan suara ibu suri, tentu dia tidak akan percaya bahwa wanita itu bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu. Dalam anggapannya, pasti salah seorang dayang yang mengatakannya. Kedua orang itu bicara dengan perlahan, tapi jarak Siau Po sudah dekat sekali sehingga dia dapat mendengar dengan jelas, Apalagi malam itu sunyi sekali.

Siapakah pria itu? sekarang Siau Po menyangsikan kalau itu adalah kaisar Sun Ti. Bukankah sang kaisar telah mensucikan diri di gunung Ngo Tay san?

Saking kerasnya keinginan dalam hati Siau Po untuk mengetahui siapa orang itu, ia memberanikan diri mendekati jendela, Dia mengintai di sela-selanya. Dilihatnya ibu suri sedang duduk di atas tempat tidur, sedang seorang dayang sedang berjalan mondar- mandir dalam kamar itu dengan memangku sepasang tangannya di depan dada. Selain mereka berdua, tidak ada orang lainnya lagi di dalam kamar itu!

"Eh, kemana perginya laki-laki itu?" tanya Siau Po dalam hati, Dia menjadi kebingungan Matanya celingak-celinguk, hatinya terus bertanya-tanya.

Tiba-tiba si dayang membalikkan tubuhnya.

"Sudah! Tidak perlu kita menunggunya lagi!" katanya. "Aku akan pergi melihatnya!"

Mendengar suara orang itu, Siau Po terkejut setengah mati, Suara itu bukan lain dari suara si laki-laki tadi, tapi bentuk orangnya sendiri seperti dayang yang biasa melayani putri atau ibu suri dalam kerajaan. Rupanya dia seorang laki-laki yang menyamar sebagai dayang!

"Mari kita pergi bersama!" kata ibu suri.

Dayang itu tertawa datar. "Apakah kau merasa khawatir?" tanyanya.

"Bukannya hatiku tidak tenang," kata ibu suri, "Aku bingung dan cemas telah terjadi sesuatu atas diri A Yan. Dengan berdua, kita bisa menghadapinya bersama apabila terjadi apa-apa!"

Dayang itu menganggukkan kepalanya.

"Ya, apa yang kau katakan ada benarnya juga!" sahutnya, "Memang kita harus waspada, agar perahu kita tidak berbalik haluan dan tercebur atau karam Mari kita pergi bersama!"

Thayhou menganggukkan kepalanya, Kemudian dia berdiri untuk menyingkapkan kasurnya, Kemudian tampak dia mengangkat sehelai papan. Diterangi oleh cahaya lilin dalam kamar, tampak tangannya telah mencekal sebatang pedang, Yang mana kemudian dimasukkannya ke balik pakaian

"Oh, rupanya di bawah tempat tidur itu ada tempat rahasianya," kata Siau Po dalam hati, Tentunya untuk menjaga segala kemungkinan, dia menyembunyikan pedang itu di tempat tersebut Dengan demikian mudah diambilnya bila terjadi apa-apa." Ibu suri dan dayang gadungan itu segera keluar dari kamar, Lilinnya tidak dipadamkan Sembari memperhatikan otak Siau Po terus bekerja.

"Sebaiknya aku letakkan sepasang kaki Liu Yan ini di tempat rahasianya, pikirnya kemudian "Kalau sebentar dia kembali lagi dan menyimpan pedang-nya. Pasti dia akan menyentuh sepasang kaki ini dan kaget setengah mati.

Karena menganggap siasat itu bagus sekali, tanpa bimbang lagi Siau Po masuk ke dalam kamar ibu suri, Dia langsung menuju tempat tidur dan menyingkapkan kasurnya, Di bawah situ ada gelang besar yang digunakan untuk menarik papannya, Dan Siau Po langsung melihat tiga jilid kitab Si Cap Ji cin-keng!

Bocah itu segera mengenali ketiga kitab tersebut. Yang satu memang milik ibu suri sendiri, yang kedua didapatkannya dari rumah Go Pay, demikian pula yang ketiga.

"Entah ada manfaat busuk apa dari kitab ini?" pikir Siau Po dalam hatinya, namun hatinya senang sekali dengan penemuannya itu. "Mengapa setiap orang demikian menghargainya? Lebih baik aku ambil saja semuanya, biar si nenek sihir kelabakan setengah mati dan langsung jatuh semaput!"

Di dalam kotak rahasia itu masih ada beberapa macam barang lainnya, tetapi Siau Po tidak berani membuang-buang waktu untuk memeriksanya. Hanya sekilas dia melihat ada beberapa jilid kitab lainnya.

Dia hanya mengambil ketiga jilid kitab itu yang dibungkusnya dengan sobekan kain taplak meja, Sebagai gantinya, dia memasukkan sepasang kaki Liu Yan ke dalam kotak rahasia tersebut Kemudian dia menutup papannya kembali dan menurunkan kasurnya, Ketika dia membalikkan tubuhnya dan bersiap untuk pergi, tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka lalu didorong.

"Celaka!" seru Siau Po dalam hatinya, Dia tidak menyangka bahwa ibu suri dan dayang palsu itu akan kembali demikian cepat, Tidak ada jalan lainnya, Dia segera menyusup ke dalam kolong tempat tidur untuk bersembunyi jantungnya berdebar-debar, hatinya ketakutan setengah mati, Kalau dia sampai kepergok....

Dalam hatinya, Siau Po berharap ibu suri kembali karena ketinggalan sesuatu, dan setelah menemukannya dia akan keluar lagi, Tentu saja dia berharap barang itu tidak disimpan dalam kotak rahasia.

Pintu kamar segera terbentang lebar dan seseorang melompat masuk, Gerakannya cepat dan langkahnya ringan.

Rupanya orang itu bukan ibu suri, tetapi seorang wanita bersepatu hijau muda, celananya juga berwarna sama, Kalau dilihat dari celananya, dapat dipastikan bahwa dia seorang dayang. "Entah Lui Cu atau bukan yang datang ini.,." Siau Po menerka-nerka dalam hati. Dia belum sempat melihat wajah orang itu. "Kalau dia tidak cepat-cepat pergi, terpaksa aku harus membunuh-nya.... Tunggu sampai dia mendekati tempat tidur ini. "

Siau Po mengeluarkan pisau belatinya yang tajam, Dia bersiap menikam perut orang itu agar tewas seketika, Siau Po memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia dapat mendengar. Dia mendengar suara lemari dibuka, Kerjanya cepat, entah apa yang dicarinya, Dia tidak mendekati tempat tidur, Kemudian dia juga mendengar suara gerakan senjata tajam yang merusak dua buah peti kayu,

"Ah, dia pasti bukan sembarangan dayang!" kata Siau Po dalam hati. Dia menjadi bertanya-tanya sendiri. Hatinya juga dilanda perasaan heran. "Dapat dipastikan bahwa tujuannya masuk ke kamar ibu suri ini adalah untuk mencuri. Mungkinkah dia juga mencari kitab Si Cap Ji cin-keng? Dia membawa senjata tajam. Hal ini membuktikan bahwa dia mengerti ilmu silat Aku tidak boleh keluar. Bisa-bisa dia membunuhku terlebih dahulu."

Dengan membawa pikiran demikian, Siau Po terus mendekam di kolong tempat tidur.

Dayang itu masih mengacak di sana-sini. Beberapa peti kembali dirusaknya, Siau Po menjadi khawatir sekaligus mendongkol.

"Kalau kau tidak cepat-cepat berlalu, sebentar lagi si nenek sihir itu pasti akan kembali Tidak apa kalau kau sendiri yang mampus, bagaimana kalau aku sampai terbawa-bawa dan selembar jiwa Wi Siau-po ini terpaksa harus pulang ke alam baka?" makinya dalam hati

Tampaknya wanita itu sibuk sekali Dia masih belum berhasil menemukan apa yang dicarinya, Hal ini terbukti dari tindakannya yang kembali merusak beberapa buah peti Suaranya juga bising sekali.

"Mungkin dia memang sedang mencari kitab Si Cap Ji cin-keng ini," pikir Siau Po bingung, "Apa sebaiknya aku lemparkan saja sebuah kitab ini agar dia cepat-cepat pergi?"

Tapi, tepat pada saat itu juga, terdengar suara langkah kaki mendatangi.

"Aku yakin Liu Yan, si perempuan hina itu telah berhasil mendapatkan kitab tersebut dan membawanya kabur!" segera terdengar suara ibu suri.

Siau Po terkejut setengah mati Dia merasa mendongkol juga bingung, Si wanita yang berdandan seperti dayang tidak mempunyai kesempatan untuk kabur lagi Dia segera menyelinap ke dalam lemari yang kemudian ditutupnya dari dalam.

"Apakah kau benar-benar mengirim Liu Yan untuk mengambil kitab itu?" Terdengar suara 1aki-laki tersebut "Bagaimana aku bisa tahu bahwa apa yang kau katakan adalah hal yang sebenarnya?" "Apa katamu?" tanya thayhou dengan nada gusar "Aku tidak menyuruh Liu Yan mengambil kitab itu? Lalu, apa yang kusuruh ia lakukan?"

"Bagaimana aku bisa tahu peran apa yang sedang kau mainkan? Siapa tahu sebenarnya kau hanya ingin menyingkirkan Liu Yan yang menjadi duri di matamu?"

"Hm!" terdengar suara thayhou yang bukan main marahnya, "Bagus! Begini rupanya kelakuanmu sebagai seorang suheng (kakak seperguruan)? Bagaimana kau bisa berkata begitu? Liu Yan kan sumoayku! Mana mungkin aku tega mencelakakan nya?"

Siau Po berpikir dalam hati.

"Dia menyebut-nyebut soal suheng dan sumoay. "Rupanya dayang palsu ini suhengnya, sedangkan Liu Yan adalah sumoaynya. "

Si dayang berkata lagi, "Nyalimu memang besar dan hatimu juga keji! Hal apa yang tidak dapat kau lakukan?"

Siau Po semakin heran, Kedua orang itu berjalan masuk ke dalam kamar, Begitu mereka melihat keadaan dalam kamar, keduanya langsung bingung serta terperanjat sehingga mengeluarkan seruan tertahan, Terutama ibu suri. Kamar itu kacau sekali, semua peti dirusak dan dibongkar, isinya berantakan kemana-mana!

"Ah ada orang mencuri kitab!" teriak ibu suri tercekat hatinya ketika teringat kitab yang disimpannya, Dia langsung menghambur ke tempat tidur untuk menyingkapkan kasurnya serta membuka kotak rahasia.

"Aduh!" jeritnya, Kitab yang disimpannya benar-benar lenyap, sebaliknya di situ, dia mendapatkan sepasang kaki yang mengenakan sepatu sulam, "Lihat ini!"

Laki-laki yang menyaru sebagai dayang segera menyambuti. "Sepasang kaki orang!" serunya heran.

"Kaki Liu Yan!" teriak ibu suri. "Oh, dia telah dibunuh oleh seseorang!"

"Nah, apa kataku?" kata si dayang yang langsung tertawa dingin, "Tidak salah, bukan?"

Thayhou merasa bingung dan juga tercekat hatinya, Di samping itu, dia semakin marah.

"Apanya yang tidak salah?" tanyanya.

"Tempat penyimpanan kitabmu itu. Di kolong langit ini, hanya kau seorang yang tahu!" kata laki-laki yang menyaru sebagai dayang itu. "Kalau bukan kau yang  membunuh Liu sumoay, lalu siapa? Mengapa sepasang kakinya bisa berada di kotak rahasiamu itu?"

"Percuma kalau kita hanya berdebat saja di sini!" tukas thayhou, "Pencuri kitab itu pasti belum pergi jauh. Cepat kita kejar!"

"Benar!" kata si dayang, "Mungkin dia masih ada di sekitar Cu leng kong ini!"

Meskipun berkata demikian, thayhou tidak segera keluar mengejar. Dia malah menghampiri lemarinya yang tertutup, Hal ini membuktikan bahwa dia menaruh kecurigaan.

Siau Po mengintai dari kolong tempat tidur, Hatinya berdebar-debar dan hampir saja dia menjerit saking khawatirnya.

Tiba-tiba terlihat bayangan golok berkelebat Tentunya thayhou yang melakukan hal itu. Dengan tangan kiri dia membuka pintu lemari dan tangan kanan yang menggenggam golok berniat menebas ke dalamnya.

Memang benar, setindak lagi thayhou akan sampai di depan lemari itu. Tapi, tiba-tiba pintu lemari itu menjublak lalu menghantam ibu suri. Thayhou terkejut setengah mati. Dia tidak menyangka akan terjadi hal itu. Untung saja matanya awas dan gerakannya cepat Dengan lincah dia mencelat mundur Namun di saat itu juga, kepalanya tertutup beberapa potong pakaian yang dilemparkan dari dalam lemari, Dengan panik dia menyingkirkan pakaian-pakaian itu.

Kembali menyusul sepotong baju yang menyambar ke arahnya, Kali ini dia langsung menjerit keras. Ternyata di balik baju itu bersembunyi seseorang.

Mulanya si dayang palsu berdiam diri saja, Dia hanya berdiri memperhatikan. Begitu mendengar suara jeritan ibu suri, dia langsung menerjang ke depan, ke arah baju yang sedang menyambar itu.

Siau Po yang bersembunyi di kolong tempat tidur merasa khawatir sekali, Dia sempat melihat gumpalan baju itu bergulingan di atas tanah sehingga rada tersingkap sedikit dan tampaklah pakaiannya yang berwarna hijau. Entah senjata apa yang tergenggam di tangannya, Saat ini dia menggunakannya untuk menyerang si dayang palsu.

Laki-laki yang menyamar itu mengeluarkan seruan tertahan Setelah menghindarkan diri, dia balas menyerang. Dayang bercelana hijau itu juga mengelak lalu mengulangi serangannya, Tampaknya gerakan perempuan itu cukup gesit.

Siau Po masih mengintai Dia tidak bisa melihat wajah mereka, hanya bagian kaki yang terlihat Si dayang palsu mengenakan celana berwarna abu-abu, sepatunya hitam, Kedua orang itu bertempur dengan sengit sebegitu jauh, tidak terdengar suara beradunya senjata tajam. Hal ini membuat Siau Po menduga bahwa si dayang palsu  tidak menggunakan senjata dalam perkelahian Namun suara angin yang terpancar dari pukulannya justru terdengar jelas.

Lilin di ruangan itu tinggal setengah, namun kedua orang itu masih tetap bertarung, sebetulnya jumlah lilin dalam ruangan itu ada tiga, tapi yang satu sudah padam karena terhempas angin kencang dari pukulan si dayang palsu.

"Terima kasih kepada Langit dan Bumi," Siau Po berdoa dalam hati. "Semoga kedua batang lilin lainnya juga padam sehingga kamar ini menjadi gelap gulita dan aku bisa meloloskan diri. "

Baru berdoa sampai di sini, tiba-tiba lilin yang kedua pun padam. Di lain pihak, kedua dayang itu masih bertempur terus, Tiada seorang pun yang bersuara, Rupanya mereka khawatir menimbulkan kebisingan yang akan menyebabkan datangnya para pengawal thay-kam maupun dayang-dayang istana tersebut.

Culeng kiong mempunyai banyak dayang dan thay-kam, Tetapi saat itu tidak ada satu pun yang muncul karena tadi thayhou sudah berpesan bahwa mereka tidak boleh mendekati kamarnya, kecuali bila ada panggilan.

Di samping suara berkesiurnya angin dari pukulan dan gerakan tubuh keduanya, suara bising lainnya timbul dari kursi serta meja yang terjungkir balik.

"llmu silat si laki-Iaki yang menyaru sebagai dayang itu hebat sekali," pikir Siau Po. Tapi pikirannya tidak sempat berlanjut sebab dia melihat benda yang berkilauan mencelat ke atas langit-langit kamar dan menimbulkan suara keras.

Siau Po menduga bahwa benda itu kemungkinan senjata si dayang bercelana hijau yang terlepas dari cekalannya, Senjata itu terlontar ke atas dan menancap di langit- langit

Kemudian, kedua pasang kaki orang-orang itu tidak terlihat lagi. Hal ini disebabkan keduanya sudah bergulingan di lantai. Mereka saling mencekal meronta dan bergumul.

Sekarang Siau Po dapat melihat, kedua-duanya menggunakan ilmu Kim Na-hoat, ilmu memegang tangan lawan. ilmu itu dikenal baik olehnya karena dia pernah mempelajarinya bersama-sama kaisar Kong Hi.

Pertempuran masih terus berlangsung, Siau Po tetap jadi penonton gelap, Dia hanya berharap lilin ketiga juga akan padam. Dengan demikian dia bisa pergi secara diam- diam.

Akhirnya, mendadak saja lilin yang ketiga pun padam, Kamar itu jadi gelap gulita seketika, Namun pada saat itu juga, ternyata pertempuran juga sudah sampai pada tahap akhir. Dayang perempuan itu kalah ulet Dia kalah tenaga, Dengan demikian si laki-laki berhasil menguasainya, Dayang perempuan itu kena ditindihnya. Tangan dan kakinya tidak berdaya lagi. Tapi si pria juga tidak dapat melakukan hal lainnya, karena kedua tangannya sibuk mengendalikan perempuan itu. Tangan kirinya mencekik bagian leher, sedangkan tangan kanannya sibuk menangkis kedua tangan si perempuan yang terus menerus menyerangnya.

Beberapa saat kemudian, habislah tenaga si dayang perempuan. Gerakan tangannya semakin lemah dan nafasnya tersengal-sengal, Hal ini disebabkan cekikan di lehernya yang membuat nafasnya jadi sesak, Kedua kakinya memang masih bisa bergerak, tapi sudah tidak ada artinya lagi.

"Kalau si dayang bercelana abu-abu berhasil membunuh si dayang bercelana hijau, celakalah aku!" pikir Siau Po dalam hatinya, "Setelah membunuh lawannya, dia pasti akan memeriksa kolong tempat tidur dan aku Wi Siau-po akan berubah menjadi mayat!"

Berpikir demikian, si thay-kam cilik gadungan ini jadi nekat. Tanpa ragu sedikit pun, dia segera merayap keluar dari kolong tempat tidur, Setelah dapat bergerak dengan bebas, mendadak dia menerjang ke arah dayang gadungan dan menghunjamkan pisaunya ke punggung orang itu.

Serangan itu benar-benar di luar dugaan si celana abu-abu. Hatinya tercekat, dia menjerit dan meronta.

Setelah menikam, Siau Po mencelat mundur Karena itu, si celana abu-abu dapat bangkit berdir kemudian melakukan serangan kepada pembokongnya, Gerakannya cepat sekali, sekali lompa saja dia sudah mencapai lawannya dan menceki leher si bocah, Siau Po menjadi bingung. Dia mencoba untuk melepaskan diri sehingga untuk sesaat dia lupa untuk menikamnya kembali

Sekarang wanita bercelana hijau itu sudah bebas. Dia dapat mengatur pernafasannya sekejap kemudian melihat apa yang terjadi .Tanpa membuang waktu 

!agi, dia menerjang ke arah musuhnya. Tangan kanannya membacok pipi kiri orang itu sedangkan tangan kirinya menjambak rambut orang itu sehingga tertarik ke belakang.

Di saat itu terjadi sesuatu yang luar bias. Rambut si dayang bercelana abu-abu copot karena tertarik keras. Rupanya dia mengenakan rambut palsu, sedangkan kepalanya sendiri gundul plontos tanpa rambut sehelai pun. Rupanya dia seorang biksu yang menyaru sebagai dayang.

Hebat sekali serangan dayang bercelana hijau itu, Orang itu sampai tersungkur jatuh. Dara mengalir deras dari punggungnya kemudian dia terkulai di atas lantai

Ternyata di saat dayang bercelana hijau it menjambak rambutnya sehingga ia tersungkur, Siau Po segera menggunakan kesempatan itu untuk bangun dan menikam punggung orang itu, Padahal dia mengerahkan sisa tenaganya yang terakhir, tapi untung saja berhasil "Terima kasih, kongkong kecil," kata si dayang bercelana hijau kepada Siau Po. "Kongkong telah menolong aku."

Siau Po menganggukkan kepalanya, tidak sempat dia memberi jawaban, Tangan kirinya repot mengusap-usap lehernya yang dicekik dayang palsu tadi.

"Dia... dia...?" tanyanya sambil menunjuk kepada si biksu,

"Dia seorang pria yang menyelundup ke dalam istana dan menyamar sebagai seorang dayang," sahut wanita itu, Belum sempat dia meneruskan kata-katanya, mendadak dari luar kamar terdengar suara teriakan.

"Mana orang? Cepat! di sini telah terjadi pembunuhan!"

Nada suara orang itu bukan nada suara seorang laki-laki atau perempuan, tapi suara seorang thay-kam, (Para thay-kam adalah laki-laki yang sudah dikebiri, mereka tidak dapat berhubungan dengan perempuan sebagaimana laki-laki normal. Tingkah mereka juga jadi tidak wajar Kalau zaman sekarang, mungkin hampir sama dengan waria).

Wanita itu terkejut, ia segera memberi isyarat kepada Siau Po, kemudian dia melompat lewat jendela. Hampir dalam waktu yang bersamaan, terdengarlah suara jeritan tertahan disusul dengan suara ambruknya tubuh seseorang, Rupanya thay-kam yang berteriak tadi sudah disambit dengan senjata rahasia sehingga mati seketika.

"Mari!" wanita itu mengajak Siau Po yang telah mengikuti perbuatannya melompati lewat jendela, Siau Po menurut saja karena tangannya memang dipegangi, Dia dibawa lari ke arah utara dengan melalui tiga halaman kemudian sampai Yang-hoa mui.

Setelah itu mereka memutar lewat pendopo I-hoa kok dan pendopo Po-hoa tian dan sampai di samping keraton Hok-kian kiong yang merupakan sebuah tempat untuk mengadakan pembakaran,

Sampai di sini baru tangan Siau Po dilepas.

Bocah cilik itu memperhatikan si wanita lekat-lekat.

"Hebat sekali!" pujinya dalam hati, Siau Po merasa kagum sekali, Bentuk tubuh wanita itu tidak berbeda banyak dengan dirinya, tapi dengan mudah dia menenteng Siau Po dan membawanya berlari.

Tempat di mana mereka berada adalah tempat untuk membakar segala macam sampah dan barang-barang yang tidak terpakai lagi. Pada malam hari, tempat ini sepi sekali.

"Kongkong kecil, siapakah nama kongkong?" tanya wanita itu. "Aku bernama Siau Kui cu!" sahut Siau Po. "Oh!" seru wanita itu heran, "Rupanya kaulah Siau Kui cu yang telah menawan Go Pay dan sangat sayang oleh Sri Baginda!"

Siau Po tersenyum.

"Tidak berani aku menerima pujian setinggi itu!" katanya merendah, Dia memperhatikan wanita itu sekali Iagi. Usianya mungkin sekitar empat puluhan tahun, Siau Po tidak mengenalnya, Lagi-pula selama di istana ia jarang memperhatikan para dayang.

"Kakak, siapakah nama kakak sendiri?" tanyanya kemudian.

Dayang itu tampak ragu-ragu sejenak. Kemudian dia baru menjawab.

"Kita merupakan orang senasib. Tidak boleh aku mendustaimu, Aku she To, karena aku seorang dayang, orang-orang biasa memanggilku To kiong-go (panggilan untuk dayang) Eh, apa yang kau lakukan sehingga bersembunyi di kolong tempat tidur ibu suri?"

"Aku mendapat firman Sri Baginda untuk memergoki perbuatan ibu suri," sahut Siau Po ber-bohong, Dia tidak ingin memberikan keterangan yang sebenarnya.

To kionggo terperanjat.

"Apa?" serunya, "Apakah Sri Baginda sudah mengetahui ada laki-laki yang menyamar sebagai dayang di keraton Cu-leng kiong?"

"Sri Baginda sudah mengetahuinya, hanya belum jelas saja." Dayang itu terdiam sejenak, kemudian dia berkata:

, "A... aku telah membunuh ibu suri, urusan ini gawat sekali, sebentar lagi pasti keluar perintah untuk menutup seluruh pintu istana dan melakukan penggeledahan Oleh karena itu aku harus berlalu dari sini secepatnya. Sahabat kecil, sampai jumpa!"

Siau Po berpikir cepat.

"Kalau ibu suri sudah mati, aku aman berdiam dalam istana, Tapi berbahaya sekali kalau semua pintu ditutup dan dilakukan penggeledahan Bagaimana dengan kedua nona Bhok dan nona Pui? Aku harus mencari akal."

Cepat-cepat Siau Po berkata kepada To kionggo, "To cici, aku mempunyai akal," katanya, "Sekarang juga aku akan menghadap Sri Baginda untuk melaporkan bahwa aku melihat sendiri ibu suri dibunuh dayang palsu itu! Bukankah ibu suri sudah mati dan di sini tidak ada saksi lainnya lagi?"

To kionggo merenung sejenak.

"Akalmu bagus juga," katanya kemudian Tapi, thay-kam itu, siapa yang membunuhnya?"

"Mudah saja," sahut Siau Po. "Aku akan mengatakan kepada Sri Baginda bahwa dayang palsu itulah yang membunuhnya!"

"Saudara kecil, urusan ini berbahaya sekali," kata To kionggo, "Meskipun Sri Baginda sangat menyayangimu, tetapi aku khawatir dia akan membunuhmu untuk menutup mulut."

Mendengar kata-katanya, seluruh tubuh Siau Po langsung bergetar Apa yang dikhawatirkan memang mungkin bisa terjadi.

"Sri Baginda akan membunuh aku?" tanyanya. "Tapi, apa sebabnya?" To kionggo tertawa dingin.

"lbu suri berbuat serong dengan seorang laki-laki yang tidak dikenal. Kalau peristiwa ini sampai bocor keluar dan menjadi gunjingan rakyat, bagaimana raja bisa mempertahankan kewibawaannya lagi? Taruh kata kau berjanji akan menutup rahasia ini rapat-rapat, tetapi setiap kali Sri Baginda melihat wajahmu, tentu otaknya berputar. Pasti hatinya ragu Iagi atau paling tidak dia merasa malu sendiri, itulah sebabnya, cepat atau lambat, dia pasti akan membunuhmu!"

Siau Po tertegun.

"Be... narkah... dia begitu kejam?" tanyanya ragu, Tapi si dayang memang benar. Kekhawatiran dan dugaannya memang beralasan Jadi, dia tidak dapat membuka rahasia ibu suri kepada raja.

Ketika keduanya sedang berdiam diri, tiba-tiba mereka mendengar suara tabuhan dari arah selatan, yang disusul dengan sambutan dari tiga arah lainnya Seluruh tempat itu jadi bising oleh suara tersebut itulah isyarat bahwa di dalam istana telah terjadi kebakaran atau bencana lainnya, Karena adanya tanda bahaya itu, seluruh pengawal harus bersiap sedia.

"Nah, kau dengar!" kata To kionggo.

"Sekarang tak sempat lagi kita menyingkir pergilah kau membantu mereka menangkap orang jahat, tentu saja hanya berpura-pura. Dan aku sendiri akan kembali ke kamar untuk tidur," kata wanita itu kemudian. Selesai berkata, wanita itu langsung mengulurkan tangannya untuk memeluk pinggang Siau Po kemudian dibawanya lari seperti ketika mereka keluar tadi. Mereka menuju pendopo Eng-hoa tian, Begitu sampai di sampingnya, To kionggo berbisik kepada Siau Po.

"Hati-hatilah!" Tanpa menunggu jawaban Siau Po, dia segera menyelinap ke tempat yang gelap.

Siau Po memikirkan Pui Ie dan Kiam Peng. Dia segera menuju tempat persembunyian kedua gadis itu. Begitu sampai dia segera berkata: "Aku yang datang!" Maksudnya agar mereka tahu dan mengenali suaranya.

"Apa yang terjadi?" tanya Kiam Peng cemas, "Di luar berisik sekali dengan suara tabuhan, Apakah mereka akan menawan kita?"

"Bukan," sahut Siau Po, "Kita kembali dulu ke kamarku, di sana lebih aman!" Kiam Peng terkejut mendengarnya.

"Kembali ke kamarmu?" tanyanya menegaskan "Bukankah di... sana kita sudah membunuh orang?"

"Jangan takut!" hibur Siau Po. "Tidak akan ada yang tahu! Cepat!"

Siau Po berjongkok untuk menggendong Pui Ie, kemudian dia menarik tangan Kiam Peng dan mengajaknya pergi dengan tergesa-gesa.

Belum berapa jauh mereka berjalan, di sebuah lorong, tampak serombongan siwi yang sedang mendatangi dengan cepat, Salah satunya yang menjadi pemimpin segera mengangkat obornya tinggi-tinggi.

"Siapa?" bentaknya.

"Aku!" jawab Siau Po. Suaranya keras dan mantap. "Cepat kalian lindungi Sri Baginda, Apakah telah terjadi kebakaran?"

Siwi itu langsung mengenali Siau Po. Cepat-cepat dia menyerahkan obornya kepada salah seorang bawahannya dan berdiri tegak dengan sikap menghormat

"Kui kongkong," katanya, "Telah terjadi sesuatu di Cu-leng ki-ong. "

"lya, iya," kata Siau Po. "Kalian jalanlah duluan, nanti aku susui."

"Baik!" sahut siwi itu menganggukkan kepa!anya. Kemudian dia berlalu dengan mengajak orang-orangnya. "Tampaknya mereka takut kepadamu," kata Kiam Peng. "Barusan aku khawatir sekali kita akan tertimpa bencana. "

Siau Po sebenarnya ingin mengucapkan kata-kata gurauan, tapi dia ingat mereka dalam keadaan sedemikian rupa, maka dia membatalkannya danberkata dengan sungguh-sungguh.

"Mari!" ajaknya, dia mendahului berjalan di depan

Satu kali lagi mereka sempat bertemu dengan serombongan siwi lainnya, tapi rombongan siwi itu juga tidak berani banyak bertanya. Karena itu dalam waktu yang singkat mereka telah kembali lagi ke kamar Baru semuanya sempat menarik nafa lega. Untung saja Pui le dan Kiam Peng berdandan sebagai thay-kam Dengan demikian tidak ada yang mencurigainya.

"Sekarang kalian diam di sini!" kata Siau Po "lngat, jangan ganti dulu pakaian kalian!" Dia ke luar dan mengunci pintu, setelah itu dia berjala menuju Kian-ceng kiong, kamar tidurnya raja.

Kaisar Kong Hi sudah terjaga karena riuhnya suara tabuhan Dia segera turun dari tempat tidur lalu mengenakan pakaiannya, Tepat pada saat itu lah seorang siwi masuk dan melaporkan bahwa telah terjadi keonaran di Cu-Leng kiong, tapi belum jelas apa masalahnya.

Raja kebingungan Saat itulah muncul Siau Po Karena itu kaisar Kong Hi langsung bertanya kepadanya.

"Apa yang terjadi? Apakah thayhou baik-baik saja?"

"Thayhou menitahkan hamba pulang dan tidur di kamar hamba sendiri," sahut Siau Po mulai mengarang-ngarang, "Katanya besok baru hamba pindah. Siapa sangka telah terjadi sesuatu di Cu-leng kiong, entah apa. sekarang juga hamba akan melihatnya !"

"Aku juga ingin melihat thayhou," kata kaisar Kong Hi. "Ayo, kau ikut denganku!" "Baik," sahut Siau Po.

Raja sangat berbakti. Dia tidak sempat mengenakan pakaian kebesarannya. Disambarnya sehelai jubah panjang dan kemudian pergi dengan tergesa-gesa dengan diikuti oleh Siau Po. Sembari berjalan dengan cepat, dia bertanya kepada Siau Po.

"Thayhou minta kau melayaninya, mengapa kau malah kembali kepadaku?" "Hamba mendengar suara tabuhan, tadinya hamba kira mungkin telah terjadi 

kebakaran atau ada penyerbu yang datang lagi," sahut Siau Po dengan cerdik, "Tanpa 

sadar hamba langsung datang kepada Sri Baginda yang tidak dapat hamba lupakan Ya, hamba memang bersalah. " Kaisar Kong Hi tidak mengatakan apa-apa, Dia terus berjalan, sekeluarnya dari kamar dia lantas diiringi para siwi dan beberapa orang thay-kam. Belasan lentera menerangi jalan sehingga dia melihat pakaian Siau Po yang tidak karuan dan rambutnya acak-acakan Dia menyangka thay-kam cilik itu sangat setia kepadanya sehingga begitu terjaga dari tidur langsung menemuinya. Dia tidak tahu bahwa bocah cilik itu justru baru dari berdekam di kolong tempat tidur Hong thayhou sehingga pakaiannya kusut semua.

Pada saat itu, muncul dua orang siwi,

"Ada orang jahat yang menyerbu Cu-leng kiong!" lapor salah satunya, "Seorang thay- kam dan seorang dayang terbunuh!"

"Apakah thayhou terkejut karena kejadian ini?" tanya kaisar Kong Hi dengan nada khawatir.

"Sekarang seluruh istana telah dikurung rapat!" sahut siwi itu. "To congkoan sudah mengepalai barisan pengawalnya!"

Hati raja menjadi agak lega mendengar keterangan itu. Tidak demikian halnya dengan Siau Po. Dalam hatinya dia berkata.

"Meskipun To congkoan memimpin seluruh pasukan berkuda pun sudah terlambat!"

Jarak antara Kian-ceng kiong dengan Cu-leng kiong tidak seberapa jauh, Raja tiba di kamar ibu suri setelah melewati pendopo Yang-sim tian dan Tay-kek tian, Cu-leng kiong memang dijaga ketat Bahkan mungkin seekor lalat pun sulit menyelina ke dalamnya.

Melihat tibanya raja, para siwi segera memberi hormat dengan berlutut Raja mengibaskan tangannya kemudian dia berjalan masuk ke pendopo.

Siau Po mendahului raja untuk menyihgkapka gorden, Kaisar Kong Hi segera berjalan ke dala kamar Dia melihat semuanya dalam keadaan kacau. Darah berceceran, dua sosok mayat tergeletak di lantai, Hatinya bingung juga melihat situasi kamar itu,

"Thayhou! Thayhou!" panggilnya berulang-ulang.

"Rajakah di sana?" Terdengar suara dari tempat tidur yang kelambunya tertutup, "Jangan khawatir, aku tidak apa-apa!"

Itulah suara ibu suri, Siau Po merasa tercekat hatinya.

"Oh, rupanya si nenek sihir belum mampus juga!" katanya dalam hati. "Aih! Dasar aku yang teledor Kenapa aku tidak memeriksanya dan menikamnya sampai mati? sekarang dia masih hidup, hal ini berarti akulah yang akan mati. " Si thay-kam cilik langsung mempunyai pikiran untuk lari, Tapi ketika menoleh, dia melihat penjagaan ketat sekali, Runtuhlah keinginannya. Kepalanya menjadi pusing dan pandangan matanya menjadi kabur, hampir saja dia semaput.

Kaisar Kong Hi tidak memperhatikan keadaan Siau Po. Dia langsung mendekati tempat tidur.

"Apakah thayhou kaget?" tanya kaisar Kong Hi prihatin, "Sungguh menyesal penjagaan di sini kurang sempurna sehingga hal ini sampai terjadi, Semua siwi kantung nasi ini harus mendapat hukuman berat!"

Terdengar ibu suri menarik nafas panjang.

"Tidak, aku tidak kaget Aku tidak apa-apa," sahutnya, "Hanya seorang dayang dan seorang thay-kam yang bertengkar sehingga terjadi perkelahian dan kedua-duanya mati, otomatis dalam hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan para siwi."

"Jadi thayhou tidak apa-apa?" tanya kaisar Kong Hi menegaskan

"Tidak. Tidak apa-apa," sahut ibu suri. "Aku hanya merasa kesal saja, Anak, kembalilah ke kamarmu dan perintahkan para siwi agar bubar!"

Raja mengiakan kemudian langsung memerintahkan.

"Lekas undang Tabib istana untuk memeriksa keadaan thayhou!"

Siau Po bersembunyi di belakang kaisar Kong Hi. Dia tidak berani bersuara, Dia khawatir ibu suri akan mengenali suaranya dan memanggilnya.

"Tak usah!" kata thayhou pada kaisar Kong Hi. "Tidak perlu memanggil tabib, Asal aku bisa tidur dan beristirahat cukup, tentu hatiku akan tenang kembali Kedua mayat itu tidak usah diangkat Hatiku sedang kacau. Nah, kau suruh semuanya bubar!"

Suara ibu suri lemah dan terputus-putus, Hal ini membuktikan bahwa dia pun terluka cukup parah, Kaisar Kong Hi merasa berat meninggalkannya, tapi dia tidak berani menenteng kehendak ibunya, sebetulnya dia ingin menanyakan sebab musabab pertengkaran antara thay-kam dan dayang yang mati itu, tapi khawatir ibu suri akan sedih atau mendongkol. 

Karena itu dia membatalkan niatnya, padahal sudah selayaknya dia mengetahui sebab terjadinya perkelahian yang sampai mengorbankan jiwa. Lagipula keluarga kedua korban harus diberi kabar, Narnun thayhou tidak mengijinkan kedua mayat itu disingkirkan Hal ini berarti dia tidak mau berita ini tersebar luas. Akhirnya dia memberi hormat dan memohon diri.

Bukan main senangnya hati Siau Po, tetapi sepasang kakinya menjadi lemas sehingga dia harus berjalan dengan menumpu pada tembok. Kaisar Kong Hi memutar otaknya, Hatinya ber-tanya-tanya, peristiwa ini hebat dan luar biasa, Sesekali dia menoleh ke belakang dan melihat Siau Po masih mengikutinya.

"Eh, thayhou meminta kau melayaninya, mengapa sekarang kau kembali mengikutiku?"

Siau Po sudah menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu, Tapi ia pikir bahwa ia akan meninggalkan istana secepatnya, karena itu tidak menjadi persoalan apabila dia menjawab sekenanya saja.

"Barusan hamba mendengar ucapan thayhou sedang pusing dan banyak pikiran Thayhou juga menyuruh semuanya bubar, Hal ini berarti thayhou tidak ingin melihat siapa pun itulah sebabnya hamba berpikir untuk menyingkir sementara, Besok pagi barulah hamba menemui beliau lagi. "

Raja menganggukkan kepalanya, Apa yang dikatakan thay-kam cilik itu memang beralasan Dia berjalan terus menuju kamar tidurnya. Begitu sampai dia segera menyuruh seluruh pelayannya mengundurkan diri, Kemudian dia berkata kepada Siau Po.

"Siau Kui cu, kau tunggu sebentar!"

"Baik!" sahut Siau Po. Hatinya terasa kurang enak, Dia berpikir "Kalau Raja menyuruhku tidur di sini untuk menemaninya, kedua mustika hidup dikamarku bisa kebingungan setengah mati!"

Kaisar Kong Hi berjalan mondar-mandir dari timur ke barat, kemudian dari barat ke timur lagi. Hal ini membuktikan otaknya sedang bekerja keras, Akhirnya dia berkata kepada Siau Po.

"Bagaimana pikiranmu? Menurut pendapatmu kira-kira apa sebabnya thay-kam dan dayang itu bisa berkelahi sampai mati bersama-sama?"

"Hamba tidak dapat menerkanya, Sri Baginda," sahut Siau Po. "Memang di dalam istana banyak thay-kam dan dayang yang tidak cocok, Sedikit persoalan saja bisa timbul pertengkaran. Tapi biasanya mereka tidak berani melakukannya di hadapan Sri Baginda ataupun thayhou."

Raja mengangguk.

"Sekarang kau pergi memberitahukan semua orang agar urusan ini jangan dibicarakan lagi, Dengan demikian thayhou tidak akan kesal dan marah lagi!"

"Baik, Sri Baginda," sahut Siau Po. "Nah, kau pergilah!" Siau Po memberi hormat, kemudian dia mengundurkan diri, Di dalam hatinya dia berkata:

"Dengan kepergianku ini, untuk selama-lamanya kita tidak akan berjumpa lagi!" Dengan membawa pikiran demikian, dia menolehkan kepalanya, Dilihatnya kaisar Kong Hi sedang menatap ke arahnya dengan wajah berseri-seri.

"Kemari!" panggil kaisar Kong Hi.

Siau Po memutar tubuhnya untuk menghampiri

Kaisar membuka sebuah kotak emas yang ada dekat bantal kepalanya, ia mengambil dua potong kue. Sembari tertawa dia berkata.

"Kau tentunya letih dan lapar, ambillah kue ini!"

Siau Po menyambut kue-kue itu dengan kedua tangannya, Dia mengucapkan terima kasih. Dalam hati dia merasa bersyukur dan terharu, Dia merasa tidak tega meninggalkan raja itu. Dia berkata dalam hati:

Thayhou sangat kejam dan jahat, Lagipula dia berani mengeram laki-laki dalam kamarnya, Mungkin suatu hari dia bisa mencelakai Sri Baginda pula. Bukankah Sri 

Baginda tidak tahu apa-apa? Sri Baginda memperlakukan aku sebagai seorang sahabat baik, kalau aku menyimpan rahasia ini dan dia sampai dicelakai oleh thayhou, bukankah berarti aku tidak kenal budi dan tidak memperhatikannya sedikit pun?"

Membawa pikiran demikian, tiba-tiba saja di pelupuk mata Siau Po membayangkan raja yang sudah mati. Mayatnya menggeletak di atas tanah dalam keadaan mengerikan Keadaannya sungguh mengenaskan sehingga tanpa sadar air mata Siau Po jatuh bercucuran.

"Eh, kenapa kau?" tanya raja heran melihat si thay-kam cilik menerima kue pemberiannya sambil menangis, Kemudian dia menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu. Kau ingin tetap melayani aku, bukan? Soal itu mudah! Tunggu beberapa hari lagi, setelah keadaan thayhou tenang kembali, aku akan berbicara dengannya agar kau boleh tetap mengikuti ku. sebenarnya aku sendiri tidak sampai hati ber pisah denganmu!"

Siau Po berpikir dengan cepat Dia ingat kata kata To kionggo bahwa kalau sampai dia membuk rahasia, kelak Sri Baginda pasti akan membunuh nya. Hal ini demi membungkam mulutnya aga rahasia tidak sampai terbongkar.

"Tapi, biarlah!" pikirnya kemudian "Seoran laki-laki berani berbuat, berani pula bertanggun jawab, Kalau memang harus mati, biar saja mati!"

Dia sudah mengambil keputusan Karena itu dia segera meletakkan kue pemberian kaisar kemudia mencekal tangan junjungannya itu seraya berka dengan suara bergetar. "Siau hian cu. Kali ini aku memanggilmu Si hian cu, boleh bukan?"

Raja tertawa meskipun merasa heran Thay-kam itu memanggil nama kecilnya dan membahasakan dirinya dengan kamu,

"Tentu saja boleh!" katanya sambil tertawa lagi, "Aku toh sudah mengatakan kepadamu, Kalau di tempat yang tidak ada orang lainnya, kau boleh memanggil aku dengan sebutan itu. Apakah kau ingin berlatih silat lagi denganku? Begitu? Mari, mari. Aku temani kau!"

Raja segera memutar tangannya dan mencekal kedua lengan Siau Po. "Jangan! jangan terburu-buru berlatih silat!" kata Siau Po menolak ajakan raja, 

"Sekarang aku mempunyai urusan besar dan rahasia yang ingin kuberitahukan kepada 

sahabatku, Siau nian cu! Rahasia ini jangan sekali-sekali diketahui oleh Sri Baginda, junjunganku yang Mulia dan Maha Agung. Sebab, kalau raja sampai mendengarnya, dia pasti akan menghukum mati diriku dengan memenggal batang leherku ini. Siau hian cu menganggap aku sebagai sahabat sejatinya, karena itu kurasa tidak ada halangannya kalau aku bicara dengannya."

Raja heran Dia tidak dapat menduga urusan apakah yang demikian penting dan harus dirahasiakan tapi hal ini justru menambah rasa ingin tahu-nya, Karena itulah dia segera menarik tangan Siau Po dan mengajaknya duduk berdampingan di atas tempat tidur,

"Cepat kau beritahukan kepadaku! Cepat!"

Siau Po tidak mau langsung bercerita, sebaliknya dia menegaskan sekali lagi. "Sekarang kau adalah Siau hian cu. Bukan raja kan?"

Raja bertambah heran, tapi dia tersenyum.

"Benar!" sahutnya, "Sekarang ini aku adalah Siau hian cu, sahabat karibmu, bukan raja! Kau toh tahu, dari pagi sampai malam aku menjadi raja yang selalu disanjung- sanjung, Selama ini aku belum pernah mempunyai seorang pun sahabat sejati, sungguh tidak enak!"

"Kalau demikian, baiklah! Aku akan memberitahukan kepadamu," kata Siau Po pula, "Kalau toh akhirnya kau tetap akan memenggal batang leherku, ya,., apa boleh buat, aku toh tidak ber-daya. "

Raja kembali tersenyum

"Untuk apa aku membunuhmu?" tanyanya, "Lagipula mana mungkin seorang sahabat akan membunuh teman yang sudah seperti saudara baginya?" Siau Po menarik nafas panjang.

"Baiklah! sekarang aku akan bicara!" kata nya. "Siau hian cu, aku bukanlah Siau Kuin cu yang sebenarnya, aku juga bukan seorang thay-kam! Siau hian cu, Siau... Kui cu yang asli... telah mati di tanganku!"

Meskipun berusaha untuk menenangkan diri, mau tidak mau Kaisar Kong Hi terkesiap juga mendengarnya.

"Apa katamu?" tanyanya heran.

"Betul, Siau hian cu. Aku bukan Siau Kui cu. Aku juga bukan seorang thaykarn!" sahut Siau Po tegas, Dia lalu menceritakan bagaimana dirinya dipaksa masuk ke dalam istana, Bagaimana dia mencelakai Hay kongkong dengan membutakan sepasang matanya, lalu dia menyamar sebagai Siau Kui cu yang sebelumnya telah dibunuhnya terlebih dahulu, Dia juga menceritakan bahwa Hay kongkong yang mengajarkan ilmu silat kepadanya.

Mendengar semua itu, mula-mula Kaisar Kong Hi tertegun, kemudian ia malah tertawa.

"Oh, rupanya kau bukan seorang thaykarn!" katanya, "Kau hanya membunuh seorang Siau Kui cu, apa artinya? itu toh bukan urusan besar! Tapi selanjutnya tidak pantas lagi kau berdiam di dalam istana, Kau bisa ku angkat menjadi congkoan dari barisan pengawal pribadiku To Lung memang gagah, tapi dalam pekerjaan dia sering sembrono dan otaknya kurang cerdas!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar