Kaki Tiga Menjangan Jilid 25

Jilid 25

Mendengar gurunya juga memaki ibu suri sebagai nenek sihir, tanpa dapat dipertahankan lagi, Siau Po tertawa geli, Ternyata sang guru juga sudah terbawa atau terpengaruh dengan kata-katanya sehingga tanpa terasa dia ikut menyebut ibu suri sebagai nenek sihir, 

Sebuah perkataan yang tidak selayaknya terucap dari mulut seorang ketua dari perkumpulan besar seperti Tian-te hwe. Siau Po sendiri sudah terbiasa dengan sebutannya yang kotor dan berbagai ragam karena dia benci sekali kepada wanita itu, meskipun dia adalah seorang ibu suri. 

Tapi, setelah tertawa, dia menangis lagi, Dia percaya penuh dengan ucapan gurunya itu, Artinya dia sudah terluka parah dan keracunan Mungkin-kah dia tertolong? Dia menjadi kecil hati, Tadinya dia masih dapat menguatkan hatinya, namun sekarang di depan gurunya, dia kembali lagi sebagaimana biasanya seorang bocah kecil serta tak dapat mempertahankan lagi ketabahannya yang luar biasa.

"Tahukah kau asal-usul ilmu silat Hay tayhu dan ibu suri itu?" tanya Kin Lam kepada muridnya kemudian.

Siau Po segera menceritakan pembicaraan yang berlangsung antara Hay kongkong dengan ibu suri baru-baru ini di taman bunga. Tapi dia menyampingkan urusan kaisar Sun Ti yang pergi secara diam-diam menyucikan diri di gunung Ngo Tay san juga persoalan ibu suri yang mencelakakan Tang Gok-hui, ibu dan anak.

Kin Lam berpikir sejenak, Kemudian dia ber-kata.

"Kalau begitu yang satu berasal dari partai Kong Tong pai dan satunya lagi murid Coa to (pulau ular) Dengan adanya kedua orang ini yang mendekam dalam istana, kemungkinan mereka masing-masing mengandung maksud tertentu. Malam itu kau terhajar oleh dua orang dengan ilmu yang demikian dahsyat. seharusnya kau tidak dapat hidup lebih lama lagi, malah ada kemungkinan mati seketika, Tetapi hal ini tidak terjadi padamu, Kau hanya terluka saja, apa sebabnya?"

"Pada jubah panjangku ada dua tanda bekas telapakan tangan, yakni bagian dada dan punggung, Tanda itu begitu jelas dan rapi seperti digunting dengan poIa," kata Siau Po menjelaskan.

Tan Kin Lam menganggukkan kepalanya, itulah bukti bahwa pukulan itu lihay sekali!" katanya, "Bagaimana kau sanggup bertahan dari hajaran itu? Mungkinkah kau menggunakan baju berlapis baja?"

"Tidak," sahut Siau Po. Tapi sebuah ingatan tiba-tiba melintas di benaknya, Ketika mengadakan pemeriksaan di rumah Go Pay, dia mendapatkan sehelai baju dalam yang  tipis sekali, Mungkin So Ngo-tu tahu bahwa itulah sehelai baju mustika sehingga dia dianjurkan untuk memakainya. 

Malam itu, ketika dihajar oleh Hay tayhu dan ibu suri, dia juga mengenakan baju itu, Kemudian dia merasa baju itu kelonggaran sehingga dia tidak memakainya lagi, Begitu diungkit oleh gurunya barusan, dia baru teringat lagi, Karena itu cepat-cepat dia menceritakan soal baju itu.

"ltu dia!" kata Kin Lam setengah berseru, "Pasti baju itu baju mustika sehingga beberapa kali kau terhindar dari kematian sebaiknya kau pakai lagi baju itu siang ataupun malam jangan dilepaskan lagi, Soal racun Hay kongkong, untuk sementara aku masih belum tahu jenisnya, sebaiknya kau ikuti saja petunjukku dulu untuk melatih diri dengan ilmu tenaga dalam aliranku, ilmu itu berkhasiat menyembuhkan luka dalam."

"Baik," suhu," sahut Siau Po. Namun dalam hatinya dia berpikir "llmu tenaga dalam dari si kura-kura tua sudah aku pelajari sampai tujuh atau delapan bagian Syukur suhu menyangka aku keracunan dan tidak memeriksanya lebih jauh. " Tapi dia rada 

khawatir juga. Gurunya ini lihay sekali.Ada kemungkinan rahasianya bisa terbongkar Dia segera berkata lagi, "Suhu, Sri Baginda menitahkan aku menguntit para penyerbu yang telah dibebaskan. Karena itu, aku harus cepat-cepat pulang ke istana untuk memberikan laporan. " Dia ingin menyingkir secepatnya dari hadapan gurunya itu.

"Siapakah yang kau maksud dengan para penyerbu?" tanya Kin Lam.

Ketua pusat Tian-te hwe ini hanya tahu Siau Po telah menolong ketiga orang Bhok onghu melarikan diri dari istana, Apa masalahnya, dia masih belum tahu. Siau Po segera menjelaskan tentang penyerbuan di istana dengan tujuan membunuh kaisar Kong Hi dan para penyerbu itu menggunakan baju dalam serta senjata dengan tanda Go Sam-kui, Maksudnya untuk memfitnah pengkhianatan bang-sa, tapi kaisar Kong Hi yang cerdas segera menaruh kecurigaan dan menyuruhnya menguntit kawanan para penyerbu itu supaya dapat menemukan pemimpin utamanya.

"Oh, begitu?" kata Kin Lam heran, Dia sudah banyak pengalaman dan pengetahuannya juga luas sekali, tetapi urusan Bhok onghu ini belum didengarnya, "Rombongan Bhok onghu itu sungguh berani, Tadinya aku mengira mereka menyerbu istana hanya untuk membunuh raja. Tidak disangka masih terselip maksud Iainnya. Rupanya mereka hendak menjatuhkan Go Sam-kui. Kau telah menolong ketiga orang itu, apakah tidak berbahaya bila kau kembali lagi ke istana?"

"Tidak," sahut Siau Po yang tidak menjelaskan masalah pembebasan Gouw Lip-sin bertiga adalah siasatnya kaisar Kong Hi. "Untuk menutupi masalah ini, aku sudah mencari pengganti diriku, Merekalah yang akan bertanggung jawab, Aku rasa, dalam waktu yang singkat, rahasia ini tidak akan terbongkar dan aku tidak akan dicurigai. Suhu menitahkan aku mencari tahu rahasia negara, kalau hanya karena urusan keluarga Bhok ini aku tidak kembali lagi ke istana, bukankah berarti tugasku gagal? Bukankah dengan demikian aku juga menghancurkan usaha yang sedang dibina suhu?" Senang sekali hati Kin Lam mendengar kata-kata muridnya yang cerdas itu. "Siau Po, kau betul!" dia membenarkan "Kita sudah membuat perjanjian dengan 

pihak Bhok onghu, Andaikata mereka berhasil mendahului kita, bukankah seluruh 

anggota perkumpulan Tian-te hwe harus menunduk di bawah perintahnya? Bukankah dengan demikian pamor kita akan jatuh? Menurut pantas, Bhok onghu yang jumlah orangnya jauh lebih sedikit dari kita tidak boleh mendahului kita! Kalau aku sampai mengikat perjanjian dengannya, hal ini semata-mata karena aku tidak ingin ada perselisihan di antara kita untuk saat ini, Lagi-pula, dengan bergabungnya Bhok onghu, kekuatan kita bertambah, Mereka itu berani sekali, karenanya kita tidak boleh kalah berani, Dengan demikian kita bisa berhasil terlebih dahulu!"

"Suhu benar!" sahut Siau Po. "Sebenarnya, apa sih kehebatan Bhok Siau ongya? Dia toh hanya kebetulan saja terlahir sebagai puteranya Bhok Tian-po. Sebaliknya, orang seperti suhu mana boleh menunduk kepadanya? Kalau hal itu sampai terjadi, aku 

benar-benar bisa mati berdiri!"

Kin Lam tertawa. Seumur hidupnya, dia sudah sering mendengar segala macam pujian, Tetapi rasa kagum seorang bocah berusia belasan tahun seperti Siau Po ini, lain sekali bagi dirinya, Dia tidak tahu di mana sang murid dilahirkan atau dibesarkan dalam lingkungan yang bagaimana, juga tidak tahu bahwa dengan kecerdikannya, pergaulannya di istana luas sekali dan banyak mendapat kepercayaan. Dia hanya mengira karena sudah Iama berada dalam istana, Siau Po sudah banyak belajar apalagi dalam menghadapi Hay kongkong dan ibu suri yang banyak tipu muslihat Dia tidak menyangka muridnya akan mengelabuinya.

"Dasar anak kecil, apa yang kau tahu?" katanya sambil tersenyum "Bagaimana kau bisa tahu Bhok Siau ongya tidak mempunyai kebisaan apa-apa?"

"Sebab dia mengirim orang untuk menyerbu istana," sahut Siau Po. "Dengan demikian dia mengorbankan beberapa lembar jiwa secara sia-sia. Bagi Go Sam-kui, sepak tegangnya itu tidak mendatangkan kerugian sama sekali, Malah dia patut dikatakan sebagai manusia paling tolol di dunia ini!"

"Hush! jangan bicara sembarangan!" tegur Tan Kin-lam. "Tapi, mengapa kau bisa mengatakan bahwa Go Sam-kui tidak mengalami kerugian apa-apa?"

"Untuk menyerbu istana, Bhok Siau ongya menggunakan akal yang mentah sekali, tolol!" sahut Siau Po. "Para penyerbu mengenakan pakaian yang ada sulamannya, yakni empat huruf Peng Si onghu, Dan semua senjatanya juga ada tulisannya, Tay- beng Sanhay-kwan Cong Penghu, Bangsa Tatcu bukan bangsa dogol mereka pasti curiga. Tentu mereka dapat berpikir, kalau semua penyerbu itu benar orang-orang suruhannya Go Sam-kui, mana mungkin mereka mengenakan pakaian dalam dan senjata yang bertanda Peng Si ong?"

"Ya, benar juga!" kata Tan Kin-lam. "Masih ada satu hal lagi!" kata Siau Po menambahkan "Sekarang ini, puteranya Go Sam-kui yang bernama Go Eng-him sedang berada di kota-raja. Dia datang dengan membawa upeti berupa uang serta batu permata yang tidak terkirakan jumlahnya, Kalau memang ingin membunuh raja, mengapa Go Sam-kui tidak memilih waktu yang lain, namun justru di saat dia mengutus puteranya itu? Lagipula, mengapa dia harus membunuh raja? Apakah dia ingin memberontak untuk mengangkat dirinya sendiri menjadi raja? Tidak mungkin! Sebab apabila dia memberontak, pihak tentara Boan akan meringkus puteranya saat itu juga kemudian dihukum mati! Masa tanpa alasan yang masuk akal, dia sudi mengorbankan jiwa anaknya sendiri?"

Kembali Tan Kin-Iam menganggukkan kepalanya. "Tidak salah!" katanya.

sebenarnya Siau Po hanya berlagak pintar, Semua keterangan itu terlalu dalam bagi usianya yang masih muda. Kenyataannya memang kaisar Kong Hi yang mengemukakan berbagai alasan itu. sekarang setelah mengetahui dia mengutarakannya kembali di hadapan gurunya, Kin Lam percaya penuh kepada muridnya ini. 

Dan dia merasa heran sekali, Tidak banyak anggota Tian-te hwe yang mempunyai kecerdasan seperti muridnya yang satu ini, Kalau dulu dia memilih sang murid sebagai ketua Ceng-Bok tong, hal ini dilakukannya karena sumpah yang telah mereka ucapkan.

"Anak ini bernyali besar juga cerdik sekali," pikirnya dalam hati. "Sekarang saja dia sudah sehebat ini. Beberapa tahun lagi, dari pengalaman saja dia sudah tidak takut kalah dengan kedelapan hiocu lainnya!"

"Bagaimana dengan pihak Tatcu sendiri?" tanyanya kemudian "Apakah raja mereka sudah tahu siasat Bhok onghu ini?"

"Sekarang masih belum yakin, tapi raja sudah menaruh kecurigaan Tadi pagi raja mengumpulkan para siwi dan menyuruh mereka menjalankan beberapa jurus ilmu yang digunakan para penyerbu, Setelah itu, mereka merundingkan ilmu tersebut Aku juga ikut hadir. Karena itu aku mendengar dan melihat semuanya, Karena itulah aku ingat dua jurus di antaranya adalah Heng-sau Ciang kun dan Kao-san Liu sui."

Kin Lam menarik nafas panjang.

"Benar-benar pihak Bhok onghu tidak ada orang pandai," katanya, "Kedua jurus itu justru ilmu khas dari keluarga Bhok, Di antara para siwi, tidak sedikit jago yang kosen, Mereka pasti mengenali kedua jurus itu!"

"Pernah aku menyaksikan kedua jurus itu yang ditunjukkan oleh Hong Ci-tiong toako dan Hian Ceng tojin. Karena itu aku juga mempunyai dugaan bahwa bangsa Tatcu pasti bisa mengenalinya juga, itulah sebabnya tadi aku memberi saran kepada Bhok Siauongya agar mereka segera pindah dari tempat yang sekarang!" "Benar! Tindakanmu benar sekali!" kata Tan Kin-lam. "Nah, sekarang kau boleh kembali ke istana, besok kau datang lagi, Aku ingin memeriksa lukamu agar aku tahu jenis racun apa yang menyerang tubuhmu dan mencari jalan untuk mengobatinya."

Siau Po senang sekali melihat sang guru tidak menanyakan pelajaran ilmu silatnya lebih jauh, Cepat-cepat dia memberi hormat kemudian mohon diri.

Ketika sampai di istana, Siau Po segera menuju kamar tulis Raja untuk menemuinya, Kaisar Kong Hi senang sekali melihat kemunculan si bocah.

"Hai, kabar apa yang kau peroleh?"

"Terkaan Sri Baginda benar-benar seperti ramalan para "Dewa!" sahut Siau Po setelah memberi hormat "Memang biang keladi dari penyerbuan di istana ini ialah keluarga Bhok dari Inlam!"

Dengan perasaan senang, Kong Hi tertawa lebar.

"Benar? Bagus! Lihat tampangnya To Lung! Dia tidak percaya sama sekali ketika aku mengatakan dugaanku, Lekas katakan, berita apa saja yang kau peroleh?"

"Ketiga penyerbu itu memang keras kepala," sahut Siau Po. "Mereka tetap berkeras bahwa mereka adalah orang-orang suruhannya Go Sam-kui. Meskipun To congkoan sudah menyiksa setengah mati, ibarat mereka sudah mati hidup kembali, tetap saja mereka berkeras pada pengakuannya!"

"IImu silat To Lung cukup tinggi, tapi dia memang orang kasar," kata kaisar Kong Hi tertawa.

"Setelah menerima perintah dari Sri Baginda," kata Siau Po memulai keterangannya, "Hamba segera bekerja. Hamba menggunakan Bong Hoan-yok untuk membius para siwi. Eh, tidak tahunya pada saat itu juga muncul empat orang thay-kamnya Hong thayhou, Mereka mengatakan akan menghukum mati ketiga penyerbu itu sekarang juga. Hamba memberanikan diri menentang mereka dengan mengatakan bahwa hamba ingin melanjutkan tugas hamba sesuai rencana Sri Baginda. Mereka marah sekaIi. Karena itulah, di depan para penyerbu itu, hamba segera membunuh keempat thay-kam tersebut. Setelah itu hamba membebaskan ketiga tawanan itu, Menyaksikan apa yang hamba lakukan, mereka langsung percaya penuh kepada hamba. Tidak ada sedikit pun kecurigaan!"

Kaisar Kong Hi tampaknya puas sekali dengan keterangan Siau Po. ia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

"Baru saja To Lung melaporkan bahwa salah satunya thay-kam Hong thayhoulah yang membebaskan para penyerbu itu, aku justru sedang keheranan. Rupanya itu perbuatanmu!" "Tapi, Sri Baginda," kata Siau Po selanjutnya. "Hamba mohon perbuatan hamba itu jangan diberitahukan kepada Hong thayhou!" Pinta Siau Po dengan tampang khawatir "Kalau tidak, selembar jiwa hamba yang tidak berarti ini pasti tidak dapat dipertahankan lagi, Hong thayhou pernah memaki hamba yang katanya terlalu setia terhadap Sri Baginda dan sebaliknya acuh saja terhadap beliau. Sebenarnya, mana hamba berani membeda-bedakan antara Sri Baginda dengan Hong thayhou? Lagipula, ada pepatah yang mengatakan, di langit tidak ada dua matahari, di atas bumi tidak ada dua raja, Biar bagaimana, akhirnya Sri Baginda yang harus didahulukan, sedangkan thayhou sendiri, tanpa menanyakan terlebih dahulu kepada Sri Baginda, sudah langsung mengirim orangnya untuk menghukum mati ketiga orang tawanan itu, perbuatannya itu sungguh tidak layak dan tidak menghormati Sri Baginda."

"Tak usah perdulikan Thayhou," kata Raja, "Terhadap thayhou, aku tidak bisa mengatakan apa-apa. sekarang ceritakan saja, bagaimana dengan ketiga penjahat yang kau bebaskan itu?"

"Kemudian hamba mengajak mereka meninggalkan istana," kata Siau Po yang mengarang ceritanya sendiri, "Ketika berpamitan, mereka menyebutkan nama masing- masing, Yang tua bernama Yau Tau Saycu Gouw Lip-sin, dua orang muda lainnya masing-masing bernama Go Piu dan Lau It-cou. Berulang kali mereka menyampaikan terima kasih kepadaku, Demikianlah mereka kena diperdaya dan mereka mengajak aku menemui pemimpinnya, Seperti dugaan Sri Baginda, pemimpin mereka adalah seorang anak muda yang dipanggil Siau ongya, sedangkan she dan nama sebenarnya ialah Bhok Kiam-seng. Sebawahannya Siau ongya itu ada seorang tua yang kepandaiannya tinggi sekali, julukannya Tiat Pwe-cong Liong Liu Tay-hong, Masih ada beberapa orang lainnya, di antara mereka ada Sin-jiu Kisu Sou Kong, Pek Han-hong, jago nomor dua dari Pek Si Siang hiap, Mereka bermarkas di dua tempat yang berlainan, yakni Yang-ciu hou tong dan Mo-ji hou tong."

"Jadi kau telah bertemu dengan mereka?" tanya sang raja menegaskan.

"Ya," sahut Siau Po. "Kata mereka, rakyat negeri ini menganggap, meskipun usia Sri Baginda masih muda sekali, tetapi kebijaksanaannya sudah kentara. Selama beberapa generasi terakhir, jarang ada raja seperti Sri Baginda, Mereka mengatakan bahwa meskipun nyali mereka sangat besar, tidak mungkin mereka berani mencelakai Sri Baginda, seandainya apa yang mereka katakan hanya pujian belaka, hamba tetap senang mendengarnya!"

Kembali kaisar Kong Hi percaya penuh dengan keterangan thay-kamnya, sebetulnya Siau Po hanya meniru apa yang pernah didengarnya dari tukang cerita ketika masih di Yangciu dulu.

"Sri Baginda, mereka mengumpamakan Sri Baginda sebagai Niau-seng Hi-tong, Bukankah itu artinya burung hidup dan Sup ikan? Hampir saja hamba marah karenanya, kalau tidak memikirkan bahwa hamba sedang menjalankan perintah untuk mencari tahu siapa pemimpin mereka itu!" Sri Baginda sampai tertegun mendengar Siau Po mengatakan "Niau Seng dan Hi tong." Untuk sesaat dia menjadi bingung, tetapi setelah berpikir sejenak, dia langsung tersenyum.

"Apaan Niau Seng Hi tong?" serunya, "Yang mereka maksudkan pasti Giau Sun Ie tong!"

"Sri Baginda!" Siau Po merasa puas karena raja tampak senang, "Apakah artinya Niau Seng Hi Tong itu yang sebenarnya ?"

"Aih! kau masih mengatakan Niau Seng Hi Tong juga!" kata kaisar Kong Hi. "Kau benar-benar kurang pendidikan itulah marga keempat maharaja yang bijaksana dahulu kala dan sangat dihormati oleh rakyatnya pada jaman kejayaannya masing-masing!"

"Pantas! Pantas!" seru Siau Po. "Tampaknya beberapa orang pemberontak itu cukup terpelajar juga!"

"Meskipun demikian, mereka tidak boleh diberi kesempatan untuk meloloskan diri," kata kaisar Kong Hi. "Lekas panggilkan To Lung untuk menghadap!"

Siau Po segera mengiakan kemudian mengundurkan diri. Dia pergi memanggil To Lung. Dalam waktu yang singkat, kepala siwi itu sudah menghadap raja di kamar tulisnya.

"Ternyata kawanan penyerbu itu memang orang-orang dari keluarga Bhok di Inlam," kata kaisar Kong Hi kepada To Lung, "Sekarang juga kau pimpin pasukan pengawal untuk meringkus mereka. Kau, Siau Kui cu, coba kau jelaskan segala sesuatu yang kau ketahui mengenai para pemberontak itu!"

Siau Po menurut Dia segera menjelaskan apa yang diketahuinya, seperti yang diceritakannya kepada kaisar Kong Hi tadi, Dia juga menyebut nama Bhok Kiam seng serta para pembantunya,

Ketika To Lung mendengar nama Liu Tay-hong, dia memperlihatkan mimik wajah terkejut.

"Apa?" tanyanya heran. "Tiat-pwe Cong Liong juga ada di antara mereka? Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa mereka bukan orang-orang sembarangan Nama Yau Tau Saycu Gouw Lip-sin juga pernah hamba dengar. Tidak disangka, meskipun telah ditahan satu hari satu malam, hamba masih belum berhasil mengetahui siapa nama mereka, Aih! Asal hamba teliti sedikit saja, seharusnya hamba sudah mengetahuinya begitu melihat orang tersebut sering menggelengkan kepalanya. Oh, Sri Baginda, seandainya Sri Baginda kurang bijaksana, tentu kita sudah menuduh Go Sam-kui sebagai biang keladi peristiwa ini!"

"Tapi... aku khawatir mereka sudah kabur sekarang!" kata kaisar Kong Hi. "Mungkin kita tidak akan berhasil menangkap mereka." Sri Baginda menghentikan kata-katanya  sejenak, kemudian baru melanjutkan kembali: "Yang penting kita sudah tahu siapa adanya orang-orang itu. seandainya hari ini kita gagal, tidak jadi masalah kalau hari ini kita gagah Yang ditakutkan justru apabila kita buta sama sekali dan dapat dipermainkan oleh pihak musuh seenaknya! Nah, kau pergilah!"

To Lung berlutut serta menganggukkan kepalanya, Kemudian dia mengundurkan diri. Saat itu juga dia mengumpulkan para bawahannya untuk melaksanakan tugas yang diperintahkan

"Sekarang, Siau Kui cu," kata kaisar Kong Hi pada thay-kamnya, "Mari kau ikut aku menjenguk Ibusuri!"

"Baik, Sri Baginda!" sahut Siau Po. Padahal dalam hati, dia justru khawatir sekali, jantungnya berdebar-debar, Hatinya takut berhadapan dengan Hong thayhou, wajahnya langsung tampak kelam.

"Eh, kenapa kau mengernyitkan alismu?" tanya kaisar Kong Hi. ia merasa heran melihat tampang si bocah, "Kau tahu... Dengan mengajakmu menghadap Hong thayhou, aku justru ingin menyelamatkan batok kepalamu agar tetap menempel di batang lehermu itu!"

"Iya... iya, Sri Baginda," sahut Siau Po yang terpaksa mengikuti raja itu.

Begitu sampai di keraton Cu-leng kiong, Raja langsung memberi hormat kepada ibunya, Lalu dia memberi laporan tentang siapa orangnya yang melakukan penyerbuan ke dalam istana, Dia menceritakan bagaimana Siau Po menggunakan akal yang bagus melepaskan para tawanan itu kemudian diikuti sampai ke markasnya sehingga akhirnya dia bisa mengetahui siapa adanya sang pemimpin dari pada pemberontak itu.

Thayhou tersenyum setelah kaisar Kong Hi selesai dengan ceritanya. "Siau Kui cu, kau memang pandai sekali bekerja !" pujinya.

Si thay-kam kecil segera menjatuhkan dirinya berlutut dan menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Semua ini berkat terkaan Sri Baginda yang tepat sekali semuanya telah diperhitungkan dengan seksama, Sedangkan hamba hanya menjalankan perintah raja."

Lagi-lagi thayhou tersenyum.

"Biasanya kalau seorang anak kecil keluar rumah, dia senang sekali keluyuran kemana-mana," katanya. "Apakah kau pergi ke Tiankio untuk menonton pertunjukkan suIap? Atau mungkin kau membeli kembang gula di sana?"

Hati Siau Po cemas sekali mendapat pertanyaan demikian. "lya, memang benar," sahutnya cepat Hatinya berdebar Dia teringat akan pedagang- pedagang yang ditangkapi tentara kerajaan, Semua itu pasti atas perintah ibu suri. Wanita ini pasti takut ada orang yang akan membawa berita ke Ngo Tay san. Karena itu, setiap orang yang mencurigakan harus dibasmi sampai tuntas, Siau Po bergidik mengingat kekejaman dan kejahatan ibu suri.

Kembali Hong thayhou tersenyum.

"Aku ingin tanya, apakah kau makan kembang gula hari ini?"

"Harap thayhou maklum," sahut Siau Po yang cerdik. Dia memberikan keterangan yang tidak merupakan jawaban atas pertanyaan ibu suri. "Selama berada di luar istana, hamba telah mendengar berita tentang wilayah Tiankio yang kurang aman. Para Kiu- bun te tok sudah menitahkan orang-orangnya untuk melakukan penangkapan sebab menurut mereka, ada orang-orang jahat yang membaur di sana. Karena itu, sekarang para pedagang kembang gula, sudah menukar usahanya, Ada yang menjual kue, ada yang menjual kacang tanah dan buah-buahan, orang-orang seperti itu sudah sering hamba lihat Karena itu ada beberapa wajah yang hamba kenal. Mereka mengatakan bahwa sekarang mereka tidak menjual kembang gula lagi, Malah salah satu di antaranya lucu sekali. Dia mengatakan bahwa dia ingin pergi ke gunung Ngo Tay san atau Liok Tay san untuk menjual bakso tanpa daging bagi para pendeta!"

Panas hati thayhou mendengar sindiran Siau Po.

"Kalau menilik dari ucapan bocah ini, berarti orang yang dicurigai itu telah gagal ditangkap!" Tapi wanita ini memang licik, Lagi-lagi dia tersenyum.

"Bagus! Bagus sekali!" katanya. "Kau sangat pandai bekerja. Sri Baginda, aku ingin dia bekerja untukku saja, Bagaimana menurut pemikiranmu?"

Siau Po terkejut setengah mati. sedangkan raja merasa heran dan bimbang, Dia tahu Siau Po memang pandai bekerja dan telah dianggap sebag pembantu dekatnya, sekarang thayhou menghendaki Siau Po untuk bekerja baginya, Kaisar KongHi adalah seorang anak yang berbakti Meskipun thayhou bukan ibu kandungnya, namun dia sudah dibesarkan dan dididik semenjak kecil oleh wanita ini, Mana mungkin dia bisa menentang kehendak ibu suri? Akhirnya dia tersenyum dan berkata kepada thay- kamnya.

"Siau Kui cu, ibu suri telah memilihmu, kenapa kau tidak cepat-cepat mengucapkan terima kasih?"

"Iya,., iya!" sahut Siau Po gugup, Dia memang tercekat hatinya, Bahkan kalau ada kesempatan rasanya dia ingin sekali melarikan diri dari tempat itu, sekarang terpaksa dia menjatuhkan diri berlutut serta menyembah beberapa kali.

"Terima kasih atas budi besar Sri Baginda serta Hong thayhou!" katanya. "Bagaimana, heh?" tanya thayhou sambil mendengus dingin, Dia dapat melihat sikap Siau Po yang mengucapkan kata-katanya dengan terpaksa sekali, "Apakah kau hanya ingin melayani Sri Baginda dan tidak sudi melayani aku?"

"Melayani Sri Baginda maupun thayhou sama saja," sahut Siau Po. "Hamba akan sama setianya dan hamba akan menggunakan seluruh kesanggupan hamba untuk menjalankan tugas. "

"Bagus!" kata ibu suri. "Selanjutnya, tugasmu di Gi si pong tidak usah diteruskan lagi, selebihnya kau hanya bekerja di Cu-leng Kiong ini!"

"lya, iya, thayhou!" sahut Siau Po cepat, Tentu saja isi hatinya hanya Thian yang tahu, "Terima kasih atas budi kebaikan thayhou!"

Raja merasa tidak puas melihat thay-kam kesayangannya diminta oleh ibu suri. Setelah berbincang-bincang sedikit, dia pun mohon diri dari hadapan thayhou.

Siau Po segera menggerakkan kakinya untuk mengikuti kaisar Kong Hi. "Siau Kui cu, kau diam di sini saja!" kata thay-hou. "Biar orang lainnya yang 

mengantarkan Sri Baginda, Ada urusan yang akan kuperintahkan kepadamu!"

"Ya, thayhou!" sahut Siau Po. Hatinya ketakutan, namun dia berusaha untuk menenangkan diri, Sambil memperhatikan kepergian raja, otaknya bekerja. "Sri Baginda, dengan kepergianmu ini, celakalah aku! Entah aku masih bisa bertemu lagi atau tidak dengan Sri Baginda. "

Thayhou minum teh perlahan-lahan. Sepasang matanya memperhatikan Siau Po dengan tajam, Hati si bocah cilik semakin terguncang karenanya.

Lewat beberapa detik kemudian, ibu suri baru berkata lagi.

"Bagaimana dengan pedagang yang menjual bakso tanpa daging di Ngo Tay san?" Siau Po berlagak pilon.

"Maksud thayhou?"

"Kapan dia akan kembali lagi ke kota Peking?" tanya ibu suri. "Hamba tidak tahu," sahut Siau Po.

"Kapan kau akan menemui dia lagi?" tanya ibu suri lagi,

"Hamba telah berjanji dengannya untuk bertemu kembali satu bulan kemudian," sahut Siau Po. Dia sengaja menjawab seenaknya, karena otaknya sedang memikirkan  jalan untuk meloloskan diri dari tangan ibu suri yang kejam sebab dia tahu dirinya tidak mungkin dibebaskan "Tapi tempat pertemuannya bukan di Tiankio."

"Lalu di mana kalian akan mengadakan pertemuan?" tanya ibu suri.

"Dia akan memberitahu apabila waktunya sudah dekat," sahut Siau Po. Dengan mengucapkan kata-kata ini, Siau Po berharap dia dapat menunda waktu kematiannya.

Thayhou menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu, baiknya kau berdiam saja di Cuceng kiong sampai datang kabar darinya!" kata ibu suri, Kemudian dia menepuk tangannya dan muncullah seorang dayang yang usianya kurang lebih empat puluh lima tahun, Tubuhnya gemuk, tetapi langkah kakinya ringan sekali. Bentuk mukanya bundar dan manis pula, Dia tersenyum ramah, Begitu masuk, dia segera menjura kepada ibu suri.

Thayhou menunjuk kepada Siau Po sembari berkata.

"Thay-kam cilik ini bernama Siau Kui cu. Dia bernyali besar dan suka main gila, Aku suka sekali kepadanya!"

"lya," sahut dayang itu. Tampangnya memang cerdas sekali, Eh, saudara kecil, aku bernama Liu Yan, sebaiknya kau memanggil kakak saja kepada-ku."

"Celaka! Kau adalah si babi gendut!" makinya dalam hati, tapi dia segera tertawa dan berkata, "Baik, kakak Liu Yan, Nama kakak bagus sekali, Disebutnya enak dan tubuh kakak memang mirip sekali dengan batang Yang Liu, sedangkan jalanmu ringan seperti burung walet kecil!"

Yan artinya burung walet sesuai dengan nama dayang itu.

Di depan ibu suri, tidak ada dayang lain yang berani bicara sedemikian rupa mengenai Liu Yan, Tidak demikian halnya dengan Siau Po, si thay-kam baru di Cuceng kiong, Siau Po memang sengaja berkata demikian, sebab dia mengganggap biar bicara seperti apa pun, tidak akan merubah nasibnya dan membebaskan dirinya dari ancaman bahaya.

Liu Yan tertawa.

"Ah, adik kecil, mulutmu sungguh manis sekali!" katanya.

"Selain mulutnya manis, kakinya juga gesit!" tukas ibu suri, "Liu Yan, apakah kau mempunyai jalan agar dia tidak keluyuran kesana kemari dan mengelilingi seluruh keraton ini?"

"Thayhou, serahkan saja dia padaku," sahut Liu Yan. "Biarlah hamba mendidiknya secara baik-baik!" Ibu suri menggelengkan kepalanya.

"Kunyuk kecil ini licin sekali seperti belut," katanya. "Aku telah menitahkan Sui Tong memanggilnya, tetapi dengan mulutnya yang manis dia justru membuat hantu bernyali kecil itu lari ketakutan Ketika aku mengirimkan empat orang thay-kam lagi, dia malah bersekongkol dengan para siwi untuk membinasakan mereka. Dan waktu aku mengirimkan empat orang yang lainnya lagi, Dia berhasil juga mencelakakan Tang Kim- kwe ber-empat!"

"Oh, oh, saudara kecil!" kata Liu Yan sambil mendecak kagum, "Kalau demikian, kau ini memang sukar diurus, Thayhou, menurut hambamu ini, tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh agar dia tidak belari kesana kemari kecuali mengutungkan sepasang kakinya Bukankah dengan demikian dia akan menjadi kalem dan tenang?"

Ibu suri menarik nafas panjang.

"Tampaknya memang hanya ada satu jalan itu saja!" katanya.

Bukan main tercekat dan takutnya hati Siau Po, Dia langsung mencelat bangun dan lari ke pintu, Tapi baru kaki kirinya melewati pintu, dia merasa kepalanya nyeri sekali!

Rupanya kuncirnya telah ditarik oleh seseorang sehingga kepalanya tersentak dan tubuhnya berjungkir balik ke belakang, Setelah itu dia juga merasa dadanya sakit sekali, sebab ada sebelah kaki yang menginjak dadanya itu. Dia melihat kaki itu besar dan gemuk serta mengenakan sepatu ber-sulam.

Ternyata Liu Yan yang bergerak cepat meringkusnya.

"Perempuan bau! Lekas singkirkan kakimu yang bau itu!" damprat Siau Po saking putus asanya, Dia pun menjadi berani karenanya.

Liu Yan tidak menjawab Dia malah menekan kakinya semakin keras sehingga Siau Po dapat mendengar suara retakan dan dia merasa nafasnya menjadi sesak.

"Ah, saudara kecil." kata Liu Yan sambil tertawa, "Kakimu justru harum sekali sampai-sampai aku ingin mengutungkannya untuk mengendusnya sepuas hati!"

Siau Po berpikir keras, Thayhou sangat membencinya, Kemungkinan sepasang kakinya benar benar akan dikutungkan dan dayangnya itu yan akan menggendongnya pergi mencari Sui Tong Atau mungkin ibu suri akan mengirim orang yang kepandaiannya tinggi sekali dengan maksud mem bunuh Sui Tong apabila tiba di Ngo Tay san. Hal ini sekali-sekali tidak boleh terjadi. Di kolong langit ini orang bernama Sui Tong sudah tidak ada, dia suda mati sehingga tidak mungkin bisa ditemukan lag Dengan demikian, rahasianya pasti akan terbongkar. "Yang paling penting sekarang adalah bagaimana menyelamatkan sepasang kakiku ini," pikirnya dalam hati, "Bagaimana sekarang? Aku tidak boleh menggertaknya, lebih baik menggunakan akal saja."

Dengan membawa pikiran demikian dia segera berkata.

"Thayhou, tidak ada gunanya mengutungkan sepasang kakiku ini, Taruh kata leherku yang dipatahkan sekalipun, paling-paling tubuhku terpotong menjadi dua bagian, Apa artinya? Sebaliknya, kitab Si Cap Ji cin-keng itu harus disayangkan hm!"

Mendengar disebutnya nama kitab itu, Thayhou langsung melonjak bangun. "Apa katamu?" tanyanya ingin menegaskan.

"Yang ku maksudkan adalah beberapa jilid kitab Si Cap ji cin-keng!" sahut Siau Po mengulangi "Dan aku mengatakan bahwa kitab-kitab itu harus disayangkan. "

"Lepaskan dia!" ibu suri segera memberi perintah kepada Liu Yan.

Si dayang segera mengangkat kakinya dari dada Siau Po. Dengan sigap tangan kanannya menjambret bagian belakang leher baju bocah itu kemudian menghempaskannya keras-keras ke samping.

Siau Po terpaksa berdiam diri diperlakukan demikian, Dia tidak sanggup membela diri. Dayang itu terlalu tangguh baginya, Dalam keadaan seperti ini, dia juga tidak berani memakinya dengan kata-kata "Perempuan bau!" ucapan yang sudah di ujung lidah, terpaksa ditelannya kembali.

Terdengar thayhou bertanya kepadanya.

"Dari siapa kau dengar tentang kitab Si Cap Ji cin-keng?"

"Karena kau akan mengutungkan kedua kakiku, aku tidak akan mengatakan apa pun!" sahut Siau Po yang mulai menjalankan siasatnya, "Biar kita sama-sama mengalami kerugian, Aku kehilangan sepasang kakiku dan kau tidak akan mendapatkan kitab Si Cap Ji cin-keng itu!"

"Aku peringatkan kepadamu sebaiknya kau jawab pertanyaan thayhou dengan baik- baik!" ancam Liu Yan.

Tapi Siau Po tetap keras kepala.

"Kalau aku jawab, aku akan mati, tidak kujawab, paling-paling mati juga. Karena itu, untuk apa aku menjawab pertanyaannya? Atau, kalian ingin menyiksaku sampai mengaku? Aku tidak takut!"

Liu Yan segera menyambar tangan Siau Po. Bibirnya menyunggingkan senyuman. "Saudara kecil," katanya sembari tertawa, "Jari tanganmu indah sekali. Runcing dan panjang!"

"Walaupun demikian, paling-paling kau akan mematahkannya!" sahut Siau Po yang mengerti dirinya digertak, "Apa yang harus disayangkan?"

Belum lagi kata-katanya selesai, tiba-tiba terdengar suara gemerutuk yang membuatnya kesakitan. Tanpa dapat dipertahankan lagi Siau Po menjerit.

"Aduh!"

Ternyata Liu Yan benar-benar menjepit telunjuk Siau Po dan menekuknya keras- keras.

Wajah dayang itu memang manis dan suaranya juga merdu sekali, tapi hatinya sangat keji, sedangkan jepitan tangannya tidak kalah dengan capitan besi.

Dalam keadaan demikian, Siau Po terpaksa membiarkan airmatanya mengalir jari telunjuknya terasa remuk oleh jepitan Liu Yan.

"Thayhou, cepat bunuhlah aku!" teriaknya dengan air mata tetap meleleh. "Masalah kitab itu, jangan harap aku mengatakannya! Kau akan kubunuh seperti kucing yang mengendus bau harum ikan, tetapi tidak dapat menikmatinya. Ya... Kau hanya bisa mencium baunya saja!"

"Kalau kau bicara yang sebenarnya tentang kitab itu, aku akan mengampuni jiwamu!" kata thayhou.

"Aku tidak membutuhkan pengampunanmu," kata Siau Po. "Mengenai kitab itu, jangan harap aku akan bicara!"

Ibu suri langsung mengernyitkan keningnya, Dia tahu bocah itu keras kepala dan berani, Mungkin akan sia-sia apabila dia menggunakan penyiksaan sebagai jalan keluarnya.

"Dia menyebut Si Cap Ji cin-keng, mungkin dia tahu asal-usul kitab itu," pikir thayhou dalam hatinya. "Cara apa yang harus kugunakan agar dia mau membuka mulut? Benar- benar sulit!"

Thayhou berdiam sekian lama, Akhirnya dia berkata dengan suara perlahan kepada Liu Yan.

"Karena dia tetap tidak mau bicara, kau boleh cungkil kedua biji matanya!"

"Baik, thayhou," sahut Liu Yan, "Pertama-tama aku akan mencungkil dulu sebuah biji matamu. Eh, adik kecil, bola matamu indah sekali, warnanya hitam, bundar dan jernih pula, Setelah dicungkil keluar, aku akan menyimpannya sebagai kenang-kenangan!" Selesai berkata, jari jempol dan telunjuk kanannya segera menarik kelopak mata Siau Po.

Tentu saja hal ini membuat Siau Po kesakitan.

"Jangan korek mataku, nanti aku akan bicara!" teriaknya ketakutan. Liu Yan menarik tangannya kembali Dia tertawa .

"Nah, ini baru sikap anak yang baik!" katanya, "Sekarang kau bicaralah baik-baik, Aku tahu ibu suri sangat menyayangimu!"

Siau Po tidak menjawab. Dia hanya mengucek-ngucek matanya karena masih terasa nyeri. Kemu-dian dia menoleh kepada si dayang, kepalanya digeleng-gelengkan,

"Celaka! Celaka!" teriaknya berulang-ulang.

"Apanya yang celaka?" tanya Liu Yan. "Sudahlah, jangan kau berpura-pura lagi. Thayhou ingin mengajukan pertanyaan kepadamu, mengerti? Nah, kau jawablah secara baik-baik!"

"Kau telah melukai mataku!" kata Siau Po. "Sekarang kalau aku melihat orang, tampangnya jadi lain, wajahnya saja sekarang lain dari sebelumnya, sekarang tubuhmu tetap seperti manusia, tetapi kepalamu besar seperti babi!"

Liu Yan tidak gusar, dia malah tertawa.

"Bagus, kalau begitu akan kurusakkan juga matamu yang sebelah lagi," katanya. Siau Po mundur satu tindak.

"Sudahlah, jangan!" katanya, "Lebih baik aku ucapkan terima kasih saja!"

Dasar Siau Po bandel dan cerdas, Dalam keadaan seperti itu, dia masih berlagak konyol Dia merapatkan mata kanannya, dengan mata kiri dia menatap ibu suri. Kemudian dia menggoyang-goyangkan kepalanya,

Berbeda dengan Liu Yan, thayhou justru marah sekali, Diam-diam dia berpikir dalam hati

"Setan cilik ini tadi melihat Liu Yan dengan sebelah matanya, Dia mengatakan tampangnya sudah berubah, bentuk kepalanya seperti seekor babi yang gemuk, sekarang dia juga melihat padaku sedemikian rupa. Mulutnya tidak mengatakan apa- apa, tapi dalam hatinya entah apa yang diejek-kannya kepadaku!"

Karena itu dengan nada dingin dia berkata. "Liu Yan, kau cungkil saja matanya, paling baik kedua-duanya, Dengan demikian dia tidak bisa melirik kesana kemari!" katanya,

"Jangan, Kalau tidak ada biji mata, Bagaimana aku bisa mencari kitab Si Cap Ji cin- keng. "

"Kau mempunyai kitab Si Cap ji cin keng?" tanya ibu suri, "Dari mana kau mendapatkannya?"

"Sui Tong yang menyerahkannya kepadaku, Dia meminta aku menyimpannya baik- baik. Kalau bisa di tempat yang aman dan tersembunyi Lalu dia berkata: "Adik kecil, di dalam istana banyak orang jahat, Kau harus berhati-hati, seandainya terjadi sesuatu pada dirimu, seandainya ada orang yang ingin mencungkil matamu, Biarkan saja. Matamu tidak bisa melihat lagi, Kau tidak bisa menemukan tempat di mana kau menyimpan kitab tersebut sedangkan orang yang mencelakaimu juga sama ruginya. Matanya bisa melihat tapi dia tidak akan menemukan tempat kau menyembunyikan kitab itu. Karena itu, perbuatannya yang ingin mencelakai orang lain sama saja mencelakakan diri sendiri!"

Thayhou tidak percaya Sui Tong akan berkata demikian, tetapi memang dia pernah menitahkan orang itu membinasakan seorang keluarganya untuk merampas kitab Si Cap Ji cin-keng. Hanya saja ketika itu, Sui Tong melaporkan bahwa dia tidak berhasil menemukan kitab itu, Siapa sangka ternyata Sui Tong mengangkangi kitab itu!

Mendengar kata-kata Siau Po, hati ibu suri mendongkol sekaligus gembira. Dia mendongkol sekali karena Sui Tong berani main gila. Dan dia merasa gembira karena ternyata kitab itu benar ada dan sekarang dia akan tahu di mana letaknya.

"Kalau demikian," kata thayhou. "Liu Yan, pergi kau ajak hantu cilik ini mengambil kitab itu untukku! seandainya kitab itu asli, kita ampuni saja selembar nyawanya dan dia boleh dikembalikan kepada Sri Baginda, untuk selama-lamanya dia dilarang masuk ke dalam keraton Cuceng kiong lagi. Dengan demikian aku tidak perlu lagi melihat wajahnya yang menyebalkan itu!"

"Liu Yan segera menarik tangan kanan Siau Po. Dia tertawa manis. "Adik, mari kita pergi!" ajaknya.

Siau Po mengibaskan tangannya.

"Aku kan laki-laki dan kau wanita!" bentaknya, "Tapi kau justru memegang-megang tangan orang, apa-apaan?"

"Laki-laki macam apa kau ini?" tanya Liu Yan sambil tertawa pula, "Umpama kata kau seorang laki-laki sejati sekalipun, untuk menjadi anakku saja, kau masih terlalu muda!"

Siau Po segera mengejeknya. "Benar? Kau benar-benar ingin menjadi ibuku? Aku memang merasa kau sama dan persis seperti ibuku dalam segala hal!"

"Fui!" kata dayang itu dengan nada menghina. "Kau tahu, nonamu ini seorang perawan, jangan kau mengoceh sembarangan!"

Meskipun dcmikian, Liu Yan tidak tahu makna ucapan Siau Po. Sccara tidak langsung Siau Po memakinya sebagai perempuan hina, karena ibunya bekerja sebagai pelacur di Li Cun wan.

Selesai berkata, Liu Yan segera menarik tangan bocah itu untuk diajak pergi.

Tiba di lorong yang panjang, rasanya hati Siau Po semakin tidak karuan, Dia bingung sekali karena belum mendapatkan akal untuk meloloskan diri dari dayang yang lihay ini, Dia ingat pisau belatinya disembunyikan dalam kaos kaki, Kalau dia menggunakan tangan kirinya untuk mengambil, mungkin bisa ketahuan. Lagipula dia merasa bimbang menggunakan senjata tajam itu. Mana sanggup dia melawan dayang itu? Mungkin dalam tiga jurus saja, dia akan kena dirobohkan,

"Aih, celaka!" pikirnya dalam hati, "Dari mana sih munculnya si gendut ini? Tiba-tiba saja dia muncul! Rupanya ketika si nenek sihir melawan Hay kongkong baru-baru ini, si gendut ini tidak ada di tempat, Kalau tidak, tentu si kura-kura tua itu akan mudah dirobohkan oleh mereka berdua, Mungkin dia baru muncul dalam satu dua hari ini.Coba kalau sejak saat beberapa hari yang lalu dia ditugaskan ibu suri untuk membunuhnya, pasti saat ini jiwanya sudah melayang."

Tepat di saat dia berpikir sampai di sini, tiba-tiba saja dia mendapatkan akal yang bagus. Tanpa menunda waktu lagi dia segera mengajak Liu Yan menuju ke timur mereka melewati samping kamar tulis dari keraton Kian-ceng kiong. Dia berpikir, satu- satunya jalan untuk menyelamatkan diri adalah memohon pertolongan Sri Baginda, Dia mempunyai dugaan bahwa si gendut ini mungkin belum kenal dengan seluk-beluk istana karena dia baru datang tidak berapa lama.

Baru saja Siau Po menindakkan sebelah kaki-nya. Tiba-tiba dia merasa bagian belakang lehernya kena dicekal, kemudian terdengarlah suara tertawanya Liu Yan.

"Eh, adik manis kau mau pergi kemana?"

"Ke kamarku untuk mengambil kitab," sahut Siau Po. otaknya yang cerdik dapat mencari jawaban dengan cepat

"Lalu kenapa kau malah mengambil arah kamar tulisnya raja?" tanya si dayang yang lihay, "Atau, mungkin kau ingin meminta pertolongannya raja?"

Saat itu juga, habislah kesabaran Siau Po.

"Oh, babi kau!" makinya, "Rupanya kau kenal baik seluk-beluk istana ini?" Liu Yan tidak marah, sebaliknya dia malah tertawa.

"Bagian lainnya aku tidak kenal, Tapi Kian-ceng kiong, Cu-leng kiong dan kamarmu ini tidak mungkin salah kukenali!" Dan dia menarik tangan si bocah agar membalik dan melanjutkan kata-katanya: "Lebih baik kau ikut aku dengan baik-baik. jangan macam- macam!"

Suara si dayang terdengar manis dan merdu, tetapi cekalannya bukan main kerasnya, Apalagi ketika leher Siau Po yang dicekal, dia merasa batang lehernya seperti patah,

Dua orang thay-kam dari istana ada di dekat sana. Mereka mendengar suara jeritan Siau Po. Mereka langsung berpaling dan mengawasi.

Melihat keadaan itu, Liu Yan segera berkata dengan suara perlahan.

"Thayhou telah berpesan kepadaku, seandainya kau berniat kabur atau berkaok- kaok sembarangan, aku harus segera membunuhmu!"

Siau Po diam. Dia sadar bahwa sia-sia saja dia berteriak-teriak memanggil raja. Menghadapi ibu suri, raja tidak perdaya, Tidak mungkin dia menyuruh para siwi membunuhnya tanpa alasan yang kuat.

Tepat di saat dia sedang berpikir tiba-tiba dia merasa pinggangnya nyeri sekali, Rupanya Liu Yan telah menyikutnya dengan keras kemudian terdengar dia berkata lagi dengan suara perlahan.

"Apakah kau sedang memikirkan akal bulus lainnya?"

Saat itu, Siau Po benar-benar tidak mempunyai akal lain, Terpaksa ia melangkahkan kaki ke kamarnya sendiri, tapi dia berpikir kembali:

"Di dalam kamarku, aku mempunyai dua orang kawan, tapi sayangnya Pui Ie sedang terluka, De-mikian juga Siau kuncu. Kami bertiga mungkin tidak sanggup melawan si babi gendut ini. Sebaliknya, kalau dia sampai memergoki kedua gadis itu, artinya aku mengundang bencana besar."

Sekejap saja mereka sudah sampai di depan pintu kamar Siau Po mengeluarkan anak kuncinya, Sengaja dia membenturkan anak kunci itu agar bunyinya nyaring, Dia sengaja berkata dengan suara keras.

"Perempuan bau! Kau begini menyiksa aku, Awas kau! Nanti pada suatu hari aku akan membuatmu mati penasaran!"

Liu Yan tertawa dan menjawab, "Untuk menjaga dirimu sendiri agar mati baik-baik saja kau masih tidak mampu, Bagaimana kau masih sanggup mengurus kematian orang lain?"

Siau Po tidak menjawab, Dia membuka pintu kamarnya keras-keras.

Dia berkata lagi dengan suara lantang, "Kitab itu, aku berikan kepada thayhou atau tidak, sebetulnya sama saja. Kau pasti akan membunuhku juga, Kau sangka aku begitu dungu dan tetap mengharapkan kehidupan?"

Sekali lagi Liu Yan tertawa.

"Thayhou sudah menjanjikan akan memberikan pengampunan terhadapmu Kemungkinan dia akan menepati janjinya itu, Paling-paling sepasang biji matamu akan dicungkil atau sepasang kakimu yang dikutungkan!"

"Hm!" Siau Po memperlihatkan sikap yang berani sekali, "Apakah kau kira thayhou akan memperlakukan kau secara baik dengan terus menerus? Kau tahu, setelah membunuh aku, thayhou juga akan membinasakan dirimu untuk membungkam mulutmu!"

Liu Yan tertegun, Kata-kata itu tepat menusuk hati kecilnya, Tapi hanya sebentar saja, tiba-tiba dia mendorong tubuh Siau Po dengan keras sehingga membentur daun pintu.

Selama pembicaraan di antara mereka berlangsung, Pui le dan Kiam Peng dapat mendengar dengan jelas, Karena itu mereka segera menduga bahwa orang yang datang dengan si bocah cilik itu pasti orang jahat. Keduanya segera menyembunyikan diri di bawah selimut Mereka bahkan menahan nafas dan tidak berani bersuara.

Terdengar kembali suara tawa Liu Yan.

"Lihat hari sudah siang sekali dan aku tidak mempunyai waktu untuk menunggumu lama-lama, Cepat kau keluarkan kitab itu!" katanya sambil mendorong tubuh Siau Po sehingga bocah itu menjadi terhuyung-huyung.

Justru pada saat itulah, Siau Po melihat sepasang sepatu sulam di kolong tempat tidurnya, Dalam hati dia sampai menjerit celaka, Sepatu itu bisa membahayakan jiwanya, Untung saja saat itu sudah agak siang dan lilin di dalam kamar tidak dinyalakan, Liu Yan juga tidak melihatnya. Karena itu dia sengaja menjatuhkan diri, seperti orang yang terpeleset, Sepatu itu didorongnya ke dalam lorong tempat tidur, sekaligus dia sendiri juga menyelinap ke dalamnya.

"Akan kubunuh si babi hutan yang gemuk ini, seperti aku membunuh Sui Tong," pikirnya, justru di saat dia menekuk kakinya sedikit untuk mencabut pisau belati, tapi saat itu juga dia merasa kakinya ditarik oleh seseorang kemudian telinganya mendengar suara Liu Yan yang membentaknya. "Hei, apa yang kau lakukan?"

"Aku mau mengambil kitab itu," sahut Siau Po yang cerdik. "Kitab itu aku simpan di kolong tempat tidur ini!"

"Baiklah," kata Liu Yan yang langsung melepaskan cekalannya, ia pikir bocah itu toh ada di dalam kamar sehingga tidak mungkin meloloskan diri darinya.

Senang sekali hati Siau Po. Dia segera menarik kaki kanannya kemudian mencabut pisau belati itu, Dia menggenggam pisau itu dengan tangan kirinya,

"Mana kitabnya?" tanya Liu Yan. "Ke sinikan!"

"Ah, celaka!" teriak Siau Po dari dalam kolong, "Rupanya ada si buntut panjang yang menggigit buku ini sampai robek tidak karuan!"

"Jangan main gila di hadapanku!" bentak Liu Yan. "Percuma! Lebih baik kau serahkan kitab itu!" karena mendongkol dia segera mengulurkan tangannya ke kolong tempat tidur Dia ingin menyambar kitab itu, tapi ia hanya mengenai tempat yang kosong.

Siau Po sudah menyusup lebih dalam lagi. Dia merapatkan tubuhnya di dinding kamar

Liu Yan merasa penasaran Dia menjulurkan tangannya lebih dalam lagi Dengan demikian dia harus berjongkok terlebih dahulu, Tangannya sudah menyusup cukup jauh.

Siau Po menggeser tubuhnya sehingga Liu Yan tidak bisa mencapainya, Dua kali dia lolos dari sambaran orang, tetapi yang terakhir dia bukan hanya menghindar tetapi sekalian menikam tangan orang itu.

Liu Yan lihay sekali, Begitu gagal menyambar dia langsung menarik pulang tangannya sehingga dia tidak sampai tertikam, Dan rupanya gerakan dayang itu hanya siasat saja, hampir dalam waktu yang bersamaan dia mengulurkan tangannya untuk mencekal tangan Siau Po.

Siau Po terkejut setengah mati, pisau belati nya langsung terlepas, Liu Yan tertawa. "Kau ingin membunuhku bukan?" tanya nya. "Sekarang aku akan mencungkil 

sebelah matamu terlebih dahulu!"

Dengan gesit Liu Yan mencekik kerongkongan lalu tangan kirinya menjulur ke mata bocah itu.

"Ada ular berbisa!" teriak Siau Po tiba-tiba lalu dia menjerit Liu Yan tercekat hatinya,

"Ada apa?" tanyanya gugup, "0h...!" terdengar dia mengeluarkan seruan tertahan Cekikannya pada tenggorokan Siau Po mengendur, kemudian tubuhnya terkulai lalu menggelepar-gelepar seperti orang kena sakit ayan dan akhirnya tidak berkutik lagi.

Siau Po terkejut juga senang, Dia segera merayap keluar dari kolong tempat tidur. "Apakah kau tidak terluka?" tanya Siau kuncu.

Siau Po berdiri sebelum menjawab pertanyaan itu, dia menyingkap kelambu tempat tidurnya, Dia melihat Pui Ie sedang duduk di atas tempat tidur, kedua tangannya menggenggam gagang pedang erat-erat, nafasnya tersengal-sengal. Tubuh pedangnya sendiri amblas dari atas tempat tidur sampai ke kolong.

Rupanya nona Pui inilah yang telah menikam Liu Yan karena dia sadar si thay-kam cilik sedang terancam bahaya, Dan hunjaman pedangnya tepat mengenai punggung wanita itu serta amblas sampai depan dadanya.

Siau Po segera mendupak pinggul Liu Yan yang bulat, Setelah itu ia baru berkata.

"Bagus! Bagus! Kakak yang baik, kau telah menolong selembar nyawaku!" katanya,

Siau Po segera mencabut pedang Pui Ie lalu digunakannya untuk menikam Liu Yan sebanyak dua kali, Dia khawatir perempuan itu masih belum mati."

"Siapa wanita jahat ini?" tanya Siau kuncu "Mengapa dia begitu keji? Tadi aku dengar di hendak mencungkil biji matamu!"

"Dia merupakan salah satu bawahan si nenek sihir yang paling lihay," sahut Siau Po. Kemudian dia menoleh kepada Pui Ie dan bertanya kepadanya dengan penuh perhatian "Apakah lukamu masih terasa sakit?"

Pui Ie mengernyitkan keningnya, sekarang sudah jauh berkurang," sahutnya Nona ini berbohong, Barusan dia menggunakan segenap tenaganya untuk menikam, Hal ini justru membuatnya kesakitan dan hampir saja dia jatu pingsan, itulah sebabnya nafas gadis itu masih tersengal-sengal.

"Sebentar lagi si nenek sihir pasti akan mengirim orangnya lagi untuk menyusul Liu Yan," kata Siau Po kemudian, "Sekarang juga kita harus memikirkan jalan untuk meloloskan diri, Oh, ya... aku ingat sekarang, sebaiknya kalian berdua menyaru sebagai thay-kam saja, Lalu bersama-sama kita menyelinap keluar dari sini, Kakak Pui, apakah ka sanggup berjalan?"

"Kalau dipaksakan sih bisa saja," sahut Pui Ie.

"Baiklah kalau begitu," kata Siau Po. "Sekarang, cepatlah kalian berdandan!" Dia segera mengeluarkan dua perangkat pakaiannya, yakni seragam para thay-kam, yang langsung diberikannya kepada kedua gadis itu. Dia sendiri segera bekerja, Mula- mula dia menarik keluar mayat Liu Yan, Lalu dengan bubuknya yang istimewa dia hancurkan seluruh tubuh wanita yang sudah mati itu sampai lumer menjadi cairan kuning. 

Dia juga tidak lupa mengambil seluruh uang miliknya serta kitab rahasia serta tiga jilid kitab Si Cap Ji cin-keng, Tentu saja dia juga ingat membawa semua emas permatanya.

Tiba-tiba dia teringat baju dalamnya yang menurut pesan gurunya harus dikenakan terus. Dia segera mengambil pakaian itu, tapi untuk diserahkan nya kepada Pui Ie.

"Kakak yang baik, kau pakailah baju dalam ini. Baju ini baju mustika yang tidak bisa ditembus oleh senjata tajam!"

"Lebih baik kau sendiri saja yang memakainya!" sahut Pui Ie.

"Kau lebih memerlukannya daripada aku!" kata Siau Po. "Kau sedang terluka, kalau kita kepergok para siwi dan diserang, belum tentu kau sanggup melawannya, Dengan memakai baju ini, kau tidak perlu khawatir akan terluka, Ayo, lekas kau pakai!"

"Lebih baik Siau kuncu saja yang memakainya.,." sahut Pui Ie.

"Kau saja!" kata Kiam Peng menolak, "Kau sedang terluka dan lukamu itu cukup parah!"

"lbu suri hendak mencelakakan kau," kata Pui le kepada Siau Po. "Lebih baik kau saja yang memakainya!" Dia langsung menyingkapkan kelambu dan masuk ke dalam tempat tidur.

Siau Po tetap memaksanya.

"Kalau kau tidak mau mengenakannya, baik! Aku yang membantumu memakainya!" katanya, Dia langsung menyingkap kelambu tempat tidur itu dan ikut masuk ke dalamnya.

"Keluar! Keluar!" teriak Kiam Peng, "Kami belum selesai berpakaian!"

"Dia tidak mau memakai baju ini, aku yang memakaikannya!" kata Siau Po. Pui le menarik nafas panjang.

"Baiklah!" sahutnya kemudian "Berikan baju itu padaku!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar