Jilid 23
"Aku ingin menanyakan dulu tentang kenal gadis mereka yang manis-manis itu. ingin kutegaskan, apabila aku menolong Gouw susiok dan Piu, apakah mereka juga bersedia menjadi istriku. Coba bayangkan saja, aku akan menghadapi bahaya besar untuk menolong orang, masa aku harus kerja bakti tanpa pamrih apa-apa?"
Selesai Siau Po berbicara, sebuah benda dengan bayangan kehitaman melayang ke arah kepalanya, Siau Po sempat melihat dan berusaha menghindarkan diri, tapi dia kalah cepat. Begitu dia menundukkan kepalanya, benda itu dengan telak menghajar dahinya.
"Aduh!" jerit Siau Po. Disusut dengan sebuah cawan yang jatuh di atas tanah dan hancur dengan menerbitkan suara nyaring, sedangkan dahinya mengucurkan darah yang terus mengalir sampai matanya dan membuat pandangannya menjadi samar.
"Pergi kau, bunuh saja Lau It-cou!" Terdengar suara teriakan Pui Ie. "Nonamu juga tidak mau memikirkannya lagi, Tidak nanti aku sudi dihina sedemikian rupa selamanya olehmu!" Ternyata Pui Ie yang menyambit cawan arak ke kepala Siau Po. Dia kehilangan sabarnya mendengar ocehan si bocah, hatinya panas sekali, Untung saja luka Pui Ie belum sembuh sehingga tenaganya jauh berkurang dibandingkan biasanya, Kalau tidak, serangannya itu pasti luar biasa dan Siau Po bisa celaka karenanya.
Mula-mula Kiam Peng juga ikut terkejut, namun akhirnya perasaannya lebih tenang setelah tahu apa yang terjadi.
"Kui toako!" katanya, "Ke sini! Aku periksa lukamu, jangan sampai ada pecahan beling yang menancap di dalam dagingmu!"
"Aku tidak mau mendekatimu!" teriak Siau Po. "lstriku saja sudah berusaha membunuh suaminya sendiri!"
"Siapa suruh kau mengoceh yang bukan-bukan?" kata Kiam Peng. "Kenapa kau ingin mengganggu anak istri orang? Aku sendiri merasa panas mendengar kata-katamu tadi!"
Siau Po tertawa.
"Oh, aku mengerti sekarang!" katanya, "Rupanya kalian cemburu dan iri. Iya, baru mendengar aku akan mencari perempuan lain saja, istriku yang tua dan istri yang muda sudah lantas cemburu!"
Kiam Peng menyambar lagi sebuah cawan arak.
"Kau panggil aku apa?" bentaknya dengan nada keras, "Awas kalau kuhajar sekali lagi kau denga cangkir ini!"
Siau Po mengusap darah yang mengalir di matanya. Dia dapat melihat wajah si nona yang sedang marah. wajahnya semakin manis dan cantik, Karena itu dia malah tersenyum, Setelah itu, dia melirik ke arah Pui Ie. Nona itu tampak menyesal Siau Po merasa lukanya perih, tapi dia toh merasa senang.
"lstri tuaku telah menimpuk aku dengan cawan arak, karena itu, kalau istriku yang muda tidak diijinkan menyambit juga, namanya tidak adil." Diapun berjalan mendekati Kiam Peng kemudian melanjutkan kembali. "Nah, istri mudaku, kau juga boleh menyambit aku sekarang!"
"Baik!" seru Kiam Peng. ia segera menyiram arak di cawannya yang masih sisa setengah ke arah Siau Po!
Si bocah berusaha mengelak, tapi wajahnya basah juga tersembur air arak yang disiramkan itu, Namun dasar bocah nakal, dia malah mengulurkan lidahnya mencicipi arak yang manis itu. "Sedap. Sedap!" katanya berulang kali, "lstri tua menghajar aku sehingga dahiku mengucurkan darah. sekarang istri mudaku malah menyiram arak ke wajahku, Darah dan arak bercampur menjadi satu, aih! Lama-lama aku bisa mati juga!"
Mendengar kata-katanya lucu, Kiam Peng dan Pui Ie jadi tertawa juga.
"Dasar manusia tidak punya guna!" maki Pui Ie sembari mengeluarkan sapu tangan yang kemudian diangsurkan kepada Kiam Peng. "Kau bersihkan darahnya!"
Kiam Peng tertawa.
"Kau yang menghajarnya sehingga terluka, mengapa aku yang harus membersihkan darahnya?" tanyanya.
Pui Ie membekap mulut Kiam Peng.
"Kau toh istri mudanya?" katanya menggoda. Sekali lagi Kiam Peng tertawa.
"Cis! Barusan kaulah yang menerima baik syarat yang diajukannya, Bukan aku!"
"Siapa bilang kau tidak menerima?" kata Pui Ie tidak mau kalah, "Bukankah dia menantang istri mudanya menyambit juga? Dan kau telah menyiram wajahnya dengan arak! Hal ini kan berarti kau bersedia menjadi istri mudanya?"
Sekarang giliran Siau Po yang tertawa.
"Tepat! Tepat!" katanya lantang, “istri tuaku sungguh cinta dan sayang sekali kepadaku, Baiklah Kalian berdua boleh menenteramkan hati. Tidak mungkin aku main gila dengan perempuan lain!"
Diam-diam Pui Ie berpikir dalam hatinya.
"Dia seorang thay-kam, tidak mungkin bisa menjadi suami yang sebenarnya, Tentunya dia hanya bergurau, Lidahnya memang tajam!"
Pui Ie sudah mempunyai kesan baik terhada Siau Po. Mengenai ucapannya tentang istri tua dan istri muda, tentunya dia hanya iseng, Bukankah thay-kam cilik itu jenaka sekali?
Demikianlah mereka bertiga terus bersenda gurau, sampai akhirnya Pui Ie berkata:
"Kemari kau!" dia memeriksa luka di dahi Si Po. Dia khawatir masih ada sisa beling yang menancap di dalam dagingnya, sementara itu dia juga membersihkan darahnya dan ditaburi obat agar darahnya tidak mengalir terus. Ketiga-tiganya tidak suka minum arak, Karena itu sampai selesai makan, arak yang disajikan masih utuh, Tidak ada seorang pun yang menyentuhnya.
Habis bersantap, Siau Po menguap.
"Bagaimana malam ini? Apakah aku tidur dengan istri tuaku atau istri mudaku?" tanyanya.
Pui Ie memperlihatkan mimik serius,
"Kalau bergurau, kau harus tahu batasnya” katanya garang, "Apabila kau naik lagi ke atas tempat tidur, awas! Aku akan membunuhmu dengan bacokan golok ini!"
Siau Po tertawa, Dia meleletkan lidahnya.
"Hebat!" serunya, "Pada suatu hari nanti, mungkin nyawaku bisa melayang di tanganmu!"
Kedua gadis itu jadi tertawa lagi mendengar perkataannya, Siau Po segera menelan sebutir pil yang dihadiahkan ibu suri, Setelah itu dia membuka pintu kamarnya untuk mengeluarkan meja hidangan Selesai bekerja dia menggelar tikar di atas lantai lalu tanpa mengganti pakaiannya lagi, dia berbaring di sana. Rupanya dia sudah letih sekali, Dalam sekejap mata dia sudah tertidur dengan pulas.
Ketika keesokan paginya dia terbangun dari tidur, Dia merasa tubuhnya hangat Di saat dia membuka matanya, ternyata tubuhnya telah ditutupi sehelai selimut. Kepalanya juga beralas bantal Kemudian dia bangkit duduk dan mengawasi tempat tidurnya.
Di balik kelambu yang tipis, tampak secara samar-samar Pui Ie dan Kiam Peng tidur berdampingan Siau Po berdiri, dengan mengendap-endap dia menghampiri tempat tidur itu. Dengan perlahan dan hati-hati dia menyingkapkan kelambunya kemudian melongok ke dalamnya.
Tampak olehnya Pui Ie dan Kiam Peng sama-sama ayu dan anggun Kedua gadis cantik itu tidur dengan hampir berdempetan Sungguh mempesona pemandangan yang ada di hadapannya, Tanpa sadar dia mendekati wajahnya untuk mencium kedua nona itu, tapi tiba-tiba saja timbul perasaan khawatir mereka akan terjaga karenanya.
"Oh!" serunya dalam hati, "Seandainya kedua gadis cantik ini bisa menjadi istriku, tentu hidupku akan menyenangkan sekali, Di rumah pelesiran seperti Li Cun-wan, mana ada gadis-gadis yang secantik dan seayu mereka?"
Perlahan-lahan Siau Po berjalan mendekat pintu, tapi baru saja dia membukanya, suara gerakan pintu itu ternyata membangunkan Pui Ie Gadis itu langsung membuka matanya dan memperhatikan Siau Po. Bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Kui... Kui... Oh, kau sudah bangun?" sapany dengan suara halus. "Kui... Kui apa?" sahut Siau Po sembari tertawa "Apa kau keberatan memanggilku suami yang baik?"
"lngat!" sahut Pui Ie, "Kau toh belum menolong orang yang kau janjikan itu!" "Jangan khawatir!" kata Siau Po. "Sekarang juga aku akan membebaskan mereka !" Tepat pada saat itu terdengar suara bersin Kiam Peng.
"Hei, pagi-pagi begini apa yang kalian bicarakan?" tanyanya.
"Kami berdua tidak tidur sepanjang malam" sahut Siau Po. Banyak sekali yang kami bicarakan." Kemudian dia menguap dan menambahkan "Oh, aku mengantuk sekali,.. aku ingin tidur...!"
Wajah Pui Ie jadi merah padam.
"Orang memang tidak bisa bicara baik-baik denganmu," katanya, "kenapa kau mengatakan kita tidak tidur sepanjang malam?"
Siau Po tidak memberikan komentar, dia hanya tertawa.
"Nah, istriku yang baik," katanya kemudian "Sekarang mari kita bicara serius, Kau tulislah sepucuk surat, nanti aku bawa kepada Lau sukomu itu agar dia percaya kepadaku dan bersedia mengikut aku keluar dari istana ini. Tanpa surat darimu, aku khawatir dia akan curiga dan takut dirinya ditipu, Kemungkinan dia berkeras mengatakan bahwa dirinya adalah orangnya Go Sam-kui!"
"Kau benar," kata Pui Ie. "Tapi, apa yang harus kutulis?"
"Kau boleh tulis apa saja!" sahut Siau Po. "Umpamanya kau bisa mengatakan bahwa aku adalah suamimu, suami yang paling baik di kolong langit ini! Ada baiknya kau juga menyebut kebaikanku karena menikahi dirimu, aku bersedia menolongnya membebaskan diri dari tempat tahanan!"
Sembari berbicara, Siau Po mengambil alat tulis milik Hay kongkong. semuanya dipindahkan ke depan tempat tidur, kemudian dia juga menggosok bak tinta nya agar menjadi kental. Tidak kepalang tanggung, dia juga mengambil sehelai kertas lalu dibeberkannya di atas meja, dan pitnya disediakan
Pui le bergerak bangun untuk duduk, Ketika menerima pit dari tangan Siau Po, tiba- tiba dia menangis terisak-isak. Air matanya mengucur dengan deras.
"Apa yang harus kutulis?" tanyanya denga tersengguk-sengguk,
"Apa pun boleh," kata Siau Po. Dia merasa kasihan juga melihat kesedihan gadis itu. "Aku toh buta huruf, apa pun yang kau tulis, aku tidak bisa membacanya. Karena itu kau tidak perlu khawatir Tapi sebaiknya jangan kau katakan bahwa kau telah menikah denganku, nanti Lau sukomu menjad gusar dan tidak sudi ditolong olehku!"
"Kau buta huruf?" tanya Pui le menegaskan "Kau tidak membohongi aku?"
"Kalau aku mengerti membaca, biarlah aku menjadi si anak kura-kura!" sahut Siau Po. "Aku bukan suamimu, akulah anakmu, akulah cucumu!"
Pui le dapat melihat kesungguhan Siau Po dan dia mempercayainya. Sembari mengangkat pit, dia terus berpikir Tapi sampai sekian lama dia masih tidak tahu apa yang harus ditulisnya.
"Sudah, sudah!" seru Siau Po yang mulai kehabisan sabar, "Baik, nanti kalau aku sudah berhasil membebaskan Lau It-cou, kau boleh menikah dengannya, Aku tidak akan merebutmu! Lagipula, kau tidak bersungguh hati ingin menikah denganku dengan demikian kelak di kemudian hari aku juga tidak perlu merasakan dikhianati. Lebih baik sejak sekarang aku mengalah, Biar kau senang dapat menikah dengan Lau It-cou! Apa pun yang ingin kau tulis, tulislah! jangan khawatir, aku tidak takut!"
Pui le memperhatikan Siau Po lekat-lekat. Air matanya masih mengambang, kemudian dia menundukkan kepalanya, Kali ini tampaknya dia bersyukur dan senang, dia juga langsung menggerakkan pit nya. Beberapa kali dia menambahkan air di bak tintanya, akhirnya selesai juga pekerjaannya.
"Nah, ini!" katanya, Dia menyodorkan surat itu kepada Siau Po. "Tolong kau sampaikan kepadanya !"
"Hm! Kau...!" maki Siau Po dalam hati. "Mengapa kau tidak memanggil aku toako, tapi membahasakan kau saja?"
Hatinya memang mendongkol juga, tapi dia ingin bersikap sebagai seorang laki-laki sejati, Karenanya dia menahan kekesalan hatinya dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
Dia mengulurkan tangannya untuk menyambut surat yang disodorkan si nona kemudian ia masukkan ke dalam sakunya, namun dalam hatinya dia masih berkata juga. "lstri yang cantik dan baik malah diserahkan kepada orang lain..."
Setelah menutup pintu kamarnya, Siau Po berjalan menuju tempat para siwi, Kali ini yang mendapat bagian meronda adalah Tio Kong-lian. Dia sudah mendapat kisikan dari To Lung, atasannya untuk membantu Kui kongkong membebaskan ke tiga orang tahanan, namun dia juga mendapat pes untuk berhati-hati agar ketiga tawanan itu tidak menjadi curiga atau mempunyai dugaan bahwa mereka dilepaskan dengan sengaja.
Begitu melihat Siau Po, Kong Lian segera menghampiri untuk menyambutnya. Sembari tertawa dia mengedipkan matanya, setelah itu dia mengajak thay-kam cilik itu ke samping gunung buatan. Siau Po mengikuti.
"Kui kongkong, dengan cara bagaimana kongkong akan menolong mereka?" tanya Kong Lian,
Siau Po jadi berpikir setelah melihat keramahan siwi ini.
"Sri Baginda berpesan agar aku membunuh satu dua orang siwi yang menjaga, agar aku dapat membebaskan para tahanan" pikirnya, "Tapi orang she Tio ini begini baik, tegakah aku membunuhnya?"
"Nanti aku periksa lagi ketiga tahanan itu, katanya setelah berpikir sejenak. "Aku akan kerja dengan melihat situasinya."
"Terima kasih, kongkong," sahut Kong Lian,
"Untuk apa kau mengucapkan terima kasih kepadaku?" tanya Siau Po heran. "Hamba ingin bekerja dengan Kui kongkong." sahut Kong Lian, "Hamba harap untuk
selanjutnya hamba akan mendapat bantuan dari kongkong agar dapat memperoleh kedudukan yang lebih tinggi!"
Siau Po tersenyum mendengar ucapan siwi itu.
"Kau bekerja dengan setia kepada Sri Baginda, hanya satu hal yang aku khawatirkan..."
Kong Lian terkejut mendengar kata-kata Siau Po. "Apa itu, kongkong?" tanyanya khawatir.
"Aku takut kalau kau terus memperoleh kemajuan, gudang uangmu tidak akan muat lagi karena hartamu sudah berlebihan..." sahut Siau Po.
Pertama-tama Kong Lian bingung, namun akhirnya dia tertawa, Kemudian, setelah tawanya berhenti, dia berkata dengan suara perlahan.
"Kongkong, hamba sudah berunding dengan para siwi lainnya yang berjaga di sini bahwa kami semua akan bekerja dengan segenap kemampuan untuk membantu kongkong, Kami yakin kelak kongkong akan menjadi kepala atau pemimpin para thay- kam di sini!"
"Bagus!" kata Siau Po. "Hal itu mungkin harus menunggu beberapa tahun lagi kalau usiaku sudah agak dewasa."
Siau Po segera berjalan ke dalam tempat tahanan, Baru satu malam saja tampak jelas Lou It-cou bertiga sudah jauh lebih lesu. Memang mereka tidak disiksa lagi, tapi karena perasaannya yang sumpek dan rasa nyeri masih nyut-nyutan, mereka tidak ada selera mengisi perut. Sudah dua hari dua malam mereka tidak makan apa-apa.
Di dalam kamar tahanan, terdapat delapan siw yang menjaga, Melihat kedatangan Siau Po, merek segera memberi hormat dengan menjura.
Siau Po sudah mempertimbangkan apa yang harus diperbuatnya, Dia segera berkata dengan suara lantang.
"Sri Baginda sudah mengeluarkan firman! Ke tiga pemberontak ini besar sekali dosanya, Mereka harus segera dihukum mati di hadapan khalayak ramai. Karena itu lekas kalian siapkan hidangan biar mereka bisa makan sampai kenyang, Dengan demikian, setelah mati mereka tidak akan menjadi setan kelaparan!"
Serentak para siwi itu menyahut. "Baik!"
Gouw Lip-sin, tahanan yang bertubuh besar serta berewokan langsung berteriak: "Kami mati demi Peng Si-ong, nama kami akan harum untuk selamanya, Kami lebih
hebat berkali-kali lipat daripada kalian segala anjing buduk yang menjadi budak bangsa Tatcu!"
"Kurang ajar!" damprat salah seorang siwi yang menjadi gusar, ia menyabet satu kali dengan cambuknya, "Gouw Sam-kui adalah si pemberontak. Dia juga akan dihukum mati berikut seluruh anggota keluarganya!"
Sebaliknya, Lau It-cou tidak mengatakan apa-apa. Dia mendongakkan kepalanya ke atas seperti sedang memikirkan sesuatu, Bibirnya bergerak-gerak, tapi tidak jelas apa yang dikatakannya, sedangkan kawannya yang satu lagi juga membungkam saja.
Dengan cepat barang hidangan sudah dibawa datang, jumlahnya cukup untuk tiga orang lengkap dengan araknya pula.
"Ketiga pemberontak ini mendengar kepala mereka akan dipenggal sebentar lagi, mungkin karena terkejut setengah mati sehingga tubuh mereka gemetar Aku khawatir mereka tidak berselera untuk makan, Oleh karena itu, saudara sekalian, sukalah kiranya kalian melelahkan diri untuk menyuapi mereka dan bantu mereka minum arak barang dua tiga cawan. Tapi ingat, jangan lolohi terlalu banyak. Kalau mereka sampai mabuk, tentu mereka tidak akan merasa enaknya kepala dipenggal. Mereka tidak akan merasa sakit dan ini pasti terlalu enak bagi mereka yang dosanya demikian besar Lagi- pula, sesampainya di alam baka, Giam lo-ong akan berhadapan dengan tiga setan pemabukan dan Giam Lo-ong akan marah lalu mencambuki mereka dengan rotan sebanyak tiga kali Bukankah hal ini menambah penderitaan mereka?"
Para siwi tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Siau Po. Mereka merasa thay- kam cilik ini lucu sekali, mereka menghampiri ketiga tawanan itu untuk menyuapi mereka. Gouw Lip-sin tidak sungkan-sungkan lagi, Dia segera meneguk arak yang disodorkan dan menikmati hidangan yang disuapkan.
Go Piu juga makan, tapi setiap kali disuapi, dia selalu memaki, "Budak anjing!"
Lau It-cou tampak pucat sekali wajahnya. Baru makan satu sendok, dia tidak sanggup lagi membuka mulutnya, Kepalanya digeleng-gelengkan.
"Baiklah!" kata Siau Po yang memperhatika ketiga tahanan itu diberi makan, "Sekarang kalia semua boleh keluar dulu, Aku ingin memeriksa mereka lagi! Masih ada beberapa hal yang ingin diketahui oleh Sri Baginda, Setelah diperiksa, baru mereka dibawa untuk menjalani hukuman mati!"
Tio Kong-lian segera mengiakan. Dia segera mengajak rekan-rekannya meninggalkan kamar tahanan itu. Setelah keluar mereka pun merapatkan pintunya.
Siau Po menunggu sampai para siwi itu sudah keluar semua, Dia segera menghampiri Gouw Li sin bertiga, Dia memperhatikan mereka denga senyumnya yang aneh.
Thay-kam anjing, apa yang lucu sehingga kau tersenyum-senyum?" bentak Gouw Lip-sin.
Siau Po tertawa.
"Aku tersenyum sendiri!" sahutnya tenang. "Apa hubungannya denganmu?" Tepat pada saat itulah, Lau It-cou berkata.
"Kongkong, a...ku... akulah Lau It-cou."
Siau Po heran sehingga dia tertegun, Dia tidak menyangka Lau It-cou akan mengaku. Belum lagi dia sempat memberikan jawaban, Gouw Lip-sin dan Go Piu sudah membentak kawannya.
"Apa yang kau ocehkan?"
"Kongkong.,." kata Lau It-cou tanpa memperdulikan kedua rekannya, "Kau... tolonglah a.,.ku, tolonglah ka...mi!"
"Hei, manusia pengecut!" bentak Gouw Lip-sin. "Kau tamak kehidupan, kau takut mampus, apakah itu perbuatan seorang enghiong? Mengapa kau mementang bacot memohon pertolongan orang?"
"Tapi..." kata It Cou gugup, "Dia bilang bahwa Siau ongya dan guruku... yang meminta dia menolong kita. " "Apakah kau percaya ocehannya yang hanya kebohongan belaka?" tanya Lip Sin garang.
Siau Po tersenyum melihat orang yang adatnya keras kepala itu.
"Yau Ta'u Saycu Gouw loyacu," panggilnya, "Dengan memandang mukaku ini, bolehkah kau kurangi gelengan kepalamu itu?"
Gouw Lip-sin terkejut setengah mati.
"Kau.. kau...?" matanya menatap Siau Po dengan pandangan keheranan Siau Po kembali tertawa.
"Aku kenal baik dengan kalian bertiga," sahutnya. "Saudara ini bernama Go Piu dan julukannya Chi Mo houw, Go toako ini adalah murid kesayanganmu Seorang guru yang tersohor pasti mempunyai murid yang lihay, aku merasa kagum sekali!"
Gouw Lip-sin terdiam. Matanya menatap thaykam cilik itu lekat-lekat Dia merasa terkejut dan heran. Bagaimana bocah ini bisa mengetahui namanya dan julukannya? Dengan demikian, bukankah rahasia mereka sudah terbongkar? Hal ini pula yang membuatnya jadi sangsi.
Ketika orang itu sedang berdiam diri, Siau Po merogoh ke dalam sakunya, Dia mengeluarkan surat Pui Ie, kemudian membukanya dan merentangkannya di hadapan pemuda She Lau.
"Kau lihat surat ini, siapa yang menulisnya? tanyanya.
It Cou memperhatikan tulisan dalam surat dan membacanya, tiba-tiba dia memperlihatkan kegirangan yang luar biasa.
"lni tulisan Pui sumoay!" serunya, suaranya terdengar gemetar "Gouw susiok, adik seperguruanku mengatakan bahwa Kui kongkong ini dapat untuk menolong kita, Kita diharapkan menurut apa pun katanya!"
Gouw Lip-sin merasa heran. "Mari aku !ihat!" katanya.
Tanpa mengatakan apa-apa, Siau Po membawa surat itu kepada si bewok, Dia harus memberikan bantuannya karena kedua tangan It Cou terik sehingga tidak dapat menyodorkannya sendiri, Bahkan untuk membaca pun, harus Siau Po yang megangi surat itu. Diam-diam si bocah berpikir dalam hati.
"Entah apa yang ditulis nona Pui dalam suratnya ? Mungkinkah urusan asmara, Kalau benar, sungguh istriku itu tidak tahu malu!" Ketika itu Gouw Lip-sin sudah membaca surat Pui Ie. isinya sebagai berikut:
"Lau suko, Kui kongkong ini adalah orang sendiri, Dia baik hati, Ditempuhnya bahaya untuk menolongi kalian, Kau harus dengar apa yang dikatakan oleh Kui kongkong agar kalian semua bisa terbebas dari bahaya!"
“Adikmu, Pui Ie."
"Ah!" seru Lip Sin. Dia merasa heran sekali, "Surat ini memakai kode rahasia Bhok onghu kita, Jadi surat ini tentu bukan surat palsu!"
Siau Po senang mendengar bunyi surat itu.Ternyata tidak ada kata-kata mesra yang ditulis Pui Ie.
"Tentu saja, Mana ada surat yang palsu?" katanya. "Kongkong," kata It Cou. "Dimana sumoayku sekarang?"
"Dia ada di atas tempat tidurku," kata Siau Po, tentu saja hanya dalam hati, "Dia sekarang sedang bersembunyi di tempat yang aman," sahutnya, "Setelah berhasil menolongi kalian, baru aku menolongnya, Dengan demikian kalian bisa berkumpul bersama lagi!"
It cou merasa terharu mendengar kata-kata Siau Po. Air matanya sampai mengucur. "Kongkong, budi besarmu ini, entah kapan dan bagaimana baru aku dapat
membalasnya..."
Sebenarnya It Cou gagah berani, tapi barusan ketika Siau Po mengatakan mereka akan dihukum penggal kepala setelah mereka selesai bersantap tiba-tiba saja hatinya menjadi goyah karena terguncang.
Tanpa berpikir panjang lagi dia mengaku dirinya sebagai Lau It-cou. Karena hal itu pula di dibentak oleh Gouw Lip-sin. sekarang bukan main girang perasaannya, sebab Pui Ie sudah mengatakan dalam surat bahwa thay-kam di hadapannya ini akan menolongi mereka.
Gouw Lip-sin tetap berani dan tenang. Kecurigaannya tidak langsung terhapus. "Tuan, aku mohon tanya she dan namamu ya mulia?" tanyanya kepada Siau Po.
"Mengapa tua mau menolong kami?"
"Baiklah! Aku akan berkata terus-terang!" sahut Siau Po. "Di mata sahabat- sahabatku, aku bernama Lay Lie-tau Siau samcu. Kalian tidak usah heran, Dulu kepalaku memang kurapan, tetapi sekarang tidak lagi, Aku mempunyai seorang sahabat Dia seorang hiocu bagian Ceng-bok tong dari perkumpulan Tian-te hwe Namanya Wi Siau-po. . mengatakan bahwa dalam perkumpulan Tian-te hwe terjadi kesalah pahaman karena salah seorang anggotanya membunuh Pek Han-siong dari Bhok onghu kalian, Hal ini membuat Bhok siau ongya tidak mau mengerti. Bukankah sulit sekali, karena orang yang sudah mati kan tidak bisa hidup kembali? Apa yang harus dilakukan? itulah sebabnya Wi Siau-po datang kepadaku dan meminta tolong agar aku membebaskan kalian bertiga, Dengan demikian, pihak Tian-te hwe tidak berhutang nyawa kepada kalian dan hubungan antara Bhok onghu dan Tian-te hwe pun dapat berlangsung terus!"
Gouw Lip-sin tahu benar urusan kematian Pek Han-siong. sekarang ia percaya penuh terhadap Siau Po, Dia menganggukkan kepalanya dan berkata.
"Aku tahu urusan itu! Dan aku minta maaf atas kelakuan kasarku barusan!" Siau Po tertawa.
"Tidak apa, tidak apa!" katanya, "sekarang urusan kita, Bagaimana cara yang baik agar kalian dapat membebaskan diri dari tempat ini?"
"Tentunya Kongkong sudah mendapatkan cara yang bagus!" kata Lau It-cou. "Kami hanya menurut saja, silahkan kongkong katakan apa yang harus kami lakukan!"
"Aku belum mendapat akal apa-apa," sahut Siau Po. "Bagaimana dengan kau, Gouw loyacu?" tanyanya kepada Lip Sin kemudian.
"Di dalam istana ada banyak siwi anjing Tatcu!" kata si bewok, "Oleh karena itu, rasanya kita tidak dapat meloloskan diri di siang hari. Menurutku, lebih baik, kita tunggu sampai hari sudah gelap saja!"
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Nanti tolong kongkong lepaskan ikatan kami. Dengan demikian kita bisa menerobos keluar kata Lip Sin selanjutnya.
Sekali Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Cara ini cukup baik," sahutnya, "Tapi belum seratus persen aman dan selamat!"
Siau Po berjalan mondar-mandir dengan kepala ditundukkan
"lya, lebih baik kita menerobos keluar saja" kata Go Piu ikut memberikan pendapatnya. "Syukurlah kalau kita berhasil, kalau sampai gagal paling-paling mati!"
"Go suko," tegur Lau It-cou."jangan kau mengganggu kongkong yang sedang mencari akal!"
Go Piu menoIeh, Dia menatap rekannya dengan pandangan sinis, Diam-diam dia berpikir dalam hati. Sementara itu, otak Siau Po juga sedang be putar.
"Paling bagus kalau aku mempunyai obat bius dengan demikian aku bisa membuat para siwi tidak sadarkan diri dan tidak perlu jatuh korban!"
Dengan membawa pikiran demikian, dia segera keluar dari tempat tahanan untuk mencari Ko Lian.
Tio toako, aku memerlukan obat Bong ho yok. Dapatkah kau mencarinya segera?" "Bisa, bisa!" sahut Tio Kong-lian, "Saudara ini selalu menyediakan obat itu. Nanti aku
akan mengambilnya!"
"Tio toako mempunyai obat bius itu?" tanyanya ke orang yang keheranan "Buat apa kau selalu menyediakannya?"
"Sebenarnya begini," sahut Tio Kong-lian. "Kemarin ini Sui hu congkoan menyuruh kami menawan dua orang yang berkepandaian tinggi Kalau kami menggunakan kekerasan pasti ada korban jatuh, Dan lagipula kita tidak bisa menawan orang yang hendak ditangkap itu hidup-hidup, Karena itu saudara Cio segera mencari obat itu untuk kami gunakan!"
Mendengar penjelasan itu, diam-diam Siau Po berpikir dalam hati.
"Apanya yang jatuh korban dan tidak dapat menawan orang-orang itu hidup-hidup? Yang jelas pasti kalian tidak sanggup melawan mereka!" Lalu dia bertanya: "Bagaimana kesudahannya?"
Tio Kong-lian tertawa.
"Kami berhasil, orang-orang itu telah tertawan!" katanya.
Nada suaranya menunjukkan kebanggaan dan kegembiraan Karena hal itu menyangkut Sui Tong, maka Siau Po bertanya lagi.
"Siapa orang-orang yang ditangkap itu? Dan apa kesalahan mereka ?" "Mereka adalah dua orang Tong-nia dari Cong jinhu. Katanya mereka bersalah
terhadap thayhou,
Setelah mereka ditawan, Sui hu congkoan memaka mereka mengeluarkan satu perangkat kitab, Kemudian hidung dan mulut mereka ditempel deng kertas perekat agar mereka tidak dapat bernafas sama sekali kemudian akhirnya mati konyol..."
Disebut tentang seperangkat kitab, suatu ingatan segera melintas di benak Siau Po. "Oh, rupanya si nenek sihir itu berusaha mendapatkan sejilid kitab Si Cap Ji cin-keng yang lain, tapi mengapa setelah mendapatkannya, Sui To tidak segera menyerahkannya kepada ibu suri. Kenapa kitab itu disimpan dalam tubuhnya? Mungkinkah dia ingin mengangkanginya sendiri?"
Kemudian dia bertanya lagi: "kitab apakah itu? Mengapa kitab itu demikian penting?" "Aku tidak tahu kitab apa," sahut Kong Lian "Baiklah, sekarang juga aku akan
mengambilkan obat bius itu."
"Oh ya, sekalian saja kau minta orang di Sian sian tong menyediakan hidangan untuk dua meja kata Siau Po menitahkan. "Aku ingin menjamu para siwi!"
"0h. Lagi-lagi kongkong akan menjamu kami." sahut Kong Lian dengan nada riang, pendek kata asal mengikuti Kui kongkong, kami tidak akan kekurangan makan dan minum!"
Tidak lama setelah berlalunya, Tio Kong-li sudah kembali lagi dengan membawa satu bungkus besar obat bius Bong hoan-yok, beratnya mungkin ada satu kati, Dia menyerahkannya kepada Siau Po sembari tersenyum dan berkata dengan perlahan.
"Obat ini cukup untuk merobohkan seribu orang, Kalau sasarannya hanya satu orang, cukup seujung kuku saja dimasukkan ke dalam teh atau arak!"
Selesai berkata, Kong Lian menemui rekan-rekannya untuk meminta mereka menyiapkan meja dan kursi untuk bersantap seraya memberitahukan.
"Kui kongkong akan menjamu kita semua!"
Para siwi itu senang sekali, Mereka segera bekerja dengan perasaan gembira. "Meja harus diatur dalam kamar tahanan," kata Siau Po. "kita berpesta pora, biar
para tahanan itu melihatnya sehingga mata mereka menjadi merah dan air liur mereka bercucuran!"
Dalam waktu yang singkat, meja telah diatur rapi, Menyusul datangnya barang- barang hidangan yang langsung disajikan di atas meja oleh beberapa thay-kam yang bertugas di dapur Cara kerja mereka cekatan sekali.
"Lihat!" kata Siau Po kepada Gouw Lip-sin bertiga, "Kalian adalah para pemberontak yang bekerja dengan Go Sam-kui. Sampai detik menjelang kematian, kalian masih besar kepala, sekarang kalian boleh menyaksikan bagaimana kami akan berpesta pora. Andaikata kalian tidak dapat menahan keinginan kalian, kalian boleh menggonggong seperti anjing, nanti kami akan melemparkan sepotong tulang untuk kalian!"
Para siwi mendengar ucapan si thay-kam yang jenaka, Gouw Lip-sin segera mendamprat. "Siwi anjing! Thay-kam bau! kalian semua waspadalah! Akan datang harinya Peng Sin-ong membalaskan sakit hati kami, Kelak dia akan bergerak dari Inlam untuk menyerang kota Peking ini dan meringkus kalian semua, Waktu itu kalian akan diceburkan ke dalam sungai dan dijadikan umpan ikan dan buaya!"
Ketika Gouw Lip-sin memaki-maki dan para siwi memperhatikannya, secara diam- diam Siau Po sudah mengeluarkan obat biusnya, Kemudian sem bari membawa poci arak di tangan kiri, dia menghampirkan tawanan yang bengis itu.
"Eh, Pemberontak! Apakah kau ingin mimu arak?" tanyanya sembari mengangkat poci ara tinggi, dia tertawa terbahak-bahak, Lagaknya se akan sedang mengejek,
Gouw Lip-sin tidak tahu apa maksud Siau Po Sahutannya semakin keras:
"Minum atau tidak, sama saja! Kalau angkatan perang Peng Si-ong sampai di sini, kau si thay-kam cilik yang pertama-tama akan menerima kematian."
"Ah! Belum tahu!" sahut Siau Po sambil tertawa, Pocinya yang diangkat tinggi lalu ditunggin kan sedikit sehingga araknya mengucur turun dalam mulutnya yang menganga.
"Sedap!" pujinya seakan ingin membuat para tahanan itu ngiler,
Sembari berkata, dia menurunkan pocinya ke bagian dada, tangannya yang sebelah diangkat ke atas untuk menyingkapkan tutup poci lalu jari tangannya yang lain memasukkan obat bius yang telah disediakan sebelumnya, Setelah itu dia mengangkat pocinya lagi dan digoyang-goyangkannya agar obat bius itu larut, Kemudian sambil tertawa dia berkata.
"Pemberontak, kematianmu sudah dekat, kau masih berani mengoceh yang tidak- tidak!"
Ketika dia memasukkan Bong hoan-yok ke dalam poci, tidak ada orang lain yang melihatnya kecuali Gouw Lip-sin. Laki-laki brewokan itu segera sadar. Diam-diam dia merasa senang, tetapi dengan berpura-pura dia membentak.
"Seorang laki-laki kalau harus mati, ya mati! Apa kami harus meratap memohon pengampunan? Orang yang demikian tidak patut disebut orang gagah! Mari arakmu, biar aku minum!"
Siau Po tertawa.
"Kau mau minum arak?" ejek Siau Po, "Oh, tidak nanti kuberikan kepadamu! Ha... ha... ha... ha.,." Thay-kam cilik ini lalu memutar tubuhnya dan berjalan kembali ke meja, Kemudian dia sendiri yang menuangkan arak ke dalam cawan para siwi.
Kong Lian bangkit berdiri Demikian pula siwi-siwi lainnya. "Terima kasih!" katanya, "Mana berani kami menerima penghormatan seperti ini? Kenapa harus kongkong sendiri yang menuangkan arak bagi kami?"
"Jangan sungkan!" kata Siau Po tertawa, "Tidak ada halangannya, Kita semua sudah seperti saudara antara satu dengan yang lainnya!" kemudian dia mengangkat cawannya sendiri, "Silahkan! Mari kita minum!"
Tepat di saat para siwi mengangkat cawannya masing-masing, tiba-tiba dari luar kamar terdengar suara lantang.
"Firman Hong thayhou memanggil Siau Kui cu! Apakah Siau Kui cu berada di sini?" Siau Po terkejut setengah mati. Dia tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini.
"Ya, di sini!" sahutnya cepat Dia meletakkan cawannya sambil berpikir "Mau apa si nenek sihir itu mencariku?" Terus dia berjalan ke depan untuk menyambut utusan ibu suri itu. semuanya terdiri dari empat orang thay-kam sedangkan yang satu nya, yakni yang menjadi pemimpin segera maju sambil membusungkan dadanya.
Siau Po menjatuhkan dirinya berlutut seraya berkata. "Hamba Siau Kui cu menerima firman thayhou!”
Thay-kam yang menjadi utusan ibu suri segera menyahut.
"Hong thayhou mempunyai urusan yang penting sekali. Kau diperintahkan datang secepatnya ke keraton Cu-Leng kiong!"
"Ya, ya!" sahut Siau Po yang terus berdiri. Dalam hatinya diam-diam dia berkata. "Boan Hoa yok sudah dicampur ke dalam arak, kalau aku berlalu dari sini, tentu para siwi akan meminumnya. Benar-benar sial! Rencanaku bisa berantakan!"
Pikirannya bekerja dengan cepat Dia langsung tertawa dan berkata.
"Kongkong, apakah she kalian yang mulia? Kenapa dulu-dulunya kita belum pernah bertemu?"
"Hm!" suara thay-kam itu tawar sekali "Aku Tang Kim-kwe! Mari kita jalan, Thayhou sudah menunggu! Kau tahu, sudah setengah harian ini aku berputaran mencarimu!"
Siau Po tidak menjawab, Dia justru menarik tangan thay-kam itu. "Tang kongkong, mari aku ajak kau melihat sesuatu yang menarik!"
Tang Kim-kwe berjalan mengikuti Siau Po yang menariknya. Dia ingin tahu apa yang akan ditunjukkan bocah tanggung itu. Di dalam ruangan, dia segera melihat dua meja penuh hidangan langsung saja dia berseru. "Bagus! Oh, Siau Kui cu, kau sungguh beruntung! Thayhou menugaskan kau mengurus Siang-sian tong, Siapa tahu, di balik maksud baikmu, kau malah menghamburkan uang negara untuk berfoya-foya!"
Siau Po tertawa.
"Para saudara siwi ini sudah berjasa mengusir dan meringkus pemberontak yang menyerbu istana," katanya, "Karena itu Sri Baginda menyuruh aku menjamu mereka. Mari Tang kongkong! Mari kau juga minum bersama, Juga ketiga kongkong itu!"
"Aku tidak bisa minum!" sahut Tang Kim-ko sembari menggelengkan kepalanya, "Thayhou memanggilmu, mari kita pergi!"
Siau Po tidak segera pergi, dia tertawa lagi.
"Semua siwi Tayjin adalah sahabat-sahabat kami. katanya pula, "Kalau satu cawan arak saja kau tidak sudi minum, berarti kau benar-benar tidak memandang muka para saudara ini!"
"Aku tidak bisa minum!" kata Kim Kwe dengan suara keras. Siau Po mengedipkan matanya kepada Tio Ko lian.
"Nah, Tio toako, kau lihat! Kongkong ini terlalu angkuh, dia tidak mau minum bersama kita!"
Kong Lian mengerti maksud Siau Po. Dia segera mengangkat cawannya dan mengambil sebuah cawan lagi untuk disodorkan kepada Tang Ki kwe, utusan ibu suri itu. Sembari tertawa ramah berkata:
"Kongkong, mari kita minum! Untuk kebahagiaan kalian juga kita semua!"
Kim Kwe didesak sedemikian rupa sehinga tidak enak hati, Terpaksa dia menerima cawan berisi arak yang disodorkan kemudian diteguk sekaligus sampai kering.
"Nah, ini baru namanya sahabat!" puji Siau Po. "Nah, ketiga kongkong, kalian juga harus ikut minum!"
Ketiga thay-kam yang lainnya disodori tiga cawan arak oleh para siwi, mereka segera menyambutnya dan meneguknya sampai kering,
"Bagus!" seru Siau Po. "Ayo, semua minum!"
Cepat-cepat dia mengisi lagi keempat cawan yang sudah kosong, Para siwi juga ikut minum, Siau Po juga, Tapi dia memang cerdik. Dia mengangkat cawannya tinggi-tinggi, Dengan demikian wajahnya jadi terhalang dan dengan mudah dia menuangkan araknya ke dalam lengan baju. "Mari kita minum lagi!" katanya menawarkan Dia khawatir satu cawan arak masih belum cukup untuk membius para thay-kam dan para siwi itu.
Seorang siwi segera mendahului Siau Po mengangkat cawan arak. "Kongkong, biar aku yang mengisinya!"
Tang kongkong mengerutkan sepasang alisnya.
"Kui kongkong, aturan dalam istana sangat ketat. Sekali thayhou memanggil, orang harus langsung menghadap, Malah kalau bisa lari secepatnya, Tapi kau, sekarang kau malah merepotkan diri dengan minum arak, perbuatanmu sungguh tidak menghormati thayhou!"
Siau Po tertawa.
"Sebetulnya hal ini ada sebabnya..." katanya sengaja mengulur waktu, "Mari! Mari kita minum satu cawan lagi, nanti aku akan menjelaskannya kepada kalian!" Dia langsung mengangkat cawannya.
Tio Kong-lian juga ikut mengangkat cawannya. "Tang kongkong, mari kita minum lagi!" ajaknya.
"Aih! Aku tidak boleh minum lagi!" sahutnya sambil memutar tubuh untuk berlalu, Tapi tiba-tiba saja gerakannya jadi limbung.
Siau Po tahu thay-kam itu sudah jadi korban obat biusnya, tiba-tiba saja ia meringkukkan tubuhnya dan pura-pura memegangi perutnya.
"Aduh! 0h... Aduh! Perutku sakit!" serunya berulang-ulang,
Para siwi yang lainnya juga terkejut Apalagi secara tiba-tiba, mereka merasa kepala mereka pusing sekali.
"Ah, celaka!" seru mereka, "Arak ini tidak beres!"
"Tang kongkong!" kata Siau Po dengan suara lantang, "Apakah kau sedang menjalakan perintah thayhou untuk meracuni kami semua? Benarkah?"
"Kenapa kau mencampurkan racun ke dalam arak?"
Tang Kim kwe terkejut setengah mati. Tuduhan Siau Po merupakan fitnah yang keji sekali!
"Ma...na... mana mungkin?" teriaknya gugup. "Ah! Kau tentu ingin membalas sakit hati ke-empat thay-kam yang mati kemarin, bukan?" desak Siau Po. "Betul Dan sekarang kau memasukkan racun dalam arak kami! Ayo, para siwi! Bekuk mereka!"
Para siwi itu menjadi bingung, sementara itu, mereka merasakan kepala mereka semakin pusing.
Dua orang thay-kam tidak dapat mempertahankan diri lagi, Mereka segera terkulai di atas tanah. Disusul dengan robohnya Tang Kim-hwe, kemudian Tio Kong-lian. Thay- kam yang terakhir semakin takut Dia roboh bertepatan dengan para siwi lainnya. situasi dalam ruangan itu jadi berantakan. Meja dan kursi terbalik di sana-sini karena tertimpa tubuh para siwi.
Menyaksikan keadaan itu, Siau Po segera menghambur ke depan Tang Kim hwe kemudian mendepak pantat thay-kam itu keras-keras, tapi Tang Kim-hwe tidak berkutik sama sekali, Matanya juga terpejam.
Siau Po senang sekali melihat kenyataan ini. Dia berani dan gesit sama sekali tidak takut, meskipun dia sudah mencelakai keempat thay-kamnya ibu suri. Cepat-cepat dia lari ke pintu dan menutupnya. Setelah itu dia menghunus pisau belatinya dan menikam Tang Kim-hwe serta ketiga thay-kam lainnya masing-masing satu kali.
Gouw Lip Sin dan yang lainnya heran menyaksikan perbuatannya, Bahkan Lau It-cou sampai mengeluarkan seruan tertahan. Mereka merasa perbuatan thay-kam cilik ini sungguh luar biasa.
Siau Po bekerja dengan cekatan Dia membaw pisau belatinya yang tajam kemudian ditebasnya urat kerbau yang mengikat tangan Gouw Lip-sin bertiga, Dengan demikian mereka jadi bebas.
"Kongkong," kata Lau It-cou. "Bagaimana caranya kami menyingkir dari sini?" "Gouw loya cu, Go suheng," kata Siau Po ke pada kedua orang itu. "Cepat kalian
pilih pakaian seragam siwi yang cocok dengan bentuk tubuh kalian Dan kau, Lau
suheng, kau tidak mempunyai kumis, sebaiknya kau menyamar menjadi thay-kam saja, Pakailah seragamnya Tang kongkong itu!"
"Biar aku menyamar jadi siwi saja!" sahut La It-cou. "Tidak bisa," kata Siau Po. "Kau harus menjadi thay-kam!" Terpaksa It Cou menurut Dia menganggukkan kepalanya,
Segera ketiga orang itu bekerja, Dalam waktu yang singkat mereka sudah menyamar menjadi siwi dan thay-kam. "Mari kalian ikut aku!" kata Siau Po. "Kalau kita bertemu dengan siapa pun dan ada yang menegur kalian, jangan memberikan jawaban, kalian harus pura-pura bisu!"
Selesai berkata, Siau Po mengeluarkan obat mukjijatnya. Dia mengguyurnya di atas luka Tang Kim-hwe dan menambahkan beberapa tikaman lagi agar daging dan tulang di tubuh thay-kam itu semakin cepat lumernya.
"Mari!" ajaknya kepada Gouw Lip-sin bertiga.
Sekeluarnya dari kamar tahanan, Siau Po mendorong ketiga orang itu menuju dapur kemudian pintunya ditutup kembali.
Jarak antara siwi pong dengan Siang-sian tong berdekatan. Dalam waktu yang singkat, mereka sudah sampai di tempat di mana Cian laopan dan beberapa kawannya sudah menunggu. Mereka membawa dua ekor babi yang sudah disembelih dan dibersihkan Sikap mereka tampak menghormati sekali.
"Hai, Lao Cian, kau berani main gila!" bentak Siau Po tiba-tiba. "Aku memesan babi yang besar, gemuk dan masih muda, sekarang kau membawakan babi yang kurus dan tua pula! Kau. Apakah kau masih mau makan nasi?"
Cian laopan tampak ketakutan. Tubuhnya membungkuk dalam-dalam. "I... ya... iya. " sahutnya gugup,
Beberapa thay-kam di Siang-sian tong melihat kedua ekor babi itu besar dan gemuk, tapi merupakan kebiasaan bagi mereka bila tidak ada uang pelicin, apapun dicela, Melihat pemimpin mereka membentak dengan suara keras, mereka pun sege meniru.
"Lekas bawa pergi!" bentak mereka.
Siau Po tampak semakin gusar, Dia menoleh kepada Gouw Lip-sin bertiga dan memerintahkan
"Kedua siwi toako dan kau juga kongko kalian gusur orang itu dari tempat ini! Lain kali jangan biarkan dia masuk ke dalam istana lagi!"
Cian laopan mengerutkan sepasang alisnya.
"Kongkong, maaf. maaf.,." katanya, "Baik! Hamba akan tukar babi ini dengan yang
lebih gemuk dan besar Aku akan membawakan yang lain lagi, Ha...rap. kongkong
su..ka memaafkan aku kali ini."
"Kalau aku membutuhkan babi, nanti aku akan suruh orangmu membawakannya! Sekarang cepat kau pergi dari sini!"
Cian laopan segera menjura dalam-dalam. "lya, iya..." sahutnya kemudian sambil memutar tubuhnya untuk pergi. Lip sin bertiga mengikuti Tubuh Cian lao didorongnya berkali-kali,
Siau Po juga ikut, setibanya di lorong, dia tidak ada seorang pun di sana, Siau Po berkata dengan suara perlahan.
"Cian toako, ketiga tuan-tuan ini adalah jago-jago dari Bhok onghu, Yang menjadi pemimpin adalah saudara Gouw Lip-sin ini yang bergelar Yaou Tau Saycu!"
Cian Lao pan langsung mengeluarkan seruan heran.
"Oh! Sudah lama aku mendengar nama besar itu! Tuan-tuan, maaf kalau aku yang rendah tidak segera menyapa!"
Pertama-tama Lip Sin juga bingung, namun kemudian dia merasa gembira setelah mengetahui bahwa orang ini ternyata sahabatnya si thay-kam cilik.
"Tidak apa," sahutnya. "Kita berada di tempat yang berbahaya, sudah seharusnya kita bersikap demikian!"
"Cian toako," kata Siau Po pada Laopan, "Nanti kau tolong sampaikan pada Wi hiocu dari perkumpulanmu yang merupakan sahabat baikku, katakan bahwa Lay Lie-tau Siau samcu sudah menyelesaikan tugasnya, sedangkan ketiga tuan ini, harap kau antarkan pada Bhok Siau ongya dan Liu loyacu, Seberlalunya kalian, tentu akan muncul para siwi yang mencari penjahat yang telah membunuh. Oleh karena itu, kau sendiri, sebaiknya jangan datang kemari lagi!"
"Ya, ya!" sahut Cian laopan dengan sikap menghormat "Kami semua berterima kasih atas budi kongkong!"
Lip Sin menoleh kepada Cian laopan, "Tuan, rupanya kau dari pihak Tian-te hwe?" "Betul, Gouw loyacu," sahut Cian laopan, "Nah, mari kita pergi sekarang!"
Mereka kembali berjalan lagi. Siau Po masih mengikuti sebentar saja mereka sudah sampai di Sin-bu mui. Di sana ada beberapa siwi yang menjaga. Begitu melihat Siau Po, mereka langsung menyambut dengan hormat.
"Oh, Kui kongkong, Semoga baik-baik saja!" sapa mereka ramah. Siau Po tertawa.
"Terima kasih!" sahutnya. "Semoga kalian pun demikian!" para siwi itu memperhatikan Lip Sin bertiga Mereka merasa tidak kenal Tetapi karena Siau P menggapit lengan Gouw Lip-sin, mereka tidak berani mencegah ataupun menanyakan apa-apa. Karena itu, Siau Po berlima pun jalan terus. Sekeluarnya dari pintu Sin-bu mui, merek sudah berada di luar batas pekarangan istana, Sia Po masih mengiringi mereka berjalan beberapa puluh tindak jauhnya, kemudian baru dia berkata:
"Sekarang aku harus pulang. Sampai jumpa lagi. Kalian tidak usah banyak peradatan pula!"
Tapi Gouw Lip-sin tetap menjura dan berkata
"Untuk budi pertolongan ini, kami yakin kongkong tentulah tidak mengharapkan imbalan apa-apa. Karena itu, kelak di kemudian hari, apabila pihak Tian-te hwe memerlukan tenaga kami, aku dan muridku ini tidak akan menoleh meskip harus terjun ke dalam lautan api!"
"Terima kasih! Tidak berani aku menerima penghormatan demikian tinggi!" kata Siau Po, "silahkan berangkat!"
It Cou tidak mengatakan apa-apa. Dia memang berjalan mendahului yang lainnya, Berulang kali dia menolehkan kepalanya melihat ke arah Siau Po. Dia merasa heran mengapa Gouw Lip-sin masih belum menyusulnya juga, Dia merasa tidak tenang. Soalnya mereka belum jauh dari istana, Sesaat kemudian setelah rekannya berpisahan dengan si thay-kam, hatinya baru lega.
Siau Po kembali ke Sin-bu mui, Terhadap para siwi yang sedang menjaga dia tertawa dan berkata.
"Kongkong tadi adalah orang kepercayaannya Thayhou, Menurutnya mereka bertiga sedang menjalankan titah, aku dimintanya mengantarkan sampai ke depan, Tapi aku tidak tahu tugas apa yang sedang mereka laksanakan!" Biarpun seorang Cin ong atau Pwe lek juga tidak pantas menyuruh kongkong yang mengantar!" kata seorang siwi dengan perasaan tidak puas.
"BetuI! Sungguh bertingkah kongkong itu, seenaknya saja meminta Kui kongkong mengantarkan!" sahut seorang siwi lainnya yang juga merasa kurang senang.
"Aih, sudahlah!" kata Siau Po dengan menggelengkan kepalanya. "ltu toh titahnya Hong thayhou, Apa yang bisa kita lakukan? Mereka membawa firman yang ditulis thayhou sendiri, Meskipun kita curiga, kita harus tutup mulut! Benar tidak?"
"Ya, ya. kita memang tidak bisa berbuat apa-apa!" sahut siwi lainnya.
Bergegas Siau Po kembali ke tempat tahanan. Di sana para siwi masih tidak sadarkan diri, Cepa cepat dia mengambil seember air yang kemudia diguyurkan ke kepala Tio Kong-lian.
Siwi itu perlahan-lahan tersadar Begitu ingata nya kembali, dia tersenyum dan berkata. "Aih, kongkong, Bagaimana aku bisa jadi lupa daratan..." dia terus bangkit untuk duduk, ta tiba-tiba dia menjadi terkejut sekali ketika melihat keadaan dalam ruangan itu. Para siwi masih terbaring semaput dan di sana juga ada mayat beberapa thay-kam.
"Ba...gaimana... dengan para penyerbu itu?" tanyanya gugup, "Apakah... mereka sudah kabur?"
Siau Po memperlihatkan sikap tidak kalah penasarannya.
"Thayhou telah menyuruh thay-kam she Tang itu membius kita, lalu melarikan ketiga penjahat itu" katanya geram.
Tio Kong-lian merasa bingung, Bong hoan-yok toh ada di tangannya si thay-kam cilik ini. Namun karena baru sadar, pikirannya masih lemah. ia tid dapat mengingat dengan baik, Dia jadi tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Siau Po berkata kembali.
"Tio toako, bukankah To congkoan secara diam-diam menyuruh kau membebaskan para tawanan itu?"
Kong Lian menganggukkan kepalanya.
"Ya, To congkoan mengatakan bahwa itulah perintah rahasia dari Sri Baginda untuk membebaskan para penyerbu itu," sahutnya, "Maksudnya agar pihak kita dapat menguntitnya secara diam-diam dan dengan demikian kita bisa tahu siapa pemimpin mereka yang sebenarnya!"
"Ya, memang benar," kata Siau Po sembari tertawa, "Tapi sekarang aku ingin bertanya lagi, kalau orang tawanan kabur dari penjagaan, orang yang menjaga itu bersalah atau tidak?"
Kong Lian merasa tercekat hatinya, Untuk sesaat dia jadi tertegun.
"Tentu saja bersalah!" katanya kemudian Tapi ini kan perintah To congkoan, kami... yang menjadi bawahan hanya menjalankan perintah saja!"
"Apakah To congkoan memperlihatkan surat perintah?" Kong Lian bertambah terkejut.
"Tidak... tidak!" sahutnya bingung, "kata To congkoan, tidak perlu membawa surat perintah, karena ini merupakan perintah lisan dari Sri Baginda. "
"Kalau begitu, mestinya To congkoan juga memperlihatkan suatu barang sebagai tanda bukti Sri Baginda?" tanya Siau Po kembali. "Ti... dak," sahut Kong Lian semakin gugup.
Tapi, mungkinkah To congkoan akan berdusta? Tubuhnya bergetar dan suaranya menjadi kurang jelas.
"Palsu sih tidak," sahut Siau Po. "Aku hanya khawatir kalau nanti dia akan menyangkal hal ini apabila keadaan membahayakan Siapa tahu ia akan menimpakan kesalahan pada dirimu? Bukankah in akan menjadi bencana bagimu? Tio toako, tahukah kau mengapa Sri Baginda membiarkan para ta wanan itu bebas?"
"Menurut To congkoan, agar kita bisa menguntitnya dan dapat mengetahui siapa pemimpinnya? sahut Kong Lian,
"Memang persoalannya demikian, tapi.,, bukan kah hal ini agak aneh?" kata Siau Po kembali "Bagaimana mungkin para penjahat dibiarkan lolos dan urusan pun tidak diperpanjang lagi? Sekalipun si penjahat sendiri, bila mendengar urusan ini, pasti tidak akan mempercayainya. Lagipula tidak muda menemukan pemimpin para penjahat itu, Mungki bisa terjadi nantinya Sri Baginda akan menghukum mati dulu beberapa orang dan apabila berita ini sudah tersiar, para penjahat itu baru tidak curiga Iagi. "
Kata-kata Siau Po ini bukan berarti menuduh Raja akan berbuat demikian. Kenyataannya Sri Baginda memang menyuruh dia membunuh satu dua orang siwi agar penyerbu itu tidak menjadi curiga.
Sementara itu, wajah Tio Kong-lian semakin pucat, memang ada kemungkinan dia akan dihukum mati, Saking takutnya, dia menjatuhkan diri berlutut di hadapan Siau Po.
"Kongkong, tolonglah aku. !" dia memohon sambil menyembah berkali-kali.
"Jangan memakai terlalu banyak peradatan, Tio toako," katanya. Dia mengulurkan tangannya untuk membangunkan siwi itu, Bibirnya menyunggingkan senyuman ramah. "Jangan khawatir sekarang ada cara untuk menghindarkan dirimu dari hukuman mati, Lihat, di sana ada beberapa thay-kam, mereka dapat menggantikannya. Kita timpakan saja kesalahan pada diri mereka. Kita bilang mereka membawa obat bius untuk membuat kita tidak sadarkan diri, setelah itu mereka membebaskan para tahanan. Dengan demikian, bukankah namamu menjadi bersih? Apabila Sri Baginda mendengar ke-empat orang thay-kam itu adalah orang ibu suri, tentu urusan ini tidak akan diperpanjang. Raja juga tidak akan menghukum mati dirimu apabila ada alasan yang masuk akal. Mungkin kau malah akan mendapat hadiah!"