Kaki Tiga Menjangan Jilid 21

Jilid 21

Mendengar suara bimbang, Go Eng-him sepert mendapat sedikit harapan, Hatinya senang sekali.

"Biar bagaimana, Pi cit mengharapkan bantua kongkong," katanya, "Ya, Pi cit hanya mengandalkan kongkong seorang!"

"Kau bangunlah!" kata Siau Po. "Mari kita bicara sembari berdiri!" Eng Him menurut, dia bangkit.

"Benarkah para penyerbu itu bukan orang orang suruhanmu?"

"Pasti bukan!" sahut Go Eng-him tegas. "Man berani Pi cit melakukan perbuatan durhaka dan memberontak seperti itu? Bukankah itu merupaka dosa tidak terampunkan?"

"Baik," kata Siau Po. "Aku senang bersahabat dengan mu. Aku percaya padamu, Tapi ingat, kalau mereka memang orang-orangmu, selain menjerumuskan dirimu sendiri, kau juga menyeret aku!"

"Aku tahu, kongkong. Mereka pasti bukan orang-orangku!" kembali Eng Him memberikan kepastiannya.

"Siapa kira-kira orang yang ingin memfitnah kalian ayah dan anak?" tanya Siau Po. "Sulit bagiku untuk menunjuknya, Kami mempunyai banyak musuh!" sahut Go Eng-

him bingung

"Untuk memberikan penjelasan kepada Sri Baginda, kau harus menyebut nama salah seorang musuhmu," kata si kongkong, "Dengan begitu Baginda baru bisa menaruh kepercayaan atas apa yang kukatakan."

"lya, kongkong memang benar. Ayah Pi cit telah bekerja banyak demi kerajaan Ceng, tidak sedikit lawan yang telah ia robohkan, Karena itu bisa di mengerti kalau sisa-sisa lawannya masih membencinya sampai sekarang, Tentu saja mereka juga berusaha mengadakan pembalasan, Umpamanya sisa orang-orangnya Lie Cong, pangeran Tong Ong, Kui ong, Juga keluarga Bhok dari Inlam, Mereka-mereka itu pasti bisa melakukan hal apa saja."

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Sekarang coba kau terangkan kepadaku tentang sisa-sisanya Lie Cong dan keluarga Bhok itu, Bagaimana tentang ilmu silat mereka? Dapatkah kau memperlihatkan beberapa jurus di antaranya agar aku dapat tuturkan di depan Sri  Baginda nanti? Aku akan mengatakan kepada Sri Baginda bahwa itulah ilmu silat para penyerbu yang kau lihat tadi malam. Dengan demikian kata-kataku disertai bukti."

Eng Him senang sekali mendengar ucapan Siau Po. Dia yakin cara itu memang bagus sekali.

"Pemikiran kongkong ini baik sekali!" pujinya, "Mengenai ilmu silat, kepandaian aku yang rendah masih terbatas, Karena itu, biarlah Pi cit tanyakan dulu kepada orang- orangku, silahkan kongkong duduk menunggu, sebentar Pi cit akan kembali lagi!"

Go Eng-him memberi hormat kemudian masuk ke dalam, Tidak lama kemudian, dia sudah muncul kembali bersama salah satu orangnya, yakni Yo Ek-ci, orang yang kemarin dibantu Siau Po untuk memenangkan perjudian sebanyak seribu enam ratus tail.

Ek Ci mengenali thay-kam cilik ini. Cepat-cepat dia memberi hormat. wajahnya tampak kelam. Mungkin Eng Him sudah memberitahukan maksud kedatangan si thay- kam cilik sebagai utusan raja ini.

Siau Po tertawa dan berkata.

"Yo toako, jangan khawatir! Tadi malam kau berjudi di istana Kong Cin ong, tidak sedikit orang yang melihatmu Tidak mungkin kau disangka sebagai penyerbu gelap di istana!"

"ltu memang benar! Tapi aku takut ada orang jahat yang ingin memfitnahku," kata Ek Ci. Di adalah kepala pengawal Go Eng-him, karenanya dia juga bertanggung jawab atas para bawahannya, "Aku khawatir ada orang yang mengatur cerita burung bahwa sengaja Go sicu mengajak aku ke istana Kong Cin ong, tetapi di belakangnya aku justru telah mengatur penyerbuan ke istana raja. "

"Iya. Kekhawatiranmu memang beralasan juga." kata Siau Po.

"Kongkong, kaulah yang dapat menolong kami." kata Ek ci kemudian, "Menurut Go sicu, kongkong sudah memberi penjelasan kepada Sri Baginda tentang bebasnya kami dari sangkaan, Kami benar-benar berterima kasih atas kebaikan kongkong, Musuh Peng Si ong banyak sekali, Pihak-pihak itu juga mempunyai aneka ragam ilmu silat yang berlainan namun ilmu keluarga Bhok istimewa serta mudah dikenali. "

"Aih! Sayang sekali!" kata Siau Po yang cerdik, Sayang di sini tidak ada orang keluarga Bhok, kalau tidak, kita dapat memintanya menjalankan beberapa jurus ilmu keluarga itu!"

"llmu tangan kosong dan ilmu pedang keluarga Bhok sangat terkenal dan sudah tersiar luas di wilayah Inlam," kata Ek Ci. "Karena itu, hamba ingat beberapa jurus di antaranya, kalau kongkong suka, hamba akan berusaha menjalankannya, kawanan  penyerbu itu datang membawa golok serta pedang, Bagaimana kalau hamba tunjukkan beberapa jurus ilmu pedang Keng Hong kiam?"

Siau Po memperlihatkan mimik gembira.

"Bagus sekali kalau Yo toako mengenal ilmu silat keluarga Bhok, Aku tidak mengerti ilmu pedang dan untuk mempelajarinya juga memerlukan waktu yang cukup lama, sebaiknya kau mainkan jurus tangan kosong saja, nanti aku akan mencobanya."

"Kongkong telah berhasil membekuk Go Pay, nama kongkong terkenal di empat penjuru dunia!" kata Ek Ci. "Aku yakin ilmu silat kongkong pasti lihay sekali, Kongkong, mana yang aku tidak paham,harap Kongkong sudi memberikan petunjuk!"

Yo Ek-ci segera menuju tengah ruangan dan mulai bersilat dengan perlahan. Maksudnya agar si thay-kam cilik dapat melihat dengan jelas.

Ilmu silat keluarga Bhok memang terkenal sejak dua ratus tahun yang lalu, itulah sebabnya, meskipun belum lancar sekali, tapi Yo Ek-ci mengenalnya dan dapat menjalankan nya dengan baik, Pada dasarnya dia memang lihay, Banyak sudah dia mendengar dan mengalami sendiri, pengetahuan nya pun luas sekali.

"Sungguh bagus!" kata Siau Po memuji ketika melihat Ek Ci menjalankan jurus "Heng-sau cian kun" Begitu pun ketika orang itu menjalankan juru Kao-san Liu Sui.

"Bagus sekali!" pujinya sekali lagi ketika Ek Ci berhenti menunjukkan permainannya, "Dalam waktu yang sesingkat ini, aku tidak dapat mempelajari semuanya sekaligus. Karena itu, di depan Sri Baginda nanti, aku akan menunjukkan dua jurus itu saja, Dengan demikian Sri Baginda bisa menanyakan kepada para siwi, apakah mereka mengenal jurus tersebut. Coba kau katakan, apakah kau tahu asal-usuI kedua jurus tadi?"

Selesai berkata, Siau Po pun segera menjalan kan kembali kedua jurus Heng-sau Ciang kun da Kao-san Liu Sui tersebut.

"Bagus! Kongkong bagus sekali!" seru Ek memuji "Kongkong dapat menjalankan kedua jurus tadi dengan baik sekali! Setiap ahli silat tentu akan mengenalnya, Kongkong memang cerdas sekali, Dengan sekali lihat saja kongkong dapat mengikutinya. Kongkong, dengan demikian keluarga Go pasti luput dari ancaman bahaya!"

Go Eng-him berulang kali menjura kepada Siau Po seraya berkata.

"Kongkong, keluarga Go yang terdiri dari seratus jiwa lebih semuanya mengandalkan pertolongan kongkong untuk menyelamatkannya!"

Mendengar ucapan Go Eng-him, Siau Po berpikir dalam hati. "Keluarga Go ibarat mempunyai gunung emas dan bukit permata, Dengannya aku tidak perlu membicarakan harga!" Dia pun menganggukkan kepalanya dan berkata, "Bukankah kita adalah sahabat sejati? Siau ongya, jangan bicara soal budi pertolongan Dengan berkata demikian, kau menganggap aku seperti orang luar saja, Lagipula, Siau ongya, aku memang berusaha menoIongmu, tapi berhasil atau tidaknya toh masih belum ketahuan!"

"Baiklah, kongkong, Aku mengerti..." kata Eng Him.

Siau Po berdiri, dia mengambil bungkusaan berisi senjata dan pakaian dalam tadi, Diam-diam dia berpikir.

"Barang-barang ini untuk sementara tidak boleh aku serahkan kepadanya." Kemudian dia pun bertanya, "Sri Baginda, juga berpesan agar aku bertanya kepadamu, bukankah dari sekian pembesar Inlam ada seorang yang bernama Yo It-kong?"

Go Eng-him tertegun saking herannya.

"Yo It-kong adalah seorang pembesar yang pangkatnya masih rendah," pikirnya dalam hati. Di memang datang ke kotaraja, tapi belum sempat menghadap Sri Baginda, mengapa Sri Baginda bisa mengetahui tentang dirinya?" 

Tapi secepatnya di menjawab: "Yo It-kong adalah seorang camat yang baru diangkat untuk kecamatan Kiokceng di Inlam sekarang dia memang ada di kotaraja menunggu kesempatan untuk bertemu dengan Sri Baginda,"

"Sri Baginda menyuruh aku menanyakan Sia ongya tentang orang itu," kata Siau Po. "Beberap hari yang lalu Yo It-kong telah berbuat sewenang-wenang dalam sebuah rumah makan di kotaraja ini, dia membiarkan para pengikutnya menghajar orang. Sri Baginda ingin tahu apakah tabiatnya sekarang sudah berubah atau belum?"

Mendengar pertanyaan itu, Go Eng-him terkejut setengah mati. Yo It-kong mendapat pangkat camat karena menyogok uang sebanyak empat laksa tail kepada Go Sam-kui. Dari jumlah itu, Go En him sendiri menarik sebanyak tiga ribu tail. Ini yang membuatnya terperanjat, cepat-cepat menjawab.

"Nanti Pi cit memberikan pelajaran kepadanya!" kemudian dia menoleh kepada Yo Ek-ci dan berkata, "Kau segera perintahkan orang memanggil Yo It-kong. Pertama- tama, hajar dia dengan rotan sebanyak lima puluh kali!" Setelah itu dia berkata lagi kepada Siau Po. "Kongkong, tolong laporkan kepada Sri Baginda bahwa Go Sam-kui kurang teliti dalam memilih pejabat. Karena itu Go Sam-kui minta maaf dan bersedia diturunkan pangkatnya! Tentang Yo It-kong dia akan segera dipecat dan untuk selama- lamanya tidak akan terpilih kembali. Sebagai penggantinya akan diminta Lie Pou tayjin memilih orang yang cakap!"

Siau Po tertawa. "Ah, dia tidak perlu dihukum demikian berat!" "Tapi Yo It-kong sungguh lancang dan nyalinya besar sekali, perbuatannya ini sampai diketahui Sri Baginda," kta Go Eng-him. "Sebenarnya hukuman itu malah terlalu ringan, seharusnya dia mendapatkan hukuman kematian. Nah, Yo Ek-ci, hajar lah dia yang keras!"

"Baik, Siau ongya!" sahut Yo Ek-ci. Siau Po tertawa.

"Aku rasa jiwa orang she Yo itu bisa tidak ketolongan," pikirnya dalam hati, Kemudian dia berkata kepada Go Eng-him: "Baiklah, Siau ongya, sekarang juga aku hendak kembali ke istana untuk memberikan laporan kepada Sri Baginda, Terutama aku harus melatih dulu kedua jurus Heng-sau ciang kun dan Kao-san Liu Sui itu!"

Selesai berkata, thay-kam cilik itu memberi hormat kemudian membalikkan tubuhnya untuk berjalan pergi.

Go Eng-him mengiakan dan membalas penghormatannya, Kemudian dengan sigap dia mengeluarkan sebuah bungkusan besar dari balik pakaiannya dan dengan kedua tangannya dia angsurkan kepada Siau Po seraya berkata.

"Kui kongkong, budimu yang besar sulit Pi cit balas, Begitu pula kebaikan congkoan, So tayjin beserta beberapa siWi Tayjin. Karena itu, Pi cit harap kongkong sudi membantu bicara dengan mereka dan sekalian tolong sampaikan bingkisan Pi cit yang tidak berharga ini. Kalau nanti Sri Baginda menanyakan apa-apa kepada kongkong, harap mereka sudi membantu kongkong bicara sehingga dapat mencuci rasa penasaran ayah Pi cit!"

Siau Po menyambut bungkusan itu yang berupa uang, Sembari tertawa dia berkata. "Siau ongya hendak meminta bantuanku, boleh saja!"

Sudah satu tahun lebih Siau Po berdiam dalam istana, Meskipun usianya masih muda, tapi di sudah mengerti banyak cara bicaranya seorang thay-kam dan dia dapat bersikap baik dalam hal ini

Eng Him beserta Ek Ci mengantarkan Siau Po keluar Sikap mereka menghormat sekali.

Ketika Siau Po sudah berada di dalam joli, di mengeluarkan bungkusan yang diberikan Go Eng him. Ketika dia membukanya, ternyata isinya uang kertas senilai sepuluh laksa tail.

"Hm!" pikirnya dalam haii, "Dari jumlah ini, lohu harus mengambil setengahnya!" Benar saja, Dia segera menyisihkan lima laksa tail dan disusupkannya ke dalam saku pakaian, sedangkan isinya yang lima laksa tail lagi disusun rapi kemudian dibungkus kembali. Setibanya di istana, mula-mula dia menemui raja di kamar tulis Gi Si pong, Dia memberi laporan tentang Go Eng-him yang menurutnya sangat menghormati dan memuji kebijaksanaan junjungannya itu dan pangeran itu merasa bersyukur sekali.

Kaisar Kong Hi tertawa. "Hal ini pasti membuatnya terkejut sekali!"

"Ya, dia memang kaget dan ketakutan!" sahut Siau Po ikut tertawa, "Setelah itu hamba bicara tentang para penyerbu yang ilmu silatnya telah Sri Baginda ketahui berasal dari keluarga Bhok. Mendengar itu, Go Eng-him heran sekaligus gembira."

Raja tertawa lagi, Siau Po segera mengeluarkan bungkusan berisi uangnya sambil berkata.

"Ya, Go Eng-him sangat bersyukur Dia memberikan sejumlah uang kertas yang katanya satu laksa buat hamba sendiri, sedangkan sisanya untuk dihadiahkan kepada para siwi yang telah berjasa menghadang dan menumpas para penyerbu, Nah, Sri Baginda, Dengan demikian, bukankah kami telah memperoleh untung besar?"

Siau Po memperlihatkan uang kertas itu, semuanya berjumlah seratus lembar dan nilai masing-masingnya lima ratus tail.

Kaisar Kong Hi tertawa dan berkata:

"Kau masih sangat muda, selaksa tail pasti tidak habis kau pakai seumur hidup, sisanya boleh kau bagi rata kepada para siwi itu!"

Senang hati Siau Po mendengar keputusan junjungannya itu, tapi dia masih berpikir: "Sri Baginda memang cerdas sekali, tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau aku Wi Siau-po telah mempunyai uang sebanyak berpuluh laksa tail." Kemudian dia berkata kepada Raja: "Sri Baginda, perkenankanlah hamba mengatakan sesuatu, Bagi hamba, apa yang tidak tersedia? Asal hamba setia kepada Sri Baginda dan melayani dengan baik, Sri Baginda dapat memberi kehidupan mewah kepada hamba. Karena itu, biarlah uang sebanyak lima laksa tail ini, semuanya dibagikan saja kepada para siwi dan kepada mereka nanti hamba akan mengatakan bahwa se mua ini adalah persenan dari Sri Baginda sendiri Mengapa kita harus memberi muka kepada orang seperti Go Eng- him?"

Sebenarnya tidak ada niat raja menghapus jasa orang. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah kebaikan Go Eng-him. Tapi setelah mendengar kata-kata Siau Po yang mengatakan "memberi muka" kepada Go Eng-him," hatinya tercekat. Meman benar, bila dikatakan uang sebanyak itu adala hadiah dari Go Eng-him, para siwi pasti senantia mengingat kebaikan pembesar dari Inlam itu.

Melihat Raja diam saja, Siau Po dapat menebak isi hatinya, Tanpa menanti rajanya berbicara, Siau Po segera berkata lagi. "Sri Baginda, ketika Go Sam-kui menyuruh putranya datang ke kotaraja ini, dia pasti membekal uang dalam jumlah yang banyak sekali, Dan setiap bertemu orang, putranya itu pasti memberikan persenan, Karena itu, bukan tidak mungkin dia sengaja menanam kebaikan untuk mengambil hati. 

Bukanlah dalam satu negara, meskipun seseorang itu uangnya banyak sekali, tetapi sebetulnya merupakan milik Sri Baginda? Maka itu, hamba pikir Go Sam-kui itu rada aneh, Dia seperti menganggap Inlam sebagai miliknya sendiri..."

Kaisar Kong hi mengangguk mendengar kata-kata Siau Po.

"Baiklah!" katanya kemudian "Kau boleh katakan bahwa uang itu merupakan persenan dariku!"

Siau Po merasa puas, Dia memohon diri terus keluar dari kamar tulis raja dan menuju tempat para siwi di mana di sana dia juga bertemu dengan To Lung.

"To Congkoan, Sri Baginda menitahkan agar para siwi yang tadi malam telah berjasa dibagikan uang sebanyak lima laksa tail ini!" katanya sambil menyerahkan uang itu.

To Lung senang sekali, Dia menerima uang itu dengan berlutut dan mengucapkan terima kasih.

Siau Po tertawa.

"Sekarang Sri Baginda sedang gembira hatinya, Karena itu, sebaiknya kau menghadap sendiri dan ucapkan terima kasih secara langsung!"

To Lung menurut Bersama Siau Po, dia menuju kamar tulis raja, ia berlutut di hadapan kaisar Kong Hi sambil berkata.

"Sri Baginda telah menghadiahkan uang, karenanya hamba beserta para siwi menghaturkan banyak terima kasih!"

Kong Hi menganggukkan kepalanya sembari tertawa. Siau Po segera mewakili rajanya bicara.

"To congkoan, Sri Baginda menitahkan supaya semua uang yang jumlahnya lima laksa tail harus kau bagikan kepada para siwi yang telah berjasa tadi malam, Bahkan siwi yang terluka karena tugasnya diberi lebih banyak dari yang lainnya!"

"Baik! Hamba menurut perintah!" sahut To Lung.

Melihat sikap Siau Po yang demikian cerdas, kaisar Kong Hi berpikir dalam hatinya. "Siau Kui cu sangat setia dan pandai bekerja, otaknya cerdas sekali, Dia juga tidak tamak oleh harta. Diberikannya semua uang yang berjumlah lima laksa tail itu kepada para siwi, sedangkan dia tidak memungut satu ci pun!"

Sementara itu, Siau Po dan To Lung segera mengundurkan diri.

To congkoan menyisihkan uang sejumlah selaksa tail dan diserahkannya kepada Siau Po sambil berkata.

"Kui kongkong, sudilah kiranya kongkong menerima uang ini untuk dihadiahkan kepada para kongkong sebagai tanda bukti kami para siwi terhadap kongkong!"

Siau Po tertawa.

"Oh, To congkoan, kata-katamu menandakan kau kurang bersahabat Aku Siau Kui cu, seumur hidup paling menghormati sahabat-sahabat yang berkepandaian tinggi, Kalau saja uang yang lima laksa tail tersebut dihadiahkan Sri Baginda kepada para pembesar sipil, biar bagaimana aku pasti akan mengambil barang satu atau dua laksa tail. Tapi uang itu diberikan kepadamu, To congkoan, karena itu, biar kau memberikan setengahnya pun kepadaku, aku tidak akan menerimanya!"

To Lung mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tertawa.

"Para siwi mengatakan di antara para kongkong, hanya Kui kongkong yang paling muda juga paling bersahabat Ternyata kata-kata mereka bukan bualan belaka!"

Siau Po tersenyum.

"To congkoan," katanya seperti tiba-tiba teringat akan suatu hal, "Dapatkah kau memberitahukan kepadaku, apakah di antara para penyerbu yang tertawan itu ada seseorang yang bernama Lau It-cou atau tidak? Kalau ada, kita dapat mengorek keterangan darinya!"

"Aku belum tahu, kongkong," sahut To Lung, "Baiklah nanti aku akan menyelidikinya."

"Baiklah!" kata Siau Po yang terus mengundurkan diri.

Baru saja dia sampai di depan pintu kamarnya, seorang thay-kam datang memberikan laporan kepadanya.

"Kui kongkong, orang she Cian datang lagi membawa seekor babi yang diberi nama Te Hong jinsom ti. Katanya sebagai hadiah untuk kongkong, Sekarang dia ada di dapur menunggu kedatangan kongkong,"

Siau Po mengernyitkan alisnya, pikirnya diam-diam: "Babi yang dulu, hoa tiau hokleng ti masih belum selesai urusannya, sekarang dia mengantarkan seekor lagi, Huh! Apa kau kira istana ini tempat penyimpanan babi-babi? Tapi dia toh sudah datang, bagaimana aku harus menolaknya?"

Sembari berpikir demikian, Siau Po segera pergi ke dapur Di sana ia melihat wajah orang she Lian yang ramai dengan senyuman itu. Malah ketika melihat Siau Po, dia langsung berkata:

"Kui kongkong, babi hoa tiau hokleng ti itu benar-benar daging babi yang berkhasiat Lihatlah, setelah kongkong makan daging babi itu, wajah kongkong jadi bercahaya menandakan kesehatannya yang baik, Kongkong, aku bersyukur kongkong sudi membeli daging babi dariku, Karena itu sekarang aku membawakan lagi seekor babi yang diberi nama Te hong jinsom ti, ini dia babinya!" katanya sambil menunjuk ke samping.

Kali ini babi hidup yang dibawanya, BuIunya putih mulus dan bersih sekali di dalam kurungan-nya, babi itu jalan berputar-putar.

Siau Po menganggukkan kepalanya, Dia tahu orang itu sedang memberikan kisikan kepadanya, Sebab kedatangan Cian ini tidak mungkin tanpa maksud apa-apa.

Orang she Cian itu segera menghampiri Siau Po sambil mencekal tangannya, Sembari tertawa dia berkata:

"Benar hebat pengaruh daging babi yang hamba antarkan tempo hari, Lihat, tenaga kongkong jadi besar dan nadinya berdenyut kencang!"

Begitu kedua tangan mereka saling menyentuh, Siau Po dapat merasakan ada kertas yang dipindahkan ke tangannya, Dia segera menyambut kertas yang dirasa ada maknanya itu, namun dia masih buta apa kira-kira persoalannya, sedangkan di muka umum dia juga tidak ingin menanyakan apa-apa.

"Babi Te hong Jinsom ini lain lagi cara memakannya," kata Si Cian, "Tolong kongkong pesankan kepada perawat babi agar binatang itu diberi makan ampas arak selama sepuluh hari berturut-turut, Sampai waktunya aku akan datang lagi untuk menyembelih dan memasaknya buat kongkong!"

Siau Po menjungkitkan sepasang alisnya.

"Babi hoa tiau hokleng saja sudah membuat seluruh tubuhku panas tidak karuan," sahutnya "Bagaimana lagi dengan jinsom ti ini? Nanti kau bawakan aku lagi Yan Oh ti! Saudara Cian, biar ka sendiri saja yang memakan nya, aku tidak mau!"

Orang she Cian itu tertawa. "Oh, kongkong, inilah tanda buktiku terhadap kongkong," katanya, "Lain kali aku tidak berani memusingkan kongkong lagi!" Dia lantas memberi hormat kemudian membalikkan tubuhnya untuk pergi.

Siau Po membiarkan orang itu berlalu, Dia berpikir keras.

"Pasti kertas ini ada tulisannya, Tapi, sekalipun hurufnya sebesar semangka, aku juga tidak mengenalnya, Bagaimana baiknya sekarang?"

Siau Po tidak putus asa, Setelah memesan bawahannya untuk memelihara babi itu baik-baik, dia kembali ke kamarnya, Dia berkata lagi dalam hati "Si Cian ini sangat cerdik, pertama kali dia mengantar babi, di dalam babi itu dia menyembunyikan Siau kuncu, sekarang dia membawa babi hidup. Hanya saja suratnya ini. Mau tidak mau 

aku harus minta bantuan Siau kuncu, Dasar celaka orang s Cian itu? Memangnya dia tidak bisa bicara langsung? Mengapa harus tulis surat segala?"

Setelah membuka pintu, Siau Po masuk dalam kamarnya.

"Kui toako," kata Kiam Peng begitu melihat thaykarn cilik, "Tadi ada orang membawakan barang hidangan, Tapi rupanya dia melihat pintu kamar yang terkunci jadi dia pergi lagi tanpa mengetuk pintu."

"Mengapa kau bisa tahu kalau dia datang mengantarkan barang hidangan?" tanya Siau Po sembari tertawa, "Ah! Tentu hidungmu mencium bau masakan yang lezat bukan? sekarang tentunya kau sudah lapar? Kenapa kau tidak makan kue saja?"

Bhok Kiam Peng tertawa.

"Aku tidak malu-malu!" sahutnya, "Tadi aku sudah makan kue itu!" Siau Po tersenyum.

"Kui,., Kui toako.,." panggil Pui Ie. "Apakah kau,.,?"

Tiba-tiba si nona menghentikan kata-katanya. Dia menjadi jengah.

"Tentang Lau sukomu itu, aku belum berhasil memperoleh keterangan apa pun," shut Siau Po yang mengerti arah pertanyaan si nona."Kata para siwi dalam istana, mereka tidak menangkap orang she Lau. "

"Terima kasih!" kata Pui Ie. "Syukurlah kalau dia memang tidak sampai tertawan!" "Meskipun demikian, ada baiknya bagi kalian," sahut Siau Po. "Dia ada di luar istana 

walaupun mungkin dia memikirkan dirimu, Sebaliknya, kau merindukan dia, tapi kau 

ada di dalam istana, Sepasang kekasih untuk selamanya tidak dapat bertemu, bukankah hal itu mengecewakan sekali ?" Wajah nona Pui jadi merah padam.

"Aku toh tidak mungkin berada dalam istana ini seumur hidup?" katanya. "Seorang nona, begitu dia masuk ke dalam istana, mana ada kesempatan untuk 

keluar lagi?" sahut Siau Po. Dia memang iseng dan suka menggoda, "Apalagi nona 

secantik dan semanis dirimu ini, Aku Siau kui cu, begitu melihat kau saja, hatik sudah kepincut, Timbul keinginan dalam hatiku untuk mengambil kau sebagai istri, Demikian pula Sri Baginda, Kalau beliau melihatmu, pasti dia aka memilihmu menjadi ratu! Karena itu, nona Pui, aku ingin memberi nasehat kepadamu, Ada baiknya kau menjadi ratu saja!"

Hati si nona merasa mendongkol dan tidak puas.

"Tidak sudi aku bicara panjang lebar denganmu!" katanya, "Setiap ucapanmu hanya membuat aku jengkel dan membuat habis kesabaranku!"

Siau Po tidak menggubrisnya, dia hanya te tawa, Kemudian dia serahkan kertas di tangann kepada si nona cilik,

"Siau kuncu, tolong kau bacakan surat ini katanya. Kiam Peng menyambut kertas itu kemudi membacanya.

"Di kedai kopi Kho Seng ada nyanyian dan cerita dengan judul Eng Liat-toan." "Eh, apa artinya ini?" tanya si nona bingung.

Mendengar bunyi surat itu, Siau Po lantas mengerti.

"Pihak Tian-te hwe ada urusan ingin bertemu denganku Aku diundang ke kedai kopi untuk mendengar cerita tentang kisah kaisar Beng thaycou dulunya, Kecewa kau menjadi keluarga Bhok kalau kisah Eng Liat-toan saja kau tidak tahu."

"Sudah tentu aku tahu kisah Eng Liat-toan itu," kata Bhok Kiam-peng. "ltu kan cerita bagaimana mula-mulanya kaisar Beng thayou membangun kerajaan Beng!"

"Bagus!" kata Siau Po. "Sekarang aku akan menanyakan kepadamu, tahukah kau kisah Bhok ongya dengan tiga kali memanah mengukuhkan kedudukannya di Inlam serta Kui kongkong dengan sepasang tangannya memeluk si nona cantik?"

"Fui!" ejek si nona dengan keras, "Ketika kakekku mengukuhkan kedudukannya di Inlam, tentu saja dalam kisah Eng Liat-toan ada disebut juga, Tapi tentang Kui kongkong dengan sepasang... tangannya... tangannya. "

Siau Po memperhatikan si nona cilik lekat-lekat Lalu dia berkata dengan serius. "Coba kau katakan! Ada tidak kisah tentang Kui kongkong yang dengan sepasang tangannya memeluk sepasang nona cantik?"

"Sudah tentu tidak ada!" sahut Kiam Peng. "ltu kan hanya karanganmu sendiri!" "Bagaimana kalau kita bertaruh?" tanya Sia Po. "Bagaimana kalau ada? Dan 

bagaimana kalau tidak ada?"

"Kisah Eng Liat-toan itu, aku sudah hapal luar kepala!" sahut Kiam Peng. "Aku juga sudah mendengar cerita itu berulang kali, Bertaruh apa pun aku berani! Cici Pui, bukankah tidak ada cerita tentang Kui kongkong seperti yang dikatakannya?"

Belum sempat Pui Ie memberikan jawaban, Siau Po sudah melompat naik ke atas tempat tidur. Tanpa membuka sepatu lagi, dia menyusup ke dalam selimut dan berbaring di tengah-tengah kedua nona itu. Sepasang tangannya merangkul nona Pu dan nona Bhok!

Saking kagetnya, kedua nona itu sampai menjerit tertahan, namun tidak sempat menyingkirkan diri. Hanya Kiam Peng yang masih berusaha memberontak.

Siau Po menggunakan kesempatan itu untuk memiringkan tubuhnya ke arah Pui Ie. Dengan demikian bibirnya segera menyentuh pipi si gadi yang halus, Dia juga menciumnya satu kali.

"Sungguh harum..." kata si bocah ceriwis.

Nona Pui terkejut setengah mati, Dia ingin meronta, namun dia hanya mengeluarkan jerita tertahan saking nyerinya. Lukanya memang masih belum sembuh dan tidak boleh sembarangan bergerak, Meskipun demikian, tangan kirinya masih melayang juga ke pipi si bocah.

Plok! Terdengar suara gaplokan yang keras.

"Ah! Kau hendak membunuh suamimu? Kau tidak takut menjadi janda?" goda Siau Po sambil membalikkan tubuhnya dan terus mencium pipi Kiam Peng yang putih dan halus, "Hm! Sama harumnya!

Setelah itu si thay-kam cilik melompat turun dari tempat tidur Terus dia berlari keluar dari kamarnya dan mengunci pintunya dari luar.

Kamar Siau Po terletak disisi ruang makan Raja, di sebelah selatan gudang, Karena itu dia berjalan menuju utara untuk mengitari pendopo Yang Sim-tian, kemudian belok ke kiri melintasi tiga ruangan kemudian melewati pintu Yang Hoa mui. 

Pintu Sin An mui dan maju terus melalui keraton Siu an kiong yang terletak di sisi pendopo Eng Hoa tian, Lantas memutar lagi lewat pintu Si Tiat mui dan akhirnya keluar  dari Sin Bu mui di sebelah utara. Pintu adanya di bagian belakang Ci Kiam sia, kota terlarang, sekeluarnya dari istana dia langsung menuju kedai Kho Seng.

Begitu Siau Po duduk, seorang pelayan segera menghampirinya dan menyuguhkan teh hangat, setelah itu, Kho Gan-tiau berjalan perlahan mendekatinya dan melewatinya. Namun ketika lewat dia mengedipkan matanya, Siau Po mengangguk. Dibiarkannya orang itu berlalu.

"Kau pasti menunggu aku," pikirnya dalam hati, Dia meneguk tehnya beberapa kali, terus dilemparkannya uang di atas meja sembari berkata.

"Hari ini tidak ada tukang cerita.,." ia pun bangkit dan berjalan dengan tenang seperti Kho Gan-tiau tadi.

Di jalan raya, di sebelah ujungnya tampak Kh Gan-tiau berdiri menunggu. Siau Po berjalan terus menghampiri Di samping ada dua buah joli,

"Silahkan naik!" kata Go Tiau kepada Siau Po Kemudian dia naik ke atas joli lainnya, Dia berbuat demikian setelah menoleh ke sekitarnya dan yakin tidak ada seorang pun yang melihatnya.

Gerakan kaki si tukang gotong joli cepat sekali, mereka seperti dibawa terbang, Dalam sekejap mata mereka sudah sampai di tempat tujuan.

Siau Po melihat tempat itu merupakan halaman sebuah rumah, Di sini Gan Tiau masuk terlebih dahulu, dan dia pun mengikuti dari belakang, Begitu melintasi dinding berbentuk rembulan, di sana tampak berkumpul sejumlah anggota perkumpula Tian-te hwe, semuanya segera memberi hormat dengan menjura, Di antaranya terdapat, Hoan Kon Hong Ci-tiong, Hian Ceng tojin serta orang she Cian yang mengantarkan babi ke istana.

"Eh, Cian laopan!" sapa Siau Po sambil tertawa "Sebenarnya siapakah she dan nama besarmu?"

Orang ditanya ikut tertawa.

"Sesungguhnya sebawahanmu ini memang she Cian, sedangkan nama belakangnya Lao Pun (ua pokok)."

Siau Po tertawa tergelak.

"Kenyataannya kau memang cerdas dan pandai bekerja," puji Siau Po. "Kalau berdagang, kau pasti untung terus!" "Ah.... Wi hiocu hanya memuji saja..." kata si Cian tersenyum para anggota yang lainnya segera mengundang Siau Po masuk ke ruang tengah dan semuanya langsung duduk berkumpul.

"Wi hiocu, silahkan lihat!" kata Hoan Kong yang tidak sabaran. Dia segera memperlihatkan sehelai kartu nama berwarna merah yang lebar.

"Tulisan itu.,." Siau Po berkata terus terang, tapi sikapnya memang jenaka," Mereka semua bisa melihat aku, tapi aku tidak mengenal mereka sama sekali Bahkan inilah pertemuan kita yang pertama!"

"Hiocu, kartu itu merupakan sehelai surat undangan." kata Cian laopan menjelaskan "Kita diundang untuk menghadiri sebuah pesta perjamuan.

"Bagus!" sahut Siau Po. "Pihak mana yang memberi muka terang kepada Tian-te hwe dengan undangannya itu?"

"Menurut huruf-huruf yang tertera di atas surat undangan ini, orang yang mengundang kami adalah Bhok Kiam-seng!" kata Cian Lao Pun memberikan keterangan.

Siau Po langsung tertegun.

"Bhok Kiam-seng?" dia mengulangi nama itu sekali lagi.

"lya," sahut si Cian, "Dia adalah Siau ongya atau pangeran muda dari Bhok onghu." Sekarang Siau Po baru menganggukkan kepalanya.

"Oh, jadi dia itu kakaknya si babi hoa tiau hokleng itu?" "Benar!" kata si Cian.

"Dia mengundang kita semua?" tanya Siau Po kembali

"Dalam surat undangan dia menulis dengan sungkan, Dia mengundang hiocu dari Ceng bo tong dan sekalian orang-orang gagah dari Tian Te Hwe untuk menghadiri perjamuannya, Waktunya malam ini, sedangkan tempatnya di lorong Si Kang cu ho tong."

"Coba kau katakan, apa maksud undangannya ini?" tanya Siau Po kepada si Cian, "Mungkinkah dia mencampurkan obat bius dalam barang hidangannya nanti?"

"Menurut tata krama, tidak mungkin dia melakukan perbuatan serendah itu," kata si Cia "Nama Bhok onghu dalam dunia kangouw sangat terkenal sedangkan Bhok Kiam- seng juga seorang pangeran muda, Boleh bilang derajatnya sama dengan Tan Cong tocu kita, Meskipun demikian, ada pepatah yang mengatakan, rapat tiada yang  sempurna, pesta tidak ada yang baik akhirnya, Karena itu, hiocu, apa yang hiocu khawatirkan, mau tidak mau kita harus menjaganya!"

"Jadi kita pergi ke sana tanpa menyentuh makanannya sama sekali?" tanya Siau Po. "Di sana toh ada masakan yang terkenal di Inlam dan kita harus mencicipinya!"

Para hadirin saling menatap sekilas, Siau Po menjadi heran, Tidak ada seorang pun yang membuka suara sampai sekian lama.

"Kami semua mohon petunjuk dari Wi hiocu," kata Hian Ceng tojin akhirnya.

Siau Po tertawa. "Ada arak yang harus, ada hidang yang lezat Malam ini kita harus mencicipinya, Untuk berjaga-jaga, sebaiknya kalian mengangkat aku sebagai ketua, Setelah kenyang bersantap, kita bisa berjudi dan berpelesiran dengan nona-nona manis! Aku yang menanggung seluruh biayanya! Tapi, kalau kalian ingin membantu aku berhemat, mari kita semua penuhi undangan keluarga Bhok itu!"

Lucu sekali cara bicara Siau Po, tapi dengan demikian ucapannya jadi tidak jelas, Dia tidak memberikan keputusan apakah mereka harus memenuhi undangan keluarga Bhok atau tidak.

"Hiocu," kata Hoan Kong, "Menggembirakan sekali hiocu bersedia mengajak kami menghadiri pesta perjamuan undangan keluarga Bhok ini memang harus kita terima baik, Sebab kalau kita menolak, pasti akan mempengaruhi nama baik Tian-te hwe. Bisa timbul anggapan kita ini pengecut dan nama baik perkumpulan kita akan runtuh. "

"Jadi kau setuju kita pergi?" tanya Siau Po menegaskan. Kemudian dia menoleh kepada Hian Cen tojin, Hong Ci-tiong, si Cian dan Kho Gan-tiau, Semua rekannya itu menganggukkan kepalanya, "Kalau semua sudah menyatakan persetujuan nya, nah.   

marilah kita makan barang hidangan, ada meneguk arak yang mereka sajikan nanti!" kata Sia Po akhirnya, "lni yang dinamakan, musuh datang kita hadang, air datang kita bendung, teh datan kita teguk! Dan nasi datang, kita lahap semuanya Kalau racun yang datang, ya terpaksa kita telan juga! Kita adalah orang-orang gagah yang tidak takut mati. Siapa takut mati, tidak pantas disebut seorang laki-laki sejati!"

"Yang penting kita semua meningkatkan kewaspadaan," kata Hian Ceng tojin kemudian, "Kita akan tahu bagaimana kenyataannya nanti, Di antara kita, ada yang minum teh, ada pula yang tidak, Juga tidak semuanya minum arak, Ada juga di antara kita yang tidak makan daging maupun ikan. Dengan demikian, biarpun mereka menaruh racun, toh tidak mungkin pada semua makanan dan minuman Kita juga tidak akan mati semua! Kalau kita datang tapi menolak makan dan minum, kita pasti jadi bahan tertawaan. "

Dengan demikian, keputusan sudah diambil, untuk menghadiri perjamuan Bhok Kiam-sen Siau Po melepaskan seragam thay-kamnya, Dia berdandan sebagai seorang pemuda gagah, Untuknya, Kho Gan-tiau telah menyediakan seperangkat pakaian  lengkap dengan kopiahnya, Dia juga pergi dengan naik joli, anggota Tian-te hwe yang lainnya hanya berjalan kaki.

Demikianlah mereka menuju lorong Si kongcu ho tong.

Di tengah jalan Siau Po berpikir. Di dalam istana, siang dan malam aku selalu khawatir memikirkan si nenek sihir yang jahat itu. Aku takut dia akan mencari kesempatan untuk membunuhku Tapi sekarang, keadaannya berbeda sekali, Di dalam istana mana mungkin aku sebebas dan sesenang ini? Namun aku harus ingat pesan Suhu, Aku berdiam di dalam istana untuk menyelidiki situasi kerajaan Ceng, Kalau aku lancang mengundurkan diri, bukan saja aku tidak berhasil mendapatkan informasi apa- apa. Mungkin nyawaku sendiri tidak terjamin. Biar-lah, sebaiknya aku lihat dulu perkembangannya.

Lorong Si kongcu jaraknya dua li 1ebih. setibanya rombongan, Siau Po langsung keluar dari jolinya. Mereka segera mendengar suara tetabuhan yang riuh rendah.

"Apakah ada pesta pernikahan sehingga suasananya demikian meriah?" tanya Siau Po dalam hati.

Di depan mereka tampak sebuah rumah besar dengan halaman yang luas, Di situ terlihat belasan orang, dandanan mereka rapi, mereka maju untuk melakukan penyambutan di depan pintu gerbang Yang berdiri paling depan adalah seorang pemuda berusia kurang lebih dua puluh tahun, Tubuhn kurus tinggi, tampangnya tampan dan gagah, Dia segera memperkenalkan diri.

"Aku yang rendah bernama Bhok Kiam-sen Dengan segala kehormatan menyambut kedatang Wi hiocu yang terhormat beserta rombongannya!"

Pergaulan Siau Po dengan para pembesar negeri sudah luas sekali. Karena itu dia menganggap penyambutan yang dilakukan tuan rumah wajar saja, Dengan mudah dia dapat membawa diri. Kalau perlu dia dapat menunjukkan tampang anggun. Bhok Kiam- seng ini memang pangeran muda, tapi kalau dibandingkan dengan Kong Cin ong, dia masih kalah satu tingkat, pangeran Kong, baik raja sendiri sangat akrab dengannya. Meskipun demikian, dengan sopan dia membalas penghormatan orang itu sambil berkata.

"Siau ongya terlalu banyak peradatan, tak sanggup aku menerimanya!"

Sementara itu, secara diam-diam Siau Po memperhatikan pangeran muda ini. Dan dia melihat kenyataan bahwa wajahnya memang mirip deng Kiam Peng, Tidak salah lagi mereka memang kak beradik.

Bhok Kiam-seng sudah tahu bahwa hiocu Ceng-bok tong dari Tian-te Hwe yang berkedudukan di kota Peking usianya masih muda, dan dari Pek Han hong dia juga mendengar kepandaian bocah ini masih rendah sekali, namun mulutnya si hiocu lihay sekali.  Dia pandai memojokkan orang dengan kata-katanya, Tampangnya seperti orang kasar dan kemungkinan dia diangkat sebagai hiocu hanya memandang muka gurunya yang menjadi ketua pusat Tian-te hwe.

Sekarang, melihat ketenangan dan kewibawaan Siau Po, dia menjadi heran, Diam- diam dia berpikir.

"Mungkin bocah ini mempunyai keistimewaan tersendiri..."

Dia segera mengundang tamu-tamunya masuk ke dalam di mana setiap kursi diberi alas merah yang tebal.

Para tamu itu pun mengambil tempat duduk dan begitu pun tuan rumahnya. Di sampingnya berdiri Sinjiu kisu Sou Kong. Pek Han-hong dan belasan orang lainnya, Mereka berdiri tegak dengan tangan di luruskan kebawah.

Setelah semuanya duduk, Kedua belah saling berkenalan Sampai di situ, diam-diam Hoan Kong berpikir dalam hati.

"Pangeran Bhok itu sikapnya tidak dibuat-buat dan tidak angkuh. Dia mengenal sekali aturan dunia kangouw!"

Para pelayan pun menyuguhkan teh, Pemainan musik memperdengarkan lagu sebagai penyambutan atas tamu-tamunya, Kemudian barang hidangan pun disajikan Bhok Kiam-seng memberikan isyarat dengan tangan sebagai tanda perjamuan dimulai Dia juga mengajak para tamunya menuju meja makan

"Silahkan Wi hiocu mengambil tempat duduk." katanya mempersilahkan. Nadanya ramah sekali.

Siau Po menerima undangan itu dengan sikap hormat. Dia pun mengucapkan terima kasih. Setelah dia duduk, Bhok Kiam Seng memilih tempat di sebelahnya.

"Undang suhu!" kata tuan rumah setelah semua orang duduk,

Sou kong dan Pek Han-hong pergi ke dalam, tidak lama kemudian mereka keluar lagi dengan mengiringi seorang tua. Kiam Seng segera menyambutnya sambil berkata.

"Suhu, hari ini hiocu Ceng-bok tong, Wi hiocu dari Tian-te hwe telah sudi berkunjung ke tempat kita, Dengan demikian beliau telah memberikan muka terang kepada kami!" kemudian dia berpaling kepada Siau Po dan berkata kembali "Wi hiocu inilah Liu suhu, guru aku yang rendah!"

Siau Po segera memberi hormat seraya memuji orang itu yang menurutnya sudah lama dia mendengar nama besarnya. Orang tua itu bertubuh tinggi besar, wajahnya kemerah-merahan, kumis dan janggutnya sudah memutih. sedangkan kepalanya botak, Usianya kira-kira tujuh puluh tahun namun tampaknya masih sehat dan sepasang matanya menyorotkan sinar yang tajam

Justru dia sedang menatap tamunya yang masih muda lekat-lekat Kemudian sambil tertawa dia berkata.

"Belakangan ini nama Tian-te hwe semakin terkenal saja!"

Suara si orang tua juga lebih keras dari orang kebanyakan Setelah itu dia menambahkan "Usia Wi hiocu masih muda sekali, Benar-benar orang yang sulit ditemukan keduanya dalam dunia persilatan!". 

Siau Po tertawa dan menyahut. "Aku bukan orang pandai, justru tolol sekali, Baru- baru ini tanganku telah tercekal oleh Pek suhu sehingga tidak dapat berkutik Hampir saja aku berkaok-kaok kesakitan ilmu silatku benar-benar rendah sekali!"

Selesai berkata, si hiocu muda malah tertawa terbahak-bahak Dia tidak merasa malu atau jengah sedikit pun sehingga semua orang menatapnya dengan heran, Malah Pek Han-hong sendiri yang merasa malu.

Si orang tua sebaliknya ikut tertawa lebar.

"Wi hiocu orangnya benar-benar polos!" katanya memuji."Hm, demikianlah sikap seorang Iaki-laki sejati, Hiocu, lohu kagum tiga bagian terhadapmu."

Kembali Siau Po tertawa.

"Kagum tiga bagian, itu sudah terlalu banyak, Syukur aku yang rendah tidak dipandang sebagai pengemis cilik yang tidak punya kebisaan apa-apa."

Mendengar kata-katanya, orang tua itu tertawa lagi. "Oh, hiocu sungguh pandai bergurau!" katanya.

Sampai di situ, Hian Ceng tojin turut bicara,

"Locianpwe, apakah locianpwe ini Tiat Pwe-cong liong Si naga berpunggung besi Liu loeng-hiong yang namanya sudah sangat terkenal di dalam dunia kangouw, khususnya wilayah selatan?"

"Tidak salah!" sahut si orang tua. bibirnya menyunggingkan senyuman, "Syukur Hian Ceng tojin masih mengingat nama hina aku si orang tua."

Di dalam hatinya Hian Ceng tojin terkejut sekali. "Belum lagi aku memperkenalkan diri, dia sudah tahu siapa aku. Dari sini dapat dibuktikan bahwa persiapan Bhok Kiam-seng ini sempurna sekali. Dengan hadirnya orang tua ini, pangeran muda ini tidak perlu menggunakan racun. Dengan mengandalkan ilmu silatnya saja, mungkin kami bukan tandingannya!"

Meskipun dia berpikir demikian, tapi imam itu tetap menjura dan berkata.

"Liu loenghiong, ketika tempo dulu Liu Loenghiong menghajar tiga penjahat di sungai Nou kang serta melabrak tentara Boan, nama besar loenghiong langsung menggetarkan dunia kangouw, setiap orang muda dari dunia persilatan memuji tinggi dan sangat menghormati Liu Loenghiong!"

"ltu kan urusan lama, untuk apa diungkit kembali?" kata Lio Loenghiong sambil tertawa, tapi nada suaranya menandakan dia senang mendengar pujian itu.

Jago tua itu bernama Liu Tay-hong. Namanya sudah terkenal sekali, Dan dulunya dia sangat dihargai oleh keluarga Bhok, yakni semasa Bhok Tian-po masih hidup, Ketika pasukan Boanciu menggempur wilayah Inlam, dialah yang berjasa menyelamatkan keluarga Bhok. sedangkan Bhok Kiam-seng diangkatnya sebagai murid. Karena itu, di dalam keluarga tersebut, kecuali, sang pangeran, dialah orang yang paling dihormati

"Suhu," kata Bhok Kiam-seng. "Tolong Suhu temani Wi hiocu!"

"Baik!" sahut Tay Hong yang terus duduk di sisi Wi Siau-po, hiocu dari Ceng-bok tong itu.

Meja itu berbentuk astakona atau segi delapan, ada juga yang menyebutnya Patkua, Di kursi pertama duduk Siau Po dan Liu Tay-hong. Di sisinya duduk Sou Kong dan Hong Ci-tiong, sedangkan di sebelah kanan, duduk Bhok Kiam-seng, Di situ masih ada sebuah kursi yang kosong.

Sejak semula pihak Tian-te hwe sudah melihat kursi yang kosong itu, Mereka pun menerka-nerka dalam hati.

"Entah tokoh lihay mana lagi yang diundang oleh pihak keluarga Bhok ini?" Sebab di meja itu seharusnya ditempati orang-orang yang terhormat.

Mereka tidak perlu menanti terlalu lama, karena segera terdengar suara tuan rumah yang memerintahkan.

"Harap bimbing Ci suhu keluar untuk duduk bersama-sama di sini!" demikianlah kata si tuan rumah, "Biar para tetamu kita menemuinya dan semoga hati mereka menjadi tenang karenanya!"

"Ya!" sahut Sou Kong yang terus pergi ke dalam. Sejenak kemudian dia muncul kembali sambil membimbing seseorang yang disebut sebagai Ci suhu itu. Melihat orang yang dibawa keluar oleh Sou Kong, Hoan Kong dan yang lainnya menjadi terkejut dan girang bukan main.

"Ci toako!" tanpa dapat menahan diri mereka semuanya berseru.

"Orang she Ci itu tubuhnya bungkuk, bukan lain dari Patjiu Wan kau Ci Tian-coan yang belum lama ini diculik orang, wajahnya kuning dan pucat, menandakan kesehatannya belum pulih sekali. Yan penting dia sudah bebas dari ancaman maut. Semua orang Tian-te hwe langsung mengerumuninya untuk memberi hormat dan menanyakan keadaannya.

"Ci suhu, mari duduk sini!" ajak Kiam Seng sambil menunjuk kursi yang masih kosong tadi,

Ci Tian-coan menghampiri Wi Siau-po dan menjura dalam-dalam kepadanya, "Apakah Wi hiocu baik-baik saja?"

Siau Po membalas hormat.

"Ci samko, semoga kau juga baik-baik saja!" katanya, "Bagaimana dengan usaha obat koyomu? Apakah banyak kemajuan?"

Ci Tian-coan menarik nafas panjang.

"Aku tidak berdagang lagi," sahutnya gundah, "Sebawahanmu ini telah diculik oleh begundalnya Go Sam-kui. Hampir saja nyawa ini melayang. untung ada Bhok Siau ongya dan Liu Loenghiong yang datang memberikan pertolonganku.

Mendengar keterangannya, orang-orang Tian-te hwe langsung tertegun,

"Oh, Ci samko, rupanya hari itu kau diserbu orangnya pengkhianat bangsa Go Sam- kui itu..." seru Hoan Kong.

"Benar! Rombongan pengkhianat itu menyerbu toko obatku dan menawan aku," kata Tian Coan memberikan keterangan lebih jauh, "Yo It-hong si anjing buduk itu mencaci maki aku dengan serabutan dan mulutku juga ditempel dengan koyo, katanya biar aku si kunyuk tua mati kelaparan!" 

Mendengar disebutnya nama Yo It-kong, Hoan Kong dan yang lainnya tidak sangsi lagi bahwa perbuatan itu dilakukan oleh begundalnya Go Sam-kui. Mereka langsung menghadap Sou Kong dan Pek Han-hong untuk menyatakan maaf.

"Kami mohon maaf atas kelancangan kami yang sembarang menuduh kemarin ini! Kenyataannya kalian demikian baik hati. Kami pihak Tian-te hwe sangat bersyukur karenanya!" Tidak apa-apa," sahut Sou Kong, "Kami tidak berani menerima pernyataan maaf kalian, Kami hanya bekerja atas perintah Siau ongya dan kami tidak berani menyebut diri kami telah berjasa dalam hal ini."

Suara Han Hong terdengar tawar, Hal ini membuktikan dia sendiri tidak puas menolong Ci Tian-coan, Rupanya dia masih ingat kematian saudaranya, Pek Han- siong.

"Siau ongya cerdas sekali," pikir Siau Po dalam hatinya, Dia sudah mengerti duduknya persoalan Ci Tian-coan yang menyebabkan kesalahpahaman dengan pihak Bhok ongya, "Aku telah menahan adik perempuannya, sekarang dia menolong Ci samko. Apakah dia mempunyai maksud tertentu agar aku melepaskan adiknya? sementara ini, biarlah aku pura-pura tidak tahu, biar aku lihat dulu perkembangannya..!"

Karena itu, dia hanya berdiam diri, Ketika itu para pelayan, mulai menyuguhkan arak dan hidangan, Kiam Seng mempersilahkan para tamu untuk mulai bersantap. Pihak Tian-te hwe menerima baik serta mengucapkan terima kasih.

Mereka langsung minum dan bersantap tanpa ragu-ragu lagi, Apalagi di sana ada Tian Coan dan Liu Tay-hong, tidak mungkin mereka berniat buruk.

Setelah minum tiga cawan, Liu Tay-hong mengelus kumis dan janggutnya, Kemudian terdengar dia bertanya.

"Para laote sekalian, siapakah yang menjadi pemimpin kalian di kotaraja ini?"

"Di kotaraja ini," sahut Hoan Kong. "Orang kami yang paling tinggi kedudukannya ialah Wi hiocu!"

"Bagus!" kata Liu Tay-hong. Dia meneguk araknya kembali "Sekarang aku ingin tahu, apakah Wi hiocu dapat bertanggung jawab dalam urusan perselisihan yang terjadi antara pihak Tian-te hwe dengan kami?"

Siau Po belum paham apa maksud pihak Bhok ong-ya, karena itu dia segera mendahului menjawab.

"Lopek, kalau kau hendak membicarakan sesuatu, utarakanlah langsung! Aku, Wi Siau-po, bahkan masih kecil, kalau urusan kecil aku bisa bertanggung jawab, tapi kalau urusan besar, aku tidak sanggup memikulnya!"

Mendengar kata-kata Siau Po, kedua pihak sama-sama terkejut Mereka mengerutkan alisnya sambil berpikir.

"Cara omong bocah ini benar-benar serampangan! Sudah tentu dia ingin mengingkari kebaikan orang, ucapannya tidak seperti orang gagah!"

Terdengar Liu Tay-hong berkata lagi. "Kalau kau tidak bisa bertanggung jawab, urusan ini tidak dapat diselesaikan Oleh karena itu, laote, harap kau sampaikan kata-kataku kepada gurumu, Tan congtocu, Supaya gurumu itu yang datang sendiri untuk membereskannya!"

"Untuk urusan apakah Lopek ingin bicara dengan guruku?" tanya Siau Po. "Tapi, baiklah, Lopek tulis saja sepucuk surat, nanti kami menyuruh orang menyampaikannya."

Orang tua she Liu itu tertawa datar.

"Kau ingin tahu apa urusannya?" tanyanya menegaskan, "Urusan kematian saudara Pek Han-siong di tangan Ci samya! Bagaimana urusan ini harus diselesaikan? Dalam hal ini, kami ingin meminta pendapat Tan congtocu, itulah maksud kami mengundangnya!"

Mendengar sampai disini, Ci Tian Coan langsung berdiri.

"Bhok siau ongya dan Liu Loenghiong," katanya dengan suara gagah. "Kalian telah menolong aku dari tangannya si pengkhianat bangsa. Dengan demikian aku terbebas dari siksaan, Bagiku, hal ini membuat aku bersyukur dan berterima kasih sebanyak- banyaknya, Mengenai urusannya Pek taihiap, dia terbinasa di tanganku, Dalam hal ini, aku bersedia mengganti satu jiwa dengan satu jiwa pula. Aku bersedia menyerahkan jiwa tuaku ini, karena itu, aku minta Siau ongya dan Liu loenghiong jangan menyulitkan Wi hiocu dan Tan cong-tocu kami. Saudara Hoan, pinjamkanlah golokmu padaku!" dia mengulurkan tangannya untuk menyambut golok Hong Kong.

Rupanya Ci Tian-coan ingin membunuh diri untuk menyelesaikan urusan ini. "Tahan!" cegah Wi Siau-po. "Ci samko, sabarlah! Kau duduklah dulu! jangan samko 

emosi, Kau toh sudah berusia lanjut, mengapa pikiranmu begitu pendek? Aku menjadi 

hiocu Ceng-bok tong dari perkumpulan Tian-te hwe, bukan? Kalau kau tidak mendengar kata-kataku, berarti kau melanggar perintah dan kau tidak menghormati aku sebagai ketuamu!"

Orang-orang Tian-te hwe paling takut mendengar kata "tidak mendengar perintah!" Tidak terkecuali Ci Tian-coan yang sudah berusia lanjut itu, Bergegas dia menjura kepada Siau Po dan berkata,

"Ci Tian-coan sadar atas dosanya, sekarang Tian Coan akan mendengar perintah hiocu!"

Siau Po merasa puas. Terdengar dia berkata.

"Pek tayhiap sudah menutup mata, seandainya Ci samko mengganti dengan selembar jiwanya, Pek tayhiap tetap tidak akan hidup kembali. Karena itu, kalau kita bicara soal ganti mengganti urusan ini tetap saja tidak dapat diselesaikan!" Pandangan semua orang segera beralih kepada Siau Po. Kata-katanya sungguh luar biasa, Mereka ingin tahu apa lagi yang akan dikatakannya,

"Mungkinkah nanti dia mengoceh tidak karuan?" Tentu saja pihak Tian-te hwe yang paling mengkhawatirkan hal ini, Malah ada seseorang yang berkata dengan suara lirih: "Nama Tian-te he dalam dunia kangouw sudah terkenal sekali. Tidak sepantasnya hancur di tangan hiocu cilik yang belum tahu apa-apa ini. Kalau dia mengoceh sembarangan, kelak di kemudian hari, kita tentu tidak mempunyai muka lagi untuk bertemu dengan orang lain!"

Siau Po seakan tidak memperdulikan sikap para hadirin ataupun rekan-rekannya yang menatap kepadanya dengan pandangan cemas, Dia melanjutkan kata-katanya, kali ini kepada Bhok Kiam Seng.

"Siau ongya," demikian katanya, "Kali ini Sia ongya datang ke kotaraja dari Inlam yang jauh berapa orangkah yang Siau ong-ya bawa? Apakah semuanya sudah hadir di sini? Bukankah masih ada kurang beberapa orang?"

Kiam Seng merasa heran mendengar kata-ka si bocah.

"Hm!" Dia mendengus dingin, "Wi hiocu, apa maksud kata-katamu barusan?"

"Tidak banyak artinya, Siau ong-ya," sahut bocah cilik seenaknya. "Jiwa Siau ongya san berharga, lain dengan jiwaku, Wi Siau-po yang tidak ada artinya ini, Karena jiwa Siau ongya sangat berharga, berbahaya sekali kalau Siau ongya mebawa orang yang terlalu sedikit untuk melindungimu. Bagaimana kalau kurang waspada, Siau ongya ditawan oleh penjahat bangsa Tatcu? Bukankah hal ini akan menjadi kerugian besar dan sama sekali tidak boleh terjadi?"

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar