Kaki Tiga Menjangan Jilid 18

Jilid 18

"Benar-benar setan?" tanya Siau Po seakan pada dirinya sendiri

Kuncu tadi semakin ketakutan. Dia yang tadinya berdiri di sisi tempat tidur segera naik ke atasnya, Kepalanya menyusup ke dalam selimut dan bersandar di dada si bocah cilik, Tubuhnya gemetar

"Siau Kui cu... Siau Kui cu. " Terdengar panggilan dari luar jendela, Suara seorang 

wanita.

"Ah! Setan perempuan!" kata Siau Po.

Kuncu tersebut semakin takut Dia merangkul si thay-kam gadungan erat-erat Tiba- tiba terasa angin berhembus, lilin dalam kamar jadi padam, Tahu-tahu di dalam kamar telah bertambah seseorang yang suaranya terdengar kembali.

"Siau Kui cu.... Siau Kui cu. Giam Lo ong (raja akherat) telah memanggilmu! Kata 

Giam Lo ong, kau telah menganiaya Hay kongkong sampai mati."

"Aku tidak menganiaya Hay kongkong.,." kata Siau Po tapi hanya dalam hati "Siau Kui cu. Giam Lo ong akan meringkusmu!" kata si setan, "Kau akan 

dilemparkan ke gunung golok dan dimasukkan ke dalam kuali panas! Kau tidak mungkin lolos lagi!" Sampai di situ, hilang sudah perasaan terkejut di hati Siau Po. sebaiknya dia merasa terkesiap, karena dia mengenali suara wanita itu sebagai suara Hong thayhou. Baginya, ibu suri ini justru lebih menakutkan dari setan mana pun, sebab Hong thayhou bisa merenggut nyawanya dengan mudah!

Tadinya perasaan Siau Po sudah agak tenang, Dia mengira Hong thayhou sudah percaya sepenuhnya kepada dirinya karena sudah sekian lama tidak pernah mengambil tindakan apa-apa. Dia juga mempunyai dugaan bahwa ibu suri tidak berani mencelakainya karena dia sangat disayang oleh Sri Baginda.

Padahal, alasan mengapa ibu suri selama ini tidak melakukan tindakan apa-apa, adalah karena harus merawat lukanya yang cukup parah akibat bentrokan dengan Hay kongkong tempo hari. Dia juga penasaran mengapa si bocah tidak mati oleh pukulan Hay kongkong yang lihay itu. Karena itu pula dia menduga tenaga dalam si thay-kam cilik sudah mencapai taraf yang tinggi sekali, sedangkan untuk membunuh si bocah, selama lukanya belum sembuh, ibu suri enggan menggunakan tangan orang lain. Kalau saja dia mau menggunakan tenaga orang lain, dia tinggal mengeluarkan perintahnya dan bereslah sudah.

Malam ini tiba saatnya bagi Hong thayhou untuk menghabisi duri dalam mata yang satu ini. sebetulnya dia belum sehat betul, tapi dia tidak bisa bersabar lebih lama, itulah sebabnya dia mendatangi kamar si thay-kam cilik dan membongkar jendelanya. Sama sekali tidak terbayangkan oleh ibu suri bahwa di dalam kamar itu ada orang lainnya...

Tenaga dalam sudah dikerahkan pada lengan kanannya, setindak demi setindak thayhou berjalan mendekati tempat tidur. Kepandaiannya tidak terpaut jauh dengan Hay kongkong, Dapat dibayangkan apabila serangannya mencapai sasaran!

Siau Po sendiri diam-diam sudah mempertajam pandangan matanya, Meskipun keadaan di dalam kamar remang-remang, namun dia bisa melihat gerak-gerik ibu suri. Dia tidak berani mengadakan perlawanan juga tidak terpikir olehnya untuk melarikan diri, Mungkin karena dia merasa sia-sia. Dia hanya menggeser tubuhnya agar tertutup oleh kasur. Tapi karena tubuhnya bergerak, otomatis tubuh si kuncu cilik ikut tergeser juga.

Thayhou segera melancarkan serangan. Dia tidak ingin kepalang tanggung dalam turun tangan

Namun Siau Po tidak terhajar telak, Hanya ada sedikit nyeri yang dirasakannya, Tubuhnya pun sudah bergeser dari tengah-tengah tempat tidur.

Thaybpu masih belum puas, Dia tidak mendengar suara apa pun dan juga tidak bisa melihat keadaan musuhnya, Dia segera melancarkan serangan untuk kedua kalinya.

Tepat ketika dia meluncurkan tangannya, di saat itu juga Hong thayhou mengeluarkan seruan terkejut namun perlahan Dalam waktu yang bersamaan dia  merasa sakit juga heran. Tinjunya seakan mengenai benda yang tajam. Sambil menjerit dia mencelat ke belakang!

Tepat pada saat itu juga, di luar kamar terdengar suara teriakan-teriakan gaduh. "Ada pembunuh gelap! Ada pembunuh gelap!" Hati thayhou benar-benar tercekat 

"Mengapa ada orang yang tahu perbuatanku?" tanyanya dalam hati. Dengan gesit dia 

melompat keluar lewat jendela. 

Dia adalah seorang ibu suri, meski para bawahannya sendiri sekalipun, tidak boleh ada seorang pun yang memergokinya. Dia kabur tanpa sempat mencari tahu apakah Siau Po masih hidup atau sudah mati. Dia juga dibingungkan oleh rasa nyeri di tangannya.

Tepat di saat ibu suri melompat keluar dan kakinya belum sempat menginjak lantai, tiba-tiba ada seseorang yang menyerangnya, Dia terkejut namun cukup waspada. Matanya juga sempat melihat sehingga kedua belah tangannya segera menangkis datangnya serangan bokongan itu, Akibatnya penyerang itupun terhajar mundur.

Di saat thayhou masih kebingungan dari kejauhan terdengar orang berteriak. "Pasukan pertama dan kedua melindungi Sri Baginda! Pasukan ketiga kanan lekas 

melindungi thayhou! Ingat, jangan sampai ada yang meninggalkan pos masing-masing!"

Menyusul itu, dari sebelah kanan di mana terdapat gunung-gunung buatan terdengar lagi teriakan.

"Awas! Di sini ada orang jahat! Dia ingin mencelakai Kui kong kong!"

Thayhou segera mengetahui bahwa teriakan teriakan itu merupakan suara dari para siwi atau pengawal istana, Dia tidak ingin dipergoki oleh mereka. Lekas-lekas dia melompat ke taman untuk bersembunyi di antara pepohonan bunga. 

Dia bingung sekali karena tangannya terasa sakit sekali Dari sana dia dapat menonton serombongan orang yang tengah bertempur sengit juga terdengar bentrokan senjata tajam yang nyaring dan bising.

"0h... Rupanya ada pemberontak yang menyerbu istana!" pikir Hong thayhou, "Entah mereka ini antek-anteknya Hay kongkong atau Go Pay?"

Thayhou hanya menduga tentang kemungkinan salah satu di antara kedua orang tersebut.

Dari kejauhan masih terdengar suara-suara teriakan. Kali ini diiringi munculnya sinar obor serta lentera di sana-sini yang semuanya mendekati arena pertempuran. "Ah! Kalau aku tidak cepat-cepat kembali ke istanaku, pasti aku akan celaka," pikir ibu suri kemudian Dia pun langsung berjalan dengan mengendap-endap lalu lari menuju kamarnya.

Baru beberapa tombak dia berlari, tiba-tiba ada sesosok bayangan yang menghadangnya. Sambil membentak orang itu lantas melancarkan serangan.

"Pemberontak! Berani kau menyerbu istana?"

Thayhou menggeser tubuhnya, tangan kanannya bersikap menangkis sedangkan tangan kirinya menghantam ke pundak penyerangnya itu.

Si penyerang menghindarkan diri, Dia menggunakan sebatang senjata yang mirip dengan garpu raksasa, Dia balas menyerang kembali sehingga kali ini giliran Hong thayhou yang harus mengelakkan diri. Dengan demikian terjadilah pertempuran yang sengit di antara mereka berdua.

Thayhou bingung juga jengkel Siwi yang satu ini lihay sekali, ia sanggup melayani ibu suri sebanyak dua puluh jurus lebih, Malah dia sempat membentak:

"Oh! Kiranya pemberontak perempuan! Bagaimana kau begitu berani mati menyerbu ke dalam istana?"

Thayhou sadar, untuk merobohkan siwi itu setidaknya dia memerlukan tiga puluhan jurus lagi, sedangkan dia tidak menginginkan hal itu terjadi, karena penundaan waktu merupakan bencana baginya. Bagaimana kalau para siwi yang lainnya sempat berdatangan? Celakalah kalau dia sampai terkurung. Rahasianya pasti akan terbongkar.

Pada saat itu dia melihat kurungan ke arah dirinya semakin merapat.

"Hei, budak celaka" akhirnya dia memutuskan untuk membuka suara. Dia sadar bahwa dia tidak dapat melayani siwi itu bertempur lebih lama lagi, Dia juga sengaja tidak merubah suaranya.

Bukan main terkejutnya hati si pengawal Dia membatalkan penyerangannya sambil mencelat ke belakang sejauh dua tindak.

"Apa katamu?" tanyanya bimbang, Dia merasa kenal dengan suara itu, tapi dalam keadaan gelap dia tidak dapat melihat dengan jelas.

"Aku ibu suri!" bentaknya sambil melancarkan serangan dengan menggunakan kesempatan ketika si pengawal sedang tertegun, Orang itu pun segera terjengkang roboh dengan nyawa melayang.

Demi keselamatan dirinya sendiri, thayhou terpaksa menurunkan tangan kejam, Setelah itu, di langsung melarikan diri ke kamarnya. Sementara itu, Siau Po masih merasa terkejut karena hajaran thayhou tadi membawa rasa sakit tapi kesadarannya masih utuh dan untung saja dia ingat untuk membela dirinya sendiri. Menjelang saat-saat genting, dia mengeluarkan pisau belati dan kemudian mengangsurkan pisau tersebut ke atas menembus kasur.

Sungguh kebetulan, tepat pada saat itu tinjunya ibu suri datang menyambut pisau tersebut. Karena itulah Hong thayhou sampai terkejut kesakitan dan langsung lari pergi. Apalagi dalam waktu yang bersamaan terdengar suara-suara teriakan yang gaduh, sedangkan pisau Siau Po sempat menembus telapak tangannya dari sisi yang satu ke sisi yang lainnya.

Kepergian Hong thayhou menguntungkan Siau Po, kalau tidak, dia tentu akan terus terancam bahaya, Cepat-cepat dia menyingkap kasur dan seIimutnya. sekarang dia juga dapat mendengar dengan jelas suara berisik di luar. Namun dia masih belum mengerti apa yang telah terjadi.

"Celaka, thayhou pasti mengirim orang untuk menangkapku!" Hal inilah yang pertama-tama teringat olehnya.

"Cepat kita lari!" katanya kepada si kuncu cilik. Tapi nona itu malah menangis.

"Aduh! Aduh!" keluhnya.

Rupanya pukulan Hong thayhou yang mengenai pinggang Siau Po sempat menyerempet si kuncu cilik, Dia merasa sakit sekali, namun saking takutnya sejak tadi dia diam saja. Setelah mendengar kata-kata Siau Po, dia baru berani mengeluarkan suara.

"Kenapa kau?" tanya Siau Po terkejut sekaligus heran, Dia menarik leher baju nona cilik itu untuk membangunkannya, "Mari kita lari secepatnya! Cepat!"

Tubuh kuncu itu tertarik bangun, tapi sebelum sempat menginjak lantai, dia terjatuh kembali sehingga kembali dia merintih kesakitan Pahanya terasa nyeri sekali Dia tidak sanggup berdiri.

"Pahaku sakit!" katanya kemudian "Tulang pahaku mungkin patah." Siau Po menjadi kebingungan 

"Setan alas! Celaka!" serunya sambil mendamprat "Kenapa tulangmu justru patah pada saat seperti ini? Aih! PerduIi amat! Yang penting aku harus menyingkir dari sini!" katanya dalam hati. Dia melompat ke jendela untuk mengintai keluar Dia bermaksud kabur lewat jendela itu. Namun pada saat itulah Siau Po sempat melihat ibu suri merobohkan seorang penghadang yang dikenalinya sebagai salah seorang pengawal istana, karena baju seragamnya terlihat jelas, Dia menjadi heran.

"Ah! Kenapa thayhou membunuh pengawalnya sendiri?" pikirnya diam-diam. Dia juga melihat thayhou bersembunyi di dalam taman.

Setelah itu, Siau Po juga melihat serombongan orang sedang bertempur dengan sengit tidak jauh dari tempat persembunyian Hong thayhou, Disusul dengan suara teriakan di sana-sini, bocah yang cerdik ini langsung dapat menduga bahwa istana telah kedatangan penyerbu.

"Tangkap pembunuh gelap! Tangkap pembunuh gelap!" demikian suara teriakan yang terdengar olehnya.

Mendengar suara-suara itu, hati Siau Po menjadi lega seketika. Jadi, bukan dia yang hendak ditangkap, hanya para siwi yang sedang bertempur melawan pemberontak yang datang menyerbu.

Ketika itu Siau Po sempat juga melihat Hong thayhou merobohkan seorang siwi lainnya, Dia melihat pertempuran itu berjalan seru, Setelah si pengawal roboh, thayhou lari kembali, kemudian menghilang di balik kegelapan.

"Para siwi bukan hendak menangkap aku, Mungkinkah mereka mendapat titah Sri Baginda untuk meringkus thayhou?" pikirnya kemudian, "Kalau begitu, aku tidak perlu pergi dulu!"

Dia segera menolehkan kepalanya melihat si kuncu, Nona itu duduk di lantai sembari merintih perlahan Dia berjalan mendekati Sekarang hatinya sudah Iega, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkannya.

"Bagaimana? Apakah kau merasa sakit sekali? jangan membuka suara! Di luar ada orang yang menawanmu!"

Kuncu itu takut sekali sehingga dia terus menghentikan rintihannya, Tiba-tiba dari luar kamar terdengar suara seruan seseorang.

"Giginya si anjing kaki hitam ini lihay sekali, sebaiknya kita bergegas mendaki gunung Cong san!"

Mendengar suara itu, Si kuncu terperanjat.

"Ah! itulah orang-orang kami!" serunya perlahan

"Apa? orang-orang kalian?" tanya Siau Po he-ran. "Pagaimana kau bisa tahu?" "Kata-kata rahasia yang mereka ucapkan adalah kata sandi keluarga Bhok kami," sahut si nona, Cepat! Cepat! Aku ingin melihat mereka!"

"Apakah kedatangan mereka kemari memang untuk menoIongmu?" tanya Siau Po kembali.

"Aku tidak tahu, Apakah ini istana raja?" si nona malah balik bertanya. Siau Po tidak menjawab, Diam-diam dia berpikir.

"Kalau rombongan penyerbu itu mengetahui kuncu mereka berada di sini, mungkin mereka akan menyerbu ke kamarku ini. Mana mungkin dengan seorang diri aku melawan mereka yang jumlahnya begitu banyak?"

Karena itu dia mengulurkan tangannya membekap mulut si nona sembari berkata: "Kau jangan bicara duIu, Kalau sampai ada orang yang mendengarnya, pasti ada 

orang lain lagi yang datang ke sini untuk menghajar kakimu yang sebelah lagi, Aku tidak 

sampai hati melihatnya!"

Tiba-tiba terdengar suara teriakan di luar, disusul dengan suara jeritan dan seseorang pun berseru.

"Dua orang pembunuh gelap telah terbunuh!" Ada lagi seruan yang lainnya.

"Sisa kawanan penyerbu melarikan diri ke arah timur! Lekas kejar!"

Segera terdengar suara langkah kaki yang ramai berlari serabutan, Suara itu semakin lama semakin jauh.

"Orang-orangmu sudah kabur..." kata Siau Po yang kemudian melepaskan bekapan tangannya pada mulut si nona.

"Mereka bukan kabur," sahut si kuncu, "Tadi mereka mengatakan akan mendaki gunung Cong San, itu artinya mereka hendak mundur untuk sementara waktu."

"Lalu apa yang dimaksud dengan anjing kaki hitam?" tanya Siau Po. "Anjing kaki hitam itu adalah para pengawal Raja."

Dari kejauhan masih terdengar sayup-sayup suara perintah-perintah. Siau Po menduga pastilah para penyerbu itu masih terus diserang atau mungkin sedang dikepung. Tepat pada saat itulah, terdengar suara rintihan lemah dari luar pintu, Suara seorang perempuan.

"Masih ada pembunuh gelap yang belum sempat kabur," kata Siau Po. "Biar aku keluar untuk membacoknya dua kali lagi,"

Siau Po dapat menduga bahwa orang yang ada di luar pintu kamarnya pasti rombongan penyerbu, karena para siwi di istana itu terdiri dari kaum pria.

"Jangan! jangan kau membunuhnya! Mungkin dia salah satu dari anggota keluargaku!" cegah si kuncu.

Dengan berpegangan pada lengan Siau Po, si kuncu berusaha berdiri Dia bertumpu pada bahu bocah cilik itu. Tanpa menghiraukan pahanya yang sakit, dia melompat- lompat dengan kaki kirinya menuju jendela kemudian melongok keluar.

"Apakah langit selatan dan bumi utara?" tanyanya.

Siau Po segera membekap mulut gadis cilik itu sehingga suaranya jadi tertahan. Dari luar jendela terdengar sahutan seorang perempuan.

"Sebawahannya Kong Ciak-Beng ong, Apakah Siau kuncu di sana?"

"Perempuan ini berhasil menemukan tuan putrinya, ini berbahaya sekali," pikir Siau Po. Dia segera mengangkat pisaunya untuk menimpuk kepala perempuan itu. Tapi tiba- tiba tangannya yang membekap mulut si kuncu terlepas karena lengan nya terasa nyeri.

Rupanya si kuncu sudah berhasil mencek lengan kanannya itu sehingga seluruh tubuhny kesemutan dan tenaganya lenyap.

"Apakah suci di sana?" tanya kuncu tersebu pada perempuan yang ada di Iuar.

"Benar," sahut perempuan itu dengan nada keheranan, "Kenapa kau ada di sini?"

Belum lagi si kuncu menjawab, Siau Po sudah mendamprat perempuan itu terlebih dahulu.

"Setan alas! Kau sendiri kenapa kau ada di situ?"

"Jangan... kau maki dia!" kata si kuncu kepada Siau Po cepat, "Dia adalah suci-ku (kakak seperguruan) Suci... kau terluka, bukan? Eh... eh, lekas cari akal untuk menolongnya! Kakak seperguruanku yang satu ini paling baik terhadapku!" kata si kuncu panik.

Kali ini giliran Siau Po yang tidak sempat memberikan sahutan, sebab perempuan itu sudah menukas. "Aku tidak sudi ditolong olehnya, Lagipula, belum tentu dia mempunyai kesanggupan untuk memberikan pertolongan!"

Siau Po meronta dari cekalan si kuncu,

"Perempuan bau!" dampratnya, "Aku tidak sanggup memberikan pertolongan? Hm! Kau budak perempuan yang ilmu silatnya dari golongan kelas sembilan? Asal aku mengeluarkan sebuah telunjukku saja, aku bisa menolong orang sebangsamu sebanyak dua atau tiga puluh orang, mungkin malah lebih!"

Pada saat itu dari kejauhan masih terdengar suara teriakan-teriakan. Tangkap pembunuh gelap! Tangkap pembunuh gelap!"

Kuncu cilik mendengar suara-suara itu, dia menjadi bingung sekali.

"Cepat kau tolongi suci-ku itu. Aku akan memanggilmu tiga kali "Kakak yang baik, kakak yang baik,., kakak yang baik.,.!"

Sebetulnya Siau kuncu atau si kuncu cilik tidak suka memanggil Siau Po dengan sebutan itu. Tapi sekarang keadaan sedang gawat-gawatnya dan dia berusaha membaiki hati Siau Po agar mau menolong kakak seperguruannya.

Siau Po tertawa terbahak-bahak, Dia merasa puas dan gembira sekali.

"Oh, adikku yang baik," katanya, "Adikku, apakah yang kau ingin kakakmu ini lakukan?"

Wajahnya si kuncu jadi merah padam, Dia merasa jengah sekali.

"Aku minta agar kau mau menolong kakak seperguruanku itu..." sahutnya dengan terpaksa.

Dari luar jendela, terdengar si perempuan menukas,

"Siau kuncu, jangan minta pertolongannya! Bocah itu belum tentu dapat menolong dirinya sendiri dalam marabahaya!"

"Hm!" Siau Po mendengus dingin, "Justru karena memandang muka adikmu, aku baru berniat menolongmu Adikku, apa yang telah kita ucapkan, tidak boleh kita ingkar. Kau meminta aku menolong dia, baik! Aku akan menolongnya. Tapi kau sendiri, jangan kau ingkari janjimu. Untuk selama lamanya kau harus memanggil aku kakak yang baik!"

"Apa pun aku bisa memanggilmu Aku bisa memanggilmu paman yang baik, kongkong yang baik!" sahut si nona.

Siau Po tertawa lagi. "Cukup kau memanggilku kakak yang baik!" katanya, "Orang yang memanggilku kongkong, sudah kelewat banyak!"

"Ya, ya!" sahut si nona, "Baik! Untuk selama-lamanya aku memanggil kau..." "Kau apa?" goda Siau Po.

"Ka... kak yang baik.,." kata si kuncu sambil mendorong tubuh Siau Po sehingga bocah itu terpaksa melompat keluar jendela.

Seorang perempuan dengan pakaian serba hitam sedang meringkuk di bawah jendela, Kepada nona itu, Siau Po berkata:

"Para siwi di istana ini sebentar lagi akan berdatangan Mereka akan meringkusmu kemudian mencincang tubuhmu sampai hancur untuk dijadikan bakso dan dimasukkan ke dalam air mendidih! Eh, mungkin juga kau akan dijadikan bakpao!"

"Masa bodoh!" bentak perempuan itu. "Pasti akan datang orang yang membalaskan sakit hati ku!"

"Dasar budak bau! Mulutmu pintar sekali bicara, ya? Bagaimana kalau para siwi itu tidak langsung membunuhmu? Bagaimana kalau mereka membuka dulu seluruh pakaianmu sehingga kau telanjang bulat kemudian mereka semua akan,., akan.,, mengambil kau sebagai istri mereka?"

Sembari berkata, Siau Po membungkukkan tubuhnya untuk membopong nona itu, Si nona terkejut setengah mati, Tanpa sadar tangannya melayang untuk menampar pipi bocah tanggung itu. Untungnya nona itu sudah kehabisan tenaga sehingga Siau Po seperti merasa pipinya sedang dieIus. Karena itu dia tertawa lebar dan berkata:

"Aih! Kau sungguh keterlaluan! Belum lagi menjadi istriku sudah hendak menampar!"

Tanpa menunggu jawaban, dia langsung membawa si nona dan melompat ke dalam kamar, Si kuncu cilik gembira bukan main. Dia menyambut kakak seperguruannya itu kemudian meletakkannya di atas tempat tidur.

Tepat pada saat itu dari luar pintu terdengar suara yang perlahan sekali

"Kui... kong... kong, pe... perempuan i... tu tidak dapat ditolong. Dia a... dalah rombongan... pe... njahat yang ta... di menyer... bu is... tana!"

Siau Po terkejut setengah mati.

"ltu suara siwi yang dihajar oleh thayhou tadi. Rupanya dia tidak mati!" pikirnya dalam hati.

"Siapa kau?" tanyanya untuk meyakinkan dirinya sendiri. "Aku... adalah salah seorang pengawal dalam istana," sahut orang itu.

Siau Po sudah mendapat kepastian dari keterangan orang itu, Dia juga menduga bahwa siwi itu pastinya sedang terluka parah. pikirannya bekerja dengan cepat.

"Kalau aku menyerahkan perempuan berpakaian hitam ini kepadanya tentunya perbuatanku ini merupakan sebuah jasa besar Tapi bagaimana dengan Siau kuncu? Apabita rahasia si nona cilik ini bocor, celakalah aku!"

"Apakah kau terluka?" tanyanya sembari melompat keluar lewat jendela. "Da... daku..." sahut pengawal itu.

"Coba aku lihat!" tukas Siau Po sambil maju mendekati orang itu, Dia bukan memeriksa luka siwi itu, malah ia menikam dada pengawal itu. Hanya satu kali orang itu sempat mengeluarkan seruan tertahan, kemudian nyawanya pun putus.

"Maaf, aku terpaksa melakukannya demi menjaga keselamatan diriku sendiri," kata si bocah dalam hatinya.

Setelah itu, dia masih melihat-lihat keadaan di sekitar kamarnya kalau-kalau masih ada siwi lainnya yang melihat apa yang dilakukannya..Ia menemukan lima sosok mayat Tiga di antaranya adalah para siwi istana tersebut, sedangkan dua lainnya tidak dikenalinya, pasti orang-orang dari pihak pemberontak yang menyerbu.

Siau Po segera memondong seorang pengawal kemudian meletakkannya di bawah kusen jendela, Kepalanya dibiarkan terkulai di bagian dalam, Punggung siwi itu ditikamnya beberapa kali agar terdapat bekas luka.

Kuncu terkejut sekali.

"Dia... adalah orang onghu kami!" katanya marah. "Mengapa orang yang sudah mati kau tikam lagi dengan pisau?"

"Kau tahu apa! Dengan cara ini aku justru menolong kakak seperguruanmu yang bau itu!" sahut Siau Po.

"Kaulah yang bau!" si nona yang terbaring dalam keadaan terluka balas memaki. Dia tidak senang dikatakan bau oleh Siau Po.

Si bocah nakal tertawa lebar.

"Kau kan tidak pernah mencium aku?" tanyanya. "Bagaimana kau bisa tahu kalau aku bau?"

"Karena di kamar ini ada bau busuk!" kata si nona kembali. Kembali bocah yang nakal dan banyak akal ini tertawa.

"Sebenarnya kamarku ini baunya harum," katanya. "Setelah kau masuk kemari, barulah timbul bau tidak sedap ini!"

"Hai," Si kuncu menghadang di tengah, "Kalian berdua toh belum saling mengenal? Kenapa datang-datang kalian bertengkar? Ayo, berhenti! jangan mengadu mulut lagi! Suci, kenapa kau bisa datang kemari?" tanya kuncu kepada kakak seperguruannya. "Apakah kalian ingin menolong aku?"

"Kami sama sekali tidak tahu kau berada di sini," sahut nona itu, "Kami tidak berhasil menemukanmu. Kami sudah mencari kemana-mana. Karena itulah kami mempunyai dugaan kemungkinan bahwa kau sudah ditawan oleh bangsa Tatcu!"

Nona itu hanya sanggup mengucapkan beberapa patah kata itu saja lalu berdiam diri karena kehabisan tenaga. Siau Po segera berkata.

"Kalau kau sudah kehabisan tenaga dan tidak sanggup bicara lagi, jangan paksakan dirimu untuk berbicara!"

"Aku justru mau bicara," teriak si nona memaksakan diri, "Kau mau apa?"

"Kalau kau memang sanggup, bicaralah terus," kata Siau Po sambil tersenyum datar, "Lihat orang lain, nona bangsawan, luwes, lemah lembut, beda bagai bumi dan langit dengan kau perempuan galak, cerewet!"

"Tidak!" tukas si kuncu cepat "Kau belum kenal suci-ku ini. sebenarnya dia baik sekali jangan kau sindir dia terus, pasti dia tidak akan marah, Suci, bagian mana yang terluka? Parahkah?"

"Dasar ilmu silatnya yang masih cetek," kata Siau Po ikut bicara, "Tidak tahu diri! Berani-beraninya datang menyatroni istana ini. Sudah pasti dikalahkan dan terluka parah, Tampaknya dia malah tidak akan hidup lebih lama lagi, Tidak sampai besok pagi, mungkin dia sudah berpulang ke alam baka!"

"Tidak! Tidak mungkin!" tukas kuncu kembali, "Ka... kak ya,., ng baik, carilah akal untuk menolong suciku!"

Si nona yang menjadi kakak seperguruannya Siau kuncu itu justru kesal sekali. Kegusarannya seakan hampir meledak dalam dadanya.

"Biarkan saja aku mati! Tidak sudi aku ditolong olehnya!" katanya ngotot "Siau kuncu, binatang kecil ini mulutnya jahat sekali, Mengapa kau malah memanggiI... nya dengan sebutan itu tadi?" "Memangnya Siau kuncu memanggil apa padaku?" tanya Siau Po yang semakin senang menggoda nona itu.

Nona itu tidak mau mengulangi panggilan Siau kuncu, dia sengaja berkata dengan sengit.

"Dia memanggilmu si kunyuk kecil!"

"Bagus! Bagus! Aku memang si kunyuk kecil, Tapi aku ini kunyuk laki-Iaki, sedangkan kaulah kunyuk betinanya!"

Dalam hal bersilat lidah, Siau Po memang ahlinya. Sejak kecil dia sudah terlatih dalam pergaulannya sehari-hari, baik di rumah pelesiran maupun dengan segala bujang dan kuli setempat.

Mendengar orang bicara sekasar itu, si nona tidak sudi melayaninya lagi, Dia mengatur nafasnya yang masih memburu karena tadi tidak sanggup mengendalikan emosi dalam hatinya, Lagipula dia menahan rasa sakitnya yang terasa berdenyutan.

Setelah si nona berdiam diri, Siau Po mengangkat lilin lalu menghampirinya. "Mari kita periksa lukanya," katanya kepada Siau kuncu, "Di bagian mana dia 

terluka?"

"Jangan periksa lukaku! jangan periksa Iuka-ku!" teriak si nona yang merasa kesal juga malu.

"Hus! jangan berteriak-teriak!" bentak Siau Po."Apa kau memang ingin suaramu terdengar kemudian diringkus untuk dijadikan istri sekalian para siwi?" Dia tetap membawa lilinnya dan mendekati nona yang terluka itu, Lalu dia menyalakannya.

Wajah nona itu penuh dengan noda darah. kemungkinan usianya sekitar tujuh atau delapan belas tahun. wajahnya berbentuk kuaci, Meskipun wajahnya kotor oleh darah, tapi kecantikannya masih kentara jelas.

Diam-diam Siau Po mengagumi keelokan paras si nona.

"Oh, rupanya nona bau ini seorang gadis yang cantik sekali!" katanya. "Jangan menyindir ciciku, dia memang sangat cantik!" tukas Siau kuncu.

"Kalau begitu," kata Siau Po dengan suara sungguh-sungguh. "Biar bagaimana aku harus mengambilnya sebagai istri!"

Nona itu terkejut setengah mati, Dia berusaha untuk bangun, Tangannya bergerak dengan maksud menghajar mulut si bocah yang ceriwis, Tapi terdengar mulutnya mengeluarkan seruan  "Aduh!" karena tubuhnya langsung terguling jatuh dari atas tempat tidur Lukanya yang cukup parah membuat dia tidak sanggup mengendalikan gerakan tubuhnya.

Melihat gadis itu jatuh terguling, Siau Po tidak membantunya bangun tapi malah menertawakannya.

"Jangan terburu nafsu!" katanya, Semakin senang hatinya menggoda gadis itu. "Kau harus dapat bersabar! Kita belum lagi menjalankan upacara pernikahan, mana mungkin langsung menjadi suami istri? Oh! Lukamu mengeluarkan darah lagi, Lihat, kau mengotori tempat tidurku!"

Darah memang masih mengalir dari luka si nona, Hal ini menandakan bahwa lukanya memang tidak ringan.

Tepat pada saat itu terdengar suara langkah kaki dari orang banyak yang mendatangi dengan tergesa-gesa, Kemudian terdengar suara seruan yang mengandung kepanikan.

"Kui kongkong, Kui kongkong! Apakah kau baik-baik saja?"

Ketika itu para siwi sudah berhasil mengusir penyerbu. Mereka segera melindungi Sri Baginda dan Ibusuri serta para selir Raja, juga thay-kam dari tingkat atas, Karena Siau Po adalah thay-kam kesayangan Raja, maka dia juga butuh perlindungan itulah sebabnya belasan siwi langsung mendatanginya untuk menjaga keselamatannya.

Sebelum menjawab pertanyaan para siwi itu, Siau Po berkata terlebih dahulu kepada Siau kuncu.

"Kuncu, naiklah ke atas tempat tidur." Dia langsung mengangkat nona yang terluka itu kemudian menutupi mereka dengan selimut Setelah tu dia juga menurunkan kelambu lalu berkata dengan suara lantang.

"Kalian cepat masuk. Di sini ada orang jahat!"

Nona yang terluka kaget sekali, Dia ingin ber-gerak, tapi tenaganya sudah lemah sekali, Si kuncu ikut khawatir Dia segera berkata kepada Siau Po.

"Jangan bersuara! Nanti ciciku akan kepergok dan tertawan!" Siau Po tertawa.

"Dia toh tidak sudi menjadi istriku, Mengapa aku harus berbuat kebaikan kepadanya?"

Pada saat itu, belasan siwi sudah sampai di luar jendela. "Di sini ada orang jahat!" Salah satu di antaranya berseru, Rupanya tadi dia yang mendengar suara si thay-kam cilik.

Siau Po mengeluarkan suara tertawa.

"Kalian tidak perlu khawatir, atau pun bingung, Barusan memang ada penjahat yang datang kemari, namun aku sudah berhasil merobohkannya!" ia menunjuk kepada mayat penyerbu yang sengaja dicantolkannya pada kusen jendela, Darah mayat itu sampai berceceran mengotori jendela dan lantai kamarnya.

"Aih! Kongkong pasti terkejut sekali!" kata beberapa siwi.

"Tidak! Kui kongkong tidak akan terkejut," sahut seorang siwi lainnya, "llmu silat Kui kongkong tinggi sekali, Dengan sekali gerakan saja, dia berhasil merobohkan seorang penyerbu, Kalau saja tadi ada beberapa orang jahat yang menyatroninya, mereka pasti akan mati juga!"

"lya, kongkong memang lihay!" kata beberapa lainnya lagi memuji, Mereka ingin mengambil muka si thay-kam gadungan itu. "Jasa kongkong besar sekali !"

"Aih, tidak dapat dikatakan jasa," kata Siau Po sambil tertawa, "Sebenarnya penjahat itu sampai di kamarku memang dalam keadaan sudah terluka, sehingga dengan mudah aku dapat menghabisinya!"

"Sie loliok dan Him loji gugur dalam melaksanakan tugas.,." kata seorang siwi yang menarik nafas panjang pertanda menyesalkan kejadian itu.

"Kawanan pemberontak yang menyerbu itu benar-benar lihay sekali!" "Sekarang, silahkan kalian mengundurkan diri," kata Siau Po, "Pergilah kalian 

melindungi Sri Baginda, Aku di sini sudah tidak ada urusan apa-apa!"

"Sekarang tempat Sri Baginda sudah dijaga oleh dua ratus lebih pengawal," kata seorang siwi Iainnya, "Kawanan penyerbu itu sudah kabur dengan meninggalkan teman-temannya yang mati maupun terluka, Seluruh istana sudah aman kembali."

"Bagus!" puji Siau Po. "Mengenai para siwi yang sudah mengorbankan diri itu sebaiknya kalian memohon pada Sri Baginda untuk mengubur dan memberi hadiah kepada keluarga yang ditinggalkan. Kalian juga sudah mengeluarkan jasa, tidak mungkin Sri Baginda melupakan kalian."

Rombongan siwi itu senang sekali Tidak lupa mereka mengucapkan terima kasih. Melihat sikap para siwi itu, Siau Po berkata dalam hatinya.

"Peduli amat! Toh, bukan aku yang mengeluarkan uang untuk hadiah kalian, Tidak ada ruginya bagiku berbuat kebaikan ini!" Karena itu dia berkata lagi: "Tuan-tuan  sekalian, aku sudah lupa nama besar kalian, Tolong disebutkan sekali lagi semuanya agar aku bisa melaporkan apabila Sri Baginda menanyakan siapa saja yang berjasa malam ini."

Para siwi itu senang sekali, Cepat-cepat mereka menyebutkan nama masing-masing dan Siau Po mengulanginya beberapa kali sampai hapal betul.

"Sekarang kalian meronda lagi, Siapa tahu masih ada orang jahat yang bersembunyi di tempat-tempat gelap atau di antara pohon-pohon yang rimbun, Andaikata berhasil meringkus penjahat, yang laki-laki harus dirangket dengan rotan dan yang perempuan harus ditelanjangi dan diperlakukan seperti istri kalian sendiri!"

Mendengar kata-katanya, para siwi tertawa geli.

"lya! Iya!" jawab mereka serentak, Mereka merasa thay-kam cilik itu benar-benar lucu dan suka bergurau.

"Sekarang, tolong kalian singkirkan mayat ini," pinta Siau Po kemudian.

"Baik," sahut para siwi itu yang terus berebutan mengangkat mayat itu. Lalu mereka pun memohon diri untuk mengundurkan diri.

Siau Po mengawasi kepergian mereka dan menutup pintu kamarnya kembali Setelah itu dia menghampiri tempat tidur serta menyingkapkan kelambunya.

"Kau benar-benar biang iseng!" kata Siau kun-cu. "Kau benar-benar membuat kami terkejut!". Tapi ketika dia menoleh kepada kakak seperguruannya, gadis cilik itu terkejut setengah mati, Tanpa dapat menahan diri lagi dia mengeluarkan seruan tertahan, wajah nona itu pucat pasi, napasnya juga lemah sekali.

"Bagian manakah yang terluka?" tanya Siau Po. "Dia harus cepat ditolong supaya darahnya berhenti mengucur."

"Kau... menyingkirlah jauh-jauh..." kata si nona yang sedang terluka itu, "Kuncu, a... ku terluka di...

Sebenarnya Siau Po masih ingin menggoda, tetapi ketika melihat darah nona itu mengucur semakin banyak, dia membatalkan niatnya, Dia khawatir nona itu akan mati karena lukanya yang terlalu parah, tapi di mulutnya dia malah berkata.

"Baru darah yang mengalir, apa bagusnya sih dilihat? Eh, kuncu, apakah kau mempunyai obat luka?"

"Aku tidak punya," sahut si kuncu cilik.

"ltu si perempuan bau, dia membawa obat luka atau tidak?" tanya Siau Po kembali. "Tidak!" sahut si nona yang sedang terluka, "Dan kaulah yang bau!"

Si kuncu cilik tidak berdiam diri. Dia segera merobek baju dalamnya nona yang sedang terluka itu. Tiba-tiba dia terkejut dan berseru.

"Aduh! Bagaimana ini?"

Mendengar seruan si kuncu, Siau Po segera menolehkan kepalanya, ia melihat dua liang kecil tanda luka di dada gadis itu, Luka itu masih mengucurkan darah.

Kuncu kebingungan sampai menangis.

"Kau.... Lekas tolongi kakakku ini... Cepat!" katanya panik.

Tapi si nona yang terluka itu justru merasa jengah dan berusaha bangkit untuk duduk di atas tempat tidur.

"Jangan! jangan biarkan dia melihat aku!" katanya bingung dan malu. "Fuh!" Siau Po membuang ludah, "Aku juga tidak sudi melihatnya!"

Meskipun demikian, bocah cilik itu tetap menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari kapas atau barang lainnya yang dapat digunakan untuk menyumbat luka yang berdarah itu, Dia melihat Bit-hu, bahan pelekat dari madu,

"Nah, itu obat menghentikan darah yang manjur." katanya, Dia segera mengambil bahan perekat itu dan kemudian bekerja dengan gesit, Dioleskannya perekat itu di lubang luka, Ketika melihat buah dada gadis itu, timbul lagi rasa isengnya. Dia sengaja menggeser tangannya dan meraba-raba susu si nona.

Bukan main malu dan gusarnya hati si nona itu.

"Kuncu, bunuh dia!" katanya kepada Siau kuncu dengan suara keras. "Tapi, suci... dia sedang mengobatimu. "

Saking kesalnya, si nona tidak banyak bicara lagi, Dia hampir pingsan diperlakukan sedemikian rupa oleh Siau Po. Sayang dia tidak dapat bergerak, kalau tidak, kemungkinan Siau Po benar-benar akan dibunuhnya.

"Lekas totok jalan darahnya!" kata Siau Po kemudian "Dia tidak boleh bergerak terus, nanti darahnya tidak akan berhenti mengalir dan jiwanya akan terancam bahaya!"

"lya!" sahut Siau kuncu yang langsung menotok kakak seperguruannya di bagian perut, iga dan pahanya beberapa kali. "Suci, jangan sembarangan bergerak!" Tidak lupa dia memesankan kepada kakak seperguruannya.

Sementara itu, Siau kuncu sendiri sampai meneteskan air mata karena baru sekarang dia merasakan bahwa lukanya sendiri menimbulkan rasa sakit, Dia terluka di bagian pahanya.

"Kau juga sebaiknya berbaring saja," kata Siau Po yang terus menggantikannya memberikan pertolongan.

Ketika di Yang-ciu, Siau Po sering melihat orang memberikan pertolongan kepada orang lain yang terluka di bagian kakinya. sekarang sebisanya dia mengikuti cara tersebut, Dia mencari dua helai papan kemudian dijepit dan diikatkan pada kaki si nona, setelah itu dia menjadi bingung sendiri.

"Kemana aku harus mencari obat?" tanyanya tidak kepada siapa pun. Sesaat kemudian, dia menemukan akal yang bagus.

"Kau berbaring saja di sini," katanya kepada Siau kuncu, jangan sekali-sekali bersuara!" Dia menurunkan kelambu dan kemudian berjalan menuju pintu.

"Kau mau kemana?" tanya Siau kuncu ketika si bocah membuka pintu. "Aku akan mencari obat untuk mengobati kakimu!"

"Jangan lama-lama!" pesan si kuncu khawatir.

"Aku tahu!" sahut Siau Po. Dia merasa puas, karena dari nada suara si nona, Siau Po yakin dia mempercayainya, Dia segera memalangkan pintunya kembali, Dia merasa tenang, sebab dia tahu, kecuali Sri Baginda atau ibu suri, tidak ada orang lain lagi yang berani sembarangan masuk ke kamarnya.

Baru berjalan beberapa langkah, Siau Po merasakan pinggangnya agak nyeri. "lbu suri, si perempuan jalang itu sungguh kejam!" pikirnya dalam hati, "Dia telah 

menghajar aku! Kalau begini, aku tidak bisa berdiam terlalu lama lagi di istana ini. Siang 

atau pun malam, nyawaku selalu terancam maut. Ya, aku harus pergi secepatnya !"

Thay-kam gadungan ini segera menuju tempat di mana terlihat cahaya api. Di sana beberapa siwi tengah meronda. Ketika melihat Siau Po, semuanya segera menghampiri untuk menyambutnya.

"Berapa jumlah siwi yang terluka?" tanyanya prihatin

"Harap kongkong ketahui," sahut salah seorang pengawal itu. "Ada delapan orang yang luka parah dan lima belas orang yang luka ringan."  "Di mana mereka dirawat?" tanya Siau Po kembali. "Tolong kalian antarkan aku menjenguknya."

"Terima kasih, kongkong. Kami sangat menghargai kebaikan kongkong," kata siwi itu yang kemudian meminta dua orang kawannya mengantarkan Siau Po ke tempat di mana para pengawal istana itu sedang dirawat, Di sana tampak dua puluh orang lebih siwi yang sedang terluka dan ada empat orang thay-kam yang repot memberikan pertolongan.

Siau Po segera menghampiri dan menghibur semuanya dengan memuji keberanian mereka menghalau para penyerbu, Dia juga tidak lupa menanyakan nama para siwi itu untuk dilaporkan kepada Sri Baginda.

Puas hati para siwi tersebut mendapat perhatian begitu besar dari thay-kam kesayangan Sri Baginda, Hal ini bahkan membuat rasa nyeri yang mereka rasakan hilang sebagian besar.

"Apakah kalian tahu dari pihak mana kawanan pemberontak yang menyerbu itu?" tanya Siau Po. "Mungkinkah mereka antek-anteknya Go Pay?"

"Entah mereka dari pihak mana? Tapi kami yakin mereka orang-orang bangsa Han..." sahut siwi yang ditanya dan dibenarkan oleh rekan-rekannya yang lain, "Kami juga tidak tahu apakah ada di antara mereka yang tertangkap hidup-hidup atau tidak?"

Ketika pembicaraan berlangsung, Siau Po memperhatikan cara pengobatan yang dilakukan para thay-kam. Mereka menggunakan obat buatan tabib istana, semuanya merupakan obat luka, ada obat luar dan ada juga obat dalam.

"Obat semacam itu harus kusediakan," kata Siau Po. "Kalau ada saudara siwi yang terluka dan tabib belum sempat datang, mereka dapat menggunakan obat persediaanku, Oh, kawanan penyerbu itu benar-benar ganas dan nyalinya besar sekali Malam ini mereka tidak dibasmi semuanya, mungkin lain kali mereka akan datang lagi!"

Beberapa siwi menganggukkan kepalanya. "Kongkong baik sekali, kami bersyukur," kata mereka.

"Kita harus saling prihatin," kata Siau Po yang langsung memohon diri. sebelumnya dia telah meminta tabib istana membungkuskan sejumlah obat, Dia juga menanyakan sampai jelas cara pemakaiannya.

Biarpun bocah ini tidak berpendidikan tapi pengalamannya banyak sekali akibat pergaulannya di rumah pelesiran dulu, Karena itu bahasanya juga kasar. Untung saja para siwi itu juga bukan semuanya berasal dari orang-orang golongan atas, itulah sebabnya mereka tidak memperhatikannya. Siau Po langsung pulang ke kamarnya, Sebelum masuk, dia memasang telinga dulu di depan jendela, Setelah mendapat kepastian kamarnya sunyi saja seperti semula, dia baru mengeluarkan suara dengan lirih sekali.

"Kuncu, aku pulang!" Dia berkata demikian karena khawatir Siau kuncu mengira orang lain yang datang serta langsung mengirimkan serangan kepadanya.

"Oh!" Terdengar suara si gadis cilik, "Sudah cukup lama aku menunggumu!"

Siau Po menolakkan daun jendela dan lalu melompat ke dalam Setelah itu dia menyulut lilin dan menyingkapkan kelambu tempat tidurnya.

Kedua nona itu tampak berbaring berdampingan. Gadis yang terluka itu sedang membuka matanya lebar-lebar, namun ketika dia melihat Siau Po, cepat-cepat dia memejamkan matanya, Mungkin dia masih jengah atau malu.

Lain dengan Siau kuncu, dia malah menatap si bocah cilik dengan matanya yang jeli dan indah, Sinar matanya menunjukkan hatinya terhibur dan senang dapat melihat Siau Po lagi.

"Kuncu, sini aku obati lukamu!" kata Siau Po.

"Tidak!" sahut Siau kuncu, "Kau obati dulu kakak seperguruanku. Kesinikan obatnya, biar aku yang memakaikannya!"

"Kau selalu berbahasakan aku dan kau, apakah tidak ada sebutan lainnya yang lebih enak didengar ?" goda Siau Po.

Siau kuncu tertawa, Rupanya dia merasa bocah ini lucu sekali.

"Siapa namamu yang sebenarnya? Aku selalu mendengar orang-orang memanggilmu Kui kong-kong!"

"Kui kongkong adalah panggilan orang lain," sahut Siau Po. "Kau sendiri, bagaimana kau memanggilku?"

Siau kuncu berdiam diri beberapa saat, Matanya dikedap-kedipkan.

"Di dalam hatiku.,." katanya kemudian "Aku... memanggilmu kakak yang... baik. Tetapi di mulut, terasa... aneh untuk menyebutkan... nya."

"Baik, baik! Kita atur begini saja," kata Siau Po. "Di depan orang lain, aku memanggilmu Siau kun cu, dan kau memanggilku Kui toako, Tetapi kalau hanya kita berdua yang ada, aku akan memanggilmu adik dan kau harus memanggilku kakak yang baik." Belum lagi Siau kuncu sempat memberikan jawabannya, si nona yang sedang terluka sudah mencibirkan bibirnya sambil mengejek.

"Manis benar kedengarannya! Siau kuncu, jangan kau ladeni dia. Aku tahu dia sedang mengambil hatimu!"

"Hm!" Siau Po mendengus dingin. "Aku toh tidak suruh kau yang memanggil aku? Untuk apa kau usil? seandainya kau yang memanggil aku, tentu aku tidak sudi mendengarnya!"

Siau kuncu tertawa mendengar pertengkaran di antara kedua orang itu. "Lalu, kau mau dia memanggil apa kepadamu?" tanyanya.

Siau Po juga tertawa.

"Aku ingin dia memanggilku suami yang baik! Ya, suami yang terbaik!" sahutnya. Wajah si nona jadi merah padam mendengarnya.

"Kalau kau ingin menjadi suami orang, kau harus menjelma sekali lagi pada penghidupan mendatang" katanya sengit dan wajahnya memperlihatkan mimik mencemooh.

"Sudah, sudah!" Siau kuncu segera menengahi.

"Kalian berdua kan bukan musuh bebuyutan? Kenapa baru bertemu sudah bertengkar terus? Kui toako, aku harap kau bersedia memberikan obatnya kepadaku!"

"Baik!" sahut Siau Po. "Tapi biarkan aku mengobati lukamu terlebih dahulu!"

Dia segera menyingkap selimut yang menutupi tubuh kedua nona itu, Kemudian dia menggulung celana Siau kuncu dan memakaikan obat di kakinya yang terluka.

"Terima kasih!" kata Siau kuncu tanpa malu-malu, Nada suaranya juga mengandung ketulusan.

"Siapa nama istriku?" tanya Siau Po. Siau kuncu tertegun.

"lstrimu?" tanyanya bingung.

"lya, istriku!" kata Siau Po. Kepalanya menoleh kepada nona yang sedang terluka itu dengan bibir dimonyongkan. Siau kuncu tertawa, Dia mengerti kakak seperguruannya itulah yang dimaksudkan thay-kam cilik itu.

"Aih! Kau memang suka bercanda!" katanya. "Kakak seperguruanku ini she Pui dan namanya. "

"Jangan beritahukan kepadanya!" tukas si nona yang terluka gugup.

Begitu mendengar nona itu she Pui, Siau Po segera teringat ketika mengadakan perjalanan di Kangsou utara, dia bertemu dengan dua orang anak muda, Seorang pria dan seorang wanita. Mereka adalah orang-orang dari Bhok onghu. Mereka juga yang membuat Mau Sip-pat segan serta menghajarnya setengah mati, Namun nona yang mereka lihat hari itu, sedikit lebih tua dari nona Pui.

"Oh, dia she Pui. Aku tahu! Di sana aku masih mempunyai seorang toa-ku dan toa- ie," katanya kemudian. Toa-ku dan toa-ie adalah ipar laki-laki dan ipar perempuan.

"Aneh! Apa yang kau maksud dengan toa-ku dan toa-ie?" tanya Siau kuncu bingung. "Dia mempunyai, seorang kakak laki-laki dan seorang kakak perempuan, bukan? 

Mereka itulah ipar-iparku!" sahut Siau Po seenaknya.

Siau kuncu semakin heran.

"Oh, jadi di antara kalian masih ada hubungan keluarga?" Tampaknya dia percaya saja dengan ocehan si thay-kam cilik.

"Siau kuncu, jangan layani dia bicara!" kata nona Pui. "Bocah itu benar-benar busuk hatinya, Dia tidak ada hubungan keluarga denganku. Benar-benar sial kalau aku memilikinya!"

Siau Po tidak marah, Dia malah tertawa lebar Cepat dia menyerahkan obat pada Siau kuncu sambil berbisik di telinganya.

"Adikku yang baik, coba kau katakan siapakah nama belakangnya istriku itu?"

Jarak antara kedua gadis itu dekat sekali, Meskipun Siau Po berbicara dengan suara berbisik, tetapi nona Pui dapat mendengarnya dengan jelas, Karena itu dia segera berkata.

"Jangan beritahukan!" Siau Po tertawa lagi.

"Tidak apa-apa kalau kau tidak mau memberitahukannya, Tapi aku ingin menciummu dulu satu kali, Pertama-tama, aku akan mencium pipi kirimu, lalu aku akan mencium pipi  kananmu dan terakhir bibirmu. Nah, sekarang kau katakan terus terang, kau lebih suka dicium atau memberitahukan namamu saja?"

Nona itu tidak bergerak, pikirannya bingung, Thay-kam cilik ini benar-benar iseng dan agak ceriwis. Selain bingung, nona Pui juga kesal sekali, Untung saja Siau Po masih seorang bocah cilik dan tadi dia juga mendengar para siwi memanggilnya kongkong.

Siau Po seakan ingin membuktikan ancamannya. Dia menggerakkan tubuhnya dan kepalanya dicondongkan ke depan seperti ingin mendekatkan bibirnya ke wajah nona itu. Tentu saja nona Pui itu berdebaran jantungnya melihat perbuatan Siau Po.

"Baik, baik!" kata si nona Pui cepat dan gugup. "Baik, setan cilik! Aku akan memberitahukan namaku!"

Siau kuncu tertawa

"Seperti apa yang kukatakan barusan, Kakakku she Pui, sedangkan nama suci hanya satu huruf Ie, jadi namanya Pui ie."

Siau Po buta huruf, dia tidak tahu bagaimana tulisan nama itu, namun dia menganggukkan kepalanya juga.

"Ah. Nama yang dipilih secara sembarangan, sama sekali tidak bagus!" katanya, 

"Sekarang giliran kau, Siau kuncu, siapakah namamu?"

"Aku she Bhok, namaku Kiam Peng. Kiam artinya pedang, Peng artinya tirai," sahut Siau kuncu.

"Namamu lebih bagus!" kata Siau Po kembali Tapi sayangnya bukan dari kelas satu!" "Tentu namamu baru nama dari kelas satu, bukan?" sindir Pui Ie. "Siapa she dan 

namamu? Sampai mana bagusnya?"

Ditanya sedemikian rupa, untuk sesaat Siau Po tertegun Dia sadar dirinya dijebak oleh ucapannya sendiri.

"Aku tidak boleh menyebutkan nama asli," pikirnya dalam hati, Tapi Siau Kui cu bukan nama yang dapat dibanggakan! Biar bagaimana, dia harus menyebutkan sebuah nama, Akhirnya dia berkata:

"Aku she Go, karena aku seorang thay-kam, orang-orang memanggil aku Go laokong. "

"Go laokong.... Go laokong. " Pui Ie mengulangi nama itu beberapa kali, "Ah! 

Namamu itu. " Mendadak kata-katanya terhenti, wajahnya menjadi merah padam, 

Sebab dia sadar bahwa yang disebut Siau Po bukan nama orang, Go laokong artinya mertuaku. "Cis!" seru si nona kemudian. "Kau hanya mengoceh sembarangan."

"Aih! Lagi-lagi kau menggoda orang!" kata Bhok Kiam Peng, "Aku dengar orang- orang memanggilmu Kui kongkong, kau bukan she Go!"

Siau Po tidak mau kalah.

"Kalau laki-laki, mereka memanggilku Kui kongkong, tapi kalau perempuan, dia memanggilku Go laokong."

"Aku tahu siapa namamu!" kata nona Pui Ie yang mulai banyak bicara, Hal ini karena dia merasa tidak mau kalah dan ingin membalas ejekan Siau Po.

Siau Po agak terkejut mendengar kata-katanya.

"Kau tahu? Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya heran,

"Aku tahu namamu yang sebenarnya adalah Ho Pat-to!" kata nona itu.

Siau Po tertawa terbahak-bahak, Nama yang disebut nona itu hanya sebuah sindiran yang artinya "Ngaco belo."

Setelah Siau Po tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba saja tampak nafas Pui Ie memburu. Rupanya hati gadis itu mendongkol sekali dan sejak tadi dipendam, lagipula dia juga terlalu banyak bicara.

"Oh, adikku yang baik!" kata Siau Po kepada Kaim Peng, "Cepat kau pakaikan obat yang kuberikan. jangan membiarkan dia mati karena aku! Aku Go laokong hanya mempunyai dia seorang istri. Kalau dia sampai mati, kemana lagi aku bisa mencari istri yang kedua?"

Kiam Peng tersenyum.

"Kakakku mengatakan kau senang mengoceh yang bukan-bukan, ucapannya memang tepat," katanya, Dia segera menurunkan kelambu kemudian mengobati luka Pui Ie.

"Apakah darahnya sudah berhenti mengalir?" tanya Siau Po. "Sudah berhenti," sahut Kiam Peng.

"Bagus! Memang obatku mujarab sekali, Bahkan melebihi obatnya Pou sat. sekarang baru kau percaya, Nanti, sesudah lukanya sembuh, dadanya tidak akan meninggalkan bekas cacat sedikit pun sehingga bunga dan rembulan pun merasa malu terhadapnya."

"Aih! Kau memang paling bisa!" Kiam Peng tertawa mendengar ucapan si bocah yang lucu. "Setelah lukanya tidak mengeluarkan darah lagi, kau pakaikan lagi obat luar," kata Siau Po.

"lya," sahut Kiam Peng.

Tepat pada saat itu, dari luar terdengar suara panggilan

"Kui kongkong! Kui kongkong! Apakah Kui kongkong sudah tidur?"

"Sudah?" sahut Siau Po namun ia bertanya juga. "Siapa? Kalau ada urusan apa-apa, tunggu besok pagi saja!"

Orang di luar rnenjawab, "Aku yang rendah Sui Tong!" Nama itu membuat Siau Po terkejut "Oh, Sui congkoan! Entah ada keperluan apakah ?" tanyanya cepat.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar