Kaki Tiga Menjangan Jilid 16

Jilid 16

Siau Po kembali ke dalam kamar. SeteIah itu dia mengangkat tubuh si nona untuk direbahkan di atas tempat tidur. Dia mengikat kaki dan tangan gadis cilik itu kemudian ditutupnya dengan sehelai selimut. Nona itu menatapnya dengan perasaan bingung, Siau Po berkata.

"Aku ada urusan sedikit Karena itu aku harus keluar sebentar saja aku sudah kembali lagi!"

Nona itu tidak memberikan komentar. Matanya memperhatikan thay-kam gadungan itu lekat-lekat, Siau Po segera menambahkan, "Mutiaranya masih kurang, Aku harus membelinya lagi, Dengan demikian aku bisa memakaikannya padamu dan kau akan menjadi sepuluh kail lipat lebih cantik dari sebelumnya!" "Jangan... pergi," kata si nona cilik yang percaya dengan kata-katanya Siau Po. "Harganya mahal sekali!"

"Tidak apa-apa!" sahut Siau Po. "Aku mempunyai banyak uang, Aku ingin membuat kau menjadi luar biasa cantik sehingga rembulan maupun bunga di taman merasa malu me!ihatmu. Apa artinya menghamburkan uang beberapa ribu tail?"

"Aku... di sini sendirian Aku... takut!" kata si nona pula.

Sebenarnya Siau Po merasa iba melihat tampang si nona cilik yang benar-benar ketakutan. Hampir saja dia membatalkan kepergiannya, Tapi membayangkan perjudian yang digemarinya, terpaksa dia mengeraskan hati, Dia segera menyuapkan ikan ke dalam mulut nona itu.

"Kau makanlah!" katanya. "Hati-hati! jangan sampai berjatuhan!"

Si nona cilik ingin berbicara, tapi suaranya tidak terdengar jelas karena tersumpal ikan.

"Kau... ja...ngan... pergi!"

Siau Po tetap meninggalkan si nona cilik dalam kamarnya, Dia membawa sejumlah uang kemudian mengunci pintu kamarnya dari luar dan mengikuti thay-kam tadi.

Di depan istana Kong cin ong sudah berbaris dua deretan siwi, pasukan pengawal si raja muda. seragamnya rapi serta mewah, selanjutnya ada golok, juga pedang, Tampang mereka gagah, Tampaknya barisan itu lebih rapi daripada ketika dia datang untuk pertama kalinya. Kemungkinan penjagaan lebih ketat setelah penyerbuan orang- oran dari Tian-te hwe.

Baru Siau Po melangkah di ambang pintu, Kong Cin ong sendiri sudah keluar menyambutnya. Dia langsung merangkul Siau Po berkata.

"Oh, saudara Kui. Sudah beberapa hari kita tidak bertemu, Kau tampak semakin tinggi dan tampan!"

"Aih! Ongya hanya memujiku saja!" sahut Siau Po. "Bagaimana kabar Ongya sendiri?"

"Terima kasih atas perhatianmu Aku baik-baik saja," sahut si pangeran tertawa lebar, "Kau jarang datang ke rumahku, Kalau sering melihat kau, hatiku tentu senang sekali, Tapi jarang melihat saudara, hatiku menjadi gundah!"

Siau Po tertawa. "itu tandanya ong-ya mengharap aku dapat sering-sering kemari, sebetulnya aku tidak berani mengharapkan hal ini!" "Nah, kau harus ingat janjimu sendiri, Sebetulnya sudah beberapa kali aku meminjam saudara dari Sri Baginda agar kita dapat bersenang-senang selama beberapa hari. Tapi aku khawatir Sri Baginda tidak akan mengijinkannya walaupun untuk sehari saja." 

Selesai berkata dia menggandeng Siau Po dan mendampinginya masuk ke ruangan dalam.

Hati Siau Po senang sekali, Meskipun dalam istana dia juga sering dihormati, tapi biar bagaimana kedudukannya tetap seorang thay-kam, sedangkan di sini dia dianggap saudara oleh seorang pangeran, bayangkan saja!

Sesampainya di ruangan dalam, dia disambut lagi oleh dua orang. Yang pertama adalah To Lung, kepala siwi yang baru diangkat menggantikan orangnya Go Pay yang sudah digeser dan ditangkap, Yang kedua adalah saudara angkatnya Sou Ngo-tu. Orang itu langsung melompat bangun dari tempat duduknya dan memegang tangan Siau Po erat-erat.

"Mendengar ong-ya mengundangmu kemari, aku juga langsung datang, Dengan demikian kita bisa bersenang-senang sama-sama!" katanya sambil tertawa terbahak- bahak.

Berempat mereka melangkah ke dalam ruangan Segera terdengar musik penyambutan Siau Po merasa bangga sekali. Dia belum pernah mendapat penyambutan yang demikian meriah, Untuk sesaat dia menjadi gugup. sesampainya di ruangan dalam, sudah ada dua puluhan perwira dan pembesar yang sedang menantikannya.

Tepat pada saat itu, seorang thay-kam melangkah masuk dengan tergesa-gesa. "Ong-ya, putra Peng si ong tiba!" katanya melaporkan.

Kongcin ong tertawa lebar.

"Bagus! Saudara Kui, kau tunggu sebentar di sini, Aku akan menyambut kedatangan tamu!"

"Putra Pengsi ong?" pikir Siau Po dalam hatinya, "Bukankah dia putera Go Sam-kui? Untuk apa dia datang ke sini?"

So Ngu-tu segera berbisik di telinga Siau Po. "Hari ini kau akan mendapat keuntungan besar!" Siau Po tertegun.

"Keuntungan besar apa?" "Go-Sam-kui menitahkan puteranya datang ke Kotaraja untuk mengantarkan upeti. Karena itu, semua pembesar dan para menteri pasti akan mendapat bagian!" bisik So Ngu-tu kembali.

"0h. puteranya Go Sam-kui datang ke kotaraja untuk mengantar upeti? Tapi, aku kan bukan menteri atau pembesar negeri?" tanya Siau Po.

"Kau terhitung seorang pembesar negeri dalam istana!" kata So Ngu-tu. "Kau malah lebih penting daripada para menteri. Puteranya Go Sam-kui itu, namanya Go Eng-him, otaknya cerdas sekali dan banyak urusan yang diketahui!" So Ngu-tu menghentikan kata-katanya sejenak. 

Dia kemudian berbisik lebih perlahan lagi, "Nanti kalau Go Eng-him memberikan hadiah kepadamu, biar nilainya besar atau kecil, jangan kau perlihatkan tampang gembira. Kau boleh berbicara dengannya secara datar saja. Begini: Oh, Sicu datang dari tempat yang jauh, lentunya letih dalam perjalanan, bukan?" Kalau dia melihat tampangmu senang, selanjutnya pasti tidak ada apa apa lagi, sebaliknya kalau sikapmu dingin, dia pasti menganggap hadiahnya terlalu sedikit dan esok pasti dia akan menambahkan lebih banyak lagi!"

Siau Po tertawa. "Kiranya ajaran toako ini ajaran memeras orang!" katanya.

So Ngu-tu juga tertawa. "Bodoh namanya kalau tidak bisa menggenggam kesempatan baik-baik. Bukankah ayahnya menguasai wilayah Inlam, Kui ciu dan lain- lainnya juga? Coba bayangkan berapa banyak uang rakyat yang sudah masuk ke kantong orang itu! Kalau kita tidak membantunya menghamburkan ke satu kita tidak menghormati ayahnya, Kedua, kita tidak menghargai jerih payah rakyat Inlam dan Kui ciu serta sekitarnya!"

Siau Po tertawa geli mendengar kata-katanya. "Kau benar!" sahutnya kemudian.

Tepat pada saat itu, Kong cin ong sudah kembali lagi bersama Go Eng him.

Puteranya Peng si ong itu berusia sekitar dua puluh lima tahunan Tampangnya gagah dan wajahnya tampan, Langkahnya tegap, Sungguh pantas menjadi putera seorang jenderal besar.

Mula-mula Kong cin ong menarik tangan Siaui Po kemudian berkata kepada tamunya.

"Siau tianhe, inilah Kui kongkong, kongkong yang paling disayangi oleh Sri Baginda, Kelika terjadinya penangkapan atas diri Go Pay di kamar tulis raja, jasa kongkong inilah yang paiing besar!" Siau tianhe adalah panggilan untuk pangeran muda, Kong cin ong adalah seorang pangeran, tapi Go Sam-kui adalah seorang panglima besar yang dianugerahi jabatan sebagai raja muda di beberapa propinsi. Karena itu puteranya harus dipanggil Tianhe.

Go Sam-Kui mempunyai banyak mata-mata di kotaraja. Sedikit gerakan saja yang terjadi di kota Peking, pasti segera ada yang melaporkan kepadanya. Karena itu, baik dia sendiri ataupun puteranya, Go Eng-him juga sudah mendengar prihal tertangkapnya Go Pay oleh beberapa orang thay-kam cilik. 

Dan ada satu di antaranya yakni Siau Kui cu yang mempunyai jasa besar, itulah sebabnya, sebelum datang ke Kotaraja sebagai utusan, kedua ayah dan anak itu sudah merundingkan tindakan apa saja yang harus dilakukan Go Eng-him selama di Kotaraja. 

Biar bagaimana, Go Sam-kui merasa segan terhadap kaisar Kong Hi yang meskipun masih muda namun cerdas sekali itu. otomatis dia ingin menggunakan segala macam cara untuk mempertahankan kedudukannya yang tinggi.

Karena itu pula, Go Sam-kui mengirim puteranya ke kotaraja untuk menyelidiki gerak-gerik kaisar Kong Hi dan kaki tangannya, Eng Him harus mengetahui segala sesuatu yang dapat memperkokoh kedudukan mereka.

Bukan main senangnya hati Go Eng-him yang datang berkunjung ke Kong cin ong dan mendapat kesempatan bertemu dengan kongkong kesayangan Sri Baginda itu, Dia langsung mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Siau Po erat-erat dan berkata:

"Kui kongkong, aku... yang rendah selama di Inlam sudah sering mendengar nama besarmu, Kami ayah dan anak sungguh mengagumi Sri Baginda dan kongkong, Usia kongkong masih muda sekali, tapi sudah sanggup menanam jasa besar bagi negara. Karena itu ayahku juga menitipkan sedikit hadiah bagi kongkong, Tapi ada peraturan bahwa pembesar di luar kota dilarang berhubungan erat dengan menteri-menteri ataupun orang penting istana, Meskipun ada niat dalam hati, tapi aku tidak berani mengajukan permohonan tersebut, maka sungguh kebetulan kita dapat bertemu di istana Kongcin ini, Aku benar-benar gembira sekali!"

Puas hati Siau Po mendengar kata-kata pangeran itu. Ternyata dia pandai bicara, Dia juga merasa bangga mengetahui Go Sam-kui yang ada pada jarak ribuan li juga telah mendengar namanya, tetapi pada dasarnya Siau Po memang cerdik, apalagi dia sudah mendapat petunjuk dari So-Ngu-tu. Karena itu dia sengaja bersikap tawar.

"Kami yang menjadi budak hanya melakuka perintah Sri Baginda, Yang penting, pertama, jangan takut menderita, Kedua, jangan takut mati, Mana ada kebiasaan atau jasa apa-apa? Siau ong-ya hanya memuji saja!" 

Di samping itu, diam-diam di berpikir dalam hatinya, "So toako benar-benar dapat menyimak urusan ibarat dewa. Begitu sampai, kunyuk kecil itu langsung saja menyebut urusan hadiah!" Go Eng-him adalah tamu dari jauh, Dia juga putera sulung Peng si ong. Karenanya Kongcin ong mempersilahkan dia duduk di kursi pertama, sedangkan Siau Po dipersilahkan menduduki kursi kedua. 

Di dalam ruangan itu hadir banyak perwira serta pembesar lainnya, Meskipun Siau Po brandal, tapi dia tidak berani duduk di kursi kedua itu. Berulang kali dia menolak dengan halus, Kongcin ong tertawa lebar "Saudara Kui, kau adalah tangan kanan Sri Baginda, Semua orang menghormatimu juga berarti menunjukkan kesetiaan kepada Raja kita, Harap kau tidak sungkan-sungkan lagi!"

Selesai berkata dia menekan bahu bocah itu dan memaksanya duduk, Setelah itu para perwira lainnya juga ikut mengambil tempat duduk masing-masing, sedangkan So Ngu-tu tentu memilih duduk di samping Siau Po.

Diam-diam Siau Po berpikir dalam hati. "Neneknya! Ketika di Li cun-wan, sering ibu menyuruh aku berdiri di belakangnya dan secara mengumpat menyodorkan makanan kepadaku, itu saja aku sering diusir oleh para putera hartawan yang lagaknya setinggi langit. Pada waktu itu, aku hanya berpikir kapan bisa menjadi orang kaya agar para putera hartawan dan hidung belang itu menjadi iri melihat aku dilayani oleh seluruh wanita penghibur dari Li Cun-wan, Tidak tahunya hari ini aku duduk di sini ditemani Kongci ong, pangeran serta menteri dan pembesar negeri, sayangnya para kutu busuk di Yang-ciu tidak melihat pamorku hari ini!"

Para hadirin duduk menikmati arak, Ke enam belas pengawal yang mengiringi Go Eng-him berbaris di depan jendela, mata mereka sekali-sekali melirik ke arah para pelayan yang mengantarkan hidangan ke dalam ruangan.

Siau Po memperhatikan semua itu secara diam-diam. Otaknya yang cerdas bekerja dengan cepat.

"Hm! Keenam belas orang itu pasti jago-jago yang ditugaskan melindungi Siau ong- ya ini. Kemungkinan besar orang-orang dari Bhok onghu juga sudah menantikan di luar istana Kong cin ong, Paling baik apabila terjadi perkelahian sengit di antara kedua belah pihak, ingin aku lihat, apakah pihak Go Sam-kui yang menang atau pihak Bhok onghu yang berjaya?"

Perutnya terasa panas mengingat perlakuan yang diterimanya dari Mau Sip-pat gara- gara orang dari Bhok onghu yang mereka temui dalam perjalanan di Kangouw, Dia berharap kedua belah pihak akan sama-sama terluka parah dalam perkelahian.

Kongcin ong sendiri juga memperhatikan gerak gerik keenam belas pengawal Go Eng-him. Dia tahu mereka takut tuan mudanya diracuni atau dicelaka. Tapi sebagai tuan rumah yang baik, dia juga tidak dapat mengatakan apa-apa yang dapat membuat tamunya tersinggung.

Si kepala siwi, To Lung mempunyai watak yang polos dan suka berterus-terang, Setelah meneguk beberapa cawan arak, terdengar dia berkata. "Siau ong-ya, orang-orang yang mengiringimu itu pasti tergolong dari perwira pilihan yang mempunyai kepandaian tinggi, bukan?"

Go Eng-him tersenyum.

"Memangnya mereka punya kebisaan apa? Mereka tidak lebih dari para prajurit yang biasa mengikuti aku kemana-mana, Mereka semua tahu watakku yang buruk, Kalau ada mereka di samping, seandainya aku mabuk, kan ada orang yang menggotong!"

To Lung ikut tertawa.

"Siau ong-ya benar-benar pandai merendah. Coba lihat kedua orang itu. Keningnya terang bercahaya, hal ini menunjukkan tenaga dalamnya sudah mencapai taraf kesempurnaan Dan dua orang yang lainnya, mempunyai wajah yang kencang dan berminyak, menandakan dia seorang gwakang (tenaga luar) yang sudah tinggi sekali kepandaiannya. sedangkan sisanya, coba suruh mereka buka topi, pasti kepala mereka botak semua!"

Go Eng-him tidak memberikan komentar, namun bibirnya tersenyum, sedangkan So Ngo-tu langsung tertawa dan berkata:

"Tadinya aku mengira Ciangkun hanya pandai maju ke medan perang sehingga selalu merebut kemenangan Ternyata Ciangkun juga pandai melihat wajah orang seperti peramal."

To Lung tertawa. 

"So tayjin tidak tahu, sudah lama Peng-si ong menetap di San-hay kwan. Banyak perwiranya yang berasal dari perguruan Kim-teng bun kota Kimciu, sedangkan umumnya murid-murid Kim-teng bun yang ilmunya sudah mencapai taraf yang tinggi, wajahnya selalu berminyak bahkan kepalanya botak."

Kong Cin-ong tertarik mendengar keterangan itu. Dia tersenyum.

"Bolehkah tianhe menyuruh mereka membuka topi supaya kita bisa membuktikan kata-katanya Te tok (jenderal yang menjadi kepala siwi) benar atau tidak?" tanyanya.

"Mata Te tok sungguh tajam, Kata-katanya memang tepat," sahut Eng Him. "Beberapa pengiringku ini memang orang-orang dari perguruan Kim-ten bun, hanya saja kepandaian mereka belum sampai taraf kesempurnaan sehingga kepalanya tidak seratus persen botak, masih ada sisa rambutnya sedikit, Kalau menyuruh mereka membuka topi akhirnya hanya menjadi bahan tertawaan saja."

Mendengar keterangan itu, para hadirin tertawa, Karena si pangeran sudah menolak secara halus, tentu tidak enak bagi mereka apabila maksakan kehendaknya. Justru di saat itu Siau Po memperhatikan para pengiring putera Peng-si ong itu, Di dalam hatinya dia berkata: "Entah ada berapa helai rambut di atas kepala orang yang tinggi besar itu? Dan yang tubuhnya kurus kering mungkin kalah lihay, Pasti rambutnya masih cukup banyak."

Dengan berpikir demikian, thay-kam gadungan itu teringat sesuatu hal, sehingga tanpa disadari dia tertawa.

Kongcin ong merasa heran.

"Mengapa kau tertawa, saudara Kui?" tanyanya, "Coba kau terangkan agar para tamu sekalian bisa mendengar dan ikut mengetahui apanya yang lucu!"

"Aku sedang berpikir bahwa para suhu dari Kim-teng bun itu pasti mempunyai sifat yang penyabar sekali," sahut Siau Po, "Mereka pasti jarang berkelahi dan malah mungkin tidak bisa melakukannya!"

Cing ong tidak mengerti maksudnya.

"Mengapa kau bisa mempunyai pendapat seperti itu, saudara Kui?" Siau Po tertawa kembali.

"Sebab kalau mereka pemarah, tentu mata mereka akan mendelik dan menantang lawannya untuk menghitung jumlah rambut mereka, Di samping itu, mereka juga akan menyuruh lawan mereka membuka topi serta akhirnya bertanding rambut siapa yang lebih banyak, dialah yang kalah. sedangkan rambutnya yang lebih sedikit, dialah yang menang!"

Kata-katanya Siau Po membuat orang-orang dalam ruangan itu merasa geli dan tertawa. ucapannya dianggap lucu sekali.

Terdengar Siau Po berkata kembali:

"Aku yakin para suhu dari Kim-teng bun itu selalu membawa suipoa (papan yang berbiji-biji dan digunakan sebagai alat hitung pada jaman itu), Ke mana-mana, Sebab tanpa alat itu, tentu sulit menghitung rambut."

Lagi-lagi para hadirin tertawa.

"Kong ong-ya." Kemudian terdengar To Lung berkata, "Setelah tempo hari sisa antek-anteknya Go Pay mengacau di istana ini, menurut kabar, ong-ya banyak mengundang tokoh-tokoh lihay. Benarkah?"

Kongcin ong memilin kumisnya sembari menjawab, wajahnya menunjukkan perasaannya yang bangga. "Tidak mudah mengundang tokoh-tokoh yang sudah punya nama dan berkepandaian tinggi, Hanya beberapa gelintir pesilat-pesilat kelas dua dan kelas tiga saja," sahutnya merendah. 

Kemudian baru melanjutkan kembali "Tapi peruntunganku memang cukup bagus, Selain gaji yang tinggi, aku juga membantu mereka menyelesaikan beberapa persoalan, karena itu mereka sudi datang kemari memberi muka kepadaku untuk menggebah para pemberontak,"

"Bolehkah tayjin memberitahu, kiat apa yang digunakan untuk mengundang para jago ini?" tanya To Lung.

"Kepandaian Te tok sendiri sudah terhitung jago kelas satu. Untuk apalagi mengundang orang luar?" kata Kong Cin-ong tersenyum.

"Terima kasih atas pujian ong-ya," sahut To Lung, "Menurut selentingan di Iuaran, ilmu memanah ong-ya tinggi sekali Tempo hari ketika para pemberontak datang mengacau, katanya ong-ya telah menggunakan panah membidik mati dua puluh orang lebih anggota pemberontak itu."

Kongcin-ong hanya tersenyum, Dia tidak memberikan komentar Kenyataannya, tempo hari dia memang memanah mati anggota Tian-te-hwe, tetapi jumlahnya hanya dua orang. Cerita di luaran hanya dtbesar-besarkan saja.

"Saat itu aku memang menyaksikan dengan mata kepala sendiri," kata Siau Po ikut berbicara, "Aku merasa tiba-tiba deru angin berkesiur, Kemudian di depanku terdengar suara "Aduh! Aduh!" dan di belakang ada beberapa orang yang memuji, panah bagus!" "bidikan hebat!"

Go Eng-him segera mengangkat cawan araknya tinggi-tinggi.

"Hebat sekali ilmu memanah Cin ong! Boan-seng kagum sekali. Dengan ini Boanseng ingin mengulanginya!"

Para hadirin ikut mengangkat cangkirnya dan meneguk arak bersamaan, Kongcin ong senang sekali, Diam-diam dia berpikir dalam hati:

"Siau Kui cu ini sungguh pandai mengikuti perkembangan. Tidak heran Sri Baginda begitu menyayanginya!"

"Ongya," kata To Lung kembali "Ongya telah mempekerjakan begitu banyak busu, Bagaimana kalau mereka itu diundang keluar agar kita dapat berkenalan satu dengan lainnya?"

Kongcin ong suka membanggakan diri, ia langsung menerima baik permintaan Kiubun Te tok itu. Segera dia menurunkan perintah kepada seorang bawahannya. "Lekas siapkan dua buah meja perjamuan di sebelah sana dan undang Sin Ciau siangjin serta yang lainnya hadir di sini!"

Perintah itu langsung dilaksanakan. Pelayan-pelayan bekerja dengan gesit, sebentar saja meja perjamuan sudah tersedia, Di lain saat muncul dua puluh orang lebih busu yang dipimpin seseorang berjubah merah, Tubuhnya tinggi besar dan gemuk, Dia seorang biku.

Kong Cing-ong bangun dari tempat duduknya.

"Para sahabat sekalian, mari kita duduk dan minum bersama!"

Melihat tuan rumah berdiri, yang lainnya pada ikut bangkit untuk menyambut rombongan yang baru masuk itu.

"Terima kasih! Terima kasih!" kata si biku yang merangkapkan sepasang tangannya sambil tertawa.

"Tayjin sekalian, silahkan duduk!"

Suara si biku nyaring dan lantang. Menandakan tenaga dalamnya sudah mencapai taraf yang tinggi sekali. Rekan-rekannya yang lain ikut memberi hormat, mereka juga mengucapkan terima kasih kemudian mengambil tempat duduk di dua meja yang baru selesai diatur itu.

To Lung paling suka ilmu silat, wataknya juga polos dan suka terus-terang, Tanpa menunggu para busu itu meneguk kering cawannya masing-masing, dia sudah berkata:

"Ongya, menurut penglihatan siau-ciang, para busu itu gagah-gagah, Kepandaian mereka pasti tinggi sekali, Bolehkah ong-ya menyuruh mereka mempertunjukkan sedikit kelihayannya? Kebetulan disini ada Go sicu dan Kui kongkong, mereka tentu ingin melihat kepandaian orang-orang ong-ya!"

Kongcin ong tertawa.

"Tuan-tuan yang terhormat," katanya pada rombongan Sin Ciau siangjin "Banyak tamu agung di sini ingin menyaksikan kepandaian kalian. Bolehkah kalian mempertunjukkanya sedikit?"

Seorang busu setengah tua yang duduk di sebelah kiri, langsung bangun. Dia berkata dengan suara lantang:

"Aku kira ong-ya menghargai kepandaian orang sehingga mengundang aku datang kemari, Siapa sangka kami dipandang sebagai orang kangouw yang suka menjual silat di depan umum. Kalau para hadirin sekalian ingin menonton pertunjukan topeng monyet, mengapa tuan-tuan tidak pergi ke Tiankio saja? Maaf, ijinkanlah aku yang rendah memohon diri!"  Selesai berkata, orang itu meng angkat tangan kirinya dan terdengarlah suara "Plok!", hancurlah bagian belakang kursinya, kemudian dia melangkah lebar-lebar keluar dari ruangan pesta itu.

Melihat keadaan itu, para hadirin jadi tertegun Seorang laki-laki tua yang bertubuh kurus bangkit dari tempat duduknya dan mencegah busu setengah tua yang hendak berlalu itu dengan berkat "Long suhu, kata-katamu itu tidak memakai aturan. Ongya sangat menghargai kepandaian kita. Ongya ingin menyaksikan kepandaian kita, sebenarnyalah kita menyambut dengan baik. Andaika Long suhu tidak setuju, tidak mungkin ong-ya memaksamu, Tapi kenapa kau harus menghancurkan kursi di tempat pesta ini? Seumpamanya ong-ya sangat bijaksana dan tidak menyalahkan kau, tapi kami semua, di mana kami harus meletakkan muka ini?"

Orang she Long itu langsung tertawa dingin. "Setiap orang mempunyai pendirian tersendiri, To suhu, kalau kau suka menunjukkan kepandaianmu, silahkan, Tapi, maaf, aku tidak dapat menemani kalian lebih lama!" katanya sambil berjalan pula.

Terdengar orang tua she To berkata:

"Kalau kau memang hendak pergi juga, seharusnya kau memberi hormat kepada ongya dengan menyembah dan mengangguk Apabila ongya sudah menyatakan persetujuannya, baru kau boleh meninggalkan tempat ini!"

Kembali orang she Long itu tertawa dingin.

"Aku toh tidak menjual diriku menjadi budak onghu!" katanya sengit "Bukankah sepasang kakiku ini menempel di tubuhku sendiri? Kalau aku ingin pergi, aku bebas untuk berjalan. Siapa yang berani melarang aku?"

Selesai berkata, dia berjalan lagi. Tampaknya si orang tua she To masih tidak mau mengalah, Ketika melihat orang she Long itu hampir menubruknya, dia langsung mencekal lengan kiri orang itu sambil membentak dengan suara keras.

"Tidak bisa tidak! Aku memang hendak melarangmu!"

Orang she Long ingin menghindarkan diri dari cekalan orang she To. Tubuhnya berputar dan tinjunya meluncur ke pinggang orang she To, Dan lawannya mendahuluinya dengan mengirimkan sebuah tendangan ke arah dada.

Long suhu ternyata lincah sekali, Dia mengangkat tangan kanannya dan menyambut tendangan itu. Karena gerakannya yang cepat, dia berhasil menyanggah bagian dalam lutut lawannya kemudian dia mengerahkan tenaganya untuk mendorong dari bawah ke atas.

Orang she To tidak dapat melepaskan diri dari cekalan itu. Tubuhnya kena dipentalkan ke belakang. Namun dia juga cukup gesit, dia sempat membuang diri  sehingga tidak sampai terjatuh. Namun dia sudah kalah angin sehingga wajahnya menjadi merah padam saking malunya.

Orang she Long juga tidak menunda waktu, dia segera menghambur ke pintu ruangan. Tiba-tiba muncullah rintangan yang lain, seseorang yang bertubuh kurus tahu- tahu sudah menghadang di-depannya. Orang itu tidak menyerang, hanya merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat seraya berkata:

"Long toako, harap kau kembali ke dalam ruangan!"

Orang she Long itu sedang menghambur ke depan, sulit baginya untuk mengendalikan gerakan tubuhnya, Namun si orang bertubuh kurus juga tidak mau menyingkir Karena itu keduanya jadi beradu, Lebih tepat lagi bila mengatakan orang she Long itu menubruk tubuh si kurus.

Kesudahannya sungguh luar biasa, Bukannya orang yang bertubuh kurus itu terdorong atau terpental ke belakang. Namun malah si orang she Long yang tersurut mundur sejauh tiga langkah. Tubuhnya terhuyung-huyung, sulit baginya untuk menjaga keseimbangan. Dia limbung ke kanan, bukannya berhenti atau berdiam diri, dia terus berlari menuju jendela, jelas dia tidak sudi berdiam lebih lama dalam ruangan itu.

Si kurus itu ternyata hebat sekali, Tahu-tahu dia sudah ada di depan jendela dan menghadang kepergian si orang she Long.

Busu setengah baya itu sadar bahwa lawannya lihay sekali, Benturan tadi membuatnya insaf dan dia tidak ingin kejadian itu terulang kembali. Dia menahan gerakan tubuhnya sedemikian rupa sehingga ketika luncurannya terhenti jarak mereka hanya tinggal dua dim saja.

Si kurus berdiam diri, sepasang matanya menatap si orang she Long tanpa berkedip sekali pun.

Orang she Long itu tetap berusaha mencapai luar ruangan agar dapat melarikan diri, namun si kurus tampaknya tidak sudi memberinya kesempatan sama sekali. Ketika si orang she Long mengirimkan tinjunya ke depan, dia hanya mengangkat tangannya dan mendorong dengan asal-asalan, namun akibatnya sekali lagi si orang she Long terhuyung mundur ke belakang.

"Hebat!" seru beberapa tamu yang memuji kepandaian si kurus.

Si Long berdiam diri, wajahnya pucat dan merah secara bergantian, dia merasa terkejut juga bingung. Tampaknya sulit baginya untuk keluar dari istana tersebut, akhirnya terpaksa dia berdiam diri saja.

Si orang kurus memberi hormat kepadanya. "Saudara Long, silahkan duduk! Ongya mengharapkan kita menunjukkan sedikit kepandaian bukankah kita sudah melakukannya?"

Kali ini, selesai berkata, si kurus kembali ke tempat duduknya semula. Dengan perasaan malu, si orang she Long terpaksa kembali ke tempat duduknya dengan kepala tertunduk Dia masih merasa kesal juga gundah.

Para hadirin bersorak menyaksikan peristiwa itu, yang memang merupakan sebuah pertunjukan.

Kongcin ong sendiri sebetulnya merasa tidak enak hati, karena orang she Long menentangnya di depan umum, tapi perbuatan si kurus juga mengembalikan pamornya. Karena itu dia segera menitahkan pelayannya mengambil uang sebesar lima puluh tail perak.

"llmu silat suhu itu hebat sekali." kata Go Eng-him. "Siapakah namanya? Mudah saja dia menghadang kepergian orang."

Pangeran itu tidak langsung menjawab, Dia juga tidak kenal siapa adanya orang bertubuh kurus itu. Dia juga tidak tahu kapan orang itu datang. Tapi tentunya tidak baik baginya untuk mengatakan terus-terang.

"Siau ong sungguh pelupa, tidak ingat lagi siapa namanya!" sahut Kongcin-ong asal- asalan,

Pelayan yang disuruh tadi sudah kembali lagi dalam waktu singkat, dia membawa sebuah nampan yang di atasnya terdapat uang goanpo masing-masing senilai dua puluh lima tail.

Kong Cin-ong tertawa sambil berkata:

"Para busu telah memperlihatkan kepandaiannya. Karena itu harus ada orang yang pertama-tama menerima hadiah, Sahabat, silahkan kemari, Ambillah sepotong goanpo ini!"

Yang dipanggil adalah orang yang bertubuh kurus tadi. Dia segera menghampiri si pangeran dan menyambut sepotong goanpo yang disodorkan kepadanya.

"Sahabat," panggil Siau Po. "Siapakah she dan namamu yang mulia?"

"Aku yang rendah bernama Ci Goan-kay," sahut orang itu, "Terima kasih tuan besar telah sudi menanyakannya!"

"Memang lihay kepandaian busu Ongya," kata To Lung kemudian "Sekarang aku ingin sekali menyaksikan kepandaian para pengawal Siau tianhe Siau ong-ya, tolong tunjuk salah seorang pengawalmu untuk bermain-main sejenak dengan Ci suhu ini!" Go Eng-him tidak segera menjawab, tampaknya dia sedang merenung. Melihat keadaan itu, To Lung berkata kembali:

"lni hanya pertunjukan saja, batasnya saling menowel. Juga tidak perlu hadiah segala macam. Dengan demikian persahabatan kita tidak akan terganggu. Siapa yang menang atau kalah tidak menjadi masalah!"

"Pikiran Te tok baik sekali!" Kongcing ong yang suka keramaian ikut berbicara, Tapi sebaiknya para busu semua mendapat sesuatu, Aku akan menghadiahkan goanpo bernilai besar pada yang menang namun yang kalah juga mendapat bagian, hanya nilainya lebih kecil sebagai tanda penghargaan, Kong Cin ong menoleh kepada pelayannya tadi, "Ambillah lagi sejumlah goanpo bernilai dua puluh lima tail."

Pelayan tadi masuk ke dalam ruangan, tidak lama kemudian dia sudah keluar lagi dengan membawa dua nampan besar uang goanpo yang berkilauan.

"Pihak kami mengajukan Ci Goan-kay," kata Kongcin ong. "Busu manakah yang mula-mula akan mewakili pihak Peng-si ong?"

Para hadirin senang mendengar kata-kata si tuan rumah, perhatian mereka segera beralih pada keenam belas orang yang mengawal kedatangan Go Eng-him. 

Mereka tahu, meskipun pertandingan ini hanya pertandingan persahabatan tetapi kedua pihak itu justru Kongcin ong dan Peng-si ong, Rata-rata mereka mengharap pihak tuan rumahlah yang akan meraih kemenangan.

Di saat Go Eng-him masih memikirkan jalan keluar terbaik, salah seorang pengawalnya segera melangkah ke depan kemudian memberi hormat kepada pihak tuan rumah seraya berkata:

"Harap ong-ya ketahui, ketika mengikuti sicu berangkat ke kotaraja, Kami telah dipesan untuk menjaga dan merawat sicu sebaik-baiknya, Peng Si-ong juga telah memesan berulang kali bahwa selama di kotaraja kami dilarang berbentrokan dengan siapa pun. Pesan beliau sama sekali tidak boleh dilanggar."

Kongcin ong tertawa:

"Peng-si ong sungguh teliti dan waspada!" puji-nya, "Tapi ini bukan bentrokan, hanya pertandingan bermain-main, anggaplah kalian sedang berlatih. Apabila Peng-si ong sampai menanyakan katakan saja aku yang memintanya!"

Orang itu menjura sekali lagi.

"Maaf, ong-ya," sahutnya, "Dengan sesungguhnya kami tidak berani menerima perintah ong-ya ini!"

Kongcin ong menjadi kurang senang, hatinya mulai marah, diam-diam dia berpikir: "Kau selalu menyebut Peng-si ong, seakan-akan aku tidak dipandang sebelah mata olehmu! Mungkin perintah Sri Baginda sekalipun akan kau abaikan!" Saking sengitnya, dia segera berkata:

"Tidak mungkin kalau kau akan diam saja apabila orang menghajarmu!" Orang itu menjura kembali.

"Sewaktu kami berada di Inlam, kami sudah mendengar bahwa semua pembesar negeri, tentara bahkan rakyat di kotaraja sangat tahu aturan. Kalau kita tidak melakukan kesalahan terhadap orang lain, tidak mungkin orang sengaja mencari perkara dengan kita!"

Pengawal Go Eng-him itu bertubuh tinggi besar, tampaknya cerdik, suaranya tajam. seandainya Kongcin ong memaksakan kehendaknya, berarti dia tidak tahu aturan. Karenanya dia jadi mendongkol sekali, akhirnya dia menoleh kepada Sin Ciau siangjin sembari berkata:

"Sin Ciau siangjin, Ci suhu, sahabat-sahabat dari Inlam itu tidak sudi memberi muka kepada kita, Karenanya kita juga tidak bisa berbuat apa-apa!"

Mendengar kata-kata pangeran itu, Sin Ciau siangjin segera bangkit.

"Ongya," katanya, "Sahabat-sahabat dari Inlam itu justru ketakutan kalah, dengan demikian mereka akan kehilangan muka. Toh, tidak mungkin mereka mendiamkan saja apabila ada orang yang menyerang pada bagian tubuh mereka yang menbahayakan!"

Begitu suaranya berhenti, biku itu langsung mencelat ke samping pengawalnya Go Eng-him itu kemudian tertawa lebar.

"Tenaga tangan aku, si biku biasa-biasa saja, dibandingkan orang she Long tadi, mungkin aku hanya menang satu tingkat Ongya, pinceng ingin merusak sebuah batu di tempat ong-ya ini. Apaka ong-ya akan berkecil hati karenanya?"

Kongcin ong tahu, di antara orang-orang barunya, Sin Ciau siangjin terhitung yang paling lihay, sekarang mendengar kata-kata biku itu, dia tahu orang ingin menunjukkan kepandaiannya. Karena itu, dia langsung menganggukkan kepalanya, Hati-nya senang sekali.

"Silahkan, siangjin! Rusak sepotong batu saja tidak menjadi masalah!" katanya.

Sin Ciau siangjin menganggukkan kepalanya, Tubuhnya membungkuk sedikit, tangannya terulur ke bawah menekan lantai, ketika dia mengangkat tangannya kembali Tangan itu sudah bertambah sepotong batu hijau berukuran satu kaki lebih. Batu itu bukan dipegangnya, tetapi menempel pada telapak tangannya sebagai bukti tenaga dalamnya hebat sekali! "Bagus!" seru Siau Po yang disusul dengan tepukan tangan dan sorak memuji yang lainnya.

Sin Ciau siangjin tersenyum, batu itu diangkat ke atas. Tenaga hisapannya pun buyar, namun sebelum batu itu sempat terjatuh ke lantai, Sin Ciau siangjin bergerak dengan cepat. Sepasang tangannya kembali menjepit batu itu kemudian ditekannya keras-keras sehingga batu itu menjadi hancur dan abunya jatuh di atas lantai.

Kembali para hadirin bersorak, Sin Ciau siangjin segera menghampiri pengawalnya Go Eng-him yang berbicara tadi

"Tuan, bolehkah aku mengetahui she dan nama tuan yang mulia?"

"Tenaga dalam siangjin besar dan mengagumkan," kata pengawal itu. "Dengan demikian mataku yang rendah jadi terbuka, Aku hanya orang kecil dari tanah perbatasan Hanya seorang tidak ternama. "

Sin Ciau siangjin tertawa.

"Meskipun orang liar dari tanah perbatasan tidak mungkin tanpa she atau nama, bukan?"

Sepasang alis pengawal itu menjungkit ke atas. Hal ini membuktikan hatinya mulai marah, namun dalam sekejap mata wajahnya pulih kembali seperti tidak terjadi apapun dia menyahut:

"Orang liar dari tanah perbatasan, seandainya punya nama pun tidak lebih dari A- mau atau A-ku (kucing atau si anjing) Karena itu, tidak ada gunanya meskipun taysu mengetahuinya!"

"Tuan, kau sungguh sabar sekali," kata Sin Ciau siangjin sambil tertawa, Hari ini Kong cing ong mengadakan pesta, tamu-tamunya banyak, 6 kota Peking, jarang ada pesta semeriah ini sekarang ongnya menyuruh kami mengadakan pertunjukan, maksudnya untuk menggembirakan para tamunya, Dengan demikian semuanya dapat merasa senang, Karena itu, kalau tuan tidak suka memberikan pelajaran, bukankah tuan mengangkat dirimu terlalu tinggi?"

"Aku yang rendah hanya pernah mempelajari beberapa jurus petani pedesaan yang kasar, mana mungkin aku sanggup menandingi Sin Ciau siangjin dari kuil Tiat-hud Si di kota Congciu? Kalau taysu tetap ingin bertanding, biarlah di sini juga aku yang rendah mengaku kalah dan silahkan taysu mengambil goanpo yang besar itu. " Setelah 

berkata orang itu memutar tubuhnya untuk mengundurkan diri.

"Tunggu dulu!" seru Sin Ciau siangjin, "Pokok-nya pinceng harus mencoba kepandaian tuan! Ke-dua tanganku akan bergerak dalam waktu yang bersamaan seperti memukul tambur Aku akan mengincar kedua pelipismu, silahkan tuan membalasnya!" Orang itu tidak menjawab, hanya kepalanya saja yang di gelengkan.

Sin Ciau siangjin membentak lantang, tiba-tiba tubuhnya seperti melar menjadi besar, Hal itu membuktikan bahwa dia sedang mengerahkan tenaga dalamnya, kemudian kedua tangannya bergerak menyambar ke arah kepala orang itu. Benar saja! Dia mengincar bagian pelipis seperti yang dikatakannya barusan.

Para hadirin terkejut. Kepala orang itu pasti remuk apabila terkena hantaman pukulan Sin Ciau siangjin, sedangkan sebuah batu hijau saja sampai hancur lebur karenanya.

Pengawalnya Go Eng-him sungguh luar biasa.

Dia tetap berdiri tanpa bergeming sedikit pun. Apalagi menangkis atau menghindarkan diri. sikapnya lebih mirip sebuah patung pajangan.

Sin Ciau siangjin sengaja menyerang agar orang itu terpaksa melayaninya, tetapi melihat orang hanya berdiam diri, terpaksa dia mengubah pikirannya. Tidak mungkin dia menyerang orang yang tidak melakukan perlawanan, apalagi orang itu bawahannya Peng-Si ong. 

Kalau orang itu sampai celaka, bagaimana dia harus bertanggung jawab? Bukankah perbuatannya bisa berarti mengajukan tantangan perang? Karena itu, dia menaikkan tangannya ke atas sehingga hanya ujung jubahnya saja yang mengenai kepala orang.

Si pengawal tersenyum. "Sungguh hebat tenaga dalam taysu!"

Mata semua orang membelalak saking kagumnya, orangnya Peng-Si ong itu benar- benar tabah dan sabar. Karena itu, orang-orangnya mempunyai dugaan bahwa dia pasti bukan orang sembarangan. 

Kalau tadi dia sampai terhajar, bukankah dia akan mati konyol? Mengapa dia memandang nyawanya sendiri sedemikian tidak berharga ? Lagaknya ini orang edan.

Sin Ciau siangjin menarik kedua tangann kembali. Dia memandangi orang di depannya lekat-lekat. Dia juga merasa heran dan menduga-duga dalam hatinya, Orang itu memang tolol atau justru terlalu angkuh? Dia juga menjadi bingung, dia merasa tidak enak mengundurkan diri begitu saja, Akhirnya dia berkata:

"Tuan, rupanya tuan tidak sudi memberi muka kepadaku. Baiklah, sekarang pinceng akan menyerangmu dengan jurus Hek-hou tau sim (harimau hitam mencuri jantung)."

Siapa saja yang pernah belajar ilmu silat, pasti mudah menghindari serangan itu, Sebab jurus itu sangat umum. Apalagi sebelumnya telah diberitahu akan diserang dengan jurus yang satu ini Dengan serangan semacam itu bisa timbul anggapan bahwa lawan tidak memandang sebelah mata kepadanya. Orang itu masih tidak memberikan jawaban, bibirnya hanya tersenyum. Semakin tidak puas rasanya hati si biku. "Seandainya aku menghajar kau, tentu kau hanya akan terluka, tidak mungkin begitu mudah untuk mati. Dengan demikian aku juga tidak melakukan kesalahan besar terhadap Peng-Si ong, pikirnya dalam hati

Karena itu dia segera memasang kuda-kudanya dan terus mengirimkan sebuah serangan. Orang itu tetap tidak menangkis ataupun menghindarkan diri Blam! Terdengarlah suara yang keras karena dadanya terkena hantaman Sin Ciau siangjin. Tubuhnya juga tersurut satu tindak, Namun dia segera tertawa dan berkata:

"Nah, taysu sudah menang! Aku telah tergeser mundur satu langkah!" Sin Ciau siangjin jadi heran. Walau pun serangannya tadi tidak merupakan pukulan yang mematikan, tetapi cukup keras juga. Siapa sangka orang itu sanggup menerimanya seperti tidak merasakan apa-apa, bahkan masih sempat tertawa dan berbicara.

Bagi pembesar negeri yang bukan golongan tentara, hal itu memang terasa aneh. Tidak demikian halnya dengan para perwira atau jenderal, mereka ini melihat tegas bahwa pengawal si raja muda dari Inlam justru sengaja mengalah.

Demikian pun si biku, sehingga dia menjadi kurang senang. Rasanya sudah habis kesabarannya wajahnya menjadi merah padam.

"Sebaiknya kau terima satu kati lagi tinjuku ini" katanya sengit Dan dia langsung menyerang kembali dada orang itu. Dan kali ini dia menggunaka tenaga dalam sebanyak tujuh bagian, Dia tidak perduli lagi walaupun orang bisa muntah darah karena pukulannya.

Para hadirin yang mengerti ilmu silat dapat melihat bahwa si biku telah menggunakan tenaga dalam yang besar. Mereka juga menduga orang yang terkena pukulan itu bisa celaka, mereka memperhatikan jalannya peristiwa itu sambil berdiam diri mengkhawatirkan keselamatan pengawal Pe Si ong itu.

Tapi, pengawal itu memang sungguh luar biasa, tatkala serangan itu tiba, dadanya diciutkan dalam dan tubuhnya mencelat ke belakang sejauh setengah tombak, sepertinya dia kena terhajar dalam waktu yang bersamaan dia bergerak mundur. Siapa yang ilmunya tanggung-tanggung tentu tidak dapat melihat cara mengelakkan diri yang istimewa itu, caranya itu meminta ketajaman mata dan kelincahan tubuh.

Si biku benar-benar marah ketika mengetahui serangannya kembali gagal, dia segera membentak keras dan menyerang kembali Kali ini dia mengirimkan tendangan kaki kanannya yang secara tiba-tiba mengarah perut lawan.

"Aduh! Celaka!" seru si pengawal dari Inlam, Dalam waktu yang bersamaan, tubuhnya menghempas ke belakang sehingga posisinya lurus, sedangkan kedua lututnya ditekuk sehingga telapak kakinya masih memijak tanah seperti semula, sungguh suatu cara pengelakkan diri yang luar biasa. Namanya Tiat-poan kio  (Jembatan papan besi), Dengan demikian, perutnya terhindar dari tendangan Sin Ciau siangjin.

Ketegangan di hati para hadirin menjadi mengendur dan berganti dengan perasaan kagum, sungguh hebat pengawal itu, dia selalu mengalah dan menghindarkan diri dari ancaman maut.

Sin Ciau siangjin jadi penasaran, tanpa menunda waktu dia mengulangi serangannya, kali ini dengan tendangan berantai Tipu silat yang digunakannya adalah Wan-yo lian hong (tindakan berantai si burung Wan Yo).

Begitu tendangan tadi meleset, si pengawal segera bangkit kembali Namun tepat pada saat itu datanglah serangan susuIan dari Sin Ciau siangjin, sebenarnya dia baru saja menegakkan tubuhnya, jadi tidak sempat lagi dia menghindarkan diri. Tapi dia memang lihay sekali, kembali dia dapat meluputkan diri-sekali lagi dia menggunakan jurus silat Tiat-poan kio tadi.

Meledaklah suara sorak dan tepukan dari para hadirin, mereka merasa kagum sekali, sekalipun seorang ahli silat jarang menyaksikan pertunjukan langka semacam ini.

Sampai di sini, hilang sudah rasa penasaran di hati Sin Ciau siangjin. Dia sadar ilmu silatnya masih kalah dengan pengawal itu. Karena itu dia segera memberi hormat.

"Kepandaianmu hebat sekali! Aku sungguh kagum!" katanya. Pengawal itu membalas hormat sikapnya teta tenang seperti semuIa.

Taysu hanya memuji saja!" sahutnya sabar

Kongcin ong segera berkata:

"Kedua pihak sama-sama lihay, Siau tianhe pengawalmu itu sabar sekali. Dia tidak mau membalas serangan. Karena itu, pertandingan kali ini tidak dapat disamakan dengan pertandingan biasa Mari! Kedua-duanya sama-sama memperoleh potong goanpo!"

Pengawal itu menjura.

"Hamba yang rendah tidak berjasa apa-apa karenanya hamba tidak berani menerima hadiah dari Kongcin ong!" katanya.

Menyaksikan pengawal itu tidak mau menerima hadiah dari tuannya, Sin Ciau siangjin juga malu maju ke depan. Kongcin ong segera berkata kepada seorang pelayannya.

"Kau antarkan dua potong goangpo kepada kedua orang itu!" Karena didesak sedemikian rupa, si pengawal terpaksa menerima juga hadiah itu sambil mengucapkan terima kasih. Karena itu, Sin Ciau siangjin juga menerima sepotong goanpo dan menghaturkan terima kasih puIa.

Kongcing ong mengerti pertandingan barusan berakhir dengan kekalahan dipihak Sin ciau siang-jin. Dia berbuat demikian hanya demi menjaga pamornya saja, Dalam hati dia merasa penasaran Diam-diam dia berpikir:

Pengawalnya Go Eng-bim itu lihay sekali, Entah bagaimana dengan yang lain- Iainnya, kemungkinan di antara mereka ada juga yang kepandaiannya rendah. Orang- orangku mempunyai kepandaian tersendiri Umpamanya Ci Goan-kay, tentunya dia tidak kalah dengan Sin Ciau siangjin, sebaiknya aku mencoba lagi."

Raja muda itu penasaran Dengan cepat dia mengambil keputusan. Kemudian dia berkata kepada orangnya.

"Barusan pibu gagal, itu artinya ada keretakan di dalam kesempurnaan Karena itu, Ci suhu, kau mengajak lima belas rekanmu dan siapkan senjata masing-masing lalu memohon pertandingan kepada keenam belas pengawal Peng-Si ong. Nah, saudara Go, kau perintahkan seluruh pengawalmu untuk menyiapkan senjata masing-masing!" 

Go Eng-him mengawasi tuan rumah, "Kami adalah tamu-tamu Kongcin ong, mana berani kami membawa senjata tajam ke dalam istana ini!" sahutnya saban Kongcin ong tertawa.

"Siau tianhe selalu sungkan!" katanya, "Ayah Siau tianhe yang terhormat beserta aku adalah sama-sama panglima perang, Seumur hidup kita, sudah biasa bercampur dengan segala macam senjata tajam, Karena itu, tidak usahlah kita perdulikan pantangan orang. Mana orang? Bawa kemari delapan belas alat senjata supaya para 

pengawal Siau tianhe dapat memilihnya sendiri!"

Memang Kongcin ong adalah seorang panglima perang, Sejak mulai berangkat dari Kwan gwa yakni Manchuria, sampai menyerang serta menduduki wilayah Tionggoan, Dia selalu menyiapkan delapan belas macam senjata di istananya, Oleh karena itu mendengar perintahnya, beberapa orang pelayannya segera mengiakan serta melaksanakan tugas. 

Dalam waktu singkat, semua senjata telah tersedia kemudian dikumpulkan di hadapan orang-orangn Go Eng-him.

Ci Goan-kay sendiri sudah memilih empat belas orang busu, sebab dia, meminta Sin Ciau siangjin yang memimpin kelompok itu.

Sin Ciau siangjin sendiri sebetulnya masih penasaran, dia merasa inilah kesempatan yang baik untuk mengembalikan pamornya yang sempat jatuh tadi, tetapi agar tidak menyolok dia mencoba menolak Setelah didesak berkali kali barulah dia menerima  dengan baik tugas itu, dengan demikian orang akan mengira dia menerimanya karena terpaksa.

"Biar bagaimana, aku harus sanggup melukai beberapa orang pengawal dari Inlam ini," katanya dalam hati, Sekarang dia tidak perduli lagi apakah perbuatannya menyalahi Peng Si ong.

Kelompok Ci Goan-kay sudah siap dengan senjatanya masing-masing, Sin Ciau siangjin sendiri memegang sepasang golok. Sambil menggenggam senjatanya itu, dia memberi hormat kepada sang pangeran.

Kong Cin ong juga membalas penghormatannya, Senang hati Siau Po melihat keadaan itu, Diam-diam dia berkata dalam hatinya.

"Hebat orang-orang ini. Mereka semua berkepandaian tinggi, nama mereka terkenal, namun mereka bersikap hormat kepada si pangeran, Dengan memberi hormat kepada Kong Cin ong, mereka juga seperti menghormati aku. Bukankah mereka menghadap ke arahku?"

Setelah Itu, Sin Ciau siangjin memutar tubuhnya menghadap para pengawal dari In- lam. Dia berkata dengan suara lantang.

"Sahabat-sahabat dari Inlam, silahkan kalian memilih senjata masing-masing!" Pengawal yang tadi melayani si biku segera menjawab dengan sopan.

"Kami sudah menerima perintah dari Yang Mu-lia Peng Si ong, bahwa sesampainya di kotaraja, kami tidak boleh bertempur dengan siapa pun!"

"Bagaimana seandainya ada orang yang bermaksud memenggal batok kepala kalian? Apakah kalian akan menjulurkan leher panjang-panjang dan membiarkannya saja?" tanya Sin Ciau siangjin yang hatinya mulai panas. 

"Atau mungkin kalian akan menyembunyikan kepala kalian dalam-dalam sehingga tidak terlihat?" Kata-katanya yang terakhir merupakan penghinaan sebab di dunia ini hanya kura-kura yang suka menyembunyikan kepalanya. 

Mendengar ucapan itu, para pengawal Go Eng-him segera memperlihatkan tampang marah. Akan tetapi, pemimpin mereka yang bertubuh kurus menjawab dengan datar.

Titah Peng Si ong berat bagaikan gunung, jikalau kami sampai melanggarnya, begitu kemb ke Inlam, kami semua akan mendapat hukuman mati!"

Sin Ciau siangjin tetap tidak mau mengerti.

"Baiklah kalau begitu. Kita coba-coba saja!" katanya, Biku ini lalu mengumpulkan rekan-rekannya di sudut ruangan untuk mengajak mereka berunding. Dia berbicara  dengan nada berbisik: "Kita serang bagian tubuh yang berbahaya, Kita lihat, apakah mereka akan memberikan perIawanan. "

"Kalau mereka sampai terluka, tidak jadi masalah," kata Ci Goan-kay ikut memberikan pendapatnya, "Lebih baik kita panas-panasi hati mereka agar memberikan perlawanan.."

"Tapi, kita harus berhati-hati," kata seorang lainnya.

"Baiklah! Mari kita mulai!" kata Sin Ciau siangjin akhirnya, Kali ini si biku tidak berayal lagi, Selesai berseru, dia segera maju ke depan bersama kelima belas rekannya dan menyerang orang-orang Go Eng-kim.

Para pengawal Peng Si ong berdiri tegap tanpa bergerak sedikit pun. Tangan mereka lurus ke bawah seperti tidak bermaksud menghindarkan diri sama sekali. Hanya mata mereka yang menatap mereka sudah terkurung.

Para hadirin merasa heran dan juga tercekat hatinya, bahkan ada yang berseru: "Hati-hati!"

Para jago yang diundang Kong Cin ong menggerak-gerakkan senjatanya ? sehingga ada yang saling bentrok dan ada juga yang secara tidak langsung mengenai para pengawal dari Inlam itu. Ada seorang yang terluka bagian bahunya dan seorang lagi gerluka wajah nya. Darah mengalir dengan deras. Tampaknya luka kedua orang itu tidak ringan, tapi mereka tetap berdiri tegak seperti posisi semula bahkan merintih pun tidak!

Kong Cin ong menyaksikan semuanya dengan seksama, Dia sadar apabila pertandingan yang tidak seimbang ini dilanjutkan, pasti akan jatuh korban, sebab orang- orang Peng Si ong terang-terangan tidak mau mengadakan perlawanan Karena itu, segera dia berseru:

"Bagus! Berhentilah semuanya!"

Perintah itu dilaksanakan Sin Ciau siangjin mengiakan kemudian bergerak mundur, tetapi sebelumnya dia mengibas jatuh topi salah seorang pengawal itu, perbuatannya diikuti oleh rekan rekannya yang lain. Setelah itu, dia tertawa dengan gembira.

Siau Po melihat di antara para pengawal itu, ada tujuh orang yang kepalanya plontos sehingga tampak licin mengkilap, Dia langsung bertepuk tanga sambil berseru:

"Tetok, matamu tajam sekali. Lihat, kepala mereka benar-benar botak!"

Belum habis kata-katanya, dia melihat wajah keenam belas pengawal itu berubah demikian kelam. Mata mereka menyorotkan sinar kemaraha dia pun jadi urung melanjutkan ucapannya. Di samping itu, dia sendiri merasa perbuatan Sin Ciau siangjin dan rekan-rekannya memang rada keterlaluan. Dia sendiri, kalau sedang bermain judi, tidak pernah membuat lawannya kalah habis-habisan. 

Karena itu ia segera bangun dari tempat duduknya dan menghampiri para pengawal yang kesabarannya luar biasa itu, Dipungutnya topi yang dikibaskan Sin Ciau siangjin tadi kemudian dipakaikannya kembali kepada pengawal yang tinggi kurus itu.

"Tuan, kau lihay sekali!" 

"Terima kasih!" sahut pengawal itu singkat Siau Po kembali memungut semua topi- topi yang tergeletak di atas tanah dan menyerahkannya kembali kepada sisa lima belas pengawal itu.

"Perbuatan mereka agak keterlaluan ya?" katanya sambil tertawa ramah.

Para pengawal itu memilih topi masing-masing lalu mengenakannya kembali

"Terima kasih!" kata mereka serentak "Tidak pantas kami menerima kehormatan ini." Mereka berkata demikian karena yakin bocah tanggung ini berkedudukan tinggi, 

Kalau tidak, mana mungkin bocah ini bisa duduk berdampingan dengan Kong Cin ong 

dan Go Eng-him tuan muda mereka. Sekali lagi para pengawal itu mengucapkan terima kasih sembari menjura.

Sebetulnya Siau Po tidak mempunyai kesan baik terhadap para pengawal Peng Si ong, maupun puteranya, Go Eng-him. Alasannya berbuat demikian, hanya karena merasa tindakan Sin Ciau siangjin dan yang lainnya memang rada keterlaluan.

"Ongya," katanya kepada Kong Cin ong. "Bolehkah aku meminjam beberapa tail perak?" Kong Cin ong tertawa.

"Saudara Kui, ambillah sesukamu!" sahutnya ramah. "Apakah sepuluh laksa tail cukup?"

"Tidak perlu begitu banyak," kata Siau Po sambil tersenyum Dia lalu menoleh kepada pelayan pangeran itu dan memerintahkan "Cepat kau pergi membeli topi yang harganya paling mahal semakin cepat semakin baik!"

Pelayan itu segera mengiakan dan kemudian mengundurkan diri. Melihat gerak-gerik si thay-kam cilik, Go Eng-him segera memberi hormat.

"Terima kasih, kongkong!" katanya, "Kongkong baik sekali. Kami merasa bersyukur," katanya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar