Kaki Tiga Menjangan Jilid 15

Jilid 15

Siau Po segera mempunyai dugaan. Dia menganggukkan kepalanya.

"Baik!" katanya, "Pikiranmu benar-benar sempurna, sekarang kau ikut denganku!"

Cian laopan mengangguk Seekor babi ditinggalkan di dapur dan seekor lagi bersama tiga orang pegawainya digotong ke kamar Siau Po. sesampainya di sana, ketiga  pegawainya disuruh pergi kembali ke dapur untuk menunggu di sana. Dia sendiri langsung merapatkan pintu kamar thay-kam gadungan itu.

"Wi hiocu," katanya setelah mereka tinggal berdua. "Apakah di sini tidak ada orang lain lagi?"

Siau Po yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Cian laopan itu segera menggelengkan kepalanya.

Cian laopan langsung membalikkan tubuh babi yang besar itu. Ternyata di bagian bawah perutnya terdapat jahitan yang ditempel lagi dengan selapi kulit babi lainnya.

"Di dalam perut babi itu pasti tersimpan sesuat yang aneh. " pikir Siau Po dalam 

hati, Kemudian dia memperhatikan dengan seksama, Sekian lama dia berdiam diri. Dia menduga benda yang te( simpan dalam perut babi itu kemungkinan senjati senjata tajam. "Mungkinkah orang-orang Tian-te hwe berencana untuk menyerbu istana?" 

Karena mempunyai pikiran seperti itu, jantungnya jadi berdebar-debar dengan kencang.

Cian laopan segera memutuskan benang jahit pada perut babi itu, Dari dalamnya dia mengeluarkan sebuah bungkusan yang besar sekali, kemudian diangkatnya dan kemudian di buka.

"Akh!" Mulut Siau Pb sampai mengeluarkan jeritan tertahan, ketika matanya sudah melihat dengan tegas.

Rupanya dalam bungkusan besar itu berisi tubuh seseorang. Tubuhnya kecil dan kurus, rabutnya panjang, Usianya sekitar dua atau tiga belas tahun. pakaiannya tipis sekali. 

Dia seorang bocah perempuan, matanya terpejam dan tubuhnya tidak bergerak tapi dadanya naik turun menandakan bahwa dia masih hidup.

"Siapa nona ini?" tanya Siau Po. suaranya perlahan karena khawatir terdengar orang, "Untuk apa kau membawanya kemari?"

"Dia kuncu dari Bhok onghu," sahut Cian laopan dengan suara yang sama pelannya. Kuncu adalah puteri bangsawan.

Siau Po semakin heran. Matanya membelalak lebar-lebar. "Kuncu dari Bhok onghu?" tanyanya menegaskan.

"Benar!" sahut Cian Iaopan, "Dialah adik kandung dari Siau ongya dari Bhok onghu! Mereka menculik Ci toako kita, maka kita pun menculik putri kecil ini sebagai sandera. Dengan demikian mereka tentu tidak berani mengganggu keselamatan jiwa Ci toako!" Siau Po bingung sekaligus gembira, memang hanya inilah satu-satunya jalan untuk menjamin keselamatan Ci Tian-coan.

"Bagus! Tapi, bagaimana kau bisa menculik kuncu ini?"

"Kemarin, ketika Wi hiocu dan yang lainnya menuju keluarga Pek, kami berdiam di rumah, justru saat itulah kami mendengar kedatangan Go Eng-him di kotaraja, Dia adalah putra sulungnya Go Sam-kui si pengkhianat bangsa!"

"Aneh!" pikir Siau Po dalam hatinya, "Ada keperluan apa putra Go Sam-kui datang ke kotaraja?

"Kemudian kami masih menerima berita lainnya." Cian laopan melanjutkan keterangannya "Yakni kabarnya putra Bhok ongnya, si pangera muda yang datang dengan serombongan orang."

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Tentunya mereka ingin membunuh putranya Go Sam-kui, bukan?"

"Benar!" sahut Cian Iaopan, Tapi si pengkhianat cilik itu di jaga dengan ketat, Dia dilindungi beberapa pengawal yang kepandaiannya tinggi. Dengan demikian tidak mudah apabila ingin mem-bunuhnya, setelah mendapat kabar itu, kami segera mencari keterangan lebih jauh. 

Kami pergi ke tempat persinggahan keluarga Bhok ong-ya itu. Tempat itu kosong. Rupanya mereka juga sedang menyelidiki Go Eng-him. Yang ada hanya si kuncu cilik beserta dua orang budak perempuan. Sungguh merupakan saat yang tepat untuk turun tangan. "

"Karena itu, kau langsung membekuknya, begitu?"

Cian laopan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

"Betul!" sahutnya. "Nona ini masih kecil, tapi bagi Bhok onghu, dia bagaikan si burung Hong, Asal dia ada dalam genggaman kita, Ci toako pasti akan dilayani secara baik-baik!"

"Cian toako, jasamu ini besar sekali!" kata Siau Po memuji. "Terima kasih atas penghargaan hiocu."

"Sekarang kita sudah berhasil menawan si kuncu cilik apa yang selanjutnya harus kita lakukan ?" tanya Siau Po.

"Urusan ini kalau dibilang besar, sebetulnya tidak, tapi dibilang kecil tidak juga. Terserah hiocu saja bagaimana menanganinya!" Siau Po merenung beberapa saat, tetapi dia tidak menemukan jalan keluarnya, Karena itu, dia bertanya kepada si Cian.

"Bagaimana menurut pendapatmu sendiri?" "Untuk sementara sebaiknya nona ini disembunyikan di tempat yang aman," kata si Cian mengemukakan pendapatnya, "Tempat itu harus sedemikian rahasianya sehingga tidak dicurigai oleh pihak Bhok ong- ya. Juga harus dijaga baik-baik agar tidak ditemukan. Tidak sedikit jumlah orang Bhok onghu yang datang ke kota ini. Selain keempat orangnya diandalkan, yakni dari keluarga Lau, Pek. Pui dan Sou masih ada sejumlah orang lainnya. 

Lagipula mereka mengetahui persis setiap pangkalan kita dan pasti akan terus di awasi. Asal ada sedikit saja gerak gerik kita yang mencurigakan mereka pasti akan mendatangi kita dan meminta pertanggungan jawab kita."

Siau Po tertawa, Si Cian ini jenaka juga dan cocok dengan wataknya sendiri Karena itu, Siau Po langsung menyukainya.

"Cian toako, mari duduk," katanya ramah, "Biarlah kita berbincang-bincang sejenak!" "Baik, terima kasih!" sahut si Cian, Dia langsung duduk di atas sebuah kursi. 

Kemudian dia berkata kembali "Aku sengaja membawa nona ini dalam perut babi agar 

dapat mengelabui para siwi serta menjaga dari mata-mata Bhok onghu, Ada beberapa orangnya yang lihay sekali sehingga kita harus berhati-hati. Apabila kuncu tidak disembunyikan dalam istana, mereka pasti akan berhasil menemukannya!"

"Jadi kau ingin agar si kuncu cilik disembunyikan di sini?" tanya Siau Po. "Tidak berani aku yang rendah mengatakan demikian," sahut si Cian. "Hal ini 

terserah hiocu sendiri Aku yang rendah memang menganggap istana adalah tempat 

yang paling aman. Biarpun orang-orang Bhok ong-ya lihay sekali, mereka pasti tidak sanggup melawan para siwi istana, Kalau kuncu ini disembunyikan di sini, jangan kata mereka tidak akan menduganya, seandainya pun mereka bisa menerkanya, tidak mungkin mereka berani datang menyerbu kemari untuk menolongnya, seandainya mereka berani, tentu Sri Baginda bangsa Tatcu sudah kena diculik oleh mereka. Hanya ada satu hal yang aku mohon hiocu dapat memaafkan, yakni aku telah membawa si kuncu cilik ini kemari sehingga hiocu akan menemui banyak kesulitan..."

Diam-diam Siau Po berpikir dalam hati.

"Sudah tahu akan menyulitkan aku, tapi kau masih melakukannya juga. Buat apa kau meminta maaf? Tapi, pikirannya memang bagus, istana merupakan satu-satunya tempat yang paling aman, Tinggal kesulitannya saja... Eh, mungkinkah kau ingin menguji keberanianku? Kita lihat saja nanti!" 

Siau Po segera mengembangkan senyuman yang lebar dan berkata, "Pendapatmu bagus sekali! Baiklah, kau boleh sembunyikan kuncu cilik ini di sini!" "Bagus, hiocu! Asal hiocu sudah menyanggupi tentu akan kuselesaikan urusan lainnya, Aku yakin pihak Bhok onghu juga tidak kecewa apabila putri kesayangan ini disembunyikan dalam istana, tentu lain halnya kalau disembunyikan dalam tempat pembantaian yang bau amis serta banyak darah terceceran!"

Siau Po tertawa.

"Betul! Lagipula setiap hari dia bisa diberi makan Hok-leng, tongsom dan Hoa-tiau seperti babi peliharaanmu!"

Si Cian tertawa geli walaupun wajahnya agak merah karena jengah.

"Lagipula sebagai seorang putri bangsawan, tentu namanya akan tercemar kalau setiap hari dia berkumpul dengan pria-pria tukang jagal babi, sebaliknya di sini, dia akan aman bersama hiocu!"

"Kenapa begitu?" tanya Siau Po bingung.

"Bukankah hiocu masih muda sekali dan bekerja dalam istana pula?" sahut si Cian agak gugup, itulah sebabnya aku mengatakan aman. "

Bocah cilik itu memperhatikan lekat-lekat. Di melihat si Cian agak risih, dia langsung dapat menerka apa alasannya berkata demikian.

"Maksudmu, karena aku seorang thay-kam, bukan? Dengan demikian nama baik kuncu ini tidak akan tercemar?"

Tentu saja Siau Po dapat menerka jalan pikirannya si Cian. Karena selain Kin-Iam, tidak ada seorang pun yang tahu bahwa dia adalah seoran thay-kam gadungan. Bahkan saudara angkatnya sendiri, Mau Sip-pat mengira bahwa dia sudah dikebiri oleh Hay kongkong dalam keadaan terpaksa.

"Ketika aku membawa kuncu kemari," kata si Cian mengalihkan bahan pembicaraan "Aku sudah menotok jalan darah Sin-tong hiat dan Yang-tong hiat di punggungnya, juga jalan darah Tian-cu hiat di belakang tengkuknya, Karena itu dia tidak dapat bergerak serta tidak dapat berbicara, jikalau hiocu akan memberinya makanan, jalan darahnya harus dibebaskan terlebih dahulu, Namun sebelumnya kau harus menotok dulu jalan darah Hoan-tiau hiat di pahanya agar dia tidak dapat melarikan diri, orang-orang Bhok onghu lihay-lihay. Meskipun nona ini masih kecil dan lemah lembut, tapi sebaiknya kita berjaga-jaga."

Siau Po tidak paham jalan darah yang diuraikan si Cian, Tapi dia merasa gengsi untuk mengakuinya, Dia pikir, tentunya memalukan apabila dia mengakui bahwa sebagai seorang hiocu dia masih belum mengerti ilmu menotok jalan darah, bahkan membebaskan totokan pun belum bisa. "Pasti dia akan memandang hina padaku?" pikir bocah itu selanjutnya, "Lagipula, apa susahnya mengurus seorang nona cilik?" Karena itu dia langsung menganggukkan kepalanya dan berkata: "Baiklah, aku sudah tahu!"

"Hiongcu, tolong pinjamkan sebatang goIok!" kata si Cian, - "Untuk apa dia meminjam golok?" tanyanya dalam hati, namun ia mengeluarkan juga pisau belatinya dan menyodorkannya kepada si Cian.

Si Cian menerima pisau itu kemudian menggunakannya untuk menggores daging babi. Dia langsung terkesima karena tanpa perlu mengerahkan tenaga ia bisa memotong tubuh babi yang gemuk itu dengan mudah.

"Sungguh pisau yang luar biasa tajamnya!" puji si Cian yang segera mengutungkan kedua kaki depan babi itu. "Hiocu, simpanlah kaki babi in untuk dipanggang. sisanya boleh kau serahkan kepada tukang masak. sekarang aku ingin mohon diri. Lain hari, apabial ada berita dari perkumpulan kita aku akan datang memberitahukannya kepada hiocu!"

"Baik!" kata Siau Po sambil menyimpan kembali pisau belatinya, Dia memperhatikan si kuncu cilik itu sekilas lalu bertanya: "Kapan kau akan datang lagi untuk menjemput nona ini?" sebenarnya di ingin mengatakan bahwa terlalu berbahaya apabila si nona ditinggalkan agak lama dalam istana.

Ya sebagai seorang hiocu dari Tian-te hwe, dia malu dikatakan penakut Dia juga tidak ingin wibawanya jatuh di mata orang lain.

Si Cian tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu.

"Lihat saja perkembangannya nanti!" katanya kemudian sambil mengundurkan diri.

Siau Po segera mengunci pintu kamarnya rapat-rapat, Dia juga memeriksa seluruh jendelanya dengan teliti, Setelah itu dia duduk di sisi tempat tidur untuk memperhatikan si kuncu cilik.

Sebenarnya si nona cilik itu juga sedang mengawasi Siau Po. Ketika mengetahui si bocah menoleh kepadanya, dia segera memejamkan matanya, namun pandangan mereka sudah sempat bentrok.

Siau Po tertawa.

"Kau tidak dapat bergerak maupun berbicara, sebaiknya kau rebah saja dengan tenang, ini merupakan jalan terbaik untukmu!"

Pakaian si nona tampak bersih. Rupanya si Cian memperhatikan pembungkusnya baik-baik dan babinya juga pasti sudah dicuci berkali-kali. Siau Po menarik selimut untuk menutupi tubuh gadis cilik itu. Kemudian dia memperhatikan lekat-lekat wajahnya pucat pasi, sepasang alisnya justru lentik sekali, dan terus bergerak-gerak, Mungkin karena perasaannya yang takut atau cemas.

"Jangan takut!" kata Siau Po. "Aku tidak akan membunuhmu Lewat beberapa hari nanti, aku akan membebaskanmu!"

Nona itu membuka matanya sekejap lalu di pejamkan kembali, Siau Po merasa puas, Diam diam dia berpikir dalam hati, "Kau berasal dari keluarga Bhok yang menggetarkan seluruh dunia kangouw, Lihat saja ketika melakukan perjalanan di wilayah Kangouw, hanya karena ucapan sedikit saja, aku dianggap bersalah oleh seorang turunan Ke- ciang sehingga Mau Sip-pat, si setan bernyali kecil mencambuki aku setengah mampus! Dasa neneknya!"

Siau Po memperhatikan tangannya yang memar karena cekalan Pek Han-hong yang keras, Dia menggumam seorang diri.

"Han Hong, manusia celaka! Kakakmu yang mati, kau mengumbar kemarahannya malah kepadaku. Lihat! Sampai detik ini tanganku masih biru matang akibat perbuatanmu! Malah rasa nyerinya sampai berdenyut-denyut. 

Siapa nyana, putri kesayangan keluarga Bhok ini malah terjatuh ke tanganku, sekarang apa pun yang kuinginkan baik mencaci maki atau merotaninya, aku dapat melakukannya sesuka hatiku. Dia toh tidak sanggup berkutik sedikit pun!" Membawa pikiran demikian dia tertawa sendiri.

Si nona cilik membuka matanya kembali ketika mendengar suara tawa Siau Po. Dia memperhatikan orang di hadapannya, Sekali lagi Siau Po tertawa dan berkata.

"Betul, kau adalah seorang putri bangsawan, lalu kau menganggap dirimu hebat, bukan? Tapi aku tidak takut padamu!" Tanpa berpikir panjang lagi, dia menampar pipi gadis cilik itu berkali-kali.

Wajah si kuncu itu jadi merah dan bengap, Air matanya juga langsung bercucuran Rupanya dia sangat kesakitan.

"Jangan menangis!" bentak Siau Po. "Kau harus mendengar apa pun laranganku!"

Namun nona itu tidak dapat menahan rasa sakit di pipi dan juga rasa sedih di hatinya, air matanya justru mengucur semakin deras.

Siau Po menjadi marah.

"Nona bandel dan bau!" bentaknya sekali lagi. Kembali dia menampar pipinya, Kemudian dia menjambak rambut gadis itu lalu menariknya sehingga tubuh si nona terangkat "Ayo, kau masih berani menangis atau tidak?" Air mata si nona masih terus mengalir. "Buka matamu!" kata Siau Po ketus, "Lihat aku!"

Si nona malah memejamkan matanya erat-erat.

"Hai, kau kira ini istanamu! ini bukan Bhok onghu, tahu? Biarpun keempat pengawal keluargamu lihay-lihay, tapi suatu hari nanti mereka akan bertemu denganku, Saat itu aku akan membunuh serta mencincang tubuh mereka sehingga berkeping-keping. Ayo, buka matamu tidak?"

Siau Po seperti orang kalap, Tapi si nona tidak mau menggubrisnya. Matanya tetap terpejam

"Baik!" kata si bocah cilik kemudian jambakannya dilepas, "Kau tetap tidak mau membuka matamu? Lalu buat apa kau memiliki mata yang jelek itu? Lebih baik dikorek keluar saja dan akan kujadikan santapan dengan arak!"

Dia langsung mengeluarkan pisau belatinya dan menggerak-gerakkannya di depan wajah gadis cilik itu.

Tubuh si nona gemetar namun dia tidak membuka matanya, Siau Po kewalahan juga, Ternyata si nona tidak mempan ancaman.

"Kau tetap tidak mau membuka matamu?" tanyanya dengan nada keras, "Aku justru ingin kau membukanya! Ayo kita mengadu kelihayan, lihat apakah kau putri bau yang menang dan aku, Kui kongkong yang kalah? sekarang aku tidak jadi mengorek biji matamu. Kautahu yang menang apabila aku melakukannya, Untuk selamanya kau tidak bisa melihat aku lagi, sekarang aku ingin menggorek wajahmu terlebih dahulu, seperti memotong telur rebus, Aku bisa membuat gambar bermacam-macam, umpamanya pipi kiri kuukirkan seekor kura kura dan di pipi kanan aka kugambar setumpukan tahi kerbau! Nanti kalau lukanya sudah kering bekas tidak dapat dihilangkan lagi, Kalau kau berjalan keluar rumah, kau akan menjadi tontona ratusan bahkan ribuan orang, Saat itu pasti semua orang akan memuji kecantikanmu, Betapa man dan mempesonanya putri cilik Bhok onghu, Nah kau hendak membuka matamu atau tidak?"

Tubuh si nona semakin gemetar, tetapi matanya masih dipejamkan juga.

Melihat keadaan itu, Siau Po langsung menggumam seorang diri perlahan-lahan. "Oh, rupanya nona ini menganggap wajahnya kurang cantik dan ingin aku meriasnya

agar mencapai kesempurnaan Baiklah, aku akan melaku-kannya, Sekarang, pertama-

tama aku akan melukis seekor kura-kura!"

Di atas meja ada tersedia alat-alat tulis, Siau Po segera mempersiapkan bak tinta serta pitanya, Semua itu peninggalan Hay kongkong yang tidak pernah dikutak- kutiknya, Seumur hidupnya baru kali ini Siau Po memegang sebatang pit. Karena itu, cara menggenggam nya seperti memegang sumpit makan. Sesaat kemudian si nona cilik merasa ujung pit bergerak-gerak di pipinya, Siau Po sedang mencoba melukis seekor kura-kura, Air matanya mengalir semakin deras sehingga warna tinta hitam mencair dan wajahnya jadi kotor tidak karuan.

"Sekarang aku sedang melukis seekor kura-kura!" kata Siau Po kembali, Dia tidak menghiraukan perasaan takut si gadis cilik itu, "Nanti kalau aku sudah selesai melukis, aku akan mengukirnya dengan mengikuti garisnya, Pisauku sangat tajam, kau tidak perlu khawatir gambarku gagal, Nah, kalau sudah selesai dan kering, aku baru membawamu berjalan-jalan di muka umum agar semua orang bisa memuji kecantikanmu. Di depan pintu kota Tiang-An aku akan berteriak-teriak sekeras- kerasnya: Tuan-tuan sekalian, siapa yang ingin mempunyai lukisan kura-kura? Harganya murah sekali Sehelai hanya tiga bun. Dengan demikian aku bisa menghasilkan uang. Melukisnya juga tidak susah, Mungkin satu hari aku sanggup melukis seratus helai gambar kura-kura. Mudah bukan mencari uang tiga ratus bun untuk berfoya-foya setiap hari?"

Selesai berkata, Siau Po memperhatikan wajah si nona. Dia melihat alis orang itu bergerak-gerak dan matanya berkedip-kedip menandakan hatinya, yang sedang ketakutan Siau Po menjadi puas dan girang sekali Mulutnya tertawa lebar.

"Nah, sekarang giliran pipi kanan!" katanya kemudian "Tapi, kalau aku melukis setumpuk kotoran kerbau, siapa yang sudi membelinya? Ah? sebaiknya aku melukis gambar seekor babi. Ya, babi yang gemuk dan buntek, Pasti laris!" Lalu dia mencoret- coret ujung pitnya di pipi si nona yanf satunya lagi. Dia menggambar binatang berkaki empat, tapi tampangnya tidak mirip babi maupu anjing!

"Selesai!" katanya, Dia meletakkan pitnya di atas meja kemudian diambilnya sebuah guntin yang ujungnya runcing dan dingin di pipi nona itu dan tentu saja dia hanya menempelkannya saja.

"Ayo, kau buka matamu atau tidak?" bentakn sekali lagi "Kalau tidak, aku akan mulai mengukir!"

Air mata si nona masih mengalir namun matanya tetap dipejamkan.

"Kau masih membandel juga?" kata Siau Po. Dia segera membalikkan guntingnya dengan bagian pegangan di bawah dan diletakkannya ke pipi si gadis untuk menggertaknya. Kuncu cilik merasa pipinya dingin dan agak sakit, Saking takutnya, bukannya membuka mata, dia malah jatuh pingsan!

Siau Po terperanjat setengah mati. Dia khawatir gadis itu akan mati ketakutan Cepat- cepat dia meletakkan ujung jarinya di bawah hidung si nona yang bangir dan dia merasa ada pernafasan yang lemah sekali. Hatinya lega sekali ketika mengetahui si nona masih hidup. "Ah, dia hanya pura-pura mati," pikirnya dalam hati Kemudian dia berkata keras- keras, "Sampai pingsan dia masih tidak mau membuka matanya juga, apakah aku Wi Siau-po harus mengalah? Tidak! Tidak sudi aku kalah olehmu!"

Siau Po segera mengambil sehelai sapu tangan yang kemudian dibasahkan dengan air lalu digunakan untuk membasuh wajah si nona, Dalam sekejap mata wajah si nona jadi bersih kembali Siau Po dapat melihat selembar wajah yang putih dan cantik Bulu matanya lentik, alisnya panjang, hidungnya mancung dan bentuk bibirnya mungil.

Terdengar dia menggumam seorang diri. "Kau seorang kuncu, sedangkan aku hanya rakyat jelata, Tapi, bukankah kita sama-sama manusia?"

Rupanya karena terkena sentuhan air dingin, si nona siuman dari pingsannya, otomatis dia membuka matanya, Mungkin untuk sesaat dia lupa telah terjatuh ke tangan Siau Po. Ketika dia membuka matanya dan mendapatkan wajah thay-kam cilik itu begitu dekat dengannya, dia terkejut setengah mati, Apalagi mata mereka sempat berpadu, Cepat-cepat dia memejamkan matanya kembali.

"Ha.,, ha... ha... ha... ha!" Siau Po tertawa terbahak-bahak. "Akhirnya kau membuka matamu juga! Ya, kau sudah melihat aku! Dengan demikian, akulah yang menang, Benar kan?"

Puas rasanya hati Siau Po. Tapi hanya untuk sekejapan saja, Akhirnya dia kecewa juga, Karena nona itu tidak membuka matanya lagi. Dia berpikir untuk membebaskan totokan gadis cilik itu tetapi dia tidak mempunyai kesanggupan!

"Aih, celaka." pikirnya dalam hati, Kemudian dia berkata kepada si gadis cilik, "Nona, jalan darahmu telah ditotok oleh orang, tapi ia tidak membebaskannya ketika menyerahkan kau padaku, Bukankah kau jadi tidak bisa makan dan bakal mati kelaparan? Aku ingin menolongmu, tapi aku tidak bisa. Dulu aku pernah belajar ilmu totokan, tapi sekarang aku sudah lupa! Bagaimana dengan kau Apakah kau mengerti ilmu silat? Kalau kau tidak bisa, terpaksa kau harus menerima nasib dengan berbaring di sini sampai kematian menjemputmu Tapi kalau kau bisa kedipkanlah matamu tiga kali!"

Selesai berkata, Siau Po memperhatikan gadis cilik itu lekat-lekat untuk menunggu reaksinya.

Sesaat kemudian tampak sulit wajah gadis itu bergerak dan dia mengedipkan matanya tiga kali. Bukan main girangnya hati si thay-kam gadungan, Dia segera berkata.

"Tadinya aku kira orang-orang keluarga Bhok semuanya terdiri dari boneka kayu, manusia-manusia tolol, otak udang. Apa pun tidak bisa. Kiranya kau berbeda, kayu cilik! untunglah kau mengerti ilmu totokan!" Siau Po mengatakan boneka kayu dan menyebut si nona dengan panggilan kayu cilik sebab marga keluarga nona itu Bhok yang nada suaranya seperti dengan kayu.

Saking senangnya, Siau Po segera mengangkat tubuh si nona cilik kemudian didudukannya di atas sebuah kursi.

"Sekarang kau lihat aku!" kataya dengan nada ramah, "Aku akan meraba seluruh tubuhmu untuk membebaskan jalan darahmu, Kalau aku menunjuk bagian yang tepat kau harus mengedip tiga kali, Kalau salah, kau harus membelalakkan matamu lebar- lebar, Dengan demikian aku baru bisa membebaskanmu, mengerti? Kalau kau paham apa yang kumaksudkan kedipkanlah matamu tiga kali."

Nona itu dapat mendengar kata-katanya dengan jelas, Karena itu dia mengedipkan matanya tiga kali.

"Bagus!" seru Siau Po senang, "Sekarang aku akan mulai mencari jalan darahmu yang tertotok!"

Bocah ini bengal dan nakal, Kebiasaannya ini sudah sulit diubah, Begitu juga kali ini, meskipun dia baru pertama kali bertemu dengan puteri bangsawan itu, tapi dia sudah mengganggunya sedemikian rupa, Dia juga berani sekali sehingga perbuatannya mirip dengan anak yang genit!

Siau Po segera mengulurkan tangannya dan meraba payudara sebelah kanan gadis cilik itu.

"Di sini bukan?" tanyanya.

Wajah si nona cilik jadi merah padam Dia membelalakkan matanya lebar-lebar tanpa berani berkedip sedikit pun.

Siau Po kembali menekan dada sebelah kiri gadis cilik itu. "Apakah di sini?" tanyanya lagi.

Wajah si nona semakin jengah, Tapi karena sudah cukup lama dia membelalakkan matanya, di tidak dapat bertahan lagi, tanpa dikehendaki mata nya berkedip satu kali.

"Oh, di sini rupanya!" kata Siau Po.

Tapi si nona segera membelalakkan matanya kembali. Dia merasa malu sekali, Tapi mulutnya tidak dapat berbicara untuk menjelaskan kepada Siau Po. Dia malah jadi kebingungan

Kedua anak itu masih di bawah umur, Tetapi biasanya memang anak perempuan lebih cepat matang daripada anak Iaki-laki. sedangkan Siau Po dibesarkan dalam rumah pelacuran. Meskipun belum mengerti, tetapi dia sering melihat perbuatan apa  saja yang sering dilakukan para laki-laki hidung belang bersama nona-nona yang disewanya.

Senang hati Siau Po melihat si nona merasa malu dan kebingungan. Tiba-tiba dia teringat ke-pahitan yang pernah dialaminya di Kangou juga cekalan tangan Pek Han- hbng yang menjadi Ke-cing keluarga Bhok.

Tnilah waktu yang tepat untuk membalas dendam!" pikirnya dalam hati.

Sebetulnya Siau Po tidak genit, tetapi dia sering dipengaruhi wataknya yang usil dan suka mengganggu Karena itu dia sengaja meraba tubuh nona itu kesana kemari sehingga si kuncu cilik tidak berani mengedipkan matanya sekalipun. Bahkan keringat dingin mulai membasahi seluruh tubuhnya.

Tepat pada saat itu Siau Po menotok iga kiri-nya. Si nona kegelian sekaligus senang, karena kali ini Siau Po menotok dengan tepat, Karena itu pula cepat-cepat dia mengedipkan matanya tiga kali lalu menarik nafas panjang pertanda kelegaan hatinya.

Siau Po tertawa lebar sembari berkata.

"Nah, benar di sini! sebetulnya bukan aku tidak tahu jalan darah ini, tapi entah kenapa aku sampai melupakannya!"

Tiba-tiba sebuah ingatan melintas dalam benaknya.

"Sekarang jalan darahnya sudah bebas, Entah sampai di mana tingginya kepandaian nona cilik ini. Yang pasti ilmu silatku sendiri masih rendah sekali sebaiknya aku meningkatkan kewaspadaan sebab ada kemungkinan dia akan menyerang aku secara mendadak!"

Siau Po bekerja dengan gesit. Dia segera mengambil dua buah ikat pinggang. Kemudian dia melipatkan sepasang kaki gadis cilik itu erat-erat dan kedua tangannya pun dilipatkan ke bagian belakang kursi.

Kuncu cilik itu tidak memberontak meskipun diperlakukan sedemikian rupa, Dia hanya merasa khawatir sebab tidak tahu hinaan apa lagi yang akan ditimpakan Siau Po pada dirinya, Karena itu dia memandangi Siau Po dengan sinar mata ketakutan.

Siau Po tertawa.

"Kau takut padaku, bukan?" tanyanya, "Karena kau takut, baiklah! Lohu akan membebaskan totokanmu!" Lalu dengan seenaknya dia meraba ketiak kiri nona itu kemudian ditekan-tekannya.

Si nona tercekat hatinya, apalagi dia memang mudah geli, wajahnya menjadi merah padam karena menahan rasa ingin tertawa, Dalam keadaan demikian mana mungkin  dia tersenyum? Hatinya merasa mendongkol malu juga takut, Namun karena ia tidak dapat bergerak, terpaksa dia mendiamkan saja orang mempermainkannya.

Siau Po yang jahil berkata kembali.

"Sebetulnya aku seorang ahli dalam ilmu totokan maupun membebaskannya. Hanya saja akhir-akhir ini aku repot sekali sehingga aku sampai hampir lupa semuanya, Tapi ini kan urusan kecil, betul tidak? Nah, sekarang kau katakan, benarkah ini cara membebaskanmu dari totokan?" 

Dia meraba lagi dan sekaligus mengge1ktik.

Kuncu cilik itu merasa kehilangan namun dia bertahan sekuatnya, Dalam hati dia memaki, "Dasar kau yang tidak becus! Tapi kau masih mengoceh sembarangan Mana ada orang yang membebaskan totokan dengan cara konyol seperti ini?"

Tentu saja Siau Po tidak tahu jalan pikiran si nona cilik itu. Dia berkata kembali: "Memang ilmu totokanmu ini sangat istimewa dan hanya bisa memperlihatkan hasil 

apabila dilakukan pada diri orang dari kalangan atas, Kau hanya seorang budak kecil, 

bukan keturunan luhur atau kalangan atas, jadi ilmuku ini tidak membawa faedah padamu, Baiklah, sekarang kita coba ilmu yang nomor dua!"

Kembali Siau Po meraba ketiak si nona dan menekan-nekannya, Nona cilik itu sungguh menderita. Di samping geli, dia juga merasa sakit. Air matanya sampai bercucuran Rasa nyeri membuatnya sukar tertawa.

"Ah! Masih tidak jalan juga!" kata Siau Po. "llmu yang nomor dua tidak membawa hasil juga, Benar-benar hebat! Mungkinkah kau hendak kelas tiga? Tidak ada jalan lain kecuali mencoba ilmuku yang ketiga!"

Ucapannya dibuktikan Si nona kembali merasakan siksaan. Tangan si bocah kembali menggerayangi seluruh tubuhnya, tetapi hasilnya tetap tidak menggembirakan

Ilmu totokan harus dipelajari dengan tekun dan memakan waktu, Demikian juga ilmu membebaskannya, Orang harus memahami seluruh jalan darah yang ada dalam tubuh serta tidak boleh melakukan kesalahan. Mending kalau membebaskan, boleh sembarang memijit di sana-sini, tapi kalau menotok, harus mengetahui jalan darah yang tepat. 

Sebab bila salah melakukannya, bisa mengakibatkan kematian Siau Po mengalami kegagalan berkali-kali. Meskipun dia mengerti sedikit ilmu silat, tapi dia buta sama sekali dalam ilmu totokan Dia hanya main terka saja.

"Kurang ajar!" katanya sengit "Aku sudah mencoba sampai ilmuku yang kedelapan namun masih tidak juga berhasil Eh, mungkinkah kau ini budak kelas sembilan? Aku orang yang berderajat tinggi, tidak bisa aku menggunakan ilmuku yang kesembilan  sembarangan Rupanya kalian orang-oran dari Bhok onghu hanya bangsa kutu busuk, Ya... ap boleh buat Aku tidak bisa memperdulikan rasa harga diriku, Akan kucoba ilmuku yang ke sembilan!"

Kali ini Siau Po tidak menekan-nekan lagi, dimenyentilkan jari tangannya kesana-sini sambil ber-kata,

"lni yang disebut ilmu bunga kapas!" Dia mengulangi sampai belasan kali.

Mendadak si nona menjerit keras dan menangis sesenggukkan Bukan main girangnya hati Siau Po sampai dia berjingkrakan.

"Nah, apa kataku?" serunya, "Oh, anak manis, Kiranya anggota keluarga Bhok ongya hanya budak kelas sembilan Pantas saja kau hanya bisa dibebaskan dengan ilmuku yang ke sembilan pula!"

"Kau.,, kaulah budak... dari ke!as... sem... bilan!" Seru gadis cilik itu terbata-bata, Dia merasa mendongkol sekali tetapi dia berteriak sembari menangis sehingga ucapannya tidak lancar

"Kau.... kaulah... budak... ke.,.las sembilan!" ucap Siau Po meniru kata-kata gadis cilik itu, setelah itu dia tertawa terbahak-bahak.

Selagi si nona masih terisak-isak, Siau Po berkata kembali "Aku sudah lapar, Tentunya kau ingin makan juga, Baiklah! Aku akan mencarikan makanan untukmu!"

Untuk mencari makanan, tidak ada kesulitan sama sekali bagi Siau Po. Dia adalah kepala bagian Siang-sian tong. Dia tinggal membuka mulut dan memintanya dari koki istana. 

Dia memang sering dimanjakan para koki dan sering dibawakan makanan yang lejat- Iezat, sebelumnya dia juga senang keluyuran sehingga tahu nama hidangan yang ter kenal dan disukainya, Dia juga banyak tahu tentan kue dan roti, Dia tidak menemukan kesulitan karena uangnya banyak.

Itulah sebabnya tidak lama kemudian dia sudah kembali lagi ke kamar dengan membawa beberap macam kue.

"Nah, mari kita makan ini!" ajak Siau Po. "lni kue kacang hijau dengan aroma bunga mawar Rasanya lezat sekali. Cobalah!".

Si kuncu cilik menggelengkan kepalanya.

"Bagaimana dengan yang ini?" Siau Po menunjuk kue lainnya. "lni kue kacang kedelai, tempatmu, Inlam, kue semacam ini pasti tidak ada Cobalah!" "Aku... aku tidak... ingin ma... kan apa-apa" sahut si nona cilik yang akhirnya membuka suara juga. Namun setelah itu, kembali dia menangis terisak-isak.

Mendengar suara tangisan itu, kekesalan dalam hati Siau Po agak berkurang. "Kalau kau tidak makan, tentunya kau akan kelaparan Hal itu membahayakan!" kata 

Siau Po dengan nada sabar.

"A...ku tidak la.,.par," sahut si nona. "Nanti kau sakit!"

"Tidak, aku tidak sakit. "

"Ah. aku tidak percaya," kata Siau Po yang suka melayani nona cilik itu berbicara 

sebab setiap ucapannya mendapat sambutan. "Perduli apa aku sakit? Aku lebih suka mati!" "Tidak! Kau tidak akan mati!"

Tepat pada saat itu, di pintu terdengar suara ketukan. Suaranya perlahan sekali, tapi Siau Po dapat mendengarnya dengan jelas. Dia tahu saatnya thay-kam datang mengantarkan makanan, Dia khawatir nona itu akan menjerit Karena itu dia segera mengeluarkan sehelai sapu tangan yang kemudian digunakan untuk menyumpal mulut si nona cilik. Setelah itu baru dia berjalan menuju pintu dan membukanya sedikit.

"Hari ini aku ingin mencoba masakan In lam. Beritahukan kepada koki istana, minta dia menyediakannya!"

"Baik!" sahut si thay-kam kecil yang langsung mengundurkan diri.

Di dalam istana, terdapat banyak pelayan, semuanya dilakukan serba cepat. Karena itu sebentar saja pesanan Siau Po sudah diantarkan.

Siau Po sendiri yang mengatur hidangan di atas meja yang ada di hadapan si nona. Dia sendiri langsung duduk di depannya, Terlebih dahulu dia melepaskan sapu tangan yang menyumpal mulut gadis cilik itu.

"Mari makan!" katanya.: "lni daging kambing, ikan dan daging babi! Nah, itu sup yang enak sekali. " Siau Po langsung menyendoknya untuk dicicipi Mulutnya 

memperdengarkan suara seperti sedang menikmati dengan Iahapnya.

Secara diam-diam Siau Po melirik ke arah gadi cilik itu. Si kuncu duduk berdiam diri. Malah air matanya masih menetes sekali-sekali, Tampaknya dia benar-benar belum lapar. "Aih!" kata Siau Po yang mulai kehilangan rasa sabarnya. "Mungkinkah seorang budak kelas sembilan tidak bisa menikmati hidangan nomor wahid dan harus menyantap ikan busuk dan daging basi Lihat! Semur hidangan ini termasuk kelas satu. Tapi, tidak apa-apa. sebentar aku akan menyuruh orang menyediakan daging basi dan ikan busuk saja. Mungkin kau mau memakannya!"

"Aku tidak makan hidangan busuk!" sahut nona yang akhirnya membuka mulut juga. "Tentu kau suka ikan busuk dan daging bau" kata Siau Po sengaja memanaskan hati 

orang.

"Jangan sembarangan bicara!" teriak nona itu "Aku tidak suka makanan bau!" Siau Po mengambil sepotong kepiting kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.

"Sedap!" katanya, tapi ketika si kuncu masih juga belum memperlihatkan reaksi apa- apa, d meletakkan sumpitnya kembali lalu duduk merenung, otaknya bekerja memikirkan akal apa yang harus digunakannya untuk menghadapi si putri bangsawan ini.

Tidak lama kemudian, thay-kam kecil yang mengantarkan hidangan tadi datang kembali. Kali ini dia membawa masakan khas Inlam sepoci teh keluaran wilayah itu. Dia juga menyebutkan namanya satu per satu.

"Mari makan!" kata Siau Po setelah mengunci pintu rapat-rapat, Dia kembali mengatur hidangan yang baru dibawakan di atas meja. "Semua ini masakan ala In lam. silahkan kau mencobanya!"

Kuncu tertarik. Semua hidangan itu berasal dari kampung halamannya, Dia menyukainya. Tiba-tiba saja seleranya muncul, Tetapi, ketika dia ingat perbuatan bocah itu terhadapnya, hatinya menjadi sebal. "Tidak! Aku tidak mau makan! Biar dia membujukku dengan cara apa pun!" janjinya diam-diam.

Siau Po menjemput sepotong ham dengan sumpitnya kemudian disodorkannya ke mulut si nona.

"Bukalah mulutmu!" katanya sembari tertawa.

Bukannya membuka mulut, si nona malah mengatupkannya erat-erat, Si bocah memang jahil, dia sengaja mengoleskan ham yang berminyak itu ke bibir si nona kecil itu.

"Makanlah! Setelah makan, nanti aku akan membuka ikatanmu!" katanya membujuk.

Memang nona cilik itu baru bisa berbicara, Anggota tubuh lainnya belum bisa bergerak karena belum terbebas dari totokan, Nona itu tidak mengatakan apa-apa, hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Siau Po menaruh potongan ham kembali ke piring, dia mengangkat mangkok sup yang isinya masih mengepul saking panasnya.

"Kau lihat sup ini masih panas sekali Kalau kau makan, aku menyuapimu sesendok demi sesendok, tapi kalau kau tidak sudi, hm!" katanya kesal.

Tanpa menanti jawaban, dia memencet hidung si nona cilik kemudian menyendok kuah sup dan menyodorkannya ke mulut si nona, Dalam keadaa terpaksa, mau tidak mau si nona membuka mulutnya.

"Kau lihat, bagaimana panasnya sup ini Perut mu bisa melepuh karenanya!" kata Siau Po sambi menyuapi sup ke mulut si nona, Kemudian di melepaskan pencetannya di hidung agar nona itu dapat bernafas.

Setelah menarik nafas panjang beberapa kali nona itu menangis lagi.

"Kau... kau telah menggores wajahku!" katany jengkel "Aku tidak mau hidup lagi! Wajahku jadi jelek...!"

"Oh, kiranya kau menyangka aku benar-benar mengukir wajahmu dengan pisau!" pikir Siau Po Kemudian dia tertawa lebar dan berkata, "Biarpun wajahmu telah diukir, tapi gambar kura-kura itu mungil dan indah sekali Kalau kau berjalan depan umum, aku yakin setiap orang akan menatapmu dengan terpesona dan tidak henti-hentinya memujimu!"

"Mereka menatapku seperti makhluk aneh dan bersorak karena wajahku yang jelek!" teriak si nona sembari menangis terus, "Aku lebih suka mati saja. "

"Aih! Rupanya kau tidak suka gambar kura-kura yang demikian mungil," kata Siau Po menggoda, "Kalau begitu, buat apa tadinya aku mengasah otak capek-capek, Lebih baik aku mengukir sekuntum bunga saja."

"Mengukir sekuntum bunga? Bunga apa? Aku toh bukannya kayu!" sahut si nona kesal

"Bagaimana bukan kayu kalau margamu saja Bhok?" sepertinya telah terangkan sebelumnya bahwa lafal huruf Bhok sama artinya dengan kayu.

"Memang benar aku she Bhok, tapi bukan Bhok" kayu!" sahut si nona membantah "Marga Bhok keluarga kami ada tiga titik air di sampingnya."

Siau Po buta huruf, Dia tidak tahu bagaimana bentuk huruf Bhok, tapi mendengar marga nona itu ada tiga titik air di sampingnya, timbul lagi rasa isengnya.

"Kalau kayu di rendam dalam air, lama-lama kan akan menjadi kayu busuk?" Nona cilik itu menangis lagi, Dia benar-benar kewalahan adu mulut dengan si thay- kam gadungan,

"Aih! Kenapa harus menangis? Lebih baik kau panggil aku kakak yang baik sebanyak tiga kail Nanti aku akan menghapus kura-kura di wajahmu sehinga bersih kembali dan dijamin tidak ada bekasnya sedikit pun!"

Wajah si nona menjadi marah karena jengahnya.

"Mana mungkin bisa dihapus?" sahutnya lirih, "Kalau kau menghapusnya lagi, bisa jadi apa wajahku ini?"

"Kau jangan khawatir.." kata Siau Po senang karena kata-katanya mulai termakan oleh gadis cilik itu. "Aku mempunyai obat penghapus yang mujarab, kalau bagi seorang dari golongan tingkat atas, bekas luka kura-kura seperti wajahmu ini pasti sulit dihapuskan lagi, tapi bagi budak kelas sembilan seperti kau ini, tidak menjadi persoalan!"

"Aku tidak percaya kata-katamu. Kau memang manusia paling jahat!" sahut si nona. Siau Po tidak melayaninya. "Ayo, kau,mau panggil aku kakak yang baik atau tidak?" Wajah si nona semakin merah, dia merasa malu namun kepalanya menggeleng.

Siau Po gadis cilik itu merasa jengah, Dia tertarik melihat tampang si gadis yang lugu. Semakin suka dia menggodanya.

"Kura-kura kecil itu baru diukir, masih mudah menghapusnya," katanya kembali. "Tapi kalau dibiarkan terlalu lama, pasti sudah meresap, Apala kalau ekornya sudah tumbuh, Wah! Kau pasti menyesal karena sudah terlambat!"

Para gadis umumnya menyukai kecantikan. Tidak terkecuali si nona bangsawan dari keluarga Bhok, Meskipun dia merasa bingung dan ragu-ragu, tapi ia memperhatikan Siau Po lekat-lekat. 

Agaknya dia mulai termakan kata-katanya thay-kam gadungan itu. Dia juga merasa takut kalau kura-kura di wajahnya benar-benar tumbuh ekor.

"Apa... kau tidak berbohong?" tanyanya kemudian.

"Membohongimu?" kata Siau Po dengan tampang serius, "Untuk apa? Malah semakin cepat kau memanggilku kakak yang baik, aku akan segera menghapus kura- kura di wajahmu itu agar terlihat cantik kembali seperti sediakala, Nah, sebaiknya kau cepat-cepat memanggil aku kakak yang baik!"

Tapi... kalau... kalau.,, kau menghapusnya kurang sempurna. Dengan apa kau akan mengganti kerugianku?" tanya si nona cilik sangsi. "Jangan khawatir Aku akan menggantimu dua kali lipat!" sahut si bocah nakal "Betul! Aku akan memanggilmu adik yang baik sampai enam kali berturut-turut!"

Wajah si nona kembali merah padam Dia merasa malu sekali. "Ah, kau memang busuk! Aku tidak mau...!"

"Aih! Kau masih saja sangsi! Sayang sekali..!"

Nona itu memperhatikan si thay-kam cilik Iekat-lekat, sedangkan Siau Po juga sedang menatapnya.

"Bagaimana kalau kita atur begini saja. sekarang kau memanggil aku satu kali dulu kakak

yang baik, Setelah selesai menghapus kura-kura di wajahmu itu, kau memanggil lagi satu kali. Berarti keseluruhannya sudah dua kali, Pada waktu itu aku akan mengambil cermin untuk kau lihat sendiri hasilnya, Kalau kau sudah merasa puas dengan hasil kerja ku, kau boleh memanggil aku kakak yang baik sekali lagi, Mungkin pada waktu itu, kau akan kegirangan setengah mati sehingga kau akan memanggil aku kakak yang baik sampai belasan kali!"

"Tidak! Tidak!" sahut si nona cilik, "Kau suda bilang tiga kali, mana boleh ditambah lagi?"

Siau Po tertawa.

"Baiklah! Tiga kali, ya tiga kali!" katanya, "Nah, cepatlah kau memanggil aku sekarang!"

Si nona menatap Siau Po. Bibirnya bergerak gerak namun tidak ada sedikitpun suara yang keluar.

"Ayo!" desak si bocah nakal, "Panggillah aku kakak yang baik! Apa sih susahnya? Aku toh tida menyuruh kau memanggil aku, paman yang baik atau paman yang tua. Cepat! Kalau kau masih berlama-lama, nanti harganya akan kunaikkan lagi!"

Nona itu kena digertaknya, Dia merasa takut.

"Baiklah! sekarang aku akan memanggil kau satu kali terlebih dahulu," katanya kemudian. "Setelah selesai kau memperbaiki wajahku, nanti aku akan memanggil dua kali lagi!"

Siau Po pura-pura menarik nafas panjang.

"Kau benar-benar pandai menawar!" katanya, "Baiklah, Aku terima tawaranmu itu, Aku adalah seorang pedagang yang baik, bayar di muka atau belakangan sama saja!" Nona cilik itu memejamkan matanya.

"Kakak,.," terdengar suaranya yang merdu dan lirih, tapi dia tidak melanjutkan kata- katanya. wajahnya semakin merah saking jengahnya.

"Kenapa kau memanggilnya setengah jalan?" tanya Siau Po menggoda, "Mana sambungannya?"

Wajah si nona semakin merah.

"Aku pasti memanggilnya," sahutnya, "Aku tidak akan membohongimu. "

Siau Po tertawa.

"Yang. baik!" kata si nona melanjutkan panggilannya.

"Bagus!" seru Siau Po. "Kau tidak mengelabui aku. sekarang juga aku akan memperbaiki wajahmu Akan kulakukan dengan mengerahkan segenap kemampuanku agar kau tambah manis!"

"Sudahlah!" kata si nona. "Jangan mengoceh yang bukan-bukan lagi, Bukankah aku sudah memanggilmu kakak?"

Kembali Siau Po tertawa, Dia langsung membuka kotak obat peninggalan Hay kongkong, Di dalamnya terdapat banyak botol-botol kecil, Satu per satu botol-botol itu dikeluarkannya kemudian dituangkan isinya sedikit demi sedikit Lagaknya seperti seorang tabib yang sedang meracik obat.

Si nona memperhatikan dengan diam-diam Melihat begitu banyaknya jenis obat yang dicampurkan, timbullah keyakinannya,

Siau Po berhenti meracik obat. Dia mengambi beberapa potong kue yang terbuat dari bahan kacang hijau, kacang kedelai dan lain-lainnya. Setela dicuci bersih sehingga tepung bagian luarnya tida ada lagi, dia menumbuk kue-kue itu untuk dicampur dengan obat-obatan tadi. Dia juga menambahka gula madu serta diludahinya racikan obat itu sebanyak dua kali tanpa sepengetahuan si nona.

"Nah, obatnya sudah selesai!" katanya kemudian, inilah obat yang mujarab sekali, Tapi, mungkin kau belum mempercayainya sepenuhnya, Akan kubuktikan nanti, Bukankah kau ingin wajahmu pulih kembali seperti sediakala?"

Siau Po mengambil topinya yang dikelilingi empat butir mutiara, ia melepaskan mutiara-mu tiara itu kemudian diletakkan dalam telapak kirinya.

"Lihat ini!" katanya, "Apa pendapatmu tentang mutiara ini?" "Bagus!" sahut si nona tanpa ragu sedikit pun "Ukurannya sama besar, jarang ada mutiara yang ukurannya persis sama!"

Gembira sekali hati thay-kam gadungan itu mendengar ucapan si nona, itu merupakan pujian baginya.

"Mutiara ini kubeli kemarin dengan harga dua ribu sembilan ratus tail perak," katanya kemudian, "Mahal, bukan?"

Sengaja Siau Po meninggikan harga mutiara itu sebanyak seribu tail, Padahal dia membelinya dengan harga seribu sembilan ratus tail, Dimasukkannya keempat butir mutiara itu ke dalam lumpang dan ditumbuk sehingga hancur.

"Aih!" kata si nona menyesal, "Mengapa mutiara seindah itu kau tumbuk?"

Puas sekali Siau Po melihat si nona yang tercengang. itu memang yang diharapkannya, Dia tidak menjawab tapi terus menumbuk keempat butir mutiara itu sampai halus sekali.

"Kalau aku hanya memulihkan wajahmu, tak akan terbukti bahwa aku Wi..." Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya karena mengingat sudah kelepasan bicara, Cepat-cepat dia mengalihkannya dengan berkata, "Takkan terbukti kelihayan si kongkong Siau Kui cu! Aku akan membuat kau sepuluh kali lipat lebih cantik dari sebelumnya, Dan panggilanmu kakak yang baik sebanyak sepuluh kali lipat akan membuat hatiku puas!"

"Eh, kenapa sepuluh kali?" tanya si nona, Tanpa disadari, dia ikut terhanyut kejenakaan si bocah dan suka melayaninya berbincang-bincang, "Tadi kau sudah mengatakan tiga kali!"

Siau Po tidak menjawab, Dia menyendoki mutiara yang sudah halus itu dengan racikan obatnya.

Si nona merasa heran, Dia memperhatikan dengan seseorang matanya yang indah dibelalakkan lebar-lebar. Biar bagaimana, dia menyayangkan ke empat butir mutiara itu. Tapi, di samping itu, di semakin yakin dengan khasiat obat buatan Siau Po

"Meskipun keempat butir mutiara ini sanga mahal, tapi nilainya tidak seimbang dengan kemanjuran obatku ini. wajahmu sebenarnya tidak cantik. Kau hanya tergolong kelas delapan atau mungki malah sembilan, tetapi setelah menggunakan obat ku ini, peringkatmu akan naik menjadi sedikitnya kelas dua. Malah ada kemungkinan kau akan menjadi nona tercantik seluruh antero dunia ini! Mempesona bagai bulan purnama!"

"Bagai bulan purnama?" tanya si nona.

"lya! Kau akan menjadi luar biasa cantiknya!" Selesai berkata, Siau Po langsung mengamb obat racikannya kemudian diolesi ke seluruh waja si nona berulang kali.

Nona bangsawan itu diam saja. Dia membiarkan Siau Po memoles wajahnya. Dalam sekejap mata wajahnya sudah tertutup oleh racikan obat istimewa Siau Po. Bahkan telinganya juga diolesi oleh Siau Po. Namun satu hal yang membuatnya gembira obat itu tidak bau, malah menyiarkan keharuman.

Siau Po tertawa melihat gadis cilik itu ke dikelabuinya, Diam-diam dia berkata dalam hati.

"Masih untung obat ini tidak kucampurkan dengan air kencing, Soalnya aku merasa malu sendiri. Setidaknya aku masih menghargai leluhurmu, paduka Bhok Eng yang mulia, Dia adalah pembangun negara dan aku Siau Po sangat menghormatinya!"

Selesai memoles wajah nona itu. Siau Po mencuci tangannya sampai bersih. "Tunggu sampai obat ini kering, Nanti aku akan pakaikan bedak yang istimewa! Kau 

harus memakai obat ini sebanyak tiga kali, Mencucinya harus tiga kali juga, setelah itu 

wajahmu akan menjadi cantik seperti bulan purnama!" Si nona merasa heran juga.

"Mengapa obatnya harus dipakai sampai tiga kali?"

"Sebenarnya tiga kali masih terlalu sedikit Un-tuk membuat kecap saja, kacang kedelainya harus dijemur sampai sembilan kali, Merebus daging anjing pun harus tiga kali sampai benar-benar empuk dan gurih!"

"Masa kau samakan wajahku dengan kacang kedelai dan daging anjing?" "Pokoknya kalau mau wajahmu pulih kembali atau tidak?" tanya Siau Po kesal. Dia 

mengambil sepotong ham kemudian disodorkannya ke depan mulut si nona.

Si nona tidak berani menolak lagi. Pertama karena dia takut akan digoda lagi oleh Siau Po, kedua dia juga melihat bocah itu tidak menyayangkan keempat butir mutiaranya yang mahal untuk racikan obat pemulih wajahnya. Karena itu di membuka mulutnya dan mengunyah daging ham itu.

"Adik manis, ini baru anak pintar!" puji Siau Po gembira. "A.,.ku bukan adikmu yang manis?"

"Kalau begitu, kau adalah ciciku yang baik!" goda Siau Po. "Bukan juga!" sahut si nona cilik. "Kalau begitu, kau adalah ibuku yang kusayangi!" kata Siau Po.

Si nona cilik jadi geli sehingga tertawa. "Mana... bisa aku menjadi ibu. "

Sejak dibawa oleh si Cian sampai sekarang, baru sekali ini Siau Po mendengar suara tawa si non cilik itu. Sayang wajahnya tertutup racikan obat sehingga tidak dapat dilihat bagaimana bentuk bibirnya yang sedang tersenyum, hanya suaranya yang merdu seperti keliningan di pagi hari. 

Siau Po menyebutnya ibu yang kusayangi, sebetulnya dia mengejek nona itu sebagai perempuan pelesiran. Tapi mendengar suara tawanya yang begitu polos Siau Po merasa agak menyesal juga. Dia berpikir dalam hati, "Aih! Masa bodoh! Jadi pelacur juga bukan tidak baik. Mungkin uang yang dihasilkan ibu jauh lebih banyak dari ibunya yang kawin dengan segala manusia kayu!" 

Dia mengambil lagi beberapa potong ham lalu disuapkannya lagi ke mulut nona cilik itu.

"Kalau kau berjanji tidak melarikan diri, aku akan membebaskan totokan di tanganmu," katanya kemudian.

"Untuk apa aku melarikan diri? Lagipula kau sudah mengukir seekor kura-kura di wajahku, sebelum pulih kembali aku tidak berani keluar di jalan raya!"

Diam-diam Siau Po berpikir dalam hatinya.

"Kalau nanti kau tahu di wajahmu tidak ada ukiran kura-kura, tentu kau akan melarikan diri, sedangkan si Cian tidak mengatakan kapan dia akan menjemputmu Aku menyembunyikan seorang nona asing di dalam istana, Kalau sampai ketahuan, celakalah aku! Apa yang harus kulakukan?"

Ketika pikirannya melayang-layang, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu, Kemudian ada seseorang yang berkata.

"Kui kongkong, hambamu adalah pesuruh dari Kong cin-ong! Hamba datang karena ada urusan penting!"

"Baik!" sahut Siau Po. Kemudian dia berkata kepada si nona cilik dengan nada direndahkan, "Ada orang! jangan bersuara! Tahukah kau tempat apa ini?"

Si nona menggelengkan kepalanya.

"Kalau aku beritahukan kepadamu, mungkin kau bisa melompat bangun saking terkejutnya!" kata Siau Po. "Di sini, setiap orang berniat mencelakakan dirimu, Hanya aku seorang yang iba melihat nasibmu, Karenanya aku bersedia menampung kau di sini, tapi kalau kau sampai kepergok, hm. !" Siau Po mengasah otak memikirkan kata-

kata yang bisa menggertak si nona cilik ini. Sesaat kemudian dia baru berkata lagi.  "Kalau kau sampai kepergok, kau akan ditelanjangi, Setelah itu kau akan dirangket sehingga kau merasa sakit yang tidak terkirakan!"

Si nona cilik benar-benar ketakutan. Wajahnya pucat pasi seketika, Diam-diam Siau Po merasa senang, Kemudian dia membuka pintu dan berjalan keluar. Orang itu juga thay-kam, Usianya kuran lebih tiga puluh tahun. Dia segera berkata.

"Ongya kami mengatakan bahwa sudah lama beliau tidak bertemu dengan kongkong, Ong-ya merasa rindu sekali, Karena itu, sengaja hari ini ong-ya mengundang kongkong datang untuk menonton pertunjukan sekaligus minum arak." Orang itu membungkukkan tubuhnya memberi hormat.

Mendengar dia diundang untuk menonton pertunjukan, hati Siau Po senang sekali. Tetapi mengingat bahwa di kamarnya tersembunyi seorang dari keluarga Bhok, hatinya menjadi ragu, Bagaimana kalau jejak nona itu ketahuan?

Melihat Siau Po agak bimbang, thay-kam itu berkata kembali.

"Ongya berpesan bahwa bagaimana pun kongkong harus berhasil diundang datang, karena pertunjukan hari ini ramai sekali, Juga ada berbagai jenis perjudian!"

Hati Siau Po semakin tertarik mendengar adanya perjudian Sejak berkenalan dengan Sri Baginda, dia tidak pernah berjudi lagi dengan kawan-kawannya. Mereka tidak berani datang ke istana, Dan sekarang merupakan kesempatan baik baginya untuk meraih keuntungan. Saking gembiranya dia jadi lupa tentang si nona cilik yang disembunyikan dalam kamarnya.

"Baiklah!" sahutnya kemudian "Tunggu sebentar Nanti aku akan ikut denganmu!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar