Kaki Tiga Menjangan Jilid 14

Jilid 14

Selama Pek Han-hong bercerita, Siau Po berpikir "Bagus, tentu pertunjukannya bagus sekali, Aku akan mendengarkan dengan seksama!"

"Menduga bahwa bangsat tua itu pasti sangat lihay, aku membiarkan saja tindakan pembesar dan keempat pengikutnya itu, Salah seorang sok jago, dia mengatakan bahwa dia akan maju sendiri menghadapi lawan, dia benar-benar maju ke depan bangsat tua itu!"

"Kau mau beli obat?" tanya bangsat tua itu, "Nah, ini obatnya!" Dia pun meletakkan obat itu di tangan si pengikut."

"Pengikut itu menjadi gusar."

"Hai, anjing tua! Apa sebenarnya yang kau inginkan? bentaknya, sambil maju terus ke depan."

"Orang tua itu mendorong perwira atau mungkin tukang pukul tersebut, tangannya yang satu tetap meluncur ke depan dan koyo yang masih panas itu langsung ditempelkan di mulut pembesar itu. Karena nyeri, pembesar itu sampai berkaok-kaok, namun karena mulutnya tersumpal, tidak ada suara yang keluar dari kerongkongannya kecuali Akkk. Uuukkkkk!" Mendengar cerita yang seru itu, Siau Po sampai tidak dapat menahan rasa gelinya sehingga tertawa terpingkal-pingkal dan tepuk tangan keras-keras.

Pek Han-hong menolehkan kepalanya dan mendelik kepada si bocah, Siau Po jadi ngeri melihat sinar matanya yang bengis sehingga tawanya tidak dapat dilanjutkan lagi.

"Bagaimana kelanjutannya?" tanya Sou Kong.

"Pembesar itu jadi kelabakan dan berusaha melepaskan koyo panas yang menyumpal bibirnya. Si bangsat tua itu tidak berdiam diri, Tangannya bergerak dengan cepat menyambar ke empat pengikut itu satu per satu kemudian melempar mereka sambil berteriak: "Cepat kau bantu pembesarmu itu!" Entah bagaimana cara bangsat tua itu melakukannya, tahu-tahu tangan ke empat pengikut itu meluncur ke depan dan menampar muka pembesar itu secara bergantian pembesar itu semakin kesakitan, suaranya seperti ayam disembelih dan dalam sekejap mata kedua pipinya sudah bengap tidak karuan dan merah padam!"

Kembali Siau Po tertawa geli, Dia lupa sikap garang Pek Han-hong dan matanya sengaja dialihkan ke tempat lain sehingga tidak perlu melihatnya.

Sou Kong menganggukkan kepalanya.

"Orang tua itu dijuluki Pat-pi Wan-hau, tidak heran kalau gerakan tangannya lihay sekali, Konon ilmu Kim na-tay hoat nya hebat sekali, Ternyata sekarang telah terbukti."

Pek Han-hong melanjutkan cerita nya.

"Kakakku tertawa menyaksikan peristiwa itu. Pada saat itu, penonton mulai ramai, sebab rumah makan itu memang cukup laris, Si bangsat tua terus bergaya. Dia sengaja berteriak-teriak seakan-akan membela pembesar itu, "Jangan! jangan kalian pukuli atasanmu itu!" katanya. Tubuhnya mencelat ke sana ke mari, Tampaknya dia sedang menghindarkan diri dari sasaran keempat pengikut tersebut, tetapi sebetulnya dia malah menambah tamparan pada Yo It-hong. Dia baru berhenti setelah pembesar itu roboh pingsan di atas tanah. Sibuklah keempat pengikut itu menolong junjungannya. Namun sebetulnya mereka masih bingung, apa yang telah terjadi, Malah mereka menduga sedang diganggu setan usil. 

Tanpa banyak bicara lagi, mereka menggotong si pembesar dan meninggalkan rumah makan itu dengan terbirit-birit. Pemilik rumah makan hanya bisa menggeleng- gelengkan kepalanya sambil mengelus dada, Tentu saja dia tidak berani meminta ganti rugi kepada pengikut pembesar itu!"

"Bagus! Bagus!" seru Hong Kong tertawa terbahak-bahak. "Segala pembesar anjing memang harus diberi pelajaran Terutama kaki tangannya Go Sam-kui. perbuatan Ci samko sama artinya dengan melampiaskan kejengkelan di hati rakyat Eh, Pek jihiap.   

Mengapa waktu itu kau tidak membantu Ci samko menghajar anjing pembesar itu dengan beberapa bogem mentahmu?" Pek Han-hong semakin mendongkol mendengar pertanyaan yang bersifat sindiran itu.

"Bangsat tua itu kan hanya ingin memamerkan kepandaiannya, buat apa aku ikut campur? Lagi pula dia yang sedang menghajar orang bukan dirinya yang sedang dihajar, untuk apa aku membantu nya?" sahutnya kesal.

"Pek jihiap benar!" kata Hian Ceng ikut memberi komentar.

"Huh!" Pek Han-hong mendengus dingin. "Setelah rombongan pembesar itu berlalu, toako memanggil pemilik rumah makan dan mengatakan bahwa dia akan menggantikan semua kerugiannya, Bangsat tua itu tertawa dan mengucapkan terima kasih atas ucapan toako itu. 

Kemudian toako mengundang bangsat tua itu untuk minum bersama. Tahu apa yang dikatakannya? Dia berbicara dengan suara perlahan. Terima kasih! Terima kasih! Memang sudah lama aku dengar nama besar kalian berdua. Sungguh beruntung hari ini kita dapat berjumpa! 

Mendengar kata-katanya, toako terkejut Rupanya dia sudah tahu dengan jelas siapa kami adanya, sebaliknya kami justru tidak tahu siapa orang itu.

Lalu toako pun berkata: "Kami benar-benar merasa malu, Bolehkah kami mengetahui siapa nama loyacu yang mulia?" Bangsat tua itu tertawa dan menjawab "Aku yang rendah bernama Ci Tian-coan. Harap maafkan. Karena tidak dapat menahan emosi, aku telah menunjukkan lagak yang berlebihan di hadapan saudara berdua, ilmu yang buruk dan hanya membuat bahan tertawaan saja."

Saat itu kami masih belum tahu siapa adanya Ci Tian-coan itu. Namun karena dia memberi pelajaran pada pembesar musuh, kami yakin bahwa kami merupakan orang- orang dari golongan yang sama, Mungkin kalau bangsat tua itu tidak turun tangan, lama kelamaan kami akan menghajarnya juga. setelah itu kami duduk bersama-sama dan berbincang-bincang sembari menikmati arak. 

Tampaknya ada kecocokan di antara kami, Karena merasa kurang leluasa berbicara di rumah makan itu, toako langsung mengundang orang she Ci itu ke rumah kami,"

"Ah!" seru Hong Kong tertahan, "Jadi Ci samko telah datang ke tempat ini dan akhirnya berkelahi dengan kalian?"

"Siapa bilang kami berkelahi di sini?" kata Pek Han-hong dengan mata mendelik. "Mana mungkin kami membiarkan orang mengacau di rumah kami sendiri? itu namanya penghinaan!"

Hian Ceng tojin menganggukkan kepalanya dan berkata: "Pek-si Siang-eng adalah orang-orang gagah didunia kangouw, Tidak mungkin mereka berkelahi dengan orang di rumahnya sendiri!" Pek Han-hong tersenyum kecil mendengar pendeta itu memujinya, Dia sempat mengucapkan terima kasih, Kemudian dia melanjutkan ceritanya.

"Dengan segala kehormatan dan keramah tamahan kami mengundang bangsat tua itu singgah di rumah kami. Setelah itu kami menanyakan bagaimana dia bisa mengenali kami berdua, Bangsat tua itu tidak menutupi dirinya. 

Dia mengatakan dengan terus terang bahwa dia adalah anggota Tian-te hwe. Dan sejak kami datang ke kotaraja dia sudah tahu siapa adanya kami berdua, Menurutnya, dia memang bermaksud berkenalan dengan kami dan kalau bisa menjadi sahabat kami. 

Bangsat tua itu benar-benar pandai bicara sehingga kami percaya sepenuhnya, Dia juga mengatakan bahwa dia memang sengaja menghajar pembesar anjing itu agar perhatian kami tertarik dan dia menggunakan kesempatan itu untuk berkenalan dengan kami. 

Kami hampir menganggapnya sebagai orang baik-baik, Karena itu pula kami membicarakan usaha kita menentang pemerintah Boan. Kami juga merundingkan kemungkinan membangkitkan kembali kerajaan Beng, Kami bertiga, Bukan! Hanya berdua serta seekor anjing, semakin lama semakin merasa cocok satu dengan lainnya!"

Siau Po mendongkol juga mendengar ucapan Pek Han-hong. Terang-terangan dia sudah mengatakan "kami bertiga," eh... tiba-tiba malah mangganti ucapannya dengan "hanya dua orang dan seekor anjing!" Kata-katanya itu benar-benar merupakan penghinaan bagi Ci lautao, Bocah itu tidak dapat menahan dirinya lagi dan berkata.

"Dua orang manusia dan seekor anjing, mereka langsung merasa cocok satu dengan lainnya!"

Mendengar ucapannya si thay-kam cilik, Hoan Kong tersenyum, Yang lainnya juga merasa geli sehingga rasanya ingin tertawa tapi akhirnya ditahan juga karena tidak enak dengan tuan rumah yang sedang berduka.

Pek jihiap benar-benar marah mendengar kata-kata Siau Po. Matanya menyorotkan sinar kebencian.

"Setan cilik, kau sengaja mengoceh sembarangan."

Mendengar teguran yang kasar itu, Hoan Kong merasa tidak puas. Biar bagaimana pun Siau Po adalah ketuanya.

"Pek jihiap, ini adalah hiocu kami, Biar usianya masih muda, dia tetap merupakan ketua dari Ceng-bok tong. Dan semua anggota perkumpulan kami, tanpa ada yang terkecuali, harus menghormatinya!"

"Kalau memang hiocu, kenapa?" tanya Pek Han-hong seakan menantang. Sou Kong cepat-cepat menengahi.

"Saudaraku ini sedang berduka, Karena itu belum bisa mengendalikan emosinya ketika berbicara, Harap Wi hiocu memakluminya."

Orang she Sou ini sudah banyak pengalaman dan dia tahu sampai di mana tingginya kedudukan seorang hiocu dalam perkumpulan Tian-te hwe.

Pek Han-hong sendiri juga langsung tersadar. Dia sengaja memalingkan wajahnya ke arah lain agar tidak perlu bertemu pandang dengan Siau Po. Terdengar dia melanjutkan kata-katanya kembali.

"Setelah itu, kami bertiga. "

"Bukan bertiga!" tukas Siau Po. "Hanya dua orang dan seekor anjing!"

Han Hong benar-benar marah, meskipun kata-kata itu dia sendiri yang mengucapkannya, Wajahnya sampai marah padam dan telunjuknya menuding Siau Po.

"Kau! Kau!" Pek Han-hong tidak meneruskan kata-katanya karena tiba-tiba dia dapat menguasai dirinya kembali Dia segera menarik nafas panjang-panjang kemudian baru melanjutkan ceritanya,

"Kita lantas membicarakan urusan menentang kerajaan Ceng dan membangun kembali kerajaan Beng. Kita juga membayangkan setelah kerajaan Ceng dibasmi, kami akan mengangkat kembali keturunan Sri Baginda Hong Bu untuk menduduki tahta kerajaan Kata toako, setelah Sri Baginda wafat, hanya ada satu turunannya yang cerdas dan pandai dan sekarang sedang menyembunyikan diri di daerah pegunungan. Bangsat tua itu malah menyahut bahwa raja yang sah ada di Taiwan dan dalam keadaan baik-baik saja."

Ketika Pek Han-hong bercerita sampai di sini, baik Sou Kong, Yaou Cun, Ong Bu- seng dan yang lainnya baru mengerti apa yang menjadi pokok perselisihan antara kedua saudara Pek dan Ci Tian-coan. Rupanya kedua belah pihak sama-sama berkeras bahwa junjungannyalah raja yang sah.

Tatkala Kaisar Cong Ceng, raja terakhir dinasti Beng, mati menggantung diri di bukit Bwesan, bangsa Boanciu merampas seluruh Tionggoan, Sisa keluarga kerajaan Beng, yakni pangeran Hok ong, pangeran Lou ong dan pangeran Tong ong mengangkat diri menjadi raja di tempat masing-masing.

Ketiga pangeran itu bukan bekerja sama atau mengalah untuk saudara yang lainnya, tetapi justru bersaing sehingga menjadi musuh. walaupun ada pangeran yang telah wafat, namun para menterinya yang setia tetap menjunjung pangeran tersebut dan tetap berselisih paham dengan pihak pangeran lainnya.

Pek Han-hong meneruskan penuturannya. "Mendengar ucapan si bangsat tua itu, aku langsung bertanya: "Kapan raja kami pergi ke Tai-wan?" Bangsat tua itu menyahut: "Yang kumaksudkan adalah putra muda Sri Baginda Liong bu, bukan anak cucunya Kui ong!" 

Kemudian toako berkata, "Ci loyacu, kau adalah seorang patriot yang gagah perkasa, kami dua bersaudara sangat mengagumi mu, Tapi mengenai urusan negara yang besar, rupanya paham kita berbeda, Setelah Baginda Ceng ceng wafat, Hok ong bangkit mengangkat dirinya sendiri. Tapi kemudian Hok ong tertawan tentara Boan, itulah sebabnya Tong ong menggantikan kedudukannya, sayangnya umur Tong ong juga tidak panjang, beliau juga berkorban demi negara. 

Setelah itu, muncullah Sri Baginda Eng lok kami, dan ketika baginda ini juga mengorbankan diri, sudah sepantasnya kalau kedudukan beliau digantikan oleh anak cucunya sendiri!"

"Liong bu" adalah tahun kerajaan ketika Tong ong naik tahta, sedangkan "Eng lok" adalah tahun kerajaan ketika Kui ong naik tahta, Sampai sekarang para pengikutnya semua menyebut junjungannya dengan tahun pemerintahan masing-masing Bahkan lama kelamaan menjadi sebutan bagi umur.

Tiba-tiba terdengar Hong Kong menukas, "Pek jihiap, harap kau tidak berkecil hati. Setelah wafatnya raja Liong bu, dia digantikan oleh saudaranya, raja Ciau bu yang berkuasa di Kui Ciu Tidak disangka-sangka, Kui ong mengirim pasukannya untuk menyerang Ciau bu. Bukankah mereka semua masih keturunan kaisar Cong ceng? Mereka bukan menghajar bangsa Tatcu yang telah merampas seluruh Tionggoan, tetapi malah bergontokan antara saudara sendiri.Bukankah itu suatu kekeliruan yang sangat besar?"

Han Hong tidak senang dengan pertanyaan itu.

Karena itu dia menjawab dengan suara keras. "Nada bicaranya si bangsat tua itu tidak berbeda dengan cara kau bertanya sekarang, Bukankah kaisar Liong bu kami berniat baik? Dia mengutus menterinya ke Kuiciu untuk meminta secara baik-baik agar Tong ong bersedia meletakkan tahta kerajaannya itu, Siapa nyana menteri itu malah dibunuh. Untuk membangun sebuah kerajaan yang kuat, terlebih dahulu harus ada kekompakan di pihak sendiri, bukan? Perbuatan Tong ong tidak dapat dibenarkan sama sekali itu namanya pemberontakan menentang atasan dan dialah biang bencana!"

Hoan Kong tertawa dingin.

"Dalam peperangan di Samsui, aku yang rendah juga mengambil bagian, Ketika itu, pihak siapakah yang kalah?" tanyanya dengan bibir dicibirkan.

Pek Han-hong marah sekali sampai-sampai dia berjingkrakan. "Kau masih juga mengungkit kembali hutang lama itu?" Siau Po tidak memperdulikan kegusaran orang itu.

"Hoan toako," tanyanya pada Hong Kong. "Bagaimana sih jalannya peperangan di Samsui itu?"

Hoan Kong tertawa.

"Kui ong telah mendengar hasutan dari menterinya yang berkhianat, Kui ong kemudian mengirimkan seorang panglimanya yang bernama Lim Kui-teng membawa pasukan perangnya menyerang Kuiciu. "

"Hoan toako," tukas Sou Kong, "Keteranganmu itu tidak sesuai dengan kenyataannya, Tong ong yang mula-mula mengirim pasukannya menyerang Tiaukeng, karena itu terpaksa Sri Baginda kami menyambut serangan itu!"

Perselisihan paham ini menghalangi kelanjutan cerita Pek Han-hong, persoalan lama menimbulkan perasaan emosi di hati kedua belah pihak. Mereka sama-sama egois terhadap paham yang mereka pegang.

Yau Cun segera mengibaskan tangannya melihat suasana menjadi panas, mungkin setiap saat golok dan senjata tajam pun bisa ikut mengambil bagian dalam perdebatan itu.

"Sudah! Sudah!" kata si tabib menengahi "Apa gunanya menyebut-nyebut urusan yang telah lalu? Tidak perduli siapa yang menang dan siapa yang kalah, hal itu tidak membawa kegemilangan bagi kita, sebab pada akhirnya kedua pihak sama-sama dijatuhkan oleh bangsa Tatcu!"

Mendengar kata-kata itu, baik Pek Han-hong maupun Hoan Kong sama-sama bungkam, mereka merasa malu pada diri sendiri.

"Pek jite, bagaimana kelanjutan ceritamu tadi?" kata Sou Kong.

"Ucapan bangsat tua itu persis seperti kata-kata tuan Hong barusan. " Pek Han-

hong masih juga menyebut Ci laotoa sebagai bangsat tua. 

"Pembicaraan kita semakin lama semakin keras, siapa pun tidak ada yang sudi mengalah Saking marahnya, toako menggebrak meja keras-keras sehingga meja itu menjadi hancur berantakan peristiwa itu tidak membuat bangsat tua itu jeri, dia malah tertawa dingin sembari berkata: 

"Setelah alasanmu kalah kuat, aku malah ingin menggunakan kekerasan? Nama besarnya Pek-si Siang Eng dari Bhok onghu memang sangat terkenal, meskipun aku hanya seorang anggota tidak berarti dalam Tian-te hwe, tapi bukan berarti aku harus merasa takut terhadap kalian!" Pek Han-hong menghentikan kata-katanya sejenak untuk mengedarkan pandangannya ke sekeliling, setelah itu baru dia melanjutkan kembali "Kata-katanya itu sungguh tidak enak didengar Benar-benar merupakan penghinaan bagi keluarga Bhok, Tapi toako masih berusaha bersikap sabar, dia hanya berkata: 

"Aku memecahkan meja yang memang milikku sendiri, apa urusannya dengan kau? Mengapa kau menghina Bhok onghu? Siapa yang kau andalkan sehingga kau begitu berani? Sampai di situ pertengkaran kami, lalu toako dan bangsat tua itu mengadakan perjanjian untuk menyelesaikan persoalan lewat pertempuran malam itu juga di Tian- tan."

Mendengar hal itu, Sou Kong menarik nafas panjang sebagai tanda penyesalan dan kegundahan hati nya.

"Rupanya masalah ini timbul karena urusan yang sepele saja..."

Tengah malam itu juga kita pergi ke Tian tan," kata Han Hong, "Kalian tentu tahu tempat pemujaan yang ada di kota Peking itu. sesampainya di sana, tanpa bicara sepatah katapun, kedua pihak langsung terlibat pertempuran"

"Tentunya dua lawan satu!" tukas Siau Po. "Eh, entah Pek tayhiap yang maju terlebih dahulu atau Pek jihiap?"

Wajah Pek Han-hong merah padam disindir sedemikian rupa. Saking marahnya dia langsung berteriak.

"Kami dua bersaudara memang selalu turun tangan bersama-sama. Berhadapan dengan satu musuh, kami berdua. Berhadapan dengan seratus musuh, sama juga!"

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Oh, rupanya begitu!" kata Siau Po yang mulutnya tajam, "Jadi, kalau berhadapan dengan aku, seorang bocah cilik, kalian turun tangan berdua juga?"

Bukan main gusarnya Pek Han-hong yang ditanya sedemikian rupa, ia merasa terhina, karenanya sebelah tangannya langsung melayang ke kepala Siau Po.

Sou Kong segera mencegah tindakan saudaranya itu. "Jangan, Pek jite!"

Han Hong memberontak. "Bocah ini sudah menghina kami secara kelewatan !"

Siau Po diam saja, Meskipun hatinya masih ingin menggoda terus, namun dia dapat melihat orang she Pek itu benar-benar marah, "Jite, lebih baik kita kesampingkan urusan yang tidak berarti ceritakan lebih lanjut bagaimana orang she Ci itu bisa mencelakai Pek toate!" kata Sou Kong mengingatkan.

Pek Han-kong mendelik terlebih dahulu kepada Siau Po sebelum meneruskan ceritanya.

"Pada suatu hari nanti aku akan membeset kulitmu dan mencabik-cabik daging di seluruh tubuhmu!" ancamnya.

Siau Po tidak menggubris orang yang sedang marah itu, sementara itu, Hoan Kong tersenyum ketika mendengar ucapan Sou Kong.

"Sou samhiap, barusan kau mengatakan bahwa Pek tayhiap telah dicelakai oleh Ci samko kami. Kata "mencelakai" itu sungguh tidak tepat Bukankah kau sudah mendengar sendiri bahwa mereka mengadakan pertemuan di Tian-tan untuk bertempur Dan Ci toako seorang diri melawan kedua saudara Pek. Dia pun tidak menggunakan akal licik apa-apa. Dengan demikian pertempuran berlangsung dengan adil, Mana boleh kau mengatakan mencelakai?" katanya.

"kenyataannya toako kami memang mati dicelakai orang she Ci itu!" teriak Pek Han- hong yang emosinya terbangkit kembali "Sebelum pergi ke Tiantan, kedua pihak sudah mengadakan perjanjian Toako sempat berkata kepadaku, "Meskipun tua bangka itu sungguh menyebalkan, tetapi bagaimana pun dia berasal dari golongan yang sama dengan kita dan bertujuan merobohkan kerajaan Ceng, 

Memandang perkumpulan Tian-te hwe, pertempuran harus dibatasi dengan saling towel saja, jangan sampai mencelakai lawannya, jadi kita tidak boleh membunuhnya." 

Siapa tahu bangsat tua itu benar-benar kejam dan sadis. Dia justru menurunkan tangan jahat terhadap toako sehingga selembar jiwanya melayang!"

"Bagaimana caranya bangsat tua itu mencelakai Pek toate?" tanya Sou Kong.

Tampaknya orang yang satu ini lebih dapat mengendalikan diri dan bijaksana. Dia ingin mendapatkan keterangan sejelasnya dari rekannya itu. 

"Kedua pihak langsung terlibat pertempuran Sampai empat puluh jurus masih belum ada kepastian siapa yang menang dan siapa yang kalah Setelah berkelahi lagi beberapa saat, tiba-tiba bangsat tua itu melompat mundur dari arena kemudian memberi hormat sambil berkata: "Aku yang rendah merasa kagum." Hari ini tidak ada yang menang maupun kalah, rasanya tidak perlu pertempuran ini dilanjutkan! ilmu silat Bhok onghu benar-benar hebat Tidak heran namanya bisa terkenal sampai ke seluruh penjuru dunia!" "Kalau begitu, bukankah anjurannya baik sekali karena perdamaian bisa tercapai dengan dihentikannya pertempuran itu?" tanya Sou Kong.

"Tapi, kakak Sou tidak melihat sikapnya ketika berbicara!" kata Han Hong dengan nada mendongkol "Apa kakak mengira maksudnya baik? Dia tersenyum dingin Hal itu membuktikan bahwa dia tidak memandang sebelah mata kepada kita, Pasti dia menganggap Pek-si Suang Eng dari Bhok onghu tidak sanggup mengalahkan dia yang kedudukannya rendah dalam Tian-te hwe, meskipun kami menghadapinya dengan dua lawan satu! itu juga berarti bahwa percuma nama kami terkenal kalau hanya kepulan asap belaka, itulah sebabnya aku merasa tidak senang dan berkata kepadanya: "Kalau belum ada yang menang atau kalah, kita harus bertempur terus sampai ada penyelesaiannya!"

Bangsat tua itu menyambut tantangan Kami pun terlibat pertempuran kembali, Kali ini aku menggunakan tipu jurus Liong-teng Hou-you (Naga melesat harimau melompat), Setelah mencelat ke atas, dari ketinggian aku menyerang ke bawah, Bangsat tua itu kena ditipu. 

Dia menghindar ke samping, padahal kami dua bersaudara sudah melatih ilmu itu sampai sempurna. Toako menggunakan jurus Heng Siau Ciang-kun (Menyapu seribu tentara dengan posisi melintang) kaki kiri menendang ke kanan sedangkan tangan kanan menyerang ke kiri, Dengan demikian, bangsat tua itu tidak bisa menyingkir lagi..." kata Pek Han Hong menjelaskan jalannya pertempuran.

Hian Ceng menganggukkan kepalanya, "Jurus itu memang membuat orang kelabakan karena baik menghindar ke kiri maupun ke sana posisinya tetap serba salah, Lihay sekali!"

"Tapi si bangsat tua itu mengerutkan tubuhnya." Terdengar Han Hong menjelaskan kembali

"Tiba-tiba dia menerjang dada toako. Toako segera melindungi bagian dada dengan kedua tangannya, sembari tertawa dia berkata: "Nah! Kau kalah!" tapi baru saja ucapan toako selesai, dalam waktu yang bersamaan terdengar suara yang keras. Suara benturan!" Rupanya hantaman si bangsat tua itu berhasil mengenai toako, Dua pukulan sekaligus, sasarannya perut dan dada. sebenarnya toako mengingat hubungan sesama kaum persilatan sehingga tidak mau mencelakai lawannya, Kedua tangannya hanyadiusapkan ke arah lawan tanpa mengandung tenaga yang dahsyat Siapa sangka hati bangsat tua itu benar-benar beracun! Dia justru menurunkan tangan jahat! Melihat keadaan itu, aku langsung menyerangnya dengan jurus Kao-san Liu-sui (Gunung tinggi- Air mengalir) Aku hajar punggung bangsat tua itu sehingga dia terhuyung mundur beberapa tindak, namun saat itu toako pun sudah jatuh tertunduk. MuIutnya memuntahkan darah segar beberapa kali. 

Aku terkejut setengah mati, segera aku menghambur ke hadapan toako untuk mengangkatnya bangun Ketika itu si bangsat tua tertawa dingin. Kemudian dia  mengambil langkah seribu, Aku memondong toako untuk membawanya pulang, Tapi di tengah jalan, kakak hanya sempat berkata: 

"Balaskan sakit hatiku!" kemudian menghembuskan nafas terakhir Sou Samko, kalau sakit hati ini tidak bisa terbalas, percuma kita hidup sebagai manusia!"

Selesai berkata, tanpa dapat mempertahankan diri lagi, air mata Han hong mengucur dengan deras.

Hian Ceng menoleh kepada temannya.

"Hong liok-ko, tadi Pek jihiap menyebutkan beberapa jurus yang telah mereka gunakan dalam pertempuran Bagaimana kalau kita mencobanya?"

Orang yang dipanggil Hong liok-ko itu sebenarnya bernama Ci Tiong, Tampangnya biasa-biasa saja, Tidak ada keistimewaan apa pun, malah mirip orang tua yang tidak berdaya. 

Sejak hari sebelumnya ketika berkenalan di toko obat, orang ini tidak pernah membuka suara sedikit pun, Siau Po juga tidak begitu memperhatikannya, Mendengar kata-kata Hian Ceng tojin itu, dia hanya menganggukkan kepalanya terus bangun. Begitu berdiri, dia langsung menghantam ke arah Hian Ceng dengan sebelah telapak tangannya!

Hian Ceng menangkis serangan itu, Setelah itu

dia membungkukkan tubuhnya sedikit dan kedua tangannya berbarengan menghantam ke depan. Sampai di tengah jalan kelima jari tangannya ditekuk sehingga membentuk cakar dan gerakannya pun mirip kera. Dengan cara demikian dia meniru gerakan Ci Tian coan yang berjuluk kera bertangan delapan.

Hong Ci-tiong menghindar ke kiri kemudian ke kanan, Setelah itu kakinya menutul dan tubuhnya mencelat ke udara, dari atas dia meluncur turun kembali dengan mengirimkan serangan.

"Bagus!" seru Yau Cun. "ltulah jurus Liong-teng Hou-you!"

Belum habis kumandang suara si tabib, Hian Ceng sudah menghindarkan diri, Tapi Hong Ci-tiong tidak berhenti sampai di situ, Dia mengulangi serangannya, Tangannya menghantam ke samping kiri.

Semua orang dapat melihat dengan tegas bahwa gerakan yang dilakukannya persis seperti apa yang dituturkan Pek Han-hong barusan, yakni juru Heng Siau Ciang-kun.

Gerakan Hong liok-ko itu sungguh hebat, terdengar sorakan kawan-kawannya yang merasa kagum. Kedua orang itu dapat menirukan gerakan Han Siong dan Han Hong dengan baik. "Nah, Pek Jihiap, Begitu bukan jalannya pertempuran di Tiantan?" tanya Hian Ceng.

Wajah Pek Han-hong menjadi pucat pasi, Tojin itu sungguh-sungguh lihay, Gerakan keduanya memang tepat sekali sehingga dia terpaksa menganggukkan kepalanya.

Sementara itu, Siau Po dan rekan-rekan nya juga memuji tiruan gerakan Hian Ceng dan Hong liok-ko.

Di dalam hati, Han Hong sendiri juga merasa kagum sekaligus heran, Laki-laki yang tampangnya biasa-biasa saja itu membuat pikirannya bingung, Bagaimana dia bisa mengerti ilmu yang dikuasai mereka dua bersaudara? siapakah dia sebenarnya?

Hong Ci-tiong menoleh ke arah Hian Ceng sambil berkata. "Totiang, harap lotiang melepaskan jubah itu sebentar Maaf!"

Hian Ceng tojin merasa heran dan terkejut Dia tidak mengerti maksud kawannya itu. Tapi dia menurut juga, Segera dia melepaskan jubah luarnya, justru ketika dia mengibaskan jubahnya itu, tampak dua helai koyakan ujung jubah tertiup angin dan melayang-layang di udara, Karena itu dia langsung merentangkan jubahnya tersebut sehingga dia dapat melihat ada dua bagian yang berlobang dengan bekas telapak tangan.

Meskipun tojin itu berwatak sabar dan tenang, namun tak urung dia terkejut juga sehingga wajahnya menjadi merah. Biarpun mereka hanya bermain-main, namun hatinya merasa kagum juga, Bagaimana kalau tadi mereka bertempur dengan serius? Cepat-cepat dia meraba bagian dadanya dan hatinya pun menjadi lega ketika mengetahui dadanya tidak terasa sakit.

Ketika orang-orang masih terdiam saking kagumnya, terdengar Hong Ci tiong berkata kembali kepada tuan rumah.

"Pek jihiap, Pek tahyiap jauh lebih lihay dari aku yang rendah, Tentunya dapat dibayangkan luka yang diderita oleh Ci toako kami. Apalagi bagian punggungnya juga terhajar oleh jurus Kao-san Liu-sui yang hebat, Dengan demikian luka yang diderita Ci toako ada kemungkinan bisa merenggut selembar jiwanya."

Siau Po termenung seorang diri. Diam-diam dia berpikir dalam hati.

"Hay kongkong semasa hidupnya pernah menghajar aku. Tampaknya ia hanya mengusapkan tangannya di bagian dada bajuku, Rupanya tipu jurus ini yang digunakannya."

Sou Kong memperhatikan Han Hong yang memang sedang menatap kepadanya, Keduanya tampak tidak bersemangat, mereka sudah melihat dengan jelas kelihayan Hong Ci-tiong.  Dan dari gerakan yang ditirunya tadi, dapat dibuktikan bahwa Ci Tian-cong turun tangan karena terpaksa, dengan demikian, sulit bagi mereka untuk menuntut balas bagi kematian Pek tayhiap.

Akhirnya Sou Kong berdiri dan berkata, "Tuan Hong, ilmu silatmu lihay sekali, Kau membuat aku yang rendah merasa kagumi seandainya Pek toate mempunyai ilmu silat yang sebanding denganmu saja, tentu dia tidak bisa dibinasakan oleh orang she Ci!"

Hoan Kong merangkapkan sepasang tangannya dan memberi hormat kepada Sou Kong, Dia mewakili Hong liok-ko menjawab pujian tadi.

"Hari ini kami telah datang mengganggu kalian. sekarang ijinkanlah kami memohon diri."

"Tunggu sebentar!" kata Hian Ceng. Mari kita memberi hormat pada Pek tayhiap! Aku harap kejadian ini tidak sampai merenggangkan hubungan baik antara Bhok onghu dengan Tian-te hwe. " Selesai berkata, dia segera mendahului yang lainnya 

melangkah ke daIam.

Pek Han-hong maju ke depan dan mengulurkan tangannya untuk mencegah, Terdengar dia tertawa dingin.

"Toako mati tidak meram, Sudahlah, Kalian tidak perlu berpura-pura!" teriaknya marah.

"Pek jihiap," kata Hian Ceng yang terkenal lebih sabar "Jangan katakan pertandingan yang telah berlangsung antara pihak kami dengan kalian dua bersaudara adalah atas sukarela, dan Ci toako memang telah kesalahan tangan, seandainya Ci toako sengaja melakukannya sekalipun, kau tidak dapat menyalahkan dan membenci seluruh anggota Tian-te hwe. 

Kami ingin memberi hormat kepada jenazah Pek tayhiap untuk terakhir kalinya sebagaimana peraturan yang ada dalam dunia kangouw."

Mendengar kata-kata itu, Sou Kong segera ikut memberikan komentarnya.

"Jite, apa yang dikatakan totiang memang benar Kita tidak boleh bersikap kurang sopan."

Pek Han-hong tidak mencegah lagi. Seluruh rombongan itu langsung maju ke depan peti mati untuk sama-sama menganggukkan kepala sambil membungkuk dan memberi hormat Siau Po sendiri menjatuhkan dirinya berlutut dan terlihat mulutnya berkomat- komit.

"Hai, apa yang kau katakan?" bentak Han Hong dengan wajah garang. "Aku hanya bersembahyang kepada Pek tayhiap," sahut si bocah cilik itu, " Apa urusannya denganmu?"

"Suaramu tidak jelas, entah apa yang kau katakan!" kata Pek Han-hong.

"Kau mau tahu?" tanya Siau Po. "Aku bilang begini: Pek tayhiap, kau berangkatlah terlebih dahulu Aku yang rendah Wi Siau-po telah dihajar oleh adikmu sehingga seluruh tubuhku babak belur, mungkin selembar jiwaku ini tidak dapat dipertahankan terlalu lama lagi, Beberapa hari lagi, kalau aku berpulang ke alam baka, tentu kita akan bersua di sana!"

"Kapan aku menghajarmu?" tanya Pek Han-hong mendongkol

"Kau mau lihat buktinya?" tanya Siau Po kembali Dia segera menarik lengan bajunya ke atas dan memperlihatkan tangannya yang bekas tercekat sehingga bertanda biru matang, "Nah, apakah ini bukan bekas hajaranmu?"

Sou Kong menoleh kepada Pek Han-hong yang diam saja, Dia merasa kurang puas, karena itu dia berkata kepada Siau Po.

"Wi hiocu, urusan ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat, aku rasa sebaiknya lain kali saja kita bicarakan kembali."

"Sebenarnya sih tidak apa-apa, cuma.,, aku khawatir luka yang kuderita ini terlalu parah sehingga tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Kapan waktu saja ada kemungkinan dijemput oleh Giam Lo-ong. Kalau ini sampai terjadi, berarti tidak ada kesempatan lagi bagi kita untuk membicarakan urusan ini."

Pikiran Sou Kong bergerak dengan cepat, "Bocah ini dapat berbicara dengan lancar, rona wajahnya juga memperlihatkan kesehatannya yang baik, mengapa dia bicara seperti itu? Apabila seseorang dalam keadaan terluka, apalagi parah, tent keadaannya tidak demikian! Karena itu dia segera paham bahwa bocah itu memang sengaja mempermainkan mereka, Mengapa dalam perkumpulan Tian-te hwe yang tersohor bisa ada seorang hiocu yang sedemikian rupa?"

"Tak usah khawatir, Wi hiocu," katanya kemudian, "Kau pasti berumur panjang sampai seratus tahun! Kalau kami semua sudah mati, kau masih bisa hidup beberapa puluh tahun lagi."

"Tetapi sekarang aku merasa perutku sakit sekali," sahut Siau Po. "Jangan-jangan ususku sudah berbelit-belit dan pencernaanku tidak dapat bekerja lagi, mungkin aku tidak bisa bertahan sampai besok. Hong liok-ko, Hian Ceng totiang, kala aku sampai 

mati, janganlah kalian mencari Pek jihiap untuk membalas dendam, Di dalam dunia kangouw, kita harus saling menghargai, karena itu jangan sekali-sekali menimbulkan masalah yang bisa menghancurkan hubungan baik antara Tian-te hwe dengan pihak Bhok onghu.,,." Rekan-rekannya hanya tersenyum mendengar kata-kata Siau Po. sedangkan Sou Kong tida menggubrisnya lagi. Hanya sepasang alisnya yang mengerut, Tanpa banyak bicara lagi, dia mengantar para tamunya keluar. 

Setelah itu, Hian Ceng toji juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Ma Pok-jin, Yau Cun, Lui It-sia dan Ong Bu-seng, akhirnya rombongan anggota Tian-te hwe beserta Yau Cun, kembali ke rumah obat Namun, sesampainya di tempat itu, mereka langsung terkejut setengah mati.

Tampaknya telah terjadi sesuatu yang luar biasa, meja terbolak-balik, Laci-laci telah dikeluarkan dari tempatnya, hampir semuanya bergeletakan di atas lantai. Obat-obatan bertumpahan di mana-mana, Dan ketika mereka masuk ke dalam serta memanggil- manggil, tidak terdengar sahutan sama sekali. 

Mereka segera merasa curiga, karena toko obat itu ada pegawainya yang mengawasi, tapi mengapa sekarang tidak ada seorangpun yang memberikan jawaban, Ketika mereka masuk ke halaman dalam, semuanya menjadi terperanjat Disana terkulai tiga sosok mayat yang dikenali sebagai pemilik toko yang gemuk beserta dua orang pegawainya.

"Lekas tutup pintu!" teriak Hian Ceng tojin, "Jangan biarkan orang luar masuk. Cepat lihat keadaan Ci toako!" Dia segera mendahului yang lainnya lari ke ruang bawah tanah.

"Ci toako! Ci toako!" panggil nya panik, Yang lain pun mengikuti tindakannya.

Sesampainya di ruang bawah tanah itu, semuanya menjadi tertegun, Ci Tian-coan tidak ada lagi di balai-balai tempatnya berbaring.

"Neneknya!" teriak Hoan Kong yang marah sekali "Mari kita kembali ke Bhok onghu untuk mengadu jiwa dengan mereka!" Dia langsung mencurigai bahwa semua ini merupakan hasil perbuatan orang-orang Bhok onghu.

"Lekas undang Ong cong piautau dan lainny untuk menjadi saksi!" kata Hian Ceng tojin.

"Selagi kita membuang-buang waktu mengundang mereka, mungkin jiwa Ci toako sudah melayang!" kata Hoan Kong yang kebingungan.

"Kalau mereka memang berniat membunuh Ci toako, tentu mereka sudah melakukannya di sini tanpa bersusah payah membawanya pergi." Hian Ceng tojin mengemukakan pendapatnya. "Karena mereka membawanya, maka dapat dipastikan bahwa untuk sementara keadaan Ci toako tidak perlu dikhawatirkan."

Hoan Kong tersadar Mereka segera keluar dan menitahkan beberapa rekannya untuk mengundang kembali Ong Bu-seng serta ketiga kawannya. Dalam sekejap saja mereka sudah datang. Ketika mengetahui duduknya persoalan, keempat orang itu juga merasa marah sekali. "Jangan menunda waktu lagi!" kata Ong piautau. "Sekarang juga kita kembali ke sana!"

Bergegas mereka menuju rumah keluarga Pe Pek Han-hong segera keluar ketika diberitahukan kedatangan orang Tian-te hwe yang belum ia pergi, Dia muncul di muka pintu dan tertawa dingin:

"Ada keperluan apa tuan-tuan kembali lagi sini?"

"Pek jihiap!"kata Hoan Kong dengan nada keras. "Kau sudah tahu mengapa, buat apa kau malah menanyakannya? perbuatanmu kali ini benar-benar menjatuhkan pamor Bhok onghu dan juga wibawamu sendiri!"

Pek Han-hong menatapnya dengan tampang kebingungan.

"Mengapa harus kehilangan pamor? perbuatan apa yang telah kulakukan?" tanyanya heran.

"Mana Ci toako kami?" tanya Hong Kong kembali "Lekas serahkan! Kau menggunakan kesempatan ketika kami tidak ada di rumah untuk datang menyatroni tempat kami itu dan membinasakan tiga orang pegawai Hwe-cun tong serta menculik Ci toako, perbuatanmu itu sungguh rendah!" 

Pek Han-hong semakin bingung, "Kau hanya mengacau! Apa kalian sudah gila? Apa itu Hwe-cun tong? Apa yang kau maksudkan dengan tiga pegawai yang mati?"

Tepat pada saat itu, Sou Kong keluar dari dalam, dia sempat mendengar pertengkaran itu.

"Ada keperluan apakah sehingga tuan-tuan datang kembali?" tanyanya sabar.

"Sou samhiap!" Lui It-siau ikut bicara, "Kali ini pihakmulah yang tidak benar, manusia tidak boleh lupa dengan tata krama serta etiket, Andaikata kalian ingin membalas sakit hati, tapi caranya bukan sembarang membunuh orang yang tidak bersalah dan menculik orang yang sedang terluka. Betapa beraninya kalian melakukan hal ini di kotaraja!" Sou Kong menoleh kepada Pek Han-hong.

"Apa sedang mereka bicarakan?" tanyanya bingung.

"Mana aku tahu?" sahut Pek Han-hong. "Aku sendiri tidak mengerti!"

Ong Bu-seng segera berkata: "Sou samhiap, Pek jihiap! Di tempat tinggal anggota Tian-te hwe kami menemukan tiga orang yang mati terbunuh, Sedangkan bayangan Ci suhu tidak kelihatan lagi, Hal ini berarti dia telah diculik, Karena itulah kami datang kemari. Siapa yang salah dan siapa yang benar akan kita pertimbangkan nanti! Sekaran marilah kita bicara baik-baik. Di samping itu, aku mohon sudilah kiranya Sou samhiap dan Pek jihiap memandang muka kami agar membebaskan Ci suhu dulu!" Sou Kong menjadi penasaran "Ci Tian-coan telah diculik?" tanyanya. "Sungguh aneh! Oh, rupanya tuan-tuan menyangka kamilah yang melakukannya? Tapi tuan-tuan sekarang lihat sendiri! Bukankah sejak tadi kami ada di sini bersama tuan-tuan sekalian? Kami toh tidak mungkin memisahkan diri untuk melakukan hal lainnya. 

"Sudah tentu bukan kalian sendiri yang melakukannya!" kata Hoan Kong. Tapi kalian bisa menugaskan orang-orang kalian untuk turun tangan. Tentunya bukan hal yang sulit, bukan?"

"Kalau tuan-tuan tidak percaya kepada kami, apa lagi yang bisa kami katakan?" kata Sou Kong "Apa mungkin tuan-tuan ingin menggeledah agar lebih yakin? silahkan rnasuk!"

Sebelum rombongan orang-orang Tian-te hwe sempat menjawab, Pek Han-hong sudah berkata:

"Kata-kata Sin Jiu kisu biasanya satu bilang satu, dua bilang dua. Dia tidak pernah berdusta, Biar aku katakan secara terus terang, Kalau orang she Ci itu sampai terjatuh ke tanganku, pasti aku akan langsung menghabisinya, siapa yang kebanyakan waktu menculiknya dan memberinya makan?"

Sou Kong masih bisa bersikap sabar.

"Di balik semua ini pasti ada sesuatu yang tersembunyi katanya. "Maaf, tuan-tuan. Tapi, bolehkah kalian mengajak aku ke tempat kejadian untuk melihat-lihat?"

Hoan Kong dan yang lain-Iainnya jadi sangsi, tampaknya baik Sou Kong maupun Pek Han-hong bcnar-benar tidak mengetahui urusan itu.

"Sou samhiap," kata Hoan Kong. Kami semua ingin mendengar satu patah kata darimu saja. sebenarnya Ci toako kami telah terjatuh ke tangan kalian atau tidak?"

Sou Kong menggelengkan kepalanya.

"Tidak!" sahutnya tegas, "Dan aku berani menjamin bahwa Pek Jihiap juga tidak ada sangkut pautnya dengan urusan ini!"

Nama Sou Kong sudah terkenal sebagai tokoh kangouw yang jujur. Hal ini membuktikan bahwa apa yang dikatakannya tidak mungkin dusta.

"Kalau begitu, Sou samhiap," kata Hian Ceng tojin kemudian, "Silahkan kalian datang ke tempat kami."

Pek Han-hong dan Sou Kong menerima baik undangan itu. Mereka segera kembali ke Hwe-cu tong. Keduanya memeriksa dengan teliti mayat ketiga pegawai toko obat tersebut. Para mayat itu terhajar oleh tangan yang berat sehingga tulang bagian dada  dan iga pada patah dan remuk. Namun pukulan itu biasa-biasa saja, jadi sulit membedakan ilmu apa yang digunakan atau berasal dari partai mana.

"Biar bagaimana kita harus bersama-sama menyelidiki sampai tuntas," kata Sou Kong, Setelah itu, dia termenung sekian lama, kemudian baru berkata lagi, "Kalau tidak, kita akan menghadapi penasaran yang tidak dapat dijelaskan untuk selamanya!"

Dari toko obat itu, mereka menuju ruang rahasia, Pihak Tian-te hwe tidak keberatan orang luar mengetahui tempat rahasia mereka itu. Di sini Sou Kong dan Pek Han-hong juga tidak berhasil mendapat petunjuk apa-apa. Oleh karena itu akhirnya terjadi kesepakatan bahwa mereka akan menyelidiki urusan ini bersama-sama. 

Karena hari sudah sore, kedua belah pihak pun berpisah, Yau Cu beserta ketiga rekannya juga segera memohon diri.

Sebelum berpisah, Hoan Kong sempat berkata.

"Sou samhiap, Pek jihiap, Harap kalian ketahui nanti malam kami akan membakar tempat ini untuk menghapus segala jejak."

Sou Kong menganggukkan kepalanya.

"Kami sudah memeriksanya dengan teliti," sahutnya, "Memang ada baiknya tempat ini dibakar sampai habis, di sekitar tidak ada rumah penduduk dengan demikian tidak akan merugikan orang lain lagi pula pihak pembesar negeri juga tidak bisa mencurigainya."

Siau Po senang sekali mendengar usul pembakaran rumah obat itu, Tentu dia setuju sekali.

"Wi hiocu," kata Hian Ceng tojin kemudian "Hari sudah mulai gelap, sebaiknya kau segera kembali ke istana, Pembakaran rumah ini hanyalah sebuah urusan kecil, karena itu tidak perlu merepotkan Wi hiocu, Aku yakin tidak akan terjadi peristiwa apa-apa."

Siau Po tertawa lebar.

"Totiang dan saudara-saudara sekalian, aku harap kalian tidak usah mengangkat- angkat aku demikian tinggi. Meskipun aku sudah menjadi hiocu, tetapi dalam urusan apa pun aku masih kalah dengan kalian, Aku ingin berdiam di sini sekedar menyaksikan saja,"

Hian Ceng tojin ikut tertawa.

"Bukan begitu, Wi hiocu," katanya, "Ada baiknya hiocu ketahui bahwa pembakaran akan dilakukan mulai tengah malam, Kami juga akan berpencar untuk melakukan pengawasan agar penduduk di sekitar sini tidak menjadi terkejut atau ketakutan  sedangkan bagi hiocu, satu malam tidak pulang ke istana tentu bisa menimbulkan pertanyaan."

Siau Po menganggukkan kepalanya, Apa yang dikatakan imam itu memang benar Setelah makan malam, pintu istana akan dikunci dan dijaga ketat. Tidak ada orang yang bisa keluar masuk tanpa ijin. tidak terkecuali Wi Siau-po. Tidak baik apabila dia sampai tidak pulang sepanjang malam.

"Sayang sekali," katanya penuh penyesalan "Tentu menyenangkan kalau aku bisa menjadi orang pertama yang menyulut api!"

Mendengar ucapannya, Kho Gan-tiau segera menghampiri dan berbisik.

"Hiocu, kalau lain kali kita akan membakar rumah lagi, tentu kami akan mengundang Wi hiocu sebagai orang pertama yang menyulutnya!"

Siau Po gembira sekali sehingga dia menggenggam tangan Kho Gan-tiau erat-erat. "lngat janjimu, Kho toako!" katanya, "Jangan kau melupakannya!"

"Perintah Hiocu tidak mungkin kami yang rendah berani melupakan!" sahut Kho Gan- tiau.

Siau Po tertawa gembira.

"Bagaimana kalau besok pagi ke lorong Yang-ciu untuk membakar rumah keluarga Pek?" katanya mengusulkan.

Kho Gan-tiau terkejut setengah mati mendengar ucapan bocah itu.

"Ini... ini bukan urusan main-rnain. Kita harus mempertimbangkannya baik-baik, karena gawat kalau sampai Cong tocu mengetahuinya."

Disebutnya nama ketua pusat itu, hilanglah kegembiraan Siau Po. ia segera mengganti pakaiannya kembali dan dibungkusnya pakaiannya yang baru serta mewah itu, sementara itu, Gan Tiau berjalan keluar dan memeriksa sekitar tempat itu dengan seksama. 

Setelah yakin tidak ada orang yang mencurigakan, ia masuk lagi ke dalam dan mengiringi Siau Po meninggalkan tempat itu dengan joli untuk kembali ke istana.

Di tengah jalan, ketika masih berada di dalam joli, seorang anggota Tian-te hwe yang ikut mengiringi berkata kepada Siau Po.

"Wi hiocu, besok kalau hiocu ada waktu, datanglah ke dapur Siang-sian tong untuk melihat-lihat!" "Memangnya ada apa di sana?" tanya Siau Po bingung. "Tidak ada apa-apa!" sahut orang itu sembari ngeloyor pergi.

Siau Po mencoba mengingat-ingat, tapi dia lupa siapa nama orang itu. Tampangnya agak ketolol-tololan dengan kumis tipis dan janggut seperti kambing, Dia juga ikut ke rumah keluarga Pek. Namun tadinya Siau Po mengira bahwa dia salah satu pegawai toko obat Hwe-cun tong. Dia merasa heran mengapa orang itu berpesan demikian.

Mengingat Siang-sian tong adalah wilayah tugasnya Siau Po, maka besok paginya dia langsung ke dapur istana itu. para bawahannya menjadi repot, mereka menyambutnya dengan penuh hormat. Pertama-tama dia disuguhi teh hangat. Anehnya, dia tidak melihat sesuatu yang istimewa di tempat tersebut.

Ketika thay-kam kesayangan Sri Baginda itu hendak kembali ke kamarnya, tiba-tiba dia melihat datangnya seorang thay-kam yang bertugas berbelanja di pasar, Di belakangnya mengikuti seseorang yang membawa sebuah timbangan besar, sembari berjalan orang itu tertawa cekikikan.

"Benar, benar! Apa pun yang dikatakan kong-kong, pasti tidak salah lagi!"

Siau Po merasa terperanjat juga heran, Sebab dia mengenali orang itu sebagai anggota Tian-te hwe yang menyarankan agar dia datang ke dapur Siang-sian tong kemarin.

Thay-kam yang tugasnya berbelanja itu segera memberi hormat kepada atasannya. Siau Po menganggukkan kepalanya sambil menunjuk kepada kawannya yang membawa timbangan itu.

"Siapa dia?"

Thay-kam itu tertawa.

"Dia biasa dipanggil Cian laopan (tauke Cian), pemilik toko daging Cian Hin-liong di pintu kota utara, Kami baru saja berkenalan dan hari ini sengaja dia datang membawa sepuluh ekor daging babi sebagai tanda persahabatan."

Cian laopan segera bertekuk lutut memberi hormat pada thay-kam gadungan kita. "Kongkong ibarat ayah bunda yang membesarkan kami. Hari ini sungguh beruntung 

aku yang rendah dapat memberi hormat kepada kongkong. Rupanya ini berkat 

keluhuran budi nenek moyang kami di jaman dahulu!" Siau Po tertawa. "Sudahlah! Tidak usah banyak peradatan!" katanya, sedangkan dalam hati dia berpikir "Mau apa dia masuk ke dalam istana? Mengapa dia tidak mengatakan langsung saja kemarin apabila ada keperluan apa-apa?"

Cian laopan berdiri sambil tersenyum.

"Maksud kami mengirim daging ke istana agar toko kami menjadi laris, Memang kami sengaja menjualnya lebih murah dari toko daging lainnya.

Kalau khalayak ramai mengetahui bahwa ibu suri, Sri Baginda, para pangeran ataupun kongkong sekalian membeli daging dari toko kami, tentu kami merasa bergengsi dan bisa dianggap sebagai toko daging nomor satu di kota ini!"

Sekali lagi dia menjura. Kemudian dia mengeluarkan tiga lembar cek yang lalu diserahkannya kepada Siau Po.

"Di sini ada sejumlah uang yang tidak ada nilainya, harap kongkong terima agar dapat dibagi-kan kepada para bawahan kongkong!"

Siau Po menyambut tiga lembar cek itu. Dia melihat masing-masing bernilai lima ratus tail, lho? inikan jumlah yang kuberikan kepada Kho Dan-tiau kemarin untuk itu dia sampai tertegun saking heran...

Cian Laopan melakicart bibirnya ke arah thay-kam tukang masak, Siau Po mengerti isyarat yang diberikannya, Dia maju dan berkata:

"Cian laopan benar-benar baik hati" kemudian dia serahkan ketiga lembar cek itu kepada thay-kam tukang belanja dan berkata. terimalah uang ini agar dapat dibagi kali rata dengan kawan-kawanmu Aku sendiri tidak usah..."

Bukan main gembiranya thay-kam itu. Jumlah seribu lima ratus tahil tidak kecil sehingga dia pun mengucapkan terima kasih berkali-kali. Namun dia berpikir juga dalam hati, "Biar bagaimana, aku harus menyisihkan buat kongkong.

Terdengar Cian laupan berkata kembali:

"Kongkong sangat menyayangi para bawahan. Bagus sekali Hal ini membuktikan kebaikan hati kongkong. Tapi kongkong tidak menerima apa pun dariku. Hal ini membuat perasaanku jadi tida enak. Sekarang begini saja, Aku mempunyai dua ekor babi Hok-leng hoa-tiau yang besarnya lua biasa. Nanti aku akan menyembelih dua ekor, Satu untuk ibu suri dan seekor lagi untuk kongkong sendiri. Khusus untuk kongkong punya, akan ku antar ke kamar kongkong!"

"Apa artinya babi Hok-Ieng hoa-tiau?" tanya Siau Po. "Namanya aneh sekali, aku belum pernah mendengarnya." "ltulah babi istimewa yang dipelihara menurut resep peninggalan leluhurku," kata Cian laopan menjelaskan. "Pertama-tama harus dipilih babi dari turunan yang bagus. Kemudian cara pemeliharaannya sebagai berikut. Babi yang baru berhenti menyusu pada induknya harus diberi makan dengan campuran Hok feng, tong som dan beberapa macam obat-obatan lainnya ditambah sebutir telur serta seekor arak Hoa tiau yang telah lama direndam dalam arak.,.,"

Belum habis ucapan Cian laopan, para thay-kam sudah tertawa geli, Sebab pemeliharaan babi dengan cara demikian sungguh luar biasa. jangan kata menemui, mendengar saja baru kali ini, bahkan ada yang bertanya.

"Mengapa harus memelihara babi dengan cara sesusah itu? Biayanya saja sudah ratusan tail!"

"Ongkosnya tidak menjadi persoalan," sahut Cian laopan, "Yang menjadi masalah justru diperlukan ketekunan khusus dan cara perawatan yang memakan waktu lama."

"Bagus!" seru Siau Po. "Biar bagaimanapun daging babi seperti itu harus kucicipi!" "Baik, kongkong," sahut Cian laopan "Eh, nanti siang kira-kira jam berapa aku boleh 

mengantar babi itu ke kamar kongkong?"

Siau Po berpikir sebentar.

"Antara jam Bi-sie dan Sin-sie saja," sahutnya kemudian, Maksudnya kurang lebih pukul tiga siang.

"Baik, kongkong!" kata Cian laopan yang kembali memberi hormat lalu memohon diri. "Kongkong," kata thay-kam tadi. "Kalau nanti kongkong bertemu dengan Sri Baginda, 

harap kongkong tidak mengungkit urusan ini..."

"Kenapa?" tanya Siau Po.

"Ada peraturan dalam istana yang melarang disuguhkannya barang-barang makanan yang langka terhadap keluarga raja, Sebab apabila ada yang sakit karena makanan itu, kitalah yang terancam bahaya, bisa-bisa batok kepala kita menggelinding dari tempatnya."

Siau Po menganggukkan kepalanya. "Baik!"

"Lagipula," lanjut thay-kam tadi kembali, "Kalau seandainya Sri Baginda menjadi ketagihan, di mana lagi kita harus mencari babi yang dipelihara dengan berbagai keistimewaan itu? Bukankah kita hanya mencari penyakit bagi diri kita sendiri?"

Siau Po tertawa. "Pikiranmu tepat sekali!" "Sedangkan ada peraturan turun temuran bahwa sayur mayur maupun hidangan yang disajika untuk ibu suri maupun Sri Baginda tidak boleh yang baru atau segar," kata thay-kam itu kembali

Siau Po sampai tertegun mendengar keterangannya.

"Kalau tidak boleh makan yang segar, apakah Sri Baginda dan ibu suri harus menyantap hidangan yang sudah disimpan satu hari atau satu malam? Sudah beberapa bulan dia menjadi kepala Siang-sian tong, tapi baru hari dia mendengar ada peraturan seperti itu

"Bukan begitu, kongkong," kata thay-kam tadi tertawa. "Yang kumaksudkan bukan demikian, Hanya beberapa macam makanan, umpamanya yang dalam satu tahun hanya bermusim satu atau dua kali, seperti rebung. itu juga bisa terancam hukum gantung."

Tidak mungkin! Bukankah Sri Baginda dan ibu suri sangat bijaksana dan adil?" kata Siau Po.

"Tapi peraturan itu sudah ada sejak jaman dinasti Beng, Kami hanya bekerja menurut peraturan yang ada."

Siau Po heran sekali, Namun dia tidak mengatakan apa-apa lagi, segera dia menuju kamar tulis untuk melayani Sri Baginda, Selesai bertugas, dia kembali ke dapur.

Tidak lama kemudian Cian laopan muncul bersama empat orang pegawainya yang menggotong dua ekor babi yang besarnya memang luar biasa, Mungkin berat masing- masing mencapai tiga kwintaj.

Setelah memberi hormat kepada Siau Po, Cian laopan berkata.

"Kongkong, kalau setiap pagi kongkong makan daging babi Hok-Ieng hoa-tiau ini, pasti baik sekali untuk kesehatan apalagi yang dipanggang! Yang seekor ini akan kuantar ke kamar kongkong agar besok pagi dapat dipotong-potong dan dimasak, sisanya bisa diawetkan!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar