Kaki Tiga Menjangan Jilid 06

Jilid 06

Siau Po hendak menolak, tapi dia tidak berani Terpaksa dia mengiringi kemauan sang raja, Hari ini benar saja kelima tipuannya berhasil dipecahkan oleh Kong Hi.

"Kemarin aku mempelajari lagi enam jurus baru, mari kau coba!"

Siau Po langsung menyerang, Dia sempat membuat lawannya kerepotan

"Baiklah, Aku akan mempelajari cara untuk memecahkannya!" Mereka berpisah puIa, Demikianlah setiap hari Siau Po mempelajari jurus baru lalu dicobanya untuk menyerang kaisar Kong Hi, setelah kewalahan, raja itu akan mencari pemecahannya pula dari gurunya.

Sekarang bukan hal aneh lagi bila semua thay-kam maupun siwi dan para dayang tahu bahwa thay-kam cilik dari Siang sian tong ini adalah anak kesayangan raja, Sikap mereka juga jadi hormat.

Di pihak lain, Siau Po juga ingin memperoleh perhatian khusus dari Hay kongkong, Dia tidak lupa mencari kitab Si Cap Ji cing-keng, tapi sampai sejauh ini dia masih belum berhasil menemukannya, Sedikit-sedikit dia sudah mengerti ilmu surat karena Hay kongkong juga mengajarinya.

Pada suatu hari Kong Hi berkata kepada Siau Po.

"Siau Kui cu, besok kita akan melakukan satu pekerjaan besar, Pagi-pagi kau harus sudah datang dan tunggu aku di kamar tulis!"

"Baik!" sahut Siau Po singkat. Dia tahu Raja tidak suka banyak bicara, Karena kaisar Kong Hi tidak menjelaskan dia juga tidak menanyakan.

Keesokan harinya, pagi-pagi Siau Po sudah muncul di kamar tulis raja, Begitu dia muncul Kong Hi segera berbisik kepadanya.

"Aku ingin kau melakukan sesuatu, entah kau berani atau tidak?"

"Kalau kau yang menyuruh, apa yang harus kutakutkan?" sahut Siau Po sok gagah. "Tapi urusan ini hebat sekali. Kalau kau gagal, bukan hanya jiwamu saja yang 

terancam bahaya, jiwaku juga!"

Siau Po terkejut juga, Tetapi sesaat kemudian dia bertekad bulat. "Paling juga aku kehilangan selembar nyawa, tapi kau adalah raja, siapa yang berani mencelakaimu."

Melihat sikap Siau Po, Kong Hi pun berterus terang.

"Go Pay si menteri celaka itu sudah jelas berniat jahat. Hari ini aku ingin menawannya, Kita bekerja sama, Beranikah kau?"

Mendengar keterangan itu, bukan main senangnya hati Siau Po. Memang selama ini, kecuali menemani raja berlatih silat, dia tidak mempunyai kegiatan apa-apa yang menggairahkan sekarang pun dia tidak pernah berjudi lagi, sedangkan hatinya memang membenci Go Pay yang dianggapnya congkak dan tidak tahu diri, Tentu dia senang diajak bekerja sama untuk menawannya.

"Bagus! Bagus! Aku toh pernah mengatakan bahwa kita berdua pasti bisa melawannya, Tidak perlu kita risaukan bahwa dialah tokoh nomor satu bangsa Boanciu, Bukankah kita berdua telah memperoleh banyak kemajuan Tidak perlu kita takut kepadanya!"

Namun kaisar Kong Hi menggelengkan kepalanya.

"Bukan begitu maksudku, Kita memang bekerja sama, tapi bukan berarti kita turun tangan bersama menghadapinya, Kau harus tahu bahwa aku adalah seorang raja, aku tidak dapat turun tangan sendiri Go Pay mempunyai pengaruh yang besar dalam istana. 

Dia juga pemimpin dari para pengawal dan pasukan tentara, Di dalam istana banyak siwi yang menjadi orang kepercayaannya. Bila ia sampai memberontak, pasti sebagian besar berpihak kepadanya, jangan kata kita berdua, bahkan permaisuri dan ibu suri pun akan terancam bahaya..."

Siau Po benar-benar tidak takut, dia malah menepuk dada.

"Kalau begitu, sebaiknya aku tunggu dia di luar istana, Secara tidak terduga-duga di mana dia tidak bersiap sedia, aku akan menyerangnya, Dengan sebatang golok, aku akan menikamnya, Syukur kalau aku berhasil, tapi kalau gagal, dia toh tidak akan tahu bahwa aku disuruh olehmu!"

"Dia sangat gagah perkasa, sedangkan kau masih terlalu kecil Mungkin kau bukan tandingannya, LagipuIa di luar istana juga banyak pengawal Mana mungkin kau bisa mendekatinya? Taruh kata, kau bisa membunuhnya, tapi kau sendiri juga akan mati dikeroyok para siwi," kata Kong Hi panjang lebar "Aku mempunyai jalan lain yang lebih baik. "

"Baik, apa itu?" Siau Po pun penasaran.

"Sebentar dia akan datang melaporkan sesuatu, Sebelum itu aku akan menitahkan para thay-kam kecil berkumpul di sini. Kau harus memperhatikan aku. Asal cawan teh di  tanganku terlepas jatuh, langsung saja kau maju menotok jalan darahnya, Dalam waktu yang bersamaan, seluruh thay-kam cilik akan menyerangnya sehingga dia kerepotan. Kalau kau gagal juga, terpaksa aku turun tangan membantumu!"

"Bagus akalmu itu!" kata Siau Po. "Apakah kau mempunyai golok? Usaha ini harus berhasil Kalau rencana kita sampai gagal, terpaksa aku harus membunuhnya!"

Kong Hi menganggukkan kepalanya, Dari kaos kakinya dia mengeluarkan dua bilah pisau belati. Yang satu diserahkannya kepada Siau Po, sedangkan yang lainnya dia simpan sendiri.

"Tenangkan hatimu," kata Siau Po.

"Sekarang kau pergilah dan panggillah kedua belas thay-kam cilik kemari!" perintah kaisar Kong Hi.

Siau Po menurut, Tidak Iama kemudian dia sudah kembali lagi dengan para thay- kam cilik itu.

Kedua belas thay-kam cilik itu sudah berlatih ilmu gulat selama beberapa bulan atas titah kaisar Kong Hi. Mereka memang tidak mengerti ilmu silat, tapi untuk menerjang, cengkeram kaki tangan, mereka sudah cukup pandai.

Raja segera berkata kepada mereka.

"Kalian sudah belajar beberapa bulan, entah sampai di mana kemajuan kalian? sebentar akan datang seorang jago gulat kami, aku menyuruh dia menguji kalian, Nanti kalau cawanku jatuh ke atas lantai, kalian harus menyerangnya serentak, Gunakan segenap kepandaian kalian, Siapa yang berhasil mencekalnya erat-erat, akan kuberikan hadiah besar."

Selesai berkata, kaisar Kong Hi menarik lacinya dan mengeluarkan setumpuk uang Goan Po senilai lima puluh tail masing-masing lembarannya, dia menunjuk ke arah tumpukan uang itu kemudian berkata dengan nada berwibawa.

"Siapa yang menang, masing-masing akan mendapat selembar Goan Po ini. Kalau kalian kalah, dua belas orang akan dipenggal batang lehernya, orang yang malas dan tidak berguna, tidak perlu dibiarkan hidup terus!"

Kedua belas thay-kam itu langsung menjatuhkan dirinya berlutut dan berkata serentak.

"Budak sekalian akan bekerja dengan sepenuh hati bagi Sri Baginda!"

"SebetuInya ini bukan tugas apa-apa. Aku hanya ingin menguji kepandaian dan ingin mengetahui apakah selama ini kalian belajar dengan rajin atau hanya bermalas- malasan. Nah, bangunlah." Menyaksikan gerak-gerik raja dan kata-katanya, hati Siau Po kagum sekali.

"Kaisar memang cerdik sekali Dengan demikian orang tidak akan curiga bahwa dia memang berniat menghancurkan Go Pay," pikirnya dalam hati.

Para thay-kam itu memberi hormat kemudian bangkit kembali Raja membalik lembaran bukunya dan membaca dengan suara kurang jelas, Siau Po memperhatikan dengan seksama, Raja itu tabah dan tenang, suaranya tidak gemetar sedangkan dia sendiri merasa kaki dan tangannya mulai berkeringat dingin.

"Ah, Siau Kui cu," katanya kepada diri sendiri "Kalau dibandingkan dengan Siau Hian cu, hari ini kau kalah semuanya, Kau kalah tenang dan kalah gagah!"

Namun sesaat kemudian dia berpikir lagi Siau Hian cu adalah seorang raja, pantas dia mempunyai sikap demikian. Umpama dia sendiri yang menjadi raja, dia juga yakin akan mempunyai ketenangan seperti Siau Hian cu.

Tidak lama kemudian, di luar kamar terdengar suara tindakan sepatu, disusul dengan suara seorang pengawal

"Go siau-po datang menghadap Sri Baginda! Dia memujikan agar Sri Baginda dalam keadaan sehat wal'afiat dan berbahagia!"

"Go siau-po, masuklah!" sahut Raja memberi ijinnya.

Tirai disingkapkan dan Go Pay melangkah masuk. Dia memberi hormat dengan menekuk lututnya.

Kong Hi tertawa.

"Go siau-po, kebetulan sekali kau datang," katanya. "Di sini ada dua belas orang thay-kamku, semuanya belajar ilmu guIat, Mereka ingin aku memberi petunjuk kepada mereka, sedangkan kau adalah orang kuat nomor satu bangsa Boanciu, Entah bagaimana pendapatmu?"

"Apabila Sri Baginda mempunyai kegembiraan untuk menyaksikan tentu hamba bersedia melayani." sahut Go Pay sambil memberi hormat sekali lagi.

Kong Hi tertawa.

"Siau Kui cu, kau perintahkan semua siwi di luar sini untuk beristirahat, tanpa ada titah dariku, mereka tidak boleh datang kemari!" katanya kepada Siau Po.

"Baik!" sahut Siau Po yang langsung keluar menjalankan titahnya. Kembali raja tertawa lebar, Kemudian dia berkata lagi kepada Go Pay. "Go siau-po, pernah kau menganjurkan kepadaku agar jangan banyak membaca buku-buku bangsa Han. sekarang aku pikir nasehatmu memang tepat sekali, sekarang kita pergi ke kamar tulisku saja dan bermain-main di sana. Dengan demikian tidak ada orang yang mengetahuinya. Apabila hal ini sampai diketahui oleh Thay hou (ibu suri) tentu aku akan dipaksanya membaca buku pula."

Senang sekali hati Go Pay mendengar kata-kata sang Raja kecil ini.

"Betul, betul. Segala buku bacaan bangsa Han memang tidak ada manfaatnya!" Raja tertawa, sementara itu Siau Po sudah kembali Dia melaporkan.

"Semua siwi sudah mengundurkan diri. Mereka menghanturkan terima kasih buat kebaikan Sri Baginda."

"Bagus!" seru kaisar Kong Hi sambil tersenyum "Nah, sekarang kita mulai bermain- main, Para thay-kam cilik, kalian memencarkan diri dan menjadikan kelompok yang terdiri dari dua orang."

Kedua belas thay-kam itu segera mengiakan Kemudian mereka mengatur diri masing-masing.

Go Pay tertawa menyaksikan gerak-gerik para thay-kam cilik itu. Terang dia tidak memandang mata pada mereka. Dia yakin kepandaian mereka masih belum berarti Tampak dia menggelengkan kepalanya berulang kali.

Raja diam-diam memperhatikan gerak-gerik Go Pay. Dia mengangkat cawannya kemudian minum seteguk.

"Go siau-po, apakah kau menganggap kepandaian anak-anak ini biasa-biasa saja?" "Mungkin lumayan juga," sahut Go Pay tersenyum, agak sinis tampaknya.

Raja pun ikut tertawa.

"Jikalau dibandingkan dengan Go siau-po, mereka pasti tidak ada apa-apanya," katanya sambil menggeser tubuhnya sedikit dan menjatuhkan cawannya sambil berseru, "Sekarang!"

"Sri Baginda?" seru Go Pay terkejut Tapi hanya sepatah sempat dia bersuara, karena di lain waktu dia sudah diterjang oleh kedua belas thay-kam cilik itu. Ada yang menyerempet bahunya, ada yang mencekal kaki dan tangannya malah ada pula yang menghajar dengan tinjunya.

Raja tertawa terbahak-bahak kemudian berkata dengan lantang. "Go siau-po, awas!" Go Pay terkejut, tapi dia masih belum sadar. Dia masih mengira Sri Baginda hanya menyuruh para thay-kam itu mengujinya. Atau dia yang menguji para thay-kam itu. Tenaganya kuat sekali, begitu dia mengerahkannya, empat orang thay-kam langsung terpental mundur Dia tidak mengerahkan seluruh tenaganya karena khawatir ada yang terluka, Dia menendang dan kembali dua orang thay-kam terpelanting jatuh.

Para thay-kam terus mengingat ucapan Raja, Kalau mereka kalah, mereka akan dihukum penggal, tapi kalau menang akan mendapatkan hadiah besar Karena itu mereka menjadi nekat, Yang jatuh segera merangkak bangun dan menerjang kembali Apalagi yang memeluk pinggang serta mencekal betisnya, mereka benar-benar sudah nekat.

Siau Po tahu tugasnya, ketika orang-orang itu sedang bergumul, diam-diam dia menghampiri dari belakang, Tujuannya untuk menotok jalan darah I-Sia hiat, Kalau orang biasa yang terkena totokan di jalan darah itu, pasti akan roboh seketika atau setidaknya pingsan. Tetapi menteri yang satu ini memang luar biasa, dia hanya merasa tubuhnya kesemutan dan diam-diam dia berpikir dalam hati.

"Siapa tokoh lihay yang paham ilmu menotok ini?"

Menteri itu langsung mengibaskan lengan kirinya sehingga tiga orang thay-kam roboh terpelanting, Dia bermaksud membalikkan tubuh untuk melihat siapa orang yang menyerangnya. 

Tetapi tiba-tiba dia merasa dadanya nyeri karena Siau Po sudah menyerangnya kembali sekarang dia terkejut sekali begitu mengetahui bahwa yang menyerangnya bukan lain thay-kam cilik yang selalu menyertai kaisar, Dia juga merasa heran dan aneh, walaupun demikian, dia masih tidak dapat mempercayai bahwa raja memang sengaja menitahkan para thay-kam itu untuk membekuknya.

Dengan satu luncuran tangan kiri, Go Pay menyerang Siau Po. Maksudnya ingin menekan bahu si bocah tetapi Siau Po berkelit ke kiri sembari membalas sebuah serangan.

Bahkan Siau Po menggunakan kedua tangannya, tangan kirinya meninju sedangkan tangan kanan mengirimkan totokan.

Siau Po menggunakan tipu jurus "Kiak Hou Kong Kong (Setelah sadar ternyata kosong) Tangan kirinya tidak menyerang terus, hanya gertakan belaka. Go Pay berkelit, tahu-tahu dia mendupak lawannya dengan mencelat ke atas.

Go Pay terkejut setengah mati. Namun tiba-tiba Siau Po menjerit keras-keras, karena kakinya seperti membentur dinding yang kokoh,sekarang Go Pay bukan hanya terkejut saja, dia juga gusar sekali Sudah berkali-kali orang menyerangnya di bagian yang berbahaya, sedangkan para thay-kam mengerubutinya seperti semut merubung gula. Dia juga tidak dapat menerka apa maksud Raja yang sebenarnya, Timbul niatnya untuk menghalau kawanan thay-kam itu, tapi masih saja tangan dan kakinya dicekal Dua terlepas yang lain segera menerjang lagi.

Raja menonton sambil bersorak-sorak dan menepuk tangan dengan keras.

"Go siau-po, aku khawatir kau akan kalah!" katanya sambil tertawa terbahak-bahak.

Go Pay justru bermaksud menghajar kepala Siau Po ketika dia mendengar kata-kata raja, Hilanglah kecurigaannya.

"Ah, kiranya raja sedang bercanda denganku, Dasar adatnya masih kekanak- kanakan, Mana boleh aku mempunyai pikiran yang sama!" Maksudnya ia tidak boleh melayani anak-anak itu dengan sungguh-sungguh.

Kembali menteri itu meluncurkan tangan kirinya. Kali ini Siau Po terhajar bahu kanannya, Dia terhajar dengan tenaga sebanyak tiga bagian, tapi sudah terhitung hebat sebab tubuh orang itu besar sekali Tubuhnya terhuyung-huyung seketika. Tapi dia memang lihay, karena terhuyung ke samping, maka dari tempat itu kembali dia melakukan penyerangan.

Bukan main kagetnya Go Pay, hatinya juga jadi mendongkol Dia membentak keras kemudian meluncurkan kedua tangannya untuk mencekik batang leher Siau Po.

Dalam keadaan kritis, Kong Hi tidak dapat berdiam diri lagi. Kalau tidak usahanya pasti mengalami kegagalan pisau belatinya sudah siap di tangan. Begitu terjun ke arena, dia langsung mengincar punggung lawannya.

Go Pay terkejut setengah mati melihat keadaan ini. sekarang dia sadar bahwa raja memang menghendaki nyawanya. Ditinggalkannya Siau Po dan berbalik untuk menyerang kaisar Kong Hi.

Dengan gesit bocah yang menjadi raja itu dapat menghindarkan diri, Go Pay jadi gusar Diangkatnya dua orang thay-kam terdekat, kepala keduanya diadu dengan keras sehingga otaknya berceceran Kemudian dia menghajar seorang thay-kam lainnya dengan tangan kiri dan menendang empat orang thay-kam lagi yang merangkul betisnya. 

Para thay-kam itu terpental ke belakang sehingga membentur tembok, Tulang mereka berpatahan dan roboh di atas tanah tanpa berkutik lagi, mereka sudah mati karena hajaran yang keras itu.

Delapan thay-kam dalam sekejap mata sudah dibuat tidak berdaya dan empat lainnya sampai termangu-mangu, Kong Hi dan Siau Po terus menyerang dengan belati di tangan masing-masing, Go Pay semakin gusar.  Dia membentak keras, kemudian menghajar dengan kalap, Beberapa kali hampir saja serangannya mengenai tubuh kedua bocah yang mengeroyoknya, semakin lama mereka semakin kewalahan.

Go Pay mendongkol sekali melihat serangannya gagal, dengan tendangan berantai dia menyerang tubuh rajanya. Namun justru tepat pada saat itu, terlihat asap mengepul dan debu beterbangan percuma saja Go Pay bermaksud mengibas dengan kedua tangannya, sebab abu kayu cendana yang halus sudah masuk ke dalam matanya. Rupanya Siau Po kembali menggunakan cara yang licik itu untuk menghadapi lawannya.

Tanpa menunda waktu lagi, dia mengangkat hiolo tempat kayu cendana untuk mengharumkan ruangan Diangkatnya hiolo itu ke atas kemudian dihajarnya ke kepala si menteri laknat.

Hiolo jatuh di atas tanah dan pecah berantakan, tetapi Go Pay tidak apa-apa. Sesaat kemudian tampak tubuhnya terhuyung-huyung kemudian jatuh terkulai di atas tanah. Rupanya kepalanya hanya pusing dihajar terlalu keras oleh Siau Po dan lantas jatuh semaput.

Cepat Siau Po dan kaisar Kong Hi mengambil tali untuk mengikat tubuh orang itu kuat-kuat.

"Siau Kui cu, kau hebat sekali!" puji kaisar.

Tidak lama kemudian Go Pay sudah sadar kembali Dia terkejut menyaksikan dirinya telah terikat ketat.

"Aku adalah menteri setia! Aku tidak berdosa! Mengapa aku dicelakai sedemikian rupa? Aku tidak puas!"

"Jangan cerewet." bentak Siau Po. "Kau justru brengsek dan bermaksud berkhianat. Rupanya sudah lama kau merencanakan maksud jahatmu ini. Hayo kalau tidak, mengapa kau masuk ke dalam Gi Si Pong dengan membawa senjata tajam? Kau berdosa sekali sehingga patut mendapat hukuman mati selaksa kali!"

"Aku tidak membawa golok ataupun senjata tajam apa-apa!" bantah Go Pay.

"Sudah terang kau membawa senjata tajam!" bentak Siau Po tidak kalah bengisnya. "Lihatlah, di punggungmu ada sebatang pisau belati, Demikian pula di tanganmu. Masih mau menyangkal?"

Padahal itulah pisau belati yang diserahkan Kong Hi kepadanya, Go Pay penasaran sekali, Dia berteriak-teriak menyangkalnya.

Raja mengawasi sisa thay-kam yang masih hidup, jumlahnya hanya tinggal empat orang. "Kalian lihat sendiri, bukan? Go Pay sudah berani kurang ajar dan berniat jahat, Dia mau membunuh aku!"

Sisa para thay-kam itu memang sedang kebingungan apa sebenarnya yang telah terjadi. Mereka juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mendengar kata-kata raja, mereka hanya bisa menganggukkan kepalanya berulang kali.

"Ya... ya. "

"Sekarang kalian keluar. " kata Raja kepada keempat thay-kam itu. "Lekas kalian 

panggil orang Kong Cin-ong, Kiat Si dan Ngo Tu berdua datang kemari!" Raja mengawasi mereka dengan tajam. 

"Apa yang terjadi di sini, aku larang kau bicarakan dengan siapa pun juga, Kalau peristiwa ini sampai tersiar, hati-hati dengan batok kepala kalian!"

Keempat thay-kam itu segera mengiakan Setelah memberi hormat, bergegas mereka keluar dari kamar tulis raja.

"Penasaran! Penasaran!" teriak Go Pay seperti orang kalap, "Sri Baginda sendiri ingin membinasakan aku, padahal aku adalah menteri yang setia, Kalau mendiang Sri Baginda mengetahui hal ini, pasti arwah nya tidak akan tenang."

Wajah Kong Hi menjadi merah padam, Dia memandang kepada Siau Po sambil berbisik.

"Kita harus mencari jalan agar dia tidak mengoceh terus."

"Ya!" sahut Siu Kui cu palsu, Dia segera menghampiri Go Pay dan memencet hidungnya, Dengan demikian mulut menteri itu jadi terbuka. Kemudian dia memberi isyarat kepada Siau Hian cu. Tentu saja Raja yang cerdik itu mengerti Dia segera mengambil pisau belati dari tangan Go Pay dan digunakan untuk memotong lidahnya, Go Pay meronta-ronta kemudian terdiam karena saking sakitnya, dia pun lantas semaput.

Siau Po menancapkan kedua bilah belati itu di atas meja, Kong Hi senang sekali melihat tindakan sahabatnya itu. Kalau tidak ada bantuan Siau Po yang cerdik, tentu tadi dia sudah mati di tangan Go Pay.

Tidak lama kemudian keempat thay-kam tadi sudah balik lagi dengan Kong Cin-ong, Kiat Si dan So Ngo Ta. Mereka melihat mayat-mayat yang bergelimpangan dan keadaan Go Pay yang mengenaskan, Keduanya sampai berdiri termangu-mangu beberapa saat.

Raja segera menjelaskan kepada mereka berdua. "Go Pay mempunyai niat memberontak. Dia datang kemari dengan membawa senjata tajam, dengan berani dia mencoba menyerangku untuk membunuhku.

Syukurlah roh para leluhurku masih melindungi aku sehingga niatnya itu tidak tercapai juga ada thay-kam cilik dari Siang Sian Tong ini bersama para thay-kam muda lainnya sehingga penjahat besar ini dapat dibekuk, sekarang aku serahkan pada kalian untuk mengurus hal selanjutnya."

Kong Cin-ong dan So Ngo Ta memang biasanya tidak cocok dengan Go Pay. Mereka merasa tidak puas dengan tindak-tanduk menteri itu, sekarang menghadapi kenyataan ini, tentu saja mereka menjadi senang bukan main. Tanpa diperintahkan untuk kedua kalinya, mereka langsung menjatuhkan diri berlutut memberi hormat kepada raja.

Terdengar raja berkata pula.

"Tentang Go Pay yang menyelinap kemari untuk membunuhku, sebaiknya jangan kalian beritahukan kepada siapa pun juga, dengan demikian Hong thay hou serta Thay hong tidak akan terkejut dan ketakutan. Lagipula hal ini bisa menjadi bahan tertawaan rakyat dan bangsa Han. Go Pay memang jahat, meskipun tidak ada kejadian ini, sudah sejak dulu dia patut dihukum mati!"

Kedua menteri itu mengangguk-anggukkan kepalanya ke atas lantai. "Ya... ya..." sahut mereka serentak.

Meskipun demikian, dalam hati mereka sebetulnya timbul juga kecurigaan. Kekuataan Go Pay luar biasa, lagipula dia juga tokoh nomor satu bangsa Boan Ciu, Bagaimana dia dapat dikalahkan dengan mudah oleh beberapa orang bocah cilik? 

Di balik semua ini pasti ada apa-apanya, pikir kedua menteri itu. Tetapi mereka tidak berani meminta keterangan dari raja. Bahkan mereka sudah merasa senang karena satu saingan sudah tergeser.

Terdengar Kiat Si berkata. "Perlu Baginda ketahui bahwa Go Pay mempunyai banyak antek di dalam istana, kalau perlu kita harus sapu bersih seluruh antek-anteknya. Kita harus mencegah apabila mereka berbalik pikiran, Hamba rasa sebaiknya Ngo tayjin tetap di sini saja untuk melindungi Baginda, jangan sampai berpisah satu tombak pun darinya. Hamba sendiri akan menurunkan titah untuk menawan seluruh antek Go Pay."

"Baik!" kata Raja menganggukkan kepalanya.

Kong Cin-ong memberi hormat kemudian mengundurkan diri. sementara itu So Ngo Ta memperhatikan Siau Kui cu sambil tersenyum.

"Saudara cilik, hari ini kau berjasa telah menyelamatkan nyawa Sri Baginda, Kau sungguh hebat!" Siau Po merendah. "Semua ini berkat rejekinya Sri Baginda yang besar, Kami yang menjadi budak-budak, mana bisa berbuat jasa apa-apa!"

Kong Hi senang mendengar Siau Po tidak mengharap apa-apa, terutama dia tidak menceritakan perihal berkelahinya melawan Go Pay.

"Sayang sekali dia hanya seorang thay-kam sehingga tidak bisa dihadiahkan kedudukan yang tinggi. Baiknya ku hadiahkan jumlah uang yang besar saja," pikir Kong Hi dalam hatinya.

Sementara itu, Kong Cin-ong bekerja dengan tangkas. Dalam sekejapan saja seluruh antek Go Pay sudah dibekuknya, Dia kembali dengan membawa sejumlah menteri dan pangeran yang semuanya meminta maaf atas keteledoran mereka dan juga mengucapkan selamat kepada Sri Baginda yang terlepas dari marabahaya. 

Akhirnya Raja dipersilahkan memilih pemimpin siwi yang baru dan sekaligus beberapa siwi lainnya untuk menggantikan antek-antek Go Pay yang tertangkap.

"Kalian pasti sudah letih sekali," kata Raja, sementara itu, para pangeran dan menteri itu menjadi bergidik melihat mayat para thay-kam yang berserakan dalam keadaan mengenaskan. Bahkan ada beberapa orang yang mencaci maki Go Pay karena kekejamannya itu.

Setelah itu Heng Pou Siang Si segera membawa Go Pay untuk dipenjarakan, sedangkan para pangeran dan menteri masih menghibur Raja dengan beberapa patah kata sebelum mengundurkan diri ke tempat masing-masing.

Kong Cin-ong juga menyampaikan pesan Raja agar tidak menyiarkan maksud jahat Go Pay supaya tidak membuat terkejut permaisuri atau ibu suri. Cukup disalahkan karena kekurangajarannya dan tidak becus dalam pemerintahan saja.

Para pangeran itu memuji kebijaksanaan kaisar Kong Hi mengingat kejahatan Go Pay itu besar sekali, padahal selama Kong Hi memerintah, meskipun belum terlalu lama, tetapi juga bukan baru beberapa bulan, tampuk pemerintahan yang sebenarnya diatur oleh Go Pay, jadi raja cilik itu hanya mendengarkan apa yang dikatakan menterinya itu, sekarang melihat kebijaksanaannya, otomatis mereka merasa kagum dan tidak henti-hentinya memuji.

Kaisar Kong Hi sendiri merasa puas atas apa yang dilakukannya, rasanya baru sekarang dia dapat mencicipi bagaimana menjadi raja yang sesungguhnya. Diam-diam dia melirik kepada Siau Kui cu. Didapatinya bocah itu hanya berdiri diam di pojok, Kaisar Kong Hi berkata dalam hati: "Aih! jasa bocah ini benar-benar sulit dibalas!"

Begitu para pangeran dan menteri-menteri sudah keluar semua, So Ngo Ta berkata kepada kaisar Kong Hi. "Sri Baginda kamar tulis ini harus dibersihkan Keadaannya benar-benar tidak enak dilihat Sebaiknya Sri Bagihda kembali dulu ke kamar sendiri untuk beristirahat!"

Kong Hi mengangguk mengiakan Dia lantas mengundurkan diri. Kong Cin-ong dan So Ngo Ta mengantarnya sampai di luar kamar Ketika raja hendak berlalu, Siau Kui cu masih berdiri di sudut dengan termangu-mangu. 

Karena tidak mendapat perintah apa-apa, dia menjadi bingung apa yang harus dilakukannya. Raja segera mengangguk kepadanya dan berkata, "Mari ikut aku!"

Siau Po sudah menduga bahwa kamar raja itu pasti luar biasa indahnya, dia memang ingin sekali melihat kamar raja, tetapi begitu masuk ke dalam, dia jadi melongo. Sebab kamar raja itu demikian sederhana sehingga hampir tidak berbeda dengan kamar rakyat umumnya. Hanya bantal dan spreinya yang terbuat dari sutera bersulaman indah.

Kong Cin-ong dan So Ngo Ta tidak ikut masuk ke dalam kamar. Mereka hanya mengantarkan dan kemudian mengundurkan diri. Sebab kamar raja tidak boleh dimasuki orang lain kecuali para thay-kam, dayang-dayang, ratu serta selir-selir.

Sehabis minum ramuan Som Tung yang disajikan dayangnya, Kong Hi berkata kepada Siau Kui cu palsu.

"Siau Kui cu, mari kau ikut aku menghadap Hong thayhou!"

Kaisar Kong Hi belum menikah, kamarnya terpisah tidak jauh dari kamar Hong thayhou, Begitu sampai di sana, Kong Hi langsung masuk ke dalam, Siau Po disuruh nya menunggu di luar.

Berdiri menunggu di depan seorang diri, pikiran Siau Kui cu alias Siau Po melayang- layang.

"llmu Taycu Taypi Cian Yap-jiu telah aku kuasai demikian pula dengan ilmu Pat Kua Yu-Ciong ciang milik raja, Untuk apa aku terus menyamar sebagai thay-kam di sini? Setiap hari aku harus berlutut memberi hormat dan munduk-munduk kepada Siau Hian cu. Hal ini membuat pikiranku jadi mumet, Go Pay telah berhasil dibekuk, Siau Hian cu tidak memerlukan bantuanku lagi sebaiknya besok aku lari saja dari istana ini dan tidak perlu kembali lagi! pikirnya dalam hati.

Selagi pikirannya bekerja, seorang thay-kam tua berjalan keluar dan menghampirinya.

"Saudara Kui, Hong thayhou menitahkan saudara masuk ke dalam untuk menyampaikan hormat kepada beliau," katanya sembari tersenyum.

Mendengar keterangannya, lagi-lagi hati Siau Po mengeluh. "Celaka dua belas! Kembali aku harus bertekuk lutut dan mengangguk-angguk sehingga dahiku sakit karena membentur lantai terus menerus. Dan kau, Hong thayhou, mengapa bukan kau saja yang menjatuhkan diri berlutut dan mengangguk terhadap aku Wi Siau-po?"

Meskipun dia berpikir demikian, tetapi dengan sikap hormat dia mengiakan. Kemudian dia mengiringi thay-kam itu masuk ke dalam kamar.

Mereka melewati dua buah ruangan, sampai di depan sebuah pintu, thay-kam tua tadi menyingkapkan tirai penyekat sambil berkata.

"Lapor kepada thayhou, Siau Kui cu telah datang menghadapi Selesai berkata, dia memberi isyarat kepada Siau Po.

Siau Po mengerti. Dia melangkah masuk, Di bagian dalam masih ada selapis tirai lainnya yang bertaburkan batu manikam, sinarnya berkilauan. Sungguh indah, Tirai itu disingkap oleh seorang dayang.

Sambil menunduk, Siau Po melangkahkan kakinya. Diam-diam dia melirik ke atas, dilihatnya seorang wanita cantik berusia kurang lebih tiga puluh enam tahun duduk di sebuah kursi. Dia langsung menduga bahwa wanita itulah Hong thayhou atau ibu suri. Tanpa menunda waktu lagi, dia segera menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat.

Hong thayhou tersenyum sembari mengangguk kecil.

"Bangunlah!" perintahnya, Ketika Siau Po bangkit, dia berkata kembali "Sri Baginda mengatakan bahwa hari ini kau telah membuat jasa besar dengan membantu menawan Go Pay. "

"Harap thayhou ketahui bahwa hamba hanya tahu bagaimana bersetia kepada Sri Baginda dan melindunginya. Apa pun yang Sri Baginda titahkan, hamba hanya menjalankan. Usia hamba masih muda, karena itu pengetahuan hamba pun dangkal sekali"

Belum ada satu tahun Siau Po menjadi thay-kam gadungan dalam istana, tetapi karena otaknya cerdas, dengan cepat ia dapat mengerti adat istiadat yang berlaku di tempat itu. 

Selama dia bermain judi, kawan-kawannya sering bercerita tentang pengalaman mereka dan dia mendengarkan dengan seksama. Dia tahu bahwa raja maupun ibu suri tidak suka pada orang yang mengagul-agulkan jasanya. 

Semakin besar pahalanya, orang itu harus bersikap pura-pura bodoh agar tidak timbul masalah yang tidak diinginkan jangan sekali-kali bersikap congkak dan angkuh, pasti usianya tidak bakal panjang. Apalagi orang yang tidak disukai oleh junjungannya. Ternyata ibu suri senang sekali dengan sikap Siau Po. Terdengar dia berkata kembali.

"Kau masih muda, tetapi kau sudah tahu aturan dan setia, Kegagahanmu melebihi Go Pay yang telah menjadi siau-po. Aih, anak! Hadiah apakah yang pantas kita berikan kepadanya?" tanya ibu suri kepada Sri Baginda.

Kong Hi menjawab dengan hormat. "Silahkan thayhou saja yang memutuskannya." Hong thayhou berpikir sejenak, terdengar dia seperti menggumam seorang diri.

"Di dalam Siang-sian tong, apakah tingkatanmu?" tanyanya kepada Siau Po. "Ah, sudahlah, sekarang aku akan mengangkat kau menjadi thay-kam tingkat enam dan kepala thay-kam, Kau harus selalu mendampingi Sri Baginda!"

Mendengar kata-kata ibu suri, Siau Po ngedumel dalam hati.

"Masa bodoh kau mau mengangkat aku menjadi thay-kam tingkat satu sekalipun Tidak nanti aku akan menerimanya!" Meskipun hatinya berkata demikian, dia langsung bertekuk lutut dan menganggukkan kepalanya seraya berkata.

"Terima kasih atas kebaikan thayhou!" Dalam istana Ceng, tingkatan para thay-kam dibagi dalam kelompok congkoan (pengurus) yang semuanya berjumlah empat belas orang, Siuceng thay-kam seratus delapan puluh sembilan orang, jumlah thay-kam tidak terbatas, Mula-mula jumlahnya hanya beberapa orang, sekarang mungkin sudah lebih dari dua ribu orang. 

Thay-kam tingkat empat menduduki jabatan tertinggi. Ada pula tingkat yang paling rendah, yakni tingkat delapan, Siau Po dari thay-kam tanpa tingkat tiba-tiba dinaikkan kedudukannya menjadi thay-kam tingkat enam. Kejadian ini bukanlah suatu hal yang mudah, boleh dibilang sangat jarang terjadi.

Ibu suri mengangguk-anggukkan kepalanya, "Baik-baiklah kau menjalankan tugasmu!" 

"Ya... ya!" sahut Siau Po berulang-ulang, Dia pun lalu bangkit untuk mengundurkan diri, namun pada saat itulah dia melihat di samping meja ibu suri ada sejilid kitab yang diatasi kain kuning, Di atasnya tertulis "Si Cap Ji cing-keng! Siau Po jadi tertegun, Diam- diam dia berpikir dalam hati.

"Monyet! Lohu mencarinya dalam Gi-Si pong sampai berbulan-bulan, tapi tidak berhasil menemukannya, Tahu-tahu kitab itu ada di kamar ibu suri, Tentu saja sampai botak pun aku tidak akan mendapatkan hasil apa-apa!"

Hong thayhou tersenyum ketika mengetahui Siau Po sedang memperhatikan kitabnya. "Eh, Siau Kui cu, apakah kau bisa membaca?"

"Hamba belum pernah bersekolah," sahut Siau Po cepat "Hamba hanya mengenal beberapa huruf saja."

"Kalau begitu, bila ada kesempatan, ada baiknya kau belajar menulis dan membaca dari beberapa thay-kam tua."

"Baik," sahut Siau Po sambil mengundurkan diri.

Ketika seorang dayang menyingkapkan tirai, diam-diam Siau Po memperhatikan ibu suri, Dia melihat wajah wanita itu agak pucat namun sepasang matanya sangat tajam dan alisnya berkerut Tampaknya ada sesuatu yang menyusahkan hatinya.

"Dia kan ibu suri, apa yang membuat pikirannya susah?" tanyanya dalam hati.

Sesampainya di kamar, Siau Po menceritakan semua yang dialaminya kepada Hay kongkong, Ternyata Hay kongkong menyambut ceritanya dengan tawar.

"Sebetulnya sejak beberapa waktu yang lalu, hal itu sudah akan dilakukannya. Siau Po terkejut.

"Kongkong, apakah kau sudah tahu rencana Sri Baginda ini?"

"Sri Baginda belajar gulat, ini merupakan permainan yang paling digemari anak-anak, tapi dia belajar dengan serius, Apalagi dia juga mempelajari Patkua Yu-ciong ciang, tentu dia mengandung maksud tertentu, Dia juga menunggu sampai kau berhasil mempelajari Cian-yap jiu, baru dia mengajakmu membekuk Go Pay. Sungguh harus dikagumi kesabarannya itu."

Siau Po memalingkan kepalanya dan menatap Hay kongkong dengan perasaan heran.

"Kura-kura tua ini matanya sudah buta, tetapi urusan apa pun tidak dapat mengelabuinya," pikirnya dalam hati

Terdengar Hay kongkong bertanya kepada Siau Po.

"Bukankah Sri Baginda telah mengajakmu menemui Hong thayhou?" "Benar!" sahut Siau Po yang semakin heran, "Lagi-lagi dia tahu!" "Apa yang dihadiahkan Hong thayhou kepadamu?"

"Aku tidak diberikan hadiah apa-apa. Hanya dianugerahi pangkat sebagai thay-kam tingkat enam dan Siuceng thay-kam..." Hay kongkong tertawa terbahak-bahak. "Bagus! Dibandingkan diriku, kau hanya kalah satu tingkat. Aku memerlukan waktu tiga puluh tahun baru mencapai tingkat ini, sedangkan kau hanya dalam waktu beberapa bulan saja."

Siau Po memperhatikan orang tua itu lekat-lekat.

"Besok aku toh akan meninggalkan istana ini, Kau telah mengajarkan aku berbagai iimu, tetapi aku malah membutakan kedua matamu, Dalam hal ini, akulah yang bersalah seharusnya aku mencuri kitab Si Cap Ji cing-keng itu sebagai balas budimu tetapi sayangnya buku itu sedang dibaca oleh ibu suri. Mana mungkin aku bisa mencurinya, Ada baiknya aku beritahukan saja kepadamu agar kau mencari jalan sendiri!"

Membawa pikiran demikian, dia segera berkata kepada Hay kongkong. "Kongkong, ketika hendak meninggalkan kamar ibu suri, aku melihat suatu benda 

yang menurutku cukup aneh."

"Apa itu?" tanya si thay-kam tua cepat.

"Kitab Si Cap Ji cing-keng yang kau ingin aku mencurinya, kongkong."

"Apa?" Hay kongkong terperanjat sikapnya yang tenang sebagaimana biasanya tidak terlihat lagi. "Apa kata-katamu benar?" Tampangnya penuh semangat. Dia langsung menghambur ke depan untuk menyambar tangan Siau Po.

Bocah itu terkejut setengah mati, Dia berniat menghindarkan diri, tapi baru kakinya menggeser sedikit, tahu-tahu tangannya sudah tercekal.

"Buat apa aku berbohong?" sahutnya gugup, "Kitab itu berada di samping meja ibu suri. Aku juga melihat kain pembungkus yang terbuat dari sutera berwarna kuning, Di atasnya terdapat lima huruf dengan sulaman indah, Si Cap Ji cin-keng."

Untuk beberapa saat Hay kongkong berdiam diri.

"Kongkong," kata Siau Po kembali "Kalau kau hendak mencuri kitab itu dari kamar ibu suri, tentunya sulit sekali. Kalau menurutku, sebaiknya kau berterus-terang saja kepada Sri Baginda, apabila ibu suri telah selesai membacanya, kau ingin meminjamnya sebentar, Atau kau minta saja terang-terangan."

"Tidak, tidak bisa!" sahut Hay kongkong cepat, "Jangan kau bicara yang tidak-tidak!" Untuk beberapa saat Hay kongkong berdiam diri. Sejenak kemudian baru dia berkata lagi: "Tidak mungkin... tidak mungkin. " 

Tidak sanggup dia meneruskan kata-katanya, Celakanya pada tangan Siau Po dilepaskan. Dia duduk kembali, tiba-tiba dia batuk-batuk dengan keras sampai-sampai tubuhnya meringkuk. Melihat keadaan orang tua itu, timbul rasa iba dalam hati Siau Po. "Tua bangka ini sungguh aneh," katanya dalam hati.

Malam itu Hay kongkong terus terbatuk-batuk, bahkan dalam keadaan tertidur Siau Po masih bisa mendengarnya.

Besok paginya Siau Po pergi ke Gi si pong untuk melayani Sri Baginda, Dia melihat para siwi yang menjaga di luar sudah diganti dengan orang baru. 

Tidak lama kemudian, muncullah Sri Baginda di dalam kamar tulisnya, Kemudian menyusul Kongcin ong Kiat-si dan So Ngo-tu, Mereka berdua memberikan laporan bahwa setelah bekerja sama dengan para pangeran dan menteri lainnya, didapatkan kesalahan Go Pay berjumlah tiga puluh macam.

"Tiga puluh macam?" Kaisar Kong Hi sampai berseru saking terkejutnya, Hal ini benar-benar di luar dugaannya, "Masa begitu banyak?"

Kongcin ong segera menjura dan berkata.

"Pada dasarnya dosa Go Pay memang banyak sekali, bukan hanya tiga puluh macam saja, jumlah ini dikumpulkan berdasarkan pertimbangan dan kebijaksanaan Sri Baginda agar dia mendapat keringanan."

"Baiklah! Apa saja ketiga puluh macam dosa itu?" tanya Kong Hi.

Kongcin ong mengeluarkan sehelai kertas dari dalam lengan pakaiannya dan membacakannya keras-keras.

"Rupanya kejahatan orang itu demikian banyak Lantas hukuman apa yang pantas diberikan kepadanya?" tanya Kong Hi kembali.

"Seharusnya dia dijatuhi hukuman picis, tetapi sekarang dia mendapat keringanan, yakni hukuman dicopot pangkatnya serta penggal kepala, sedangkan seluruh antek- anteknya seperti Pi Lung, Panpu Erl Shan dan Ho shasia sekalian. "

Raja merenung sesaat, kemudian dia mengangkat tangannya menahan ucapan menterinya.

"Dosanya Go Pay memang besar sekali tetapi dia adalah seorang menteri besar dan telah banyak berjasa pada kerajaan sebaiknya dia dibebaskan dari hukuman mati.

Hukumannya dipecat serta dipenjarakan saja, tetapi untuk selama-lamanya dia tidak boleh dibebaskan ataupun dikunjungi. Mengenai kaki tangannya boleh turuti pertimbangan kalian tadi, yakni dihukum mati agar tidak ada lagi yang berani mendengar hasutan orang lain untuk berkhianat." Kong cin ong segera berlutut dan menerima baik titah Sri Baginda, dia memuji kebijaksanaan rajanya itu.

Diam-diam Siau Po yang menyaksikan dari samping menertawakan dalam hati "Luka di punggung Go Pay yang terkena tikaman cukup parah, umurnya juga tidak bakal panjang lagi. Dihukum mati atau tidak, apa bedanya ?"

"Bendera sulam kuning adalah salah satu dari tiga bendera utama, Karena itu meskipun Go Pay berdosa dan patut menerima hukuman, tapi kesalahannya tidak boleh mengaitkan bendera lainnya. Dalam urusan ini kita harus bertindak adil," kata Kong Hi selanjutnya. 

"Baik!" sahut Kiat Si dan yang lainnya.

Siau Po hanya mendengarkan dari samping. Dia belum paham persoalan mengenai bangsa Boanciu yang terpecah di antara beberapa bendera, Dia hanya mendengar bahwa Go Pay menjadi pemimpin oey-ki (bendera kuning) dan Suke Shasia menjadi pemimpin pek-ki (bendera putih). Kedua pemimpin itu tidak akur satu dengan lainnya.

"Sekarang kalian boleh pergi Biar So Ngo-tu tetap di sini. Masih ada masalah yang ingin kubicarakan dengannya," kata kaisar Kong Hi.

Kiat Si dan yang lainnya mengiakan, dia mengajak rekan-rekannya memberi hormat kepada Sri Baginda kemudian mengundurkan diri.

"Ketika Suke Shasia dibunuh oleh Go Pay, tentunya semua harta benda juga disita bukan?" tanya Kong Hi kepada So Ngo-tu.

"Semua harta benda Suke Shasia berikut tanah dan sawahnya telah disita untuk negara, tetapi saat itu Go Pay juga menggeledah seluruh isi rumah Suke Shasia dan merampas emas intan dan permatanya."

"ltu sudah kuduga," kata kaisar Kong Hi. "Sekarang kau ajak beberapa orangmu ke rumah Go Pay, cari harta bendanya Suke Shasia untuk dikembalikan pada anak cucunya."

"Baik, Sri Baginda!" sahut So Ngu-tu. Dia segera mengundurkan diri karena raja tidak mengatakan apa-apa lagi.

Tapi ketika menteri itu melangkah perlahan menuju pintu, terdengar Kong Hi berkata kembali.

"Masih ada lagi pesan dari Hay Hong thayhou, Seperti kalian ketahui, ibu suri senang membaca kitab Buddha, Konon di tangan kedua pemimpin pek-ki dan oey-ki masing- masing menyimpan sejilid kitab Si Cap Ji cin-keng. " Siau Po terkesiap mendengar kata-kata kaisar Kong Hi. Kitab itulah yang dicari Hay kongkong, Dia segera memasang telinganya mendengarkan

Kaisar Kong Hi melanjutkan kata-katanya.

"Kedua kitab itu dibungkus dengan kain sutera, Kitab bendera putih dibungkus dengan sutera putih. sedangkan kitab bendara kuning dibungkus dengan kain sutera berwarna kuning, Di rumah Go Pay, sekalian kau cari kitab itu dan bawa kemari apabila kau menemukannya."

So Ngo-tu menerima baik titah itu. Dia tahu raja masih muda sekali, tetapi sangat berbakti kepada Hong thayhou, Apa pun kehendak ibu suri selalu diturutinya.

"Siau Kui cu!" kaisar Kong Hi menoleh kepada Siau Po. "Kau ikutlah dengan So Ngo- tu, kalau kitab itu berhasil diketemukan, bawalah kemari."

Siau Po senang sekali mendapat tugas itu. Hanya diam-diam dia berpikir dalam hati. "Kitab itu aneh sekali, Jadi jumlahnya ada tiga? Biar bagaimana aku harus 

memeriksanya nanti, lagipula sudah lama aku berdiam di dalam istana dan tidak pernah 

pergi ke mana-mana. perasaanku memang sudah jenuh, walaupun aku sudah mengambil keputusan untuk meninggalkan istana besok, tapi kalau ada kesempatan niat ini boleh dipercepat Ada baiknya aku menggunakan peluang ini untuk pergi dari sini!"

So Ngo-tu berjalan di samping Siau Po. Dia sadar thay-kam cilik itu gagah perkasa dan sangat disayangi Raja, Apalagi dia telah membuat jasa besar dengan membantu membekuk Go Pay. 

Dia menduga Kaisar tentunya mempunyai maksud tertentu karena untuk mengambil kitab saja, toh tidak perlu diiringi si thay-kam cilik ini. Dia sendiri juga dapat menyelesaikan tugasnya. Sebuah ingatan melintas dalam benaknya.

"Hm! Aku mengerti sekarang, Pasti Sri Baginda ingin menghadiahkan sesuatu kepada bocah ini. Go Pay mempunyai harta benda yang banyak dan inilah kesempatan untuk memenuhi saku, tetapi Sri Baginda mencurigai aku sehingga mengutus thay-kam ini untuk mengawasi aku. "

Dengan berpikir demikian, So Ngo-tu segera memaklumi apa yang harus dilakukannya, Mereka berdua pun keluar dari istana, Di luar telah menunggu beberapa orang pengawal.

Sesampainya di luar, So Ngo-tu berkata kepada Siau Po sambil tersenyum.

"Kui kongkong, silahkan naik kuda!" Di dalam hatinya, dia menduga thay-kam cilik ini pasti tidak bisa menunggang kuda, karena itu dia berjaga-jaga di sampingnya. Tetapi  kenyataannya, meskipun belum mahir, Siau Po pernah belajar silat, kuda-kudanya sudah cukup mantap, dia dapat naik ke punggung kuda dengan baik.

Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di rumah Go Pay. Tanpa menunggu waktu lagi, mereka langsung masuk ke dalam, So Ngo Ta tertawa dan berkata kepada Siau Po.

"Kui kongkong, lihat barang-barang ini. Mana yang kau suka, silahkan ambil saja, Sri Baginda menttahkannya kongkong ikut denganku mengambil kitab, sebenarnya beliau mempunyai maksud tertentu, yakni ingin memberikan hadiah untukmu. Apa juga yang kongkong ambil di sini, Sri Baginda pasti tidak perduli."

Bukan main ramahnya sikap So Ngo-tu terhadap si bocah cilik, Dia selalu memanggilnya dengan sebutan kongkong.

Sementara itu, Siau Po masih terkesima melihat barang-barang yang ditunjukkan kepadanya, semuanya terdiri dari harta benda yang tidak terkirakan nilainya, Ada batu permata yang indah, emas, berlian dan lain-lainnya. 

Dia juga melihat bahwa semua perabotan yang ada di dalam rumah Go Pay lebih indah dari Li Cun-wan, rumah pelesiran di Yang-ciu. 

Dia menjadi bingung, barang apa yang harus diambilnya? Namun Siau Po juga teringat bahwa dia sudah mengambil keputusan untuk meninggalkan istana besok, tentu tidak leluasa baginya membawa barang banyak-banyak dalam perjalanan.

Ketika So Ngo-tu mencatat barang-barang yang ada di dalam rumah itu, Siau Po mengambil salah satu di antaranya, Batu permata itu sudah dicatat oleh bawahan So Ngo-tu. Begitu melihat si bocah mengambil salah satunya, orang itu segera menghapus tulisannya untuk dikurangi jumlahnya, tetapi Siau Po meletakkannya kembali dan orang itu pun terpaksa menulis sekali lagi.

Berdua mereka memeriksa gudang itu, seorang bawahan So Ngo-tu menghampiri atasannya dan memberikan laporan.

"Harap tayjin berdua ketahui, di dalam kamar Go Pay ada sebuah gudang penyimpanan barang-barang, Hamba tidak berani lancang, karena itu harap tayjin berdua memeriksanya sendiri."

So Ngo-tu senang menerima laporan itu.

"Bagus! Sebuah gudang? Tentu digunakannya untuk menyimpan barang-barang berharga, Bagaimana dengan kedua kitab yang dikatakan Sri Baginda, Apakah kalian sudah berhasil menemukannya?" "Dalam berpuIuh-puluh kamar yang ada di gedung ini, kedua jilid kitab itu tidak diketemukan. Yang ada hanya buku-buku perhitungan saja. Tapi kami masih mencari terus," sahut bawahannya.

Dengan menuntun tangan Siau Po, So Ngo-tu mengajaknya ke kamar tidur Go Pay. Di kamar yang sebelumnya terdapat banyak uang serta batu permata dan harta lainnya, namun di kamar tidurnya sendiri, perabotannya cukup sederhana, Lantainya ditutupi dengan lempengan besi yang ditutup dengan kulit harimau, sedangkan di tembok tergantung busur yang lengkap dengan anak panahnya, Ada juga golok dan pedang, Hal ini membuktikan bahwa penghuninya seorang yang gemar berburu.

Karena kulit harimau dan lempengan besi penutup lantai telah dibuka, maka terlihatlah sebuah celah yang cukup Iebar, Dua orang pengawal berdiri di kedua sisi celah itu.

"Bawa keluar semua barang yang ada di dalamnya!" perintah So Ngo-tu kepada pengawal itu.

Keduanya segera mengiakan dan masuk ke dalam celah tersebut Mereka tidak lama di dalam celah itu, barang-barang pun mulai disodorkan dari bawah yang mana kemudian disambut oleh pengawal lainnya di atas. mereka menyusunnya di atas kulit harimau,

"Semua barang berharga Go Pay pasti disimpan dalam lubang ini. Kui kongkong, kau pilih saja barang apa yang kau sukai, aku yakin kau tidak akan salah memilih," kata So Ngo-tu sambit tersenyum.

Siau Po ikut tertawa.

"Jangan sungkan, Kau juga pilih saja!"

Baru mengucapkan dua patah kata, tiba-tiba Siau Po mengeluarkan seruan tertahan, karena tangannya menggenggam sebuah bungkusan dari kain sutera berwarna putih, Di atasnya tersulam lima huruf dengan indah, "Si Cap Ji Cinkeng."

"Nah, itu dia!" seru So Ngo-tu.

Kemudian dia mengambil lagi bungkusan lain yang terbuat dari sutera berwarna kuning, "Bagus, Kui kongkong! Kita berhasil mendapatkan kedua jilid kitab ini, Hong thayhou pasti senang sekali dan kita bakal mendapat hadiah besar!"

Sikap Siau Po tetap tenang, "Mari kita periksa dulu buku ini," katanya sembari membuka bungkusan yang pertama."

"Kongkong, ada sesuatu yang ingin kukatakan, aku harap kongkong tidak menjadi salah paham karenanya." Siau Po senang menghadapi sikap So Ngo-tu yang berpangkat tinggi namun selalu mengucapkan kata-kata yang sopan kepadanya, Selama di Yang-ciu, setiap hari dia dihina para tamu dan kebanyakan memanggilnya dengan sebutan yang tidak enak didengar, umpamanya kura-kura kecil atau anak haram. Belum ada yang memperlakukannya sebaik itu. Kadang-kadang dia merasa heran atas perubahan menyolok yang dialaminya.

"Ada perintah apa, So tayjin? silahkan utarakan saja," kata Siau Po.

"Memerintah? Mana aku berani?" sahut So Ngo-tu tersenyum, "Begitu, aku lebih tua beberapa tahun darimu, dan tiba-tiba saja terlintas sebuah ingatan di benakku, Kui kongkong, kitab-kitab ini merupakan permintaan Hong thayhou dan Go Pay punya menyimpannya di tempat yang demikian rahasianya, pasti kitab ini penting sekali, Namun di mana letak pentingnya? Aku juga ingin sekali melihat isinya, tapi aku khawatir kalau isinya tidak disukai oleh Hong thayhou, sedangkan kita sudah mendahului beliau membukanya, bukankah kita akan celaka karenanya?"

Siau Po terkejut setengah mati. Cepat-cepat dia letakkan kembali kitab itu.

"Kau benar, So tayjin, Terima kasih atas nasehatmu Kalau tidak, kemungkinan kita berdua akan tertimpa bencana," kata Siau Po.

"Jangan berkata demikian, kongkong, Kita dititahkan untuk bekerja sama, Di antara kita tidak ada perbedaan derajat, Kalau aku tidak memandang kongkong sebagai orang sendiri, mana mungkin aku berani bicara terus-terang, iya kan?"

"Tapi, tayjin, Kau adalah seorang menteri besar, sedangkan aku hanya seorang budak hina. Mana boleh dianggap sebagai orang sendiri?" kata Siau Po.

So Ngo-tu mengibaskan tangannya.

"Kalian keluar du!u!" perintahnya kepada para bawahannya.

Para pengawal itu segera mengiakan sambil menjura, begitu orang-orang itu mengundurkan diri, Hay So Ngo-tu segera menarik tangan Siau Po sambil berkata.

"Kongkong, jangan kau ucapkan kata-kata itu lagi, bahkan kalau kongkong tidak keberatan, aku ingin mengikat tali persaudaraan denganmu."

Siau Po tertegun.

"Kita mengangkat jadi saudara? Mana mungkin?"

"Sudah kukatakan, kongkong jangan mengucapkan kata-kata itu. Sama saja kongkong tidak memandang sebelah mata kepadaku, Entah mengapa, mungkin karena jodoh, begitu pertama kali melihat kongkong, aku langsung mempunyai perasaan akrab, Senang sekali rasanya dapat bergaul denganmu, Nah, kalau kau memang tidak  keberatan, kita pergi ke ruang sembahyang untuk mengangkat sumpah di sana. Dengan demikian kita mengangkat persaudaraan Asal Sri Baginda tidak tahu, tentu tidak ada yang berani mengatakan apa-apa."

So Ngo-tu menggenggam tangan Siau Po erat-erat, sikapnya serius sekali, Dia memang seorang menteri yang berpandangan jauh dan pengamatannya tajam sekali. Dia sadar bahwa bersahabat dengan si thay-kam cilik akan membawa manfaat besar baginya, Bukankah thay-kam cilik ini sangat disayang oleh Sri Baginda dan juga ibu suri?

Meskipun Siau Po juga seorang bocah yang cerdas, tapi dalam soal kelicikan dia masih kalah jauh dengan So Ngo-tu, Karena itu pula dia mudah terbujuk mulut manis.

"Mari!" kata So Ngo-tu sambil menarik tangan Siau Po.

Bangsa Boanciu memuja sang Budha, itulah sebabnya dalam setiap rumah para pembesar, menteri maupu orang sipil terdapat ruang pemujaan. Demikian pula dengan gedung kediaman Go Pay ini.

So Ngo-tu langsung mengambil hio yang mana kemudian disulutnya dan diajaknya Siau Po menjatuhkan diri berlutut bersama-sama.

"Murid bernama So Ngo-tu, hari ini murid bersama. "

"Kui Siau-Po!" kata Siau Po menyebut namanya, tapi dia menggunakan she Kui. "Benar-benar edan! Aku sampai lupa menanyakan nama lengkapmu!" Seru So Ngo-

tu sambit menepuk kepalanya sendiri, "Siau Po. Nama yang bagus, kau memang 

mustika di antara manusia!"

Siau Po artinya mustika kecil, Dan saat itu, ketika mendengar ucapan So Ngo-tu, Siau Po justru berkata dalam hatinya.

"Hm, itu katamu, Di Yang-ciu, orang justru memanggilku si kura-kura kecil!" So Ngo-tu melanjutkan sumpahnya.

"Murid, So Ngo-tu. Hari ini, murid mengangkat saudara dengan Kui Siau Po, untuk selanjutnya kami akan hidup bahagia dan sengsara bersama-sama, Siapa tidak jujur atau tu!us, biarlah dia diku-tuk, untuk selamanya tidak bisa maju dan akan mendapat celaka di akhir nanti."

Selesai bersumpah, dia menyembah tiga kali, kemudian berkata kepada Siau Po. "Nah, sekarang giliranmu!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar