Kaki Tiga Menjangan Jilid 05

Jilid 05

"Kira-kira satu jam. "

"Jangan mengoceh sembarangan! Berapa lama sebenarnya ?" "Tidak ada satu jam, mungkin setengahnya,.,."

"Kalau aku bertanya, jangan kau jawab asal-asalan saja. Kau harus mengatakan yang sebenarnya. Dia belajar silat, kau tidak, Kalah pun tidak perlu malu, Apalagi usianya dan tubuhnya lebih besar dari kau. Tidak apa meskipun kau kalah seratus kali, yang penting akhirnya kau bisa menang! Dengan demikian lawan akan menyerah dan mengakui kau sebagai seorang enghiong!"

"Benar! Dulu Han Kho cou telah melabrak Co Pa Ong sehingga Raja Cou itu menggantung diri di sungai Ouw Kang,.,."

"Apa? Menggantung diri di sungai? Bukan membunuh diri!"

"Menggantung diri atau membunuh diri di sungai Ouw Kang sama saja! pokoknya dia kalah da membunuh diri sendiri!"

"Baiklah, sekarang aku tanya lagi, Sebenarnya berapa kali kau kalah?" "Paling-paling cuma dua atau tiga kali!"

"Pasti empat kali."

"Yang benar-benar kalah cuma dua kali, yang dua kali aku dikelabui olehnya, tidak masuk hitungan!"

Hay kongkong tersenyum.

"Anak ini keras kepala tapi jujur," pikirnya dalam hati, "Otaknya juga cerdik sekali," kemudian dia berkata, "Kau tidak mengerti sekolah ilmu silat, Siau Hian cu pasti akan mengganggumu terus sampai kau benar-benar takluk! Tapi aku percaya dia juga baru belajar, Kau jangan takut, nanti aku ajarkan kau ilmu Tay kim na-hoat. Asal kau mengingatnya baik-baik, besok kau pasti dapat melawannya!"

Siau Po kegirangan. "Ya, aku akan belajar sungguh-sungguh. Akan kujatuhkan dia!" "Masih belum tentu, Nak. Tergantung dari latihanmu ilmu itu terdiri dari delapan belas 

jurus, dan setiap jurusnya ada tujuh delapan gerak perubahan. Tidak mungkin bisa kau 

pelajari dalam waktu satu hari, sekarang kau perhatikan baik-baik, begini caranya!"

Hay kongkong berdiri. Sebelah kakinya diangkat ke atas sedikit untuk memasang kuda-kuda. Kemudian kedua tangannya mulai bergerak perIahan-lahan. "Kau perhatikan ingat baik-baik kemudian kau ikuti, Setelah kau bisa menjalankannya dengan baik, nanti aku beberkan setiap perubahannya."

Siau Po menurut, dia langsung bersilat otaknya memang cerdas sekali, ingatannya kuat Dia dapat menirukan gerakan orang tua itu. Setelah menjalankan tujuh delapan kali, dia langsung berteriak.

"Sekarang aku bisa!"

"Mari kita coba!" kata Hay kongkong yang langsung duduk di kursi, "Kau boleh mulai menyerang!"

Siau Po menurut, baru tangannya bergerak, tahu-tahu bahunya telah terpegang. "Kau belum bisa!" kata Hay kongkong, "Ayo latihan lagi!"

Siau Po tertegun, tapi dia mengerti ia meneruskan latihannya, tapi ketika dia mencobanya untuk kedua kali, kembali dia gagal

"Huh! Bocah tolol! Kau benar-benar kutu kecil yang bebal"

"Dasar kura-kura tua!" maki Siau Po dalam hati, namun dia terus berlatih, pikirannya dilanda kebingungan.

Walaupun kau berlatih tiga tahun lagi, tetap saja kau tidak dapat menghindarkan diri dari seranganku seharusnya ketika aku menyambar, kau langsung menyambuti dengan menghajar tanganku. Sebab seranganku ini tidak dapat ditangkis, itu namanya diserang namun menyerang!"

Senang hati Siau Po memperoleh keterangan dari si orang tua.

"Begitu rupanya, nah sekarang aku akan memulai!" Dia lantas menyerang, Dia disambar, tetapi tahu-tahu telinganya kena ditampar!

Dia menjadi terkejut dan panas hatinya dan bermaksud membalas menampar telinga si orang tua, tapi dia gagal. Tangannya malah kena dicengkeram kemudian disentakkan sehingga tubuhnya terpelanting.

Hay kongkong tertawa terbahak-bahak.

"Dasar kutu kecil bebal, otak lembu, Nah, sekarang kau ingat baik-baik!"

Siau Po terlempar ke sudut tembok dan jatuh terbanting. Hampir saja dia semaput. Hatinya semakin panas, Hampir saja dia mencaci Untung saja dia masih bisa mengendalikan mulutnya, malah diam-diam dia berpikir "Betul Tipu gerakan ini bagus sekali, Aku akan mencobanya besok!"  Dia langsung merayap bangun dan terus latihan lagi.

Bocah ini memang keras kepala, Dia terus berlatih, berkali-kali dia gagal, namun dia terus mencoba, Hatinya merasa penasaran, bagaimana mungkin seorang yang sudah buta masih begitu lihay?

"Kong kong, bagaimana sebenarnya ini? Mengapa aku tidak bisa menghindar dari seranganmu?"

Hay kongkong tersenyum.

"Beberapa kali aku menyerangmu dengan perlahan Kalau aku mau, kapan saja aku bisa mencelakaimu. Biar pun belajar sepuluh tahun lagi, tetap saja kau tidak bisa menghindarkan diri dari seranganku sekarang kita kembalikan saja pada urusanmu sendiri!"

Siau Po menurut. Dalam hatinya dia ingin sekali mengalahkan Siau Hian cu, karenanya dia lalu berlatih sungguh-sungguh. Dia berlatih dari siang sampai sore, Hay kongkong juga melayaninya.

Malam itu Siau Po tidur dengan menahan rasa nyeri bekas pukulan dan jatuh, Tapi dia tidak menghiraukannya, sebab semua itu toh tidak membahayakan nyawanya.

Besok paginya, kembali dia pergi berjudi. Siang harinya dia mencari Siau Hian cu, yang dia temukan dengan pakaian baru, Hatinya sengit sekali. Lupa ia akan ajaran Hay kongkong, tanpa berpikir panjang dia menyerang bocah itu.

Sekali renggut dia berhasil mengoyak pakaian Siau Hian cu, tapi bocah itu tidak memperduIikannya, tinjunya menghajar ke pinggang Siau Po sehingga thay-kam gadungan itu menjerit-jerit kesakitan. Tangan Siau Hian cu juga menotok paha kirinya sehingga di lain saat dia telah ditunggangi seperti seekor kuda.

"Ya, aku menyerah!"

Siau Hian cu bangkit, memberi kesempatan kepada lawannya agar dapat berdiri Siau Po memperhatikannya lekat-lekat. Dia sudah bersiap.

"Majulah!" tantangnya.

Siau Hian cu maju, tapi kali ini dia gagal Sebab satu jurus dari Toa Kim na-hoat membuatnya menjerit-jerit kemudian terpaksa mengaku kalah.

Bukan kepalang girangnya hati Siau Po, ini merupakan kemenangannya yang pertama, dia menjadi lupa daratan dan sombong, Dan ketika mereka bergebrak kembali. Dia jadi kena dirobohkan. "Celaka!" pikirnya dalam hati, dia pun meningkatkan kewaspadaan dan berkelahi dengan penuh perhatian. Pada babak keempat, mereka seri. Mereka sudah bergumul cukup lama sehingga keduanya sama-sama merasa letih, permainan pun dihentikan

"Hari ini kau maju banyak sekali!" kata Siau Hian cu sambil tertawa. Pertempuran ini sangat menarik hati. siapakah yang mengajari kau?"

"lnilah kepandaianku sendiri," sahut Siau Po berbohong. "Selama dua hari ini aku memang sengaja menyembunyikannya, Besok-besok masih banyak kejutan yang akan kuperlihatkan kepadamu. Kau mau coba atau tidak?"

"Tentu aku suka mencobanya!" kata Siau Hian cu, "Awas, jangan sampai kau berkaok-kaok mengaku kalah dan takluk kepadaku!"

"Hal itu tidak akan terjadi Besok kaulah yang akan mengaku kalah!"

Sampai di situ keduanya berpisah, Siau Po kembali ke kamarnya, pekerjaannya sekarang rutin sekali, bermain judi dan melawan Siau Hian cu.

Tanpa terasa dua bulan sudah dia menetap di istana itu, Dia mendapat berbagai pengalaman baru dan pengetahuannya pun semakin bertambah sekarang dia tahu bahwa ilmu silat Hay kongkong berasal dari Siau lim pai. sedangkan Siau Hian cu dari Bu Tong pai.

Sementara itu, hutang kedua saudara Un semakin bertumpuk Siau Po sengaja menawarkan jasanya kepada mereka. Rasanya kesempatannya untuk masuk ke kamar tulis raja guna mencuri kitab yang dimaksudkan Hay kongkong tidak lama lagi akan datang.

Jumlah hutang keduanya sudah mencapai dua ratus tail lebih, Belakangan mereka kalah habis-habisan. Keduanya saling lirik sekilas, kemudian Yu To berkata kepada Siau Po.

"Saudara Kui, kami ingin membicarakan sesuatu, sudikah saudara ikut dengan kami?"

"Baik," sahut Siau Po santai, "Kalau kalian masih membutuhkan uang, katakan saja!"

Terima kasih," kata Yu To. Mereka terus berjalan mengikuti Siau Po, ketiganya menuju rumah sebelah.

"Saudara Kui, kau masih begitu muda, namun hatimu mulia sekali, Sukar mencari orang baik sepertimu di zaman ini," kata Yu To memuji

Tentu Siau Po senang dipuji, tetapi dia tetap merendah. "Ah, saudara hanya memuji, di antara orang sendiri tidak perlu sungkan-sungkan. Soal pinjam meminjam tidak menjadi masalah!" kata Siau Po sambil mengeluarkan uang sebanyak tiga puluh tail dan diserahkannya kepada kedua saudara itu. "Kalian butuh uang? Ambillah ini!"

"Kau baik sekali, saudara, cuma hati kami jadi tidak enak," kata Yu To. "Hutang kami sudah banyak..."

"Saudara, semakin lama kau semakin maju saja, sedangkan modal kami pun sudah amblas, bahkan hutang kami menumpuk, entah sampai kapan baru kami bisa melunasinya? perasaan kami jadi bingung. "

Siau Po tersenyum.

"Hutang tidak terbayar padahal hal yang biasa, sudahlah, tak usah saudara menyebut-nyebutnya lagi."

Yu To menarik nafas panjang.

"Saudara, kau sungguh baik, jadi maksudmu, sampai kapan pun hutang kami itu tidak perlu dipikirkan?"

"Memang begitulah maksudku, Tidak apa-apa, meskipun sampai dua ratus tahun!" "Sampai dua ratus tahun? Mana ada manusia yang umurnya sepanjang itu?" tukas 

Yu Hong sambil menoleh kepada kakaknya dan Yu To pun menganggukkan kepalanya, 

"Saudara Kui, setahu kami, majikanmu itu hebat sekali!" "Maksudmu, Hay kongkong?"

"Benar," sahut Yu Hong, itulah yang mengkhawatirkan kami. Meskipun kau tidak menagih hutang itu, tapi bagaimana dengan majikanmu? Kami akan mencari akal untuk membayarnya."

Otak Siau Po bergerak cepat, pikirnya dalam hati.

"Hay kongkong memang cerdik, Kura-kura tua itu bisa memandang jauh, Entah apa yang dipikirkannya sekarang?" Selama ini dia repot bertanding dengan Siau Hian cu, sehingga lupa urusannya mencari kitab. 

"Baiklah, sekarang aku ingin mendengar apa yang akan dikatakan kedua bersaudara ini." Karena itu pun, dia memperhatikan kedu orang di hadapannya.

"Saudara Kui, setelah berpikir sekian lama kami rasa hanya ada satu jalan, yakni jangan kau beritahukan kepada Hay kongkong mengenai hutang kami, Kami berjanji, kalau nanti menang main kami akan melunasi hutang itu." "Kalian berdua memang kura-kura. Boleh saja kalian berjanji, tapi mana mungkin kalian bisa melunasi hutang kalian itu? Kalian toh tidak mungkin mengalahkan aku!" makinya dalam hati.

Namun di luar dia berkata: "Sayang sekali..." Siau Po pura-pura menyesal "Hal itu justru sudah diketahui oleh kongkong, Majikanku itu pernah mengatakan, bahwa hutang harus dilunasi, tetapi waktunya boleh diperpanjang sedikit."

Mendengar kata-katanya, kedua saudara itu terkejut setengah mati, Mereka saling melirik sekilas. Tampaknya mereka memang takut terhadap Hay kongkong.

"Tapi, saudara muda, tidak dapatkah kau membantu kami? Begini, kalau kau menang lagi nanti, uang kemenangan itu kau serahkan kepada kongkong dan katakan sebagai cicilan hutang kami!"

"Ah! Kalian memang Iicik!" maki Siau Po dalam hati, "Apakah kalian mengira aku ini bocah usia tiga tahun?" gerutunya lagi diam-diam.

"Caramu itu bisa juga dilakukan, tetapi apakah tidak akan menimbulkan kesulitan bagiku?" katanya kepada kedua saudara Un itu.

"Saudara Kui, kau memang baik sekali, Terima kasih untuk kebaikanmu itu," kata kedua saudara Un dengan perasaan lapang.

"Kami tidak akan melupakan budimu untuk selamanya!" kata Yu Hong.

"Kalau kalian sudah mengambil keputusan seperti itu, baiklah, cuma ada satu permintaanku. Dapatkah kalian memberikan bantuan kepadaku?"

"Mudah! Mudah!" sahut kedua orangku serentak "Bantuan apa yang dapat kami Iakukan?"

"Begini, sudah banyak hari aku berdiam dalam istana. tetapi selama ini aku belum pernah melihat wajah Sri Baginda, Berbeda dengan kalian, sebab di dalam Gi Si Pong, kalian senantiasa melayani junjungan kita itu. Aku bermaksud meminta kalian mengajak aku melihat Sri Baginda."

Yu To dan Yu Hong terkejut sekali.

"Ini... ini" Sikap mereka gugup sekali, Untuk sesaat mereka sampai tidak dapat mengatakan apa-apa.

"Jangan salah paham, Aku hanya ingin melihat wajah Sri Baginda, Aku bukan hendak mengajukan sesuatu, Kalau aku berada dalam Gi Si Pong, tentu aku bisa melihat beliau! Betapa puas hatiku nanti! Andaikata gagal, aku juga tidak akan menyalahkan kalian!" Kedua saudara itu berdiam diri sejenak untuk berpikir Kemudian terdengar Yu To berkata.

"Kalau tujuan Saudara hanya untuk melihat wajah Sri Baginda, siang nanti aku akan menjemput saudara dan mengajak saudara ke Gi Si Pong, ItuIa saatnya Sri Baginda berada di kamar tulisnya untuk menulis sajak atau yang lainnya, Di saat itu lebih banyak kesempatan saudara untuk melihatnya." selesai berkata Yu To pun melirik ke arah saudaranya sekali lagi.

Siau Po melihat sikap kedua orang itu dan diam-diam ia berkata dalam hatinya. "Kura-kura, kalian memang banyak lagak. Mungkinkah di siang hari Sri Baginda 

justru tidak berada di kamar tulisnya? Tapi, apa perduliku? Tujuanku toh bukan untuk 

melihat Raja, tapi untuk mencuri kitab, Namun, bagaimana kalau aku bertemu dengan raja? Apa yang harus kukatakan? Kalau rahasiaku ketahuan, aku bisa dihukum mati sekeIuarga. Kalau aku berhasil mencuri kitab itu, mungkin kongkong akan 

mengajarkan aku ilmu silat yang sebenarnya, Selama ini aku masih sering dikalahkan oleh Siau Hian cu."

Membawa pikiran demikian, Siau Po segera menjura kepada kedua saudara Un. "Terima kasih, saudara sekalian, Pada dasarnya kita semua memang para budak, 

tetapi kalau seumur hidup kita tidak bisa melihat wajah Sri Baginda, tentu di akherat 

nanti kita akan dicaci maki Raja Akherat." Sampai di situ, mereka pun berpisah.

Kedua saudara Un memenuhi janji, Baru lewat jam Bi si, mereka sudah menjemput Siau Po. padahal waktu perjanjian masih kurang satu kentungan.

Di luar kamar, Yu Hong bersiul perlahan sebagai tanda dan Siau Po pun segera menghampirinya, kedua saudara itu memberi isyarat dengan gerakan tangan, kemudian mereka bertiga menuju ke arah barat.

Kali ini Siau Po mengingat-ingat setiap jalan yang dilaluinya, dia terasa diajak cukup jauh berjalan Tiba-tiba Yu To menghentikan langkah kakinya dan berkata perlahan.

"Sudah sampai inilah Gi Si Pong! Kau harus berhati-hati!" "Aku mengerti," sahut Siau Po.

Dua saudara Un mengajak Siau Po ke belakang, jalannya memutar. Di situ ada sebuah pintu kecil yang kemudian mereka masuki setelah melintasi dua buah taman kecil mereka sampai di sebuah ruangan yang besar. Di dalamnya terdapat beberapa rak besar yang penuh dengan berbagai kitab, jumlahnya mungkin mencapai ribuan jilid. Melihat buku-buku itu, Siau Po diam-diam menarik nafas panjang, Dia merasa kagum juga bingung.

"Kalau aku memiliki buku sebanyak ini dan diharuskan membacanya. Mana ada waktu lagi untuk berjudi? Kongkong menyuruh aku mencuri sebuah kitab, tetapi kitab yang mana? Bagaimana aku mencarinya?" gerutunya dalam hati.

Siau Po hanya mengenal huruf angka seperti 123 dan seterusnya, sekarang dia harus mencari sebuah kitab di antara ribuan jilid, bagaimana kepalanya tidak menjadi pusing? Rasanya dia ingin membalikkan tubuh untuk kabur dari tempat itu!

"Sebentar lagi Sri Baginda akan datang ke kamar tulisnya ini. Dia biasa duduk di belakang meja itu," bisik Yu To sambil menunjuk

Siau Po memperhatikan keadaan dalam ruangan. Di tengah-tengah ada sebuah meja besar, terbuat dari kayu mahoni dan pinggirannya dilapisi emas. 

Meja itu sangat indah, dan harganya pasti mahal sekali, kecuali beberapa jilid buku, di atas meja juga terdapat beberapa macam peralatan tulis. Kursinya memakai alas dan sarung yang bersulamkan naga dari benang emas.

Meskipun nyalinya besar sekali, tetapi melihat perabotan dalam kamar itu, jantung Siau Po bertebaran juga, Di dalam hati kembali dia memaki "Raja kura-kura ini, bahagia sekali hidupnya!"

"Kau bersembunyi di belakang rak buku itu," kata Yu To, "Nanti kau bisa melihat Sri Baginda raja, Selagi Sri Baginda menulis, kau jangan bersuara sedikit pun. juga jangan batuk-batuk atau berdehem, Kalau kau sampai kepergok dan Sri Baginda gusar, mungkin beliau akan memanggil para siwi (pengawal) dan kau pun akan diringkus untuk dipenggal batang lehermu!"

"Aku tahu!" sahut Siau Po. "Tak nanti aku bersuara ataupun terbatuk-batuk."

Kedua saudara Un segera bekerja, mereka membersihkan debu-debu dari meja dan kursi, juga menyapu lantai sehingga semuanya bertambah mengkilap, Cermin muka pun dilap sehingga menjadi terang.

"Saudara, kalau lohor ini Sri Baginda raja tidak datang, berarti hari ini beliau tidak akan datang lagi, sebentar lagi akan ada siwi yang meronda, kalau kita sampai kepergok, habislah semuanya!" kata Yu To.

"Aku tahu," sahut Siau Po. " sekarang kalian boleh pergi dulu, aku akan menunggu sebentar lagi."

"Tidak bisa, Kau tentu tahu peraturan di dalam istana, bukan? Baik para thay-kam dan dayang-dayang tidak dapat sembarangan saja menghadap raja." "Betul, saudara Kui," kata Yu Hong menambahkan. "Bukannya kami tidak suka membantumu, tapi berdiamnya kami di sini ada batas waktunya. Kami hanya boleh berada di sini selama setengah jam. Selesai menjalankan tugas, kami harus keluar lagi, jikalau kami berayal, dan kena dipergoki para siwi, setidaknya kami bisa dirotani atau beratnya dihukum mati!"

"ltu toh tidak berarti?" kata Siau Po seenaknya. Yu Hong membanting kaki.

"Saudara Kui, di sini kita tidak bisa main-main. Untuk melihat Sri Baginda, besok masih ada kesempatan kita datang lagi saja besok,"

"Baiklah," sahut Siau Po akhirnya, "Mari kita pergi!"

Bukan kepalang leganya hati kedua saudar Un. Mereka segera keluar dari ruangan itu sambi mendampingi Siau Po dari kanan kiri, justru pada saat itu, tiba-tiba Siau Po berkata. "Kalian juga belum pernah melihat Raja, bukan?"

Yu Hong tertegun.

"Kau... kau... bagaimana. " sikapnya gugup, Sudah tentu dia ingin bertanya, 

"Bagaimana kau bisa tahu?" Tetapi belum sempat dia menyelesaikan ucapannya, Yu To sudah menukas.

"Mana mungkin kami belum pernah melihatnya ?" Yu To lebih pandai berpura-pura, "Sudah sering kami melihat beliau."

Siau Po tidak mau memojokkan mereka. Dia berjanji kepada kedua saudara Un bahwa dia akan menggunakan uang kemenangannya sebagai pembayar hutang kepada Hay kongkong. 

Kedua saudara itu langsung mengucapkan terima kasih berulangkali, serta mengatakan kelak mereka akan membalas budi kebaikan Siau Po.

Sekejap saja mereka sudah sampai kembali di pintu samping, Siau Po berkata. "Lain kali kalian ajak lagi aku kemari, lihatlah peruntunganku!"

"Ya, ya!" sahut kedua saudara Un.

Mereka pun berpisah, Siau Po berjalan dengan cepat, setelah melintasi dua buah lorong, dia menghentikan langkah kakinya dan menolehkan kepala untuk melihat kedua saudara Un itu. 

Dia bersembunyi sebentar, begitu kedua orang itu pergi jauh, dia langsung kembali lagi, tujuannya sudah pasti kamar tulis raja. Sempat dia merasa kecewa, karena ternyata pintunya dikunci. Untuk sesaat Siau Po tertegun. "Pintu kamar tulis ini sudah dikunci, ternyata kedua saudara Un itu tidak berbohong, pasti barusan ada siwi yang meronda kemari, tetapi, kemana perginya mereka sekarang?" pikirnya dalam hati.

Siau Po memasang telinganya di depan pintu, Dia tidak mendengar suara apa pun. Hatinya penasaran dia mengintai dari lubang kunci, tidak terlihat seorang pun di dalam kamar tulis itu. Akhirnya dia mengeluarkan pisau belati yang digunakannya untuk membunuh Siau Kui cu. 

Kepalanya melongok ke kanan kiri. Setelah yakin tidak ada orang, dia congkelkan pisaunya ke dalam celah pintu sehingga palangnya terbuka, Dengan gesit dia membuka pintu itu dan kemudian menyelinap ke dalamnya, pintu itu pun lalu dipalang kembali

Ternyata Gi Si Pong itu nama kamar tulis Raja dan di dalam tidak ada siapa-siapa. Melihat kursi yang bersulaman indah itu, Siau Po tidak dapat menahan keinginan hatinya, Dia berjalan menghampiri kursi itu kemudian duduk di atasnya.

"Gila, Raja dapat duduk di sini, mengapa aku tidak?" meskipun mulutnya berkata demikian, ketika dia menghenyakkan pantatnya di atas kursi itu, jantungnya berdegup dengan kencang.

"Ah, kursi ini tidak seberapa nyaman diduduki, kalau begitu jadi Raja juga belum tentu enak," pikirnya kembali.

Tidak berani dia duduk lama-lama, cepat-cepat dia mendekati rak besar dan mencari kitab Si Cap Ji cin-keng. Namun dia menemui kesulitan, jumlah bukunya terlalu banyak, sedangkan dia tidak bisa membaca. 

Dia mencari judul buku dengan huruf "Si" sebagai permulaan Dia menemukannya, tetapi huruf keduanya bukan Cap. Kemudian dia mencari buku yang huruf keduanya "Cap", kembali dia menemui kegagalan sebab yang ada bukan Cap Ji tapi Cap Sha tiga belas.

Ah, dimanakah letaknya kitab itu, tanyanya berulang-ulang dalam hati, Tepat pada saat itulah dia mendengar suara langkah kaki di luar pintu.

"Celaka ada orang!" hatinya terkesiap, "Bagaimana baiknya? Tidak dapat dia berlari keluar sebab pintunya hanya ada satu, cepat-cepat dia berlari kemudian bersembunyi di balik rak buku.

Sekejap kemudian orang itu sudah masuk ke dalam kamar, dia tidak langsung duduk, tetapi berjalan hilir mudik, seolah sedang gelisah menunggu sesuatu.

Gawat! Tentu ada siwi yang lagi meronda!" pikir Siau Po dalam hatinya, "Apakah tadi ada orang yang melihat aku tusuk ke ruangan ini?" Keringat dingin langsung membasahi kening Siau Po. Dia sadar, kalau sampai kepergok, tamatlah riwayatnya. Selagi orang itu berjalan mondar mandir di dalam ruaagan, tiba-tiba di luar ada seseorang yang berkata.

"Sri Baginda yang mulia, Gak siau-po datang karena ada urusan yang penting sekali. Sekarang Gak siau-po sedang menunggu di depan pintu!"

"Oh!" Terdengar seruan terkejut Sri Baginda.

Siau Po terkejut sekaligus senang. Dia ingat siapa Gak siau-po, Diam-diam dia berpikir dalam hati.

"Jelas orang di dalam ruangan ini Raja dan yang di luar Gak siau-po. Dan Gak siau- po itu orang lihay nomor satu bangsa Boanciu yang hendak dicari oleh Mau toako, Entah bagaimana tampangnya, aku harus melihatnya!"

Siau Po langsung mengintai dari tempat persembunyiannya. sementara itu, Sri Baginda sudah memberi ijin kepada Gak Siau-po untuk masuk ke dalam, Langsung terdengar suara langkah kaki yang masuk ke dalam. Orang itu lantas memberi hormat sambil berlutut

"Go Pay menghadap Sri Baginda!"

Siau Po mengintip, Dia melihat seseorang bertubuh tinggi besar, Tidak berani dia memperhatikan lama-lama karena khawatir orang itu akan mengangkat wajahnya dan melihatnya.

"Kau menganggukkan kepala kepada Raja, sama saja kau memberi hormat kepadaku! Begini rupanya tampang tokoh nomor satu bangsa Boan ciu, apanya yang hebat!" makinya dalam hati.

"Cukup!" sementara itu terdengar suara sahutan Sri Baginda.

Go Pay langsung bangun dan berkata. "Harap Sri Baginda ketahui bahwa Suke Shasia bermaksud mengkhianati, sarannya sungguh kurang ajar, Bagaimana pun dia harus mendapat hukuman yang berat!"

"Begitu?" sahut Raja datar.

"Ya, Sri Baginda, Dia juga mengusulkan agar hamba ditugaskan menjaga makam kerajaan!"

"Oh, begitu," sahut Raja singkat, kembali tanpa emosi.

"Oleh karena itu hamba sudah merundingkannya bersama para raja muda, para pangeran dan menteri-menteri besar yang mana akhirnya ditarik kesimpulan bahwa Suke Shasia mempunyai dua puluh empat dosa besar, termasuk berhati licik serta berniat mengkhianati dan menghina Sri Baginda. Dia harus dihukum picis bersama  putra bungsunya, Suke Tan, yang menjabat sebagai menteri besar urusan negara, Dan keenam orang anak angkatnya, seorang cucu, dua orang anak saudaranya harus dihukum mati, sedangkan sanaknya Tongnia Pai-erl Hetu dan siwi Ngo Tu juga harus dihukum mati!" kata Go Pay kembali.

"Apakah hukuman demikian tidak terlalu berat?" tanya Raja.

Siau Po heran mendengar suara raja itu. Diam-diam dia berkata dalam hati: "Suara Raja seperti suara anak kecil dan mirip dengan suara Siau Hian cu, aneh sekali?"

Terdengar Go Pay berkata kembali "Sri Baginda masih terlalu muda, mungkin Sri Baginda masih kurang jelas mengenai urusan pemerintahan, Suke Shasia telah mendapat pesan terakhir dari almarhun Sri Baginda sebelumnya bahwa dia beserta hambamu yang lainnya harus membantu dalam urusan negara, seharusnya dia merasa gembira mendengar Sri Baginda sendiri yang akan memegang tampuk pimpinan. Tetapi dia malah memberikan saran yang menghina, hatinya jahat. Karena itu hamba mohon Sri Baginda menerima saran hamba ini agar dia segera ditawan dan dijatuhi hukuman berat, Sri Baginda baru mulai memerintah sudah sepatutnya Sri Baginda menunjukkan kewibawaan agar semua menteri merasa segan! jikalau Suke Shasia diampuni atas kesalahannya ini, kelak di kemudian hari sulit bagi Sri Baginda untuk mengendalikan pemerintahan di negara ini, apalagi yang berani meniru perbuatan Suke Shasia itu!"

Kesal hati Siau Po mendengar suara Go Pay yang angkuh itu.

"Kura-kura tua ini sangat tidak tahu diri. Dia berani menghina Raja yang menurutnya masih muda sekali. Tetapi apakah benar Raja ini masih kecil? Tidak heran, suaranya mirip Siau Hian cu. Menarik sekali," pikirnya.

Kemudian dia mendengar suara Raja, "Mungkin perbuatan Suke Shasia memang kurang tepat, tetapi dia adalah seorang menteri besar yang ditugaskan membantu kerajaan. Sama seperti kau dan menteri-menteri lainnya yang dihargai oleh mendiang Sri Baginda, Kalau baru mulai memerintah saja aku sudah menghukum mati seorang menteri besar, mungkin arwah mendiang Sri Baginda di dunia lain akan menjadi tidak senang."

Go Pay tertawa.

"Sri Baginda, ucapan Sri Baginda seperti kata-kata seorang anak kecil saja, mendiang Sri Baginda menugaskan Suke Shasia membantu pemerintahan itu artinya, dia harus baik-baik memberikan bantuan kepada Sri Baginda, tetapi dia justru sebaliknya, Dia berhati serong juga menghina Sri Baginda! Hal ini membuktikan bahwa dia tidak menghormati mendiang Sri Baginda, juga Sri Baginda sendiri !" Habis berkata, menteri itu tertawa lebar.

"Go siau-po, apakah yang lucu sehingga kau tertawa?" tanya Raja, Tawa Go siau-po seperti dibuat-buat, sikapnya benar-benar tidak sopan Lagipula memang tidak ada yang lucu. Go Pay tertegun, dia baru sadar bahwa sikapnya kurang pantas, "Ya... ya..." katanya bingung, perasaannya mendadak jadi tidak enak.

"Lagi pula, kalau dia sampai dihukum mati, hilanglah kharisma serta kebijaksanaan Raja yang terdahulu. Apa kata rakyat nanti apabila aku keliru menghukum seorang menteri besar? Dia dianggap banyak dosanya, tetapi mengapa mendiang Sri Baginda mau menggunakan jasanya seperti halnya engkau yang bahkan bertugas bersamanya?"

"Sri Baginda hanya ketahui satu hal, tapi tidak tahu yang lainnya, Kalau rakyat mempunyai pemikiran tersendiri biarkan saja. Hamba yakin tidak ada yang berani sembarangan berbicara, Sebenarnya, memang siapa yang berani mencela mendiang Sri Baginda? Orang yang berani berbuat demikian, memangnya punya batok kepala berapa buah?"

"Akan tetapi, kita harus ingat apa yang dicatat dalam kitab tua. yakni menjaga mulut rakyat seperti menjaga sungai yang mengalir Kalau kita sembarangan menghukum mati saja, sedangkan rakyat dilarang bicara, aku rasa bukanlah hal yang bijaksana."

Diam-diam Siau Po merasa kagum terhadap raja ini. "Memang benar apa yang dikatakannya." katanya dalam hati.

"Itulah tulisan dari kitab tua zaman Beng yang paling tidak bisa dipercayai kata Go Pay kembali "Kalau orang Han itu benar, kenapa kerajaannya bisa jatuh ke tangan, kita bangsa Boanciu, Hamba ingin menasehati Sri Baginda agar mengurangi bacaan tidak bermanfaat yang bahkan bisa membuat otak kita menjadi butek itu."

"Hm!" Raja hanya berdehem.

"Begitu juga ketika hamba mengikuti mendiang Sri Baginda Thay Cong dan mendiang Sri Baginda menyerang ke timur serta barat, Ketika dari Kwan gwa menerjang masuk ke Kwan-lai, berapa banyak jasa besar yang telah hamba bangun, semuanya menggunakan cara kita bangsa Boanciu," kata Go Pay kembali.

"Ya, jasa Siau-Po memang besar sekali, kalau tidak, mana mungkin mendiang Sri Baginda bisa menghargaimu!"

"Hambamu hanya tahu bagaimana harus setia mengikuti Sri Baginda menjalankan pemerintahan, Hamba sudah mengabdi dari zaman Thay Cong sampai Si Cou malah sampai Sri Baginda sekarang! Kita bangsa Boanciu, kita biasa melakukan apa pun seadanya, Setiap perbuatan ada pahalanya dan ada hukumannya, tergantung dari apa yang kita lakukan. Suke Shasia tidak setia, karena itu dia harus mendapat hukuman berat!"

"Sungguh jahat, Dari suaramu saja, aku tahu bahwa kaulah sendiri yang pengkhianat!" maki Siau Po dalam hatinya. "Sejak tadi kau berkeras agar Suke Shasia mendapat hukuman berat, sebetulnya apa alasan utamanya ?" tanya Raja.

"Alasannya? Mungkin Sri Baginda menganggap aku mempunyai persoalan pribadi dengannya!" suara menteri itu semakin keras. Setelah itu dia malah berkata lagi: "Hamba bekerja untuk bangsa Boanciu, usaha yang telah dibangun oleh Thay cou dan Thay cong tidak dapat disia-siakan oleh anak cucunya. Sungguh hamba tidak mengerti apa maksud pertanyaan Sri Baginda tadi?"

Siau Po terkejut setengah mati mendengar suaranya yang begitu sinis dan tajam Dia mengintai lagi, Kali ini dia dapat melihat dengan tegas. Ternyata bukan hanya tubuhnya saja yang besar, Go Pay juga memiliki kulit wajah yang kasar. 

Alisnya menjungkit ke atas, tebal tapi mengesankan kebengisan Dia berbicara dengan sepasang tangannya dikepal-kepalkan, bahkan dapat terdengar suara peletekan tulang belulangnya.

Tepat pada saat itu seorang bocah tanggung melompat turun dari kursi yang bersulaman indah itu, Ketika Siau Po menegaskan pandangan matanya, hatinya terkesiap, Mulutnya melongo dan tanpa sadar dia mengeluarkan seruan tertanam. Sebab sekarang dia dapat melihat tegas bahwa orang itu memang Siau Hian cu yang mengajaknya berkelahi setiap hari.

Setelah pulih kesadarannya, Siau Po bermaksud melarikan diri dari tempat itu. Tetapi sebuah ingatan melintas di benaknya.

"Siau Hian cu lebih hebat daripada aku. Apalagi saat ini ada Go Pay, si tokoh nomor satu dari bangsa Boanciu. "

Berpikir demikian, tiba-tiba Siau Po tahu apa yang harus dilakukannya, Dia mengurungkan niatnya untuk menyingkir atau bersembunyi kembali, dengan nekat dia malah melompat turun, kemudian menghambur ke depan Siau Hian cu dan menghadang Go Pay.

"Go Pay!" Dia langsung menegur Raja Muda itu. "Apa yang kau inginkan? Berani- beraninya kau bersikap kurang ajar terhadap Sri Baginda! jikalau kau benar berniat memukul atau membunuh beliau, kau harus langkahi dulu aku sebagai penghalang pertama!"

Go Pay terkejut dan heran. Dia adalah seorang menteri besar, Dia juga panglima perang yang gagah. Terhadap kaisar Kong Hi (Siau Hian cu) yang masih muda, dia berani bicara keras, Tidak ada orang lain yang ia takutkan. Dia benci sekali kepada Suke Sashia, karena itu ia memfitnahnya sampai-sampai dia bersikap keras terhadap junjungannya itu. Tidak terduga sama sekali olehnya bahwa tiba-tiba akan muncul seorang thay-kam cilik yang tidak dikenalnya, Begitu terkejutnya sampai-sampai dia menyurut mundur dua langkah. Tidak jadi dia mendekati rajanya.

"Siapa kau?" bentaknya, "Mengapa kau mengoceh sembarangan? Aku sedang berbicara dengan Sri Baginda, mengapa kau berani mencela seenaknya?" sepasang kepalan Go Pay sudah dibentang.

Sekarang kenyataan bahwa bocah cilik yang setiap hari mengadu ilmu dengan Siau Po memang Kaisar Kong Hi, raja Boan yang masih muda sekali, Nama aslinya Hian Yap. Dia melihat Siau Kui cu tidak mengenalinya sebagai raja, sengaja dia menggunakan nama Siau Hian cu. Dasar masih kecil, timbul gairahnya untuk bermain- main sebagaimana layaknya bocah-bocah seusianya. 

Dia juga tertarik sekali kepada Siau Po. Seperti halnya orang-orang bangsa Boanciu, kaisar Kong Hi juga senang bergulat, Dia juga telah mempelajarinya.

Sebetulnya dapat saja dia berlatih bersama para siwi, tetapi dia tidak bersemangat sebab mereka semua takut kepadanya dan selalu mengalah untuknya. Memperoleh kemenangan dengan cara demikian tidak seru rasanya. 

Sampai dia bertemu dengan Siau Kui cu yang dianggapnya lawan setimpal, Siapa sangka di dalam Gi Si Pong ini dia dapat bertemu dengan Siau Kui cu pula, Bahkan bocah itu berani menantang Go Pay demi membelanya.

Sebenarnya kaisar Kong Hi sudah tahu apa sebabnya Go Pay mendesaknya agar menghukum Suke Shasia, sebab mereka memang bermusuhan pertentangan mereka disebabkan kedudukan mereka berdua sebagai orang-orang golongan bendera kuning dan bendera putih. Karena itu dengan enggan dia menerima usul Go Pay dan tidak disangka Raja Muda itu berani menunjukkan kegarangannya.

Sebenarnya perasaan Kaisar agak ngeri juga, Di sana tidak ada thay-kam atau pengawal. Kalau terjadi apa-apa, tidak ada yang bisa menolongnya. Siapa nyana dalam keadaan terdesak, tahu-tahu Siau Po muncul di hadapannya.

Sementara itu, keberanian Siau Po semakin terbangun melihat Go Pay menyurut mundur.

"Urusan menghukum Suke Shasia adalah haknya Sri Baginda, Mengapa kau justru bersikap kurang ajar terhadap junjunganmu? Kenapa kau hendak menyerang Sri Baginda? Apakah tidak takut seluruh keluargamu akan mendapat hukuman mati?"

Go Pay terperanjat. Kata-kata itu tepat menikam jantungnya, Keringat dingin sampai membasahi seluruh tubuhnya, Dia sadar perbuatannya tadi terlalu kasar Tapi dia memang pandai mengikuti perkembangan cepat dia berkata: "Sri Baginda, harap Sri Baginda jangan mendengarkan ocehan thay-kam cilik ini. Hambamu adalah seorang menteri yang sangat setia."

Kaisar Kong Hi tahu apa yang harus dilakukannya. Dia merasa belum saatnya menelanjangi menterinya yang berkepandaian tinggi ini, lagipula menteri itu sudah mundur teratur.

"Siau Kui cu, kemarilah," katanya kepada Siau Po.

Siau Po segera menjura sambil mengiakan, dia pun menyurut mundur beberapa langkah.

"Go siau-po, aku tahu kau adalah seorang menteri yang setia dan telah banyak berjasa, Aku tidak akan menyalahkanmu dalam urusan kecil ini!" Go Pay girang mendengar suaranya itu.

"Ya... ya. "

"Mengenai urusan Suke Shasia, Aku setuju denganmu, pokoknya kau tidak perlu khawatir Hanya tinggal waktunya saja, Dalam hal menghukum ataupun memberikan hadiah, aku tahu kewajibanku sendiri."

"Bagus!" sahut Go Pay senang, "Sekarang ternyata pandangan Sri Baginda sudah terbuka, Untuk selanjutnya hambamu akan mengabdi dengan setia demi negara dan Sri Baginda!"

"Bagus! Bagus! Akan kami laporkan kepada Thay hou supaya besok kau akan mendapat hadiah yang berarti!"

"Terima kasih, Sri Baginda," kata Go Pay sembari menjura.

"Sekarang apa kau masih mempunyai urusan lain yang ingin dibicarakan?" tanya raja kemudian,

"Tidak." sahut Go Pay. "Hamba mohon diri." Kaisar mengangguk.

Dengan wajah berseri-seri Go Pay meninggalkan kamar tulis Raja, Begitu orang itu keluar, Kong Hi langsung menghambur ke depan Siau Po.

"Siau Kui cu, sekarang kau sudah tahu rahasiaku. "

"Sri Baginda.... Waktu itu a... ku... hamba... tidak tahu, A. ku patut mendapat 

hukuman mati. Sampai sekian lama masih tidak tahu bahwa kaulah Sri Baginda Raja yang diperagungkan,., malah aku melayani kau berkelahi. " Mendengar kata-kata Siau Po, Kaisar Kong Hi menarik nafas panjang.

"Aih! setelah tahu siapa aku, tentu kau tidak berani lagi berkelahi denganku, Hatiku jadi gundah karenanya..."

Siau Po tertawa lebar.

"Asal kau tidak keberatan, lain kali aku tetap akan melayanimu, buatku tidak ada halangan apa-apa."

Kaisar Kong Hi senang mendengar janji yang diucapkan Siau Po.

"Bagus! Kita akan berjanji Siapa yang tidak sungguh-sungguh berkelahi maka dia bukanlah seorang Ho han, laki-laki sejati!"

Selesai berkata, raja mengulurkan tangannya, Siau Po tidak tahu aturan dalam istana, dia juga tidak kenal takut. Karena itu dia juga mengulurkan tangannya dan keduanya pun berjabatan dengan erat. Kemudian keduanya tertawa terbahak-bahak.

Merupakan kebiasaan bagi Kaisar Kong Hi untuk bersikap serius bila berhadapan dengan ibunya atau para bawahannya, Kadang-kadang dia sengaja menonjolkan kewibawaan dirinya. Namun bagaimana pun dia masih seorang bocah cilik yang belum hilang sifat kekanak-kanakannya. Begitu berhadapan dengan Siau Po, dia merasa dirinya tidak berbeda dengan yang Iainnya, yakni rakyat jelata.

Sejak kecil kaisar Kong Hi dipingit, namun sejak ayahnya meninggal dan dia diharuskan menggantikannya, dia sudah mendapat kebebasan. Namun kemana saja masih ada para thay-kam ataupun dayang yang mengiringi. Kadang-kadang dia memerintahkan mereka meninggalkannya, itulah sebabnya dia bisa bertemu dengan Siau Po seorang diri.

Sambil menggenggam erat-erat tangan Siau Po, Kaisar Kong Hi bertutur:

"Di hadapan orang lain, kau harus memanggilku Sri Baginda, tetapi di tempat yang tidak ada orangnya, kau dapat memanggil aku sebagaimana biasanya. Kita dapat bergaul erat seperti yang sudah-sudah."

"Baik," sahut Siau Po sambil tersenyum, "Sebenarnya aku tidak menyangka akan menghadapi keadaan seperti ini. Mimpi pun aku tidak menduga bahwa kaulah sang raja. Tadinya aku mengira raja itu seorang thay-kam tua yang seluruh janggutnya sudah memutih!"

Raja juga ikut tertawa. "Apakah Hay kongkong pernah membicarakan urusanku denganmu?"

"Tidak, Dia cuma mengajarkan aku ilmu silat Oh ya, Sri Baginda, siapa yang mengajari kau ilmu silat?" Raja tertawa Iagi.

"Aku sudah mengatakan di tempat yang sepi di mana hanya ada kita berdua, kau tidak perlu memanggil aku dengan sebutan itu, baru beberapa menit kau sudah melupakannya kembali."

Siau Po menjadi jengah, namun dia tertawa juga. "Aku bingung." Raja menarik nafas panjang.

"Sudah aku bayangkan, asal kau sudah tahu siapa aku ini. Kau pasti tidak bisa berkelahi denganku lagi seperti yang sudah-sudah."

"Akan kuusahakan, tetapi aku takut gagal," kata Siau Po. "Eh, Siau Hian cu, siapa yang mengajarkan ilmu silat kepadamu?"

"Bukannya aku tidak mau memberitahu tetapi apa gunanya kau ketahui hal itu?" tanya Kaisar Kong Hi.

"Begini, Go Pay menganggap ilmunya luar biasa sehingga dia berani bersikap kurang ajar kepadamu. Malah tadi tampaknya dia hampir memukulmu Apabila gurumu memang lihay sekali, mengapa kau tidak memintanya untuk melabrak Go Pay."

Kong Hi tersenyum. "Tidak, Guruku tidak bisa melakukan hal itu." Siau Po terdiam, untuk beberapa saat dia menguras otaknya.

"Sayangnya guruku, Hay kongkong, sudah buta kedua matanya, Kalau tidak, aku dapat meminta bantuannya untuk menghajar Go Pay. Dia tentu akan menang, Taph., ada jalan lainnya. Kita berdua menghadapinya bersama, Bagaimana pendapatmu? 

Meskipun dia tokoh nomor satu di istana ini, kalau kita mengeroyoknya, mustahil kalau kita tidak bisa menang!"

Dasar masih bocah, Raja menyetujui pemikirannya itu.

"Bagus." serunya, tetapi sekejap kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Ah.   

Tidak dapat aku melakukan hal itu. Raja menempur menterinya sendiri, tidak lucu." Siau Po memperhatikan Kong Hi lekat-lekat. "Coba kalau kau bukan raja. "

Kong Hi mengangguk, tidak sepatah kata pun sanggup diutarakannya, Dalam hati dia sangat menyukai Siau Po yang dianggapnya cerdas juga polos, Juga suka melakukan apa yang terpikirkan olehnya.

Di lain pihak, hatinya panas mengingat sikap Go Pay terhadapnya, Diam-diam dia mendumel dalam hati, "Benar-benar tidak tahu aturan? Mengapa dia begitu kurang ajar terhadapku? Sedikit pun dia tidak memandang mata kepadaku.  Sebenarnya, dia atau akukah yang menjadi raja di istana ini? Apa kira-kira yang dapat aku lakukan terhadapnya? Dia adalah kepala pasukan pengawal di dalam istana. Dia juga memimpin pasukan tentara Pat Ki. Kalau aku mengeluarkan perintah untuk menawannya, dan menghukum mati padanya, mungkin dia akan memberontak Dan apabila dia melakukan perlawanan, kemungkinan akulah orang pertama yang akan dibinasakannya. 

Biar bagaimana, aku harus mencari akal untuk melepaskan jabatannya dan mencari kesalahannya agar bajingan itu dapat dihukum mati. Dia harus diseret ke pingu Ngo-mui untuk ditebas batang lehernya di hadapan rakyat!"

Hanya sejenak kemudian pikiran raja berubah lagi, Dia menganggap keputusannya kurang tepat. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk tidak melakukan tindakan apa- apa dulu sekarang ini, Dia ingin mencari jalan yang paling sempurna.

Tentu saja pikirannya ini tidak diutarakannya kepada Siau Po.

"Sekarang kau kembali dulu kepada Hay kong-kong!" perintahnya kepada kacung yang sudah dijadikannya sahabat itu. "Belajarlah dengan giat, besok kita akan bertanding lagi!"

Siau Po menurut. "Baik!"

"lngat, urusanku dengan Go Pay ini jangan kau ceritakan kepada siapa pun juga!" "Baik!"

"Di sini tidak ada orang lain, begitu aku mau pergi, aku langsung pergi. Aku tidak perlu menekuk lutut!" kata Siau Po terus terang.

Kong Hi tersenyum. "Ya, tidak usah bertekuk lutut. Pergilah!"

Siau Po tersenyum dan berlalu, begitu bertemu dengan si thay-kam tua, dia tidak mengatakan apa-apa. Keesokan harinya kembali dia berkelahi dengan Kong Hi. Dia mengira dirinya dapat berlaku wajar, tetapi ternyata tidak. Setelah mengetahui siapa adanya Siau Hian cu, hatinya menjadi tidak tenang apabila berhadapan langsung, Dia tidak seperti sebelumnya yang berani menjotos atau menghajar betulan, Tanpa terasa seperti yang lainnya, dia pun selalu mengalah.

Kaisar Kong Hi menghentikan pertempuran Dia juga tidak bersemangat lagi untuk berkelahi terus, Diajaknya Siau Po ke sebuah ruangan khusus untuk berlatih gulat, Di sana dia menyuruh salah seorang bawahannya untuk menghadapi Siau Po. Demikianlah hari-hari terus berlalu.

Lama-lama Hay kongkong menjadi curiga, sekarang Siau Po tidak banyak bercerita lagi bila kembali ke kamar Karena itu dia berniat menyelidiki sebabnya. "Bagaimana dengan Siau Hian cu?" tanyanya ketika mendengar suara langkah kaki Siau Po masuk ke dalam kamar.

"Biasa, Hanya kurang bersemangat."

"Apakah dia sakit?" tanya Hay kongkong kembali "Tidak."

"Coba kau jelaskan jalannya pertempuran!"

Siau Po kehabisan akal, Terpaksa dia menceritakan apa yang dilihatnya di ruang berlatih gulat, Dan dia mengaku bahwa dia yang kalah.

"Kau sengaja mengalah?" tanya Hay kongkong,

"Tidak, Aku hanya merasa sungkan karena aku telah menjadi sahabatnya," sahut Siau Po.

"Oh, kau telah menjadi sahabatnya, Aku tahu, sebenarnya kau tidak berani berkelahi lagi dengannya, karena kau sudah tahu. "

Siau Po terperanjat.

"Tahu apa?" tanyanya gugup.

"Coba katakan. Dia yang mengaku sendiri atau kau yang mengetahuinya?" "Apa yang kau maksudkan kongkong? Aku tidak mengerti!"

"Ayo, katakanlah terus terang, Cepat katakan, bagaimana kau bisa mengetahui perihal Siau Hian cu?"

Sembari berkata, thay-kam tua itu langsung menyambar tangan kiri Siau Po kemudian menekannya sehingga bocah itu menjerit kesakitan.

"Aku menyerah!"

"Cepat katakan!" bentak Hay kongkong garang.

"Aku toh sudah menyerah, mengapa kau tidak melepaskan cekalanmu?" "Aku bertanya kepadamu dan kau harus menjawabnya baik-baik!"

"Baik. Kalau kau memang sudah tahu siapa Siau Hian cu, aku akan menjelaskannya. Tapi jangan main paksa, kalau tidak, mati pun aku tidak akan mengatakan apa-apa!" "Kau kira apanya yang mengherankan? Siau Hian cu adalah raja, Sejak semula aku memang sudah mengetahuinya."

Senang hati Siau Po mendengar kata-kata thay-kam tua itu.

"Rupanya sejak semula kau sudah mengetahuinya. Baiklah, aku akan bicara, Tidak apa-apa, bukan?"

Siau Po langsung menceritakan semuanya, Termasuk sikap Go Pay terhadap raja. Hay kongkong mendengarkan dengan seksama, Beberapa kali dia bertanya kembali untuk mendapat penegasan.

"Tapi Sri Baginda telah berpesan bahwa aku tidak boleh membuka rahasianya, kalau tidak, dia akan menghukum mati aku," kata Siau Po mengakhiri ceritanya.

"Kau toh sahabatnya, mana mungkin dia menghukum mati padamu? seandainya akan dihukum mati, pasti akulah orangnya!"

"Syukurlah kalau kongkong sudah tahu."

Hay kongkong berdiam diri sekian lama, Terdengar dia bergumam seorang diri. "Buat apa raja melatih tiga puluh thay-kam cilik? Apakah dia menyesal tidak dapat 

berkelahi lagi denganmu sehingga memerintahkan orang dari ruang berlatih untuk mendidik tiga puluh thay-kam cilik yang kemudian akan dijadikan lawannya? Aih! Sungguh sukar ditebak kemauannya, Eh, Siau Kui cu, inginkah kau menjadi orang kesayangan raja?"

Siau Po heran, Dia menatap thay-kam tua itu lekat-lekat.

"Dia adalah sahabatku, sudah sepatutnya aku membuatnya bahagia," sahut Siau Po. "Bagaimana caranya aku bisa membuat diriku disukainya?"

"Sekarang kau dengar kata-kata ku baik-baik! selanjutnya kalau Sri Baginda menyebutmu sahabat, jangan mau. Coba bayangkan, sekarang usianya masih kecil, sikapnya masih kekanak-kanakan, kalau hatinya senang, apa pun dapat dikatakannya, Tetapi setelah dia dewasa nanti, asal kau salah bicara sedikit saja, dia akan membuat kepalamu pindah dari batang lehermu itu."

Siau Po cerdas, dia mengerti apa yang dimaksudkan oleh Hay kongkong. "Ya, aku tahu, selanjutnya aku akan ingat kata-kata kongkong baik-baik!"

"Hm!" Thay-kam tua itu mendengus dingin, "Sekarang aku tanya lagi, apakah kau ingin mempelajari ilmu silat yang hebat?" "Tentu saja aku mau. Apakah kongkong mau mengajarkan? sesungguhnya aku merasa heran, kepandaian kongkong tinggi sekali, mengapa kongkong tidak menerima seorang murid saja?"

"Di dalam dunia ini banyak manusia licik dan jahat, Bagaimana kalau aku keliru memilih? Bukankah aku mencari penyakit untuk diriku sendiri?"

Siau Po terkesiap, Diam-diam dia berpikir dalam hati.

"Apakah dia sudah tahu samaranku dan tahu aku yang menyebabkan kedua matanya buta?" Tapi Siau Po menekan perasaan curiganya. Cepat-cepat dia berkata: Tapi aku setia kepadamu, Kau sendiri toh tahu bagaimana aku berani menempuh bahaya pergi ke Gi Si Pong untuk mencuri sebuah kitab untukmu, sayangnya jumlah buku di sana terlalu banyak dan aku tidak bisa membaca. "

"Kau tidak bisa membaca?" tanya Hay kongkong heran.

Sekali lagi jantung Siau Po berdenyut dengan kencang, Dia tidak tahu apakah Siau Kui cu pernah belajar ilmu surat atau tidak, Kalau Siau Kui cu bisa, celakalah dia.

"Karena itu, cepat-cepat dia menambahkan "Berulang kali aku mencari kitab itu, tapi sejauh ini aku belum berhasil menemukannya, Biarlah, waktu toh masih banyak, Apalagi sekarang aku sudah menjadi sahabat raja, Setiap waktu aku bisa menghadap ke kamar tulisnya. Suatu hari aku pasti akan menemukan kitab itu."

"Asal kau tidak melupakannya saja!"

"Mana mungkin aku melupakan bahwa Kong-kong memperlakukan aku dengan baik. Budi besar itu belum sempat aku balas, Kalau aku sampai melupakannya, sungguh aku tidak patut disebut manusia!"

"Hm.,, kalau kau tidak tahu membalas budi, memang sungguh kau bukan seorang manusia!" kata Hay kongkong mengulangi ucapan Siau Po.

Hati Siau Po tercekat, namun sesaat dia telah pulih kembali.

"Sekarang aku akan mengajarkan kau ilmu Tay Cu, Tay Pi, Cian Yap-jiu!"

Hati Siau Po masih was-was, dia takut Hay kongkong akan mencelakainya, tetapi ternyata orang tua itu sungguh-sungguh mengajaknya ilmu silat, Siau Po pun memperhatikan dengan seksama kemudian menirunya.

"Perlu kau ketahui bahwa jurus ilmu ini sangat banyak, jumlahnya seribu jurus sesuai dengan namanya, tidak lebih tidak kurang. Maka kau jangan berharap dapat menguasainya dalam waktu singkat

"Baik, aku akan belajar sungguh-sungguh, Tidak perduli berapa lama waktunya!" Hari itu Siau Po berlatih sampai jauh malam, Keesokan harinya dia menemui Kong Hi, Ditemuinya Kaisar itu sedang meninju bangku kulit dengan kesal setelah melihat kehadiran Siau Po, baru dia tersenyum.

"Hatiku sedang jengkel, Mari kau temani aku bermain-main!"

"Kong kong baru mengajari aku sebuah ilmu baru. Namanya Tay cu, Taypi Cian Yap- jiu. Katanya ilmu ini lebih hebat dari Toa kim na-hoat. Kalau aku sudah berhasil menguasainya, kau tidak akan sanggup melawanku lagi!"

"Ilmu yang bagaimana?" tanya Kong Hi penasaran, "Coba kau tunjukkan kepadaku!" "Baik!" Siau Po pun bergerak menuruti ajarkan Hay kongkong.

Kong Hi memperhatikan dengan seksama. semua serangan Siau Po ditujukan kepadanya, Kong Hi tidak sempat berkelit Dia kena diserang sebanyak lima kali, tapi karena serangannya perlahan, dia tidak merasa nyeri ataupun terjatuh karenanya.

"Aih! Sungguh bagus ilmu yang kau tunjukkan itu. Baik Aku akan menemui guruku dan memintanya untuk mengajarkan ilmu lain yang dapat melawan ilmu barumu itu!"

Siau Po kembali ke kamarnya, dia menceritakan kepada Hay kongkong apa yang dialaminya bersama Kong Hi.

"Entah ilmu apa yang akan diajarkan gurunya? Sudahlah, sekarang kau harus berlatih jurus lainnya."

Siau Po menurut Hay kongkong langsung bergerak perlahan-lahan agar Siau Po dapat melihatnya dengan teliti, mulutnya pun terus memberikan penjelasan mengenai tipu daya jurus itu. Tetapi ilmu itu memang terlalu rumit Tidak seluruhnya dapat dimengerti oleh Siau Po. Dia hanya dapat meniru gerakannya saja.

Besoknya seperti dijanjikan, Siau Po langsung menuju Gi Si Pong, ia heran sewaktu mendapatkan ada empat siwi yang menjaga di depan pintu. Satu di antaranya malah tersenyumn simpul sambil menyapa.

"Kau tentunya Kui kongkong, bukan? Sri Baginda Raja menitahkan agar kau masuk saja!"

Siau Po terkejut Siapa itu Kui kongkong? Tetapi sesaat kemudian dia mengerti, tentu dia sendiri yang dimaksud dengan Kui kongkong, Mungkin siwi itu tahu bahwa dia sudah menjadi orang kepercayaan Kaisar sehingga bersikap sungkan terhadapnya.

"Selamat bertemu!" Dia segera menjura kepada para siwi itu.

Mereka membalasnya dengan hormat Siau Po dipersilahkan masuk ke dalam kamar tulis. Melihat kehadirannya, kaisar Kong Hi langsung meloncat turun dari kursinya. "Kelima tipu jurusmu kemarin sudah diajarkan pemecahannya oleh guruku, Mari kita coba sekarang!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar