Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Jilid 26 (Tamat)

Jilid 26 (Tamat)

Catatan : Pada jilid 26 ini, buku yang admin terima...Mulai halaman 33 sampai tamat pada buku aslinya semua bagian bawah kiri dan kanan, maka admin mencoba merangkai sendiri kata-katanya. Semoga gak jauh menyimpang dari buku aslinya.

Thanks, Kangzusi "Pelayanku sejak kecil sudah mengasuh aku, memangnya mereka punya nyali sebesar gajah berani main menyembunyikan mata-mata. Kukira hanya kabar angin belaka, bahwasanya tidak pernah ada mata-mata menyelundup kegedung gubernuran, mereka hanyalah orang-orang goblok yang ketakutan pada bayangannya sendiri."

"Semoga begitu, semua boleh merasa lega dan tenteram."

Melihat ibunya tiada niat memeriksa kamar pelayannya, rada lega hati Li Ci hong. Mendadak berkata pula Li hujin, "Hong ji kedatanganku bukan hanya karena urusan mata-mata saja."

"Masih ada urusan apa lagi?"

"Urusan ini jauh lebih penting daripada persoalan mata mata itu bagi kau." waktu bicara roman mukanya mengunjuk mimik tertawa tidak tertawa.

Li Ci hong memonyongkan mulut katanya, "Bu, kenapa sih kau hari ini bicara plagak pleguk, sebetulnya ada urusan besar apa?"

"Betul pertanyaanmu mengenai urusan masa depanmu. Pangeran Wanyen sedang menetap dirumah kita, apa kau tahu?"

Kaget dan dongkol pula hati Li Ci hong teriaknya: "Bu, kau apa katamu?"

"Sstt, kenapa ribut ribut biar kuberitahukan perlahan-lahan."

Mulut Li Ci hong menyungging senyuman dingin, katanya; "Kalian anggap pangeran Wanyen sebagai barang mustika, sebaliknya aku tidak perduli barang apa dia adanya. Baik katakan apa keinginanmu?" ia tahu ia bikin ribut juga tidak berguna, pikirnya; "Tentara datang kita tangkis air datang kita bending, aku harus tahu diri dan jelas pihak lawan, biar kulihat perhitungan apa yang hendak mereka perlihatkan kepadaku supaya aku bisa mencari jalan untuk menghadapinya."

Lo hujin mengerut alis, katanya: "Ci hong semakin besar kenapa kau menjadi tidak tahu aturan, untung kau berkata dalam kamarmu sendiri. Tahukah kau siapa yang memberi jabatan gubernur Liang ciu ayahmu ini? Biar kuberitahu kepada kau. Anugerah langsung diterima dari raja Kim, tapi yang angkat bicara dan menjadi juru bicara, serta menjadi sanderanya bukan lain adalah ayah dari pangeran Wanyen ini."

Berpikir Li Ci hong dalam hati, "Ayah terima menjabat pangkat kerajaan Kim itu berarti merendahkan derajat dan martabatnya sendiri." sebetulnya dia ingin mendebat dan bikin ribut dengan ibunya, tetapi karena Geng Tian sembunyi dikamar belakang, terpaksa ia tekan perasaannya.

Melihat putrinya tidak gembar gembor, Lo-hujin anggap putrinya sudah terbujuk oleh kata-katanya, maka dengan riang gembira dia pun melanjutkan perkataannya; "Syukurlah kalau kau paham beruntunglah nasibmu karena pangeran Wanyen suka pandang dirimu."

Li Ci hong berkata dingin, "Aku belum pernah melihatnya cara bagaimana dia bisa melihat diriku."

"Jangan kau main debat melulu. Meskipun dia belum pernah melihatmu namun sudah amat kangen dan kepincut olehmu."

"Ooo aneh ya, aku kan bukan tokoh kenamaan dan dia tinggal dikota raja lagi, cara bagaimana bisa tahu diriku, malah kangen dan kepincut segala kepadaku??"

"Siapa suruh kau tidak mau menjadi putri bangsawan dengan baik baik, sebaliknya malah suka menjadi gadis liar. Kau sering kelayapan kemana-mana, main terobosan dengan engkohmu bukan mustahil bila orang pernah mendengar namamu? Tetapi liarmu juga ada baiknya hal ini betul betul diluar dugaanku. Apa kau tidak ingin tahu bagaimana pangeran Wanyen memuji dirimu???"

"Baiklah, cobalah ibu ceritakan kepadaku."

"Kemarin begitu bertemu dengan ayahmu dia lantas menanyakan perihal kalian kakak beradik. Ayahmu memberitahu bahwa engkohmu sudah pimpin pasukan pelopor berangkat ke Ki lian san, lalu dia memuji katanya putramu seorang pemuda yang berbakat dan punya masa depan yang cemerlang putrimu adalah kesatria dikalangan kaum hawa secara panjang lebar dia memuji muji kau. Jelas sekali agaknya dia mengharap bisa bertemu sekali dengan kau."

"O, masa dia punya maksud demikian? Mungkin ayah sendiri yang main tebak maksud hati orang lain. Bukankah orangpun memuji koko ?"

"Budak bodoh dia memuji engkohmu hanya untuk melengkapi basa basi saja, justru kau adalah orang yang betul betul ingin dia jumpai. Bukan saja dia ingin bertemu dengan kau mungkin juga ada hasrat hendak meminangmu. Setelah dia mengobrol panjang Iebar, Cian tayjin segera ikut menimbrung secara kelakar dikatakan bahwa pangeran sampai sekarang masih belum mempunyai jodoh, coba kau pikir kenapa dia harus berkata demikian? Orang yang bodohpun pasti paham kemana juntrungan kata-katanya."

Li Ci-hong menjadi rada lega, pikirnya, "Untung dia masih belum mengajukan pinangan secara resmi."

"Ayahmu sudah merundingkan hal ini dengan aku, betul betul perjodohan anugerah Thian. Maka sengaja aku kemari untuk memberitahu hal ini kepada kau, asal kau menganggukkan kepala segera aku siap minta Cian tayjin untuk menjadi comblangnya."

"Aku tidak setuju."

"Pasangan yang setimpal yang sulit dapat kau temukan meski kau memasang obor mencari kemana-mana, kau tidak setuju?"

"Kalian ingin menjilat dia, itu urusan kalian sendiri. Aku tak mau perduli."

Kaget dan jengkel pula Lo-hujin dibuatnya, katanya gelisah, "Mereka telah memberikan bisikan, eh bagaimana baiknya?"

"Orang she Cian itu toh belum menjadi comblang, kenapa harus memberikan jawaban segala? Anggap saja pura-pura tidak tahu atau masa bodoh habis perkara."

Bertaut alis Lo hujin, katanya, "Omongan bocah bodoh, kau boleh pura pura bodoh memangnya ayahmu mana bisa pura pura bodoh?"

"Peduli bagaimana kalian menghadapi mereka, pendek kata aku bersumpah tidak sudi menikah dengan Wanyen Hou!"

"Baik, kalau begitu kuturuti keinginanmu, soal pernikahan ditunda sementara. Tapi sekarang kau harus ikut aku keluar dulu."

"Untuk apa keluar?"

"Hanya untuk bertemu muka dengan dia saja!"

"Aku tidak mau!"

"Orang sudah menanyakan dirimu kau hanya keluar menemuinya saja. Inikan cuma sopan santun?" dalam hati ia berpikir: "Setelah melihat ketampanan Wanyen Hou yang gagah ganteng itu bukan mustahil hatinya bakal tergerak." maka terpaksa ia mengalah dan menggunakan akal hendak menipu putrinya.

Tak nyana Li Ci hong tetap berkata: "Memang aku gadis liar yang tidak sopan santun, tidak mau ya tidak mau!"

Keruan Lo hujin menjadi gelisah dan uring uringan dengan cara halus gagal terpaksa menggunakan kekerasan: "Ayahmu yang suruh kau keluar berani kau tidak mendengar perintah ayahmu?"

Li Ci hong menjadi dongkol juga katanya nekad, "Kau anggap aku ini seekor anjing atau kucing boleh dituntun keluar untuk diperlihatkan kepada pembeli?"

Berubah air muka Lo hujin, katanya dengan gemetar; "Kau mana boleh kau bicara demikian, ayah-bunda mengasuhmu sampai besar sekarang kau tidak ambil perduli lagi terhadap kami?"

Tak tertahan bercucuran air mata Li Ci hong katanya: "Bu, biasanya kau paling sayang padaku. Orang menghina kau malah bantu orang menghina anakmu? Bu, apakah kaupun menghargai pribadiku?"

Mendengar kata katanya ini tidak tertahan lagi meleleh air mata Lo hujin, tiba tiba dia menghela napas, katanya: "Anakku, memangnya kau kiranya aku rela direndahkan? Aih tapi kau tidak tahu ...."

"Tidak tahu apa?"

Loh hujin ulapkan tangannya menyuruh pelayan Li Ci-hong keluar, dia menutup pintu dan berkata lirih: "Kulakukan ini demi kebaikanmu tahu tidak?"

Li Ci hong sangka ibunya masih hendak membujuk dirinya menyetujui perjodohan ini, katanya dingin: "Mungkin demi kepentingan ayah belaka."

"Hongci yang kubicarakan sekarang bukan soal jodoh. Kau harus bicara sejujurnya kepadaku."

Terkejut Li Ci hong tanyanya: "SoaI apa aku harus jujur?"

Apa yang dia kuatirkan ternyata tercetus juga dari mulut ibunya, "Bocah she Geng itu apakah benar kau yang menyembunyikannya?"

Merah mata Li ci hong, rengeknya: "Bu dari mana kau dengar obrolan ini? Kau anggap orang macam apa putrimu sendiri ini?" Lekas Lo hujin memeluknya, katanya berbisik dipinggir kuping; "Aku ingin melindungi kau, jangan kau bikin ribut biar kubicara terang terangan dengan kau." semula Li Ci hong hendak tetap mungkir serta mendengar kata kata ibunya seketika ia menjublek dibuatnya.

Lo hujin menghela napas, katanya menyambung, "Kalau tidak itulah baik. Kalau mata-mata itu ketangkap basah di tempatmu ini, urusan pasti menjadi besar. Bukan saja kami ibu beranak malu bertemu dengan orang mungkin ayahmupun bakal ketimpa malang.''

"Berani Wanyen Hou hendak memeriksa kamarku?"

"Terhitung dia suka memberi sedikit muka kepada ayahmu, dia suruh ayahmu turun tangan sendiri!"

"Oh, jadi ayah minta aku keluar menemui Wanyen Hou, disaat aku tiada dikamar baru dia menyuruh para anak buahnya masuk menggeledah?"

"Ayahmu sudah merundingkan hal ini dengan aku mungkin memang hanya itulah cara satu-satunya supaya kedua pihak tidak mendapat malu. Coba kau pikir kalau kau hadir disini mata-mata itu berhasil diringkus dikamarmu betapa runyam dan memalukan keadaan waktu itu!"

"Apa Wanyen Hou tahu dan yakin kalau mata mata musuh pasti berada didalam kamarku?"

"Tidak perlu kau merahasiakan lagi, ada orang memberi laporan rahasia kepada Cian Tiang jun, katanya mata mata itu kalian kakak beradik yang menyembunyikan. Mereka sudah menggeledah kamar engkohmu; hasilnya nihil maka sasaran berikutnya adalah kamarmu itu. Tapi dikata Wanyen Hou menyukai kau memang benar, oleh karena itu kalau kedua pihak menghindarkan diri dalam keadaan serba runyam itu meski mereka berhasil menangkap mata mata itu dikamarmu paling hati masing tahu sama tahu. Bukan saja kau tidak mendapat malu ayahmu pun terlindung masa depannya. Sekarang waktunya sudah mendesak lekas kau ikut aku keluar."

"Berani benar Wanyen Hou membatasi waktuku untuk keluar menemui dia? Kalau aku tidak mau keluar mau apa?"

"Wanyen Hou memberi waktu setengah jam kalau kau tidak keluar dia yang akan datang menemui kau!''

Naik ke kepala amarah Li Ci hong serunya, "Terlalu menghina orang berani dia kemari biar aku adu jiwa sama dia!"

"Untung ruginya sudah kujelaskan kepada kau kenapa kau masih begitu kukuh? Sudahlah kau mengalah sedikit dari pada orang main geledah dihadapanmu, bikin malu kau sendiri."

"Sudah kukatakan paling paling aku adu nyawa sama dia!"

"Omongan bocah cilik, adu jiwa memangnya bikin beres urusan? Jangan kata kau tidak mampu melawan dia apalagi bila kau melabraknya bagaimana kau suruh ayahmu ambil tindakan?"

Tak tahan suara Li Ci hong semakin keras: "Kenapa tidak mampu melabraknya, heran sungguh aku tidak habis mengerti kenapa ayah begitu takut kepadanya? Asal ayah bisa ambil putusan dan sikap yang teguh meski ilmu silat Cian Tiang jun lihay dengan Wanyen Hou cuma dua orang saja! Disini adalah liangciu kekuasaan ayah, toh bukan kotaraja negeri Kim mereka!''

Mendengar putrinya hampir saja mengatakan berontak saja saking kagetnya pucat pasi muka Lo hujin. Lekas ia tutup mulut putrinya, katanya: "Sekali2 jangan kau sembarang

bicara ayo ikut aku keluar, keluar!"

Tetapi sudah terlambat, saat itu mereka sudah mendengar suara percakapan Wanyen Hou dan ayahnya yang sedang mendatangi.

Terdengar ayahnya berkata: "Siau-ongya, budak itu tidak tahu sopan santun terpaksa harus bikin susah kau untuk menemuinya, sungguh membuat aku malu!" Li Ih siu bicara menarik suara jelas ia sengaja supaya didengar oleh putrinya.

Wanyen Hou tertawa ngakak katanya: "Lopek, kita sudah sekeluarga kenapa main sungkan. Siauwtit sungguh tak berani terima. Aku terhitung setingkat dengan putrimu bersahabat dengan orang setingkat adalah pantas kalau sang tamu yang menyambangi tuan rumah. Apalagi sudah lama kudengar nama harum putrimu hari ini ada jodoh bertemu, sungguh beruntung tiga turunan."

Sambil bicara mereka terus melangkah kedepan setelah habis kata Wanyen Hou, mereka sudah melewati ruangan, dan masuk kekamar tiba didepan kamar tidur Li Ci-hong.

Li lh siu mengharap putrinya tahu diri, siapa tahu setelah mendengar kata-kata Wanyen Hou yang menjijikkan itu semakin berkobar amarahnya.

Li Ih siu berteriak dengan gugup, "Hong ci, Siau Ongya menengok kau, kau belum..... Haya kau apa apaan kau ini"

Ternyata belum sempat Li lh siu mengucapkan buka pintu, pintu kamar tidur Li Ci hong sudah terbuka, bukan saja terbuka, dilihatnya pula Li Ci hong dengan rambut awut awutan berdiri tegak diambang pintu, tangannya mencekal dua bilah golok baja yang berkilauan.

Karuan Li Ih siu tertegun saking kaget, demikian pula Lo hujin yang berada didalam kamar ketakutan, "Oh anakku jangan........" gerak gerik Li Ci hong cukup cepat, Lo hujin hendak merintangi sudah terlambat. Belum lenyap suaranya "Blang" cepat sekali Li Ci hong sudah menutup pintu kamarnya, ibunya terkurung didalam kamar desisnya: "Yah, aturan dari keluarga mana ini ? kalau terima dihina dan direndahkan, aku tidak sudi dihina dan diremehkan."

"Anak celaka," teriak Li Ih siu saking kaget dan marah, kedua kakinya ternyata tidak turut perintah hendak maju menarik putrinya tapi tidak mampu bergerak.

Selintas Wanyen Hou tercengang, tapi lekas sekali ia sudah dapat membawa sikap, katanya tertawa: ''Kabarnya perempuan Han sering mengajukan persoalan untuk menguji calon suaminya! kami bukan orang sekolahan, putrimu hendak menguji aku dengan kepandaian ilmu silatkan sama saja ! Sekali kali Lopek jangan marah kepadanya."

"Mulut anjing tidak tumbuh gading, lihat golok !" damprat Li Ci hong, pikirnya tumben ada kesempatan, ganyang saja Wanyen Hou supaya ayah terdesak untuk berontak.

Ia tahu ilmu silat Cian Tiang jun amat tinggi, melihat orang tidak ikut datang maka ia tidak pandang sebelah mata kepada Wanyen Hou. Adalah diluar tahunya bahwa warisan iImu silat keluarga Wanyen Hou amat lihay kepandaiannya, bahwasanya sudah lebih tinggi dari Cian Tiang jun.

"Baik nona Li jikalau aku lulus dari ujianmu aku tidak akan minta lainnya kecuali kau mengijinkan aku masuk kamar tidurmu."

"Menggelindinglah pergi !" bentak Li Ci-hong dengan jurus Heng-hun-toan hong, golok panjangnya menusuk tenggorokan orang sementara golok pendeknya memapas pergelangan tangan, sekali mengebas lengan baju Wanyen Hou menggubat goloknya, tanpa kuasa Li Ci hong terseret berputar setengah lingkaran, dengan sendirinya tusukan golok panjangnya mengenai tempat kosong.

"Letakan kedua golokmu !" ujar Wanyen Hou tertawa, belum habis bicara tiba tiba "Trit" lengan tergores gores oleh golok pendek, berhasil menyabet goloknya lekas Li Ci hong membentak sengit: "Hari ini ada kau tiada aku !"

Ternyata meski Iwekang Li Ci hong jauh lebih asor dari Wanyen Hou tapi Wanyen Hou kuatir melukai orang, maka orang tidak mengerahkan tenaga. Ilmu golok Li Ci-hong cukup lihay dan lincah, begitu lolos dari kepungan, goloknya lantas membacok dari atas, sementara golok pendek menusuk lambung dari bawah keatas, "Sret sret sret" beruntun beberapa kali menyerang dengan jurus jurus yang ganas dan berbahaya, Wanyen Hou kena didesak mundur tiga langkah.

Kebat kebit jantung Li Ih siu melihat kekurang ajaran putrinya bentaknya gemetar: "Budak celaka ingin bikin aku mampus saking jengkel !"

Wanyen Hou tertawa katanya: "Putrimu hanya ingin jajal ilmu silat saja kenapa Lopek harus marah ?" belum habis bicara tiba-tiba terdengar "Trang" kedua golok Li Ci hong lepas terpental bersama jatuh berkerontangan dilantai. Ternyata setelah sepuluh jurus, Wanyen Hou telah dapat meneliti jalan permainan goloknya, didapati sebuah titik kelemahan sigap sekali ia sudah berhasil menotok jalan darah pelemas ditubuhnya.

Li Ci hong tidak kuasa berdiri tegak, badannya terhuyung mundur beberapa langkah dan lututnya terasa lemas, akhirnya jatuh duduk di atas tanah.

Wanyen Hou nyengir katanya: "Kesalahan tangan belaka harap nona tidak marah!"

"Berani kau menyentuh aku biar aku mati dihadapanmu !"

Mendengar ancaman orang Wanyen Hou tidak berani sembarang bertingkah, katanya, "Mana Siau ong berani kurang ajar, silahkan nona beristirahat !"

Maki Li Ci hong, "kau berani terobosan kedalam kamarku, bukan saja kurang ajar kau pun tidak tahu aturan ! Ibuku berada didalam kau tahu tidak ? Bu, kau harus tahan di luar !"

Li Ih siu berlega hati, Li Ci hong secara kebetulan merangkak bangun, tahu-tahu tangannya sudah dipegang kencang oleh ayahnya.

Li Ih siu berbisik kepadanya, "Siau ongya sudah memberi muka kepada kau, jangan kau bikin gara-gara lagi !"

Hiat-to Li Ci hong tertutuk, maka tenaga tidak bisa dikerahkan, didengarnya "Brak", Wanyen Hou sudah mendorong terbuka pintu kamarnya, katanya tertawa, "Tadi sudah kami bicarakan, jangan kau salahkan aku. Aku tahu Pekbo didalam, kebetulan aku hendak menghaturkan selamat kepada dia orang tua."

Saking marah kedua mata Li Ci hong melotot memutih, namun apa boleh buat terpaksa ia awas orang masuk kekamarnya.

Sudah tentu ibu Li Ci hong tidak melihat kejadian diluar, tapi kupingnya dapat mendengar tahu putrinya terhina, batinnya sungguh amat terpukul, waktu Wanyen Hou melangkah masuk, kebetulan ia berpaling menyeka air mata.

Sikap Wanyen Hou memang teramat hormat, bersoja dalam, katanya : "Terpaksa Siautit harus terobosan dikamar putrimu ini, harap Pek bo maafkan sekarang kuhaturkan selamat sejahtera kepada kau !"

"Putriku berlaku kurang ajar kepada pangeran, kitalah seharusnya yang mohon maaf kepadamu."

"Adakah jejak mata-mata itu sudah ketemu?" Tanya Wanyen Hou merendahkan suara.

"Pindahkan ranjang ini sebelah belakang ada pintu rahasia. Disana adalah kamarnya pelayan, coba kau masuk melihatnya."

Ternyata waktu Lo hujin terkurung sendiri di dalam kamar itu, ia sudah menemukan pintu rahasia itu, sudah tentu iapun curiga bila mata-mata disembunyikan didalamnya. Tapi diapun tidak berani masuk memeriksanya, maka dia hanya memberitahukannya kepada Wanyen Hou.

Dihadapan orangtuanya Wanyen Hou menghina dan mempermainkan putrinya, sudah tentu hatinya amat dongkol dan kurang senang. Akan tetapi betapapun dia harus membantu Wanyen Hou, tidak mungkin malah dia bantu mata-mata itu. Pikirnya, "Bencana sudah terjadi karena kesalahan putriku sendiri, lebih baik biar Wanyen Hou menangkap mata mata itu dan paling tidak hanya bisa meringankan kesalahan dan mendapat ampun."

Disebelah luar Li Ci hong mendengar Wanyen Hou sedang menggeser ranjangnya ia tahu bahwa ibunya sudah menemukan rahasia itu dan memberitahu kepada Wanyen Hou. Semula ia mengharap ibunya suka bantu dirinya merahasiakan, tak nyana ibunyapun menjual kepercayaan. Saking marah seketika ia jatuh semaput.

O^~^~^O

In Tiong Yan kembangkan ginkangnya yang tinggi, malaikat tidak tahu setanpun tidak merasa tahu sudah masuk kegedung gubernuran Liang-ciu.

Disaat Ciang Tiang jun mengadakan penggeledahan besar besaran disebelah luar secara diam2 ia sudah masuk kehalaman dalam.

Disaat Li Ci-hong dan Geng Tian berunding secara rahasia didalam kamar, In-tiong yan sudah mendekam diluar jendela mencuri dengar.

Diam diam ia tertawa geli, batinnya : "Agaknya Geng Tian mendapat rejeki nomplok, ternyata putri Gubernur Liang-ciu ini jatuh cinta kepadanya. Nona Nyo yang dia katakan itu tentu Siau-moli adanya ? Tak nyana nona bangsawan ini juga jelus kepada Siau moli, mungkin Siau-moli sendiri masih belum tahu malah ?"

Tengah berpikir pikir, tiba tiba didengarnya suara tertawa dingin, In tiong-yan kaget, cepat benar gerakan orang itu. "Oh kiranya seorang perempuan !" Dilihatnya diujung gerombolan kembang sana, lapat lapat menonjol keluar ujung baju warna merah. In-tiong-yan menduga pasti perempuan itu adalah Siau-moli, tapi dalam keadaan seperti itu tidak mungkin ia unjuk diri untuk bertemu dengan orang. Didengarnya Li dan Geng berdua yang ada dikamar, juga main curiga, semakin geli hatinya.

Tak lama kemudian Lo-hujin pun datang disusul Wanyen Hou ikut masuk. In tiong yan lekas berkeputusan, disaat Wanyen bergebrak dengan Li Ci hong, perlahan lahan ia dorong jendela kamar pelayan itu terus melompat masuk.

Pelayan itu sedang memperhatikan keributan diluar dengan hati kebat kebit, In-tiong-yan sudah berada di belakangnya sedikitpun ia tak tahu Ing tiong yan lalu menotok Hiat-tonya dengan ulapan tangan ia memberi tanda kepada Geng Tian supaya jangan bersuara, lalu dia bopong pelayan itu keatas ranjang dan kemudian menurunkan kelambu, lalu ia buka pintu rahasia itu, berjalan keluar dengan lenggang kangkung.

O^~^~^O

Baru saja Wanyen Hou menggeser ranjang itu, baru saja ia mencari tombol cara membuka pintu rahasia itu tiba tiba didengarnya suara berkeriut, daun pintu rahasia itu tiba-tiba membuka sendiri, disusul seorang gadis beranjak keluar.

Sudah tentu kejut Wanyen Hou bukan kepalang. Teriaknya tak tertahan: "Tuan putri kaukah ini?"

In tiong-yan tertawa cekikikan, katanya: "Seharusnya kau tahu aku adanya, aku toh sudah beritahu kepada Sebun Cu ciok, kukatakan hendak menemui kau disini. Memangnya dia berani tidak lapor kepada kau ?"

Wanyen Hou unjuk tawa dibuat buat, katanya : "Sebun Cu ciok sudah menyampaikan pesan tuan putri kepadaku, semula aku masih belum percaya bahwa tuan putri betul betul hendak berkunjung kepadaku."

"Memangnya kau kira aku orang yang suka membual, kalau sudah kukatakan hendak mengunjungimu, tentu aku datang!"

"Tidak berani kuterima kehormatan sebesar ini, tetapi sungguh aku tidak habis pikir tidak menduga . . ."

"Kau tidak menduga aku bakal muncul di dalam kamar ini bukan ?"

"Ya, aku betul betul tidak menyangka."

"Dengan Li siocia aku teman kental, dia menjadi tuan rumah disini, sudah tentu aku harus menemuinya dulu baru menemuimu. Kukira untuk ini tidak perlu harus memberitahu dulu kepada dirimu bukan???"

Wanyen Hou tahu apa yang dikatakan itu hanyalah bualan belaka namun ia tidak berani membongkar bualan orang, ia terpaksa hanya mengiakan saja, katanya dengan serba kikuk: "Ya ya ya, harap maafkan aku tak mengetahuinya bila tuan putri berada disini, jadi membuat ribut dan kaget saja !!"

Melihat Wanyen Hou bersikap hormat dan munduk kepada In tiong yan, serta memanggil tuan putri segala, Li Ih siu tercengang heran, pikirnya: "Entah tuan putri dari negeri mana dia? Cara bagaimana putriku bisa berkenalan dengan dia ?" terpaksa ia lepas pegangan putrinya, lalu melangkah maju sambil menyapa sebagai tuan rumah.

"Li congkoan," katanya. "Mari kukenalkan nona ini adalah tuan putri Polesi dari negeri Mongol."

"Hanya tuan putri sudi berkunjung ketempatku yang kotor ini. Siau kong sungguh sangat bangga dan mendapat kehormatan tinggi. Hong-ji, kau sudah lama kenal dengan tuan putri, kenapa tak pernah beritahu pada aku?" sementara dalam hati ia membatin, "Kiranya dia tuan putri dari mongol, tidak heran Wanyen Hou harus munduk munduk kepadanya."

Li-ci hong keheranan tapi dia cukup cerdik dan pandai melihat gelagat ia tahu bahwa In tiong yan sedang bantu dirinya, maka katanya, "tuan putri tidak suka dipublikasikan, bila sejak lama kuberitahukan kalian tidak mau percaya mungkin bisa anggap dia sebagai mata-mata."

Kata In tiong yan tertawa; "Sejak lama mereka anggap aku sebagai mata mata. Hm, Wanyen Hou tadi kau datang dengan sikap begitu garang dan mentang mentang, bukankah kau hendak menggeledah kamar menangkap mata-mata?"

Wanyen Hou menyengir tawar sahutnya, "Dalam gedung gubernuran ada tersiar kabar angin, kabarnya ada mata mata musuh menyelundup masuk kemari."

"Mata mata itu adalah aku." jengek In tiong yan dingin: "Aku sendiri tidak suka jejakku diketahui orang banyak, secara diam diam sudah beberapa kali aku menemui Li siocia. Aku sendiri tidak tahu apakah kedatanganku pernah dilihat orang, mungkin juga salah paham anggap aku sebagai mata mata."

Terpaksa Wanyen Hou unjuk tawa pula, katanya: "Memang aku terlalu gegabah tuan putrid, kuharap kau tidak berkecil hati?"

"Tidak tahu tidak berdosa sudah tentu aku tidak akan menyalahkan kau, tapi kau membuat keributan ini hal ini terlalu memalukan bagi temanku. Coba pikir seumpama benar ada mata mata memangnya Li siocia orang yang suka menyembunyikan mata-mata musuh? Hehehe, bukan aku sendiri banyak mulut tapi demi kawanku terpaksa aku harus menyalahkan tingkah lakumu yang tidak genah tadi."

Li Ih siu ikut keluar sebelum ia berpesan kepada istrinya," Putrimu kuserahkan."

Li Ci hong menarik muka katanya dingin, "Memangnya aku sudi berkenalan dengan kau, ayo lekas keluar."

"Hong Ji, jangan kurang ajar!" bentak Lie ih siu.

"Li tayjin bukan putrimu yang kurang ajar!" sahut In Tiong yan mulut bicara dengan Li Ih-siu, tapi matanya menatap Wanyen hou. Tersipu-sipu Wanyen hou mengiakan pula; "Ya ya akulah yang kurang ajar!"

"Baik juga kalau kau sudah tahu," ujar In tiong-yan. "Aku memang kemari hendak menemui kau, kau kan tidak pantas menemui tamumu dikamar tidur Li Siocia."

Wanyen Hou menahan sabar, pikirnya, "kupandang kau sebagai tuan putri dari Mongol sementara biar kuberi muka nanti sebentar akan kubuat kau tahu kelihayanku." maka ia unjuk tawa pula, "Peringatan tuan putri memang benar memang aku ingin mengundang tuan putri datang ketempat penginapanku untuk bicara disana." Li Ih siu ikut keluar sebelum pergi ia berpesan kepada istrinya,"Putriku kuserahkan kepada kau, kau harus mendidiknya baik baik."

Setelah tiba ditempat kediaman Wanyen Hou berkata In tiong yan: "Lo tayjin kau sudah cukup baik sebagi tuan rumah, silahkan."

Terpaksa Li Ih-siu mohon diri dan berlalu.

Wanyen hou menyilahkan orang masuk kekamar buku lalu menutup pintu, ln tiong yan melengak, bentaknya: "apa yang kau lakukan?"

"Aku kuatir ada kuping dibalik tembok, kami harus berlaku hati-hati."

"Oh, jadi apa yang hendak kau katakan kepadaku, takut dicuri dengar orang lain?"

"Betul, kabarnya sudah dua tahun tuan putri meluruk ke Tiong-goan ini, sayang ongya baru baru ini mendapat tahu aku jadi kehilangan muka sebagai tuan rumah."

"Betul sudah dua tahun aku berada dinegeri Kim kalian, memangnya kenapa?"

"Tidak apa apa tapi belakangan ini aku mendapat sebuah kabar yang bersangkut paut dengan tuan putri. Aku tidak tahu cara bagaimana aku harus bertindak harap tuan putri suka memberi petunjuk."

"Beritamu cukup cekatan, juga aku harus berterima kasih kepada kau begitu prihatin akan segala beritaku. Katakan saja, soal urusan apa, agaknya mempersulit kau sampai tidak berani sembarangan bertindak?"

Wanyen Hou unjuk tertawa kering, katanya: "Kim tiang Busu dari negerimu bulan yang lalu pernah menemui aku, dialah yang menyinggung persoalan tuan putri. Dia membawa pesan dari Koksu negeri kalian Liong siang Hoatong, minta supaya aku bantu kesulitannya. Oleh karena itu daripada dikatakan sebagai kenyataan yang membuat aku serba salah."

Diam diam mencelos hati In tiong-yan, tapi lahirnya ia bersikap tenang dan wajar, katanya dingin: "Dia minta kau bantu apa?"

"Kabarnya tuan putri tidak mau pulang, Umong mendapat perintah dari Khan agung negeri kalian, untuk menyambut kau pulang, kau tidak pulang, cara bagaimana dia harus menunaikan tugasnya. Liong-siang Hoatong adalah gurunya, sudah tentu mau tidak mau ia ikut ambil perhatian akan hal ini."

"Alah, katakan saja terus terang mereka ingin kau berbuat apa?"

"Umong membawa perintah Koksu kalian supaya aku bantu menyelidiki jejak tuan putri. Bilamana aku bertemu dengan sang putri tinggal sementara Umong juga berkata, inipun maksud dari pada Khan agung negeri kalian."

"O, jadi kau ingin menahanku disini?"

"Tidak berani. Tapi tuan putri harus tahu, negeri kita selamanya amat menghargai negeri kalian, sebagai negeri kecil tak berani tidak kami harus mematuhi pesan dari negaramu yang besar dan kuat tapi soal "menahan" kedengarannya terlalu dipaksakan, aku hanya mengharap tuan putri sudi berdiam beberapa hari disini, setelah urusanku disini beres, segera kuantar pulang."

"Terima kasih akan kebaikanmu tidak perlu aku mendapat bantuan fasilitasmu."

"Tuan putri tidak suka aku mengantar, biarlah Koksu kalian sendiri yang datang menjemput kaupun bolehlah. Beliau sekarang sedang berada di Giok-bun koan bersama Umong, jaraknya paling paling hanya tiga empat hari disini."

Bicara pulang pergi pendek kata tidak mengijinkan In tiong-yan pergi demikian saja. Berpikir In tiong-yan, "Kepandaian Wanyen Hou tidak lemah dari aku ditambah Cian Tiang jun, aku bukan tandingan mereka. Untuk meloloskan diri, aku harus menggunakan akal, jangan pakai kekerasan." tiba-tiba tergerak hatinya, katanya: "Terima kasih kau memberitahukan banyak hal ini akupun punya sebuah berita yang punya sangkut paut amat erat dengan kau, apa kau ingin tahu?" Wanyen Hou tertegun batinnya: "Coba muslihat apa yang ingin dia mainkan terhadapku?" maka katanya, "Silakan tuan putri jelaskan."

"Dua tahun aku berada dinegerimu, mungkin kau sudah tahu apa saja tugasku selama ini?"

"Untuk ini Siau-ong tidak berani main tebak."

"Biar aku bicara terus terang kepada kau, aku kemari karena mendapat tugas dari pamanku Dulai untuk menyelidiki keadaan dalam negeri kalian."

Rahasia sudah lama Wanyen Hou mengetahui, tapi tidak ia sangka In tiong yan berani bicara secara berhadapan terus terang kepadanya, katanya tertawa getir, "Negeri kita selalu setia terhadap negeri kalian, namun negerimu masih begitu curiga kepada kita, kita hanya mengharap hidup damai dan sejahtera, memangnya kita berani main kayu dengan pasukan terhadap negerimu yang kuat dan jaya? Untuk ini harap tuan menyampaikan kepada pamanmu panglima Dulai."

"Dalam hal ini bukan lantaran mencurigai kalian. Bicara mengerahkan pasukan, kukira kalian tidak akan berani. Paman suruh aku menyelidiki situasi negerimu, dalam hal ini ada latar belakang lainnya."

"O, latar belakang apa? mohon jelaskan."

"Kita ingin mencari seorang pengurus rumah tangga yang dapat dipercaya dan pandai bekerja, kau tahu tidak ?"

Wanyen Hou terperanjat, katanya, "Maaf akan kebodohan Siau ong, apa maksudnya ?"

"Masih belum mengerti ?" kata In tiong yang dingin. "Seperti juga kalian menghadapi negeri Sehe, Li Ih siu bukankah menjadi Pengurus rumah tangga dinegeri Sehe yang kalian bimbing ?"

Seketika Wanyen Hou unjuk rasa kaget katanya, "Maksudmu negerimu hendak mencaplok negeri Kim kita ?"

"Tidak perlu sampai sedemikian parahnya, bolehlah kami berikan yang jauh lebih baik dari nasib negeri Sehe. Asal negeri Kim kalau suka tunduk dan menjadi negeri jajahan kita, kalian orang she Wanyen sama saja boleh raja negeri Kim tapi...."

Wanyen Hou menjadi tegang, tanyanya: "Tapi apa ?"

"Tapi raja kalian sekarang, agaknya tidak memperoleh simpatik rakyat maksud paman adalah supaya diganti seorang raja yang lain. Maka salah satu tujuan beliau suruh ke Tionggoan adalah supaya aku menyirapi dan memperhatikan, kira-kira raja mana yang kelak bisa cocok diangkat sebagai penguasa di negeri Kim ini?"

Setengah percaya setengah tidak, hati Wanyen Hou berpikir: "Kabarnya ln-tiong yan sangat disayang oleh pamannya Dulai, sementara kekuasaan Dulai di Mongol jauh lebih besar dari Khan agungnya, soal ini lebih baik dipercaya dari pada tidak." maka dengan perasaan kurang tentram, ia bertanya : "Bahwa pamanmu punya maksud demikian apakah tuan putri sudah mendapat calon pilihan yang kau anggap cocok ?"

"Sudah kutemukan, yaitu ayahmu."

Kejut dan girang hati Wanyen Hou katanya: "Oh, ayahku ?"

"Betul, ayahmu pegang kekuasaan militer, sebagai paman dari sang raja, paman mengganti keponakan adalah suatu hal yang jamak dan masuk akal, kelak negerimu untuk mencaplok negeri Song, dalam hal ini masih perlu bantuan kalian ayah beranak untuk membantu, he he, asal kalian ayah beranak suka dengar petunjuk, jabatan raja negeri Kim, aku berani tanggung ayahmu pasti dapat mendudukinya dengan anteng anteng."

Kalau ayah menjadi raja, anaknya jadi pangeran atau calon raja yang akan datang. Mimpipun Wanyen Hou tidak pernah membayangkan kedudukan agung dan tinggi ini bakal terjatuh ketangannya, mabuk kesenangan menjadi otaknya butak, cepat ia bertekad, "Keduddukan raja, kami ayah beranak sebenarnya tidak berani mengharap. Tapi pamanmu dan tuan putri begitu ingin menghargai kami, Siau ong benar benar takluk dan berterima kasih, aku bersumpah untuk membalas budi kebaikan ini."

"jadi maksudmu kau suka mendengar petunjuk kita ?"

"Asal persoalan tidak menyulitkan Siau-ong silahkan nona memberi pesan saja!"

Meski dimabuk bayangan muluk-muluk, kata katanya ternyata mempunyai ukuran. Batinnya: "Kalau dia minta aku melepasnya pergi, biar kugunakan perintah dari Khan besar mereka dan Koksunya untuk menangkapnya."

In-tong-yan sudah dapat meraba jaIan pikirannya, katanya tawar : "Soal pengganti raja dari negerimu, merupakan rahasia besar Khan Agung dan Koksu kami sendiri tidak mengetahuinya. Sekarang urusan dinas dan urusan pribadi belum lagi bisa kubereskan, tak mungkin kujelaskan pula kepada Koksu, maka sengaja aku tidak mau pulang."

Bahwa urusannya tidak mungkin dijelaskan kepada Koksunya, sudah tentu tidak mungkin dikatakan kepada Wanyen Hou pula. Berpikir Wanyen Hou : "Kabarnya ia mencintai laki laki yang bergelar Hek swan hong, mungkin karena soal asmara, maka ia tidak mau pulang." maka dengan suara tergagap gagap ia berkata : "Ini soal ini kami sulit untuk aku memberi keputusan sendiri!!"

Berubah air muka In tiong yan, katanya: "Baik, kau hendak mempersulit aku, terserah kepadamu !"

Wanyen Hou ragu ragu, katanya : "Mana berani aku mempersulit tuan putri, aku kan masih perlu bantuan tuan puteri."

"Baik juga kalau kau tahu."

"Cuma perintah dari Khan besar kalian, Siau ong sekali-kali tidak berani membangkang. Bagaimana pula Siau ong harus menjelaskan dihadapan."

"Perintah Khan besar kau tidak berani membangkang. Jadi kau berani ingkar terhadap kemauan pamanku? Sudah kujelaskan kepada kau, aku bekerja bagi paman Dulai, tidak perlu dengar perintahnya Khan besar, apalagi pesan Koksu segala."

Bercucuran keringat Wanyen Hou, katanya, "Ya, ya, Siau ong tidak berani."

"Sebetulnya bila kau sendiri tidak membocorkan hal ini, darimana Koksu bisa tahu kau melepaskan aku? Apa pula yang harus kau pertanggung jawabkan? He he, kau minta supaya aku bicara demi kebaikan kalian ayah beranak dihadapan paman Dulai, sekarang kau menahan aku, bagaimana aku harus berbuat demi kepentinganmu? Coba kau pikirkan kalau tidak kau teken kontrak hutang dagang ini terserah kepada kau sendiri!"

Wanyen Hou kertak gigi, batinnya : "Omongannya jelas tidak bisa dipercaya sepenuhnya, tapi seumpama apa yang dia katakan memang kenyataan, pamannya Dulai hendak mencopot kedudukan raja sekarang menggantikan yang baru yaitu ayahku, bila aku sampai berbuat salah kepadanya, urusan bisa runyam. Ya apa boleh buat, anggap saja sebuah perjudian, kulepas dia tidak membawa kerugian buat aku, kalau urusan menjadi kenyataan, berarti menang pertaruhan besar."

Karena pikirannya ini segera ia ambil ketetapan, kata Wanyen Hou sambil berdiri, "Baik marilah kuantar tuan putri keluar. Harap tuan putri maafkan akan keteledoranku, dihadapan pamanmu, sukalah bicara baik bagi kami."

"Legakan saja, boleh kau tunggu saatnya untuk menjadi raja kelak, tapi kaupun tidak perlu antar aku biar Li siocia yang antar aku pergi."

Wanyen Hou melengak, tanyanya : "Kau hendak keluar bersama Li siocia?"

"Apa, kau tidak mengijinkan ? Dia adalah temanku, aku akan minta dia menemani aku bertamasya di Liang-ciu."

Berpikir Wanyen Hou, "Aku sudah berkeputusan untuk bertaruh, kenapa aku harus membuat dia kurang senang ? Memangnya Li Ci hong berani membawa seorang laki Iaki meninggalkan gedung gubernuran itu ?" Maka segera ia unjuk tawa, katanya : "Statusku disini pun sebagai tamu mana berani mengurus gerak gerik tuan rumahnya, apalagi Li-siocia adalah teman baikmu. Tuan putri, terlalu berat kata-katamu."

In tiong yan tertawa, "terhitung kau masih paham aturan. Baik sekarang aku pergi."

Sampai disini pembicaraan mereka, tiba2 didengarnya orang mengetuk pintu, Wanyen Hou lantas membentak, "Siapa?"

"Inilah aku!" sahut suara Cian Tiang Jun diluar.

Berkerut alis Wanyen Hou, pikirnya, "Kenapa Tiang jun tidak tahu urusan, sudah kupesan siapapun dilarang mengganggu aku." Tapi karena Cian Tiang jun adalah wakil ayahnya, paling tidak masih setingkat lebih tinggi dari dirinya, apalagi urusan besar yang dirundingkan dengan In Tiong yan memang sudah akur, tidak perlu kuatir diketahui orang, terpaksa dia menahan marah, membuka pintu dan biarkan orang masuk.

Ternyata penggeledahan besar besaran didalam gedung gubernuran kali ini Wanyen Hou mengurus bagian dalam, Cian Tiang jun mengurus bagian luar. Setelah penggeledahan selesai, dia sendiri pula yang berjaga dipintu besar diluar maka apa yang terjadi dibagian dalam, dia masih belum tahu. Wanyen Hou berunding didalam kamar rahasia dengan In tiong-yan, meski mereka sudah berpesan kepada penjaga dilarang orang mengganggu, tapi Cian Tiang jun adalah atasan mereka sendiri, dia punya urusan penting yang perlu segera dilaporkan kepada Wanyen Hou lagi, maka para penjaga tidak berani merintangi.

Melihat In tiong yan sudah tentu Cian Tiang junpun amat kaget, lekas ia menyapa tuan putri menyampaikan selamat. Kata In Tiong yan tertawa : "Aku dan Siau-ongya kalian sudah jadi orang sendiri, kau ada omongan apa silahkan katakan saja."

Sebetulnya Wanyen Hou ingin lekas lekas mengantar In Tiong yan pergi, karena kata-kata In tiong yan ini, tidak mungkin dia menyingkirkan orang lebih dulu, terpaksa ia berkata, "Ya, tuan putri adalah orang kita sendiri. Paman Cian, ada urusan apa yang hendak kau rundingkan dengan aku, kebetulan aku bisa mohon petunjuk pula kepada tuan putri."

Cian Tiang jun tahu urusan rada ganjil, tetapi urusan ini mau tidak mau harus Wanyen Hou sendiri yang ambil putusan, pikirnya, "Geng Tian dan Ceng liong pang bukan saja musuh negeri Kim, menjadi musuh Mongol juga, agaknya tiada halangan dia mengetahui persoalan-persoalan ini." Maka katanya, "memang ada urusan yang perlu kami sampaikan kepada Siau ongya, Li hujin dan putrinya barusan meninggalkan gedung gubernuran."

Wanyen Hou kaget, katanya, "Mereka ibu dan anak sama keluar? Adakah membawa pengikut?"

"Tidak tahu." "Kenapa tidak tahu?"

"Mereka keluar menunggang sebuah kereta, Lo hujin berada didalam kereta, kami jadi tidak leluasa menggeledah. Entah ada orang sembunyi didalamnya atau tidak."

"Siapa yang pegang kendali?"

"Seorang laki-laki bermata besar beralis tebal, agaknya bukan bocah she Geng itu."

In tiong yan tertawa, katanya, "Memang ia sudah berjanji hendak tamasya keluar kota dengan Li siocia, mungkin tidak sabar menunggu diriku, maka dia berangkat dulu menanti di tempat yang sudah dijanjikan."

"Siau ong, apakah perlu mengutus orang untuk mengejarnya kembali?" maklumlah soal ini menyangkut istri dan putri Li Ih Siu, sudah tentu Cian Tiang jun tidak berani ambil putusan sendiri.

Berpikir Wanyen Hou, "Tadi aku sudah berjanji kepada In tiong yan, biarlah dia keluar bersama Li Ci Hong, biar aku menjadi orang baik sekali ini, bocah she Geng itu masih berkesempatan untuk menangkapnya." Maka katanya, "bukankah kau dengar tuan putrid sudah ada janji dengan nona Li? Kalau toh mata-mata itu sudah lari keluar, tidak akan mungkin sembunyi di dalam kereta mereka. Tidak usah kita cape-cape mengubernya dengan sia-sia."

Cian Tiang jun hanya mengiakan saja, hanya dalam hati ia menggerutu: "Apa yang dikatakan ln-tiong-yan terang hanya bualan belaka, kalau dia hendak keluar tamasya dengan budak itu kenapa Lo Hujin harus mengiringi ?"

"Tapi kejadian ini entah Li tayjin sendiri sudah tahu belum ? Pergilah kau memberitahu kepadanya." demikian suruh Wanyen Hou.

Cian Tiang jun jadi sadar, pikirnya: "Betul, biar Li Ih siu sendiri yang mengurus anak bininya saja kenapa aku harus mencapaikan diri."

"Ya! akupun perlu minta diri kepada tuan rumah. Cian ciangkun mari kami bersama menemui Li tayjin."

Apa boleh buat terpaksa Cian Tiang jun dan Wanyen Hou mengiringi In tiong yan menemui Li Ih-siu. Begitu tiba ditempat kediaman Li Ih siu, seorang Wisu (penjaga) segera memberitahukan kepada Wanyen Hou: "Li Hujin sudah kembali, dia hanya pulang sendirian. Didalam mereka suami istri sedang bertengkar."

Kiranya meski Lo hujin suka bantu suaminya untuk mempertahankan kedudukan dan pangkatnya namun toh dia amat sayang kepada putrinya. Setelah kejadian memalukan tadi ia tahu putrinya sulit hidup tenteram didalam gedung besar ini. Apalagi mata-mata itu sembunyi didalam kamar putrinya, kalau tidak segera diantar keluar kelak akan menjadi bibit bencana. Maka dibawah tekanan putrinya akhirnya dia nekad, ia sembunyikan Geng Tian didalam kereta, dia sendiri pula yang mengantar meninggalkan gedung gubernuran.

Li Ih siu sedang mencak mencak gusar menyalahkan bininya, tiba tiba didengarnya Wanyen Hou dan tuan putri Mongol berkunjung, tahu bahwa urusan sudah terbongkar, terang mereka datang hendak menuduh perbuatan keluarganya yang memalukan, apa boleh buat terpaksa ia menebalkan muka keluar menyambut.

Tidak menunggu Wanyen Hou buka suara In tiong yan mendahului, "Kabarnya putrimu sudah keluar kota, apa betul?"

Saking ketakutan Li Ih siu pucat pias sahutnya tersendat, "Ya, ya, aku memang hendak menyusulnya, menyusulnya kembali!"

"Lopek, biarlah putrimu menemani aku tamasya dua tiga hari, kutanggung putrimu tidak akan kurang seujung rambutnya, lusa dia pasti kembali."

Li Ih siu melongo, katanya: "Omongan tuan putri........."

"Putrimu adalah teman baikku, kami sudah berjanji hendak tamasya beberapa hari diluar kota Liang-ciu. Kami tidak ingin hal ini diketahui orang banyak kami hanya ingin menghibur diri saja terpaksa harus mengelabui kau orang tua."

"Jadi putriku pergi kali ini......."

"Akulah yang menyuruhnya. Hal ini sudah kuberitahu kepada pangeran Wanyen Hou, tidak perlu kau mengutus orang untuk mengejar jejaknya kalau begitu kami kurang senang dan puas bertamasya."

Kalau Wanyen Hou tidak mempersulit dirinya, Li Ih siu sudah amat puas segera berpaling kepada Wanyen Hou ikut mengadu: "Ya tuan putri bertamasya dengan putrimu tidak suka diketahui orang banyak, bolehlah kau merahasiakan soal ini saja."

Sudah tentu ini membuat Li hujin teramat girang, katanya tertawa : "Nah, sudah kukatakan aku mengantarkan putrimu keluar sudah tentu ada alasannya, masih hendak bikin ribut dan curiga?"

Li Ih siu tahu kata kata istrinya mengandung arti lain, terpaksa diapun tidak memperpanjang urusan, katanya unjuk tawa, "Ya, ya. Aku tidak tahu hal ini adalah kehendak tuan putri, sungguh aku bikin ribut sendiri dan bikin reka saja."

Setelah menolong kesulitan Li Ih siu diam-diam In tiong yan amat geli, waktu Wanyen Hou mengantar dia sampai dipintu besar, dengan langkah gemulai seenaknya ia beranjak kegedung gubernuran.

Setelah berada diluar In tiong-yan berpikir, "Li Ci-hong menolong Geng Tian, pastilah langsung menuju ke Ki lian san. Hal ini Nyo Su gi belum tahu, aku harus memberikan kepadanya."

Nyo Su gi dan Ong Kiat sembunyi dirumah seorang anggota Ceng liong pang maka In-tiong yan mencarinya kesana sesuai alamat yang diberikan Ong Kiat kepadanya. Maklum sebagai kuli orang, rumah tinggalnya adalah gubuk pendek yang terbuat dari tanah liat, para tetangganya semua adalah orang orang miskin yang hampir sama kehidupannya, rumah disinipun dibangun seragam. Untung Ong Kiat ada memberitahu suatu tanda rahasia yang lain dari yang lain, tanda itu adalah guntingan kertas merah yang menggambarkan seekor kupu kupu ditempelkan pada pintu jendela. Maka dengan mudah ia menemukannya.

Waktu sudah dekat dan melihat tanda rahasia itu, mau tidak mau timbul rasa curiganya. Memang daun jendela ditempel sebuah kertas merah kupu-kupu, tapi waktu ia lihat kupu kupu itu sudah tersobek separo, bekas ditempel pula dengan lem, ditengahnya nampak sekali ada bekas bekas sobekannya.

ln tiong yan membatin: "Mungkinkah terjadi sesuatu? Kalau tidak kenapa guntingan kertas itu harus disobek lalu ditempelkan pula? kupu-kupu yang tersobek pertanda adanya apa apa. Ong Kiat tidak menjelaskan."

Tapi In tiong yan mengandalkan ilmu silatnya tinggi maka nyalinya besar, kedua Wanyen Hou memerlukan tenaganya seumpama bentrok dengan anak buahnya iapun tak perlu takut, perduli apa yang terjadi di dalam segera ia melesat terbang melewati pagar tembok pendek masuk hendak memeriksa keadaan didalam.

Keluarga yang menyamar diri sebagai kuli orang ini menempati rumah yang bobrok dan serba kekurangan, bagian belakang adalah dapur dan bagian luar adalah sebuah pekarangan kecil, bagian tengah hanya terdapat sebuah kamar tidur, selintas pandang keadaan dalam rumah, dapat dilihat jelas tampak keadaan dalam rumah morat marit tiada bayangan seorangpun.

In tiong yan menyalakan pelita, dengan cermat ia memeriksa akhirnya menemukan di bawah bantal selembar kertas dijemput. Diatas kertas ada dua baris tulisan kecil yang berbunyi; "Tempat ini sudah diperhatikan cakar alap, jangan tinggal terlalu lama."

In tiong yan berlega hati pikirnya, "Mereka sudah tahu bila tempat ini tidak aman lagi sudah tentu pindah ketempat lain."

Jadi Nyo Sugi bukan tangkap sudah tentu In tiong yan berlega hati. Disaat ia hendak tinggal pergi tiba tiba didengarnya kesiur lambaian pakaian orang berjalan malam melesat lewat diatas genteng.

In tiong yan mengira cakar alap alap musuh yang meluruk datang, pikirnya, "cakar alap alap hanya seorang, biarlah aku tidak usah menyebutkan diriku biar kuhajar."

Tengah ia menimang nimang orang itu sudah melompat turun dari atap rumah, pikir In tiong yan pula: "Ginkang orang ini lumayan juga." diam diam tangannya sudah menggenggam tiga butir kacang kuning yang diraihnya dari gentong didalam kamar terus ditimpukkan ke arah bayangan hitam itu. Walau dia tidak menguasai kepandaian memetik daun kembang terbang untuk melukai dan membunuh orang, tapi karena butir kacang kuning ini bila telah menyerang Hiat to orang cukup dapat membuat orang pingsan beberapa jam lamanya. Dia tidak menggunakan senjata rahasia memang dia tidak ingin melukai orang.

Lekas orang itu mengebaskan lengan bajunya ketiga butir kacang kuning itu kena digulung dan jatuh ketangannya. Agaknya orang itu tidak menduga senjata rahasia hanya kacang kuning kelihatan melengak. Sekarang itu tanpa terasa iapun melongo.

Ternyata pendatang itu adalah gadis baju merah. Kedua pihak sama tidak menduga dengannya sama sama perempuan keruan sama melengak tapi kilas Iain mereka pun sudah paham.

Pikir In tiong yan kemudian: "Gadis baju merah yang kemarin berkunjung ke warung tahu Ong Kiat tentulah dia ini. Jadi pasti dia inilah Siau moli adanya."

Nyo Wan cengpun berpikir: "Perempuan ini pastilah orang yang menerobos masuk kekamar Geng Tian tadi. Dia bantu menyembunyikan jejak Geng Tian tapi berhubungan begitu intim pula dengan Wanyen Hou, entah dia teman atau lawan."

Ternyata Nyo Wan ceng sembunyi dalam gerumbulan kembang tidak melihat jelas keadaan kamar Geng Tian, ia pun tidak melihat raut muka In tiong yan, hanya dari bayangan punggung In tiong yan ia tahu kalau dia seorang perempuan.

Waktu itu Li Ih siu dan Wanyen Hou pun sudah datang sementara para centeng gedung mengadakan pemeriksaan besar besaran didalam kebun, tahu dirinya tidak bisa tinggal lama-lama di tempat itu, terpaksa Nyo Wan ceng tinggal pergi sebelum jejaknya ketahuan. Diwaktu dia melayang naik keatas pohon lapat-lapat dia dengar suara percakapan Wanyen Hou dengan seorang perempuan, dalam keadaan yang kepepet sudah tentu tidak sempat lagi ia menaruh perhatian cuma yang diketahuinya bahwa perempuan yang bicara itu jelas bukan Li Ci hong pastilah perempuan yang baru saja masuk ke kamar Geng Tian tadi demikian ia menerkanya dalam hati.

Nyo Wan ceng tidak tahu In tiong yan kawan atau lawan, pikirnya: "Nyo Sugi tidak kelihatan guntingan kertas di jendelanya pernah tersobek lagi, itulah tanda rahasia khas dari Ceng liong pang. Kebanyakan perempuan ini pasti musuh adanya!"

KIRANYA Nyo Wan-ceng sampai di Ki lian san setelah menghadap Liong pangcu baru ia putar balik menyusul ke liang ciu pula. Maka dia tahu alamat Ong Kiat, meninggalkan warung tahunya, pernah memberitahukan alamat barunya kepada tetangganya Thio toasiok iapun berpesan dengan jelas alamat barunya ini hanya boleh diberitahukan kepada perempuan baju merah yang tadi pagi mencari dirinya keluar dari gedung gubernuran. Nyo Wan ceng segera menuju kewarung Ong Kiat kebetulan Thio thoa berjaga disana dan dia segera memberitahu alamat baru itu. Karena dia harus mampir kerumah Ong-kiat dulu, maka In tiong yan malahan lebih cepat tiba ditempat ini.

Bimbang hati Nyo Wan ceng, "Sret!" dia meloloskan goloknya serta membentak, "siapa kau?"

"Seperti kau, akupun sedang mencari Nyo-sugi !"

Kaget dan heran Nyo Wan ceng dibuatnya, bentaknya: "Darimana kau bisa tahu Nyo Sugi sembunyi disini? Sebetulnya siapa kau?"

"Kau tidak tahu siapa aku, sebaliknya aku tahu siapa kau !"

"Kau tahu siapa aku?" Nyo Wan ceng menegaskan.

"Kau siau moli bukan?"

"Kalau benar mau apa?"

In tiong yan tertawa dingin, jengeknya: "Hm, besar benar nyalimu, Siau moli, tadi berani menyelundup kedalam gedung gubernuran, kau sangka aku tak tahu ya. Biar kujelaskan aku mendapat perintah untuk membekuk dirimu!"

Nyo Wan ceng gusar hardiknya: "Bagus! Tangkaplah aku!" Sembari bicara secepat kilat beruntun tiga kali ia membacok kepada In-tiong yan.

Dengan gerakan Hong biau loh hoa, dalam detik-detik yang amat gawat itu In tiong yan berhasil meluputkan diri dari tiga bacokan Nyo Wan-ceng. Seketika timbul sifatnya ingin menang sendiri, sekonyong-konyong dia ayunkan tangan seraya membentak: "Sambutlah senjata rahasiaku ini!"

Dengan tangan Nyo Wan ceng memainkan Hong-thiam thau tak nyana In tiong yan hanya main gertak sambal belaka, mana ada senjata rahasia? Disaat Nyo Wan ceng bergerak berkelit dari sambaran senjata rahasia, tiba tiba In tiong yan enjot tubuhnya melejit keatap rumah.

"Mau lari kemana kau?" teriak Nyo Wan Ceng.

"Tempat ini tidak cocok untuk tempat berkelahi, kalau berani kejar aku!!" tantang dan olok In tiong yan.

In tiong yan memang ingin menjajal sampai dimana tingkat kepandaian silatnya Siau moli yang sudah ternama itu, sebab lain karena dia tahu rumah ini sudah dibawah pengawasan musuh, maka ia harus memancing Nyo Wan ceng ke tempat lain, baru enak ngobrol.

Sudah tentu Nyo wan ceng tidak tahu isi hati orang, ia menyangka orang sebagai musuh yang diutus untuk mengintil jejaknya.

Maka sebat sekali iapun berkelebat kerahkan ilmu ginkangnya tingkat tinggi menyandak dengan kencang, bentaknya, "lari keatas langitpun aku tidak akan melepas kau. Ayo mari kita coba kau yang dapat membekuk aku atau aku yang bisa meringkus kau."

Keduanya sama memiliki ginkang yang tinggi, menerjang naik melompat kebawah, begitulah seperti kelinci lari berloncatan beberapa lorong jalan panjang. Jalan jalan, meski ada pasukan ronda yang mondar-mandir namun mereka hanya melihat dua sosok bayangan putih yang melesat lewat diatas wuwungan rumah, malah ada yang kaget sampai melongo, disangka dirinya melihat setan siluman, ada pula yang anggap pandangan kabur kucek kucek mata, tahu-tahu kedua sosok bayangan itu sudah lenyap.

Begitulah kejar mengejar berlangsung amat cepatnya sekejap mata saja mereka sudah tiba dibawah tembok kota, tatkala itu kebetulan tepat kentongan kelima kira-kira setengah jam lagi hari bakal terang tanah, pintu kota belum tentu lagi dibuka.

In tiong yang menggenjot kaki melambung tinggi, seraya meloloskan Pok-kiam, "cras" ujung pedangnya menusuk amblas ke dalam tembok untuk menahan berat badannya, sementara sebelah tangannya yang lain menekan pedang terus jumpalitan naik keatas tembok.

Dua tentara yang berjaga diatas tembok segera berteriak, "Hai, ada maling terbang! Ayo lekas tangkap!"

Tidak menunggu mereka meluruk datang, In tiong yan mendahului memapak maju, "Plak plak" kontan ia gampar kedua orang ini sampai terjungkal kebawah tembok.

Katanya berpaling kebawah, "kau mampu naik tidak ? Perlukah kubantu?"

"Siapa sudi kau bantu ?" damprat Nyo Wan ceng, segera ia mencopot gelang peraknya terus dibesat sekali menjadi seutas cambuk panjang yang lembut, sekali lompat tinggi berbareng ia ayun cambuk Iembutnya tepat sekali ujung cambuknya membelit batang bendera diatas tembok begitu kedua kakinya menjejak tembok badannya lantas naik melambung berjumpalitan seperti burung dara sigap sekali ia sudah tiba di atas tembok.

Sebelumnya ia sudah siaga bokong atau sergapan In tiong yan, maka diwaktu ia jumpalitan naik keatas tembok, segera golok pendeknya dikembangkan memainkan jurus Ya pat hong, tak nyana begitu ia berdiri tegak diatas tembok, dilihatnya In tiong yan sudah melompat turun disebelah luar.

Karuan Nyo Wan ceng melenggong heran dan tak habis mengerti, pikirnya, "kalau dia agen utusan Wanyen Hou kenapa memukul roboh penjaga kota malah ? Tidak menyergapku pula?" seketika ia mulai bimbang bahwa orang belum tentu musuh seperti yang ia duga semula tapi untuk mencari tahu sebenarnya, terpaksa ia telah ikuti perbuatan In tiong yan melompat turun kebawah dan melakukan pengejaran kencang pula.

Para penjaga tembok lainnya segera menghujani anak panah, sembari berlari Nyo Wan ceng putar cambuk lembutnya beruntun ia pukul jatuh anak panah, kejap lain anak panah itu sudah tidak mampu candak dirinya.

Cahaya keemasan sudah mulai menongol diufuk timur, sang fajar sudah mendatang.

Mereka masih kejar2an dengan kencangnya, saat mana kira kira sudah puluhan lie diluar kota Liang ciu, In tiong-yan angkat langkah lebih dulu sejak mula jarak mereka masih tetap terpaut puluhan tombak jauhnya. Terhadap Ginkang Nyo Wan ceng yang tinggi itu diam-diam amat kagum dibuatnya, pikirnya, "Larinya rada tertunda beberapa kejap oleh serangan hujan panah, namun masih bisa mempertahankan jarak puluhan tombak dengan aku, Siau mo li ini memang tidak bernama kosong."

Nyo Wan ceng mengejar terus memasuki hutan, bentaknya, "Siapa kau sebenarnya ?"

"Siapa she dan nama besarmu aku sendirikan belum tahu juga?"

"Bukankah kau sudah tahu kalau aku ini Siau-moli?"

"Itulah gelaran yang diberikan oleh musuh musuhmu, yang ingin kuketahui adalah she dan nama aslimu?"

"Bukankah kau bersahabat dengan Wanyen Hou? Kenapa kau simpatik kepada bangsa mereka?"

"Akupun punya gelaran yang dinamakan In tiong yan. Tentunya kaupun sudah tahu siapa sebenarnya aku ini?"

Nyo Wan ceng kaget, pikirnya: "Kabarnya In tiong yan datang dari Mongol perempuan yang kurang jelas asal-usulnya. Ada pula yang bilang bahwa dia seorang tuan putri, apa benar tidak kabar ini?"

"Bukankah kaupun sahabat karib Geng-Tian? Memangnya dia tidak pernah menjelaskan asal usulku kepada kau ?"

Merah muka Nyo Wan ceng, terpaksa ia memperkenalkan diri lebih dulu, "Aku she Nyo bernama Wan ceng. Apakah kau orang Mongol ?" disamping itu timbul juga rasa curiganya, "Kalau dia kawan Geng Tian kenapa harus menanyakan namaku?"

"Betul," sahut In tiong yan, "nama Mongolku yang asli adalah Pelosi."

Seketika berubah air muka Nyo Wan Ceng, katanya, "Ternyata kau memang tuan putri dari Mongol, tidak heran kalau Wanyen Hou harus menyanjung puji kepada kau."

Heran ln tiong yan dibuatnya, katanya, "Apa kau baru berkenalan dengan Geng Tian?" Sementara dalam hati ia membatin, "Kukira hubungannya dengan Geng Tian sudah luar biasa, kenapa dia tahu namaku, kok belum tahu hubunganku sebenarnya dengan Wanyen Hou?"

Berkata Nyo Wan ceng dingin: "Dengan modal apa kau mencari tahu asal usul diriku ? Bagus, akupun ingin tanya kau, sebenarnya apa yang ingin kau lakukan atas diri Geng Tian dengan Wanyen Hou?"

In tiong yan tahu orang salah paham sengaja ia hendak bikin orang marah, katanya, "Memangnya mengandal apa pula kaupun mencari tahu seluk belukku?"

Nyo Wan ceng tidak sabar lagi, "Set" segera ia menyabet dengan cambuknya. Serunya, "Ginkang tadi sudah kita lombakan, sekarang bisa aku mohon petunjuk ilmu silatmu."

"Baik, jadi kau mengandalkan cambuk lemasmu ini hendak main tanya denganku? Begitupun baik, mari kita bertanding lagi." dalam bicara itu beruntun ia sudah berkelit dan balas menyerang. Nyo Wan ceng menyerang tiga cambukan, diapun membaIas tiga tusukan pedang, cambuk dan pedang masing-masing tidak mampu menyentuh badan lawannya.

"Ilmu cambuk bagus !" In tiong yan memuji, mulut bicara pedang berputar menurut gerak badannya, dia mendesak maju kedalam serangan cambuk lawan. Dengan jurusnya Pat hong ho, pedangnya berhasil menyampokkan pula cambuk lawan kesamping. Sementara itu pula tangan kiri tiba-tiba menyelonong maju mencengkram pergelangan tangan Nyo Wan ceng. Jurus ini adalah tipu Siau kim-na ciu yang berarti dilancarkan dalam pertempuran jarak dekat. Cara bermainnya harus dilakukan sambil menyerempet bahaya, namun serangannya cukup ganas, cepat dan lincah.

Dalam pada ini, cambuk lemasnya Nyo Wan ceng sudah keburu dilecutkan keluar dengan sigap terpaksa dia mempergunakan Sip-hiong ciau hoan-hyu, badannya jumpalitan kebelakang, kurang serambut jari-jarinya In-tiong yan mengenai badannya, sedang cambuk lemasnya sudah melingkar menggulung diri In tiong yan. Dengan tangkasnya In tiong yan melambungkan badannya keatas, maka cambuk lawan hanya menyamber di bawah kakinya, terpaut sedikit tumit kakinya kena digubat cambuk lawan.

Begitu gebrak selanjutnya berlangsung lagi, kedua pihak sama-sama mengeluh didalam hatinya, pikir Nyo Wan ceng, "Tadi dia sudah merebut inisiatif pelajaran, sebenarnya ia masih mampu melancarkan serangan-serangannya yang lebih lihay, entah kenapa tadi ia tidak melanjutkannya?"

In tiong-yan pun membatin, "Keadaannya tadi amat gawat, dalam keadaan demikian seharusnya melancarkan jurus-jurus nekad yang mematikan untuk gugur bersama, mungkinkah dia sudah tahu bila aku tiada niatan untuk melukai dia maka serangannya tidak diteruskannya? Ataukah diapun punya pikiran yang sama dengan diriku hanya ingin mencoba kepandaianku melulu?"

Ternyata Nyo wan ceng ingin jajal kepandaian silatnya, diapun ingin tahu sebetulnya In tiong yan dari pihak lawan atau kawan, hal inilah yang menjadi tujuannya. Bahwa In tiong-yan benar sebagai tuan putri Mongol sudah menimbulkan kecurigaannya, tetapi waktu keluar kota tadi, sengaja orang membukakan jalan bagi dirinya bukankah hal itu jelas sekali tidak mengandung maksud jahat? Apalagi kini setelah kedua belah pihak bergebrak beberapa jurus dilihatnya In-tiong yan selalu batal melancarkan jurus jurus tipu ilmu pedangnya yang amat lihay, maka hatinya menjadi heran, curiga, dan tidak habis mengerti.

Akan tetapi meski mereka membuang serangan ganas yang lihay toh masing masing berkeinginan menang sendiri, maka jurus hebat yang menakjubkan beruntun diboyong keluar seluruhnya tak putus putus.

Sekejab saja puluhan jurus telah lewat, masih belum ada perbedaan siapa unggul mana yang asor, kebetulan In-tiong yan mendapat suatu kesempatan, dilihatnya titik lobang kelemahan cepat sekali ia merangsek mendekat, kedua jarinya terangkap keras menotok urat nadi lengannya orang, lekas Nyo wan ceng melintangkan golok pendek ditangan kiri serta melintirnya berputar, ejeknya, "Kau bisa menotok memangnya aku tidak bisa?" golok dibuangnya, dengan kedua jari tangannya iapun balas menotok menggunakan King sin ci-hoat ajaran gurunya yang tunggal.

In-tiong-yan bersuara heran dan kaget, sebat sekali ia berkelebat berkelit, tahu-tahu ia sudah melompat keluar dari gelanggang, katanya: "Agaknya sulit kita membedakan siapa lebih unggul, pertandingan ini tak perlu dilanjutkan lagi, siapa gurumu?"

Kiranya ilmu totokan King sin ci-hoat yang dipelajari oleh Nyo wan ceng itu adalah sumber pada pedoman gambar lukisan Hiat-totong jin, dikolong langit ini hanya ada dua keluarga saja yang mewarisi ilmu ini. Yaitu Wanyen Tiang Ci yang menurunkan kepada Wanyen Hou sementara yang lain adalah guru Nyo Wan ceng yaitu Bu-lim-thian-kiau yang mewariskan kepadanya, In-tiong yan banyak pengalaman dan luas pengetahuan, sejak mula ia sudah dapat meraba ilmu silat Nyo Wan ceng jauh berbeda dari ilmu silat dari golongan manapun di Tionggoan, kini berhadapan langsung dengan Kim-sin-ci hoat, segera ia dapat menerka siapa guru Nyo Wan ceng.

"Perduli siapa guruku!"

"Betul manusia hanya dibedakan antara baik dan buruk, kau belajar dengan guru siapa itu tidak penting. Orang Kim, orang Han atau orang Mongol, Masing masing boleh saja untuk mencari guru atau sahabat kita, betul tidak menurut pendapatmu?"

Kata-kata ini seolah-olah mengetuk sanubari Nyo Wan ceng dan menyadarkan pikirannya, kemudian dia berpikir: "Benar, ia punya darah seorang pangeran dari negeri Mongol, tidak jauh berbeda dengan asal usulku, pangeran negeri Kim boleh menjadi guruku yang berbudi, tuan putri dari Mongol kenapa pula tidak boleh menjadi sahabat baikku?"

"Sudahlah kita tidak usah berkelahi," ujar In tiong yan, "Tadi apa yang hendak kautanyakan padaku?"

"Bagaimana keadaan Geng Tian?" tanya Nyo Wan ceng. Sebetulnya tadi dia bertanya: "Apa yang kau lakukan atas Geng-Tian dan Wanyen Hou? Kini ia gunakan separohnya dari pertanyaan semula jelas rasa permusuhannya sudah hilang sebagian besar, tetapi perasaan curiga yang sejak semula dalam hatinya belum lenyap seluruhnya. "Yaa, akupun harus kasih tahu kepadamu supaya hatimu tidak selalu kebat kebit. Kau mau tahu keadaan Geng kongcu ketahuilah bahwa dia sekarang sudah keluar dari gedung gubernuran!"

Sungguh kejut dan girang sekali hati Nyo Wan ceng, namun ia masih setengah percaya setengah tidak, pikirnya: "Tok Hok pernah bilang bahwa putra-putri Li tayjin secara diam-diam ada kontak dengan mereka, nona Li itu sudah dan bisa menyembunyikan Geng Tian didalam kamar pribadinya sendiri sudah tentu sepihak dia dengan engkohnya. Tapi dia kenal dengan Geng Tian mungkin hanya karena persoalan hubungan pribadi mereka. Tapi kabar ini tak dapat dipercaya, belum bisa seratus persen aku mempercayai obrolannya."

"Kau tidak percaya penjelasanku?"

"Seumpama benar Li Siocia mengantarnya keluar, kukira urusan tidak sedemikian gampang bukan?"

Baru saja In tiong yan hendak menjelaskan duduk perkara sebenarnya, tiba-tiba didengarnya langkah kaki orang berlari mendatangi, berubah air muka Nyo Wan ceng, bentaknya: "Siapa itu?" sesaat ia menyangka dirinya sudah terjebak oleh tipu muslihat In tiong yan.

Belum hilang suaranya orang itu secepat kilat sudah berlari datang dihadapan mereka. Barulah Nyo Wan ceng berlega hati setelah melihat jelas siapa orang itu, ternyata dia bukan lain adalah Nyo Sugi tertua dari Su tay kim kong Ceng liong pang.

Nyo Wan ceng kenal Nyo Sugi sebaliknya Nyo Sugi tidak mengenalnya. Tapi melihat pada orang berpakaian merah dalam hati ia dapat menebak siapa adanya segera ia berkata: "In Lihiap ternyata benar kau adanya dan nona ini ...."

"Nona Nyo !" ujar In tiong yan. "Kemarin kan pernah mengunjungi warung tahu Ong kiat bukan ?"

"Eeeh ! Dari mana kau tahu?? Paman Nyo, aku bernama Wan-ceng. Kebetulan aku sedang mencari kau."

"Apakah mendiang ayahmu adalah Nyo Yan seng Nyo Tayhiap ?"

"Benar, beliau adalah ayahku."

Baru sekarang Nyo Su gi sadar dan paham katanya: "Samte Hou-wi pernah berkata kepadaku, tetapi aku masih belum menduga kau adanya. Dari mana kau bisa tahu warung tahunya Ong Kiat itu adalah milik Ceng liong pang kita ?"

"Aku sudah sampai di Ki-lian-san, bertemu dengan Pangcu kalian."

"Cara bagaimana kau bisa kemari ?" tanya In-tiong yan.

"Biarlah kuberitahu sebuah berita buat engkau, Geng kongcu sudah lolos dari mara-bahaya!!"

"Apakah kabar itu dapat dipercaya?" tanya In tiong yan. "Dengan cara bagaimanakah dia bisa lolos?"

"Pasti dapat dipercaya. Saudara Ong Kiat pula yang bekerja dalam usaha pengangkutan arang, kebetulan sering memberi jatah arang kegedung gubernuran, setiap dua tiga hari pasti mengirim arang kesana. Kabarnya kemarin malam gubenuran menutup pintu mengadakan razia besar besaran hendak menangkap mata mata, dan melarang orang keluar masuk namun istrinya Li Ih-siu dan putrinya justru menunggang kereta keluar kota, tak lama kemudian terlihat hanya istrinya saja seorang diri yang pulang.

Mata mata tidak berhasil ditemukan, putrinya Li Ih-siu malah hilang, bukankah hal ini amat menyangsikan ? Menurut apa yang kuketahui, secara diam diam putri Li Ih-siu itu secara diam diam membantu Geng kongcu, kini terjadi peristiwa ini, dapatlah dibayangkan pastilah nona Li itu sendiri yang mengantarnya keluar kota."

Mendengar penjelasan orang mirip apa yang diuraikan In tiong-yan, hati Nyo Wan ceng menyesal pula, katanya kemudian, "Paman Nyo kabar yang kau ceritakan mungkin Hun-cici inipun sudah tahu, karena dari semalam diapun berada digedung Li Ih-siu, dalam soal ini mungkin diapun ada menyumbangkan tenaga dan pikirannya."

Nyo Su-gi tertawa, katanya : "O, aku maIah anggap sebagai berita segar. Kalau tahu demikian akupun tidak perlu banyak bicara lagi."

"Aku sendiri tahu dari penuturan Cian Tiang jun, mungkin kurang tepat. Maka sengaja kutanya kepada kau, untuk membuktikan kebenaran berita ini." lalu iapun bercerita akan pengalaman yang dialaminya semalam. Ia duga asal usul dirinya Nyo Sugi pasti sudah tahu, maka iapun tidak perlu main sembunyi sembunyi lagi.

"Kabar kalian yang diperoleh oleh saudara kita itu, adalah bahwa tempat tinggalnya itu sudah diperhatikan oleh cakar alap-alap, semalam sebetulnya Li-sia hendak mengurus para opasnya merazia itu, tapi karena dalam gedung gubernuran sendiri terjadi keributan adanya penyelundupan mata-mata, terpaksa ditunda beberapa waktu lagi, In Lihiap kau pernah mendatangi rumah itu bukan ?"

"Memang kebetulan aku bertemu dengan nona Nyo di rumah itu, guntingan kertas kupu kupu yang kau sobek itupun juga kami lihat," demikian ujar In-tiong-yan.

"Persembunyiannya mungkin sudah ketahuan musuh, kini Geng kongcu sudah lolos, maka pagi hari ini, aku bergegas keluar kota. Tak duga bertemu kalian disini. Apakah kalian tadi bentrok dengan musuh ?"

"Ah, tidak !" sahut Nyo Wan ceng.

"Kenapa kudengar benturan senjata tajam, apakah kupingku yang salah dengar?" ternyata karena mendengar suara benturan senjata inilah, maka Nyo Su-gi menyusul datang menurut arah datangnya suara.

In-tiong yan tertawa, ujarnya : "Aku yang sedang saling ukur kepandaian silat disini hanya main-main saja. Tapi untunglah kami main jajal-jajalan, kalau tidak, pasti tidak begini kebetulan bisa bertemu dengan kau. Nyo Tayhiap menurut dugaanmu, kemana Geng-kongcu akan pergi ??"

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar