Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Jilid 25

Jilid 25

Mana Pek Kian bu pernah menduga bahwa orang sebenarnya hanya tahu orang she Geng belaka, sebaliknya dia menyangka orang sudah menyelidiki riwayat hidup Geng Tian.

Tapi perbuatan tercela yang pernah dilakukan Pek Kian bu memang kenyataan dia tahu amat jelas. Kenapa dia bisa tahu, biarlah kelak kami paparkan dalam kesempatan lain.

Setelah dia periksa luka-luka Pek Kian-bu, dia berani pastikan pasti kena dilukai oleh Siau mo li, tapi Siau mo-li sebaliknya adalah murid Bulim-thian kiau, kejadian ini mau tidak mau membuat dia heran dan tertarik. Bolak balik ia menganalisa akhirnya dia berkepastian sembilan puluh prosen kejadian ini pasti ada sangkut pautnya dengan perbuatan tidak seronok yang pernah dilakukan oleh Pek Kian bu. Maka setengah pura-pura setengah sungguh-sungguh, dia mengarang dan alasan mengancam dan membujuk secara halus kepada Pek Kian bu. Benar juga Pek Kian bu berhasil diancam ketakutan dan mau membuka rahasia.

O^~^~^O

Hari itu Gubernur Liang ciu Li Ih siu amat risau den gelisah.

Semalam putrinya pernah memancing kepada isi hatinya, pagi hari ini, waktu dia mengatur rencana bersama putranya cara masuk menyerbu Ceng liong-pang, putranya itu juga menasehati kepadanya. Untuk kedua persoalan inilah hatinya gelisah dan was-was.

Tatkala itu ia sedang mondar mandir di dalam kamar kerjanya, pikirnya : "Anak anak yang belum tahu urusan mana boleh aku memberontak ? Dulu betapa tinggi ilmu dan bakat Yalu Ciangkun dari padaku, dia memimpin pasukan dalam negeri akhirnya toh kena dibikin kocar kacir sehingga mereka runtuh keluarga berantakan, sekarang aku hanya mempunyai bala tentara yang sekecil ini mana mampu melawan kekuatan tentara negeri Kim yang begitu besar ? Dan lagi seumpama berhasil membangun negeri Liau kembali, apa pula manfaatnya bagi diriku ? Aku tidak lebih sebagai rakyat jelata kalau negeri Liau sudah berdiri pula masakah mereka menjadi giliranku menjadi raja, ada lebih mending sekarang aku menjabat Gubernur di Liang ciu, lebih bisa hidup mewah dengan pangkat yang tidak rendah."

Disaat ia mondar mandir dengan tak tenteram itu, mendadak seorang mendorong pintu melangkah masuk.

Kamar kerjanya merupakan daerah terlarang, sebelum mendapat ijinnya, siapapun dilarang masuk kemari, saking kejutnya begitu berpaling mulutnya membentak: "Siapa . . ." belum lagi 'kau' sempat diucapkan, dia sudah melihat jelas siapa yang masuk kekamar kerjanya.

Orang itu bergelak tertawa, katanya : "Li-congkoan maaf bila aku menjadi tamu tak diundang."

Ternyata orang ini adalah tamu agung wakil komandan Gi lim-kun dari negeri Kim, tak lain tak bukan Cian Tiang jun adanya.

Melihat orang masuk tanpa pamit, mencelos hati Li Ih-siu, pikirnya : "Apakah di balik dinding ada kuping, percakapanku dengan anak keparat itu kena dicuri dengar oleh orang dan dilaporkan kepadanya ?" segera ia tertawa dibuat buat, sapanya : "Kiranya Cian tay-jin, Cian tayjin malam malam berkunjung, entah ada petunjuk apa ?"

Berkata Cian Tiang-jun pelan-pelan: "Sengaja aku kemari untuk menyampaikan ucapan selamat kepada kau."

Li Ih-siu tertegun, katanya : "Ucapan selamat dari mana ?"

"Kabarnya putramu berhasil meringkus seorang tawanan penting."

Ternyata seorang perwira bawahan Li Hak siong kemaruk harta, secara diam diam ia lapor kejadian Li Hak-siong meringkus Geng Tian kepada Cian Tiang-jun. Sudah tentu maksud tujuan serta asal usul dan kedudukan Geng Tian perwira ini masih belum tahu sama sekali.

Mendengar orang melukiskan raut muka Geng Tian, ia tahu pastilah bocah yang bersama dengan Siau-mo li itu maka kemaren ia mengorek keterangan Pek Kian-bu. Setelah Pek Kian-bu memberikan semua keterangan yang diperlukan, barulah dia tahu duduk persoalannya.

Li Ih siu heran, katanya : "Apa ya, aku sendiri malah belum tahu hal ini ? Siapakah tawanan itu ?"

"Negeri Song mempunyai seorang panglima bernama Geng Ciau, apa Li-tayjin tahu?"

"Maksudmu adalah komandan tertinggi dari pasukan Hwi-hou kun (pasukan macan terbang) negeri Song."

"Benar. Sebelum ia naik pangkat, semula dia kaum persilatan, orang memberi gelar Kanglam Tayhiap kepadanya."

Li Ih-siu menjadi sebal katanya; "Geng Ciau sebagai Panglima besar negeri Song, mempunyai gelar Kanglam Tayhiap lagi ilmu silatnya pastilah amat tinggi, mana mungkin dia datang ke Liang ciu ? Mana mungkin ?"

"Bukan Geng Ciau yang tertangkap oleh putramu, anaknya Geng Ciau yang bernama Geng Tian."

"Walau kedudukan Geng Tian tidak sepadan dengan ayahnya dia merupakan seorang tokoh penting juga. Mungkin kau masih belum tahu, Liong Jiang poh Pangcu dari Ceng liong pang itu dulu adalah bekas pembantunya yang setia, kepergiannya ke Ki lian-san kali ini, kabarnya Liong Jiang-poh minta dia mewarisi jabatan Pangcu itu."

"Hee... heee, tujuan kita sekarang memang hendak menghadapi Ceng-liong-pang, putramu berhasil menangkap tokoh yang hendak diserahi kedudukan oleh Liong Jiang poh, bukankah merupakan jasa besar?"

Li Ih siu adalah seorang tua yang sudah kenyang makan asam garamnya penghidupan semula ia girang tapi lambat laun hatinya menjadi kaget pikirnya: "Urusan yang penting begini kenapa Siong ji tidak memberi laporan kepadaku? Sebaliknya Cian Tiang-jun bisa tahu lebih dulu?"

Belum habis ia berpikir betul juga didengarnya Cian Tiang jun sedang menyeringai dingin katanya: "Putramu merahasiakan kejadian ini apakah Li tayjin merasa heran? Hee. . . hee sebetulnya kejadian isi patut dapat pujian dan diberi selamat itu tergantung pada bagaimana penyelesaian Tayjin sendiri!"

Semakin mencelos hati Li Ih siu, katanya dengan cepat: "Yaa, memang aku rada heran harap Cian tayjin suka maklum dan memberi petunjuk!"

Berkata Cian Tiang jun perlahan: "Ketahuilah putramu itu begitu baiknya dengan bocah she Geng itu! Li tayjin kiranya kau sudah paham bukan?"

Bergetar suara Li Ih siu, katanya tergagap: "Dia lantas dia, dia kenapa dia..."

"Kenapa dia menangkapnya? He he mungkin memang sengaja berbuat demikian supaya Geng Tian pinjam rumah gedungmu itu untuk merawat luka lukanya."

Lekas Li lh siu menutup pinta kamarnya, pintanya dengan suara tertahan: "Cian Tayjin, seluruh jiwa keluargaku kuserahkan kepada kau. Kuharap kau suka menaruh belas kasihan biarlah aku sendiri yang menghukum bocah keparat tersebut!"

"Lo tayjin setia demi negara sungguh harus dipuji! Harap tanya untuk menghukum putramu?"

Li Ih siu hanya punya seorang putra, pikirnya: "Kalau kubunuh anak binatang itu, putriku tidak akan dapat melanjutkan keturunanku." sesaat mulutnya terbungkam katanya dengan suara gemetar: "Cian tayjin, aku mohon kau suka mengampuni jiwanya, bagaimana hukumannya kau lihat saja kenyataannya."

"Lo tay jin tidak perlu gugup, pepatah berkata kau hormati aku sejengkal aku balas satu depa. Persoalan ini tak akan kubocorkan malah bisa memberi kesempatan kepada putramu untuk merebut pahala."

Li Ih siu kegirangan katanya: "Budi kebaikan Cian tay jin, Siau koan tidak akan lupa seumur hidup. Siau koan rela mendengar petunjuk Tayjin."

"Lo tayjin begitu sungkan terhadapku, aku jadi rikuh dan tidak berani terima. Menurut pendapatku begini saja. Soal ini tidak usah kau beritahu kepada putramu, hari ini juga kita gerakkan pasukan lebih cepat dari waktu yang ditentukan, begitu dia meninggalkan tempat ini segera kuluruk kesana menjinjing bocah itu keluar langsung akan kugusur ke Tay toh. Peristiwa ini masih merupakan bahaya besar kalian ayah beranak."

Kiranya Cian Tiang jun inipun seorang cerdik cendekia yang pintar mengatur tipu daya didalam gedung Gubernur Liangciu ini dia seumpama burung yang terkurung di dalam sangkar maka dia harus merangkul Li Ih siu kepihaknya sementara memberikan budi pertolongan kepadanya, dia kelak setelah pulang ke kota raja baru akan melaporkan kesalahan orang. Dia minta Li Hak siong pimpin pasukan besar berangkat lebih dulu maksudnya tidak bentrok langsung dengan dirinya.

Mendapat perintah ayahnya berpikirlah Li Hak siong : "Tadi pagi aku baru saja membujuk ayah, mana mungkin dia lega hati membiarkan aku menjadi pasukan pelopor?" tetapi lantas terpikir juga, "Beginipun baik, aku menjadi pelopor jauh lebih baik dari pada orang lain. KaIau ada kesempatan dengan diam-diam aku malah bisa memberikan kabar rahasia kepada pihak Ceng liong pang !"

Luka-luka Geng Tian sudah sembuh tujuh bagian, Li Hak siong berpesan kepada adiknya, "Setelah aku berangkat kau harus merawat Geng heng baik baik terutama harus lebih hati-hati jangan sampai diketahui orang luar."

"Aku sudah tahu," sahut Li Ci hong. "Apakah Cian Tiang jun juga ikut pergi ke Ki lian san?"

"Dia sebagai panglima tinggi sudah tentu dia pun akan pergi."

"Lebih baik kalau begitu legakan saja hatimu."

"Aku kuatir ayah sudah curiga kepada kami seandainya Geng toako sampai terlihat oleh pelayan kepercayaannya urusan pasti bakal celaka."

"Kalau kau masih kuatir biarlah dia sembunyikan didalam kamarku, pelayan mana yang berani masuk."

"Memang akal yang bagus. Kau sembunyikan didalam kamar tidurmu, jangan kata pelayan meski ayah sendiripun takkan berani masuk kedalam kamarmu tapi...."

"Tapi apa?" Seperti tertawa Li Hak siong memandangnya, katanya, "Tahun ini kau sudah sembilan belas lho tanggal enam belas bulan yang akan datang hari lahirmu.''

"Memang kenapa?"

"Beberapa hari yang lalu kudengar ayah dan ibu sedang berunding katanya hendak mencarikan calon suami bagi kau."

"Memangnya aku sudi mereka carikan jodoh ?"

"Benar, pilihan ayah bunda masa lebih cocok dari orang yang kau pandang sendiri. Moay moay, bagaimana menurut pendapatmu tentang Geng kongcu ini?"

Seketika Li Ci hong merengut, katanya, "Koko, kemana sih jalan pikiranmu? Aku sudi menolongnya lantaran untuk kebaikanmu, kau malah menggoda aku, selanjutnya aku tidak mau perduli lagi."

Li Hak siong segera meminta minta dan menjura, katanya, "Adikku tidak usah marah, aku hanya kelakar saja tapi ..."

Semakin dongkol Li Ci hong dibuatnya, semprotnya: "Tapi apa lagi?''

"Geng toako orang bangsa Han, bangsa Han mempunyai adat istiadat mereka sendiri, aku sendiri tidak tahu apakah dia terlalu mengkukuhi adatnya sendiri? Mungkin kita harus main bujuk kepadanya."

"Serba menyulitkan juga aku tidak perdulikan."

"Menolong orang harus menolongnya sampai sembuh, ayohlah..." setengah menyeret ia bawa adiknya ke kamar dimana Geng Tian sedang merawat luka lukanya.

Mendengar rencana mereka betul juga Geng Tian seketika menunjukkan rasa kikuk dan malu. Gadis muda ini bermaksud baik kalau dia menolaknya kemana pula muka sang gadis harus ditaruh? Terpaksa ia menjawab, "Lukaku sudah sembuh tujuh bagian, lebih baik biarlah aku menyerempet bahaya di saat hari petang secara diam diam mengeloyor keluar supaya kalian tidak kerembet."

"Tidak mungkin. Aku harus segera berangkat tiada kesempatan mengutus seseorang yang tepat untuk membawa kau keluar, penjagaan dalam gedung ini amat keras dan ketat, kau pasti tak bisa lolos. Kalau kau mau lari harus tunggu tiga hari lagi setelah ilmu silatmu benar benar sudah pulih seluruhnya baru boleh kau meloloskan diri."

Li Ci hong ikut berkata: "Geng toako jangan kau kira aku tidak tahu adat istiadat bangsa Han kalian, aku tahu kau hendak menghindari hubungan bebas antara pria dan wanita, betul tidak? Biarlah kujelaskan kepada kau, kuberikan kamar tidurku kepadamu dan di belakang kamar tidur terdapat kamar pelayanku, pelayan ini adalah kepercayaanku biar aku pindah tidur bersama dia."

Li Ci hong bicara terus terang tanpa tedeng aling-aling, terpaksa Geng Tian menerima kebaikannya. Katanya sambil bersoja, "Kalian mengatur sedemikian rapinya demi keselamatanku, entah cara bagaimana aku harus menghaturkan terima kasih kepada kalian. Terutama nona Li, aku . . , aku..."

Li Ci hong tertawa geli katanya: "Aku bukan orang Han, aku tidak takut perbedaan laki perempuan, sudahlah jangan berlarut larut menyamarlah jadi pelayanku, ayo jalan! Koko juga harus segera berangkat."

Berkata Geng Tian, "Li toako setelah sampai di Ki lian san, seumpama bertemu dengan Nyo Su-gi, Lo Hou wi dan Ong Beng im atau salah satu dari mereka boleh kau bicara terus terang kepadanya. Tapi kalau mereka bersama orang lain, sekali kali jangan kau membocorkan rahasiaku."

Geng Tian hanya menyinggung nama tiga orang dari Su tay kim kong tanpa menyebut nama Pek kian bu karena dia mengharap dengan meminjam muIut Li Hak siong untuk memberitahu kepada tiga orang lainnya bahwa Pek Kian bu kurang dapat dipercaya. Sudah tentu itu semua hanya bila ada kesempatan bertemu.

"Baik akan kuingat betul, Geng Tian masih ada pesan apa ??"

"Tiada lagi." "Masih ada seorang Iagi bukan? Kenapa tidak kau singgung dia?"

"Siapa maksudmu?'' tanya Geng Tian melengak.

"nona Nyomu itu?"

Berdebar jantung Geng Tian, "Kenapa dia bicara hal itu?" dengan muka merah ia menyahut: "Betul, Li-toako sukalah kau mencarikan kabarnya, apakah dia sudah tiba di ki lian san?"

O^~^~^O

GENG TIAN sedang menguatirkan keadaan Nyo Wan ceng, ia pun was was akan keselamatan Nyo Su gi dan yang lain lain. Di luar tahunya bahwa kedua orang ini sudah tiba kembali di Liangchiu.

Dalam pada itu dengan menyamar sebagai orang desa yang ingin menengok familinya dikota, diwaktu Nyo Su gi tiba di Liang-chiu kebetulan dia bertemu dengan pasukan pelopor yang dipimpin Li Hak siong. Nyo Su gi sembunyi di pinggir jalan dilihatnya yang memimpin pasukan ini adalah perwira muda. Diam diam kecut hatinya kekuatiran berkecamuk dalam hatinya.

Ceng-liong pang punya agen rahasia yang bernama Ong Kiat yang membuka warung tahu dikota Liang ciu, melihat ia datang, Ong Kiat girang bukan main, lekas ia menempelkan secarik kertas yang bertuliskan: "Perbaikan dapur tutup sehari", lantas ia tutup warung tahunya, katanya, "Nyo hiangcu kenapa seorang diri kau kemari?"

"Urusanku nanti kujelaskan kepada kau, katanya kau dulu tahukah kau pasukan tadi keluar kota tahukah kemana tujuannya ?"

"Memangnya kemana lagi kalau tidak untuk menyerbu pangkalan kita di Ki lian san."

"Perwira muda yang memimpin pasukan itu, tahukah kau siapakah dia ?"

"Kabarnya adalah putra gubernur Liang ciu li ih-siu."

Yang dikuatirkan menjadi kenyataan, diam diam Nyo Su-gi mengeluh dalam hati dengan lemas ia duduk di kursi pikirnya; "Kedatanganku sungguh tidak kebetulan."

Ong Kiat heran katanya: "Kabarnya putra Li Ih siu punya kepandaian lumayan tapi mengandal kekuatan bocah itu masak ia mampu menggempur Ki lian-san kita ?''

"Kau tidak tahu kedatanganku ini secara diam diam ingin bertemu dengan dia."

Semakin heran Ong Kiat dibuatnya, tanyanya: "Nyo hiangcu, bukankah dia yang menjadi pelopor menempur Ki lian san ? untuk apa kau menemui dia??"

"Dengarkan penjelasanku." Lalu dia menuturkan apa yang perlu diberitahukan kepada Ong Kiat. Baru sekarang Ong Kiat mengetahui betapa penting urusan ini, sungguh diluar dugaannya.

"Dalam gedung gubernuran ada tidak agen kita?"

"Ada saudara kita yang didalam warung arang sebagai tukang kirim, beberapa hari sekali pasti mengirim bahan bakar kesana, tugas tugas di dalam sih tiada orang kita yang dipendam disana."

"Baiklah mari kita menemui saudara itu, mohon dia mencari kabar didalam sana yang penting ada jejak berita Geng Kongcu."

"Yang dia kenal hanyalah orang orang kecil, urusan rahasia yang penting ini kukira sulit untuk mendapatkannya."

Nyo Sugi tertawa getir katanya: "Memangnya aku tidak tahu, kaIau toh tiada sumber lain yang dapat kita lakukan, terpaksa dicoba dulu."

Baru saja Ong Kiat hendak membuka pintu keluar, tiba tiba didengarnya suara gembreng dipukul bertalu talu, seseorang berteriak lantang: "Tutup pintu tutup? Ada orang agung lewat semua orang dilarang keluar." tak jauh dibelakangnya mendatangi sebarisan tentara yang bersenjata lengkap, suara mereka membentak dan mengumpat caci mengusir orang-orang dipinggir jalan supaya lekas pulang.

Berkerut alis Nyo Su gi, katanya: "Orang agung siapa yang Iewat, perlu mengadakan penjagaan yang begini ketat perlu menabuh gendrang segala untuk membuka jalan?"

Tak lama kemudian keadaan dijalan raya sepi lengang, terdengarlah derap kaki kuda yang riuh semakin mendatangi dari kejauhan.

Diam diam Nyo Sugi mengintip keluar melalui celah pintu, dilihatnya seorang panglima muda menumpang seekor kuda tinggi besar lewat didepan pintu rumah. Sekilas pandang semula ia sangka putranya Li Ih siu tapi setelah ia tegas, baru tahu terkanya meleset.

Dibelakang perwira muda ini mengintil dua pengikutnya, terasa oleh Nyo Su gi seolah olah pernah mengenal, tiba tiba teringat olehnya, seketika jantungnya berdebar.

Ternyata orang itu bernama Sebun Cu-Ciok seorang keponakan dari iblis besar Sebun Bok ya! Beberapa tahun yang lalu Nyo-Sugi pernah bentrok sekali dengan orang itu.

Berpikir Nyo Sugi: "Keparat ini adalah tokoh dari golongan hitam kenapa rela menjadi pengikut orang agung apa segala?"

Tengah ia mereka2, terdengar Sebun Cu ciok berkata, "Li Ih siu situa bangka itu kiranya cukup sungkan terhadap kita, dia anggap kita sebagai duta besar."

Perwira muda itu berkata: "Cian Tiang-jun seharusnya sudah berada di Liang ciu, kenapa tidak terlihat dia keluar menyambut?"

Tak terasa mencelos pula hati Nyo Sugi, pikirnya; "Besar juga mulut pemuda ini. Cian Tiang jun sebagai wakil komandan Gi lim kun negeri Kim, nada bicaranya seolah olah anggap Cian Tiang jun sebagai hamba dalam rumah."

Setelah rombongan berkuda ini lewat, jalan raya itu kembali ramai seperti sedia kala. Ong kiat keluar mencari kabar pulang ia berkata: "Nyo hiangcu, coba kau terka siapa perwira muda itu?"

"Apakah dia kerabatnya dari bangsawan negeri Kim?"

"Betul dia adalah putra komandan Gi lim kun yang menjadi paman raja negeri Kim yang bernama Wanyen Tiang ci."

Bercekat hati Nyo Sugi, katanya : "Oo, jadi dia itulah Wanyen Hou, tidaklah heran mulutnya begitu besar." Pikirnya, "Ilmu silatnya Wanyen Hou amat tinggi, kedatangannya ke Liang-ciu ini pasti menetap digedungnya kegubernuran, untuk menolong Geng Tian mungkin bertambah sulit."

Karena kedatangan Wanyen Hou seluruh kota Liang ciu dijaga ketat, setelah keadaan diizinkan normal kembali, hari sudah menjelang magrib.

Waktu Nyo Sugi dan Ong Kiat mencari saudara pengangkut arang itu, seperti dugaan semula sedikitpun tidak tahu menahu akan beritanya Geng Tian, orang orang yang dia kenal di dalam gedung gubernur tidak Iebih hanya kawanan kacung kacung atau tukang kebun dan tukang masak, tidak mungkin bila menyerapi berita seseorang disana.

Terpaksa Nyo Su gi memberi pesan kepadanya: "Besok kirim arang kesana, coba kau mencari alasan untuk tinggal lebih lama disana dan hati-hatilah mendengar percakapan mereka. Bukan mustahil kau mendapat berita yang kami inginkan!"

Tiba di warung tahu Ong Kiat, seorang kakek tua penjual sayuran tetangga disebelah datang, katanya tertawa : "Lo ong, warung tahumu sekarang cukup tenar ya, hari ini ada orang tamu perempuan dari jauh yang sengaja datang ingin membeli tahumu. Kukatakan kepadanya, warungmu sedang mengadakan perbaikan hari ini kebetulan tutup. Sebelum pergi dia menyatakan besok mau datang lagi."

Bercekat hati Ong Kiat tanyanya: "Darimana kau tahu dia tetamu yang datang dari tempat jauh?"

"Logatnya berlainan dengan penduduk kota sekali dengar aku lantas tahu; akhirnya katanya dia tinggal dimana betul juga ternyata menetap didesa. Ternyata dia budak dari sebuah keluarga besar di desa, katanya mendapat perintah majikannya kemari untuk membeli tahumu."

Ong Kiat tertawa, "Piausiokku justeru tamu yang datang dari tempat jauh, dia datang dari tempat yang jauhnya tiga ratus li."

Kakek tua itu mengawasi Nyo Sugi katanya meleletkan lidah: "O, begitu jauh kenapa belum pernah kudengar mengatakan punya famili seperti dia ?"

"Jaman seperti sekarang kaum melarat, siapa yang suka bepergian menyambangi famili? Sudah puluhan tahun aku tidak berhubungan Piausiokku ini. Bicara terus terang, kalau hari ini dia tidak kebetulan datang, kukira sudah lama dia meninggal dunia."

"Memangnya jangan dikata dari tempat jauh, saudara dekat yang tinggal dalam satu kota sebesar ini sajapun setahun belum tentu datang sekali."

"Ada sebuah urusan mohon kau orang tua suka membantu," kata Ong Kiat.

"Sebagai tetangga tua, kalau dapat kukerjakan aku suka membantu katakan saja."

"Ketahuilah familiku ini paling takut berurusan dengan para penjabat, maklum orang desa. Malam ini Piausiok tinggal dirumahku, aku tidak ingin pergi lapor kepada kepala desa. Mohon kau orang tua jangan bercerita kepada orang luar kalau hal ini sampai bocor kawanan opas itu pasti bikin gara gara lagi ditempatku."

Kakek tua itu tertawa bergelak sambil manggut-manggut mengiakan.

Kata Ong kiat pula: "Toasiok, aku bukan guyon lho, aku benar benar rada kuatir."

"Kukira persoalan pelik apa, kiranya minta aku tidak banyak bicara, orang sering berkata penyakit masuk dari mulut bencana keluar dari mulut, meski kau tidak berpesan kepadaku aku pun tidak akan cerewet kepada orang lain."

Setelah kakek tua pergi, Ong Kiat menutup warungnya, katanya; "Urusan ini rada janggal Nyo-hiangcu, lama aku meninggalkan pangkalan, keadaan pang kita aku sudah rada asing, entah apakah datang Thaubak perempuan yang baru?"

"Tidak pernah!'' sahut Nyo Sugi, katanya pula: "Terang perempuan itu tidak khusus kemari untuk membeli tahumu, tapi golongan mana dia akupun bisa meraba. Malam ini, kita harus lebih waspada adakah tempat cocok untuk sembunyi didalam rumahmu ini?"

"Kamar adanya tahu disebelah barat sana dindingnya boboI gede aku belum sempat menyumbatnya. Sebelah sana adalah gudang kayu milik Thio-toasiok, kalau terjadi sesuatu boleh kau sembunyikan kesebelah dulu. Nanti sebentar kita pasang tiga batu bata darurat disebelah luarnya ditumpukan beberapa keranjang kacang kedelai, keranjang besar setinggi manusia kebetulan dapat menutupi lobang tembok itu."

"Nanti membawa kesulitan bagi Thio-toasiok?''

"Dibelakang pintu rumah keluarga Thio adalah jalan gelap yang menembus keluar kota, kau tidak usah tinggal dirumahnya langsung saja merat dari sini."

"Kalau begitu pergilah kau berunding sama dia, kalau tidak diijinkan jangan kita lakukan hal itu."

"Thio toasiok orang baik, dia pasti setuju. Kalau sebelumnya minta ijinnya segala, mungkin malah menimbulkan kecurigaannya, asal usul kami sekali kali tidak boleh diketahui oleh dia, menurut pendapatku kita hanya mempersiapkan diri saja, kalau kejadian benar benar berlangsung barulah kau menerobos ke sana secara mendadak. Kita toh hanya pinjam jalan saja."

Berkerut alis Nyo Sugi, katanya: "Meski hanya pinjam jalan harus dilakukan secara terang terangan. Kukira kurang leluasa kalau kami kelabui dia."

Apa boleh buat terpaksa Ong-kiat berkata; "Baiklah kalau Hiangcu ingin begitu, biar aku kesana berunding sama dia. Tapi orang tua biasanya suka tanya asal usul orang kalau kami kelabuhi dia."

"Kalau terpaksa boleh kaujelaskan asal usulku kepadanya."

Tengah bicara terdengar derap kaki kuda yang berlari kencang dari kejauhan lewat dijalan raya didepan warung tahu Ong Kiat. Akhirnya ketiga kuda itu berhenti, jelas sekali mereka berhenti didepan warung tahu Ong Kiat dan melompat turun.

Dua diantara tiga penunggangnya membawa obor, dari celah celah pintu, Nyo Sugi dan Ong Kiat mengintip keluar, perwira rendah yang tidak membawa obor itu, bukan lain adalah pengikut Wanyen Hou dalam perjalanan ke Liangciu ini yaitu Sebun Cuciok.

Ong Kiat tertawa getir, katanya: "Sudah terlambat lekas kau menerobos kesana." belum habis ia bicara, didengarnya Sebun Cu-ciok sedang berkata: "Apakah warung tahu ini?"

Dua perwira lebih rendah yang membawa obor itu mengenakan seragam busu kota Liang ciu, mereka menyahut bersama: "Di jalan ini hanya terdapat satu warung tahu saja, tidak akan salah.''

Busu dari gedung gubernuran menggerebek sebuah warung tahu yang kecil ini jarang sekali terjadi malah pengikut dari tamu agung gubernur sendiri ikut dalam tugas rahasia ini sungguh kejadian yang luar biasa.

Bilamana menghadapi Ong Kiat seorang, tentunya tidak perlu Sebun Cu ciok ikut turun tangan, sudah tentu Nyo Su gi tahu bahwa mereka meluruk datang bertujuan menangkap dirinya. Diam diam ia membatin, "lnilah benar benar apa boleh buat, tiada jalan lain terpaksa melakukan perbuatan selundup secara kasar."

Secara diam diam Nyo Su gi menyusul masuk ke gudang kayu sebelah melalui lobang tembok, suara gedoran pintu sebelah sana sudah menggelegar seperti guntur. "Buka pintu, ada pemeriksaan." daun pintu dari warung tahu yang tipis itu mana kuat menahan gedoran keras kedua busu itu? "Brang" kedua daun pintu itu akhirnya semplak dan roboh berantakan.

Setelah membereskan seperlunya dikamar adonan, pura-pura baru bangun dari tidurnya untung Ong Kiat masih sempat menyongsong kedepan.

Kedua busu itu segera membentak, "kenapa begitu lama baru mau buka pintu, apa di dalam kau menyembunyikan buronan ya?"

"Ah, tidak, para Koantiang kalau tidak percaya silahkan masuk menggeledah."

"Jangan kau gertak dia," ujar Sebun Cu-ciok tertawa. "Biar kutanya dia."

Sambil membungkuk kedua Busu itu mengiakan, katanya pula: "Kalau begitu perlu tidak kami menggeledah kedalam?"

"Tidak perlulah kulihat dia orang jujur tentu suka bicara terus terang."

Kata ini sungguh diluar dugaan Ong Kiat, tak tahu dia kenapa Sebun Cu ciok bersikap halus, katanya: "Terima kasih akan pujian Tayjin, entah apa yang ingin Tayjin tanyakan?"

"Ada seorang nona muda yang berparas ayu jelita, dia temanmu ataukah familimu?" tanya Sebun Cu ciok sementara kedua busu itu menggerakkan kaki tangan melukiskan bentuk dan wajah nona muda itu.

Ong Kiat pura pura baru sadar: "Oh kiranya mereka sedang menyelidiki tamu perempuan itu sudah tentu dia tidak akan menginap di warung tahuku tak heran Sebun Cu ciok berkata tidak usah menggeledah." lalu terpikir olehnya, "Agaknya mereka masih belum tahu bahwa Nyo-hiangcu berada disini, lebih gampang rasanya aku layani mereka." maka dengan sejujurnya ia menjawab, "Aku tidak kenal nona itu."

Mendengar jawaban ini bertaut alis Sebun Cu-ciok, katanya: "Kau tidak kenal nona itu? Lalu kenapa dia tadi pagi mencari kau?"

Ong Kiat pura-pura merasa heran, ujarnya, "Ada seorang nona mencari aku? Aku kok tidak tahu. Tungku apiku rusak sejak tadi siang aku sudah tutup warung, aku keluar untuk memperbaiki tungku itu baru saja pulang."

"Aku tahu itu, waktu kau tiada dirumah, tapi ada orang melihat sendiri nona muda itu datang kewarung ini mencari kau, kejadian ini terang tidak akan salah, kalau dia tiada sanak bukan kadang dengan kau, kenapa datang dari jauh mencari kau? hm, lekas bicara terus terang saja."

"Tamu perempuan hendak beli tahu adalah kejadian biasa, orang yang memberi kabar kepadamu itu mungkin salah faham."

"Brak!" Mendadak Sebun Cia ciok menggebrak meja, makinya: "Bagus ya kuberi muka kau tidak mau arak suguhan tidak minta arak hukuman?'' begitu tangannya menepuk meja kayu berterbangan permukaan meja meninggalkan cap tangan yang dalam dan menyolok mata.

"Terus tarang hamba tidak tahu apa2, darimana aku harus memberi keterangan?"

"Siau moli itu datang ke Liang ciu dengan diam-diam memangnya hanya ingin membeli tahumu? Berani kau mengatakan kau tidak kenal dia? Omonganmu dapat mengelabui siapa?"

"Siau moli apa? tayjin omonganmu semakin membuat aku bingung."

"Masih pura-pura pikun," damprat Sebun Ciu ciok. "Lekas katakan dimana Siau moli menyembunyikan diri!"

"Tamu perempuan yang kau katakan aku sendiri belum pernah melihatnya mana bisa tahu dimana jejaknya ?"

"Dia kemari mencari kau itu terbukti bahwa kau pasti sekomplotan dengan dia. Baik seumpama kau tidak tahu jejaknya, dia she apa, siapa namanya, untuk apa mencari kau tentunya kau tahu betul bukan?"

"Tayjin tidak lebih aku hanya penjual tahu, selamanya tidak turut campur urusan. Kata-katamu ini sungguh membuat aku bingung dan heran."

"Kau masih pura pura, baik biar kau rasakan dulu hajaranmu untuk menyegarkan otakmu ini!" baru saja ia hendak menghajar Ong Kiat tiba tiba didengarnya sebuah suara nyaring berkata, "Aku tamu perempuan itu untuk apa kalian mencari aku?"

Kaget sekali Sebun Cu ciok dibuatnya, dilihatnya di ambang pintu berdiri seorang perempuan berpakaian hitam seolah-olah sudah pernah dikenalnya. Sementara kedua Busu dari Liang ciu sudah membentak, "Iblis perempuan yang bernyali besar berani kau meluruk kemari malah!"

Gadis baju hitam itu tertawa, katanya; "Bukankah kalian yang ingin mencari aku, kalau aku tidak datang kau bikin celaka orang lain."

Sembari membentak kedua Busu itu sudah menubruk maju, bentaknya pula: "Kau berani muncul menghadapi kita marilah ikut kami kembali kegedung gubernur."

Maka terdengarlah, Blang blum beruntun dua kali tahu-tahu kedua Busu itu sudah terjengkang jatuh menghadap kelangit.

Gadis baju hitam itu tertawa dingin, jengeknya: "Gubernur Liang ciu yang kecil itu tidak masuk dalam pandanganku berani kalian mentang mentang dihadapanku."

Sebun Cu ciok adalah ahli silat, sungguh kejutnya bukan kepalang belum lagi kedua Busu itu sempat menyentuh ujung baju orang tahu tahu sudah roboh terguling, inilah ilmu tingkat tinggi yang dinamakan Can ih-cap pwe thiat (menyentuh baju jatuh delapan belas kali).

Semua hal lain yang membuat Sebun Cu ciok bertanya dalam hati adalah wajah gadis baju hitam ini jauh berlainan dengan laporan yang diterima mengenai diri Siau mo li itu agaknya malah seseorang dulu pernah dilihatnya entah dimana.

Kedua Busu merangkak bangun mengandal kekuatan Sebun Cu ciok mereka mencak mencak gusar; "Siau mo li, biar kami adu jiwa dengan kau." keduanya melolos senjata hendak menubruk maju pula.

Mendadak Sebun Cu ciok membentak: "Jangan ribut minggir kesamping!"

Kuncup nyali kedua Busu itu segera mereka menyingkir kesamping, melihat Sebun Cu ciok bersikap begitu menghormat kepada gadis baju hitam ini bukan kepalang kejut hati mereka.

Terdengar Sebun Cu ciok berkata: "Nona agaknya kita pernah bertemu entah di mana kau... kau adalah ..."

"Terhitung matamu melek meski kau hanya seorang hamba waktu di Holin, agaknya kamipun pernah menyambut kau anggap kau sebagai tamu. Sekarang begini sikapmu kepadaku beginikah caramu menyambut tamu?"

Sebun Cu ciok kaget bukan main, teriaknya, "Ternyata kau adalah Pe.....Pele....."

"Cukup kau sudah tahu, tidak usah kau banyak mulut diluaran, tiada halangan kau tetap memanggilku Siau mo li."

Sebutan kiongcu yang hendak diucapkan Sebun Cu ciok telah ia telan kembali, katanya, "Tidak berani!! Hamba tidak tahu bila nona sudah tiba, harap nona suka maafkan keteledoranku ini."

Ternyata gadis baju hitam ini bukan lain adalah keponakannya Ogotai, raja agung dari Mongol, yaitu In-tiong yan yang mendapatkan anugerah sebagai Pele kiongcu.

Tiga tahun yang lalu, Sebun Cu ciok pernah mengiringi Wanyen Hou pergi ke Mongol dan pada waktu berburu binatang pernah melihatnya sekali.

Diam-diam Sebun Cu ciok berpikir: "Kabarnya setelah kami pulang dari Mongol, Dulai lantas mengutus keponakannya menyamar sebagai perempuan Han menyelundup kedaerah Tionggoan menyelidiki strategi militer di sana, demi usahanya untuk menyerbu keselatan. Namun demikian, sekali kali aku pantang berbuat salah terhadapnya, maklumlah kekuatan Mongol amat besar sampai berkembang sampai kenegeri Kim, politik luar negeri Kim saat itu justru hendak merangkul dan minta damai kepada pihak Mongol.

In tiong yan tertawa dingin katanya: "Bukanlah kau kemari sengaja hendak menangkap aku? Kenapa pura-pura berkata tidak tahu akan diriku?''

"Sekali kali kami tidak menduga bila nona adanya, apalagi nona suka merendahkan diri berkunjung ketempat yang jorok ini. Orang-orang kami mengira orang lain adanya maka sengaja kemari untuk menyelidiki biar benar, harap nona suka maafkan kesalahan ini."

"Tahu buatannya ini memang paling enak, sudah lama aku mendengarnya. Ingin aku minum secawan wedang tahu, apa pula yang harus dibuat heran? Membuat kalian geger dan bikin ribut disini?"

Sebun Cu ciok mengiakan berulang ulang sambil nunduk-nunduk, pikirnya, "Jelas aku tidak boleh berbuat salah kepadanya, namun urusan ini jelas rada ganjil, urusan tidak boleh anggap beres demikian saja, bagaimana baiknya aku bertindak?'' karena kepepet maka terpikir juga sebuah akal olehnya, katanya; "Pangeran Wanyen sedang berada digedung gubernuran, dia tahu nona ada datang kekota Liang-ciu, sudah tentu mengharap kedatangan nona. Harap nona suka memberi muka silahkan kesana bersama hamba."

"Ooo, jadi kau ingin supaya aku menyerahkan diri secara sukarela, baru kau tidak ambil perduli kepada pemilik warung ini?"

Sebun Cu ciok pura pura gugup dan menyengir kikuk, katanya, "Nona sekali kali jangan salah paham. Kalau aku tidak mampu mengundang nona, Pangeran tentu akan menghukum aku, mohon nona suka memberi bantuan sekedarnya."

Berpikir ln-tiong-yan kalau dirinya tidak segera berlalu pasti pemilik warung ini terang kerembet perkara, segera ia berkata: "kalau Wanyen Hou betul disini memang perlu aku menemuinya. Tapi"

"Tadi apa??" tanya Sebun Cu ciok.

"Dari jauh aku kemari tujuanku mau mencicipi wedang tahu kalau belum sempat minum harus berlalu bukankah menyia-yiakan perjalanan belaka?"

"Warung ini hari ini tidak jualan karena kerusakan tungkunya!!"

Mendengar perkataannya In tiong yan, Ong Kiat lantas paham, katanya tertawa, "Tungku besar untuk dagang rusak, tungku kecil didapur untuk memasak nasi masih bisa dipakai. Nona, kau hanya ingin mencicipi secawan wedang tahu, gampang sekali segera dapat kusiapkan."

"Baik, pergilah kalian bantu dia membuat api," Sebun Cu ciok menyuruh kedua Busu itu.

Tak lama kemudian wedang tahu Ong Kiat sudah selesai, waktu keluar masih mengepul asap berbau segar. Berkerut alis In tiong yan, katanya: "Tabiatku kau sudah tahu belum?"

Sebun Cu ciok melengak, batinnya: "Tidak kau katakan dari mana aku bisa tahu?" katanya unjuk tertawa, "Entah maksud nona adalah..."

"Aku tidak senang ada orang berdiri mengawasi aku makan, kalian semua keluar."

Apa boleh buat, kata Sebun Cu ciok, "Baik kami tunggu nona diluar! Ayo keluar!" sambil berkata ia menarik Ong Kiat sekalian.

"Aku tidak menyuruh dia keluar, kenapa kau menyeret. Dia sebagai pemilik warung memangnya aku harus mengusir pedagangnya?"

Terpaksa Sebun Cu ciok melepas Ong-Kiat bersama kedua Busu ini ia keluar lalu berputar kesamping rumah kuping ditempel kedinding mencuri dengar.

In tiong yan tahu mereka pasti mencuri dengar diluar, katanya tertawa, "Wedang tahumu memang enak sekali rasanya, enak nikmat menyegarkan semangat, cara bagaimana membuatnya, bolehkah kasih tahu padaku?" sembari mengobrol dengan Ong Kiat, dengan sumpit yang dia basahi kuah wedang, menulis beberapa huruf dipermukaan meja, tulisan itu berbunyi: "Ada omongan apa yang perlu kau sampaikan kepadaku, lekas katakan?"

Walau Ong Kiat tidak tahu asal usulnya tapi ia berpikir, "Dia membantu kesulitanku sudah tentu orang sendiri." Mengikuti perbuatan orang diatas meja dia pun menulis demikian, ''Geng kongcu kena tertangkap mereka mungkin disergap didalam gedung gubernuran."

In tiong yan kaget tulisnya, "Apakah Geng Tian?"

Ong Kiat manggut. In tiong yan menulis pula, "Baik soal ini kau serahkan padaku saja."

Setelah menghabiskan wedang kacangnya ln tiong yan menghapus tulisan diatas meja, katanya, "Lekas kau perbaiki tungkumu, besok biar aku kemari minum wedang tahumu pula."

Bicara sampai besok tangannya digoyang goyangkan, maksudnya memberi tanda supaya malam ini juga dia melarikan diri, besok jangan tinggal diwarung ini.

Sebetulnya Ong Kiat hendak memberitahu bahwa Nyo Su gi pun berada di sini, tapi In tiong yan sudah keburu keluar.

Setelah mendengar derap langkah, Sebun Cu ciok dan lain lainnya pergi jauh, baru Ong Kiat berlari masuk kedalam kamar adonan sebelum dia menyelinap kesebelah melalui lobang tembok itu, dilihatnya Nyo Sugi sudah menunggu dirinya dikamar adonan.

Ong Kiat melengak, tanyanya, "Nyo-hiangcu kenapa begitu cepat kau sudah kembali pula?"

"Sejak tadi aku sembunyi dirumah keluarga Thio belum sempat lari."

Ong Kiat kaget, tanyanya, "Kenapa tidak sampai lari? Tadi sungguh berbahaya! Kini meski cakar alap alap itu sudah pergi mungkin akan datang kemari lagi."

"Sebelum aku hendak bertindak sesuai rencanamu semula, merat dari pintu belakang Thio toasiok. Begitu aku menyelinap kesana lantas kulihat Thio Toasiok sedang berdiri di sana. Belum aku sempat bersuara dia lantas berkata kepadaku, "jalan gelap dibelakang pintu belakang itu sudah penuh sesak dijaga tentara pemerintah, dia minta aku sekali sekali jangan lari dari sana."

"Wah, tidak pernah terpikir olehku soal itu."

"Thio toasiok tidak bertanya apa-apa kepadaku, lalu menyembunyikan aku. Katanya main main untung-untungan saja sembunyi disana umpama cakar alap2 itu menggerebek rumahnya, ia bisa berusaha melayani mereka."

"Lalu Thio toasiok dimana?''

''Katanya mau keluar melihat keramaian. Setelah aku mendengar orang orang itu pergi baru aku menerobos keluar, tidak sempat aku memberitahu dia."

"Tak nyana tua bangka itu bernyali begitu besar. Nyo hiangcu, disebelah adakah kau dengar kejadian disini?"

"Semua dengar !"

"Siapakah perempuan tadi, tahukah kau?"

"Perempuan itu bernama In tiong yan dan asal usulnya, aku sendiri masih belum tahu dengan jelas."

"Jadi dia bukan orang kita?"

"Naga naganya dia adalah seorang yang punya asal usul rahasia Mongol, tetapi meskipun dia bukan orang Han, namun dia pernah membantu kesulitanku boleh kita anggap sebagai teman."

Ong Kiat merasa lega hati, katanya, "Kalau demikian kukira tiada halangannya bila aku memberi tahu kabar Geng kongcu kepadanya."

"Ada sebuah hal yang membuat aku heran."

"Hal apa?" "Rahasia dari warung tahumu ini hanya Liong pangcu dan aku saja yang tahu, cara bagaimana dia bisa mencari kamu?"

Baru saja bicara sampai disini terdengar suara ketukan pintu.

"Memangnya dia kembali lagi ?" kata Ong Kiat, tanyanya; "Siapa?"

Orang itu tertawa sahutnya; "Sudah aman lekas buka pintu, inilah aku." kiranya Thio toasiok adanya.

Nyo Sugi membuka pintu menarik Thio-toasiok kekamar adonan katanya: "Toasiok, harap maaf aku tidak bicara sejujurnya kepada kau urusanku padahal harus diterangkan kepada kau."

"Tidak usahlah," ujar Thio toasiok tertawa. "Orang sering berkata miskin bantu miskin, kaya bantu kaya. Kalian dikejar-kejar cakar alap alap tentunya orang baik. Mana boleh aku tidak membantu kau?"

"Thio toasiok kau benar-benar seorang baik. Belum lagi aku mengucapkan terima kasih kepada kau."

"Terima kasih apa, kata katamu ini malah anggap aku ini orang luar saja. Asal-usulmu tidak perlu kau katakan kepadaku sebaliknya ada sesuatu hal yang perlu kuberitahu kepada kau."

Melihat roman muka tiba-tiba menunjukkan rasa gelisah dan hambar seolah olah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, keruan Ong Kiat bercekat dibuatnya, tanyanya, "Urusan apa?"

"Tadi aku ada mengintip dari celah-celah pintu perempuan baju hitam itu pergi dengan perwira perwira itu, aku melihatnya dengan jelas."

"Memangnya kenapa?''

"Tapi dia bukan perempuan yang hendak beli tahu tadi pagi," suara Thio toasiok lirih tertekan.

Ong Kiat keheranan: "Aneh benar Ialu siapakah tamu perempuan itu?"

"Perempuan itu mengenakan pakaian merah usianya mungkin sebaya dengan perempuan baju hitam tapi raut mukanya jauh berbeda. Coba kalian ingat ingat adakah pernah kenal dengan perempuan semacam begini?"

Pikir punya pikir Nyo Sugi sendiri menjadi bingung malah, katanya: "Entah orang macam apa perempuan itu tapi kalau toh Sebun Cu ciok meluruk kembali hendak menangkap dia, pastilah diapun orang sehaluan dengan kita. Soal ini kelak kami selidiki perlahan-lahan, tugas yang penting sekarang harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Thio toasiok, tentara digang belakang itu apakah sudah ditarik mundur semua?"

"Sudah kuperiksa semua, semua sudah ditarik mundur."

Ong Kiat berdiri menjura kepada Thio toasiok, katanya, "Toasiok, mungkin aku tidak akan kembali, beberapa tahun ini banyak terima kasih berkat perlindunganmu,tiada yang bisa kuberikan kepada kau sebagai balas budi warung tahu ini...."

Sebetulnya Ong Kiat hendak memberikan warung tahu ini kepadanya, tapi Thio toasiok keburu menukas, katanya, "Hal itu toh belum tentu, kalau penjajah terusir pergi, bukankah kau bisa kembali? Pergilah dengan lega hati, akan kujaga warung tahu ini."

"Ucapan Thio toasiok memang benar," ujar Nyo Sugi bergelak tertawa, "Setelah penjajah kita usir biar aku tengok kau kemari."

"Apakah kalian punya tempat untuk menyembunyikan diri?"

"Kami akan sembunyi dirumah seorang kawan. Ah ya alamat ini kuberikan kepada kau, kalau tamu perempuan itu datang pula secara diam diam boleh kau beritahu kepadanya." kawan yang disebut Ong Kiat adalah kuli pengangkut orang yang ditanam dalam warung arang itu oleh pihak Ceng liong pang.

Dengan serombongan besar tentara yang tetap kacau balau, Sebun Cu ciok mengiringi In tiong yan. Sembari jalan geli dibuatnya, pikirnya: "Siau moli itu aku sendiri belum pernah melihatnya, tidak nyana sekarang aku harus nyaru jadi dia."

Kiranya kejadian diwarung tahu miliknya Ong Kiat hanya secara kebetulan saja kebentur oleh In tiong yan.

Sejak lama In tiong yan mendengar ketenaran nama Siau moli, mendengar orang orang itu mengorek keterangan Ong Kiat mengenai seluk beluk dan jejaknya Siau mo li maka diapun berpikirlah: "Siau mo li dapat membuat semua Busu busu dari negeri Kim ketakutan kepadanya meski hanya mendengar namanya sayang aku tiada ada kesempatan berkenalan dengan dia. Em, sekarang temannya menghadapi kesukaran, inilah kesempatan bagiku untuk mengulur tali persahabatan padanya."

Lantaran ingin berkenalan dengan Siau-moli maka In tiong yan menolong Ong Kiat, mengenal kabar berita Geng Tian yang didengarnya dari Ong Kiat hanyalah secara kebetulan saja diperolehnya.

"Geng Tian adalah kawan baik Hek swan hong, dia terkurung digedung gubernuran Liang ciu, tidak bisa tidak aku harus mengurus soal ini. Tapi aku baru bertengkar dengan Koksu, paman dulai juga minta aku lekas pulang. Wanyen Hou punya mata kuping yang tersebar dimana mana, soal ini entah dia sudah tahu belum? Lain pula dengan Sebun Cu ciok, seumpama bocah keparat itu belum tahu akan persoalan ini bila aku menggertaknya dengan kedudukan tuan putriku mungkin belum mampu menakuti dia. Untuk menolong Geng Tian belum tentu aku bisa bekerja memperalat dia, lebih baik aku mencari jalan lain," demikian batin In tiong yan.

Melihat In tiong yan mendadak menghentikan langkah, Sebun Cu ciok melengak dibuatnya, lekas ia bertanya: "Tidak jauh lagi sudah sampai. Tuan putri agar ingin ganti tunggangan?" dia kira In tiong-yan sebagai tuan putri tidak sesuai jalan kaki memasuki gedung gubernuran.

"Majikanmu aku pasti akan menemui dia, tapi sekarang aku tidak ingin menemui dia."

"Kenapa?" tanya Sebun Cu ciok kaget.

"Paling tidak aku toh harus ganti pakaian dulu.''

"Kukira tidak perlulah tuan putri, pakaianmu ini sudah cukup baik!''

ln tiong-yan tiba tiba menarik muka, jengeknya dingin, "Apa kau hendak menggusur aku sebagai tawanan kesana?"

"Tidak berani . . ."

"Kalau tidak berani kenapa kau pentang bacot ! Bicara terus terang memangnya aku tidak senang pergi kesana dengan cara seperti ini."

Habis kata-katanya In tiong yan tahu-tahu sudah melejit tinggi terbang keatap rumah. Sebun Cu ciok kebingungan dan melongo, dalam sekejap itu iapun tak berkeputusan apakah harus merintangi atau membiarkan orang pergi.

Tentara yang berada dibarisan belakang tidak tahu asal usul In tiongyan, beberapa orang diantaranya segera lepas panah kearahnya, In-tiong-yan meraih dua batang panah, diantaranya terus disambitkan balik makinya; "kalian punya mata tidak bisa melihat apa pula gunanya?" kedua batang panah ini kebetulan mengenai mata kedua tentara yang melepas panah tadi, untung yang satu kena sebelah kiri yang lain mata kanannya picak.

Lekas Sebun Cu-ciok membentak: "Jangan kurang ajar."

Sekejap saja In-tiong-yan sudah terbang melampaui wuwungan rumah penduduk.

Dan Sebun Cu ciok berteriak: "Tuan putri silahkan kembali, marilah bicarakan baik baik," belum habis bicara bayangan ln-tiong yan sudah tidak kelihatan lagi.

Tapi dari kejauhan terdengar suara menjawab: "Pulanglah, suruh Wanyen Hou menunggu kedatanganku, aku mesti datang menemui dia!" sengaja ia berputar kearah yang berlawanan, lalu putar haluan menuju langsung ke gedung Gubernuran Liang ciu. Sebun Cu ciok malah ketinggalan jauh dibelakang.

O^~^~^O

TATKALA ITU didalam kamar tidurnya dalam gedung gubernuran Li Ci-hong sedang ajak Geng Tian ngobrol.

Geng Tian sudah berganti pakaian berkatalah Li Ci-hong sambil tertawa, "Apakah kau merasa direndahkan derajatmu menjadi budak pelayanku? Ditempatku ini kukira tidak akan ada bahaya lagi tapi untuk menjaga segala kemungkinan mungkin kau harus menyamar."

Merah muka Geng Tian katanya: "Aku sih tidak merasa direndahkan seorang laki-laki harus menyamar jadi pelayan perempuan, gerak gerik yang halus dan jalan lenggak-Ienggoknya itu yang membuat aku risi dan kikuk !"

Li Ci hong terkikik geli, katanya; "Memangnya kau melihat akupun demikian?"

"Kaukan satria dalam kalangan hawa mana bisa dibandingkan dengan budak perempuan. Tapi aku toh tidak mungkin menyamar sebagai kau."

Mendapat pujiannya hati Lin Ci hong terasa manis mesra katanya, "Baiklah, terserah bagaimana keinginanmu. Em semoga saja Thian melindungi, sekali kali jangan sampai diketahui oleh ayah ada laki laki yang sembunyi didalam kamarku."

"Li siocia melindungiku seperti ini sungguh tak tahu aku bagaimana harus berterima kasih kepada kau."

"Nah merengek lagi, sudah berapa kali kau ucapkan kata katamu ini, bukankah sering kuberitahu kepada kau, aku bukan gadis pingitan seperti orang orang Han, kalian takut mana kesucian gadis perawan tercemar segala. Em, sampai mana tadi pembicaraan kita ?"

"Katakan kau adalah satria dari kalangan hawa."

"Pujianmu ini seharusnya kau haturkan kepada orang lain."

Geng Tian pura-pura tidak tahu tanyanya; "Kepada siapa?"

"Nona Nyomu itu toh satria dari kalangan hawa hanya dia yang setimpal julukan ini."

"Kalian berdua sama sama adalah patriot, cuma...."

"Cuma apa?" "Aku dan nyonya Nyo adalah kawan biasa," tiba tiba hati Geng Tian rada nyesal mengatakan hal ini. "Kenapa aku harus menjelaskan kepadanya, terserah kalau dia sendiri salah faham."

"Betul hanya kawan biasa? Kulihat sikap dua hari ini tidak tentram dan sering melamun bukankah kangen kepadanya?"

"Aku sedang berpikir ingin cepat cepat meninggalkan tempat ini, penyakitku toh memang hampir sembuh."

"Kukira buang saja keinginanmu itu ada hal yang baru saja kuketahui belum sempat kuberitahukan kepada kau."

"Urusan apa?" "Semalam Cian Tiang jun sudah kembali lagi."

Geng Tian terkejut katanya, "Bukankah dia sebagai panglima ? Kenapa tidak ikut berangkat ke Ki Lian san?"

"Seorang pangeran dari negeri Kim berkunjung ke Liang ciu, kedudukan pangeran ini agaknya amat tinggi, ayahnya adalah paman raja sebagai komandan Gi lim kun lagi."

"O, kiranya putra Wanyen Tiang-ci yang bernama Wanyen Hou."

"Kau kenal dia ?"

"Pernah kudengar dari penuturan Nyo Su gi Toako. Memangnya kenapa kalau dia datang ?"

"Waktu dia datang, kebetulan Cian Tiang-jun berangkat bersama koko. Cian Tiang-jun sebagai panglima tertinggi belum jauh ia berangkat. Ayah mengutus orang mengejarnya memanggil Cian Tiang jun kembali."

"Kenapa tidak memanggil engkohmu pulang?"

"Koko menjadi pelopor, dia jauh di depan. Dan lagi Cian Tiang jun sebagai wakil komandan gi lim kun negeri Kim, Wanyen Hou justru majikan kecilnya. Mungkin ayah merasa perlu memanggilnya pulang untuk menyambut majikannya."

Timbul rasa curiga Geng Tiang, katanya: "Cian Tiang Jun diutus ke Liang ciu, mengerahkan bala tentara ayahmu untuk serang Ki lian-san, inilah rencana dari Wanyen Tiang ci. Mana bisa hanya karena menyambut anaknya, lalu mereka menarik pimpinan besarnya? Seumpama ayahmu gegabah, Wanyen Hou dan Cian Tiang jun pasti tidak begitu ceroboh, kenapa Wanyen Hou tidak mencegahnya, sementara Cian Tiang jun mandah menurut perintah belaka ?"

"Kau curiga dalam hal ini ada latar belakangnya ?"

"Kukira Cian Tiang jun pasti sudah mendapat kabar lebih dulu, dia tahu kapan Wanyen Hou bakal datang. Dia memimpin pasukan keluar kota hanyalah sandiwara yang dimainkan bersama ayahmu."

"Kenapa pula harus berbuat demikian?"

"Supaya engkohmu meninggalkan rumah dengan hati lega."

Li Ci hong terkejut katanya, "Maksud bahwa Cian Tiang-jun sudah tahu bahwa kau disembunyikan oleh kami kakak beradik maka sengaja memancingnya pergi ?"

"Mungkin hanya terkaanku saja, dan semoga memang begitu."

"Pendek kata Cian Tiang jun sudah kembali, penjagaan diperketat, tidak mungkin dalam keadaan yang gawat ini kau mau meninggalkan tempat ini. Geng toako legakan hatimu bagaimana juga aku tidak akan membiarkan kau terjatuh ketangan penjajah Nurchen." Sembari bicara tanpa sadar ia menggenggam tangan Geng Tian erat erat.

Tiba2 Geng Tian berkata : "Seperti ada orang mencuri dengar diluar."

Li Ci hong melongok keluar katanya kemudian : "Mana ada bayangan orang ? Tempatku ini kecuali pelayan kepercayaanku, tidak ada orang luar, mungkin kau hanya terbayang bayang saja ! Seumpama pelayan mencuri dengar, pasti dia tidak berani kurang ajar, tentu kau yang salah dengar."

Pada saat itulah seorang pelayan kecil menerobos masuk dengan napas tersengal-sengal.

Li Ci-hong melengak, tanyanya : "Eeh kenapa begitu cepat kembali, mana kembangnya ?"

Ternyata pelayan itu sudah ia suruh memetik kembang ketaman bunga untuk dimasukkan kedalam vas buat pajangan.

"Siocia, aku tidak bisa keluar keruang tengah !!!"

"Kenapa ???" "Pintu besar ruang tengah sudah tertutup rapat hubungan luar dan dalam menjadi terputus. Kabarnya mereka sedang mengadakan pemeriksaan kamar demi kamar di bagian luar sana, kamar buku dan kamar tidur kongcu sudah diperiksa. Siau an cu dari kamar buku Kongcu secara diam diam memberitahu kepadaku lewat pintu angin disudut tembok barat, kabarnya orang she Cian dari suku Nurchen itu sendiri yang memimpin pemeriksaan ini, buat apa maksud dan tujuan mereka aku sih tidak tahu."

Geng Tian tertawa getir, katanya : "Tak usah tanya, terang rahasia ini sudah bocor. Cian Tiang-jun hendak menutup semua pintu untuk mencari aku."

"Memangnya dia pun berani main periksa di kamarku, kau tidak perlu kuatir.'' demikian jengek Li Ci-hong menghibur diri, namun demikian urusan sudah cukup gawat, di mulut ia suruh Geng Tian tidak usah kuatir sebetulnya telapak tangannya sudah berkeringat dingin.

Tengah mereka kebingungan, terdengar pula suara seseorang pelayannya berseru lantang disebelah luar : "Lo hujin datang menengok Siocia." pelayan ini memang berjaga di bagian luar.

Kejut Li Ci-hong sungguh bukan kepalang, pikirnya : "Kenapa ibu justru datang pada saat seperti ini, mungkinkah diapun sudah tahu rahasia didalam kamarku ?" kejadian berlangsung secara mendadak, tiada tempo buat Li Ci hong banyak pikir, lekas ia dorong Geng Tian masuk kekamar dalam, itulah kamar pelayannya yang berdampingan dengan kamarnya, dipojokan sana ada dibuatkan pintu rahasia untuk keluar masuk. Pelayan ini cerdik dan pintar Li Ci hong sudah berpesan kepadanya, supaya dia menyembunyikan jejak Geng Tian meski kepada siapa saja. Pikirnya : "Ibu tidak membawa orang lain, biasanya dia paling pegang gengsi, mungkin tidak akan sudi main terobosan kekamar pelayanku."

Begitu melangkah masuk kekamar tidur putrinya seketika timbul rasa curiga Lo hujin : ''Biasanya kalau aku datang meski pelayan berseru memberitahu, tapi tidak pernah berteriak sekeras itu dari jauh. Hong ci sampai begini lama baru membuka pintu, apakah kabar itu memang benar ? Masa dia begitu begini tidak tahu malu, menyembunyikan laki laki liar didalam kamar tidurnya sendiri ?"

"Bu, barusan badanku rada kurang enak, baru saja hendak tidur, tak nyana kau datang ada urusan apa?"

Lo-hujin menjelaskan pandangannya keseluruh kamar, dilihatnya tempat tidur masih tertata rapi, diam2 ia membatin: "Kalau dia baru bangun, tidak mungkin membereskan tempat tidurnya dulu baru menemui aku," rasa curiganya lebih tebal namun akhirnya tetap tenang, katanya : "Mereka berkata ada mata mata musuh yang menyelundup kegedung, apa kau sudah tahu ?"

Li Ci-hong pura pura kaget, tanyanya: "Ada kejadian itu ? Benar benar nyali mata-mata itu."

"Maka itu, aku buru buru kemari memperingatkan kau supaya hati-hati."

"Tempatku ini burungpun tidak akan bisa masuk, bu, kau tidak usah kuatir."

"Mata-mata sembunyi dalam gedung pastilah ada mata kaki tangannya yang bantu menyembunyikannya. Sekarang bagian luar sudah diperiksa, hasilnya tetap nihil."

"Bu, kau berkata begitu, seolah-olah mencurigai aku inilah kaki tangan musuh?" ia pura-pura bersikap berkelakar, namun jantung berdebur keras.

Lo hujin geleng geleng kepala, katanya; "Kau budak yang tidak tahu urusan ini, bukan kau yang kumaksud, tapi itu pun harus memperhatikan pelayan pelayanmu sendiri." sementara dalam hati ia membatin pula: "Kalau dia betul menyembunyikan laki-laki liar bila sampai disuruh keluar, tentulah kita semua ikut mendapat malu. Kalau urusan tidak diselidiki biar beres ayahnya menjadi sulit memberi pertanggungan jawab kepada Wanyen Siau-ong ya."

O^~^~^O
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar