Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Jilid 24

Jilid 24

Disaat ia berpikir itulah tiba-tiba dilihatnya seseorang berlari lari ditengah jalan di-kejauhan sana, mata siperwira muda ini paling tajam ia lihat lebih dulu, setelah berseru heran ia berkata : "Coba lihat bukankah itu Yapi Ciangkun ?"

Cepat semua orang memapak maju setelah dekat barulah mereka melihat jelas, memang jelas Yapi Ciangkun adanya. Tampak badannya basah kuyup oleh keringatnya, napasnya ngos-ngosan berlari kehadapan siperwira muda. Berbareng orang banyak mengajukan berbagai pertanyaan kepadanya.

"Aturlah dulu napasmu baru bicara," kata perwira muda.

Yapi mengeluh lebih dulu, lalu jawab pertanyaan para sejawatnya, "Bukan aku berhasil melarikan diri karena mengandalkan kepandaianku, kalau dikatakan sungguh harus disesalkan Siau mo-li sendirilah yang melepaskan aku pulang." Orang ini adalah seorang Busu yang biasanya terlalu mengagulkan diri, namun dia punya sifat-sifat lain yang tidak dibekali orang lain, dia suka memuji dan patuh kepada seseorang yang berkepandaian lebih tinggi dari pada dirinya, bicara jujur dan apa adanya secara blak-blakan, tanpa tedeng aling-aling lagi.

"Kenapa dia mau melepaskan pulang?" tanya perwira bergegaman gantolan itu.

Jawab Yapi : "Dia hanya mengajukan pertanyaan, setelah kujawab dia lantas menyuruh aku kembali.''

Gadis itu mengerutkan kening, tanyanya : "Apa yang dia tanyakan ?"

"Tuan putri tidak usah kuatir, bukan dia menyelidiki situasi militer, dia cuma tanya-tanya asal usul dan nama kalian kakak beradik. Kupikir, hal ini tidak begitu penting, maka aku lantas menerangkan kepadanya."

Gadis itu melengak, katanya : "Untuk apa dia ingin tahu asal usul dari mana kami ? apa hendak menuntut balas kepada kami kakak beradik ?"

"Wah ! Siau-mo li itu ginkangnya hebat, pergi datang tanpa jejak, bukan saja harus berjaga jaga dia meluruk datang menuntut balas, kita harus berjaga-jaga juga kalau dia main serobotan di istana," demikian timbrung perwira bergegaman gantolan.

"Kami tidak perlu takut dia datang !" Demikian ujar sigadis. "Kalau dia datang malah kebetulan aku bisa bertanding pula dengan dia !"

Sebaliknya tergerak hati siperwira muda, "kenapa dia ingin tahu asal usul dan nama-nama kami, lalu melepaskan tawanannya pulang ? Memangnya dia sudah tahu rahasiahku ?"

"Koko, apa yang sedang kau pikirkan ?"

"Aku sedang berpikir, bagaimanakah caranya untuk membereskan bocah she Geng ini?"

"Apa yang hendak kaulakukan atas dirinya ?"

"Untuk sementara kita harus merahasiakan kejadian hari ini kepada Cian Tiang-jun."

"Kenapa ?" Berkata perwira muda itu: "Pertama, dengan susah payah baru kami berhasil menangkap orang ini, kenapa harus diserahkan dia untuk mendapatkan pahalanya ? Kedua, aku sendiri ingin mengompres sedikit keterangan mengenai seluk beluk Ceng liong-pang, supaya ayah lebih dapat leluasa untuk menghadapi mereka. Cian Tiang-jun kena dilukai oleh dia pasti membencinya sekali, kalau diserahkan kepadanya, bila Cian Tiang-jun membunuh secara diam2, bukankah kami kehilangan sumber penyelidikan dari mulutnya. Maka peristiwa hari ini kuharap sekali-kali jangan bocorkan kepada siapapun jua."

Orang-orang itu adalah anak buah kepercayaannya, serempak mereka mengiakan, serunya bersama : "Ucapan Kongcu memang betul, bangsat tua she Cian itu mengagulkan diri sebagai utusan resmi kerajaan, sikapnya yang angkuh dan pongah itu sungguh menyebalkan ada jasa-jasa baik kenapa harus diserahkan kepadanya ? Kongcu tidak usah kuatir, kejadian hari ini adalah kami beberapa orang saja yang tahu sekali-kali tidak akan bocor dan diketahui orang lain."

Berkata pola Yapi-ciangkun seorang diri : "Bahwasanya negara kita hancur, rumah tanggapun akan berantakan, hari ini kita hanya bisa bercokol di Liang chiu daerah kecil yang terpencil pula, memangnya kita harus terima nasib begini saja? ya, kita harus mandah dihina dan dipermainkan demi urusan dan tugas yang lebih berat. Kita semua orang sendiri, berani kuutarakan isi hatiku, kukira musuh kita yang utama, musuh yang sejati bukanlah kawanan berandal Ceng liong-pang berpangkalan di Ki-liansan itu tapi adalah . . ."

Perwira muda itu segera menukas dan mencegah orang melanjutkan kata katanya, "Yapi suhu, ucapanmu ini tidak boleh sembarangan kau katakan cukup asal hati kita masing-masing mengerti saja."

Setelah cuaca terang baru mereka tiba di rumah, perwira muda itu langsung membawa Geng Tian kedalam dan merawatnya disebuah kamar rahasia, katanya berbisik kepada adiknya : "Bukan saja kami harus mengelabui Cian Tiang jun, persoalan ini jangan sampai diketahui oleh ayah. Moay moay kau harus membantu aku."

Gadis remaja itu mengedip-ngedipkan mata, sikapnya seolah-olah sudah paham akan kata-kata engkohnya yang penuh arti, seketika tersungging senyuman mekar pada roman mukanya, katanya: "Kenapa sih, bukankah tadi kau katakan kepada mereka, supaya ayah sendiri yang mengompres keterangan orang ini ?"

"Memang sengaja orang ini tidak akan kuberitahukan kepada ayah. Kelak akan kujelaskan kepada kau."

"Koko kulihat kau pasti mempunyai rahasia apa yang takut diketahui ayah. Kau minta aku bantu usahamu maka sekarang juga kau harus jelaskan kepadaku."

"Ayah menjadi pejabat tinggi negeri Kim, bagaimana menurut pendapatmu?"

"Memangnya perlu dikatakan pula? Sudah tentu sikapku seperti Yapi ciangkun dan lain lain aku tidak puas melihat sepak terjang ayah selama ini."

"Bagus sekali baiklah kuberitahukan kepada kau ...apa yang mereka bicarakan biarlah kita tunda dilain kesempatan."

Dalam pada itu perlahan-lahan Geng Tian sudah mulai siuman, cuma pandangan dan ingatannya masih samar samar, terasa seseorang sedang duduk disampingnya dan menunduk mengawasi dirinya. Karena ia masih dalam keadaan setengah sadar, entah dalam keadaan mimpi. Tapi hidungnya terasa terangsang bau harum, agaknya orang disampingnya ini adalah seorang perempuan.

Geng Tian mencoba menggigit bibirnya, rasanya sakit terbukti bahwa ini bukan dalam impian, rasa sakit itu sendiri seketika banyak membuat kesadarannya pulih sebagian besar lekas ia bersuara: "Adik Ceng tempat apakah ini?" lapat lapat masih teringat olehnya pada waktu dirinya jatuh pingsan, ia sangka pasti Nyo Wan cenglah yang berhasil menolongnya dari tempat bahaya.

Perempuan itu tertawa geli, pelita segera dibikin terang, katanya: "Adik Cengmu belum lagi tiba, coba kau lihat siapa aku ini!"

Kali ini Geng Tian sudah melihat jelas, keruan kagetnya bukan kepalang, teriaknya: "Kau, apa yang hendak kau lakukan atas diriku?"

"Kubawa pulang, akan kusembuhkan luka lukamu!'' sahut gadis itu.

Geng Tian bersungut-sungut, ocehnya, "Lebih baik aku mati ditangan musuh, siapa mengharap kebaikan hatimu yang palsu itu!" Ia meronta berusaha bangun, namun ia tidak kuasa bergerak.

Gadis itu tersenyum manis ujarnya, "Darimana kau tahu bahwa aku adalah musuhmu?"

Geng Tian gusar dampratnya: "Kau jangan menggoda aku. Kalian meluruk datang menangkap aku, memangnya kalian hendak anggap aku sebagai sahabat?''

"Sekarang memang bukan sahabat kelak kemungkinan menjadi kawan seperjuangan."

Geng Tian jadi ragu ragu, tanyanya serba curiga, "Siapakah kalian sebenarnya?"

"Kau yang harus beri tahu dahulu kepadaku apakah ayahmu adalah Kanglam Tayhiap Geng Ciau??''

Mendengar orang menyebut ayahnya sebagai Kanglam Tayhiap, berpikir Geng Tian, "Memangnya kejadian salah paham, tapi bukan mustahil dia sedang menipu keteranganku." maka segera ia menjawab: "Kalau benar kenapa?"

"Jadi kau inilah yang bergelar Sian Tian-jiu Geng Tian!''

"Seorang laki laki sejati tidak mengganti nama, dan tidak menukar she. Benar memang akulah Geng Tian. Geng Tian memang aku adanya, kau mau apa?"

"Bagus kalau begitu sekarang kita boleh menjadi sahabat akrab. Perkenankanlah aku orang she Li bernama Ci heng."

Tergerak hati Geng Tian, katanya: "Kau she Li, lalu siapa nama engkohmu?"

"Sudah tentu engkohkupun she Li, dia bernama Hak-siong!''

Geng Tian tersentak kaget, serunya: "Li Hak-siong? Lalu siapa ayah kalian?"

"Kenapa kau suka mengorek seluk beluk keluarga orang lain, baik biar kuterangkan seluruhnya. Ayahku adalah penjabat penguasa dari kota Liang-chiu yang bernama Li Ih-siu. Apakah kau perlu tanya asal-usul kakekku sekalian?"

Baru sekarang Geng Tian sadar dan mengerti, pikirnya, "Ternyata engkohnya adalah orang yang dikatakan oleh Tok Hok itu!"

"Bagaimana ?" desak gadis itu, "Kau bisa anggap kami bersaudara sebagai sahabat tidak?"

"Bisakah kau usahakan supaya aku bertemu dengan engkohmu?"

"Baik, kau tunggu sebentar. Ha, kebetulan sekali, tuh dia datang!" bahwasanya ia tidak tahu bahwa sejak tadi sebetulnya engkohnya sudah tiba. Memang sengaja ia mengintip adiknya merawat Geng Tian dengan teliti diam-diam ia merasa geli dan nanti hendak menggodanya, maka ia tinggal diam diluar kamar tidak segera masuk.

Setelah masuk kedalam kamar, langsung Li Hak-siong unjuk hormat dan minta maaf kepada Geng Tian: "Geng-heng, kejadian semalam keadaanku pada waktu itu terpaksa aku harus bertindak menurut suasana!"

"Aku tahu, Tok Hok juga sudah memberitahu kepadaku."

Li Hak siong menjadi girang katanya: "Kiranya kau sudah bertemu dengan Toh Hok, kalau begitu menghemat tenaga dan ludahku untuk menjelaskan kepada kau, bagaimana luka-lukamu? Ah, sungguh aku menyesal dan tidak enak diri!"

"Aku terluka kena pukulan Cian Tiang-jun tidak sangkut paut dengan kau, sekarang pun sudah banyak baikan!"

"Geng-heng tentramkan hatimu dan rawatlah luka lukamu disini dengan baik, jangan kau hiraukan segala urusan lain.''

"Cara bagaimana aku bisa berlega hati?" ujar Geng Tian menghela napas. "Untuk tujuan apa kedatangan Cian tayjin yang kaukatakan tadi memangnya belum kau ketahui."

"Dia minta ayah mengerahkan bala bantuan untuk menggempur Ki-lian san, waktunya belum ditentukan,'' sampai disini ia menepekur sebentar mendadak ia berkata pula: "Moay- moay, ayah paling sayang kepada kau. Malam nanti biar kuiringi kau pergi membujuk ayah suruh dia mengubah sikap permusuhan dengan Ceng-liong pang menjadi persahabatan bunuh saja Cian Tiang-jun itu, kita angkat panji pergerakan di Liang chiu ini bagaimana?"

"Aku kuatir ayah sudah ketelanjur sesat dan tak bisa diinsyafkan!''

"Kalau begitu kita turun tangan sendiri, bunuh Cian Tiang jun dan paksa ayah untuk menurut kehendak kita menurut situasi."

"Kuatirnya pula ilmu silat Cian Tiang jun teramat tinggi belum tentu kami kuasa melenyapkan jiwanya.''

"Sebelum mendapat persetujuan ayah kalian kukira jangan kalian bertindak secara gegabah. Kita perlu memikirkannya secara masak." demikian sela Geng Tian.

Berkata Li Hak siong, "Kita masih bisa menempui cara lain, di saat bala tentara dikerahkan, biar aku mohon diangkat sebagai pimpinan pasukan pelopor, secara diam diam biar kita pelan-pelan menggagalkan usaha ini, paling tidak kita harus sengaja membocorkan rahasia kemiliteran, supaya waktunya tertunda beberapa lamanya."

Timbrung Li Ci heng: "Sekarang aku punya tiga tipu akal, marilah kami diskusikan bersama cara pemecahannya. Pertama sudah tentu berusaha membujuk ayah sampai mau mendengar nasehat kita. Kedua, kita harus ikut dalam gerakan pembersihan ini didalam pasukan besar, dan berusaha menghambat dengan menggagalkan dengan berbagai cara, ketiga secara diam-diam kita bunuh Cian Tiang jun. Seumpama kita berhasil melenyapkan dia, Wanyen Tiang ci pasti akan mengutus kurirnya yang lain. Apa lagi banyak anak buah ayah yang tidak setia untuk membantu usaha kita. Bilamana pergerakan ini gagal, luka luka Geng toako belum sembuh, bukankah malah membuat kesulitan padanya."

"Akal pertama kau sendiri tidak punya kepastian dan pegangan," demikian ujar Li-Hak siong. "Akal kedua hanya akan mengulur waktu beberapa lamanya, kalau usaha itu menemui jalan buntu, terpaksa kita harus melaksanakan akal ketiga saja!"

"Nona Nyo yang bersama aku itu, apakah dia sudah melarikan diri?" tanya Geng Tian pula.

"Aku tahu kau paling perhatikan keselamatannya, jangan kuatir seujung rambutpun kami tidak melukai dia.Sekarang mungkin dia sudah tiba di Ki lian san!"

Lega hati Geng Tian, dan katanya, "Kalau Ceng-liong pang sudah punya persiapan tentu keadaan tidak akan terlalu parah dan gawat bagi mereka."

"Marilah sekaligus kita laksanakan ketiga akal tadi biar sekarang aku pergi menyelidiki maksud hati ayah, kalau tidak berhasil kita harus berusaha merangkul para anak buah coba lihat ada beberapa banyak yang suka juga mengikuti jejak kita. kalau akal kedua tak mungkin dilaksanakan, terpaksa harus menjalankan akal ketiga!!"

Li Hak-siong tertawa katanya, "Peduli kita menjalankan akal pertama, kedua atau ketiga, Geng-heng kuharap kau merawat luka lukamu disini lekaslah kau sembuhkan luka lukamu."

Geng Tian maklum bahwa mereka kakak beradik memang setulus hati dan sejujurnya akan membantu dirinya, hatinya amat haru dan senang. Terpaksa dengan menekan perasaan ia merawat luka-lukanya digedung kediaman Liang-ciu yang tertinggi.

Terpaksa harus mengesampingkan pula keadaan Geng Tian yang sedang merawat luka-lukanya ini. Marilah kita ikuti pengalaman Su tay kim kong ke Ceng liong pang.

Setelah Geng Tian meninggalkan mereka malam itu diam-diam timbul rasa curiga Pek Kian-bu, batinnya, "Kenapa Toako mendesak Geng kongcu untuk pulang lebih dulu? Kalau dikata supaya Pangcu bertemu lebih pagi dengan dia, seharusnya sejak beberapa hari yang lalu sudah suruh dia berangkat dulu, apa lagi ginkangnya jauh lebih tinggi dari kami berempat, mungkin sekarang dia sudah tiba di Ki lian san. Kenapa begitu kebetulan setelah dia kembali mengejar musuh gelap itu lantas mendesaknya untuk berangkat lebih dulu? Apakah dalam hal ini ada sesuatu persoalan lain?"

Karena rasa curiganya itu, secara cermat ia berpikir dan menganalisa, berturut-turut ditemuinya titik persoalan yang mencurigakan. Waktu Geng Tian pulang dengan Lo Hou wi, Nyo Sugi menyongsong mereka keluar, tak lama kemudian Lo Hou-wi masuk lebih dulu sesaat kemudian Nyo Sugi barulah beranjak masuk bersama Geng Tian. Meski Pek Kian bu tidak mendengar apa yang dibicarakan mereka diluar, tetapi dapat dia bayangkan pastilah mempunyai persoalan rahasia yang perlu dibicarakan berduaan saja makanya Geng Tian suruh Lo Hou-wi masuk lebih dulu.

Sebagai seorang yang pernah melakukan kejahatan, semakin pikir semakin mencelos hati Pek Kian-bu: "Orang itu tidak membokong orang lain kecuali aku, mungkin bukan perbuatan Siang hiong atau Siang-sat atau sahabat mereka. Geng kongcu berkata tidak menemukan jejak orang itu, kukira dia hanya membual, bukan mustahil dia sudah tahu duduk perkara sebenarnya lalu memberi tahu kepada Toako?" Lalu terpikir pula olehnya: "Kenapa pula dia harus mengelabuhi Lo Hou-wi? Menurut watak toako biasanya, kalau dia sudah tahu perbuatanku dulu pastilah tidak akan memendam perasaan lantas mengompres dan menanyai aku. Tapi sikapnya tetap begitu manis dan prihatin terhadapku, sekali-kali amat berbeda dengan sepak terjang Toako!" karena pikirannya ini, hatinya rada lega, pikirannya pula: "Mungkin hanya terkaan saja yang meleset, tapi seumpama mereka tidak membicarakan rahasiaku pastilah ada persoalan rahasia lainnya, pendek kata mereka harus merahasiakan persoalan itu kepadaku."

Sebagai seorang kawakan kangouw yang pintar mengatur siasat dan licik, meski dalam hati sudah menaruh curiga namun sikapnya musti wajar, sedikitpun tidak menunjukkan gerak gerik yang mencurigakan, iapun tidak bermaksud mencari tahu kepada Lo Hou wi.

Watak Nyo Sugi memang polos jujur dan lapang dada meski Geng Tian sudah memberi sedikit kisikan, namun sedikitpun ia tidak menaruh rasa curiga dan kewaspadaan terhadap Pek Kian bu malah ia kuatir bagi luka-lukanya itu. Setelah Geng Tian berangkat Nyo Su-gi lantas berkata: "Jite tidak bisa berjalan kami bergiliran menggendongnya masih bisa menempuh perjalanan, tapi lebih baik bila kami bisa menyewa sebuah kereta, supaya tidak menyolok mata diperjalanan."

"Sepanjang jalan ini teramat sepi dan jarang sekali dilalui manusia, untuk menyewa kereta dari milik para petani kukira bukan soal yang gampang," demikian ujar Ong Beng-im.

"Begini saja ditempat ini banyak pepohonan, aku sendiri pernah jadi tukang kayu, maka biarlah sebentar kubuatkan kereta untuk Jiko, kira-kira setengah harian pasti sudah dapat kuselesaikan!"

"Baik biar kubantu kau mengerjakannya," seru Ong Beng-im.

Nyo Su-gi manggut manggut katanya: "Baiklah sekarang juga kalian boleh mulai kerja, dan sekaligus bisa menjaga pintu diluar sana, biar aku yang mengobati luka-luka Jite." Melihat mereka begitu prihatin dan membuang tenaga tanpa terasa hatinya menjadi menyesal !

Saat itu juga Lo dan Ong mulai bekerja diluar membuat kereta. Sementara itu Nyo Su-gi mengurut dan memijat badannya Pek Kian-bu untuk melancarkan jalan darah dan membetulkan urat nadinya yang menyeleweng, semalam suntuk ia tidak tidur sibuk menyembuhkan luka-luka Pek Kian-bu sambil mengerahkan hawa murninya, setelah bersusah payah satu setengah jam, jalan darah Pek Kian-bu yang membeku dan melepuh besar itu sudah berhasil disembuhkan.

Nyo Su gi berkata sambil menghela napas; "Kepandaian menimpuk senjata rahasia dari orang itu sungguh amat lihay, untung tidak sampai melukai Siauw-yang-king-meh dikakimu, kini darah mati telah keluar dan berjalan lancar kembali, dua hari lagi pasti sembuh seluruhnya. Jitee kau tidurlah," lalu ia membubuhi obat luka pada kaki Pek Kian bu, dalam hati ia membatin, "Mengandal kepandaian senjata rahasia orang itu, jelas bahwa dia menaruh belas kasihan, kalau sambitannya mengincar jalan darah kematian, masakah jiwa Jitee bisa selamatkan? Seumpama tidak mengincar jalan darah mematikan cukup asal ia menambah sedikit tenaga, dan menimpuk Siauw yang king meh dikakinya, pastilah Jitee akan menjadi cacat seumur hidup. Aneh siapakah orang itu?"

Darah mati yang membuat luka-lukanya itu melepuh sekarang sudah dikeluarkan, bila luka luka ini sembuh keadaan Pek Kian-bu sudah akan pulih kembali seperti sedia kala, dan tidak akan menjadi cacad. Sungguh terharu dan berterima kasih Pek Kian-bu, katanya: "Toako, kau pun perlu istirahat."

Ong Beng-im berjalan masuk sambil menyikap seonggok kayu kering, katanya: "Setengah jam lagi kereta pasti sudah selesai, cuaca sudah hampir terang tanah. Toako kau harus lekas tidur. Kumpulkan tenaga dan semangat untuk perjalanan besok pagi." sembari bicara ia menambahkan ranting-ranting kering kedalam api unggun.

"Sate memang cermat, baiklah kalau kereta kalian sudah selesai lekas bangunkan aku lho," pinta Nyo Su gi tertawa. Mungkin memang sudah terlalu penat, tidak merasa curiga, tak menaruh syakwasangka pada Pek Kian bu hari pun menjelang pagi, diluar ada Lo dan Ong yang bekerja, sambil menjaga pintu maka tiada suatu yang dikuatirkan. Begitu memejamkan mata Nyo Su-gi lantas tidur pulas seperti bayi menggeros.

Sebaliknya Pek Kian bu yang membawa ganjelan hati bolak balik tidak bisa tidur, namun ia pura pura tidur nyenyak, setelah mendengar Nyo Su gi sudah mendengkur keras, ia membalik badan sambil pura pura mengeluh karena luka lukanya kambuh sakit, melihat Nyo Su-gi tetap mendengkur tidak ada reaksi segera ia membesarkan nyali mengulurkan tangan merogoh kedalam saku Nyo Su gi.

Kebetulan terogoh oleh Pek Kian-bu sampul surat rahasia itu, cepat cepat ia membacanya sekali lalu dikembalikan pula kedalam saku Nyo Su-gi, disamping itu rasa was was dan berkuatiran selama ini pun hilang, dan legalah hatinya, "Kiranya begitulah persoalannya !"

Yang paling ia takuti bahwa perbuatan jahatnya dulu sudah diketahui oleh Geng Tian dan Nyo Su gi. Meski surat rahasia ini menyangkut urusan penting, tapi tiada sangkut pautnya dengan persoalan pribadinya, maka lega dan hilanglah kekuatirannya.

Meski hati sudah lega namun nuraninya amat dongkol dan marah: "Persoalan besar yang begini penting menyangkut urusan Pang kita tapi mereka mengelabuhi aku, bukankah jelas anggap diriku orang luar? Memang merekapun mengelabuhi Lo Hou wi dan Ong bandingkan diriku? Hampir dalam waktu yang bersamaan aku bersama Nyo toako menjadi anggota Ceng liong-pang jelek-jelek toh aku berjasa juga dalam perjuangan selama ini. Hm, tak nyana Nyo toako masih tidak percaya kepadaku!" semakin dipikir semakin marah, tanpa terasa hari sudah terang tanah.

Kereta kayu sementara itupun sudah selesai dibuat, segera mereka berangkat. Pek-Kian bu rebah diatas kereta dorong itu, sementara Nyo Su gi, Lo Hou-wi dan Ong Beng im bertiga bergiliran mendorong kereta itu. Lo dan Ong semalam suntuk bekerja keras, tanpa tidur lagi, Pek Kian bu amat rikuh dan sungkan terhadap mereka. Tapi teringat hubungan Lo Hou-wi yang lebih intim dengan Geng Tian, sementara Nyo Su gi merahasiakan surat rahasia pemberian Geng Tian kepada dirinya sudah tentu ia jadi uring-uringan dan mendongkol.

Beberapa saat setelah menempuh perjalanan Nyo Su gi beranjak diam seperti sedang merenungkan sesuatu, dia diam saja, maka Lo Hou wi mendekati dan bertanya: "Toako apa yang sedang kau pikirkan ?"

Nyo Su gi berkata: "Sepuluh tahun yang lalu, Bulim-thian kiau Tam Ih-tiang pernah menyambangi pangcu kami. Liong pangcu minta beliau menunjukkan permainan Keng sin-pit-hoat yang amat menakjupkan waktu itu saya hadir dan menonton."

Lo Hou wi tidak mengerti kenapa orang menyinggung persoalan lama, ujarnya, "Keng sin pit-hoat memang kepandaian tunggal yang tiada taranya di Bulim, sungguh untung toako dapat menyaksikannya."

"Permainan ilmu potlotnya itu dapat digunakan pula didalam permainan senjata rahasia. Waktu itu, Bulim thian kiau sudah berhasil memilih diri pada ilmunya menyambit daun menerbangkan kelopak bunga untuk melukai orang! aku mohon beliau lihatkan kepandaian menyambit senjata rahasia itu untuk membuka mataku. Waktu itu aku bicara sambil berdiri seenaknya saja tahu-tahu tangannya meraih memetik selembar daun kembang didalam pekarangan, sedikit digulung lantas dicentilkan perlahan sambil berkata: "Saudara Nyo tidak usah sungkan sungkan, silahkan duduk! seketika aku merasa dengkulku menjadi kesemutan dan lemas tanpa merasa aku lantas meloso berduduk. Ternyata, Hoan tian hoat didengkulku sudah tertimpuk oleh jentikan daun kembangnya itu!"

"Begitu lihay," Ong Beng im meleletkan lidah.

Lo Hou wi mendadak teringat serunya: "Bukankah semalam jiko juga kena kesambit Hoan tian-hiat didengkulnya?"

Pek Kian bu kaget katanya: "Betul cuma senjata rahasianya adalah sebutir krikil kecil. Toako, kejadian yang kau ceritakan ini apa kau sangka . . .''

Nyo Sugi tertawa tukasnya, "Sudah tentu Bu lim-thian-kiau tidak akan melukai kau dengan senjata rahasia. Tapi aku pernah mendapat penjelasannya bahwa orang yang pandai menggunakan Keng-sin-pit hoat dan kepandaian menimpuk senjata rahasia kembang atau daun masih ada komandan tertinggi dari pasukan Gi lim kun dari negeri Kim yang bernama Wanyen Tiangci. Semalam waktu kuobati luka lukamu, cara timpukan orang itu pada jalan darahmu persis benar dengan perubahan yang dicangkok dari Keng sin pit hoat."

"Mengandal kedudukan Wanyen Tiangci kukira tidak mungkin seorang diri ia bakal meluruk kemari hanya untuk melukai Pek-jiko saja!" demikian timbrung Ong Beng im.

Sebaliknya Lo Hou wi melengak, pikirnya, "Toako tidak tahu bahwa Bulim-thian-kiau sudah menerima Nyo Wan ceng sebagai murid penutupnya. Memangnya orang yang semalam melukai Jiko adalah dia? Tapi apa alasannya dia harus melukai Jiko?"

Berkata Nyo Sugi: "Wanyen Tiangci punya seorang putra tunggal yang bernama Wanyen Hou, kabarnya sudah berhasil mendapat pelajaran tunggal ayahnya. Jite apa kau pernah bertempur dengan Wanyen Hou?"

"Tidak," sahut Pek Kian bu. "Tetapi kabarnya dia ada sedikit persahabatan dengan Siang hiong dan Siang sat, bukan mustahil bila dia diminta untuk membokong kepadaku." Sebetulnya hal ini adalah cerita bohong karangannya sendiri sengaja ia hendak menista dan memfitnah Siang hiong dan Siang sat yang main sekongkol dan bokong kepada dirinya.

"O, jadi Siang hiong dan Siang sat ada persahabatan dengan Wanyen Hou. Dari siapa kau mendengar berita ini? Kukira tidak mungkin."

Pek Kian bu menjelaskan secara samar samar, "Mungkin kabar angin yang kudengar dikalangan kangouw. Tapi betapapun kami harus hati hati dari pada kena dikelabui?"

Nyo Sugi manggut manggut ujarnya: "Benar ucapanmu!"

Lo Hou wi kurang tentram rasanya kurang enak bila ia mengelabui Toako dan Jiko maka katanya; "Toako menurut apa yang kuketahui kau tidak salah. Bulim thian kiau punya seorang murid penutup perempuan." sementara dalam hati ia berpikir: "Nyo-Wan ceng adalah murid perempuan Bu lim thian kiau hal ini semua orang orang Kim keh-nia sudah tahu, belakangan ini Toako dan Jiko jarang berhubungan orang orang Kim-keh-nia maka ia belum tahu tapi cepat atau lambat pasti mereka akan mendapat tahu juga. Nona Nyo pernah pesankan padaku supaya merahasiakan dia mewakili suhunya mengajarkan ilmu golok kepadaku, kalau aku hanya memberitahukan asal usul perguruannya kepada Toako, kukira tidak berhalangan.

"Siapakah murid perempuannya itu?" Tanya Nyo Sugi.

"Dalam sahabat baik Geng kongcu yaitu putri tunggal Nyo Yak seng kabarnya nama harusnya adalah Nyo Wan ceng."

Sejenak Nyo sugi melengak katanya, "Semalam Geng kongcu mencari tahu kabar berita keluarga Nyo, kenapa tidak kau beritahukan hal ini kepadanya?"

"Semula aku ingin memberitahu dia setelah tiba di Ki lian san saja, toh aku juga mendengar kabar saja belum tentu berita ini dapat dipercaya. Waktu kami meninggalkan markas pusat, Pangcu ada bilang beliau sudah suruhan orang mengikat hubungan dengan pihak Kim keh nia, pasti beliau akan mengutus orangnya kemari. Bila kita tiba di rumah nanti kukira kuatir dan Kim keh nia itu sudah datang lebih dulu. Apakah benar berita yang kudengar ini orang dari Kim keh nia itu tentu dapat memberikan kesaksian."

Nyo Sugi memang seorang jujur, mendengar penjelasan yang masuk akal ini ia pun tidak merasa sangsi lagi katanya; "Kalau toh dia putri Nyo Yan seng murid penutup Bu lim Thian kiau lagi, nona Nyo itu pastilah bukan orang yang membokong Jite dengan senjata gelapnya itu."

"Memangnya akupun berpikir begitu," sela Lo Hou wi, "Tapi hal ini perlu kubicarakan kepada Toako berdua.''

"Betul ada lebih baik bila mengetahui sedikit banyak persoalan. Tapi menurut dugaanku pastilah orang itu adalah Wanyen Hou putra Wanyen Tiang ci!"

Tapi Pek Kian bu merasa penjelasan Lo Hou wi rada dipaksakan, satu sama lain saling bertentangan, diam diam timbul rasa curiganya. Tapi ia tidak enak bicara apa apa, sepintas saja ia ikut meramaikan pembicaraan ini. "Memang benar ucapan Toako. Sudah tentu bukan perbuatan nona Nyo itu akupun yakin pasti perbuatan Wanyen Hou."

Tengah mereka bicara, tiba-tiba terdengar suara mengaung, sebatang panah bersuara tiba tiba melesat keluar dari gerombolan semak belukar dilereng sana kearah mereka.

Nyo Su gi segera berseru nyaring, "Kawan dari aliran mana itu?'' tempat mana sudah termasuk wilayah kekuasaan Ceng-liong-pang di Ki-lian-san selamanya tidak ada orang-orang gagah dari kaum persilatan yang beroperasi didaerah ini, maka Nyo Sugi merasa heran sebaliknya Lo Hou wi dan Ong Beng-im acuh tak acuh kata mereka: "Perampok berani membegal kami, inilah yang dinamakan air bah melanda biara raja naga."

Belum habis mereka bicara, tampak dari gerombolan semak rumput sana beruntun melompat keluar tujuh delapan orang bentaknya, "Siapa saja kalian ini, ayo berhenti biar kami periksa!''

"Kami adalah kaum petani, teman kami inipun sedang sakit, kami sedang mengantar pulang kerumah.'' demikian seru Nyo Su gi, "Para Hohan (orang gagah) harap suka memberi keringanan!"

"Tidak bisa." bentak pimpinan perampok itu. "Orang sakit harus kami periksa juga lebih dulu," dari nada bicaranya terang dia bukan kepala perampok tapi kepala opas pemerintah yang sudah biasa berbuat sewenang-wenang menindas rakyat kecil.

Nyo Sugi mengerut kening, pikirnya: "Entah orang-orang dari golongan mana mereka ini, kelihatannya bukan kawanan berandal yang punya pangkalan tertentu.''

Sebagai anak muda yang berdarah panas tak tahan lagi segera Ong Beng-im menjengek dingin, "Kau ini kawanan dari golongan mana? Tokoh-tokoh kenamaan dari golongan hitam sudah banyak yang pernah kulihat, tapi belum pernah kulihat manusia liar macammu ini yang tidak punya sopan-santun!"

"He, memangnya kalian adalah sahabat dari aliran yang sama? Kalian dari aliran mana?" tanya kepala rampok itu.

Sebetulnya Nyo Sugi segan memperkenalkan diri, tapi Ong Beng im sudah keterlanjur membuka suara, terpaksa ia tampil kedepan katanya: "Kami adalah para pembantu Pangcu dari Ceng-liong pang, sahabat, kuharap kau pandang pihak Ceng liong-pang kami biarlah kami lewat saja."

Kata kepala rampok itu: "Kalian berempat, em, apakah kalian adalah Su tay-kimkong dari Ceng liong pang?"

Sahut Ong Beng im dengan angkuh; "Betul, itulah gelaran yang diberikan sahabat sahabat Kangouw kepada kami!"

Kepala rampok itu seketika mengunjuk kegirangan mendadak bergelak tertawa serunya: "Bagus sekali memang aku sedang mencari kalian Su-tay kimkong untuk berangkat menghadap Giam lo-ong bersama.'' habis berkata ia beri aba aba kepada anak buahnya serempak tujuh delapan orang itu menyerbu bersama.

Nyo Su-gi bermaksud meringkus rampok harus membekuk kepalanya lebih dulu, "Wut" telapak tangannya berkembang tegak, langsung ia menjotos kearah kepala rampok itu lebih dulu, tak nyana kepandaian silat kepala rampok ini ternyata sangat tinggi dan aneh pula lekas ia ulur ketiga jari tangannya untuk mencengkeram urat nadi pergelangannya sementara tangan kanan menghantam ke lengan atas. Nyo Su gi menarik tangan merubah permainan sambil berkelit ia balas menyerang pula. Meski ia bergerak begitu cepat, tak urung lengan bajunya kena terserempet ujung jari lawan seketika lengan bajunya teriris sobek memanjang seperti tertebas pisau tajam.

Nyo Su gi insaf bahwa hari ini terbentur musuh tangguh. Lekas ia kerahkan Jian kin tui dan gerakkan Ciong-jiu-hoat yang ampuh, kedua kakinya bagai terpaku diatas bumi kedua lengannya didorong lempang kedepan mengadu kekuatan secara keras kepada lawannya. Terdengar "Blang!" yang keras batu dan pasir berterbangan. Kaki Nyo Sugi amblas tiga dim kedalam tanah, sementara kepala rampok itu hanya bergeming dan tergeliat saja. Gelar Nyo Su gi adalah Thi-ciang kay pi (pukulan besi memecah pilar), tapi tenaga pukulannya tidak ungkulan menghadapi musuh, keruan kejutnya bukan kepalang.

Dalam pada itu Lo Hou wi dan Ong Beng im masing-masing menghadapi keroyokan empat lawan. Segera Lo Hou wi kembangkan Ngo-hou-toan-bun to yang baru dipelajarinya itu gerakan goloknya cepat dan ganas meski dikeroyok empat, dalam sekejap masih mampu bertahan sama kuat, serang menyerang dengan gencar. Sementara Ong Beng im bersenjata Boan koan pit menghadapi empat lawannya, sedapat mungkin dia masih kuat bertahan.

Ternyata kepala rampok ini bukan lain adalah wakil komandan Gi-lim-kun negeri Kim yaitu Cian Tiang jun adanya. Anak buahnya bukan lain adalah jago jago tinggi dari gedung kegubernuran Liang-ciu yang sudah mendapat pesan dari Gubernur Li Ih-siu untuk membantu dan mendengar perintahnya.

Sekali berkelebat tiba-tiba Cian Tiang jun mengundurkan diri dari arena pertempuran terus melesat kearah kereta dorong.

Karena kaki Nyo Su gi terpendam dalam tanah dalam waktu singkat tidak mungkin dapat keluar, keruan saja kagetnya bukan kepalang.

Kaget dan gusar pula Pek Kian-bu dibuatnya, teriaknya, "Kau permainkan aku orang terluka, terhitung orang gagah macam apa?"

Cian Tiang-jun tertawa: "Biar kuperiksa luka yang kau derita, biar kuobati." Kereta ia jumpalitkan, sekali jinjing dia seret Pek Kian bu dari atas kereta.

"Biar aku adu jiwa sama engkau!!" Pek Kian bu membentak dan "Sreeet......." pedangnya lantas menusuk.

Cian Tiang-jun bergelak tertawa, serunya, "Termasuk nasibmu baik, aku tidak pernah bunuh orang yang sudah terluka." seumpama belum terluka Pek Kian-bu terang bukan tandingan Cian Tiang-jun, ingin adu jiwa segala sudah tentu tidak mungkin. Cukup sekali mengebas sebelah tangannya, seketika Pek Kian-bu rasakan telapak tangannya panas pedas dan linu, pedang seketika terpetal jatuh. Secepatnya saja Cian Tiang jun terus menotok jalan darahnya dan meringkusnya dengan mudah.

Setelah Nyo Su gi berhasil menarik kedua kaki dari dalam tanah, memburu datang dengan cepat Cian Tiang-jun kempit Pek Kian-bu dibawah ketiaknya, dengan sebelah tangan ia tandangi serangan Nyo Su gi. Nyo Su gi menguras seluruh tenaga, kepalan kiri dengan telapak tangan kanan, berbareng membacok dan menghantam "Blang", Cian Tiang-jun tersentak mundur tiga tindak, darah bergolak dirongga dadanya. Sambil tertawa lekas ia putar badan Pek Kian-bu merangsek ke arah Nyo Su gi serta membentak: "Ayolah, coba kau pukul pula."

Sepasang pukulan tangan Nyo Su gi setingkat lebih unggul dari pukulan tangan tunggal Cian Tiang-jun, tapi setelah beradu pukulan yang kedua kalinya ini ia merasakan dadanya ada sesak dan sakit. Kini Cian Tiang jun menggunakan badan Pek Kian- bu sebagai perisai untuk menangkis dan menyongsong pukulannya, barulah Nyo Su gi menarik balik serangannya.

Terdengar Cian Tiang jun tertawa terbahak bahak, teriaknya: "Sudah ketangkap seseorang hidup hidup sudah cukup untuk mengompres keterangannya, marilah kita pulang saja." Saking gusarnya Nyo Su-gi meludah dan mendamprat: "Cis, tidak tahu malu!"

"Apa kau tidak terima?" mengejek Cian Tiang jun. "Datanglah ke Lian Chiu, aku berada digedung gubernuran, kutunggu disana untuk bertanding satu lawan satu!!"

Waktu Nyo Su gi berpaling dilihatnya Lo Hou wi dan Ong Beng im penuh berlepotan darah, ternyata saking gemas dan gugup untuk menolong Pek Kian-bu, Lo Hou-wi telah berhasil melukai dua orang pengeroyoknya tetapi ia sendiri terkena sekali bacokan golok lawan. Demikian pula Ong Beng im, luka lukanya malahan lebih berat, pahanya terkena tusukan tombak, dan lengan kanannya terkena bacokan golok pula.

Meski sudah terluka, namun mereka masih mau mengejar musuh. Nyo Su-gi menghela napas, katanya; "Samte, site, kita mengaku kalah saja. Mari lekas pulang lapor kepada Pangcu." tatkala itu Cian Tiang-jun dan orang orangnya sudah pergi jauh.

Segera Nyo Su gi keluarkan obat membubuhi luka2 Lo dan Ong berdua dengan Kim Jong-yok. Berkata Lo Hou wi; "Ternyata gerombolan ini bukan kawanan berandal golongan hitam, kira-kiranya jago2 silat dari Gubernuran Liang Chiu."

"Keparat itu mengaku bertempat tinggal di Gubernuran Liang Chiu, entah benar tidak sulit diketahui. Kalau betul, jejak Jite sudah dapat kita ketahui, kelak rada gampang untuk menolongnya."

"Jika sekarang didalam gedung Gubernuran Liang Chiu bukankah semakin sulit untuk menolongnya malah?" sela Ong Beng lm.

"Bagaimana keadaan luka luka kalian, perjalanan masih dua hari lagi, apakah kalian bisa berjalan pulang?"

Untunglah luka luka Lo dan Ong berdua tidak sampai mengenai tulang, katanya bersama: "Demi menolong Jiko selekasnya, meski harus berjalan empat hari lagi, kami pasti masih bisa jalan. Cuma Toako kau..."

"Kita harus bertindak cepat bersama kalian boleh pulang memberi laporan kepada Pangcu biar aku menuju Liang chiu berusaha menolong Pek Kian-bu!"

Lo Hou wi terkejut serunya: "Toako mana boleh kau senekat itu. Kau seorang diri menuju sarang harimau...."

Nyo Su-gi tertawa besar, tukasnya: "Kalian tidak usah kuatir, aku tidak akan main kekerasan kepada musuh. Setelah tiba di Liang-chiu aku akan bekerja melihat gelagat."

Ternyata Nyo Su gi tahu bahwa putra Gubernur Liang chiu Li Ih siu tidak sehaluan dengan jalan yang ditempuh ayahnya, meski tiada hubungan dengan Ceng-liong pang namun ada ikatan erat dengan pasukan pergerakan yang dipimpin Yapi Hoan ih. Tapi karena rahasia ini pernah dipesan oleh Geng Tian sebelum tiba saatnya terpaksa tidak memberitahu kepada Lo Hou-wi dan Ong Beng-im.

Kedua adik angkat ini tahu akan watak Toako mereka hilang satu tidak akan menjadi dua dari sikap dan nada bicaranya kelihatan bahwa dia punya keyakinan penuh, meski tidak tahu apa latar belakang dari sikapnya ini, terpaksa mereka menurut saja akan pesan dan tugas yang diberikan.

Saat itu juga mereka lantas berpisah Lo dan Ong langsung pulang kemarkas pusatnya Ceng-liong-pang di Ki-lian-san. Sementara seorang diri Nyo Su-gi menuju ke Liang chiu sepanjang jalan sudah tentu ia amat kuatir bagi keselamatan Pek lian bu.

O^~^~^O

KALAU ditengah jalan Nyo Su-gi sedang kuatir bagi keadaan Pek Kian bu, sebaliknya Pek Kian bu yang saat itu sudah berada didalam gedung Gubernuran Liang chiu sedang mendapat pelayanan istimewa.

Cian Tiang jun menempatkan dirinya pada sebuah kamar mewah yang mentereng, tak lama kemudian datang dua dayang perempuan melayani dirinya ganti pakaian. Berpikir Pek Kian bu: "Mungkin mereka ingin mempermainkan aku sepuasnya, baru akan membunuh aku!" seketika timbul amarahnya, ingin ia menyobek pakaian baru, melihat dia marah kedua dayang itu semakin hati-hati dan prihatin melayaninya, katanya sambil unjuk tawa manis, "Toaya kalau kau marah silahkan pukul kami saja, jangan kau robek pakaian baru ini. Kalau tidak Cian Tayjin akan menimpakan dosa pada kami sebagai tak becus meladeni kau, sungguh kami tidak kuasa memikul dosa ini. Ehm! pakaian baru ini kebetulan pas dengan perawakan Toaya apakah tidak enak mengenakan pakaian baru??"

Mendengar ucapan mereka, Pek Kian-bu menjadi tidak enak hati dan tidak tega apa lagi ada hasrat tapi tenaga lemah, jangan kata hendak merobek pakaian itu, untuk bangkit duduk saja rasanya sudah setengah mati terpaksa ia diam saja, terserah apa ingin diperbuat kedua dayang ini.

Tak lama setelah kedua dayang ini melangkah pergi muncullah seorang kucung yang membawa senampan besar makanan serba enak dan lezat, arak bagus tidak ketinggalan baunya sungguh sedap dan membuat air liur naik turun di tenggorokan. Berpikir Pek Kian bu, "Yang terang aku sudah tidak punya harapan untuk lolos dengan jiwa hidup. Peduli ada racunnya atau tidak gegares lebih dulu biar nanti aku jadi setan gentayangan yang sudah kenyang saja."

Perut kencang dan mabuk arak lagi, begitu rebah Pek Kian bu lantas lelap dalam tidurnya. Hari kedua pagi-pagi benar terasa bukan saja semangatnya pulih rasa sakit pada lukanyapun berkurang. Semula ia mengira makanan dan arak itu dibubuhi racun kini benar diluar dugaan semula.

Belum lama ia bangun, tampak seorang yang berdandan sebagai tabib berjalan masuk dengan sikap dibuat-buat katanya: "Semalam sudah kuganti Kim jong yok pada luka-lukamu, jalan darahmu yang tertutupan sudah dibebaskan, bagaimana perasaanmu rada baikkan bukan?"

Pek Kian bu tertawa dingin, "Apa yang kau ingin lakukan?"

"Cian Tayjin berpesan supaya aku menyembuhkan luka-lukamu selekas mungkin. Toaya, kuharap kau suka percaya kepadaku. Secawan teh obat ini harap kau minum, kutanggung besok pagi kau pasti akan sudah sehat seperti sedia kala."

Berpikir Pek Kian bu: "Mana mungkin mereka begitu baik terhadapku, secawan teh obat ini pastilah racun. Tapi kalau tidak berani kuminum nanti disangka aku takut kepada mereka. Ya, boleh buat seorang laki laki harus berani mati jangan aku menurunkan derajat dan nama baik Su-tay-kim-kong dari Ceng-liong-pang." segera ia tertawa katanya: "Meski kau beri aku racun memangnya aku takut? baik mari kuminta cawan teh obat itu." direbutnya terus ditenggak sampai habis katanya keras: "Kembalilah, kau terimalah pahalamu kepada Cian Tayjin."

"Omitohut!" tabib itu bersabda budha, "Seorang tabib berpegang pada perikemanusiaan mana bisa mencelakai kau malah? Kau tak percaya, terserah padamu. Untungnya dalam waktu dekat kau sendiri akan paham."

Betul juga tidak lama kemudian keringat dingin membanjir keluar. Terasa oleh Pek Kian bu tenaganya perlahan lahan mulai pulih kembali, ia mencoba menggerakkan tangan mengulurkan kaki, luka-luka pada dengkulnyapun sudah tidak sakit lagi.

Kasiat obatnya ternyata lebih cepat dari apa yang dikatakan oleh si tabib, berpikir pula Pek Kian bu: "Dilihat gelagatnya tidak sampai besok pagi Lwekangku mungkin sudah pulih seluruhnya. Kiranya tabib itu tidak berbohong, aneh, mereka melayaniku sedemikian baik entah apa maksudnya?"

Belum habis berpikir, tampaklah Cian Tiang jun sudah melangkah masuk sambil tertawa, serunya, "Aku pernah berjanji kepadamu untuk mengobati lukamu. Sekarang kau baru percaya bahwa aku tidak menipu kau bukan?"

Jengek Pek Kian bu: "Aku terjatuh ke tanganmu, mau bunuh silahkan bunuh, tidak perlu kau gunakan permainan licik untuk menghina aku."

"Pek jiko setulus hati aku ingin berusaha dengan kau, jangan kau banyak curiga."

"Kau toh sudah tahu siapa diriku, salah seorang Su-tay-kim-kong dari Ceng liong-pang memangnya sudi bertekuk lutut kepada kau?"

"Pek-jiko kau salah paham. Sebagai Enghiong aku menghargai seorang Enghiong ingin aku bersahabat dengan kau, bukan hendak menghina atau menundukkan kau."

"Kau ingin bersahabat dengan aku memangnya siapakah kau?" jengek Pek Kian-bu dingin.

"Bicara terus terang aku adalah wakil komandan pasukan Gi lim kun dari negeri kim. Tiang jun adalah namaku, kukira kedudukan dan ketenaranku tidak akan merendahkan derajatmu bila bersahabat dengan aku bukan?"

"O, kiranya Cian Tayjin, maaf aku tidak berani menjajarkan diri dengan orang berpangkat."

"Kau tidak sudi bersahabat dengan aku pun tidak akan memaksa. Baiklah kulepaskan kau pulang saja bagaimana?"

Pek Kian bu tahu urusan pasti tidak segampang itu, katanya pula dingin: "Aku terjatuh ketangan kau, aku sudah bertekad untuk gugur di sini dan tidak akan pulang dengan hidup." pelan pelan ia bangkit berdiri, katanya pula, "Marilah, aku lebih suka mati ditanganmu!"

"Kau ingin berkelahi dengan aku? Bicara rada sungkan penyakitmu sudah sembuh seluruhnya kalau terkalahkan ditanganku toh terhitung tidak sebagai penghinaan. Lebih baik silahkan kau duduk kembali," dengan enteng tangannya menepuk, tenaga Pek Kian bu tak kuasa dikerahkan untuk bergebrak, terang tidak mungkin terpaksa ia duduk kembali.

Cian Tiang jun pura pura menghela napas, katanya; "Semut saja takut mati, kau adalah seorang laki laki sejati kalau mati begitu saja masakah tidak sayang."

"Kalau aku takut mati masakah sesambat menjadi salah satu Sutay kim kong," seru Pek Kian bu lantang. "Mau bunuh silahkan kau bunuh jangan cerewet!''

Cian Tiang jun geleng-gelengkan kepala katanya: "Sama sekali kau salah paham bukan aku ingin bunuh kau. Perkataan orang she Cian pasti dapat dipercaya, aku sudah bilang hendak melepas kau pergi sekarang juga silahkan kau boleh pergi sekali-kali aku pasti tidak akan merintangi kau."

Timbul rasa curiga Pek Kian bu, pikirnya: "Naga naganya ia memang bersikap menghargai orang gagah. Tapi kenapa pula ia mengatakan sayang bila aku mati? Kalau toh dia rela melepasku pergi tanpa syarat bagaimana pula aku bisa mati?"

Tengah ia tenggelam dalam pikirnya terdengar Cian Tiang jun tertawa dingin dan katanya, "Aku tidak akan bunuh kau demikian pula anak buahku tidak akan mengganggu seujung rambutmu. Tapi setelah kau kembali ke Ceng liong pang kukira orang-orangmu sendiri belum tentu mau menerima kau tanpa curiga sedikitpun."

"Apa maksudmu ini? Hm kau akan menjebak dan mencelakai aku? aku tidak takut." sementara dalam hati ia membatin; "Dia sudah menyembuhkan luka lukaku tidak memaksa aku menyerah pula lantas melepaskan pulang begitu saja, soal itu betul-betul bisa menimbulkan rasa curiga dari saudara. Tapi aku sendiri tahu jelas tidak pernah melakukan perbuatan durhaka akan datang saatnya mereka akan tahu duduk perkara sebetulnya, kelak Toako pasti akan percaya juga kepadaku," katena pikirnya ini segera ia kertak gigi dan bergegas bangkit serunya: "Kalau kau betul betul melepasku pergi sekarang juga aku pergi tanpa sungkan-sungkan lagi!"

Cian Tiang jun tertawa lebar katanya; "Nanti dulu kita masih ada omongan."

"Aku tahu memang kau tidak setulus hati melepas aku pergi, sekali coba ternyata sekarang terbukti."

"Setelah kau dengar apa yang kukatakan belum terlambat kau tinggal pergi!"

"Baik lekas katakan!''

Cian Tiang jun menyeringai dingin katanya: "Buka mulut tutup mulut kau selalu mengagulkan Su tay kim kong kukira belum tentu Nyo Su gi Lo Hou wi dan lain lainnya anggap kau sebagai saudara meraka yang betul betul sepaham."

Pek Kian bu tertawa besar serunya: "Kau hendak menggunakan tipu adu domba? Kau kira Nyo toako itu seorang goblok? Mana bisa dia tertipu olehmu?"

"Tidak perlu aku main adu domba adalah perbuatan rahasiamu yang terkutuk sudah terbongkar seluruhnya."

Berjingkat Pek Kian bu sedapat mungkin dia coba tenangkan diri dan mendampratnya gusar.

"Sering kudengar orang bilang Loji dari Su tay kim kong Ceng liong pang berotak cerdik dan pintar ternyata kau sedemikian gegabah dan goblok sekali. Coba kutanya dua hari yang lalu kau pernah terluka oleh sambitan senjata orang siapakah orang itu apa kau sudah tahu?"

Pertanyaan ini tepat mengenai borok Pek Kian bu seketika ia terlongong ditempatnya, ujarnya: "Memangnya kau malah sudah tahu?"

"Sudah tentu aku tahu ! Mungkin kau menyangka perbuatan Siau pwelek kami Wanyen Hou bukan ? Tapi kenapa tidak kau pikir mengandal kedudukan dan derajat Siau-pwe-lek, memangnya dia sudi menyerempet bahaya untuk membokong kau ?"

"Lalu siapa orang yang kau maksud ?"

"Orang yang membokong kau adalah seorang gadis yang cantik ayu. Dia bukan lain adalah murid penutup Bulim thian kiau !"

Pek Kian-bu melenggong, katanya gemetar: "Omong kosong, omong kosong !" lahir dia berkata demikian, sementara batinnya sudah rada percaya.

"Siau mo-li ini bersama dengan pemuda she Geng. Pemuda itu berusia kira kira dua puluhan tahun rupanya cakap halus, Gin-kangnya teramat tinggi, genggamannya adalah sebatang kipas lempit. Siapa pemuda ini kukira kalian Su tay-kimkong sudah mengenalnya bukan ? He, he, siapa sebetulnya pemuda itu toh bukan karangan cerita bohongku melulu, masih berani kau katakan aku omong kosong ?"

Terbungkam mulut Pek Kian bu, semakin dengar kata-kata orang hatinya semakin mencelos. Batinnya, "Bukankah pemuda yang dimaksud adalah Geng Tian ? Tak heran sikap Geng Tian malam itu rada ganjil kiranya dia sudah bertemu dengan Siau-mo-li yang membokongnya ternyata aku dikelabui mentah-mentah. Tapi agaknya Nyo Toako sendiri masih belum tahu duduk perkara sebenarnya? Kalau tidak masakah dia masih bersikap begitu prihatin terhadapnya ?"

Secara diam-diam Cian Tian jun perhatikan sikap perobahan roman mukanya tahu ia bahwa orang sudah tujuh delapan bagian percaya segera ia menambah lagi dengan tertawa dingin: "Bagaimana kau masih berani pulang tidak ?"

Pek Kian bu kepepet terpaksa ia mengeraskan kepala katanya : "Kenapa aku tidak berani pulang ? Seumpama dua orang yang kau sebut tadi bukan karanganmu sendiri, apa yang kau katakan tadi toh tetap membual. Kau hanya bisa menipu bocah cilik, mana bisa menggertak aku."

"Apa ya ? Kalau begitu ingin aku mendengar pembelaanmu."

"Kedua orang yang kau sebut tapi sekali-kali tiada alasan untuk membokong aku."

"Apa sebabnya?"

Ternyata Pek Kian bu cukup cerdik katanya tertawa dingin : "Kau hendak mengorek keteranganku memangnya aku gampang kau tipu mentah mentah ?"

"Kau tidak bisa mengatakan apa sebabnya dia harus membokong kau, sebaliknya aku malah bisa menjelaskan kepada kau. Pek Kian bu perbuatan rahasiamu yang terkutuk sudah menjadi rahasia umum, apa kau belum tahu ?"

"Kau, kau, kau memperoleh apa ?" bentak Pek Kian bu gemetar. "Selamanya aku berbuat secara..." sebetulnya dia masih mengandai hendak bersikap orang gagah, namun toh kata kata terang terangan tidak kuasa ia katakan.

Cian Tiang-jun menyeringai ia tukas kata orang : "Perbuatan tercela apa yang pernah kau lakukan kau tahu sendiri, cara bagaimana kematian adik Khong Ceh, yang bernama Khong Ling itu, kenapa Siam pak-siang-hiong dan Ih tiong siang-sat hendak menuntut balas kepada kau, bukankah lantaran persoalan ini ?"

Pucat pasi selembar muka Pek Kian bu, dengan lemas ia meloso duduk pula, desahnya : "Sudah kau ketahui semua?"

Cian Tiang jun tertawa senang, ujarnya: "Masih ada yang tidak kau ketahui ? Siau-mo li itu adalah sahabat Khong Ling, sebetulnya dia ingin bunuh kau, malam itu dia hanya melukai kau saja, terhitung nasibmu cukup baik."

Pek Kian bu kertak gigi, serunya : "Orang she Cian, bunuhlah aku saja !"

"Kenapa aku harus bunuh kau, biar Nyo Sugi belum tahu, Siau-moli pasti akan memberi tahu kepadanya. Kalau Siau-moli tidak membawa rahasia ini biar aku yang memberitahukan kepadanya."

Gemetar seluruh badan Pek Kian bu, mendadak ia mencabut pedang terus menusuk ke dada sendiri tapi tangannya gemetar hanya pakaiannya saja yang tergores sobek tahu-tahu pedangnya sudah terpukul jatuh oleh kebutan lengan baju Cian Tiang jun.

Ciang Tiang-jun tahu bahwasanya orang tidak punya keberanian untuk bunuh diri katanya: "Asal kau suka menurut segala petunjukku, tidak perlu kau mencari jalan pendek malah banyak manfaat yang dapat kau peroleh!"

Bergetar suara Pek Kian bu katanya : "kau apa yang harus kulakukan ?" dalam hati ia menimang, "Jelek jelek aku ini salah satu Su-tay kim-kong dari Ceng-liong pang, kalau dia ingin aku menyerah kepada Tatcu menghianati pang kita sampai matipun aku tidak akan sudi."

Agaknya Cian Tiang-jun seperti tahu jalan pikirannya, katanya tertawa : "Legakan hatimu, aku tidak akan membuat kau susah asal kau setulus hati suka bersahabat dengan aku, kelak pasti akan datang kesempatan kau bisa lolos pulang. Umpamanya, kalau ada orang datang menolongi kau, aku tidak akan berusaha merintangi, sampaipun kau membunuh beberapa penjaga Liang chiu, dan berhasil meloloskan diri, akupun tidak akan menyalahkan kau, dengan demikian, siapa lagi yang akan menaruh curiga kepadamu ?"

"Lalu bagaimana dengan Siau-mo li dan Geng kongcu yang kau katakan itu ? Kedua orang ini . . ."

"Ya kedua orang ini memang tahu rahasiamu, kalau tidak melenyapkan kedua orang ini kelak memang merupakan bibit bencana!"

Air muka Pek Kian bu berubah, katanya: "Sedikitpun aku tiada bermaksud demikian."

"Tidak bunuh merekapun boleh. Ada dua cara, pertama kau harus mengambil kepercayaan mereka, biar mereka menganggap didalam persoalan itu kau hanya kena difitnah belaka, untuk ini aku bisa membantumu. Kedua, yaitu berusaha supaya mereka tidak sampai bertemu dengan Liong Jiang-poh, maka rahasiamu tidak terbongkar diantara kalian. Boleh aku beritahu sedikit berita bocoran kepadamu, bocah she Geng itu terang tidak akan bisa tiba di Ki lian-san, maka tinggal Siau mo li seorang saja yang menjadi incaran kita !!"

"Kenapa Geng kongcu tidak akan berhasil tiba di Ki lian-san ?"

"Setelah kami menjadi orang sendiri nanti akan kuberitahu kepada kau. He he, kan kau belum lagi menyetujui persoalan yang kuajukan tadi."

Pek Kian-bu kertak gigi, katanya: "Kau memberi kelonggaran sehingga aku bisa lolos pulang dengan tidak kehilangan muka, sudah tentu pandang kau sebagai sahabat. Tapi apa sebenarnya yang kau ingin supaya kukerjakan ? Kuharap kau bicara terus terang, setelah kau terangkan baru akan kusetujui."

Cian Tiang-jun bergelak tertawa, ujarnya, "Kau memang cerdik dan cukup ulet juga, tapi kami sudah bersahabat, memangnya aku mau mencelakai kau ? Seumpama minta kau melakukan sesuatu, aku toh akan mengaturnya sedemikian rupa pasti tidak akan diketahui orang luar, sekarang aku hanya mau tahu apa kau betul-betul setulus hati ?"

"Kalau kau berpikir demi kepentinganku maka akupun rela bersahabat dengan kau."

"Bagus kalau begitu biar kutanya sebuah hal, kalau kau menjawab sejujurnya itu membuktikan bahwa kau memang punya iktikad yang baik."

"Hal apa yang ingin kau ketahui?"

"Orang apa bocah she Geng, datang darimana, apa pula hubungannya dengan Ceng-liong pang kalian?"

Pek Kian bu menerawang : "Mendengar nada bicaranya, asal usul Geng Tian tentulah sudah diselidikinya juga. Pertanyaan ini memang hanya mencoba hatiku saja. Kalau toh dia memang sudah tahu tiada halangannya."

Mana Pek Kian bu tahu bahwa apa yang dia reka hanya sebagian kecil saja, yang ternyata Cian Tiang jun dapat melihat dari luka luka di dengkul Pek Kian-bu siapa sebenarnya yang melukai dirinya.

Seperti diketahui guru Nyo Wan Ceng adalah Bulim thian kiau Tam Ih-tiong. Tam Ih-tiong sebenarnya adalah pangeran negeri Kim sebelum dia memberontak kepada raja negerinya yang dhalim, pernah menyelidiki rahasia ajaran dari Hiat-to-tong-jin yang bernama Wanyen Tiangci itu komandan Gi-lim-kun dari negeri Kim.

Adalah Cian Tiang-jun merupakan tangan kanan Wanyen Tiangci sudah tentu ia pun cukup paham pelajaran tunggal ini, hari itu Nyo Wan-ceng bergebrak dengan dirinya, orangpun pernah menggunakan ilmu itu.

Sebetulnya dia pun tahu gelaran Nyo Wan-ceng adalah Siau-mo li, terhadap asal usul dan namanya sebetulnya tidak tahu menahu. Setelah bergebrak baru tahu kalau orang adalah murid Bulim-thian kiau.

Nama dan asal usul Geng Tian diapun belum tahu hari itu waktu Nyo Wan-ceng berteriak menyuruh Geng Tian melarikan diri ada memanggilnya sebagai Geng-toako, maka ia hanya bilang kepada Pek Kian-bu, "Bocah she Geng yang bersama dengan Siau-mo-li."

O^~^~^O 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar