Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Jilid 20

Jilid 20

Pek Kian-bu menjengek dingin selanya : "Tutup pintu simpan senjata apa segala. Yang terang kau sekarang bantu pasukan pemerintah penjajah, apakah ini yang dinamakan tutup pintu simpan senjata ?"

"Aku cuma kemari menyambut keponakan perempuanku ini!" demikian Lou Jin-cin membela diri dan mengada-ada. "Asal kalian tak menganggap dalam air keruh ini aku orang she Lou tidak suka cari perkara dengan Ceng-liong-pang kalian !" ia tahu bahwa Su-tay kim kong tidak akan mau menyudahi persoalan ini demikian saja, dasar pintar bermuka-muka dan bermulut manis, ia mengadu-ngadu dengan alasan kekeluargaan yang lepas dari persoalan atau aturan Kangouw.

Lo Houw-hwi menjadi gusar, bentaknya, "Kau bangsat tua ini memang bukan orang baik-baik. Toako perlu apa kau putar lidah membujuk manusia rendah ini !"

Lou Jin-cin mendengus gusar serunya : "Benar memang aku bukan sehaluan dan segolongan dengan kalian dari Ceng-liong-pang. Kan Nyo-tayhiap sendiri tadi yang mengagulkan diriku. Terima kasih !"

Si perwira tinggi itu juga berkesempatan membuka suara katanya : "Tepat, Su-tay-kim-kong dari Ceng-liong-pang sebenarnya merupakan buronan dari pemerintah pusat, lekas kau bantu ringkus mereka jasamu tentu tidak kecil !" Ia kuatir Lou Jin-cin suka mengikat persahabatan dengan musuh, maka setelah mendengar Lou Jin-cin menjelaskan pendiriannya, sengaja ia mengumpak dengan pahala dari pemerintah untuk memperuncing situasi.

Sebetulnya tanpa dipesan juga Lou Jin-cin akan bekerja sekuat tenaga, senjata pecutnya sudah dimainkan dengan seluruh kemampuannya, sedemikian kuat tenaga yang ia kerahkan sehingga senjatanya mengeluarkan angin menderu-deru, pasir dan debu beterbangan.

Pasukan pemerintah yang mengepung disekelilingnya sama terdesak mundur sempoyongan, tiada satupun yang mampu mendesak maju untuk membantu. Mendengar orang menyinggung Lu Giok-yau, Lo Hou-wi lantas tersentak sadar, cepat ia berseru : "Nyo toako, betapapun jangan sampai nona Lu kena terjatuh ditangan musuh !"

"Site, sudah bantu kesana," demikian seru Nyo Su-gi, sambil melirik kearah sana tapi segera pula ia berseru terkejut : "Hah, celaka. Site mungkin bukan menjadi lawan mereka, Pek-loji lekas kau kesana bantu dia." ternyata setelah berhasil mendesak mundur Lu Giok-yau, Lou Ing-hou lantas memapak maju ke arah Ong Beng-im yang menyerbu datang. Sedang si perwira tinggi mengganti kedudukannya melawan Lu Giok-yau.

Kepandaian silat Lou Ing hou setingkat alias sama kuat lawan Ong Beng-im, namun Lou Ing hou mendapat bantuan dari pasukan pemerintah yang mengepung diluar kalangan, meski kepandaian mereka rendah betapapun tusukan-tusukan dan hantaman-hantaman tombak dan bacokan golok mereka merupakan ancaman juga bagi Ong Beng-im. Bukan saja Ong Beng-im harus melayani Kim na-jiu-hoat Lou Ing-hou yang banyak ragamnya itu sekali tempo ia harus pula menyelamatkan diri dari samberan anak panah musuh, maka tidak perlu dibuat heran dalam gebrakan selanjutnya ia semakin terdesak kerepotan, berulang kali ia menghadapi ancaman elmaut.

Dasar Pek Kian-bu memang rada jeri menghadapi Lou Jin-cin, menjadi kebetulan malah ia disuruh membantu Ong Beng-im. Tapi justru Lou Jin-cin tidak mau melepas dirinya, disaat ia bersikap hendak menerjang keluar dari kepungan, sekonyong-konyong ujung pecut Lou Jin-cin melingkar menyelubungi seluruh badannya.

Diam-diam Nyo Su-gi kerahkan seluruh tenaga dalamnya, setelah tangannya mengincar tepat tiba-tiba sebelah tangannya terayun membacok miring, jurus Tiat ciang-kay-pi memang bukan alang kepalang hebatnya. Meskipun pecut lemas Lou Jin-cin terbuat dari baja tulen yang gemblengan, seketika kena disampok mental kesamping oleh pukulan telapak tangannya.

Namun permainan pecut Lou Jin-cin memang sangat menakjubkan, begitu aneh dan lihay pula, begitu terpental sekalian ia menyendal terus mengayun kebawah dan kaki "plak" tepat sekali mengenai punggung telapak tangan Pek Kian-bu. Cuma karena sudah terkena dorongan pukulan tangan besi Nyo Su-gi sehingga tenaganya sudah banyak berkurang, meski dengan telak mengenai punggung tangan Pek Kian-bu permainan tiga gelombang lingkaran selanjutnya menjadi sukar dimanfaatkan. Sementara itu meski punggung tangan kena kesambet, tapi Pek Kian-bu berhasil juga menjebol keluar.

Ong Beng im memang sudah kepayahan kedatangan Pek Kian-bu tepat pada waktunya, beruntun tusukan dan tabasan pedangnya berhasil merobohkan beberapa pasukan negeri yang mengepung diluar kalangan lalu dengan Swan-hong-kiam-hoat ia berhasil pula memukul mundur Lou-ing-hou. Dalam lain kejap, mereka berdua sudah berhasil menerjang keluar dari kepungan, lalu menerjang kelompok disampingnya dan bergabung bersama Lu Giok-yau.

Jumlah pasukan negeri teramat banyak mereka menjadi sulit untuk menerjang keluar perwira tinggi itu tidak bisa menggunakan Ginkang tapi golok yang besar dari berat itu dimainkan sedemikian mahir, ilmu goloknya berat dan merupakan tekanan yang harus dilayani juga. Lu Giok yau sendiri sudah kehabisan tenaga, napaspun ngos ngosan. Pek Kian-bu juga sudah terluka tinggal sebelah tangannya saja yang masih dapat memainkan senjatanya. Maka si perwira tinggi dan Lou Ing hou sudah cukup berkelebihan untuk mereka bertiga, ditambah pasukan negeri yang mengepung rapat diluar kalangan dengan senjata lengkap mereka semakin menjadi sulit untuk menjebol keluar.

Dengan berkurangnya tenaga Pek Kian bu keadaan Nyo Su-gi dan Lo Hou wi menjadi jauh lebih berbahaya meski permainan golok cepat Lo Hou wi cukup hebat dan ganas, sayang lwekangnya terpaut terlalu jauh dibanding Lou Jin cin, lebih mendingan keadaan Nyo Su-gi kepandaiannya cuma kalah setingkat tapi permainan pukulan tangan besinya menjadi kewalahan dan kepayahan. Sepasang tangan besinya memang cukup kuat menangkis dan menghadapi pecut baja lawan, soalnya ia pun harus meladeni bagian badan lainnya yang cukup berbahaya, untung Lo-Hou wi bisa bekerja sama dengan rapi, seumpama anak kambing yang tidak takut pada seekor harimau ia bertempur dengan nekad dan mati-matian hingga Lou Jin cin harus berjaga-jaga menghadapi golok kilatnya. Sedang cara permainan Nyo Su-gi justru berlainan selama itu ia bisa bermain tenang dan mantap setiap ada lobang tentu ia merabu dan merangsek dengan serangan yang berbahaya, perhatian Lou Jin-cin lebih dicurahkan untuk menghadapi permainan pukulan tangan besinya yang lihay itu dari pada golok kilat Lo Hou-wi, oleh karena itu dia harus berada diatas angin, namun ia tidak berani terlalu mendesak dan pandang enteng kedua lawannya.

"Trang" sekonyong-konyong terdengar benturan senjata yang sangat keras lalu disusul pula suara kerontangan, ternyata golok Lo Hou-wi kena dipukul jatuh oleh pecut baja lawan pergelangan tangannyapun tergores luka luka panjang oleh senjata lawan.

Lo Hou wi mendorongkan badannya ke-samping sambil mundur, tapi secepat itu pula ia sudah mendesak maju tapi kali ini tangannya sudah menggenggam sebilah belati meski ukuran pendek tapi cukup dibuat senjata untuk melawan. Dengan senjata pendek ditangan ia bertempur lebih berani dan semakin gigit. Tapi betapapun belati ini kurang mencocoki seleranya seperti golok yang merupakan gaman bawaannya, keadaannyapun menjadi semakin payah.

Lo Jin cin terbahak-bahak lagi serunya; "Sutay-kim kong menjadi seperti dewa lempung, dewa lempung lewat sungai jiwa sendiri belum tentu dapat diselamatkan, maka kunasehati kalian janganlah turut campur urusan orang lain!"

O^~^~^O

Geng Tian menempuh perjalanan tanpa mengenal lelah, larinya dikebut seperti mengejar setan tepat sekali ia tiba pada waktunya. Dari jarak yang jauh ia mendengar seruan Lou Jin-cin akan nama Su-tay kim kong keruan girangnya bukan main, sebat sekali badannya melayang maju lalu teriaknya lantang : "Lou Jin-cin menurut hematku justru kaulah yang menjadi "dewa patung" yang belum dapat menyelamatkan jiwamu sendiri."

Lenyap suaranya tiba pula orangnya, tahu-tahu Lou Jin-cin merasa kesiur angin menyerbak kemukanya, kiranya kipas Geng Tian sudah disebatkan dihadapan mukanya, dengan gesit Lou Jin-cin menghindar dengan gaya Hong-thin-thay (burung hong manggut-manggut), sementara sebelah tangannya membalik terus melancarkan Kim-na-jiu-hoat mencengkeram senjata lawan, cepat-cepat Geng Tian merangkapkan kipasnya terus menutuk jalan darah Kiu-hiat di lengannya. Terpaksa Lou Jin-cin menekuk tangan menurunkan pundaknya, dengan sejurus tipu Kim-na-jiu-hoat yang khusus untuk berkelahi dalam jarak dekat ia membebaskan diri. Dalam pada itu Nyo Su-gi dan Lou hou wi menjadi berkesempatan melancarkan serangan gencar bertubi-tubi sehingga lawan terdesak mundur berulang-ulang.

Melihat Geng Tian mendadak muncul, Lu Giok-yau menjadi kegirangan, segera teriaknya : "Geng toako !"

Begitu mendengar teriakan Lu Giok-yau, Nyo Su-gi jadi ikut kegirangan, cepat ia bersuara : "Geng kongcu, harap tanya, apa hubunganmu dengan Kanglam Tayhiap Geng Ciau ?"

Geng Tian tersenyum, sahutnya : "Beliau adalah ayahku !"

"Geng kongcu !" teriak Nyo Su-gi tak tertahan lagi. "Betapa sulit dan susah payah kami mencari kau !"

Dalam berkata-kata itu kipas Geng Tian sedang mengancam dulu hati Lou Jin-cin yang sudah siap hendak menyerbu lagi. Tadi Lou Jin-cin sudah belajar kenal akan kehebatan permainan senjata kipasnya, kini melihat orang selalu bergerak mendahului menekan lawan dengan tipu-tipu aneh dan lihay mau tak mau ia harus berpikir: "Berkelahi satu lawan satu, aku tidak akan terkalahkan oleh dia, soalnya Nyo Su-gi dan Lou Hou wi membantu dari samping dengan sergapan yang berbahaya, sekali seranganku gagal pasti aku bakal celaka!"

Maklum bagi tokoh persilatan tingkat tinggi bila berkelahi pantang salah menggunakan tipu permainan dan harus dapat memanfaatkan peluang yang ada, pihak orang yang merangsak terutama harus dapat menduduki posisi yang menguntungkan, tapi dalam hal pertahanan juga harus diperhatikan, karena jika pihak sendiri sedang menyerang adalah lumrah jika pertahanan diri sendiri menjadi lemah, kelemahan ini paling gampang digunakan oleh lawan untuk balas menyergap dan menemukan kelemahan pihak sendiri. Dalam keadaan yang demikian, bila satu lawan satu masih boleh dicoba-coba. Tapi sekarang keadaannya lain, pihak musuh masih ada dua tokoh kosen yang bisa selalu memberikan tekanan berat pada dirinya, betapapun aku tidak boleh sembarangan bergerak tanpa perhitungan, demikian pikirnya.

Siperwira itu tidak kenal siapa Geng Tian dan ia tidak tahu akan kelihayannya begitu mendengar orang adalah putra Kang-lam Tayhiap Geng Ciau, tak tahan lagi segera ia berteriak : "Lou Ceng-cu bocah she Geng itu jauh lebih penting dari pada bandit-bandit dari Ceng-liong-pang, hayo bekuk dia kenapa kau tidak maju lagi? Mari kubantu kau !" Tanpa pedulikan Lu Giok-yau dan lain-lain sambil menenteng golok cepat ia memburu kearah Geng Tian.

Geng Tian tertawa, ujarnya : "Nona Lu, tempo hari waktu aku bertandang ke rumahmu, aku datang dengan bertangan kosong tanpa oleh-oleh apapun hari ini biarlah kuberikan sebuah kado padamu untuk menebus kesalahanku tempo hari."

Terdengar Lou Jin-cin berteriak kaget : "Tayjin, awas !" bicara lambat terjadinya justru teramat cepat sekonyong-konyong secepat kilat Geng Tian sudah mencelat lewat dari atas kepalanya lekas-lekas Lou Jin cin mengayun pecutnya keatas, pecut panjangnya melingkar ditengah udara terus menggubat turun kearah dua kaki Geng Tian, Tapi Nyo Su-gi dan Lo Hou wi tidak tinggal diam, golok Lo Hou-wi yang berhasil dijemputnya kembali secepat kilat membacok kearah lengan kiri sedang telapak tangan besi Nyo Su-gi menepuk ketengah dadanya, sedang Geng Tian yang melayang ditengah udara juga tidak mandah diserang kipasnya yang terangkap itu mengetuk ke ubun diatas batok kepalanya.

Lekas Lou Jin-cin merendahkan badan, sementara cambuk lemasnya ditarik dengan naik turun, didalam waktu yang singkat saja ia sudah berhasil menyampok golok cepat Lo Hou-wi serta melindungi dada sendiri, untunglah ia berlaku sigap sehingga dirinya tidak kena pukulan tangan besi Nyo Su-gi. Kalau dalam pertarungan ini ia satu lawan satu, cambuk lemasnya itu pasti berhasil melilit badan Geng Tian, tapi golok cepat Lo Hou-wi dan telapak besi Nyo Su-gi merangsek datang bersama dari dua arah, terpaksa dia harus menyelamatkan diri lebih dulu.

Tentara perwira itu sedang memburu datang kearah Geng Tian, kebetulan memapak kedatangan Geng Tian yang melambung tinggi melampaui kepala Lou Jin-cin.

Ditengah udara Geng Tian gunakan gaya burung dara jumpalitan, meski perwira itu sangat mahir menggunakan golok panjangnya diatas kuda, namun bicara soal ilmu silat sudah tentu ia belum pernah melihat kepandaian ginkang yang begitu menakjubkan, belum lagi senjatanya bekerja hatinya sudah kaget dan ciut nyalinya. Maka disaat golok besarnya terayun dengan jurus Soat-hoa-kay-ing (bunga salju menutupi kepala) kalau kepala bisa terlindung sebaliknya dadanya terbuka lebar belum lagi goloknya mampu menyentuh ujung baju Geng Tian tahu-tahu ia rasakan badannya kesemutan dan lemas, ternyata sudah kena ditotok oleh Geng Tian.

Geng Thian mainkan gaya kera berjoget seperti menjinjing anak ayam saja ia angkat perwira itu diputar putar terus dilontarkan ketengah udara, lalu disambernya pula tengkuk orang serta mengancam: "Kalau ingin hidup lekas tarik pasukanmu!"

Semula perwira itu hendak main keras kepala, tapi setelah dilontarkan turun naik dua kali ketengah udara, arwahnya serasa copot dari badan kasarnya, saking ketakutan badan lemas lunglai, terpaksa ia memberikan perintahnya, "Berhenti kalian lekas mundur !"

Kata Geng Tian: "Jiwamu boleh kuampuni, tapi kalau tidak kuberi sedikit hajaran mungkin kau bisa mencari keributan pula !" jari tengahnya lantas menutuk dengan ilmu tunggal seperguruannya, seketika perwira merasa seluruh badannya kesakitan seperti dicocoki ribuan jarum, badan tidak mampu bergerak, tapi mulut masih bisa bicara: "Ampun Hohan, segera kutarik pasukanku dan pulang kekota, sekali tidak berani kemari lagi!"

"Kau tidak akan mampus, dua belas jam kemudian jalan darahmu akan bebas sendiri. Kalau kau tidsk tahan derita boleh kau suruh Lou Jin cin bantu membuka tutukan Hiat tomu."

Dalam sekejap saja pasukan pemerintah itu sudah keluar lembah dan semakin jauh, Nyo Su-gi undang ketiga saudaranya untuk memberi hormat kepada Geng Tian, katanya, "Kita mendapat perintah dari pangcu untuk memapak kedatangan Kongcu, tidak nyana Kongcu telah tiba lebih dulu. Markas pusat kita ada di Ki-lian-san. Kongcu kalau tiada urusan penting lainnya, silahkan pulang bersama kita."

"Aku memang harus menemui Liong pangcu kalian, tapi kita harus mengantar nona Lu ini pulang lebih dulu!"

Ditengah jalan bertanyalah Lu Giok-yau: "Geng toako, darimana kau bisa tahu kalau aku berada disini?"

"Secara tidak langsung In tiong yan yang memberi tahu kepadaku!"

"Secara tidak langsung? Apakah In tiong yan suruh orang memberitahu kepada kau?"

Dua tahun belakangan ini nama In tiong yan sudah cukup tenar di Kangouw, Su-tay-kim kong pun pernah mendengar kebesaran namanya, kata Nyo Su gi: "Geng kongcu, kau baru saja tiba di Tionggoan, cara bagaimana kau bisa kenal dengan perempuan iblis itu?"

"Apakah kau tidak kenal dia?" tanya Geng Tian tertawa.

"Sudah lama kudengar namanya, cuma belum pernah bertemu muka."

"Bukanlah beberapa hari yang lalu kalian pernah bersama dia, itulah gadis pakaian hitam yang sepenginapan dengan kalian. Peristiwa didalam hotel yang kalian alami aku sudah tahu dari penuturan pemilik hotel."

Baru sekarang Nyo Sugi sadar, katanya: "Jadi gadis itukah yang bernama In-tiong yan yang tenar itu, tak heran si Elang Hitam Lian Tin san pun kena digertak lari terbirit birit!"

"Geng toako," tiba tiba Lu Giok-yau menimbrung bicara: "Aku hendak tanya mengenai diri seseorang terhadap kau......."

Belum ia habis bicara, Geng Tian sudah tertawa dan menukas: "Kau hendak mencari tahu keadaan Ling Tiat-wi bukan? Beberapa hari dia pernah menetap dirumahmu, sekarang mungkin sudah pulang bersama ayahnya." Lalu ia ceritakan cara bagaimana mereka berhasil menolong Hong thian lui dari Lou-keh ceng.

Sesaat Lu Giok-yau terlongong, ujarnya: "Kiranya dalam peristiwa ini Kho toako tak menipu aku."

Mau tak mau Lu Giok-yau menerka didalam hati: "Pasti sikap ibu yang kurang simpatik terhadap para tamu, maka Ling-toako dan lainnya meninggalkan pergi dengan rasa dongkol." teringat ibunya begitu sayang dan percaya kepada sang Piauko yang ternyata terima diperbudak dan menjadi mata-mata musuh, tanpa merasa ia merinding dibuatnya.

Geng Tian beramai-ramai mengantar Giok-yau sampai didepan rumahnya, mendadak ia ingat sesuatu katanya: "Kita tidak usah masuk, harap nona tolong sampaikan salam kami kepada ayahmu!"

"Kenapa???" tanya Lu Giok-yau melenggong. "Sudah didepan pintu kalian tidak mau mampir, kalau diketahui ayah, pastilah aku yang dimarahi."

"Kukira ayahmu pasti tahu dan paham akan kesulitan kami."

Nyo Sugi pun tersenyum, ujarnya: "Betul lebih baik tidak usah mampirlah."

Bahwa tamu tamunya tidak mau masuk Lu Giok-yau tidak bisa memaksa mereka, terpaksa ia menghaturkan banyak terima kasih dan berpisah didepan rumahnya.

O^~^~^O

Lu Tang Wan suami isteri sedang menunggu dengan hati gundah dan was was, untunglah puterinya akhirnya pulang juga tanpa kurang suatu apa. Lu Hujin segera bertanya: "Dimana Piaukomu? Bukankah dia yang menemukan kau dan membawamu pulang? Kenapa tidak pulang bersamamu?"

"Bu, masih kau tanyakan dia menyinggung dia menjadi aku marah saja!''

Lu Hujin mengerut kening katanya, "Jelek jelek dia adalah Piaukomu dalam soal apa dia berbuat salah terhadapmu?"

"Khu Tay seng tidak pernah berbuat salah kepadaku malah dia selalu menjilat dan mengambil hatiku!"

"Nah kenapa kau marah marah kepadanya?''

"Bu kalau kukatakan janganlah kau kaget. Coba kau terka. Orang macam apa keponakanmu itu?"

Lu hujin melenggong katanya: "Orang macam apa dia bukankah dia Piaukomu?"

"Benar dia adalah keponakanmu tidak dapat tidak harus memanggilnya Piauko. Bu, tahukah kau bahwa dia itu seorang penghianat bangsa yang terima menjadi mata mata musuh penjajah?"

Lu hujin amat kaget selebar mukanya pucat pias serunya: "Apa katamu dia adalah mata mata musuh?"

"Benar dia adalah mata mata musuh!" sahut Lu Giok yau tegas.

Adalah kaget dan gusar Lu Tang wan jauh melebihi isterinya. "Brak!" tiba tiba ia menggeprak meja katanya; "Urusan macam ini tidak boleh sembarangan dibicarakan. Jikalau benar kalau ibumu tidak mau membersihkan keluarga akulah yang akan mewakili dia menghukumnya. Coba katakan kau punya bukti apa?"

"Dia mengundang pasukan pemerintah untuk meringkus Cin Liong hwi tetapi Cin Liong hwi tidak seperjalanan dengan aku. Karena tidak berhasil menangkap Cin Liong hwi maka pasukan itu malah menangkap dia karena dituduh memberikan laporan palsu."

Lu Hujin semakin ketakutan serunya gemetar: "Hanya dia kena ditangkap oleh pasukan pemerintah?" meski kaget namun hatinya menjadi lega pikirannya. "Untung dia ditangkap pasukan pemerintah terang Yau jie tidak bisa membunuhnya!"

Melihat sikap ibunya yang nampak bukan dilakukan pura pura maka ia membatin, "Agaknya sebelum ini ibu memang belum tahu akan hal ini." maka ia ceritakan duduk perkaranya kepada ayah bundanya.

Mendengar puterinya bersama Su tay kim kong dari Ceng liong pang dan Geng Tian melabrak pasukan pemerintah sungguh kejut Lu Hujin lebih besar dan cepat pula katanya membanting kaki, "Ai kau budak ini memang tidak tahu urusan beruntun mengadakan bencana cara bagaimana baiknya,.,.,? bagaimana baiknya?"

Berkata Lu Tang wan dengan nada berat: "Urusan sudah terlanjur tiada gunanya kau mengomel panjang lebar. Kalau bicarakan keponakan mestikamu Khu Tay senglah yang menjadikan gara, Yau ji tidak bersalah. Sebagai gadis perawan masakah ia harus menyerah ditelikung dan dijamah oleh kawanan tentara?"

Lu Hujin tidak terima katanya: "Dalam hal ini Tay-sengpun tidak bisa disalahkan, Cin Liong-hwi bocah keparat itu bukan manusia baik baik adalah pantas kalau Tay-seng melaporkan dia. Belum tentu dengan perbuatannya ini lantas dituduh sebagai cakar alap alap kerajaan. Bukankah kau sendiri pun ada hubungan dengan penjabat pemerintah?"

Lu Tang-wan menjadi gusar semprotnya; "Aku ada hubungan dengan penjabat pemerintah hanyalah untuk bermuka-muka saja kan belum pernah aku bantu melakukan sesuatu demi kepentingan mereka, yang benar Cin Liong hwi itu bukan anak baik tapi Khu Tay seng melaporkan dia sebagai keturunan dari pahlawan Liang san kepada pemerintah apalagi kalau tidak dituduh sebagai cakar alap-alap?"

Lu Hujin belum pernah melihat sang suami marah sedemikian besar, keruan ia jadi malu dan jengkel pula, ia jadi kebingungan juga, terpaksa ia gunakan siasat halus katanya; "Urusan sudah terjadi tiada gunanya kau marah marah. Sekarang bencana sudah meluruk keatas kepala kita, yang penting lekas mencari cara untuk menghadapinya."

"Mencari cara apa, dalam keadaan ini terpaksa harus menyingkir sejauh mungkin."

"Masakan tidak bisa dicari daya upaya lainnya?" tanya Lu Hujin lemah lembut.

"Coba kau punya daya apa, ayo kemukakan."

"Untunglah Cin Liong-hwi tiada hadir, Sutay-kim kong dari Ceng-liong-pang dan Geng Tian baru terakhir dijumpai kalau masih bisa mencuci bersih kesalahan Yau-ji."

"Memangnya mereka mau dengar alasan ini? Dan lagi Lou Jin-cin si bangsat tua itu masakah dia mau memberi kelonggaran kepada kita?"

"Meski Lou Jin cin ada sedikit salah paham dengan kau sama-sama orang sekampung masakan dia tidak sudi memberi sedikit muka kepada kau, bukankah Yau-ji tadi ada bilang sikapnya semula amat sungkan?"

"Sikapnya itu hanya pura pura untuk menipu aku, aku saja tidak percaya kepadanya. Bu, kau yang lebih tahu seluk beluk kehidupan kenapa kau suka percaya kepadanya?"

"Bukan aku percaya kepadanya, tapi kita bisa mencari jalan damai kepadanya, ketahuilah dia punya pegangan terhadap kita untuk bertindak."

"Hm, hm kau ingin aku berdamai kepadanya?"

"Kalau kau tak mau jadi damai kepadanya, carilah jalan lain, lekas kau cari hubungan dengan para penjabat, rubah dulu urusan besar ini menjadi urusan kecil."

"Pikiranmu terlalu muluk muluk," demikian jengek Lu Tang-wan dingin, "coba ingin kudengar cara bagaimana mencari hubungan seperti apa yang kau katakan."

"Jangan kau main sindir kepadaku meski aku kamu bawa belum tentu kehabisan akal, waktu ulang tahun kelahiranmu tempo hari bukankah datang kawan dan seorang tamu dari utusan walikota Hangciu? Kalau tidak salah kau memanggilnya sebagai Ong-lohucu benar tidak?''

Lu Tang-wan menahan gusar, katanya, ''Kau suruh aku cara bagaimana meminta-minta kepadanya?"

"Antarlah bingkisan besar kepadanya, mintalah supaya dia mohonkan keringanan kepada walikota, kedudukannya cukup tinggi sejajar dengan Cong-ping Tayjin cuma yang satu sipil yang lain militer, jabatannya sejajar dan setingkat. Kukira perwira itu mau tidak mau harus beri muka pula sejawatnya."

Lu Tang wan hanya mendengus hidung tanpa buka suara.

Lu Hujin dapat membaca isi hati orang dari perubahan air muka orang, ia tahu meski sang suami masih marah, betapapun sedang menimbang usulnya ini, maka ia melanjutkan, ''Sebetulnya mereka bukan hendak menangkap Yau-ji, boleh dikata dia hanya kerembet saja. Dengan menerima sekedar sogokan berarti, pastilah ia suka kesampingkan persoalan kita. Dan lagi Ong lohucu itu sendiri memang ingin mengambil hatimu, sayang kau mengagulkan gengsi tidak sudi bergaul dengan dia."

"Yah!" timbrung Lu Giok yau. "Memangnya kita harus menjilat-jilat kepada pejabat anjing?"

"Betul kalau kita toh harus mohon bantuan, haruslah minta bantuan para Enghiong para Hohan!" demikian ujar Lu Tang-wan.

"Sayangnya urusan yang menyangkut kita ini dapat dilerai oleh Enghiong pujaanmu itu, kehadiran mereka malah membikin urusan semakin kacau balau. Terserahlah kau tidak mau terima usulku terpaksa meninggalkan rumah ngungsi ketempat jauh. Tapi ingin kutanya kepada kau, ketempat mana kau bisa menyembunyikan diri."

"Kita bisa bergabung dengan pihak Ceng liong pang; aku tahu markas besar mereka berada di Ki lian san," demikian rengek Giok yau.

Lu Hujin tertawa dingin, katanya : "Puluhan tahun ayahmu berkecimpung dalam kangouw betapa sulitnya baru berhasil membangun rumah dan membentuk keluarga ini, sebaliknya kau paksa ayahmu dihari tuanya melakukan pekerjaan memberontak kepada pemerintah? Tahukah kau justru karena sudah bosan kehidupan kangouw maka ayahmu menyepi diri membangun rumah disini ?"

Lu Tang wan menghela napas ujarnya : "Kalau terpaksa apa boleh buat berkecimpung lagi didunia persilatan ?"

"Tapi sekarang belum tiba waktunya terpaksa kenapa kau tidak coba menjalankan usulku tadi ?"

"Bu, kalau kau berkukuh demikian, berarti kau merelakan putrimu menyerahkan diri kepada mereka."

Lu Hujin menjadi gusar dampratnya : "Kau budak ini memang terlalu kuumbar dan kelewat kusayang sehingga berwatak begitu kukuh dan nakal, memangnya sudah keras sayapmu, berani kau tidak dengar nasehat ibumu lagi ?"

Lu Tang wan menggoyangkan tangan, katanya : "Kalian tak perlu ribut biar kupikir-pikir, ucapan Yau-ji memang cukup beralasan pula."

"Eh, memangnya kau hendak membiarkan putrimu menyerahkan diri ?" desak Lu Hujin.

"Bukan begitu maksudku, biarlah dia minggat dan pergi ketempat jauh menurut keinginannya sendiri."

Keruan Lu Giok-yau berjingkrak kegirangan, serunya : "Yah, kau setuju menyingkir saja bersama aku."

"Bagus ya, kalian ayah beranak bisa terbang pergi, tinggalkan aku seorang saja !" demikian omel Lu Hujin patah semangat.

"Bu, kenapa kau berkata demikian? Sudah tentu kita pergi bersama."

"Aku sudah terlalu tua untuk melakukan perjalanan jauh, apalagi ilmu silat sudah banyak kulupakan masa aku bisa bantu pihak Ceng-liong-pang memberontak main pedang, main golok segala ? Terserah bagaimana jalan pikiranmu, yang terang aku lebih suka diam dirumah, biar mati juga harus berada dirumah sendiri. Kalau kalian tidak ingat hubungan kita selama ini, silahkan pergi saja."

Bahwa Lu Hujin berkukuh tidak mau meninggalkan rumah, adalah karena dia merasa sayang meninggalkan harta benda dan rumahnya, dan ada pula sebab lain, yaitu dia tidak tega meninggalkan keponakannya begitu saja. Famili dari keluarganya hanya tinggal seorang keponakan ini, apalagi pemuda itu pandai mengambil hatinya, maka ia pandang keponakan ini sama sebagai anak kandung sendiri, sebenarnya dia jauh lebih menyayangi keponakan ini daripada putrinya sendiri.

Kini Khu Tay-seng ditangkap pasukan pemerintah, bahwasanya dia tidak tahu bahwa keponakannya itu secara sembunyi-sembunyi ada sekongkol dengan pasukan pemerintah, pastilah kelak ada orang yang menanggungnya keluar (apa yang diceritakan putrinya dia tidak mau mempercayainya), kalau keponakan itu belum bebas mana dia bisa berlega hati meninggalkan kampung halaman ini. Maka dia mengusulkan rencananya itu supaya memperingan urusan putrinya, sekaligus dapat membebaskan keponakannya dari tahanan. Sudah tentu dia tidak akan membiarkan keponakannya begitu bebas lantas menemui Lu Tang-wan, diam-diam dia sudah memperhitungkan setelah amarah suaminya reda barulah pelan-pelan dia akan merujukkan persoalan ini.

Adalah Lu Giok-yau tidak dapat menyelami kekukuhan ibunya ini, keruan ia jadi melenggong kebingungan.

Tak nyana diluar dugaannya pula, tiba-tiba Lu Tang-wan batuk-batuk lalu katanya : "Belum lagi kau jelas apa yang kukatakan lantas mengumbar amarah, coba dengarkan penjelasanku, maksudku biar Yau-ji sendiri yang pergi, aku kan tetap tinggal dirumah !"

Lu Giok-yau kaget, serunya : "Apa ayahpun tidak mau pergi ?"

Agaknya Lu Hujin pun merasa heran, katanya, "Usia Yau-ji masih terlalu muda belum pernah pergi jauh lagi, memangnya kau tidak kuatir dia pergi seorang diri ? Menurut hematku lebih baik kita semua tidak keluar pintu. Besok siapkanlah bingkisan besar, bekerjalah menurut usulku tadi kutanggung urusan tidak akan salah !"

"Aku hanya dapat menerima separoh dari usulmu," demikian kata Lu Tang-wan. "Justru karena Yau-ji tidak pernah keluar pintu kecuali orang-orang dari Lou-keh-ceng, cakar alap-alap lainnya tiada yang kenal dia. Dia boleh menyamar sebagai laki-laki asal bertindak amat hati-hati, kukira perjalanannya jauh lebih aman dari pada kita pergi bersama-sama."

"Kenapa kau ijinkan dia pergi sendirian?"

"Terus terang, aku tidak begitu percaya pihak pemerintah," demikian ujar Lu Tangwan, "maka terpaksa kugunakan dua caranya berlawanan rusak gara-gara perbuatan Yau-ji, kalau dia menyingkir kamilah yang harus berusaha dengan mereka dan tiada sesuatu yang harus kita kuatirkan bisa membawa puteri kita pulang. Sebaliknya kalau mereka tidak mau memberi muka, terpaksalah berlaku nekad, biar kita labrak mereka saja, kita menjadi suami-isteri sudah puluhan tahun, maka kau pun harus dengar separo dari aturanku ini."

"Baik kita masing-masing mengalah separo. Tapi Yau-ji masih gadis perawan mana boleh kau suruh dia bergaul dengan kawanan pemberontak macam Su-tay-kim-kong itu ?"

"Siapa bilang aku hendak suruh dia ikut memberontak dengan pihak Ceng liong-pang ?"

"Lalu kau suruh Yau-ji kemana ?" Lu Tang-wan berkata pelan-pelan sambil tersenyum : "Pergi kerumah paman Lingnya itu."

Lu Giok-yau berjingkrak girang, serunya : "Kau suruh aku mencari ayah Ling Tiat-wi ?"

"Ya hubungan kita dengan keluarga Ling jauh lebih kental dari pada orang orang Ceng liong pang dan lagi kau pasti kurang bebas bila berada di Ceng liong pang."

Lu Hujin mengerut alis katanya, "Bukan kau sudah bilang kepadaku rumah keluarga Ling sudah terbakar? Malah Ling Hou dan Cin Hou siau juga orang orang dari keturunan dari pahlawan gagah Ling san meski tidak memberontak terang terangan mereka kan setali tiga uang sama orang orang Ceng liong pang?"

"Para tetangga dalam kampung mereka sangat baik asal Yau ji kesana dan tanyakan salah satu murid mereka tentu dengan gampang menemukan jejak mereka. Aku tahu mereka tidak jauh menyingkir ketempat lain." Sesaat lamanya Lu Hujin masih menepekur dan tidak bersuara. Maka Lu Tang wan berbicara lebih lanjut: "Kalau berdua bersama dengan paman Lingnya disana ia bisa mendapatkan suatu manfaat, ketahuilah keluarga Ling dan Cin menetap bersama dalam satu kampung, kepandaian silat Cin Hou siau masih lebih tinggi dari aku kalau terjadi sesuatu beliau masih kuasa melindunginya. Meski Ling thiat wi dan Hong Thian yang menuju ke kota raja cepat atau lambat toh mereka akan pulang juga. Yau ji bukankah kau ingin bertemu dengan Ling toakomu? Pergilah kerumahnya dan menetap disana beberapa waktu lamanya bagaimana menurut pendapatmu sendiri?"

Ternyata setelah Ling Hou ayah beranak pergi Lu Tang wan berpikir pikir panjang pendek kesimpulannya ia amat menyesal dan sungkan terhadap mereka. Bahwa sekarang dia suruh putrinya menyusul kerumah keluarga Ling maksudnya memang hendak menyempurnakan perjodohan putrinya dengan Hong thian lui, sekaligus ia hendak menjauhkan dengan keponakannya yaitu Khu Tay seng.

Bahwa dirinya disuruh pergi kerumah keluarga Ling bagi Giok yau justru diminta mintapun sulit terlaksana segera ia menunduk malu dan menjawab lirih: "Bukannya aku berkukuh kau harus pergi ke Ceng liong pang terserah kepada kehendak ayah!"

Lu Tang wan terbatuk batuk ujarnya: "Baik, kami putuskan demikian saja. Setelah ketemu dengan paman Ling dan Cin sampaikan salam dan minta maafku kepada mereka."

Lu Giok yau mengiakan sambil mengangguk lalu menambahkan: "Bu, segera aku berangkat!"

Meski tidak suka putrinya pergi kerumah keluarga Ling namun karena keponakan kesayangannya sudah terlibat perkara meski Lu Hujin hendak menentang juga tidak bisa apa apa maka iapun tidak menyinggung persoalan pernikahan puterinya, apa boleh buat ia melepas putrinya pergi dengan rasa berat.

Lu Giok yau menyamar menjadi seorang lelaki malam itu juga dia berangkat, terbayang olehnya bahwa dalam waktu tidak lama lagi ia bakal berkumpul sama Ling Thiat-wi, seketika tersimpul senyum manis pada wajahnya. Tak nyana dua hari kemudian ditengah jalan ia mengalami suatu peristiwa diluar dugaan.

Maklumlah sebagai putri pingitan yang belum pernah keluar pintu apa lagi menempuh perjalanan jauh. Sementara Lu Tang wan menyangka tiada orang yang bakal mengenal samarannya ini siapa nyana hari itu kebetulan ia baru saja beranjak keluar dari perbatasan karesidenan kampung halamannya ditengah jalanan justru ia bersua dengan seorang yang mengenal dirinya.

Orang ini adalah si laki laki jubah hitam yang pernah ditemuinya diatas gunung tempo hari waktu ia masih bersama dengan In tiong yan.

Lu Giok yau menempuh perjalanan melewati sebuah jalan gunung kecil disaat ia berlenggang itulah tiba tiba didengarnya sebuah tertawa dingin dan Jing bau khek itu tiba tiba menyusul didepannya katanya, "Anak muda yang ganteng sekali, o, kiranya kau nona Lu, he he aku kenal kau apakah kau masih teringat siapakah aku?"

Kontan Lu Giok yau melolos pedang dampratnya, "Apa kehendakmu?"

Sudah tentu Jing bau khek tidak pandang sebelah matanya katanya terbahak bahak: "Nona cilik kalau kau undang ayah kau untuk bantu melawan aku mungkin masih setanding, kau tidak akan mampu melawan aku. Tapi akupun tidak berniat menindas kau, aku hanya ingin menyerapi jejak seseorang, kalau kau suka bicara secara jujur aku tidak akan mempersulit dirimu dimana In tiong yan yang kemarin dulu bersama kau?''

Kaget dan dongkol pula hati Lu Giok yau dibuatnya tapi dasar wataknya lebih keras kukuh dari ayahnya segera ia menjawab dengan ketus: "Aku tidak tahu meski tahu juga tidak sudi beritahu kepada kau."

"Bagus kau tidak mau beritahu kepadaku terpaksa biar kuundang kau pergi ke Lou-keh-ceng saja." ternyata hari itu ia melarikan diri karena digertak oleh In tiong-yan, setelah ia bertemu dengan Liong-siang Hoatong barulah diketahui bahwa In-tiong yan sedang minggat tanpa pamit. Liong siang Hoatong sendiri ingin segera kembali ke Mongol maka ia minta bantuannya untuk menyirap jejak In tiong yan.

"Siapa sudi pergi bersama kau?" bentak Lu Giok-yau. "Sret" pedangnya lantas menebas kepergelangan orang yang diulurkan hendak menyengkeram lengannya.

"Memangnya kau belum tahu akan kelihayanku ya?" demikian jengek Jing bau-khek, dimana ia membalikkan pergelangan tangan, sebat sekali mencengkeram pergelangan Lu Giok yau yang memegang pedang, secara kekerasan ia hendak merampas senjata orang. Tak duga meski kepandaian Lu Giok-yau terpaut amat jauh tingkatannya, namun permainan pedangnya cukup lihay dan lincah ganas lagi jurus serangan ini justru merupakan satu jurus ilmu pedangnya yang paling dibanggakan. Begitu tiga jari Jing bau khek mencengkeram datang, sebat sekali Lu Giok yau memutar tajam pedangnya kebawah dan hampir saja berhasil memapas kutung jari-jarinya lekas Jing-bau-khek menarik tangan kedalam lengan bajunya, dengan lengan bajunya itu dia mengibas dan menggulung ujung pedang orang terus membentak, "Lepas pedang."

Tanpa kuasa pedang Lu Giok-yau benar-benar tertarik jauh dari cekalannya tapi semula Jing-bau-khek berniat dalam satu jurus dapat meringkusnya, toh usahanya gagal. Begitu senjatanya terlepas jatuh, dengan mengerutkan dada dan jumpalitan ditengah awan Lu Giok yau mencelat mundur satu tombak lebih kebelakang.

"Nona cilik," ejek Jing bau khek. "Memangnya kau bermain petak dengan aku! jangan harap kau bisa lolos."

Lu Giok-yau lari menuju kelereng bukit dan berputar-putar diantara batu-batu gunung yang berserakan dimana mana, dalam waktu dekat jelas Jing bau khek tidak akan mampu membekuk dia.

Tiba tiba dari jalan dibawah sana didengarnya derap kaki bertapal mendatangi semakin dekat, dari ujung jalan gunung sana tampak seorang gadis berpakaian serba hitam mendatangi menunggang seekor keledai. Melihat diatas lereng ada orang sedang berkelahi, bukan tidak segera menyingkir malah dia menghentikan tunggangannya dan melompat turun maju mendekati.

Sebagai kawakan kangouw melihat gadis ini bernyali begitu besar, diam diam bercekat hati Jing bau khek, pikirnya: "Dilihat dari dandanannya mungkinkah dia ini yang baru-baru ini sekaligus menundukkan kelima Pangcu dari sungai besar sepanjang sungai Huangho yang bergelar Sian moli?"

Disaat ia berpikir itulah, didengarnya gadis baju hitam itu membuka suara lantang: "Cici ini apakah bukan putri kesayangan Lu Tang wan Lu lo enghiong yang bernama Lu Giok-yau?"

Lu Giok yau melengak heran batinnya: "Belum pernah aku melihat orang ini, dari mana ia bisa tahu namaku. Tapi dari nada bicaranya kelihatannya amat mengindahkan terhadap kebesaran ayah, kiranya tidak mengandung maksud jelek." maka segera ia menjawab: "Benar memang akulah Lu Giok-yau."

"Bagus, kalau begitu biar kubantu kau melabrak bangsat tua ini." kedatangannya secepat kilat pertama kali bicara ia masih berada di bawah lereng belum lagi ia habis bicara tahu tahu bayangannya sudah berkelebat didepan Jin bau khek.

Melihat gerakan badan orang begitu sebat dan cepat Jing-bau-khek tidak memandang ringan musuhnya, lekas kaki kanannya melangkah setapak, sementara kepalan kiri dia jotoskan memapak kedatangan orang, langsung ia menyerang lebih dulu.

Sebetulnya mengandalkan kedudukan dan nama gengsinya didalam Bulim menghadapi seorang angkatan muda seharusnya dia memberi kesempatan kepada gadis baju hitam untuk menyerang lebih dulu, meski ia berusaha menyergap lawan dan mengambil inisiatif penyerangan paling tidak ia harus bersuara memperingati lawannya lebih dulu. Soalnya kedatangan gadis baju hitam ini teramat cepat, terpaksa ia harus bertindak cepat tanpa sempat memberi aba peringatan lebih dulu. Dari sini dapatlah kita bayangkan betapa jeri dan takut hatinya menghadapi gadis baju hitam ini.

Menunggu kepalan orang sudah dekat kira kira satu dim didepan mukanya barulah gadis baju hitam dengan tangkas dan lemah gemulai menggerakkan pinggangnya, seraya mengulapkan punggung telapak tangannya. Maka kedua belah pihak jadi saling serempet lewat begitu saja, kepalan masing-masing tidak saling sentuh sedikitpun juga. Jing-bau-khek mengeluarkan seruan tertahan, agaknya ia amat heran dan kaget.

Ternyata kepandaian ilmu pukulan, ilmu pedang, ilmu golok ataupun semua ilmu yang dia yakini merupakan ilmu tunggal yang tiada keduanya dari lain cabang ilmu dari golongan sesat yang cukup keji dan ganas beracun lagi jauh berlainan dengan ilmu kepandaian aliran ini. Kelima jarinya yang terkepal itu kekuatan jari jarinya tidak merata diantara jari tengah, jari telunjuk dan jari manisnya itu masing-masing terselip dan menonjol keluar tiga lembar senjata rahasia yang berbentuk segi tiga, tiga biji senjata rahasia yang berbentuk segitiga ini,dapat digunakan untuk memukul Hiat to lawan. Ibu jarinya terjulur keluar khusus untuk mengerahkan tekanan tenaga luar biasa dari ilmu Toa jiu in dari ajaran Mi ciong dari Tibet. Toa Jiu in dari Mi ciong mengutamakan serangan tenaga dalam dari tekanan ibu jarinya itu, dapat melukai urat nadi dan Hiat-to mematikan di badan lawan meski ia hanya menggunakan sebuah ibu jarinya sama saja dapat membawa akibat yang fatal bagi lawannya.

Ilmu pukulan beracun dan keji itu biasanya jarang ia gunakan kecuali menghadapi lawan tangguh, sudah sepuluh tahun dia tidak menggunakan jurusnya ini, soalnya ia sudah jeri terhadap gadis baju hitam ini maka begitu bentrok lantas dia keluarkan ilmu simpanannya itu. Sangkanya dalam satu gebrakan secara tak terduga pasti ia berhasil mengerjain lawannya, siapa tahu dengan gampang saja gadis baju hitam ternyata dapat memunahkan serangannya.

Dengan punggung telapak tangan gadis baju hitam menyerang musuh, ilmu permainannya itu dinamakan Toa-su-kun didalam permainan kerasnya mengandung daya lunak yang amat besar prabawanya, ilmu macam ini berasal dari India, dalam wilayah Tionggoan belum pernah ada orang yang mampu menggunakan ilmu ini, celakanya Toa su kun ini justru lawan mematikan bagi ilmu pukulan menutuk Hiat to dari seperguruannya.

Waktu Jing bau khek masih muda dan belajar silat dengan gurunya, pernah dia melihat gurunya mendemontrasikan Toa su kun ini. Menurut omongan gurunya, beliaupun hanya mengenal kulitnya saja tentang ilmu ini, belum pernah mempelajarinya secara mendalam, maka permainannya itu boleh dikata mencontoh saja, supaya para muridnya tahu kira kira sampai di mana tingkat kelihayan dari ilmu pukulan ini kelak bila kebentur bisa berjaga jaga.

Jing bau khek tahun ini berusia lima puluh tujuh, diwaktu gurunya mempertontonkan Toa su kun dulu ia baru berusia tujuh belas, sampai sekarang sudah empat puluh tahun. Selama empat puluh tahun ini, belum pernah ketemu seorang yang bisa memainkan Toa-su-kun, sungguh tidak nyana justru hari ini ia bentrok dengan seorang gadis remaja yang berumur dua puluh tahun mahir gunakan ilmu Toa su kun.

Jing bau khek menginsyafi bahwa Toa-su kun adalah lawan mematikan dari ilmu silat ajaran perguruannya, maka mengandal latihan lwekangnya yang lebih tangguh ia menyerang dulu menempatkan posisi yang menguntungkan, pikirnya: "Setelah tenaganya terkuras menjadi lemas, barulah kugunakan Kim na jiu-hoat meringkusnya. Kalau aku hanya membela diri tanpa balas menyerang dalam waktu dekat tentu dia tidak akan bisa menemukan titik kelemahanku."

Gadis baju hitam itu mentertawakannya, "Kenapa baru gebrak lantas ketakutan?" dalam berkata-kata itu selincah kupu kupu yang menari diantara rumpun kembang bagai kecapung menutul permukaan air, baru saja ia mengucapkan sepatah kata tahu-tahu sudah berpindah delapan tempat menyerang dua puluh empat jurus.

Karena tahu pukulan lawan merupakan lawan mematikan dari ilmu silatnya, takut didahului dan disergap titik kelemahannya terpaksa Jing bau khek harus mengerahkan seluruh kekuatannya. Dia tidak berani ikut lompat maju menyerang, meski ia bisa menutup diri dengan rapat, namun tenaganya yang terkuras ternyata jauh lebih besar dari gadis baju hitam. Berarti pula bahwa strategi perkelahiannya ternyata mengalami timbal balik dari rencana semula.

Disaat pertempuran mencapai puncaknya tangan Jing bau-khek seolah-olah seperti diganduli barang seberat ratusan kati, setiap jurus mempermainkannya kelihatan amat lamban kelihatan payahnya ia mengerahkan tenaga. Sampai Lu Giok yau yang berada satu tombak diluar kalangan pun merasa angin kencang dan kuat menyampok mukanya, hendak ikut membantu juga tidak mungkin bisa melangkah saja.

Sebaliknya sikap gadis berbaju hitam tetap tenang dan wajar, seperti kupu-kupu yang menari diatas kuntum-kuntum bunga, sambil berlincahan ia memutar mengelilingi lawan serta menyergap dengan berbagai serangan lihay. Tangannya yang halus memiliki jari-jari yang runcing dan manis dengan cakar kukunya yang panjang-panjang terawat baik sekali, setiap kali jari jarinya berkembang laksana duri-duri kembang yang selalu mengarah hiat-to mematikan dibadan lawan dibarengi dengan gerak gerik yang lemah gemulai yang mempesonakan lagi sungguh enak dipandang, lama kelamaan Lu Giok yau sampai mendelong dan terbelalak dibuatnya.

Selintas pandang memang sikap gadis baju hitam kelihatan acuh tak acuh, secara kenyataan sebetulnya dia sendiripun sudah mengerahkan segala kemampuannya, hatinya pun kaget dan sedang menerawang, "Kalau sebelumnya aku tidak mengetahui asal usulnya serta mempelajari ilmu pukulan itu mungkin aku bukan menjadi tandingannya." walaupun ia berada diatas angin namun untuk menang dia sendiri tidaklah yakin.

Dalam pada itu Jing bau-khek sudah basah kuyup oleh keringatnya, sorot matanya memancarkan rasa gusar yang meluap luap. Lu Giok-yau yang menonton diluar gelanggang menjadi jeri melihat tampang itu.

Mendadak gadis baju hitam itu tertawa terkikik serunya: "Kau suheng Lou Jin cin yang bernama Sat Hiu jong bukan! Kabarnya kau menyembunyikan diri di gunung, sudah berhasil meyakinkan Tok si ciang kenapa tidak kau gunakan ilmu simpanannya?"

Haruslah diketahui bahwa namanya saja Sat Hiu jong adalah suhengnya Lou Jin cin adalah kepandaian silat Lou Jin cin semua ia pelajari dari suhengnya Sat Hiu-jong yang mewakili gurunya. Maka tiga ilmu tunggal perguruannya yang amat hebat Lou Jin cin hanya dapat mempelajari Kim na jiu saja.

Lu Giok yau amat heran mendengar percakapan ini, adalah Jing-bau khek sendiri bukan kepalang kejutnya mendengar kata-kata gadis baju hitam, ternyata sudah dua puluh tahun dia mengasingkan diri dan menyembunyikan nama dan asal usul, baru beberapa bulan yang lalu ia muncul kembali didunia kangouw. Pikirnya, "Aneh, usianya masih begini muda, dari mana ia bisa tahu nama asliku? Tidak soal bisa tahu namaku, malah dia tahu aku sudah berhasil meyakinkan Tok sa ciang." Bagi tokoh silat tingkat atas yang paling ditakuti adalah bahwa ilmu tunggal perguruannya yang diyakinkan diketahui seluk beluknya oleh lawan, mau tidak mau timbul rasa curiga Jing bau khek. "Dia membongkar ilmu rahasiaku yang beracun, dan menantang supaya digunakan, mungkinkah dia sudah punya pegangan dan cara untuk mematahkan Tok sa-ciangku?"

Ternyata Tok sa ciang yang diyakinkan Jing bau khek adalah ilmu sesat beracun yang dia turunkan kepada Cing Liong hwi, setiap pemakai ilmu pukulan beracun ini, adalah untung kalau Iwekang sendiri belum mencapai tingkat tinggi, bagi yang sudah lihay keyakinannya, bila tidak kuasa melukai musuh, hawa racun bisa membalik dan menerjang jantung dan melukai badan sendiri akibatnya tentu amat fatal. Bahwa gadis baju hitam itu bisa memecahkan ilmu pukulan tunggal perguruannya, siapa tahu jika orang pun bisa memecahkan ilmu telapak tangannya? Maka setelah seluk beluk sendiri dibongkar oleh lawan Jing-bau-khek menjadi jeri dan tak berani menggunakan ilmu itu.

Mendadak Jing bau khek melompat keluar kalangan, entah apa tahu tahu tangannya telah mencekal seutas cambuk lemas, katanya: "Bertanding pukulan tiada artinya lagi, marilah kita sudahi pertandingan ini dengan menggunakan senjata!" cambuk lemasnya itu ternyata biasa ia gunakan sebagai ikat pinggang.

Gadis baju hitam tertawa, katanya, "Terserah apapun yang kau kehendaki, pasti kuiringi permintaanmu." Ia melolos sebuah gelang tangan, begitu kedua tangannya saling tarik kedua arah, gelang membundar itu tahu tahu sudah mulur menjadi seutas cambuk perak yang panjang dan kecil, gelang menjadi cambuk perak senjata ini benar lebih aneh dari cambuk lawan yang peranti untuk ikat pinggang. Jing bau khek yang banyak pengalaman tak urung mengawasi mendelong, pikirnya ; "Perempuan siluman ini memang serba aneh."

"Sambut seranganku !" gadis baju hitam membentak, tangan sedikit menggentak cambuk peraknya yang lembut itu tanpa suara menyabet kearah lawan, berkerut alis Jing-bau-khek, lekas iapun ayunkan cambuk lemasnya dari bawah memapak keatas tujuannya hendak menggubat cambuk perak orang.

Gadis baju hitam maklum bahwa lwe-kangnya setingkat lebih rendah, cambuk lemas lawanpun bobotnya lebih berat dan kasar kalau kedua senjata saling bentrok dan gubat menjadi saling tarik, tentu pihak sendiri yang mendapat rugi, lekas pergelangan tangannya sedikit berputar dan menyendal cambuk lembutnya bagai seekor ular sakti menerjang miring, menghindar dan merangsak lekas Jing-bau-khek menggunakan Ih Sing-hoat-wi mencari posisi lain seraya memainkan senjata cambuk lemasnya yang berbunyi menderu kencang, cambuk kasar yang lemas itu mendadak menjadi kaku seperti sebuah tombak menusuk ke arah dadanya, bahwa cambuk lemas dapat dibuat kaku seperti tombak itu menandakan bahwa lwekangnya sudah cukup hebat dan tinggi.

Panjang cambuk kedua pihak ada setombak lebih, cambuk perak gadis baju hitam lebih lembut dan panjang, masing-masing menyerang kepada lawan dengan serangan keji meski beberapa jurus sudah berselang, senjata kedua pihak masih belum pernah menggubat. Tapi dalam beberapa jurus serang menyerang itu, kedua pihak sama menghadapi serangan- serangan berbahaya, sedikit lena saja darah pasti akan membasahi bumi, sungguh cepat dan menggiriskan.

Cambuk lemas milik Jing-bau-khek itu dengan jarak tertentu ada beberapa bundelan yang menonjol keluar menyerupai tulang-tulang jari manusia permainan ilmunya juga berlainan dari ilmu cambuk umumnya, bundelan yang menonjol keluar itu bisa digunakan untuk memukul Hiat-to orang. Tapi cambuk perak gadis baju hitam itu lebih aneh dan menakjubkan lagi, begitu lembut sebesar ujung kaki, pergi datang tidak membawa jejak dan tak berbekas lagi membuat orang sulit untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan.

Jing-bau-khek kejut dan heran pula dibuatnya, pikirnya, "Kabarnya waktu Sian-moli menundukkan para pangcu dari lima sindikat besar dari sungai Huangho, menggunakan Ngo ho-toan-ban-to-hoat, tak nyana permainan cambuknya ternyata begini mahir juga, aku sendiripun belum pernah lihat dan dengar entah dari aliran mana. Mungkinkah mereka terdiri dari dua orang yang berlainan. Ai dua puluh tahun tidak muncul di kangouw tak nyana generasi muda semakin banyak dengan bekal kepandaian yang amat tinggi pula."

Memang diluar tahunya gadis baju hitam ini memang murid dari maha guru silat yang maha tinggi dan agung, delapan belas macam senjata pernah dipelajari ilmunya, terutama permainan cambuk dan golok merupakan keahliannya. Meski Jing bau khek membekal ilmu cambuk yang lihay, betapa pun masih kalah seurat dibanding ilmu cambuknya itu. Bahwa Jing-bau khek tidak berani menggunakan Tok-sa ciangnya malah mengajak adu senjata, ini berarti membuat yang panjang menggunakan yang pendek.

Sekejap saja pertempuran yang sengit sudah mencapai ratusan jurus, jurus aneh dan keji dari permainan cambuk lembut si gadis baju hitam terus berdatangan dengan gaya yang indah tak berkeputusan. Meski cambuk Jing bau khek dapat memukul Hiat-to, apa pula gunanya walau toh dia sendiri tak kuasa menyentuh ujung baju orang. Ditengah pertempuran seru itulah, sekonyong-konyong terdengar gadis baju hitam berseru : "Kena !" Jing-bau khek melihat sinar perak berkelebat, tahu bahwa sulit untuk meluputkan diri iapun berlaku nekad ikut membentak : "Lepaskan cambukmu !" cahaya seperti pecah berderai menangkap bahaya, menggunakan kecepatan gerak tangan cakar tangannya terjulur mencengkeram cambuk perak orang.

Tak tertahan Lu Giok yau yang menonton dengan asyik dan melongo itu tiba tiba menjerit kaget sambil menutup mulut sendiri.

Belum lenyap suaranya, tiba-tiba dilihatnya cambuk panjang bagai seekor naga hidup terbang ketengah udara, tapi terang bukan cambuk perak sigadis baju hitam.

Kiranya meski Jing bau-khek berhasil menangkap cambuk peraknya, tapi batang cambuk itu terlalu kecil dan lembut, sedikit gadis baju hitam menarik dan menyendal, belum lagi mencengkeram tangannya mengekang, telapak tangannya sudah terasa panas dan sakit, tahu-tahu cambuk perak sudah membrosot lepas dari sela jari jarinya malah ujungnya seperti kepala ular mematuk kepergelangan tangannya yang memegang cambuk, sekali lagi gadis baju hitam memperlihatkan kemahirannya, sebelah tangan kirinya menggantol dan menarik, maka cambuk lemas orang kena ia rebut dan dilempar ketengah udara.

Gadis baju hitam terkikik-kikik, serunya, "Kau masih punya senjata apa lagi, apapun yang kau gunakan akan kuikuti, pasti kulayani sesuka hatimu."

Beruntun mengalami kekalahan, mana Jing-bau-khek berani melanjutkan pertempuran, tanpa hiraukan cambuk lemasnya lagi, segera ia putar badan terus ngacir sipat kuping.

Kembali gadis baju hitam melinting cambuk peraknya menjadi gelang tangan dibelitkan di lengan atasnya, katanya tertawa, "Nona Lu, bikin kau kaget saja. Sekarang kita bisa bicara lebih leluasa."

"Terima kasih akan pertolongan Lihiap entah dari mana Lihiap bisa tahu namaku ?" demikian ujar Lu Giok-yau. "Belum lagi aku mohon tanya nama besarmu ?"

"Kau kan putri tunggal Ciatkang Tay-hiap Lu Tang-wan yang termasyur itu, mana aku tidak kenal kau ?" lalu ia menambahkan. "Jangan kau panggil aku Lihiap apa segala, kedengarannya menusuk kuping. Tahukah kau, orang lain memaki aku sebagai Siau-moli (iblis perempuan kecil). Aku she Nyo, usiaku mungkin rada tua sedikit, baiklah kau padaku panggil Nyo cici saja. Aku ingin tanya seseorang kepada kau."

"Siapa yang hendak Nyo cici ketahui?" tanya Lu Giok-yau.

"San-tian-jiu Geng Tian yang datang dari Kanglam, kabarnya dia pernah mertamu kerumahmu."

"Benar, tapi itu terjadi kira-kira satu bulan yang lalu."

"Kabarnya akhirnya kau masih pernah bertemu sama dia pula."

"Memang, ucapanku toh belum selesai tadi," demikian ujar Lu Giok-yau geli, "Beberapa hari yang lalu aku pernah melihatnya lagi, cuma kali ini dia tidak tinggal dirumahku."

"Kemana dia, apa kau tahu ?"

"Dia menuju ke Ki-lian-san bersama Su-tay-kim-kong dari Ceng-liong-pang."

"Haah, jadi dia sudah bertemu dengan Su-tay-kim-kong. Apa kau baru kenal pada Su-tay-kim-kong ?"

"Yaa, disaat mereka datang pula bersama Geng toako itulah baru aku sempat berkenalan dengan mereka."

"Apa kau tahu sigolok cepat Lo Hou-wi orang ketiga dari Su-tay-kim-kong ?"

"Tentu tahu, golok cepatnya memang bagus sekali. Kau sahabatnya ?"

Gadis baju hitam tidak mengakui dan tidak menyangkal, tanyanya malah : "Adakah Lo Hou-wi pernah membicarakan mengenai seorang perempuan she Nyo dengan kau ?"

"Tidak. Dalam waktu singkat kenal lantas berpisah secara tergesa-gesa, tiada kesempatan banyak bicara lagi."

Agaknya gadis baju hitam rada kecewa katanya, "Baiklah terpaksa aku harus cepat menyusul ke Ki-lian-san, selamat bertemu lain kesempatan." habis berpisah langsung ia cemplak keledainya, tenaga kaki keledainya itu ternyata tidak kalah kuat dari tenaga kuda yang tinggi kekar dalam sekejap saja, bayangannya sudah kelihatannya kecil.

Mengantar bayangan orang yang semakin jauh, terpikir Lu Giok-yau : "Tindak tanduk Nyo cici ini amat aneh, tapi ilmu silatnya memang benar-benar hebat, mungkin Ling-toako dan Geng-toako masih sedikit dibawah tingkatannya."

Seorang diri gadis baju hitam keprak keledainya berlari kencang kedepan, hatinya malah gundah dan tidak tenteram, lapat-lapat dia mulai mengenang suatu kejadian pada delapan tahun yang lalu.

O^~^~^O 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar