Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Jilid 18

Jilid 18 

Kepandaian Thi-sa-ciang Nyo Su-gi sudah punya latihan selama dua puluh tahun lamanya tapi kebentur dengan Kim-na-jiu-hoat lawan menjadi mati kutu. Memang Thi-sa-ciang pernah menyerbu secara kekerasan dan deras, tapi begitu ia bergerak dalam jarak dekat Kim-na-jiu-hoat Lian Tin san lantas mencengkeram mengarah sendi-sendi tulangnya yang berbahaya. Posisi Nyo Su-gi menjadi sulit, setiap kesempatan menyerangnya selalu kena didahului oleh lawan. Tapi Nyo Su-gi masih berlaku nekad, ia berkelahi dengan segala daya dan kemampuannya, begitu melihat kedua adik angkatnya menempuh langkah langkah yang berbahaya cepat ia menubruk sama tengah melabrak. Lian Tin-san menjadi uring uringan dan kewalahan juga menghadapi cara bertempurnya yang main sergap dan nekad itu.

Losi Ong-ing Im melihat ketiga saudara tuanya mengeroyok seorang masih belum mendapat kemenangan akhirnya ia menjadi gatal cepat iapun menerjang masuk kedalam gelanggang. Senjata yang digunakan adalah sepasang Boan-koan-pit. Meskipun Lwekangnya rada lemah, tapi sepasang Boan-koan-pit dengan ilmu totokannya sekaligus empat jalan darah merupakan ilmu yang dibanggakan di Bulim, apalagi cara permainannya cukup mahir.

Dengan satu lawan tiga Lian Tin san rada berada diatas angin, tapi setelah satu lawan empat lambat laun keadaannya menjadi semakin runyam terdesak dibawah angin.

In-tiong-yan berpeluk tangan menonton di pinggiran, setelah gebrak kedua belah pihak berlangsung tiga puluhan jurus ia jadi berpikir : "Diantara Sutay kim kong ini, golok kilat Losamlah yang paling hebat. Thi-sa-ciang permainan Nyo Su-gi juga tidak lemah. Sedang ilmu pedang Loji hanya cukup untuk membela diri tanpa ada tujuan melukai musuh sungguh amat mengecewakan seperti takut dan gentar terhadap musuh. Sedang Losu sebagai kambing kecil yang tidak takut harimau tapi ilmu totok dengan sepasang senjatanya itu cukup menarik dan mempunyai ketunggalan yang jarang bandingannya," lalu terpikir pula : "Naga-naganya pertempuran si Elang hitam lawan Su-tay-kim-kong ini cukup sebanding dan sama kuat, untuk menang tidak mungkin. Menjadi kebetulan begitu tak usah turun tangan. Tapi Lian Tin san masih punya murid yang belum turun gelanggang, kenapa bocah keparat ini tidak maju membantu gurunya?"

Belum lagi pikirannya lenyap, maka terdengarlah pemuda muka kuning yang kurus tepos itu berseru : "Suhu, bocah yang menggunakan Boan-koan-pit ini ingin rasanya aku menjajal, dapatkah orang tua menyilahkan kepadaku saja ?"

Selamanya Lian Tin-san bersikap tinggi hati setiap kali ia bertempur dengan orang, tanpa mendapat perintahnya dilarang maju.

"Begitupun baik," sahutnya, "Pit koat bocah ini rada mirip dengan ilmu Kim na-jiu-hoat perguruan kami."

Dalam berkata-kata itu mendadak ia mendesak maju berbareng jarinya menjentik kearah Tay-hiat-kiat di pelipis Pek Kian bu. Karuan Pek Kian-bu terkejut, tersipu-sipu ia gunakan Ki-hwe-liau-thian, pedangnya memapas keatas dan 'creng' jari Lian Tinsan tidak mengenai jalan darah dipelipis-nya, tapi malah pedang panjangnya yang terselentik miring mental balik.

Gesit sekali begitu membobol sebuah lobang kesempatan maka muridnya yang bernama Ko Teng-ngo itu segera menubruk maju melabrak kepada Ong Beng-im.

Telapak tangan Lian Tin-san sekaligus bergerak pula menampar dan jari yang lain menyodok merintangi serbuan Nyo Sugi dan mendesak mundur Pek Kian-bu pula dilain kejap dengan gerak kilat pula ia balas menyerang kepada Lo Hou-wi, sedikit-pun ia tidak beri kesempatan kepada tiga lawannya ini untuk menerobos lewat sengaja ia bagi pertempuran itu menjadi dua kelompok.

Begitu terpentang kedua potlot Ong Beng im menyilang kembali, yang kiri menutuk jalan darah Ki-bun sedang yang kanan menutuk Khi-hay, kedua jalan darah ini adalah jalan darah mematikan ditubuh manusia, cara penyerangannya memang ganas dan hebat.

Terdengar Ko Teng-ngo menjengek dingin, "Keparat, boleh juga kau. Cara kerjamu cukup keji dan telengas." sahutnya mengoceh tapi gerak tangannya dengan Kim-na-jiu-hoat segera menerjang cepat mendadak dia kembangkan ilmu kebanggaannya, kesemua jarinya berubah seperti jepitan besi, terutama kedua jari tengahnya kelihatan mulur lebih panjang dari jari-jarinya yang lain, dinilai dari keseluruhan permainan ilmu pukulannya merupakan rangsekan Eng-jiu-kang yang paling ganas dan lihay. Dipandang dari kedua jari tengahnya yang menggunakan permainan tutuk jari, kelihatannya mirip benar dengan paruh burung elang yang tajam itu dimana setiap kali jarinya menutuk seperti paruh burung menotol dan yang diarah justeru jalan darah Kibun dan Khi hay ditubuh Ong Beng-im pula.

In-tiong-yan membatin : "Tak heran si Elang hitam mengatakan Kim-na-jiu-hoat perguruannya itu rada mirip dengan ilmu tutuk sepasang Boan-koan-pit lawan, kiranya "patukan jari" tangannya itu dapat pula digunakan untuk Hun-kin-joh-ku (memelintir urat menyeleokan tulang), tapi dapat pula digunakan sebagai ujung potlot yang piranti menutuk jalan darah!"

Sejak kecil Ko Teng-ngo sudah gemar berlatih silat, kecuali berlatih silat tiada hobby yang lain, karena itu meski usianya masih muda, namun ia sudah memperoleh seluruh pelajaran gurunya yang lihay. Waktu guru dan murid membuat keributan di Lou-keh ceng tempo hari, seluruh murid Lu Tang-wan semua kena dirobohkan olehnya. Waktu itu bila Hong-thian lui tidak segera tampil kedepan, Lu Tang wan pasti runyam, bagaimana mungkin ia turun gelanggang sendiri (Soalnya dengan kedudukan dan namanya mana ia sudi bergebrak dengan Ko Teng ngo) terpaksa ia harus terima kalah pada Elang Hitam, meski begitu ia masih kuat bertahan delapan jurus dari sepuluh jurus yang dijanjikan. Seperti diketahui Hong Thian lui mempunyai tenaga sakti yang luar biasa maka dapatlah kita bayangkan sampai dimana tingkat kepandaiannya sekarang.

Usia Ong Beng-im setahun lebih muda dari Ko Teng ngo, dengan usia yang masih begitu muda tapi dapat menduduki jabatan Su-tay kim kong yang kenamaan dan disegani itu dari Ceng liong-pang, maka ilmu silatnya sudah tentu bukan sembarang tingkatan, sayang ia belum pernah menghadapi pertempuran macam Ko Teng-ngo yang aneh dan lihay itu, begitu gebrak dimulai Ko Teng ngo lantas merabu dengan berbagai tipu tipu yang hebat dan gerak cepat, meskipun ia masih mampu membela diri kadang kala balas menyerang, tapi keadaannya sudah terdesak di bawah angin. Dalam sepuluh jurus kini cuma dapat balas menyerang dua tiga jurus dan cara balas menyerang ini juga cuma untuk menambah panjangan tubuhnya supaya lebih rapat lebih mantap.

Disebelah sana Lian Tinsan kembali dikerubut tiga orang, semakin tempur semakin sengit tapi keadaan Lian Tinsan lebih mending ia dapat mendesak ketiga lawannya.

Pek Kian bu hanya berusaha membela diri supaya dirinya selamat, tak duga justru Lian Tinsan selalu mengincar dirinya dengan serangan yang lebih gencar dan berbahaya. Dalam pertempuran sengit itu sekonyong-konyong Lian Tin-san menghardik keras pukulan kirinya mendadak terayun dengan jurus Jong thianbau, begitu keras jotosan ini mengarah jidat Pek Kian bu, berbareng telapak tangannya terkembang menampar ketelinganya sebelah kanan. Kedua jurus jotosan dan tamparan tangan ini begitu lihay. Inilah kombinasi serangan yang dinamakan Ciang-ko-ji-bing (genta dan tambur bertalu bersama) asal kena salah satu serangan ini, paling ringan pasti terluka parah, memang jurus kombinasi itu merupakan ilmu kebanggaan Lian Tin-san yang sudah mengangkat namanya selama ini.

Sudah tentu Nyo dan Lo dua saudaranya tidak mandah membiarkan lawan melancarkan jurusnya yang ganas ini. Begitu cepat golok Lo Hou-wi datang menyambar laksana kilat "sreet" tahu tahu ia bacok punggung musuh. Jurus serangan balasan ini memang bukan untuk menyelamatkan Pek Kian bu secara langsung tetapi musuh yang menyerang bila diserang dengan bacokan goloknya itu harus menyelamatkan diri lebih dulu sebelum berhasil melukai lawan. Disebelah lain Nyo Sugi juga tidak kalah cepatnya, sebat sekali ia mendesak maju miring kesebelah berbareng telapak tangannya mengancam dada Lian Tin san dengan pukulan pasir besi.

Sebagai seorang kawanan Kangouw Liang Tin san sudah punya perhitungan yang licik, siang siang ia sudah dapat membayangkan berbagai ragam serangan nekad kedua lawannya itu dalam usaha menyelamatkan temannya, tujuannya merabu Pek Kian bu dengan serangan ganas itu sebetulnya adalah menggunakan tipu suara ditimur menggampar di barat. Tapi adalah di luar dugaannya bahwa Nyo dan Lo berdua ternyata berlaku begitu nekad dalam usaha menyelamatkan saudaranya.

Maka terdengarlah suara "tang!" golok baja Lo Hoa wi tiba tiba mental ketengah udara. Kiranya jurus serangannya terlalu bernafsu melukai lawan, cara serangannyapun terlalu cepat tanpa perhitungan yang tepat, tahu tahu ia merasakan pergelangan tangannya kesemutan kena dicengkeram balik oleh Lian Tin san, untung hanya tersentuh jari lawan saja sehingga tidak cidera.

Dikata lambat kenyataan cepat sekali sementara telapak tangan Nyo Sugi juga sudah menggempur kedadanya, Lian Tin san baru saja memukul jatuh golok tunggal Hou wi sudah tentu ia tidak sempat lagi melancarkan Eng jiu juinya yang lihay itu terpaksa ia kerahkan tenaga kekerasan. Berbareng ia ayunkan kedua telapak tangannya, tangan kiri menggunakan tenaga pukulan Im ciang sebaliknya tangan kanan menggunakan tenaga pukulan Yang ciang dengan jurus Jiu bui biba (jari tangan memetik harpa) langsung ia songsong pukulan Lei bit hoa san yang dilancarkan Nyo Sugi.

"Blang!" benturan adu tenaga dalam yang keras ini laksana ledakan bom. Punggung telapak tangan Lian Tin san terasa kesemutan dan sakit sekali. Ternyata kalau dibanding soal lwekang mereka berdua sama kuat dan setingkat. Tapi ayunan punggung telapak tangan Lian Tin san menggunakan tenaga latihan Hun kin joh kutnya yang lihay maka kesudahannya Nyo Sugi masih kena dirugikan seurat.

Tiba tiba In tiong yan melangkah kedepan serunya; "Berhenti! Siapa tidak mau berhenti, aku akan bantu pihak lawannya!"

Kerugian Lian Tin san kaget katanya; "Nona kenapa kau harus ikut mengadu air keruh ini?" mengadu air keruh berarti turut campur urusan tetek bengek ini.

Nyo Sugi sendiri juga menjadi was was katanya: "Nona apa maksudmu?''

Kedua belah pihak sama keheranan dan melengak akan sikap In tiong yan tapi kedua belah pihak sementara memang berhenti bertempur.

"Samwi Toako," ujar In-tiong yan, "aku ingin merundingkan suatu urusan dengan kalian."

"Urusan apa?" tanya Nyo Su gi.

"Pertempuran kalian cukup ramai dan sengit, akupun senang menonton tapi akhirnya aku menjadi kegatalan. Maka siIahkan kalian istirahat sebentar biarlah akupun menjajal dan bermain beberapa gebrak. Ingin aku mohon petunjuk dengan si elang hitam yang kenamaan di Kangouw ini."

Baru sekarang Nyo Su-gi berlega hati bahwa ternyata orang membantu pada pihaknya karena mereka senang tapi juga dirundung rasa heran, dalam hati sama membatin: "Coba kulihat cara bagaimana Lian Tinsan menghadapinya!" maka merekapun tidak bersuara lagi dan mundur kepinggir.

"Nona," seru Lian Tinsan, "Kenapa bicaramu plintat plintut tidak bisa dipercaya?"

"Dalam hal apa aku tidak menepati janji?" tanya In-tiong-yan.

Kata Lian Tinsan, "Tadi kau katakan kau dengan pihak Ceng-liong-pang tak ada sangkut paut apa-apa, kenapa kau sekarang hendak bantu mereka mencari permusuhan dengan aku?"

"Memang aku tidak kenal dengan mereka," demikian sahut In-tiong-yan, "Tapi aku toh juga tidak kenal dengan kau! Apakah kau dapat menyebutkan nama dan she ku?"

"Bukankah tadi kau mengatakan cuma menonton dan berpeluk tangan saja?"

"Tadi aku cuma mengatakan, asal kalian tidak sampai melibatkan diriku, aku tidak akan menghalangi tugas kalian. Kan tidak pernah aku mengatakan menonton berpeluk tangan?"

Lian Tin-san berpikir, memang dia tak pernah mengatakan cara demikian, hanya dirinya yang beranggapan demikian, maka berkerut alisnya katanya: "Apa pula bedanya?"

"Sudah tentu berbeda sangat jauh," ujar In tiong yan tertawa, "Pertama. Orang orangmu pernah berbuat kurang ajar terhadap aku memang kau sudah minta ampun dan akupun sudah menghukum mereka, tapi aku toh tidak melulusi untuk menarik panjang urusan ini, demikian juga rasa dongkolku belum lagi terlampias. Kedua. Aku hanya ingin jajal kepandaianmu, bukan sengaja mau merintangi urusan tugasmu. Bila kau dapat kalahkan aku silahkan nanti kalian lanjutkan pertempuran, aku tidak perduli, bila kau tidak mampu kalahkan aku paling banyak cara tiga lima puluh jurus saja, tidak akan menghambat pekerjaanmu!"

Lian Tin-san menjadi berang, pikirnya: "Kalau musuh kuat tidak kuhadapi mana bisa kubiarkan budak busuk macam kau bertingkah dihadapannya?" Meski hatinya marah sebetulnya ia tak berani bertempur lagi lawan In-tiong-yan sebanyak tiga lima puluh jurus soalnya ia sendiri tahu tenaganya sudah banyak terkuras, seumpama dia dapat mengalahkan In-tiong-yan, gebrak selanjutnya pasti tak mampu melawan Su tay-kim-kong dari Ceng liong pang itu.

Mendadak tergerak hati Lian Tin-san segera ia kendalikan kemarahan hatinya, tertawa tak tertawa mulutnya terbahak bahak, ujarnya: "Kau sangka aku tak tahu asal usulmu, marilah kita bertaruh saja."

In tiong-yan melengak, tanyanya, "Bertaruh bagaimana?"

"Kita batasi lima jurus saja. Dalam lima jurus ini aku pasti dapat rnengetahui asal usulmu!"

"Bila kau tidak tahu bagaimana?"

"Kami guru dan murid segera menghindarkan diri perkara itu pun tak perlu kita urus lagi. Tapi kalau aku bisa menyebutkan asal usulmu, kau tak boleh ikut campur dalam hal ini." Ternyata Lian Tin-san memang banyak pengalaman dan luas pengetahuannya sekali pandang lantas ia tahu dari aliran mana permainan silat orang, ia membatasi lima jurus, menurut dugaannya sudah cukup berkelebihan.

"Baik,'' sahut In-tiong-yan, "Jadilah taruhan ini, tapi kali ini aku harus menggunakan senjata lho?"

"Sret" ia lolos pedangnya.

"Nanti dulu!" seru Lian Tin san.

"Apa pula yang perlu kau katakan?"

"Para sahabat dari Ceng Liong-pang, muridku berhantam satu lawan satu dengan saudara kalian dia masih terhitung Siaupweku, harap kalian menepati aturan Kangouw jangan menggunakan kesempatan ini main kerubut terhadap muridku itu!"

Nyo Su gi menjadi gusar, dampratnya, "Kau terlalu menghina orang! Kami berempat masa sudi mengerubut muridmu yang bagus ini? Baiklah kalau hatimu takut, perlu kami tegaskan lebih dulu, bila kau terkalahkan oleh Lihiap ini kami pun tak akan turun tangan lagi mengambil keuntungan."

In tiong yan tertawa geli, ujarnya, "Wah kalian terlalu mengagulkan aku kalau begitu." Lalu ia berpaling kepada Lian Tin san serta sambungnya tertawa, "Nah ketiga belah pihak sudah sama aku. Awas, hati hatilah kau, aku hendak mulai. Nih jurus pertama."

"Sret", tahu ujung pedangnya sudah masuk kedepan, ujung pedangnya bergetar memancarkan tabir sinar pedang yang tajam, cara dan gaya tusukannya sangat aneh dan hebat, Lian Tinsan terkejut, "Ilmu pedang dari aliran manakah ini?" meski ia berhasil memunahkan jurus serangan ini, tapi dia tak bisa menebak asal usul ilmu pedang lawan.

Kiranya pelajaran ilmu pedang In tiong yan hasil dari bibinya yaitu puteri Minghui. Ilmu pedang pelajaran Minghui ini hasil dari pelajaran Ting-hui Sinni. Ilmu pedang dari aliran agama Ting hui Sinni ini selamanya belum pernah muncul di kalangan Kangouw, mana mungkin Lian Tinsan bisa tahu asal usulnya?

Sementara itu secepat kilat jurus kedua dari serangan In tiong yan sudah menyusul tiba. Jurus kedua ini justru ia ubah dari pu kulan Bik-lek ciang kepandaian khusus Hong thian lui itu pada jurus ilmu pedangnya. Pernah beberapa kali ia bergebrak dengan Hong-thian lui, waktu berada di Hou keh-ceng ia sering pula menemani dan mengobrol soal ilmu silat dengan Hong-thian lui maka ia dapat mengombinasikan ilmu pukulan Bi lekciang pada permainan jurus pedangnya. Jurus gubahan dari ilmu pukulan menjadi jurus tipu pedang meski hanya mendapatkan gayanya saja dan belum memperoleh intisarinya namun demikian sudah dapat mengelabui mata seorang ahli macam si Elang hitam Lian Tinsan.

Benar juga Lian Tin san kena terjebak kontan ia menjerit tanpa banyak pikir, "Jurus ketiga dan selanjutnya tidak perlu dilancarkan lagi. Aku sudah tahu asal usulmu!"

"Baik, coba kau terangkan sejelasnya, bagaimana asal usulku!"

Dengan bangga dan membusungkan dada Lian Tin san berkata, "Kau orang she Cin bukan? Bi lekciang Cin Hou-siau itu ayahmu atau gurumu?" Sebenarnya nama Cin Hou-siau memang cukup tenar dan cemerlang tapi diwaktu usianya menanjak ia lantas mengundurkan diri jarang kelana di Kangouw, orang yang pernah melihatnya juga cuma sedikit saja, apalagi orang yang mengetahui seluk beluk keluarganya lebih jarang pula Lian Tin san hanya tahu bahwa beliau adalah seorang tokoh lihay dalam bidang pukulan Bi ciang tapi tidak tahu sebetulnya orang punya berapa putera dan puteri. Melihat In tiong-yan dapat mengubah pukulan Bilek-ciang kedalam permainan ilmu pedangnya ia merasa bukan saja sebagai murid mungkin genduk ini adalah putrinya Cin Hou-siau.

Terdengar In-tiong-yan terloroh loroh serunya: "Cin Hou-siau nama ini memang pernah kudengar, tapi belum pernah melihat atau bertemu. Entah kau punya dendam permusuhan apakah dengan dia kenapa begitu kejinya kau menyumpahinya?"

Lian Tinsan melengak tanyanya: "Siapa bilang aku menyumpahinya?"

"Ayahku sudah lama mati tadi kau katakan beliau adalah ayahku, bukankah kau menyumpahinya supaya lekas mati?"

Terdengar Nyo Sugi menyela dengan suara datar dan tawar: "Kiranya si Elang hitam yang bernama besar dan tenar itu berpandangan begitu cupat! Biar kuberi tahu pada kau, Cin Hou siau Lunghiong cuma punya seorang putra sedang putrinya masih belum lagi lahir! Memang dikampung halamannya beliau membuka Bu-koan (perguruan silat) ada beberapa banyak murid muridnya. Tapi selamanya tidak menerima murid perempuan. Apakah soal yang seperti ini tidak kau ketahui?''

Tiada pernah terjadi dalam kolong langit ini bila orang tuanya masih hidup, putra atau putrinya berani mengatakan beliau sudah mati. Maka seumpama Lian Tin san tidak percaya pada keterangan Nyo Sugi, tidak bisa tidak ia harus percaya akan ucapan In-tiong-yan. Mau tidak mau ia harus memeras otak berpikir kembali, waktu In-tiong yan melancarkan jurus kedua tadi, meski seperti galian dari Bi-lek ciang, tapi tidak dilandasi macam pukulan Bi lek ciang yang perlu menggunakan tenaga dalam yang ampuh, maka dapatlah dikata cuma persis kulitnya saja. "Celaka sedikit kelalaianku, aku masuk jebakan genduk licik ini.'' bahwasanya Lian Tin san belum terkalahkan dalam permainan jurus, tapi sudah kalah muka keruan merah padam selebar mukanya.

In tiong yan menggoda tertawa, "Tebakanmu tiada punya dasar dan kurang disitu, sudah mengaku kalah saja?"

"Kau baru bermain dua jurus, kan masih ada sisa tiga jurus lagi," demikian ujar Lian Tin san menebalkan muka, karena kehilangan muka dan harga diri, pada bicaranya tidak berani keras-keras dan ketus lagi.

"Baiklah,'' ujar In-tiong yan, "Perhatikan baik baik. Jurus ketiga dimulai!"

Seiring dengan peringatan ''sreet" kembali ujung pedangnya sudah nyelonong ke-depan. Lekas lekas Lian Tinsan mengebutkan lengan bajunya untuk menyampok ujung pedang, In-tiong-yan mendadak putar balik sebaliknya gagang pedang menyodok kedepan maka terdengarlah suara cras kontan In tiong yan tergentak mundur tiga langkah, sebaliknya ikat pinggang LianTin-san kena tersodok putus.

Seketika berubah air muka Lian Tin-san katanya: "Apa sebutanmu terhadap Liong-siang Hoat ong? Apa hubunganmu dengan Cohaptoh ?"

Kiranya justru yang digunakan In tiong-yan kali ini adalah ilmu gulat yang paling digemari oleh para Busu Mongol, dengan gagang pedang mewakili tangannya, sodokan dan caranya menyengkelit tadi adalah gaya dari ilmu gulat yang dinamakan To panlan-sek. Kalau ganti orang lain dengan sodokan tadi pasti bisa menyengkelit tubuh lawan, karena itu meski Lian Tin-san membekal kepandaian silat yang tinggi, soalnya ia mimpi juga tidak menduga bahwa In-tiong yan juga mahir melancarkan jurus-jurus ilmu gumul dalam permainan ilmu pedangnya, maka sebelum ia siaga tahu tahu ikat pinggangnya sudah kena disodok putus untung celananya tidak kedodoran.

Tapi yang mengejutkan hati Lian Tin-san bukan karena kerugian kecil yang dideritanya ini, adalah ilmu pedangnya yang belum pernah dilihat atau ada di Tionggoan, sebaliknya justru permainan tunggal dari bangsa Mongol.

Cohaptoh adalah pegulat kelas tinggi yang paling disegani di Mongol. Sedang Liong-siang Hoatong adalah jago silat tiada tandingan dikolong langit, sebagai Koksu (imam negara) Mongol. Dari Jing-bau-khek Lian Tin san ada mendapat kabar bahwa tokoh dari Mongol ini saat mana berada di Tiong-goan maka begitu melihat permainan pedang In-tiong-yan ini mendadak teringat ia akan mereka, maka beralasanlah perkataannya itu.

Dengan tawar In tiong-yan menyahut; "Cohaptoh adalah kacung dirumahku, buat apa kau tanyakan dia??"

Tergetar hati Lian Tin-san, tanyanya pula: "Lalu Liong-siang Hoat-ong??"

In-tiong-yan terkekeh-kekeh, katanya : "Bila kulihat dia lantas kupanggil Hwesio gede, kalau hatiku sedang murung dan sedang malas tak kugubris juga tidak menjadi soal. Kau bertanya demikian melit, apa kau punya hubungan dengan mereka? Tapi jangan sekali-sekali kau mencari tahu asal usulku dari mereka seumpama kalian sahabat karib, mereka-pun belum tentu bernyali begitu besar berani menjelaskan kepada kau."

Mendengar ucapan In tiong yan terakhir ini, seketika pucat pasi muka Lian Tin-san, seperti jago yang kalah diadu, segera ia berteriak: "Teng-ngo mari kita pulang!"

"Kan masih ada dua jurus lagi apa kau tidak saksikan lebih lanjut?" demikian olok In tiong yan.

Lian Tin-san tertawa getir, katanya: "Anggaplah aku kalah dalam taruhan ini. Harap nona suka maafkan kecerobohanku. Perkara ini kami guru dan murid tidak akan ikut campur lagi!"

Menurut perhitungan Lian Tin-san setelah ia selesai mengerjakan tugasnya ini, segera ia hendak menyusul ke Lou-keh-ceng. Minta bantuan sute Jin-bau khek yaitu pemilik Lou kek ceng Lou Jin cin sebagai perantara supaya bisa memperkenalkan dirinya kepada Liong siang Hoatong. Kini setelah tahu siapa adanya In tiong yan, meski masih dirundung berbagai kecurigaan tak habis, karena sebagai tuan puteri dari bangsa Mongol kenapa membantu Su tay kim kong dari Ceng liong pang, tapi mana ia berani melawan dengan In tiong yan lagi.

Cukup hanya menggunakan tipu jurus In tiong yan berhasil menggebuk lari si Elang hitam guru dan murid yang kenamaan di Kangouw tidaklah heran kalau Su tay kim kong sama dibuat melongo dan terkejut.

Nyo dan Pek dua orang dari Su tay kim-kong memang punya pengalaman dan pengetahuan yang luas tapi mengenai dunia persilatan di Mongol mereka terlalu asing. Sedang Lo dan Ong dua orang masih muda yang baru beberapa tahun muncul dalam Bulim lebih tidak perlu dikatakan pula. Pada sepuluh tahun yang lalu Liong siang Hoatong pernah datang sekali ke Tionggoan. Para pendekar kelas tinggi dari Tionggoan kecuali beberapa orang tokoh yang benar benar kenamaan dan lihay kepandaiannya masih banyak yang belum pernah dengar namanya, lebih pula mereka tidak tahu bahwa Liong-siang Hoatong sebagai Koksu dari Mongol.

Dalam hati Nyo Sugi membatin, ''Julukan Liong-siang Hoatong ini cukup aneh mungkin sebagai Kaucu dari suatu aliran agama sesat? Entah tokoh macam apa pula orang she Co itu ? Aneh, begitu mendengar nama nama mereka lantas kelihatan Lian Tin san ketakutan dibuatnya. Naga naganya dia sudah mengetahui asal usul nona cantik ini, cuma tidak berani mengetahuinya, apakah sebabnya?"

Nama Cohaptoh orang Mongol disangka orang she Co orang Han. Di luar tahunya bahwa dalam bahasa Mongol, "Cohaptoh" merupakan suatu huruf yang tereja tiga nada berlainan, maksudnya yaitu gagah berani.

Bagaimana juga Su tay kim kong tidak akan mereka secara cepat meski mereka dirundung curiga sebagai lazimnya tersipu sipu mereka menyatakan banyak terima kasih kepada In tiong yan.

"Orang yang sering keluar dari pintu sudah seharusnya saling bantu membantu," demikian ujar In tiong yan. "Kalian meluangkan sebuah kamar kepadaku sampai sekarang aku belum lagi sempat menyatakan terima kasih kepada kalian."

"itulah urusan kecil kenapa diambil dalam hati," lekas Lo Hou wi menjawab.

Adalah Nyo Sugi tergerak hatinya, pikirnya: "Ilmu silatnya begitu tinggi bukan mustahil percakapan kami semalam sudah dicuri dengar olehnya."

Benar juga belum lagi ia selesai berpikir lantas terdengar In tiong yan berkata sambil tersenyum penuh arti; "Kalian selamanya aku belum pernah berkenalan dengan kalian tapi toh kalian tidak curiga kepadaku malah memberikan kamar kepadaku. Kalau kalian anggap soal kecil adalah aku tidak bisa tidak merasa terima kasih dan haru akan kepercayaan kalian kepadaku."

Ucapannya mengandung arti lain yang cukup mengerti. Su tay kim kong maklum bahwa pembicaraan mereka malam itu terang sudah dapat didengar olehnya, seketika mereka menjadi risi dan kikuk dan tertawa menyengir.

Kata Nyo Sugi: "Terima kasih akan bantuan nona menggebuk lari musuh. Harap maafkan akan kelancangan pertanyaan kami siapakah nama harum nona?"

In tiong yan tidak lantas menjawab pertanyaan ini sebaliknya ia balas bertanya: "Bukankah kalian berempat sedang mencari seorang yang bernama Geng Tian Geng kongcu?" Nyo Sugi berpikir: "Urusan sudah kebeber, apa perlunya kami main sembunyi terhadap dia maka segera ia menjawab: "Benar apakah nona kenal dengan Geng kongcu?"

"Tidak terhitung sahabat karib," demikian sahut In tiong yan. "Tapi bila kalian ketemu dia katanya pernah bertemu dengan seorang seperti aku pasti dia akan teringat siapa aku sebenarnya." secara tidak langsung ia mau katakan boleh kalian tanyakan namaku kepada pemuda bernama Geng Tian itu.

"Soalnya apakah kami dapat menemukan dia. Apakah nona tahu kabar beritanya?" kata Nyo Sugi pula.

"Kemana tujuan kalian untuk mencarinya?"

"Pangcu kami suruh kita kerumah Lu Tangwan mencari berita lebih dulu konon kabarnya dia pernah bertandang kerumah keluarga Lu."

"Itulah terjadi pada satu bulan yang lalu. Dimana dia sekarang aku tahu pasti. Tapi bila kalian mencarinya dirumah Lu Tang wan dapat kupastikan tidak akan bisa menemukannya."

"Harap nona suka memberi petunjuk."

"Lu Tang wan sudah mengikat permusuhan dengan Lou Jin cin, Lou Jin cin memang tak perlu ditakuti tapi orang dibelakangnya yang perlu dipikirkan maka mau tidak mau Lu Tang wan harus sembunyi sementara waktu, kalau kalian mau tahu jejak Lu Tang wan kalian harus cari dulu putrinya. Beberapa hari yang lalu putrinya menuju ke arah ibu inangnya untuk menyembunyikan diri pula tahuku tempat itu termasuk bilangan Ting tau sebelah utara dimana ada sebuah lurah dalam pegunungan Hong kong san, Soal apakah nama lurah itu aku tidak tahu!"

In tiong yan mendapat tahu soal ini sebelum ia berpisah dengan Lu Giok-yau. Soalnya waktu sangat mendesak mereka tergesa-gesa untuk berpisah maka ia bicara terlalu singkat maka ia terlupakan memberi tahu nama lurah itu kepada In tiong yan. Dan karena In tiong yan sudah mendengar pembicaraan mereka, tahu bahwa Pangcu mereka adalah bekas anak buah ayah Geng Tian maka dengan lega ia berani memberi tahu hal ini pada mereka.

Mendapatkan sumber penyelidikan itu sudah tentu Nyo Su gi berempat sangat senang katanya: "Diatas Hong kong-san cuma terdapat beberapa keluarga, cukup gampang buat mencarinya, terima kasih akan petunjuk nona ini." selanjutnya beramai ramai mereka menyatakan pula terima kasih lalu sambil berpisah.

Justru tidak diketahui oleh Su-tay kim-kong bila mana mereka langsung menuju ke rumah Lu Tang-wan tanpa susah payah mereka dapat bertemu dengan Geng Tian sekarang, karena harus berputar satu lingkaran pergi kelurah yang disebutkan itu mencari putri Lu Tang-wan maka mereka jadi kehilangan kesempatan bertemu dengan Geng Tian.

O^~^~^O 

DALAM pada itu, setelah berhasil lolos dari mara bahaya di Lou-keh ceng bersama Ling Hou, Cin Hou siau, Sip It-sian tidak ketinggalan Hong-tian lui, Hek-swan hong dan Geng Tian bertiga ikut pula, langsung pulang kerumah Lu Tang-wan. Ia tahu bahwa putrinya sudah berhasil lolos lebih dulu, maka harapannya setelah sampai di rumah, ia dapat bertemu dengan puterinya.

Melihat suaminya pulang membawa sedemikian banyak tamu, malah Hong Tian lui ada diantaranya Lu hujin menjadi kaget dan girang pula, tapi juga tak habis curiganya, sambil menyambut dan melayani para tamunya ia bertanya kepada suaminya; "Dimanakah kalian bersama? Para tamu ini adalah....."

"Kalau dibicarakan cukup panjang," sahut Lu Tang-wan. "Mari kukenalkan lebih dulu. Kedua orang ini adalah Ling Toako dan Cin Toako yang sering kukatakan kepadamu dan yang ini adalah maling sakti nomor satu diseluruh jagat Sip It-sian." Selanjutnya satu persatu ia perkenalkan juga Hek-swan hong dan Geng Tian.

Geng Tian berkata dengan tertawa; "Aku sudah bertemu dengan bibi, masih kuingat ada seorang Khu toako entah apakah masih berada disini?"

"Memang!" sahut Lu hujin, "Yang kau maksud adalah keponakanku yang bernama Khu Tay-seng kemarin baru saja pulang, mungkin besok datang pula kemari."

Sengaja Ling Hou menjura sekali lagi kepada Lu hujin serta berkata: "Selama berada disini anakku banyak mendapat perawatan dari Han-sio (ipar budiman), aku sebagai orang tuanya merasa berhutang budi dan banyak terima kasih!"

Lu hujin menjadi kikuk, sahutnya sambil tertawa dibuat buat, "Mana, mana, kukuatirkan putramu menyalahkan pelayananku kurang cermat, maka ia tinggal pergi begitu cepat, untung sekarang kalian pulang bersama, legalah hatiku."

Ia pura-pura kelihatan senang, bahwasanya dalam hati ia menggerutu kepada suaminya: "Mereka adalah orang orang kangouw yang sering terlibat dengan hukum, setiap orang yang sering berhubungan kental dengan mereka bukan mustahil kena bencana, sebaliknya kau bawa gerombolan orang orang liar ini pulang kerumah."

Sebagai seorang suami yang tahu sifat dan kekuatiran isterinya, suara sang istri tidak memperlihatkan rasa kurang puasnya, cepat Lu Tang-wan berkata: "Perjalananku sekarang ini diluar dugaan mengalami suatu peristiwa yang hampir saja merenggut jiwaku, untung ada Ling dan Cin toako memberi pertolongan dengan cepat kalau tidak mungkin aku sudah menemui ajalnya ditengah jalan dan tak bisa pulang menemui engkau lagi."

"Benar?" ujar Lu-hujin, "katanya kau merawat luka-lukanya dirumah Ling-toako, siapakah yang melukai kau ? Apakah sudah sembuh seluruhnya ?"

"Sudah lama sembuh, siapa orang yang melukai diriku sampai sekarang belum diketahui. Peristiwa ini pelan-pelan akan kuceritakan kepadamu dilain saat," demikian sahut Lu Tang-wan, mendadak ia merasa seperti heran, lalu tanyanya : "Dari mana kau bisa tahu bahwa aku merawat luka-lukaku dirumah Ling-toako ?"

Sekilas Lu-hujin pandang kearah Cin Hou-siau, mulutnya ragu ragu bicara : "Ini, ini . . . ." sesaat ia menjadi serba sulit, entah cara bagaimana ia harus bicara dihadapan sekian banyak orang. Ternyata ia anggap putrinya minggat bersama Cin Liong-hwi.

Ling Hou tertawa, katanya : "Semua urusan yang tidak begitu penting baiknya dibicarakan lain waktu saja. Sekarang tibalah saatnya kau tanya soal putrimu!"

Sebetulnya memang Lu Tang wan sudah ingin menanyakan putrinya sejak tadi. Soalnya mereka baru saja tiba dan para tamu belum dilayani sebagaimana mustinya, adalah jamak kalau mereka harus basa basi sekadarnya bersama istrinya. Setelah mendengar ucapan Ling Hou dengen tertawa baru berkata : "Terima kasih akan perhatian kalian ayah dan anak kepada putriku. Sebelum duduk perkaranya dibikin terang, mungkin Thiat-wi Hiantit jauh lebih gelisah daripada aku." Lalu ia berpaling kepada istrinya serta bertanya : "Apakah Yau ji sudah pulang kerumah ?"

"Apakah kau sudah tahu ?" balas tanya Lu hujin.

"Maksudmu soal Yau-ji meninggalkan rumah ?" Lu Tang wan menegas. "Memang aku tahu dia pernah pergi ke Lou keh ceng, kusangka sekarang sudah pulang kerumah !"

"Apa pula yang telah kau ketahui?"

Lu Tang-wan tertegun, ia menjadi heran, tanyanya lagi : "Masih ada apa ?"

Mendadak Lu hujin menekuk dengkul menjura kepada Cin Hou-siau, katanya : "Cin-lung-hiong, harap maaf sebelumnya akan kelancanganku. Aku mau bertanya, apakah kau punya seorang putra yang bernama Liong-hwi ?"

Rada tercekat hati Cin Hou-siau, pikirnya : "Mungkinkah bocah celaka itu pernah kemari?" segera ia menyahut: "Benar putraku memang bernama Liong-hwi. Dari mana hianso bisa tahu ?"

Benar juga terdengar Lu-hujin melanjutkan : "Dua hari yang lalu putramu baru datang kemari dia mengatakan ..."

"Apa katanya ?" cepat Cin Hou-siau mendesak.

Lu-hujin melanjutkan : "Dia berkata mendapat perintah dari ayahnya kemari untuk memberi kabar. Dari mulutnyalah baru aku tahu soal ayah Yau-ji merawat luka-lukanya dirumah kalian."

Cin Hoa-siau menjadi jengkel katanya, "Bocah keparat itu berani kemari membual!"

Lu-hujin pura-pura terkejut katanya : "Apakah bukan kau yang suruh putramu kemari ?"

Sip It-sian segera campur bicara bujuknya : "Cin-twako tidak perlu naik darah, dia memberi kabar kemari kan juga soal baik."

Lu Tang-wan seperti terdebar katanya : "Sip-twako, katamu putriku tertolong oleh seseorang, mungkinkah orang itu Liong-hwi adanya?"

Sahut Sip It-sian, "Waktu itu aku hanya mendengar suaranya tidak melihat bentuk orangnya. Tapi menurut keadaan dan situasi waktu itu bila mereka pergi ke Lou-keh ceng bersama, bila nona Lu kena tertawan musuh, adalah jamak kalau Liong-hwi harus menolonginya keluar!" Ia kuatir akan watak Cin Hou Siau yang berangasan pikirnya : "Bila dia tahu duduk perkara sesungguhnya, mustahil putranya itu tidak dipukulnya sampai mampus."

Ling Hou bersifat jujur dan bijaksana, segala urusan selalu ia terpikir kearah kebaikan, setelah mendengar penuturan Sip It-sian, cepat iapun campur bicara : "Benar, keadaannya pastilah begitu. Entah darimana keponakan Liong-hwi mendapat tahu bahwa putraku tertawan di Lou-keh-ceng, maka ia kemari mengajak nona Lu untuk menolongnya, Cin twako, Seumpama ia membual dan mengada ada, kaupun tak perlu terlalu menyalahkan dia!"

Sebaliknya Cin Hou siau tidak berani begitu saja mempercayai putranya, dengan sikap dingin ia memperhatikan, mendadak dilihatnya wajah Lu hujin menunjuk rasa hina dan senyum sinis yang memualkan, terbayang pula olehnya pandangan matanya yang aneh waktu menatap dirinya tadi, semakin besar rasa kecurigaannya itu.

"Bocah keparat itu terang tahu bahwa luka luka Lu Tang-wan sudah hampir sembuh dan segera bakal pulang ke rumah, kenapa ia memburu datang kemari memberi kabar? Jing-bau khek itu sudah menekannya menjadi muridnya, mana mungkin mandah melepaskannya pergi begitu saja?" segala persoalan yang tidak terjawab ini menjadi ganjalan disanubari Cin Hoa-siau samar samar ia merasakan persoalan ini rada ganjil.

Dilain pihak Lu Tang wan juga sedang berpikir: "Orang yang menolong Yau ji itu jika benar adalah Liong hwi, seumpama mereka tidak tahu peristiwa yang terjadi di Lou-keh ceng semalam seharusnya Yau-ji sudah mengajakku pulang kerumah."

Karena belum mengetahui kabar berita dan jejak Lu Giok-yau berdua, perjamuan yang akan diadakan malam itu menjadi kurang meriah.

Setelah perjamuan bubar dan mengantar tamunya masuk istirahat, Lu Tang wan suami istri pulang kedalam kamarnya, Lu Tang-wan berkata : "Kelihatannya masih ada urusan apa yang masih belum kau katakan, ya bukan ?"

"Benar," sahut Lu hujin. "Dihadapan sekian banyak tamu masa enak kuucapkan ?"

Sebagai Orang berpengalaman dalam tata kehidupan hati Lu Tang-wan sudah menebak beberapa bagian, katanya ; "Coba kau terangkan sekarang !"

"Menurut pendapatmu, bagaimana karakter Cin Liong-hwi itu?"

"Soal karakter dan ilmu silatnya kurang sebanding sama Ling Tiat-wi!''

"Tapi paras mukanya jauh lebih cakap dari Ling Tiat wi, apalagi mulutnya yang bawel itu pandai mengoceh !"

Berdetak jantung Lu Tang wan, katanya : "Apakah Yau-ji telah tertipu olehnya ??"

"Keburukan rumah tangga sendiri pantang diketahui orang luar. Dihadapan sekian banyak tamu tak enak kukatakan. Ketahuilah Yau-ji telah minggat bersama bocah itu!"

"Haaah !" seru Lu Tang wan terperanjat. "Bukan secara terang-terangan ia mengajak Yau-ji untuk membantunya?"

"Sebelumnya memang sudah direncanakan, kusuruh Yau-ji dan Tay-seng pergi ke rumahnya menyambut kau pulang siapa tahu malam itu secara diam-diam mereka berdua mengeluyur pergi tanpa pamit, tulisanpun Yau-ji tidak meninggalkan untuk aku !"

Sedapat mungkin Lu Tang-wan menghibur diri, katanya : "Mungkin Yau-ji takut kau rintangi, maka secara diam-diam mengajaknya meluruk ke Lou-keh-ceng ? Yau-jie jelas jatuh hati kepada Ling Tiat-wi, hal ini aku tahu Cin Liong-hwi adalah sutenya, dalam keadaan terdesak untuk menolongnya adalah jamak kalau mereka memburu waktu kesana janganlah kau menilai mereka terlalu buruk !"

Tapi terdengar Lu-hujin tertawa dingin katanya : "Anggapan Cin Liong-hwi dan Ling Tiat-wi berhubungan begitu kental laksana saudara sepupu layaknya? ketahuilah begitu sampai disini lantas ia mengobral mulutnya menjelek-jelekkan nama baik suhengnya !"

Lu Tang-wan menjadi heran dan curiga katanya : "Apa saja yang dia katakan ?"

"Katanya Tiat-wi sudah kepincut pada seorang putri bangsa Mongol, sekarang sudah menyerah pada Mongol, dan siap berangkat ke Holin menjadi menantu raja di sana."

"Putri Mongol mana yang dimaksudkan ?"

"Siluman perempuan yang bergelar In-tiong-yan yang suka menimbulkan geger di kalangan persilatan beberapa tahun belakangan ini. Betapa waktu yang lalu kabarnya masih berada di Lou-keh-ceng."

Lu Tang-wan bergelak tertawa, ujarnya : "Mana ada kejadian itu, aku ada di. . . . " lekas-lekas Lu-hujin mendesiskan mulutnya, katanya menukas : "Perlahan sedikit, suaramu mungkin didengar oleh mereka !"

Mana suami istri ini tahu diatas atap kamar mereka Sip It-sian sedang mendekam mencuri dengar percakapan mereka, soalnya Sip It-sian sendiri merasa kurang tentram karena persoalan Cin Liong-hwi, ingin ia mengetahui apa saja yang telah dikatakan Cin Liong-hwi kepada Lu-hujin. Ia melihat sikap dan air muka Lu-hujin yang kurang wajar tadi, maka sengaja ia datang untuk mencuri dengar pembicaraan mereka.

Dengan suara lirih Lu Tang-Wan berkata : "Mana ada kejadian itu ? Waktu di Lou-keh ceng aku sendiripun pernah melihat In-tiong-yan itu !"

"Sudah tentu aku tahu bahwa ucapannya itu bodong belaka, kalau tidak masa Ling Tiat-wi bisa pulang bersama kau ? kuceritakan kepada kau supaya kau tahu bahwa Cin Liong-hwi itu membual dan membuat laporan palsu untuk menipu Putri kita," bahwasanya yang membuat dan memberi laporan palsu masih ada Khu Thay-seng seorang, namun hal ini ia tutupi keadaan suaminya.

Sungguh kejut dan gusar pula Lu Tang-wan dibuatnya, katanya : "Keparat ini berani berbuat tidak senonoh terhadap puteri kami? Dihadapan Ling-twako dan ayahnya aku pernah menyinggung soal perkawinan Tiat wi dan Yau ji keparat inilah juga aku."

Lu hujin mandah tertawa dan mengejek, katanya, "Begitu bocah ini datang lantas aku tahu maksudnya yang tidak baik. Sepasang matanya yang kurang ajar ini selalu menatap Yau-ji dengan jelalatan, mana dapat mengelabui aku? Maka kuutus Tay seng seraya ikut mereka menyambut kau siapa duga mereka minggat pada tengah malam tanpa setahuku."

Lu Tang-wan menjadi gelisah, katanya: "Bagaimana baiknya Cin Hau siau menanam budi besar telah menolong jiwaku, bila anak itu benar salah melakukan perbuatan terkutuk menodai nama baik kita, betapapun aku tidak bisa bertindak terhadapnya."

"Jadi putri kita mandah kena rugi begitu saja?"

"Meskipun Yau ji tidak mengenal betapa culasnya hati manusia, tapi dia seorang yang mengerti tata krama dan pandai menjaga diri kemungkinan dia tidak akan melakukan perbuatan yang terkutuk dengan bocah keparat itu!" ucapan ini tidak lebih untuk menghibur hatinya sendiri.

"Semoga begituIah!" jengek Lu hujin dingin; "bahwasanya aku memang tidak setuju kau jodohkan Yauji dengan Ling Tiat wi. Sekarang terjadi peristiwa yang memalukan ini, maka betapa juga putri kita tidak mungkin dinikahkan kepada keluarga Ling. Coba kau pikir keluarga Ling dan Cin punya hubungan kental sejak nenek moyang mereka, bila Yau ji menikah dan masuk keluarga Ling, setiap hari harus bersua dengan bocah she Cin itu. Apakah tidak malu?"

Entah berapa banyak Lu Tang wan pernah menghadapi persoalan besar kecil yang cukup rumit, namun belum pernah terjadi peristiwa seperti halnya terjadi sekarang ini yang cukup membuatnya serba runyam, hatinya gundah dan gugup, katanya: "Sekarang yang terpenting segera mencari Yau-ji kembali, soal perkawinan kita bicarakan kelak !"

"Soal ini tidak boleh tersiar keluar. Besok panggil Tay seng kemari dia ikut bantu mencari !"

Lu Tang wan kehilangan pegangan terpaksa menyahut sejadinya. Tanpa disadari olehnya justru sang istri sudah punya pegangan dalam penyelesaian soal ini.

Kata Lu hujin pula, "kau pulang bersama sekian banyak tamu, adakah orang luar yang tahu??"

"Semua orang Lou keh ceng tahu, kenapa?" kata Lu Tang wan geregetan.

"Lou Jin cin adalah begal besar yang sudah cuci tangan, apa yang diucapkan pihak pemerintah belum tentu mau percaya, lebih baik kau berusaha mengantar para tamumu pulang secepatnya. Kelak bila diusut, masa kita bisa mungkir??"

Lu Tang wan menjadi gusar, katanya: "Jiwaku ini toh mereka yang tolong, masa aku tega mengeluarkan kata kataku?"

"Kau punya keluarga, punya harta benda, punya istri punya anak kau mau berlaku nekad sendiri demi kesetiaan kawan tanpa kau hiraukan keluarga, harta benda dan anak istrimu ?"

Sebaliknya Lu Tang wan membatin: "Putrimu sudah pergi dan yang kau pikirkan melulu kepentinganmu sendiri." tapi ia tidak berani membuat ribut dengan istrinya, bila sampai bertengkar bukan mustahil suara mereka bakal terdengar oleh para tamu.

Lu hujin berkata pula, "Betapa jerih payah kita untuk mengumpulkan kejayaan ini, kau sendiri tempo hari pernah bilang, dunia kangouw penuh bahaya kejahatan, kau sendiri sudah tidak mau lagi keluntang-kelantung diluar, kecuali kau antar para tamumu pulang, hidup selanjutnya baru bisa aman sentosa."

"Cobalah kau tidak cerewet lagi," sentak Lu Tangwan lagi mendongkol. "Cobalah beri waktu untuk aku berpikir," dalam hati ia membatin, "Ai kenapa semakin lama ia tak dapat melihat gelagat dan suasana, siapa tidak mendambakan hidup sentosa dan sejahtera tapi bila melakukan perbuatan terkutuk terhadap sahabat sendiri, masa aku Lu Tangwan masih ada muka bertemu dengan para kawan?"

Sip It-sian mendekam diatap rumah, mencuri dengar sampai disini ia berpikir, "Dugaanku ternyata betul. Istrinya tidak senang akan kedatangan para tamu yang tidak diundang ini. Tapi tidak perlu heran, perempuan mana yang tidak pernah takut mendengar nama "Pelarian". Demi sahabat dan keluarganya, kita tidak seharusnya merembet dan bikin susah mereka." lalu berpikir pula: "Urusan Liong hwi sementara ini terpaksa harus dirahasiakan terhadap Cin toako dan Ling-toako."

Hari kedua pagi pagi benar, mendadak Cin Hou siau beramai-ramai menemui Lu Tangwan dan mohon diri bersama, keruan saja Lu Tang wan terperanjat, batinnya: "Apakah perkataan ibu Yau ji semalam dapat didengar oleh mereka ?" dengan ngotot ia menahan para tamunya.

Dengan suara lirih Cin Hou-siau berkata, "Hong hiantit mendapatkan satu jilid Ping-hoat, kita harus membantunya menyerahkan kepada kepala pimpinan laskar pergerakan dalam waktu sesingkat mungkin. Maka setelah dipikirkan secara masak, terpaksa kami harus segera mohon diri kepadamu. Toh waktu masih panjang, kelak kami masih bisa datang kemari." Ternyata Cin Hou-siau beramai memang mendapat nasehat dari Sip It sian, sehingga mereka berkeputusan untuk segera meninggalkan rumah Lu Tang-wan ini. Alasan yang dikemukakan ini memang tepat.

Memang alasan tepat dan keperluan memang penting, Lu Tang-wan sendiri mengetahui pula persoalan Ping-hoat itu, hatinya curiga tapi toh ia kewalahan menahan tamu tamunya, akhirnya ia berkata; "Kalau begitu, Tiat-wi Hiantit sementara biar tinggal di sini saja, luka lukanya kan belum sembuh seluruhnya?"

Ling Hou berkata; "Terima kasih atas kebaikan Lu toako, penyakit anakku sudah kuperiksa rasanya tidak bakal kambuh lagi. Gurunya minta segera ia pulang untuk mengurus Bukoannya di kampung jejak sutenya itu juga perlu bantuan untuk ikut mencari."

Melihat sikap Ling Hou banyak lebih kaku dan dingin dari kemarin, Lu Tang-wan jadi lebih sedih dan terketuk perasaannya. Tapi pikiran lain lantas berkelebat dalam benaknya, ia sendiri belum punya keputusan akan menikahkan putrinya kepada Hong thian lui, istrinyapun ingin agar para tamunya ini lekas-lekas meninggalkan rumah, apa boleh buat.

Lu Tang wan mengantar para tamunya sampai kepintu depan, Khu tay seng melangkah masuk dari pintu belakang.

Segera Lu hujin membawa masuk kekamar dalam katanya berbisik: "Piaomoaymu sudah ada beritanya."

Khu Tay seng kegirangan, "Berita apa?" tanyanya.

"Ternyata mereka pergi ke Lou keh ceng."

Khu Tay-seng terkejut benar, katanya kemudian: "Piauwmoay begitu besar nyalinya, berani dia meluruk kesana untuk menolong bocah itu!! Ah!! Ilmu silat Lou Jin cin bukan kepalang lihaynya apakah Piauwmoay kena tertawan oleh Lou keh ceng?"

"Bukan begitu," Lu hujin menjelaskan, "Kabarnya mereka sudah berhasil meloloskan diri, apakah kau melihat para tamu yang diantar Kohtiomu? Diantara mereka ada ayah Ling Tiat wi dan ayah bocah she Cin itu!!"

Dengan ringkas segera ia beritahukan tentang Cin, Ling dan lain lain yang membuat keributan di Lou-keh ceng, serta Sip-it sian melihat Lu Giok-yau pula dimana akhirnya Khu Tay seng berkata: "Piauwmoay tidak berani pulang, darimana bisa tahu kemana mereka melarikan diri?"

"Ada sebuah sumber penyelidikan, coba kau susul dia kesana."

"Dimana tempat itu??" tanya Khu Tay-seng tersipu-sipu.

Tutur Lu hujin: "Hari itu Cin Liong hwi berbohong mendapat pesan ayahnya memberi kabar kemari kuduga iapun tidak berani pulang. Aku jelas akan wataknya Piauw-moaymu, betapapun besar nyalinya tak akan berani keluyuran dengan seorang laki-laki sembarangan. Mungkin dia masih belum tahu bahwa Ling Tiat hwi sudah tertolong keluar oleh ayahnya tapi dia menyirapi berita. Cobalah kau susul kerumah ibu inangnya, kecuali aku ibu inangnya ini paling sayang padanya setelah lolos dari Lou keh-ceng tiada tempat lagi untuk meneduh pasti ia menuju kerumah inangnya itu."

Setelah perundingan rahasia antara bibi dan keponakan ini selesai Lu Tang wan baru masuk kedalam, segera Khu Tay-seng menghadapi sekedarnya, lalu bergegas tinggal pergi. Apa yang menjadi perundingan mereka tadi sekecap pun tidak disampaikan kepada Lu Tang-wan.

O^~^~^O

Setelah meninggalkan rumah keluarga Lu, Ling Hou dan rombongannya menempuh perjalanan dengan langkah cepat, masing-masing memikirkan urusannya sendiri, terutama Ling Hou kelihatan rada murung dan kesal.

Segera Cin Hou siau membujuknya : "Pernikahan ini, bilamana jadi itulah baik kalau batalpun tidak menjadi soal. Bukan aku suka menggagalkan muridku, ilmu silat dan martabat Tiat-wi sukar dicari keduanya, seorang laki-laki kenapa kuatir tidak bisa memperoleh seorang isteri yang cantik dan bijaksana ?"

"Bukan aku menyayangkan pernikahan yang belum menentu ini." demikian Ling Hou menjelaskan. "Aku menyayangkan tindakan Lu-toako seorang laki-laki, seorang enghiong yang gagah perkasa, kenapa berkuping lemah. Ai, aku mengajukan pinangan untuk anak Wi, mungkin tindakanku rada ceroboh."

Perkataan "kuping lemah" yang dimaksud adalah takut bini, segala sesuatunya percaya akan obrolan sang istri.

Sip It-sian tertawa, selanya : "Belum tentu Lu Tang-wan itu selalu tunduk pada ucapan istrinya. Yang terang istrinya tidak senang hati terhadap kita, sehingga kita sendiri yang tak enak tinggal terlalu lama dirumahnya, semalam waktu kucuri dengar percakapan mereka kelihatannya Lu Tang-wan sangat menyetujui Tiat-wi, bocah itu belum tentu soal pernikahan ini tiada harapan."

"Kalau tidak mendapat simpatik dari sang mertua, menantu ini tidak jadi saja, soal pernikahan Tiat-wi, selanjutnya akupun tidak perlu menyinggungnya pula kepadanya !"

Tidak enak bagi Hong-thian lui untuk ikut membicarakan persoalan perkawinannya, dasar sifatnya yang keras kepala dan tinggi hati ia merasa ucapan ayahnya sangat benar dan mencocoki seleranya. Sekonyong-konyong bayangan Lu Giok-yau berkelebat dalam benaknya, tanpa merasa sekujur badannya terasa bergidik.

"Selama beberapa hari beberapa malam tanpa mengenal lelah dan tidur, makan tidak bisa tidur Giok yau meladeni aku, merawat lukanya sampai sembuh. Apakah lantaran sedikit perselisihan dengan ibunya lantas aku tidak mau hiraukan dia lagi ?" Terpikir pula oleh Hong tian-lui, "Giok yau adalah Giok-yau, ibunya adalah ibunya, lain ibu lain anak. Kalau bibi Lu tidak senang kepadaku, apa sangkut pautnya dengan dia ? Yang terang dia kan suka kepadaku . . ." teringat akan kelakuan Giok yau yang begitu mesra dan prihatin terhadap dirinya selama ia sakit, teringat akan sikap dan rasa berat serta mata yang berkaca kaca karena cinta kasihnya . . . sama-sama itu, cukup jelas membuktikan betapa murni cintanya terhadap dirinya. Serta merta jantung Hong Thian lui berdegup dengan amat kerasnya, lapat-lapat ia merasakan pula ucapan ayahnya yang tidak bisa diterima akan kebenarannya.

Ling Hou tidak suka memperbincangkan persoalan Lu Tang-wan suami istri. Segera ia putar haluan dan ajak bicara kepada Hek swan-hong dan Geng Tian, katanya : "Hong hiantit, Geng hiantit, bila kalian berdua tidak ada urusan lain yang penting, kuharap kalian suka mampir ke rumahku barang beberapa hari? Anak anak muda sulit mendapat sahabat karib yang sehaluan dan setujuan, berilah kesempatan kepada putraku untuk mendapat pengalaman lebih banyak dari kalian ?"

"Memang aku ingin berkumpul beberapa hari lagi dengan Tiat-wi, tapi aku harus segera menuju Tayloh untuk menemui Liok pangcu dari Kaypang untuk memberikan laporanku dalam perjalanan ke Liang san tempo hari, dan yang terpenting menyerahkan Pinghoat itu kepada beliau supaya beliau suka memberikan keputusannya. Terpaksa harus ditunda lain kesempatan untuk menyambangi paman ?"

Ling Hou tahu betapa penting tugasnya itu maka ia berkata tertawa; "Kalau begitu aku pun tidak akan paksa kau !"

Mendadak Hong thian lui angkat bicara: "Yah, aku ingin ikut Hong toako pergi ke Taytoh untuk melihat lihat dan mencari pengalaman bagaimana pendapatmu?"

"Bukannya tidak baik, kuatirku pengalamanmu terlalu cetek, badanmu belum sehat seluruhnya, begitu berada di ibu kota negeri Kim segala sesuatunya perlu kewaspadaan yang berlebihan, apakah kau tidak membebani orang lain ?"

Hong thian lui tertawa, katanya : "Toh bukan seorang saja yang pergi ada pula Hong toako yang akan memberi petunjuk kepadaku, lukaku sudah delapan puluh persen sembuh, luka luka luar yang belum sembuh ini tidak bakal mempengaruhi diriku. Perjalanan ke Taytoh dari sini paling cepat memakan waktu satu bulan. Dalam jangka sebulan masa takkan sembuh seluruhnya?"

"Liok pangcu adalah sahabat lama yang sudah tak pernah jumpa beberapa tahun," demikian Cin Hou-siau ikut menimbrung. "Dengan kesempatan ini biarlah Tiat wi ikut menyambangi dia sekaligus menyampai salam dari kita."

Hong thian-lui berjingkrak kegirangan, serunya: "Saudara Geng, kau bagaimana?"

"Aku justru punya urusan lain. Mungkin aku tidak bisa ikut kalian pergi ke Taytoh bersama!" demikian sahut Geng Tian, lalu ia berpaling dan katanya pula : "Sam-wi Locianpwe, aku tanya, apakah kau tahu seorang pangcu Ceng-liong-pang yang bernama Liong Jiang-poh ?"

"Kau kenal dengan Liong pangcu ?" tanya Cin hou-siau.

"Beliau adalah bekas bawahan ayahku!" demikian sahut Geng Tian. "Siautit sendiri belum pernah ketemu dengan beliau, entahlah dimana letak kedudukan Ceng-liong-pang itu."

Kata Cin Hou-siau: "Aku kenal dengan Liong Jiang-poh itu, tapi sudah sekian tahun aku tidak kelana didunia kang-ouw, entah dimana markas besar Ceng-liong-pang itu !"

Sekarang Sip It-sian campur bicara : "Berita tentang Ceng-liong-pang aku pernah dengar sedikit, semula markas besarnya didirikan di Hu-gu-san, konon kabarnya tahun yang lalu sudah hijrah ke Ki-lian-san."

"Wah ! pindah sedemikian jauhnya !" seru Cin Hou-siau.

Perlu diketahui Hu-gu-san terletak di Tiong-ciu wilayah Holam, sebaliknya Ki-lian-san terletak di Kam-siok daerah barat laut, jarak kedua gunung ini terpaut beberapa ribu li jauhnya, sebab Cin Hou-siau tahu bahwa Ceng Liong-pang merupakah satu perkumpulan rahasia yang melawan kerajaan Kim, dengan memindahkan markas besarnya ke Ki-liansan berarti mempersukar segala pergerakan dan fasilitas maka ia mengajukan pertanyaan yang mengherankan itu.

Sip It-sian menjelaskan : "Justeru karena rahasia Ceng-liong pang sudah diketahui oleh pihak kerajaan Kim. Komandan Gi-lim-kun dari kerajaan Kim yang bernama Wanyen Tiang-ci hendak mengirim pasukannya untuk menumpas mereka, begitu mendapat kabar ini, Liong Ciau tahu bahwa Hu-gu-san tidak mungkin kuat untuk bercokol Iebih lama pula, maka jauh-jauh mereka pindah ke Ki-lian-san, disana mereka hendak menyusun kekuatan pula!!"

"Beritamu ternyata cukup aktuil. Rahasia yang sangat penting ini, darimana kau dapat dengar?" Cin Hou-siau bertanya sambil bergurau.

Sip It sian tertawa, tuturnya : "Kalau dibicarakan berita rahasia ini aku jauh lebih dulu mendapat tahu dari Liong Jiang poh sendiri. Gundik kelima dari Ciangkun yang bercokol di Aiciu mempunyai serenteng Ya-bing-cun seharga puluhan laksa tail perak yang dibeli dari seorang pedagang dari Persia. Mendapat kisikan dari seorang ahli sebetulnya aku berniat mencuri serenteng mutiara itu tidak kuduga belum lagi rentengan mutiara itu berhasil kucuri justru surat perintah Wanyen Tiang ci kepada panglima di Ai-ciu itu berhasil kucomot!"

Cin Hou siau bergelak tertawa, serunya, "Hasilmu ini jauh lebih berharga dari nilai serenteng Ya-bing-cu itu!"

"Secepatnya aku segera mengirim berita ini ke Hu ga-san," demikian Sip It sian melanjutkan. "Tatkala itu memang Liong Jiang-poh sudah mendapat sedikit berita, tapi tidak sejelas seperti yang kuperoleh. Setelah melihat surat rahasia itu baru dia berkepastian untuk memindahkan tempat tinggal markas besarnya itu. Tapi waktu itu hanya diputuskan untuk pindah tempat dan belum mendapat kepastian tempatnya. Baru belakangan ini aku mendapat tahu mereka sudah pindah ke Ki liansan.

O^~^~^O
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar