Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Jilid 14

Jilid 14 

Tapi kenyataan memang tenaga pukulan Liong hwi jauh lebih lihay dan jahat dari Ling Tiat wi, Lu Giok-yau tidak tahu seluk beluk intisari panca indra pelajaran Bi-lek ciang, maka iapun segan banyak tanya lagi.

Sebaliknya Hek swan-hong yang sembunyi dan mengintip gerak-gerik mereka menjadi bertanya-tanya dalam hati. Sebagai seorang ahli silat, pandangannya sudah tentu lebih tajam dari Lu Giok yau; apalagi dia sendiri pernah gebrak langsung dengan Ling Tiat wi. Sekali pandang saja lantas dia dapat melihat keganjilan pukulan Bi-lek-ciang yang dilancarkan Cin Liong-hwi. Setelah Lu Giok-yau pergi jauh, diam diam ia keluar dan memeriksa mayat kedua orang itu. Tampak panca indra kedua mayat itu sama mengeluarkan darah, jelas tidak mungkin mampus karena kekuatan pukulan Bi lek ciang yang bersifat keras dan kasar itu, yang benar adalah akibat pukulan jahat yang berbisa.

Hek-swan-hong berpikir, "Cin Hou-siau sebagai tokoh silat, apalagi Bi-lek-ciang merupakan ilmu lurus yang kenamaan, mana bisa melukai orang sampai begitu rupa ? Apakah bocah itu menyamar sebagai putra Cin Hou siau? Tapi keluarga Lu dan keluarga Ling merupakan sahabat kental sejak kakek moyang mereka, bila bocah ini benar samaran masa bisa mengelabui ibu dan anak keluarga Lu ?"

Lantas terpikir pula olehnya, "Seumpama bocah ini benar Sute Ling Tiat-wi, kelihatannya juga bukan orang baik-baik. Dari ucapannya tadi bukan saja berlaku kurang hormat terhadap sang suheng, jelas pula tiada niat hendak menolong Suhengnya. Sayang nona Lu itu terlalu cetek pengalaman sehingga tidak tahu bahwa dirinya diapusi."

Karena rasa kecurigaan inilah maka selanjutnya secara diam-diam Hek swan-hong menguntit dibelakang mereka, pikirnya, "Bila bocah ini benar punya nyali masuklah ke Lou keh ceng, secara diam diam aku harus bantu mereka."

Setelah melampaui hutan ini jalan selanjutnya menjadi lapang, supaya tidak konangan jejaknya, Hek swan hong memperlambat jalannya, entah berapa lama kemudian ia tiba disebuah pengkolan jalan, sekonyong konyong didengarnya suara desiran senjata rahasia, itulah sebutir batu kerikil yang menyambar kearah Hek-swan-hong. Sudah tentu Hek-swan-hong terkejut, batinnya : "Entah siapakah orangnya, belum lagi tampak orangnya senjata rahasianya sudah menyambar tiba kepandaiannya ini tidak lemah, tapi kenapa sasarannya bisa nyeleweng, apakah dia sengaja hendak memancing diriku ?" karena rasa ingin tahunya segera ia melesat kearah datangnya kerikil sana.

Tampak seorang laki laki berjubah hijau berdiri diatas gundukan tanah tinggi dipinggir jalan sana, katanya tertawa, "Hek-swan-hong, bila kau berani mari ikut aku !"

Kelihatannya orang tidak bermaksud jahat, maka Hek-swan hong berpikir. "Mengandal kemampuannya untuk melukai nona Lu dan bocah she Cin itu segampang membalikkan telapak tangan. Dia membiarkan mereka lewat, agaknya hendak membuat perkara padaku saja. Seumpama dia memang hendak mencari perkara masakah aku takut padanya ?"

Mereka sama memiliki Ginkang tingkat tinggi, sekejap saja Jing hou khek sudah membawa Hek-swan hong memasuki hutan lebat.

Kata Hek-swan-hong, "Disini tiada orang. Siapakah tuan ini, ada petunjuk apa, silahkan katakan saja ?"

Jing hou-khek terbahak bahak sambil memutar tubuh, ujarnya, "Hek-swan-hong, kau tidak kenal aku, sebaliknya aku tidak kenal kau. Baru saja kau terusir keluar dari Lou-keh ceng bukan ?"

"Apakah kau dari Lou-keh-ceng ?"

"Lou-keh-ceng tiada sangkut pautnya dengan aku. Tapi aku paling benci melihat orang turut campur urusan orang lain."

Hek-swan hong melengak, jengeknya dingin, "Jadi kau memang hendak membela kepentingan Lou Jin cin ?"

"Sudah kukatakan aku tidak suka turut campur urusan orang lain. Lou Jin-cin juga tidak perlu orang menalangi kepentingannya."

"Lalu apa maksudmu kau ajak aku kemari ?"

"Aku tidak turut campur urusan orang lain. Tapi urusan yang bersangkut paut dengan diriku tidak bisa harus kuurus. Hek-swan hong, katakan, kenapa kau menguntit muridku ?"

"Siapakah muridmu itu ?"

"Cin Liong-hwi yang berjalan sama putri Lu Tang-wan itulah."

Hek swan-hong terkejut, serunya, "Cin Liong-hwi bukankah dia putra Cin Hou-siau?"

"Benar, kau tahu asal usulnya, kenapa pula menguntit dia, jelas kau bermaksud jahat bukan?"

"Nanti dulu, coba kau jelaskan. Putra... Cin Hou-siau bagaimana bisa menjadi muridmu ?"

"Kenapa tidak bisa ? Dia sudah berlutut dan menyembah angkat aku jadi gurunya, sudah tentu dia menjadi muridku."

Hek-swan-hong menjadi sangsi hatinya. Sebagai seorang cikal bakal sebuah aliran silat tersendiri masa Cin Hou-siau rela membiarkan putranya angkat guru pada orang lain. Malah ilmu yang dipelajari adalah pukulan jahat yang berbisa lagi ? namun serta ia melihat ucapan Jing-hou-khek begitu yakin dan sungguh-sungguh, ia menjadi ragu-ragu dan setengah percaya. Maka ia menjengek dingin, "Seumpama Cin Liong-hwi itu benar menjadi muridmu, lantas kau mau apa?"

"Sebagai muridku, aku tidak mudah membiarkan orang lain mencelakai jiwanya."

Hek-swan-hong tertawa besar, serunya, "Kau sendiri belum jelas duduknya perkara, dari mana kau tahu bahwa aku hendak mencelakai jiwanya ?"

"Kau main sembunyi dan menguntit mereka jelas bermaksud jelek."

"Justru kaulah yang mengukur orang lain dengan pribadimu sendiri yang rendah. Bicara terus terang aku ingin melindungi mereka malah."

"Orok umur tiga tahun juga tidak bakal percaya obrolanmu. Masa kau berhati begitu baik. Kenapa tidak terus terang saja bicara dihadapan muridku ?"

Hek-swan-hong segan mengutarakan rasa curiganya terhadap Cin Liong-hwi, katanya, "Kau mau percaya tidak terserah. Aku harus segera menyusul ke Lou keh ceng, selamat tinggal."

"Tak boleh pergi !" tiba-tiba Jing-hou-khek menghardik.

"Memangnya kau mau apa?" jengek Hek-swan hong gusar.

"Justru karena tidak percaya kau masa kubiarkan kau pergi mencelakai muridku. Hm, muridku itupun tidak perlu kau yang melindungi."

Sebagai seorang yang berpengalaman luas dalam kalangan Kangouw, Hek swan hong menjadi sadar, pikirannya, "Keparat tua ini ajak adu mulut disini, mungkin sengaja hendak mengulur waktuku supaya orang-orang Lou-khek ceng meringkus putri Lu Tang wan itu." karena kekuatirannya ini ia menjadi berlaku hati hati. Memang rekaannya tidak jauh meleset. Kiranya Jing-hou-khek sengaja hendak membiarkan Cin Liong-hwi bekerja menurut rencananya semula, supaya Lu Giok yau terjebak kedalam tipu dayanya. Ya tapi tiada maksudnya supaya mereka diringkus oleh orang orang keluarga Lou.

Setelah membongkar tipu daya orang, Hek swan hong lantas tertawa dingin katanya, "Aku Hek swan hong bebas kemana aku suka pergi atau datang. Kalau kau mampu coba rintangi aku !"

Jing hou khek mengenakan kedok muka wajahnya membeku dingin tak berexpresi, jengeknya, "Hek swan hong, dihadapanku tak kubiarkan kau bergerak bebas sesuka hatimu. Tidak percaya cobalah!"

Belum lenyap suaranya tampak Jing hou khek berkelebat, tahu tahu sudah melejit tiba dihadapan Hek swan hong. Dengan jurus Ji liong jing cu kontan Hek swan hong balas dengan serangan ganas, kedua jarinya terangkap untuk mencukil kedua biji mata musuh. Tapi Jing hou khek melintangkan telapak tangannya yang setajam golok itu untuk memapas pergelangan tangannya. Lapat lapat terendus oleh Hek swan hong bau amis yang memualkan perutnya.

Tergetar perasaan Hek swan hong, pikirannya, "Pukulan jahatnya ini sudah tentu jauh lebih lihay dari Cin Liong hwi bocah itu," sebelum menjajaki tinggi rendah ilmu kepandaian lawan, betapapun Hek swan hong harus berlaku sangat hati-hati, segera segesit kera dengan gerak tubuh Hong biau loh hoa, ia menyurut mundur berkelit dari samberan pukulan musuh yang berbisa itu.

Jing hou khek bergelak tawa, serunya, "Kukatakan kau tak akan bisa lari, sekarang percaya tidak ?"

Sekonyong- konyong Hek swan hong merubah permainannya, sebuah pukulan berubah menjadi dua, dua pukulah berubah menjadi empat pukulan, seketika dari delapan penjuru angin kelihatan telapak tangannya menari dan meraba secepat kilat, sasarannya tepat dan mematikan.

Keruan Jing hou khek sangat kaget. Batinnya, "Hek swan hong ternyata tidak bernama kosong, ilmu pukulannya ini benar hebat. Tak heran dia berani mencuri masuk kegedung Wanyen Tiangci menggondol pergi konsep rahasia yang sangat berharga itu. Usianya sekarang baru likuran tahun, kepandaiannya sudah begini hebat, beberapa tahun kemudian pasti aku bukan tandingannya lagi. Bila hari ini tidak kumampuskan dia kelak tentu merupakan perintang yang sangat berat." seketika timbul napsunya membunuh. Jengeknya dingin, "Hek swan hong, meski kepandaianmu lihay, untuk lolos dari tanganku betapapun kau takkan mampu."

Hek swan hong tertawa tantang, ujarnya, ''Sekarang aku jadi percaya bahwa Cin Liong hwi itu memang muridmu. Ternyata kalian guru dan murid sama pandai membual dan suka mengagulkan diri."

Belum lenyap suara tawanya, mendadak terasa bau amis yang berbau busuk menyampok mukanya, meski Lwekang Hek swan hong cukup tinggi tak urung ia rasakan dadanya sesak dan muak. Begitu merupakan ilmu pukulannya kedua telapak tangan Jing hou khek bergerak membundar, bundar membundar bergantian membawa kekuatan pukulan yang dahsyat bagai gelombang samudra yang berderai tak kenal putus. Keruan bercekat hati Hek swan hong. "Kecuali pukulannya berbisa, keparat ini ternyata punya kepandaian sejati. Aku tak boleh pandang rendah lawan."

Segera Hek swan hong kembangkan kehebatan Ginkangnya, ia berputar berlari dan berloncatan mengitari lawan, bertempur secara gerilya, ia berlaku sangat cermat dan hati-hati, selalu ia menghindari bertahan secara kekerasan melawan pukulan berbisa musuh. Sekejap saja lima puluh jurus telah berlalu. Sekonyong konyong Jing hou khek membalikkan tangan memukul dadanya sendiri, kontan darah segar menyembur dari mulutnya, tubuhnya pun sempoyongan hampir roboh.

Permainan aneh yang lucu dan mendadak ini benar-benar sangat mengejutkan Hek swan hong, selama hidup ini belum pernah ia saksikan atau dengar permainan silat macam ini, sesaat ia menjadi melongo dan berpikir, "Mana ada aturan pukul sendiri melukai badan."

Belum lenyap pikirannya, mendadak Jing hou khek membentak. "Kena !" tiba-tiba pukulannya menyelonong tiba dari jurusan yang terduga oleh Hek swan hong.

Sebat sekali Hek swan hong berkelit dan melejit menyingkir dari samping musuh, tiba tiba ia merasakan telapak tangannya kesemutan, seketika ia rasakan darah bergolak di-rongga dadanya. Ternyata meskipun ia berkelit secara cepat, betapapun ia harus melawan secara kekerasan untuk menangkis pukulan musuh yang tidak mungkin dihindari lagi.

Kiranya permainan jurus aneh dari Jing-hou khek ini merupakan ilmu jahat berbisa dari aliran sesat yang dinamakan Tukhiat-cian (panah darah berbisa), dimana setiap kali mulutnya menyemburkan darah, maka telapak tangannya akan mengandung bisa yang berlipat ganda, jurus aneh itu gunanya memang untuk membingungkan pihak lawan.

Untung Hek swan hong cukup berpengalaman, bila ganti orang lain, melihat orang pukul diri melukai sendiri, tentu segera menyerbu dan merangsak lebih hebat, perbuatan ini justru terjebak oleh musuh dan termakan oleh pukulan berbisa musuh malah, seumpama tidak mati pasti terluka berat. Memang tadi Hek swan-hong merasa heran, namun ia cukup cerdik, ia duga tentu lawan mengandung maksud tertentu dalam cara permainan melukai diri sendiri ini maka segera ia siap waspada, sedikitpun ia tidak temukan kemenangan. Begitu pukulan kedua belah pihak saling bentur cepat ia gunakan tenaga 'kisar' untuk memunahkan beberapa bagian kekuatan pukulan lawan, sehingga luka-lukanya berbisa tidak terlalu berat.

Tapi meski tidak terluka berat, gebrak selanjutnya Hek-swan-hong merasa kepalanya semakin pening dan pusing, pertahanannya semakin lemah dan tenagapun terkuras habis.

"Hek-swan-hong," Jing hou khek terkial-kial, "sudah rasakan kelihayanku belum ? Seharusnya kau tahu diri dan tak mungkin dapat lolos dari sepasang tanganku ini. Demi keselamatan jiwamu, lekas kau berlutut angkat aku sebagai guru saja. Setelah kau menjadi muridku, bukan saja jiwamu dapat kuselamatkan, seluruh kepandaianku inipun akan kuturunkan kepada kau."

"Kentutnya busuk," Maki Hek-swan hong gusar, sambil menggertak gigi ia melawan dengan sengit dan nekad, bila perlu biar gugur bersama.

Jing-hou khek menjadi gentar pikirnya, "Untuk membunuhnya tidak sukar, tapi bila aku berhasil membunuh dia, betapapun aku terluka berat pula."

Jing-hou-khek beranggapan bahwa dirinya jelas dapat menang, maka ia bekerja mengulur waktu, pikirnya, "Setelah ia kehabisan tenaga baru aku turun tangan mencabut jiwanya. Buat apa aku harus menghadapinya secara kekerasan sekarang ?"

Karena cara tempur mengulur waktu yang dianggap sempurna oleh Jing-hou-khek ini sehingga Hek-swan-hong dapat melanjutkan perkelahiannya sampai tiga puluhan jurus lagi, namun keadaannya sudah cukup payah. Lambat laun matanya semakin berkunang-kunang kepalanya juga semakin berat, penglihatannya menjadi samar-samar. Dalam keadaan yang gawat ini tiba-tiba didengarnya seseorang membentak, "Ee, kiranya kau bangsat tua jubah hijau ini mengganas lagi di sini."

Waktu Hek-swan-hong pentang matanya dan melihat tegas, tampak dihadapannya tahu-tahu tambah seorang pemuda berpakaian sastrawan bermuka cakap.

Terdengar Jing-hou-khek juga menjengek dingin, "Kau sudah pernah keok ditanganku, untung kau lari menyelamatkan diri, sekarang kau berani datang lagi mencari kematian ?"

Pemuda pelajar itu berkata, "Saudara ini silahkan mundur, biar kulawan keparat tua ini untuk menentukan siapa jantan dan siapa betina." dimana kipas ditangannya berkembang dan dilempit lagi, sembari bicara secepat kilat sekaligus ia sudah lancarkan tujuh serangan kilat, setiap jurus tipunya mengarah tempat berbahaya ditubuh Jing-hou khek.

Begitu tekanan menjadi kendor baru Hek-swan-hong berkesempatan menghirup napas segar, pikirannya, "Pemuda ini sangat cekatan, terang kepandaiannya tidak lemah. Tapi bila seorang diri melawan bangsat tua ini mungkin tak dapat memperoleh kemenangan." Maka segera ia buka suara, "Menghadapi bangsat tua macam iblis ini buat apa menggunakan aturan Kangouw apa segaIa?"

Melihat Hek-swan-hong masih kuat melabrak musuh dengan mati matian pemuda itu terkejut dan heran. Dia menyuruh Hek swan hong mundur bukan karena hendak menurut aturan Kangouw menempur sendiri sibangsat tua ini, soalnya karena ia melihat Hek swan hong sudah terluka.

Latihan Lweekang Hek-swan-hong dari aliran Hian-bun yang halus, ilmu ini sangat aneh dan mustajab sedikit berkesempatan mengatur napas dan memulihkan tenaga meski belum dapat memulihkan Lweekang semula, tapi sudah kuat dan mampu melabrak sibangsat tua keparat ini lagi.

Tipu permainan sipemuda itu ternyata juga aneh dan menakjubkan, bila kipasnya itu dikembangkan dapat dibuat senjata pedang melancarkan Ngo heng-kiam, bila dikatupkan kipasnya dapat digunakan menutuk jalan darah, tunjuk timur menghantam barat, serang selatan menggempur utara, serangannya beraneka ragam dan banyak perubahannya. Jing hou-khek menjadi kerepotan dan terdesak untuk melancarkan serangan yang mematikan merobohkan Hek-swan hong sudah tidak mungkin lagi.

Dalam pertempuran yang sengit itu tiba tiba terdengar suara "brek !" jubah didepan dada Jing-hou-khek berlobang sobek kena tutukan ujung kipas sipemuda, jalan darahnya juga terasa sedikit kesemutan dan sakit. Mau tak mau Jing hou-khek harus berpikir, "Bila melanjutkan pertempuran, mungkin tiada untungnya bagi aku. Lebih baik tinggal lari saja, untung Hek swan-hong sudah terluka masa dia mampu mengejarku. Dalam tempo satu jam takkan mampu dia menyusul ke Lou-keh-ceng." Setelah tetap ambil keputusan tiba-tiba ia memutar tubuh terus menyelinap masuk ke hutan yang gelap dan menghilang.

Hek-swan-hong menenangkan hati, katanya, "Terima kasih akan bantuan saudara ini?"

"Hah," Hek-swan-hong berjingkrak kaget serunya girang, "jadi saudara Geng adalah San-tian jiu dari Kanglam itu, Siaute she Hong bernama Thian-yang. Belum lama ini aku baru dengar nama besar saudara dari Liok-pangcu dari Kaypang."

Geng Tian juga terkejut, serunya. "Ternyata saudara adalah Hek-swan-hong yang kenamaan menggetarkan kangouw itu, sudah lama aku kepingin bertemu."

Hek swan-hong tersenyum kecut, tanyanya, "Entah untuk apakah saudara Geng sampai ditempat ini, secara kebetulan lewat atau sengaja menyusul kemari."

Kata Geng Tian, ''Ada seorang kawan she Ling berjulukan Hong Thian-lui, apakah saudara Hong kenal dia?"

"Maksudmu Ling Tiat-wi bukan justru dia kawan karibku."

Geng Tian terbahak bahak ujarnya, "Justru karena Hong thian-lui itulah aku kemari."

Lalu Geng Tian bercerita cara bagaimana ia berkenalan dengan Hong thian-lui, selanjutnya ia menambahkan, "Sejak aku berpisah dengan Sip it sian sebetulnya hendak memburu kekampung halaman Ling-toako untuk memberi tahu ditengah jalan aku bentrok dengan Jing-bau-lokoay tadi, entah dari golongan mana dia, dia tahu bahwa aku hendak pergi ke rumah keluarga Ling untuk memberi kabar, turun tangan melukai aku, kalau dibicarakan sungguh harus disesalkan, aku kena pukulannya berbisa, untung masih dapat berlari sipat kuping, sehingga jiwa ini tidak berkorban sia-sia."

"Pukulan berbisa Lokoay itu memang hebat dan ganas," demikian ujar Hek-swan-hong. "saudara Geng, kau dapat sembuh demikian cepat, dalam jangka setengah bulan lantas kau mampu menyusul kemari dan melabraknya pula, sungguh Siaute sangat kagum."

"Saudara Hong," kata Geng Tian, "Setelah terluka kau masih mampu bergebrak sekian lama melawannya, Siaute lebih kagum lagi."

"Terhitung aku yang untung, luka lukaku tidak terlalu berat," Hek-swan-hong menjelaskan.

"Aku ada membawa beberapa butir Siau-hoan tan, pemberian dari Hong tiang Siau-lim kepada ayahku. Meski tidak usah kuatir terkena racun jahat itu lebih baik saudara menelan sebutir saja supaya tidak membahayakan kesehatan badan kelak."

Siau hoan tan buatan Siau lim memang obat mustajap nomor satu khusus untuk mengobati penyakit keracunan. Sebagai seorang polos dan jujur setelah mengetahui Geng Tian juga sahabat kental Hong-thian-lui Hek swan-hongpun tidak sungkan lagi menerima pemberian obatnya.

Kata Geng Tian selanjutnya, "Mengandal Siau hoan tan ini aku berobat diri dari pukulan berbisa itu, namun juga memakan dua hari lamanya baru bisa bergerak. Karena ketinggalan dua hari inilah waktu aku memburu kekampung saudara Ling kedatanganku sudah terlambat."

Hek-swan hong menjadi kuatir, tanyanya, "Jadi kau tidak ketemu ayah dan Suhu Ling toako?"

"Entah mengapa rumah keluarga Ling sudah terbakar habis tinggal puing-puingnya. Sedang seluruh kerabat keluarga Cin locianpwe juga sudah mengungsi entah pindah kemana. Menurut kata penduduk setempat, sehari sebelum kedatangan Siaute itu, rumah itu terbakar dan lapat lapat terdengar suara pertempuran, namun karena malam dan bernyali kecil mereka tiada yang berani keluar."

Hek-swan-hong semakin was-was, katanya, "Bila aturan dari kerajaan pasti tak perlu meluruk pada tengah malam dan melepas api. Bila musuh besar dari kaum persilatan, masa mengandal kepandaian silat Cin dan Ling berdua Locianpwe mandah membiarkan mereka mengganas sesuka hatinya."

"Akupun berpikir demikian, semoga mereka lolos dari bahaya dan selamat. Peristiwa ini kelak kita selidiki duduk perkara sebenarnya. Tugas yang terpenting sekarang adalah menolong Ling toako keluar. Saudara Hong apakah kau pernah ke keluarga Lou?"

Hek swan-hong tertawa getir, sahutnya, "Baru kemarin malam aku terusir keluar dari Lou khek Ceng. Sungguh menyesal, aku sudah berjumpa dengan Ling toako, tapi hampir saja jiwaku sendiri amblas direnggut musuh, tiada sempat pula aku menolong keluar.''

Geng Tian terkejut, tanyanya, "Ada tokoh lihay macam apakah dalam Lou keh Ceng?"

"Orang lain sih tidak kukuatirkan. Koksu dari Mongol itu benar-benar lihay luar biasa."

"Bukankah julukan pendeta asing itu adalah Liong siang Hoatong? Bagaimana kepandaiannya jika dibanding Jing bau khek?"

"Hakikatnya tidak bisa disejajarkan." ujar Hek swan hong. "Jing bau khek melulu mengandal pukulan yang berbisa, Lwekangnya memang sedikit lebih unggul dari Siaute."

"Lalu Liong siang Hoatong?''

"Belum lagi aku gebrak dengan dia lantas kena dikalahkan. Menurut hematku mungkin Lwekangnya setingkat masih lebih unggul dibanding Liong pangcu dari Kaypang. Mana bisa Jing-bau khek dibanding dia?" Ialu ia ceritakan pengalaman, dimana dengan sekali pukulan jarak jauh ia berhasil ikut mencelos dan bergeduk jantungnya.

Kata Geng Thian, "Betapapun lihay kepandaian musuh, tetapi harus menerjang ke Lok-keh-ceng."

"Sudah tentu. Seumpama tak berhasil menolong Ling-toako, kami juga harus melindungi nona Lu itu."

Geng Tian jadi terkejut pula, katanya, "Maksudmu putri Lu Tang wan?"

"Ya, dia kesana bersama bocah she Cin. Bocah itu mengaku sebagai Suheng Ling toako, namun menjadi murid Jing-bau khek pula, agaknya bukan seorang baik-baik. Kuharap sebelum mereka memasuki Lou-keh-ceng kita berhasil menyusul mereka dan membongkar kedok pemalsuan bocah keparat itu, supaya nona itu tidak tertipu olehnya."

"Lu Tang wan adalah tuan penolong Siaute," Geng Tian menjelaskan, "Menurut apa yang kutahu, nona Lu ini menaruh simpatik dan mungkin jatuh cinta pada Ling toako, entah bagaimana dia bisa berjalan sama bocah she Cin ? Mari lekas kita susul mereka."

Dalam perjalanan Hek-swan-hong tuturkan apa yang dia cari dengan percakapan Cin Liong-hwi dengan Lu Giok-yau kepada Geng Tian. Baru sekarang Geng Tian jelas duduknya perkara, katanya tertawa, "Jadi bocah itu membual dan mengagulkan diri, sebaliknya menjejakkan Ling-toako, Saudara Hong, waktu dengar bocah keparat itu membual seharusnya kau keluar menghajar adat padanya dan memberi tahu kepada Nona Lu akan kemunafikannya. Seharusnya kau menjelaskan bahwa kaulah justru yang menjadi kekasih tulen In tiong yan. Bukankah bisa meringankan beban pikirannya?"

Merah jengah muka Hek swan hong, katanya, "Saudara Geng, dari mana kau dengar kabar tak genah itu?"

"Kukira ini bukan kabar angin belaka? kupingku sendiri yang dengar dari penuturan In tiong yan."

Kejut dan girang pula perasaan Hek Swan Hong, tanyanya, "Kau pernah bertemu dengan In tiong Yan?" dalam hati ia berpikir, "Tapi masa ln tiong Yan bisa memberi tahu perihal itu kepada kau?"

Kata Geng Tian, "Tepat pada waktu Ling toako kena perkara itulah aku jumpa dengan dia." lalu ia ceritakan pertemuannya dengan ln tiong Yan, "didalam hutan itu akhirnya dia tidak katakan bahwa kau adalah pujaan hatinya, namun dari nada perkataannya aku orang luar inipun merasakan, jelas dia sangat rindu dan perhatian dirimu. Bila tidak buat apa dia mencari tahu keadaan dan jejakmu. Menurut katanya dia hendak menyerahkan sejilid Pinghoat kepada kau."

Melihat orang benar mengatakan rahasia ini, Hek swan hong baru mau percaya, sungguh syur dan hangat hatinya, pikirannya, "Sejak mula sudah kuduga, dia bukan orang jahat. kiranya betul !"

Kata Geng Tian pula, "Untung ada In tiong Yan di Lou keh ceng mungkin Ling toako dapat memperoleh keuntungan dalam kemalangannya."

"Ya, secara langsung dia sudah berkata padaku, begitu ada kesempatan ia hendak berdaya upaya untuk menolong membebaskan Hong thian lui, tapi aku menjadi kuatir setelah adanya peristiwa semalam paling tidak bakal menimbulkan rasa curiga Liong siang Hoatong terhadap dirinya."

Hek swan hong mengharap sebelum Lou Giok yau sampai memasuki rumah Keluarga Lou dapat menyusul mereka, bila dalam keadaan biasa, mengandal Ginkangnya bersama Geng Tian dapat saja ia mengejar waktu. Sayang baru saja ia terluka oleh pukulan berbisa Jing bau khek, meskipun sudah menelan Siau hoa tan paling tidak Ginkangnya rada berkurang, akhirnya ia menjadi kecewa karena tidak terlaksana keinginannya.

O^~^~^O 

Dalam pada itu, dengan perasaan kurang tentram dan was was, malam itu kira kira pada kentongan kedua, akhirnya Cin Liong-hwi dan Lu Giok yau sampai juga di Lou-keh-ceng.

Sama sebagai kaum keroco yang belum punya pengalaman kangouw, dengan diam diam mereka menyelundup masuk ke kebon bunga belakang keluarga Lou. Tampak demikian besar dan luas bangunan gedung dan taman keluarga Lou ini, sedikitnya ada puluhan bangunan petak banyaknya, entah cara bagaimana mereka harus menyelinap kesana menyelidiki.

Betapapun Cin Liong-hwi memang rada pintar dan cerdik, dia menyeret Lu Giok yau sembunyi di belakang sebuah gunung gunungan palsu, dengan suara berbisik ia berkata, ''Kita harus bersabar menanti disini; begitu ada pelayan lewat lantas kita sergap dan dikompas menanyakan dimana letak Hong- thian-lui disekap. Demi jiwanya tentu dia akan mengaku terus terang, Seumpama Hong-thian-lui memang masih berada di Lou keh ceng, meski harus menyerempet bahaya juga harus menolongnya keluar. Sebaliknya bila dia sudah pergi sama siluman perempuan itu, maka kita pun tidak perlu membuat keributan dan mencari kesukaran ditempat ini." kiranya Cin Liong-hwi percaya pada Jing-bau khek yang memberitahu Hong-thian-lui sudah berangkat ke Mongol sama ln tiong yan maka dia berani menempuh bahaya ini. Pikirnya, "Meringkus salah seorang pelayan kiranya tidak sukar, asal dapat mencari kebenaran berita itu saja supaya genduk ini tidak merecoki aku lebih lanjut."

Lu Giok yau hanya menurut saja akan usulnya itu, katanya, "Caramu ini meski rada bodoh bisa dilaksanakan. Seumpama tak berhasil menolongnya keluar, paling tidak dapat jumpa sekalipun bolehlah!" Secara tegas ia masih mengukuhi pendapatnya sendiri bahwa Hong thian lui tidak mungkin pergi ke Mongol sama ln tiong yan, maka caranya berpikir sudah tentu jauh berlainan dengan jalan pikiran Cin Liong hwi.

Beberapa saat kemudian, benar juga dilihatnya sesosok bayangan orang berjalan lewat dari hadapan mereka. Diam-diam Cin Liong hwi menjadi girang. "Thian benar-benar mengabulkan permohonan umatnya, orang ini sendirian, aku mesti dapat membekuknya sebelum dia mengetahui tempat sembunyi kita, cukup dengan sekali tutuk pasti robohlah dia." lalu ia menekan pundak Lu Giok-yau serta berbisik, "Kau jangan bergerak, biar aku turun tangan!"

Diluar dugaannya orang ini bukan pelayan atau kacung dari keluarga Lou tapi adalah salah satu Kim-tiang Busu dari Mongol, dia tak lain tak bukan adalah Cohaptoh yang sama angkat nama bersama Umong itu.

Cohaptoh adalah jago gulat kelas wahid yang berkepandaian tinggi, begitu mendengar kesiur angin dibelakangnya, dengan gaya Cin-kin-sek tiba-tiba kedua tangannya balik kebelakang mencengkeram terus menariknya ke-depan, kontan Cin Liong hwi melayang terbang dari atas kepalanya terus terbanting keras diatas tanah.

"Bocah bernyali besar. Siapa kau?" bentak Cohaptoh.

Dengan gaya ikan gabus melentik Cin Liong-hwi melejit bangun, terasa seluruh tulang dan urat nadinya sakit dan lalu cepat ia kerahkan Lwekang ajaran Jing-bau khek, tanpa banyak bicara ia kirim kepalannya menghantam muka Cohaptoh.

Cohaptoh menggeram gusar, jengkelnya, "Tak kira bocah kau ini berisi juga, hm, bantinganku tidak membikin kau mampus tapi kau berani menyerang apa mau cari mati?" dalam bicara kedua tangannya diulur odot pulang pergi tahu tahu ia sudah cengkeram Cin Liong hwi serta membantingnya sekali lagi. Kali ini gunakan ilmu Han-kin-joh-kut-hoat, maka tangan kiri Cin Liong hwi sampai keseleo dan sakit luar biasa, kali ini ia tidak mampu bangun lagi.

Tapi tak urung lengan kanan Cohaptoh sendiri juga kesemutan dan sakit gatal terkena pukulan berbisanya.

Bersamaan waktu Cohaptoh menjengkelit jatuh Cin Liong-hwi, dalam kejutnya Lu Giok-yau segera menubruk keluar, di mana pedangnya bergerak ''sret", ia menusuk ke lambung lawan. Cohaptoh menyeringai tawar, serunya, "Bagus! Ternyata masih ada genduk jelita berani menyerang aku pula!'' dengan tipu Yu-liong-tam-jiau (naga mengeliat menjulur cakar), ia mengulur tangan orang tujuannya hendak membekuk bocah perempuan ini hidup-hidup. Maka terdengarlah suara "Bret!" yang panjang, lengan baju Lu Giok-yau kena dijambret sobek, untung tidak kena tercengkeram. Keruan kejut dan gusar Lu Gok-yau dibuatnya. Ceng-kong-kiam di-tangannya segera dibolang-balingkan secepat kilat, main bacok dan tikam secara serabutan, cara permainannya menjadi kacau balau karena gugup dan terburu nafsu.

Sementara itu, Cohaptoh merasa sakit linu dan gatal dilengan kanannya semakin merambat naik dan melebar sampai kepundak, keruan bercekat hatinya. Tapi kepandaiannya lipat ganda lebih tinggi dari kemampuan Lu Giok-yau, dalam suatu kesempatan ia mencari lobang kelemahan gerak pedang lawan terus balas merangsak maju, dimana kedua jarinya menjentik bergantian "Creng" tepat sekali menjentik batang pedang lawan, kontan Ceng-kong-kiam Lu Giok-yau tak mampu melawan dan bertahan, kuatir kena dibekuk oleh musuh segera ia putar tubuh terus angkat kaki melarikan diri.

Pertempuran ini meski berlangsung dalam waktu singkat, namun seluruh penghuni keluarga Lou sudah sama mendengar dan memburu keluar. Baru saja Lu Giok-yau lari puluhan langkah, dari berbagai penjuru sudah memburu tiba enam tujuh laki-laki terus mengepungnya ditengah. Demi menjaga gengsi Cohaptoh diam diam saja tak mau maju mengeroyok. Dengan kesempatan ini diam-diam ia kerahkan Lwekangnya melancarkan urat nadinya dan memulihkan jalan darahnya.

Disaat Lu Giok yau hampir kena dibekuk oleh kerubutan beberapa orang itu, mendadak tampil seorang tua membentak, "Berhenti!'' ia maju kedepan Lu Giok-yau dan mengamati dengan seksama, tiba-tiba mengunjuk rasa kejut serunya, "Bukankah kau keponakan Giok yau ?"

Mendengar orang memanggil dirinya keponakan, Lu Giok yau menjadi tercengang malah, tanyanya, "Siapakah paman ini?"

Orang tua itu bergelak tawa, ujarnya, "Akulah Lou Jin-cin majikan disini. Meskipun ayahmu jarang berhubungan dengan aku namun perkenalan kami juga cukup kental. Aku pernah melihat kau tapi kau sendiri yang belum kenal pada aku," Bicara sampai disini segera dia ulapkan tangannya serta bentaknya kepada beberapa laki-laki itu. "Kenapa kalian main kerubut terhadap nona Lu? Hayo lekas bubar!" Kecuali Cohaptoh seorang seluruh hadirin bubar mengundurkan diri.

"Keponakan aku yang baik," Kata Lou-Jin cin, "Siapakah engkoh cilik ini?"

Lu Giok-yau tahu bahwa Lou Jin cin bekas begal tunggal yang sudah cuci tangan dan mengasingkan diri, bila bicara soal pribadinya selalu ayahnya mencerca kebrutalannya. Dalam hati ia berpikir, "Hubungan kental apa dia dengan ayahku. Yang terang kau segan dan takut akan kebesaran nama ayahku, baru kau bicara manis dan menarik simpatikku? Cin Liong-hwi sudah terluka bila aku tidak putar haluan dan mengikuti situasi, betapapun kami berdua takkan bisa lolos dari sini !" karena pikirannya ini segera ia berkata, "Cin toako ini adalah angkatan muda ayahku yang dekat, dia temani aku kemari hanya untuk mencari tahu seseorang. Sebenarnyalah tiada maksud kami mencari perkara pada kalian. Harap Cengcu bermurah hati suka memaafkan kecerobohan kami ini."

Lou Jing cin bergelak tawa pula, ujarnya, "Keponakan main sungkan segala. Masa aku harus main kekerasan dan mempersukar angkatan muda dari kenalan dekat ayahmu. Marilah ikut aku kedalam!"

Lou Jing cin bisa beberapa patah kata bahasa Mongol, mulutnya bicara tanganpun bergerak entah ucapan apa yang dia katakan kepada Cohaptoh, sepatah patahpun Lu Giok yau tidak tahu apa yang sedang mereka perbincangkan. Tapi lambat laun kelihatan rasa gusarnya telah hilang, lalu ia ulapkan tangannya terus tinggal pergi.

Kiranya latihan pukulan berbisa Cin Liong hwi masih terlalu cetek, setelah Cohaptoh berhasil melepaskan otot dan melancarkan jalan darahnya, baru diketahui bahwa dirinya tidak keracunan lagi, baru dia mau ampuni jiwa Cin Liong-hwi. Sudah tentu karena dia menetap dirumah orang sedang Lou Jin-cin sebagai tuan rumahnya, maka ia tidak mengulur panjang persoalan.

Lou Jin-cin unjuk seri tawa, katanya, ''Maaf saudara Cin. Mari silakan istirahat di dalam, nanti Lohu bantu mengobati luka lukamu, keponakan Giok yau kebetulan akan kedatanganmu ketempatku yang bobrok ini, paman Lou harus layani kalian sepuasnya, nanti kupanggil bibimu untuk temani kau ngobrol. Malam ini terpaksa katakan kalian menginap semalam disini."

Kata Giok yau, "Aku hanya ingin mencari seseorang saja. Setelah luka Cin-toako diobati segera kami harus pulang."

Lou Jin cin tertawa lebar, katanya, ''Hari sudah larut malam, mau pulang juga harus besok pagi. Apalagi saudaramu Cin ini terluka, mungkin dia tak kuasa pulang bersama kau. Setelah berada dirumahku anggaplah dirumah sendiri kenapa main sungkan sungkan lagi. Paling tidak kau harus temui dulu bibimu bukan?"

Dengan menebalkan muka Lou Jin cin menarik orang sebagai kenalan kental yang terdekat. Meskipun Lu Giok-yau tidak senang, soalnya orang tadi telah membebaskan dirinya dari keroyokan anak buahnya, apalagi Cin Liong hwi memang terluka, tak mungkin segera melanjutkan perjalanan pulang, dan lagi ia punya keinginan belum tercapai untuk mengetahui kabar berita Hong-thian-lui yang sebenarnya, maka tak enak ia menampik undangan tuan rumah. Terpaksa ia berkata, "Aku berusia muda tidak tahu adat, harap Lou cengcu tidak salah paham." dalam hati ia membatin, ''Malam ini aku harus berlaku hati hati. Dia suruh istrinya menemani aku, mungkin takkan terjadi sesuatu yang merugikan."

Betul juga setelah memasuki sebuah ruang pendopo terlihat seorang perempuan setengah umur yang bersolek berkelebihan menyambut kedatangan mereka, begitu bertemu lantas menarik tangan Giok-yau serta memuji tak habis-habisnya. "Orang sering berkata bahwa nona merupakan perawan tercantik didaerah Ciat-kang timur, Lu-tomoaycu, sudah lama aku ingin melihatmu, namun pamanmu selalu segan kerumahmu, sekarang sungguh beruntung harapanku bisa terkabul melihat kecantikanmu yang tiada tandingannya ini. Toa-moaycu, kau sudah punya calon mertua belum?"

Kapan Lu Giok yau pernah menghadapi keadaan yang runyam ini, keruan merah jengah selebar mukanya mulutpun terkancing tak kuasa bicara.

Lou Jin cin tertawa, katanya, "Coba lihat kau bikin orang menjadi malu. Orang datang dengan tujuan tertentu, kau malah menggodanya. Ei benar, keponakan, tadi kau seperti hendak mencari tahu seseorang, siapakah dia ?"

Kata Lu Giok yau, "Ada seorang pemuda muka hitam beralis tebal berusia likuran tahun. Dia adalah kenal kental ayah, beberapa bulan yang lalu dia datang menyampaikan selamat ulang tahun pada ayah, tinggal beberapa bulan, belum lama ini baru ia tinggalkan rumah kami..."

Belum lagi Lu Giok yau selesai menjelaskan, Lou Jin-cin tertawa lantang, selanya, "Orang yang keponakan maksudnya bukankah pemuda gagah bernama Ling Tiat wi yang pernah mengalahkan Hek ing Lian Tin-san dan sekarang sudah menggetarkan Kangouw itu bukan?"

Sebetulnya Lu Giok-yau rasa benci dan memandang rendah martabat Lou Jin cin, namun mendengar orang begitu mengagulkan dan memuji Ling Tiat-wi mau tak mau kesan buruknya menjadi rada berkurang. Segera ia menjawab, "Benar, yang kumaksudkan memang Ling Tiat-wi adanya. Konon setelah meninggalkan rumahku dia langsung menuju kemari, entah apakah benar berita itu ?"

"Sayang kalian setindak telah terlambat," ujar Lou Jin cin.

Istri Lou Jin-cin sebaliknya berkata, "Suamiku, menurut aku perkataanmu itu harus diralat kembali. Bila aku yang berkata untung Toamoaycu cari keluarga Lu ini tidak datang lebih cepat setindak."

Jantung Lu Giok yau berdebar keras, tanyanya, "Bibi apa maksud perkataanmu ini ?"

Nyonya ini terkekeh genit, katanya, "Toamoaycu, watakku suka bicara blak-blakan, setelah dengar penjelasanku kuharap kau tidak marah lho."

"Kabar kau dengar itu memang salah, bila kemaren kau sampai disini tentu kau bisa jumpa dengan Ling Tiat-wi, baru pagi tadi dia berangkat. Tapi, Loamoaycu, entah benar tidak jalan pikiranku ini, menurut hematku, lebih baik kau tidak melihatnya saja."

"Kenapa?" tanya Lu Giok-yau.

Sahut istri Lou Jin cin, "Waktu datang Tiat-wi bocah itu ditemani seseorang demikian juga waktu ia pergi menggandeng seorang pula. Orang yang digandeng itu seorang perempuan cantik jelita, konon adalah putri bangsawan dari bangsa Mongol. Dia punya nama samaran bahasa Han yaitu In tiong yan. Ai kau tidak melihat jadi kau tidak tahu. Dirumah kami ini hubungan mereka begitu mesra begitu intim sekali, keluar masuk bersama, bak umpama bayangan mengikuti bentuknya, seolah-olah penganten baru saja."

"Bicara secara adil, menurut pandanganku mesti In tiong-yan itu cukup cantik, tapi bila dibanding dengan kau Toamoaycu, masih terpaut terlalu jauh. Ling Tiat wi bocah itu, ai, bicara soal ilmu silat memang lihay dan tinggi, sayang martabatnya terlalu rendah. Toamoaycu jangan kau menjadi sedih dan berduka bagi orang yang rendah budi dan tak mengenal kebaikan itu."

Bila Lu Giok yau hanya mendengar obrolan istri Lou Jin cin saja sudah tentu dia tidak akan mau percaya. Tapi apa yang dia dengar sekarang ternyata tepat dengan uraian Cin Liong hwi dan cerita Siau-seng cu, mau tidak mau ia harus percaya.

Dilain pihak Cin Liong hwi juga merasa terhibur dan senang setelah mendengar obrolan istri Lou Jin cin, timbrungnya : "Kalau Ling toako sudah pergi bersama In-tiong-yan, kami tidak akan dapat mengurungnya kembali. Nona Lu, terhitung kau sudah berbuat sekuat tenaga, batalkan saja niatmu semula. Besok pagi kita harus segera pulang kerumahmu."

"Lou ceng ku," kata Giok yau, "Orang yang bergebrak dengan kami tadi apakah benar orang Mongol ?"

"Keponakanku, kau hendak salahkan aku karena melayani tamu bangsa Mongol ? Ai, aku sendiri terpaksa menyambut kedatangan mereka. Kau tahu riwayat hidupku, dulu obyekku mengerjakan dagang tanpa modal (begal) seluruh harta benda hasil rampasanku di Tionggoan kebanyakan kujual keluar negeri melalui negeri Mongol. Maka aku bisa berkenalan dengan imam negeri Mongol yang bersama Liong siang Hoatong. Kali ini Liong siang Hoatong pimpin anak buahnya meluruk ke Tionggoan sini. Emangnya aku bukan tandingannya, pula betapapun aku harus memberi muka padanya terpaksa kuterima kedatangan mereka."

"Lou cengcu, bukan hal ini yang kumaksud," demikian kata Giok yau, sudah tentu ia tahu bahwa Lou Jin cin ini bukan orang baik baik maka tidaklah perlu dibuat heran bila dia punya hubungan kental dengan bangsa Mongol, yang ingin dia ketahui hanyalah keadaan Hong thian lui dan ln tiong yan sesungguhnya, maka iapun segan mencampuri urusan Lou Jin cin sendiri, jelas sekali dia kurang puas akan hasil yang dia ketahui sekarang.

''Ah, lalu apa maksud keponakan?" ujar Lou jin cin.

"Katamu Ling toako dan ln tiong yan kemaren sudah meninggalkan rumahmu kenapa masih ada orang Mongol yang tetap tinggal disini?" tanya Giok yau.

"Aku sendiri juga tidak tahu kemana hanya mereka berdua saja yang tinggal pergi," demikian sahut Lou Jin cin, lalu ia tertawa dibuat serta katanya pula, "Mungkin In tiong yan hanya ingin Hong thian lui seorang yang temani dia? Sebagai orang Tuan putri dari bangsa Mongol, bila dia hanya ingin pergi bersama Hong thian lui, sudah tentu Liong siang Hoatong tidak enak merintangi keinginannya."

Istri Lou Jin cin berlagak sedih, katanya menghela napas, "Lu toamaoycu kuharap kau tidak bersedih karena laki laki yang tidak kenal budi itu."

Merah muka Lu Giok yau katanya sungguh sungguh, "Harap Cengcu hujin jangan salah paham, Ling Tiat wi adalah tuan penolong keluarga kami, waktu dia meninggalkan rumah kami badannya sedang sakit, terpaksa aku harus mengejar kemari mencari tahu keadaannya saja."

Nyonya bawel itu tertawa lebar menunjukkan giginya yang prongos, katanya, ''Toa-moaycu kau seorang nona yang kenal budi dan kasih, tidak salah bukan ucapanku tadi. Tapi untunglah kau tidak anggap dia sebagai kekasihmu, aku menjadi lega bagi kau. Waktu sudah larut malam, mari kau tidur di kamarku saja. Jin cin malam ini kau temani Cin kongcu tidur diluar kamar saja!"

''Aku harus membubuhi obat sekali lagi pada luka luka Cin kongcu, mungkin malam ini harus sibuk bekerja dan tak sempat tidur lagi."

"Benar," sela Cin Liong hwi. "nona Lu, kau tak usah temani aku lagi, lekaslah kau pergi istirahat saja."

Meskipun merasa sebal bersama sinyonya bawel ini tapi Giok yau lebih benci berada sama Lou Jin cin, akhirnya ia pikir: "Bila mereka mau mencelakai aku, sejak tadi sudah bisa turun tangan, selanjutnya aku harus waspada berlaku hati hati. Nyonya bawel ini kan bukan harimau betina takut apa." terpaksa ia menurut saja ikut sinyonya bawel kembali ke kamarnya.

Sejak tadi Lou Jin cin sudah menyambung tulang lengan Cin Liong hwi yang keseleo. Setelah Lu Giok yau mengundurkan diri, ia mengganti obat baru lagi dengan tekun dan penuh perhatian ia melayani keperluan Cin Liong hwi sehingga pemuda ini merasa risi dan kikuk.

Diam diam Cin Liong hwi membatin: "Kenapa Lou cengcu ini begitu baik terhadapku?" belum lenyap jalan pikirannya tiba-tiba didengarnya Lou Jin cin bertanya padanya, "Siapakah nama ayahmu?"

"Ayah bernama Cin Hou siau," sahut Cin Liong hwi singkat dalam hati ia membatin lagi: "Mungkin dia segan terhadap ayah maka ia layani aku sedemikian telatennya."

Benar juga dilihatnya Lou Jin cin tersenyum lebar katanya: "Kiranya putra Cin tayhiap. Nama besar ayahmu, sudah lama Lohu kenal dan dengar. Tak nyana malam ini aku bisa jumpa dengan Kongcu sungguh sangat beruntung."

Cin Liong hwi mengira dugaannya benar, hatinya menjadi terhibur dan senang baru saja ia hendak mengucapkan sekedar basa-basi Luo Jin cin telah bicara lagi: "Ayahmu seorang tokoh persilatan yang kenamaan meski Lohu tiada jodoh berkenalan dengan ayahmu menjadi heran dan ada persoalan yang belum kuketahui, harap Kongcu suka memberi petunjuk!"

"Silahkan Cengcu katakan saja."

"Kenapa ilmu pukulan yang dilancarkan Kongcu tadi bukan Bi-lek-ciang, mungkinkah Kongcu punya guru lain?"

"Ini ini" Cin Liong hwi tergugup. Maklum Jing bau khek pernah berpesan padanya supaya tidak membocorkan rahasia ini, sekarang rahasia sudah diketahui oleh Lou Jin cin, mengira tak bisa mengelabuhi orang maka sesaat lamanya ia menjadi kememek tak bisa menjawab.

Lou Jin cin tertawa lebar ujarnya, "Apakah gurumu itu Jin bau khek? Jangan sekali-kali kau ceritakan pada orang lain bahwa kau telah angkat beliau sebagai guru. Terhadapku tidaklah menjadi soal."

Cin Liong hwi tercengang katanya, "Dari mana Lou cengcu bisa tahu?"

"Cin kongcu," ujar Lou Jin cin menyeringai. "Apa kau tahu siapa aku sebenarnya?"

Cin Liong hwi tidak tahu kemana justru dengan kata-katanya ini namun tanpa menanti jawabannya, Lou Jin cin sudah menjawab pertanyaan sendiri, "Jing bau khek waktu menyuruh kau datang kemari mungkin beliau tidak memberi tahu padamu. Ketahuilah bahwa dia sebenarnya adalah Suhengku."

Cin Liong hwi tersentak kaget, tersipu-sipu ia berdiri, serunya, "Kiranya Susiok, harap maaf Wanpwe kurang hormat."

Lou Jin cin menekan pundaknya, ujarnya, "Malam ini hampir saja salah paham orang sendiri tidak kenal pada keluarga sendiri. Untung kau bersama putri Lu Tang-wan itu, waktu berkelahi melawan Cohaptoh tadi kau gunakan pula ilmu ajaran Suheng yang tunggal itu, aku baru tahu bahwa kau adalah Sutitku."

Tanpa merasa Cin Liong-hwi menjadi heran dan bertanya-tanya dalam batin, "Tidaklah heran bila dia dapat kenal pukulan yang kulancarkan itu adalah ajaran perguruannya. Namun kenapa pula datangku bersama nona Lu juga merupakan suatu kesalahan pula? Ada apa pula hubungannya soal aku menjadi Sutitnya?''

Agaknya Lou Jin cin seperti dapat meraba jalan pikirannya, katanya tertawa, "Sekarang kita terhitung orang sendiri, ada omongan apa masa kau takut katakan kepada Susiokmu?"

"Entah apakah yang ingin Susiok ketahui?"

Mendadak Lou Jin cin menjadi serius, tanyanya, "Sutit, apakah kau menyukai nona Lu itu?"

Kontan merah jengah selebar muka Cin Liong hwi jawabnya tersendat, "Susiok, kau menggoda Sutit saja."

"Kupercaya mata tuaku ini belum lamur, rasa cintamu terhadap nona Lu itu, sekilas pandang saja lantas dapat kuketahui. He he, kita kan orang sendiri, kenapa kau kelabui aku lagi? Ketahuilah gurumu sudah ceritakan hal ini kepada aku."

Cin Liong-hwi tertegun, katanya, "Jadi Susiok sudah tahu peristiwa yang bakal terjadi malam ini?"

Lou Jin-cin manggut-manggut, sahutnya, "Jing-bau-khek Suheng kemaren pernah kemari, katanya dia baru saja menerima seorang murid, dan diceritakan pula akan kesukaran yang tengah kau hadapi, yaitu harus mempersunting putri Lu Tang-wan sebagai isterimu, supaya dapat merubah rasa permusuhan menjadi hubungan kekeluargaan yang dekat, benarkah?"

Mendengar bicara orang tepat dengan kenyataan terpaksa Cin Liong-hwi mengakui terus terang, katanya, "Suhu memang pernah berpesan demikian, tapi..."

"Gurumu sudah berpikir secara rapi demi kepentinganmu segala urusan pasti akan berjalan dengan lancar dan tak mungkin salah lagi," demikian tegas Lou Jin Cin. Lalu sambungnya, "Katanya cepat atau lambat kau akan berkunjung kemari bersama nona Lou itu, dia minta aku bantu kau. Hehe, sungguh tidak kunyana malam ini kau datang begini cepat. Hahaha, segala urusan sudah bicarakan secara blak-blakan, apa kau ingin aku bantu kau tidak?''

Cin Liong hwi baru sadar akan duduknya perkara, batinnya, "Tak heran begitu melihat aku datang bersama nona Lu lantas dia tahu bahwa aku adalah Sutitnya. Tanpa melihat cara perkelahianku tadi."

"Eh, kenapa tidak bicara?'' goda Lou Jin cin. "Ini kan urusan besar Susiok, kau tidak usah malu malu."

Berdetak jantung Cin Liong-hwi, katanya lirih, "Entah bagaimana rencananya Susiok untuk membantu aku?"

Dengan kerlingan penuh arti Lou Jin cin melirik dirinya, seperti tertawa tidak tertawa ia berkata sepatah demi sepatah, "Cara yang sepele saja yaitu Nasi sudah menjadi bubur."

Cin Liong hwi terperanjat, serunya, "Ini... ini Susiok. apakah maksudmu ini?''

"Kau seorang cerdik pandai, masa belum jelas? Maksudku malam ini juga kau boleh kawin dengan nona Lu itu."

Jengah dan panas pula muka Cin Liong-hwi, jantungnya seperti hendak meloncat keluar saking keras bergoncang, suaranya gemetar, "Dia, apakah dia mau?"

Lou Jin cin terkekeh-kekeh, katanya, "Bibi gurumu seorang ahli menggunakan obat bius, pasti nona Lu itu sekarang sudah tidur pulas tak tahu diri lagi. Peduli dia mau atau tidak, yang terang penganten laki-laki seperti kau sudah pasti jadi."

Betapapun Cin Liong-hwi dari keturunan keluarga baik-baik, hati nuraninya masih lurus dan dapat berpikir secara jernih, rasa malu masih terkandung dalam benaknya, mendengar ucapan yang kotor dan menusuk kuping ini seketika merah jengah seperti kepiting direbus, katanya, "Ini, ini kurang baik bukan?"

"Pepatah ada bilang nyali kecil bukan seorang lelaki, kalau tidak jahat bukan seorang jantan, apalagi apa yang kuajarkan kepadamu ini toh bukan perbuatan jahat, malah menguntungkan bagi kau. Apa kau rela nona secantik bidadari itu dicaplok oleh Hong-thian lui bocah gendeng itu? Asal nasi sudah menjadi bubur, menyesalpun sudah kasep, kutanggung dia akan tunduk dan menurut seperti sapi yang kau cocok hidungnya. Kalian merupakan pasangan yang setimpal, yang pria tampan yang perempuan ayu jelita, coba kau katakan adakah jeleknya akalku ini? Kesempatan ini jangan kau abaikan, lekaslah mari kuantarkan."

Seperti kena sihir Cin Liong-hwi berdiri dengan hambar, ternyata dengan linglung ia ikut berjalan masuk. Lou Jin cin membawanya masuk kedalam sebuah kamar, katanya tertawa, "Silakan kau masuk sendiri, aku tidak bisa temani kau didalam."

Kamar tidur ini cukup lebar, diterangi sebuah pelita kecil, tampak olehnya Lu Giok yau tengah tidur telentang diatas ranjang dengan pakaian lengkap, kelihatannya nyenyak dan tertidur pulas dalam alam mimpi.

Dengan suara lirih Cin Liong-hwi coba memanggil, "Nona Lu..'' sedikitpun ia tidak bergerak atau mendengar.

Jantung Cin Liong-hwi mendebur keras seperti gelombang samudra yang mendampar pantai. "Ai, dapatkah aku melakukan perbuatan yang tercela ini?" demikian sanubarinya tanya pada dirinya, dalam keadaan gawat antara nafsu binatang yang menyesatkan pikiran dan kejernihan pikirannya saling bertentangan ini, seluruh badannya menjadi basah kuyup oleh keringat dingin.

Dikala Lu Giok-yau terbius mabuk dan tidur pulas inilah, Hong thian-lui juga sedang gulak gulik tak bisa tidur dikamar tahanannya. Dalam keheningan malam yang semakin larut ini dari kejauhan ia dengar suara ribut ribut. Hatinya lantas berpikir : "Mungkinkah Hek-swan hong meluruk datang lagi ?" dia tahu bahwa bangunan Lou-keh-ceng ini sangat besar dan Iuas, meski suara itu kedengaran rada jauh, namun pasti masih didalam lingkungan Lou-keh-ceng.

Sekonyong-konyong dilihatnya sesosok bayangan orang berindap indap memasuki kamar tahanannya, Hong-thian-lui kaget, terdengar bayangan itu berkata lirih : "Jangan gugup, inilah aku." Tiba-tiba pandangannya menjadi terang, orang itu sudah menyulut sebuah pelita, kiranya In-tiong-yan adanya.

Hong-thian-lui menjadi heran, tanyanya, "Untuk apa kau datang pada malam begini ?"

"kubawakan obat untuk luka-lukamu. Bagaimana masih sakit tidak lukamu ?"

"Luka luar sih tidak menjadi soal, hanya tenagaku saja yang belum pulih."

"Telanlah pil ini tak lama kemudian tenagamu akan pulih kembali."

"Maksudmu aku telah keracunan ?"

"Ya, mereka mencampurkan Siau-kut-san didalam air minuman. Sebelum aku berhasil mencuri obat pernunahnya, tak berani kuberitahu kepadamu."

"Ha, jadi kau curi obat pemunahnya ini ?"

"Benar kucuri dari kamar Liong-siang Hoa-tong. Sulit mencari kesempatan untuk mencuri obat ini diwaktu ia keluar dari kamarnya."

Hong-thian-lui menjadi kaget, katanya, "Bila konangan, bukankah kau akan kena perkara malah ?"

"Tak peduli lagi. Lekaslah kau telan obat ini, setelah tenagamu pulih, segera kau dapat meloloskan diri."

"Tidak, aku tidak bisa membuat kau kena rembet."

"Jangan bodoh kau, perkara sudah kebacut, obat sudah kucuri, apa kau minta aku menempuh bahaya mengembalikan obat penawar ini lagi ? Legakan, betapapun mereka tidak akan berani mempersukar diriku."

Hong-thian-lui percaya akan kata-katanya terakhir ini, katanya : "Kalau begitu mari kau ikut aku lari."

"Kenapa ? Jangan kau lupa, aku tuan putri dari Mongol."

Mendengar alasan ini Hong thian-lui menjadi tidak enak untuk membujuk, sesaat ia terlongong, lalu tanyanya : "Ada terjadi apakah diluar sana ?"

"Kedengarannya ada orang menyelundup masuk, tapi urusan sudah dapat dibereskan."

"Siapakah yang datang itu ?"

"Katanya dua orang muda mudi. Orang-orang Lou-keh-ceng semula mereka adalah pembunuh gelap, akhirnya baru diketahui bahwa mereka ternyata kenalan dari Cengcu. Sekarang mereka sedang dijamu oleh Ceng-cu, kesempatan ini bisa kaugunakan untuk lari."

"O, kawan Cengcu? tahukah kau siapa-siapa nama mereka ?"

"Kejadian ini cohaptoh yang memberitahu padaku, entahlah siapa nama mereka, Iebih baik kau jangan urus segala tetek bengek."

Perasaan Hong-thian-lui menjadi hambar sahutnya, "Tidak apa apa cuma tanya saja." namun dalam hati ia membatin : "Muda-mudi mungkinkah perempuan muda itu Giok-yau adanya ? Bila benar dia adanya, tentu yang lelaki itu adakah Khu Tay-seng ? Keluarga Lu bertetangga dalam dua daerah yang berlainan dengan keluarga Lou, tidak perlu heran bila Lou Jin cin kenal mereka. Atau mungkin memang dia adanya yang kemari untuk mencari kabar beritaku ? Ai... lebih baik aku tidak usah ribut memikirkan mereka, masa ada kejadian yang begitu kebetulan ? Selamanya ia jarang keluar pintu, mana dia bisa tahu bahwa aku disini mengalami kesukaran ?"

"Eeh, apa yang kau pikirkan ?" goda In-tiong yan.

Selamanya Hong thian-Iui belum pernah bohong namun bagaimana juga jalan pikiran ini tak enak diceritakan pada orang. Keruan merah jengah mukanya, akhirnya ia mengada-ngada, "Obatmu ini mujarab benar, tenagaku sudah pulih kembali. Nona In, aku menjadi tidak tahu cara bagaimana harus membalas bantuan besar yang kau berikan ini ?"

In tiong yan tertawa, katanya: "Jadi kau memikirkan hal itu. Kau adalah kawan Hek swan-hong, sudah semestinya aku bantu kau, cukup asal kelak kau ketemu Hek swan-hong sampaikan padanya bahwa Pinghoat itu sudah kuserahkan kepada Sip It-sian, bantuanmu ini akan kuanggap balas budi yang paling setimpal. Tenagamu sudah pulih lekaslah kau berangkat."

"Aku pasti laksanakan pesanmu. Baik, segera aku berangkat."

Setelah berada dipekarangan luar In-tiong-yan berbisik ditelinganya : "Malam ini giliran Cohaptoh yang jaga malam, baru saja ia berkelahi, melihat tiada kejadian lain, tentu sekarang sudah bermalas-malasan di-dalam kamarnya, legakan hatimu, kau boleh jalan lewat kebon belakang." kiranya watak Cohaptoh itu suka suka menangnya sendiri, ketus dan congkak dia harus bersemedi di-tempat yang sunyi untuk menghilangkan sisa racun yang mengeram dalam tubuhnya sudah tentu kejadian ini ia rahasiakan supaya tidak ditertawai orang, maka ia pun tidak mencari wakil untuk mengganti tugasnya.

"Aku pasti hati-hati silahkan kau kembali . . ." ujar Hong-thian-lui.

Tak duga baru saja ia sampai dikaki tembok, sebelum ia melompat naik tiba-tiba terdengar suara dingin menjengek dibelakangnya, "Tak mungkin lolos kau kembali saja !"

Sungguh kejut Hong thian-lui bukan kepalang. Ternyata orang itu bukan lain adalah Liong siang Hoatong yang ditakutinya itu.

Tampak Liong siang Hoatong berdiri tegak ditengah pekarangan tanpa bergerak atau memburu maju cukup kedua tangannya terangkat kedepan dan dari kejauhan jari jemarinya mencengkram, kontan Hong thian lui rasakan tubuhnya seperti ditarik orang dan tersedot mundur tanpa kuasa.

Beruntun Liong-siang Hoatong mencengkeram tiga kali Hong thian-lui pun tersurut mundur tiga tindak. Saking kaget In-tiong-yan menjadi gugup setengah mati, tak tertahan lagi ia menjerit kejut. Tatkala itu . . . Umong dan Cohaptoh pun sudah memburu keluar.

Baru sekarang Liong siang Hoatong pura-pura melihat kehadiran In-tiong-yan, serunya, "Eh, Pile kongcu, kenapa kaupun berada disini ...? Cohaptoh lekas antar tuan putri kembali." untuk menjaga nama baik In-tiong-yan. Tapi perintahnya itu hakikatnya adalah menyuruh Cohaptoh mengawasi gerak-gerik selanjutnya.

Segera Cohaptoh menjura katanya hormat, "Tuan putri tak usah khawatir, ada Koksu disini, betapapun bocah keparat itu takkan dapat Iolos. Harap Tuan putri kembali kekamar istirahat."

Setelah tersurut mundur tiga tindak lekas-lekas Hong thian-lui kerahkan tenaga berat Jian-kin-tui, yang ia kerahkan memang hebat, seakan-akan kedua kakinya seperti terpaku dan tumbuh akar diatas tanah. Tenaga cengkeraman keempat yang dikerahkan Liong Siang Hoa-tong menjadi tak kuasa menggeser kedudukan kakinya lagi, semula Hong-thian-lui tercengkeram mundur tiga tindak dari kejauhan karena obat pemunah dalam tubuhnya belum menunjukan khasiatnya, paling-paling tenaganya baru pulih enam tujuh bagian saja.

O^~^~^O 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar