Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Jilid 12

Jilid 12

"Asal cara mengajarnya tepat dan disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan, kedua orang yang punya watak masing-masing itu sama punya harapan besar. Bukan saja begitu, umpama orang yang polos dan jujur bisa tekun mempelajari ilmu yang lamban, dia baru akan berhasil mencapai harapannya setelah bertahun kemudian, itu berarti bahwa usianya sudah mencapai pertengahan abad. Sebaliknya orang binal yang suka ugal ugalan sembilan diantara sepuluh tentu bocah yang cerdik dan berbakat, umumnya mereka sudah bisa mencapai harapan besar dalam usia yang sangat muda."

Analisa yang panjang lebar ini betul-betul seperti mengili-ngili lubuk hati Cin Liong-hwi, serta merta hatinya senang sekali katanya, "Suhu, jadi ajaran Lwekangmu justru dapat dicapai dalam waktu singkat ?"

"Sudah tentu." sahut Jing-hou khek. "Kalau tidak masa aku berani mengatakan dalam jangka tiga tahun, kau dapat dijajarkan dalam utusan sepuluh tokoh kosen jaman ini."

"Harap Suhu suka memberi petunjuk...." tersipu-sipu Cin Liong-hwi menyembah.

"Simhoat dari ajaran kita mengutamakan menurut kewajaran."

"Menurut kewajaran, latihan macam apakah itu ?"

"Waktu menghimpun hawa murni dan samadhi harus menurut kewajaran kondisi badan masing-masing. Hawa murni tidak boleh dipusat atau dihimpun didalam pasar, apalagi memaksanya, menurut kewajaran itu harus disebar keempat tangan kaki."

Cin Liong-hwi menjadi ragu-ragu, katanya, "Hawa murni berkembang lebar buyar bagaimana mungkin kita dapat mengendalikan tenaga ?"

"Rumah kosong baru dapat dibuat tempat tinggal, mangkok kosong baru bisa diisi nasi kenapa kau anggap tidak berguna ? Bak umpama lembah kosong, seperti mangkok kosong pula, itulah ajaran Lwekang simhoat yang paling tertinggi. Tidak percaya, coba-coba kau mulai berlatih menurut petunjukku."

Jing-hou khek lalu mulai menguraikan ajaran latihan Lwekang perguruannya, Cin Liong-hwi lantas mempraktekkan sesuai dengan petunjuk itu, terasa seluruh badan menjadi enteng mengembang seperti mabuk karena terlalu banyak minum arak, sungguh nyaman dan silir rasanya.

Kata Jing hou khek, "Coba kau pukul pohon siong ini."

Cin Liong hwi menurut, sekuat tenaga ia memukul kebatang pohon yang besar itu.

Walaupun tak dapat memukul patah ranting-ranting pohon, namun kepalannya tidak terasa sakit lagi.

"Bagaimana ?" tanya Jing-hou khek.

Girang Cin Liong hwi sahutnya, "Betul-betul sangat mujarab dan aneh."

"Sampai sekian dulu ajaran hari ini," begitulah ujar Jing hou-khek. "Nanti malam kau boleh datang lagi. Begitulah selanjutnya setiap malam kentongan kedua kau kemari bertemu dengan aku, siang hari jangan datang. Sebab akupun tidak suka rahasia kita ini diketahui orang lain."

Ibunda Cin Liong-hwi adalah perempuan lemah yang tidak bisa main silat, sementara ayahnya membantu Lu Tang-wan menyembuhkan luka lukanya, sebelum luka-luka Lu Tang-wan sembuh, setiap malam tak mungkin dia pulang ke rumah. Secara diam-diam Cin Liong-hwi ngeloyor keluar, selama itu ibunya tidak tahu menahu.

Hari kedua rombongan murid murid itu datang pula, Cin Liong hwi mengajar beberapa jurus tambahan lalu suruh mereka belajar dan latihan sendiri. Begitulah untuk hari-hari selanjutnya, setiap hari dia menyenggangkan waktu untuk tidur siang, malamnya menuju kebelakang gunung latihan silat menurut petunjuk Jing-hou-khek.

Tanpa terasa tujuh hari sudah berselang sore hari itu seperti biasa Cin Liong hwi pergi kerumah keluarga Ling menyampaikan sembah baktinya kepada ayahnya. Kadang-kala ayahnya keluar menemui dia dan bicara sederhanaan. Ada kalanya karena tekun membantu pengobatan bagi Lu Tang wan mencapai titik ketegangan, Ling Hou seorang yang ajak ngobrol dengan dia.

Hari itu kebetulan pengobatan Lu Tang-wan dengan cara pengerahan tenaga dalam itu sudah mencapai babak terakhir, semangatnya sudah pulih kembali, ketiga kawan lama itu lantas duduk mengobrol, membicarakan segala pengalaman dan kejadian aneh-aneh dikalangan Kangouw, begitu asyik dan gembira mereka berbicara. Kebetulan Cin Liong-hwi datang, karena hati sedang senang Cin Hou-siau lantas berkata, "Liong ji, beberapa hari ini tidak kuawasi latihanmu, bagaimana latihan silatmu?"

"Seperti biasanya !" sahut Cin Liong hwi.

Soal belajar dengan Jing hou-khek itu ia tidak berani beritahu kepada ayahnya.

"Baik, coba sekarang kau mainkan Bik-lek ciang itu sekali." Bi lek-ciang mengutamakan kekuatan dasar yang kokoh dan kuat. Beberapa hari ini Cin Liong-hwi tenggelam dalam latihan ilmunya yang baru sehingga pelajarannya yang lama menjadi terbengkalai. Permainan ilmu pukulan keluarganya itu kelihatannya seperti tidak bertenaga dan ogah-ogahan. Sudah tentu bertaut alis ayahnya melihat pertunjukan yang mundur ini.

Semula Lu Tang wan tidak begitu menaruh perhatian, namun setelah separo permainan, seperti melihat sesuatu hal yang luar biasa, semakin lihat perhatiannya semakin terpusat, semakin ketarik.

Setelah menyaksikan permainan serangkaian Bi lek ciang anaknya itu, Cin Hou siau mendengus geram, katanya, "Belajar silat seperti perahu mengetahui aliran air, tidak maju malah mundur. Kulihat beberapa hari ini hakikatnya kau tidak pernah latihan? Bukan saja tidak memperoleh kemajuan, kenapa lebih mundur lebih jelek dari semula?"

Mendadak Lu Tang wan menyela bicara, "Saudara Cin, kau salah meralat putramu. Menurut hematku, beberapa hari ini kemajuan yang dicapai putramu betul-betul sangat mengagumkan malah."

Melihat sikap kata kata orang sangat serius tidak berkelakar, melengak Cin Hou-siau dibuatnya, batinnya, "Hubunganku dengan dia sekarang boleh dikata sangat kental, tak mungkin kata katanya itu melulu menghibur hatiku belaka, apa mungkin sekedar kata-kata pujian saja?"

Belum lagi pikiran hatinya lenyap, terdengar Lu Tang-wan menyambung bicara, "Cin siheng, mari kita main beberapa gebrak." begitu lengan bajunya yang lebar panjang itu tersingkap telapak kirinya lantas bergerak dengan jurus Jip hong-sip-pit (seperti menutup laksana mengancing) tahu tahu telapak tangannya sudah menyelonong kedepan dada Cin Liong-hwi. Sebelumnya ia tidak beri kesempatan bagi Cin Liong-hwi untuk bersiap siaga, tahu tahu serangannya sudah tiba.

Jurus ini adalah tipu silat yang paling ganas dari ilmu Bian-ciang dari keluarga Lu yang lihay, walaupun Cin Liong-hwi tahu bahwa Lu Tang wan tidak akan melukai dirinya, namun begitu mendadak merasa segelombang angin panas menyerang tiba sehingga dada terasa sakit dan napas menjadi sesak, tak urung ia kaget bukan main, secara reflek tanpa disadari olehnya kontan ia kerahkan lwekang yang baru dilatihnya belum lama berselang ini.

Lu Tang wan kerahkan tiga bagian tenaganya, namun tipu serangannya kena dipunahkan begitu gampang dan seenaknya saja oleh Cin Liong hwi semakin teballah rasa curiganya, kontan ia tambah dua bagian tenaganya lagi, sekarang ia gerakkan kedua telapak tangannya, tampak telapak tangannya menari berkelebat, Cin Liong-hwi berusaha menggunakan tipu Toh-bau-cit ka (menanggalkan jubah mengganti baju) untuk membebaskan diri, namun tak urung sedikit terlambat sehingga tubuhnya tersambar kekuatan angin pukulan lawan, tubuhnya gentayangan tersurut kebelakang.

Didalam pandangan Cin Hou-siau kedua jurus tipu yang dilancarkan oleh putranya itu terasa tanpa menggunakan tenaga atau dilandasi kekuatan yang semestinya. Keruan kagetnya bukan kepalang teriaknya, "Saudara Lu ampunilah jiwanya." sembari berteriak segesit kera tubuhnya melompat meja seperti terkaman harimau, ia menyambuti badan anaknya yang hampir roboh itu. Baru sekarang ia tahu bahwa ternyata dugaannya melesat, karena terasa olehnya terjangan tubuh anaknya yang menyurut mundur itu ternyata begitu besar dan kuat, namun demikian kedudukan kakinya sendiri sedikitpun tidak bergeming.

Setelah berhasil memayang tegak anaknya, serta merta timbul rasa heran dan curiga dalam benak Cin Hou-siau, "Jalan latihan Lwekang Liong-ji kenapa kelihatannya jauh berbeda dengan ajaranku dulu?"

Dalam pada itu Lu Tang-wan sedang berlagak tawa, ujarnya, "Saudara Cin, kedua biji mataku ini belum lagi lamur bukan? Tapi masih ada satu persoalan yang belum jelas bagi aku ingin aku mohon penjelasan."

"Silakan katakan saja saudara.''

"Ilmu Bi-lek-ciang ajaranmu itu kalau tak salah adalah ilmu yang mengutamakan tenaga murni yang kokoh kuat dan kasar. Tapi dari apa yang telah kurasakan ternyata kekuatan pukulan putramu mengandung tenaga dingin yang lemah. Apakah itu hasil karyamu yang telah berhasil mengkombinasikan jadi satu sehingga terciptalah sealiran ilmu yang lebih lihay setingkat lebih tinggi. Jelasnya kau berhasil mengkombinasikan tenaga panas kuat dan kekuatan dingin lemas? Kalau benar sungguh kau harus dipuji dan diberi selamat!"

Cin Hou siau tertawa getir, ujarnya, "Masa aku begitu pandai dan secerdik itu dapat menciptakan sebuah aliran ilmu silat lain? Bi lek-ciang warisan keluargaku ini paling pantang terselip tenaga lunak dan dingin. Jika sesuai dengan apa yang saudara Lu katakan, berhasil mengkombinasikan kekuatan murni yang kokoh kuat dan tenaga lunak lemas, bukan harus dipuji dan dikagumi sebaliknya baru disesaIkan dan sangat mengecewakan malah."

"Terhadap intisari kehebatan ilmu Bi-lek-ciang itu boleh dikata aku merupakan orang luar yang tidak tahu seluk beluknya. Harap maaf akan kata-kataku yang ngelantur tadi. Jadi kalau begitu kejadiannya, apakah Lwekang Simhoat yang dilatih oleh putramu ini bukan hasil ajaran kau sendiri? Entah masih punya guru lihay yang manakah dia?"

Jantung Cin Liong-hwi berdebar keras, batinnya, "Tua bangka ini sungguh lihay dan tajam pandangannya. Baru beberapa hari saja aku melatih ilmu itu lantas dapat diraba olehnya. Kelihatannya air mukanya rada ganjil, apapun yang akan terjadi, sekali-kali aku pantang membocorkan rahasia ini!"

Sementara itu terdengar Cin Hou-siau sedang berkata, "Aku sendiri juga tidak paham, sejak kecil Liong-ji belajar dari aku selamanya belum pernah berlatih ilmu silat dari cabang lain.'' bicara sampai disini mendadak ia menoleh dan menghardik bengis kepada putranya. "Beberapa hari ini cara bagaimana latihanmu? Kenapa kau tidak belajar menurut petunjuk petunjuk ajaran golongan kita sendiri?''

Dasar pintar dan cerdik, Cin Liong hwi berlaku hati hati sahutnya, "Aku berlatih menurut Simhoat yang diajarkan ayah kepadaku itu, beberapa hari ini entah karena aku terlalu kangen dan terkenang kepada Ling toako, hawa murni selalu sukar dapat terhimpun, anak menjadi kurang sabar dan bosan, akhirnya pasrah pada keadaan latihan yang ada saja." pura-pura ia bersikap bingung dan hambar, betul juga sandiwaranya dapat mengelabui ayah sendiri.

Cin Hou-siau menyangka dia telah meraba tepat sebab musababnya, air mukanya mengunjuk seperti paham dan mengerti akan kesulitan anaknya itu, teriaknya tak tertahan, "Benar, betul ! Ah, celaka, celaka!"

"Yah, apa katamu?" teriak Cin Liong-hwi kuatir. "Kenapa sudah benar menjadi celaka lagi ?"

"Liong-ji, cara latihanmu itu sudah menjurus kearah yang sesat, mungkin karena terlalu mengagulkan kepintaran sendiri kau biarkan hawa murnimu mengembang dan tersebar di ke empat kaki tanganmu rasanya memang nyaman dan segar, karena perasaan yang enak inilah kau lanjutkan terus latihanmu itu bukan ?"

Cin Liong-hwi terkejut, tanyanya, "Benar begitu ayah, tapi apakah ada bahayanya?"

"Secara sembrono kau berlatih main terjang dan hantam kromo tanpa kau sadari kau telah menempuh latihan jalan lunak yang lemas dan dingin, tanpa kau sadari bahwa kombinasi murni kuat dan lunak lemas itu meskipun cukup hebat hasilnya dan merupakan semacam ilmu Lwekang tingkat tinggi, soalnya latihan tenagamu sendiri kurang matang, sebab kedua karena jalan latihan Lwekang keluarga kita mengutamakan kemurnian tenaga kekar yang positip, sebelum sempurna latihanmu kau sudah tersesat jalan, kelak pasti bakal menghadapi bahaya. Soal bahaya apa yang bakal menimpa dirimu sukarlah dikatakan."

Cin Hou siau melanjutkan, "Masih untung sekarang kau baru mulai menyeleweng ke arah sesat itu, masih ada kesempatan kembali ke jalan yang benar. Pelajaran Simhoat warisan keluarga kita memang sukar mencapai puncak yang tertinggi cukup memperoleh sedikit hasil saja kau bakal malang melintang didunia Kangouw."

Cin Liong-hwi mengiakan sahutnya, "Anak pasti akan mematuhi pesan ayah, untuk selanjutnya tidak Iagi gentar menghadapi kesukaran, tekun dan rajin mempelajari Simhoat warisan keluarga kita."

Dalam pada itu Lu Tang-wan masih curiga hatinya bertanya Tanya, "Orang yang cerdik pandai kadang kala terlalu mengagulkan kepintarannya sehingga keblinger dan nyeleweng kejalan sesat. Atau mungkin waktu latihan Lwekang secara serampangan tanpa disadari telah melatih kombinasi antara lurus dan sesat itu sehingga menghasilkan tenaga pukulan yang dingin dan lunak itu ? Selamanya dia belum pernah mempelajari Lwekang aliran lain, hal ini pikirannya ayahnya tidak akan ngapusi kepada aku."

Karena pikirannya ini berbalik ia merasa curiganya kurang beralasan, segera ia tertawa dan berkata, "Cin-siheng bisa merobah dan mengkombinasikan latihan Lwekang sedemikian rupa meskipun jalannya kurang benar dari sini dapatlah dinilai kecerdikan otaknya. Belakang hari dibawah petunjuk ayah yang keras dibawah guru yang tekun, pecerdikan itu digunakan kearah yang lurus, tentu harapan dikemudian hari sangat besar dan tak terbatas !"

Baru sekarang Cin Hou siau bisa unjuk senyum simpul lagi, katanya, "Semoga begitulah. Liong-ji, kau boleh pulang."

O^~^~^O

Setiba dirumah Cin Liong hwi masih sangsi dan beragu akan nasehat dan pesan ayahnya, dalam hati ia berpikir, "Suhu mengatakan ayah tidak bisa mengajar sesuai dengan kondisi orang yang diberi ajaran sehingga menyia nyiakan cerdik pandaiku. Sebaliknya ayah berkata cara latihanku ini menjurus ke jalan yang sesat, kelak pasti menimbulkan bibit bencana bagi diriku sendiri. Sebetulnya ucapan siapakah yang lebih benar? Lwekang Simhoat yang diajarkan Suhu memang berlawanan dengan pelajaran ilmu silat umumnya yang punya unsur unsur positip. Beliau pernah mengatakan bahwa pada jaman ini yang mengenal pelajaran silatnya yang mendalam dan serba rahasia itu hakikatnya tiada beberapa orang saja. Mungkin karena ayah sendiri tidak mengetahui akan rahasia dan intisarinya yang mendalam itu, lantas timbul rasa sirik dan dengki dalam hatinya, oleh sebab itu beliau ketakutan menimbulkan bencana dikelak kemudian hari?" sampai disini terkilas pula pemikiran lain. "Tapi bila uraian ayah itu benar dan tepat, benar bisa menimbulkan bencana bagi diriku sendiri, bagaimana pula baiknya ? Apalagi bila kulanjutkan terus latihan ini kelak pasti dapat diketahui oleh ayah, cara bagaimana aku dapat memberi penjelasan ? Lebih baik aku batalkan saja latihanku terhadap orang aneh yang misterius itu."

Cin Liong hwi menerawang dan menganalisa sendiri pendapatnya, semakin pikir hatinya semakin gundah dan susah mengambil keputusan. Mendadak dadanya sesak rasanya tidak enak.Tanpa disadarinya ia gunakan pula latihan Lwekang menurut ajaran orang aneh itu, sejurus kemudian, terasa kaki tangan dan seluruh tubuhnya segar bugar dan nyaman sejuk, sungguh silir dan enak rasanya ! Seperti seorang pemadat atau penghisap ganja, sekali merasakan keenakannya meski tahu bahwa perbuatannya itu berbahaya betapapun harus menghisap juga. Apalagi saat mana Cin Liong-hwi sendiri masih dalam keadaan bimbang, apakah benar ada bahayanya ?

Setelah berlatih Lwekang yang baru itu, Cin Liong-hwi lantas mencoba tenaga dalamnya, memang terasa olehnya tenaganya sedikit bertambah dibanding kemaren, teringat akan kata-kata orang aneh tentang dalam jangka tiga tahun, aku bisa membuat kau berdiri diurutan sepuluh tokoh kosen jaman sekarang, kata kata ini sungguh punya daya tarik yang terlalu besar bagi ambisi Cin Liong-hwi yang kelelap dan dimabuk gengsi dan nama. Semakin gatel rasa hati Cin Liong hwi, pikirnya, "Malam nanti akan kulaporkan perasaan bimbangku ini kepada Suhu, coba kudengar cara bagaimana pula penjelasannya, yang jelas meneruskan latihan atau tidak adalah menjadi keputusan dan tanggung jawabku sendiri, sekali lagi menemui beliau rasanya tiada halangannya ?"

Malam ini waktu Cin Liong hwi naik kebelakang gunung menemui orang aneh yang misterius itu, adalah seseorang yang tengah menuju kerumahnya hendak mencari dirinya. Orang ini bukan lain adalah si Maling sakti Sip it sian.

Sejak berpisah dengan In-tiong-yan demi menolong Hong thian-lui lebih cepat dari cengkraman musuh, ia melakukan perjalanan siang malam tak mengenal lelah, tujuannya hendak menyampaikan berita buruk ini kepada Cin Hou-siau dan Ling Hou. Sepanjang jalan ini ia tak berhasil menyusul Geng Tian, pikirnya: "Ginkang Geng-kongco tidak lebih rendah dari aku mungkin saat ini sudah tiba dirumah keluarga Ling. Tapi bagaimana juga aku sendiri juga perlu menyusul ke-sana, siapa tahu bila ditengah jalan ia menemui rintangan yang tidak diharapkan. Sehari lebih lama berarti keponakan Tiat wi sehari lebih menderita dan berbahaya."

Keluarga Cin dan keluarga Ling menetap dalam satu kampung, hanya yang satu berada diujung timur sedang yang lain diujung sebelah barat, jaraknya ada ratusan meter, untuk kerumah keluarga Ling jadi harus lewat rumah keluarga Cin lebih dulu.

Waktu Sip It sian memburu tiba sang waktu sudah menuju kentongan ketiga dini hari, menurut kebiasaan semula secara diam-diam ia melompati tembok terus menyelundup kebawah jendela kamar tidur Cin Hou-siau, dengan jari ia menutuk ringan tiga kali diatas papan sambil mendesiskan mulut.

Bagi tokoh silat yang membekal Lwekang tingkat tinggi, meskipun dalam tidur nyenyak bila mendengar suara aneh pasti akan terjaga bangun. Beruntun Sip It-sian sudah menutuk jendela tiga kali dan mendesiskan mulutnya tiga kali pula, dinanti-nanti tidak kelihatan Cin Hou siau bangun. Malah terdengar istri Cin Hou-siau membalik tubuh serta berseru memanggil! "Pus, pus!" kiranya samar-samar ia sangka si kucing yang membuat keributan diluar jendela menangkap tikus. Setelah tidak mendengar suara apa apa lagi lalu ia membalik tubuh dan mendengkur lebih nyenyak lagi.

Walaupun hubungan Sip It-sian dengan Cin Hou siau laksana saudara sepupu saja serta mengetahui Cin Hou siau tidak dirumah, ia menjadi bingung dan tidak enak mengganggu orang tidur. Dengan sangsi ia berpikir, "Bagaimana mungkin Cin-toako bisa tak berada dirumah ?" segera ia menuju ke kamar tidur Cin Liong-hwi, tujuannya hendak membangunkan Cin Liong hwi dan mencari tahu kemana ayahnya telah pergi. Tak duga kamar Cin Liong-hwi juga kosong melompong tiada bayangan orang.

Waktu diperhatikan kiranya ranjang Cin Liong-hwi masih rapi, terang Cin Liong-hwi sendiri juga belum lagi tidur. Semakin heran Sip It-sian dibuatnya, batinnya, "Apakah mungkin mereka berada dirumah keluarga Ling ?"

Dalam pada itu baru saja Cin Hou-siau selesai membantu pengobatan luka-luka dalam Lu Tang-wan berkata, "Saudara Cin beberapa hari ini sungguh membuat kaucapai. Sejak besok pagi aku bisa mengerahkan hawa murniku sendiri untuk mengobati luka lukaku. Saudara Cin, malam ini kau perlu istirahat lebih pagi.''

Kelihatannya Cin Hou-siau tidak mendengar kata-kata Lu Tang-wan, matanya mendelong mengawasi keluar jendela. Lwekang Lu Tang wan juga sudah pulih enam tujuh bagian, melihat sikap aneh orang tergerak hatinya, segera ia pasang kuping dan mendengar dengan cermat, betul juga didengarnya suara lambaian baju dihembus angin malam, baru saja suara itu melayang lewat dari wuwungan depan sana dan tengah mendatangi.

"Saudara Cin," ujar Lu Tang-wan, "biarlah kucoba-coba berapa bagian sebetulnya tenagaku sudah pulih!" mendorong jendela baru saja ia siap melancarkan pukulan Bian-ciangnya yang dapat memukul remuk batu menjadi bubuk itu, mendadak Cin Hou siau menahan pundaknya serta berkata, "Itulah kawan lama telah datang!" tepat pada saat itulah terdengar suara mendesis pendek, tahu tahu seseorang melayang masuk dari wuwungan rumah.

"Lu toako,'' seru Cin Hou-siau tertawa. "Mari kuperkenalkan, inilah simaling sakti nomor satu dikolong langit Sip It sian. Setiap kali ia datang kemari, tak lupa mengunjukkan kepintarannya sebagai maling datang secara sembunyi sembunyi seperti menggerayangi mangsanya.''

"Apakah tuan ini adalah Lu enghiong dari Ciatkang timur?'' segera Sip It-sian bertanya lebih dulu mendengar Cin Hou siau memanggil "Lu-toako", lantas ia tahu siapakah Lu Tang-wan adanya.

"Tidak berani," sahut Lu Tang-wan merendah. "Kiranya simaling sakti Sip-toako adanya sungguh tidak bernama kosong, sudah lama aku dengar kebesaran namamu."

"Lu-tayhiap,'' ujar Sip It sian tertawa, "Sebetulnya ingin aku bertandang kerumahmu, tak nyana disini aku bertemu dulu dengan kau.''

Lu Tang wan melengak, katanya, "terima kasih, entah ada urusan apakah Sip toako hendak mencari aku?"

"Mungkin Sip toako sekalian hendak menyambangi muridku itu disana," sela Cin Hou siau.

"Benar," sahut sip It-sian. "Aku sudah bertemu dengan Tiat-wi, tapi bukan digedung kediaman saudara Lu lagi.''

Lu Tang-wan terperanjat, tanyanya, "Dihitung waktunya, tak mungkin ia bisa sembuh begitu cepat ia meninggalkan gubukku? Sip toako, dimanakah kau bersua dengan dia?"

Tatkala itu Ling Houpun sudah keluar mendengar suara sahabatnya itu. Mendengar Sip It sian pernah ketemu putranya segera ia ajukan pertanyaan.

Sip It sian lantas menceritakan pengalamannya, ketiga pendengarnya menjadi keheranan dan terlongong longing.

"Cara bagaimana dia bisa tertangkap oleh anjing bangsa Mongol itu?" tanya Ling hou gugup.

"Apa lagi kalau bukan karena Pinghoat karya Go Yong itu?" ujar Sip It-sian. "Anjing Mongol itu menyangka berada ditangannya, bahwasanya sudah dibawa merat oleh In tiong-yan!"

Ling Hou membanting kaki, katanya, "Soal dia tertangkap urusan kecil, bila Pinghoat itu benar terjatuh ditangan bangsa Mongol, urusan itulah yang penting dan besar artinya."

Sip It-sian tertawa, katanya, "Saudara Ling tidak perlu gelisah, Ping-hoat itu sekarang berada ditanganku.''

"Hah, saudara Sip, tidak malu kau dijuluki simaling sakti nomor satu diseluruh jagat ini!" Ling Hou memuji kegirangan.

"Sekali ini bukan hasil curian, adalah In tiong-yan sendiri yang menyerahkan kepada aku." tutur Sip It sian.

Selanjutnya Sip It-sian menutur malam pertemuannya dengan In-tiong yan ditengah hutan itu, karena mereka menjadi heran dan tak mengerti. Sambil menghela napas lega Ling Hou berkata, "Bila putraku itu mendapat bantuannya secara diam diam, akupun tidak perlu kuatir lagi." Sebaliknya Lu Tang-wan sedang berpikir, "Apakah In tiong-yan juga sudah kepincut dengan bocah itu ?"

"Meski begitu kitapun harus segera menyusul kesana menolongnya," demikian kata Cin Hou-siau, "Saudara Lu, kesehatanmu belum pulih seluruhnya. Ling toako kau tinggal di-rumah saja mengawasi dia. Besok pagi biar aku berangkat bersama Sip-toako."

Kata Lu Tang-wan, "Kesehatanku sudah sembuh tujuh delapan bagian, mana bisa aku berpeluk tangan saja ?"

"Ada seorang Geng kongcu apa pernah datang kemari?" tanya Sip It sian.

"Geng-kongcu yang mana?" tanya Cin Hou-siau.

"Putra Kanglam Tayhiap Geng Ciau yang bernama Geng Tian, konon dia pernah mendapat pertolongan dari Lu toako."

"O, kiranya dia !" seru Lu Tang wan, "Sebab musabab permusuhanku dengan Lian Tin-san justru karena dia itulah. Tapi tak kelihatan dia pernah kemari."

"Kenapa keponakan Liong-hwi tidak kelihatan, bukankah dia berada disini ?" tanya Sip It sian.

"Sip toako, kenapa kau tanyakan hal ini?" tanya Cin Hou siau kaget. "Apakah kau sudah mampir kerumahku dan tidak melihat dia disana ?"

"Ya begitulah!" sahut Sip It sian.

Cin Hou-siau menjadi bingung dan curiga, jantungnya mendebur keras, katanya, "Adakah terjadi sesuatu atas dirinya ?"

"Kukira tidak mungkin," sahut Sip It sian. "ranjangnya masih rapi belum pernah ditiduri, keadaan kamarnyapun seperti sedia kala. Tidak seperti pernah terjadi pertempuran disana."

Cin Hou-siau jadi berpikir, "Jikalau anakku itu diringkus orang, meski kepandaiannya tidak becus, betapapun dia bisa meronta. Sebagai seorang ahli, pernah memeriksa pula keadaan dikamar Cin Liong hwi, tentu rekaan Sip It-sian itu tidak akan salah lagi.

"Ini sungguh aneh kemana dia telah pergi ?" gumam Cin Hou siau.

"Cin-toako," timbrung Ling Hou, "salah seorang muridmu pernah datang kemari tadi siang waktu itu kau dengan Lu-toako sedang berada didalam kamar, aku tidak berani memanggil kau,"

"Apa yang dia katakan ?"

"Katanya, beberapa hari ini mereka berlatih silat dirumah masing masing."

Berkerut alis Cin Hou siau katanya, "Apakah Liong hwi tidak memberi pelajaran kepada mereka ?"

"Hari pertama pernah mengajar namun hari itupun hanya mengajar setengah dan kepalang tanggung, keponakan Liong lantas suruh mereka pulang."

"Lalu dia sendiri kemana ?"

"Menurut katanya dia ketinggalan diatas gunung, sampai sore baru pulang."

Ternyata tujuan murid itu kemari sebetulnya hendak mengadu kepada Cin Hou siau tentang kejadian hari itu, namun Ling Hou tidak berani membeberkan seluruhnya.

Cin Hou-siau merenung, katanya, "Belakangan ini latihan Lwekangnya menyeleweng, apakah karena keenakan dan menjadi tamak akan kemajuan, setiap malam pergi keatas gunung untuk berlatih disana? Baik, saudara Sip, mari kau temani aku kesana melihatnya."

Mendadak Lu Tang-wan berkata, "Mari akupun ikut kalian kesana. Waktu sudah lewat kentongan ketiga tak perlu takut dilihat orang."

Sebenarnya Cin Hou-siau mau pergi mencari putranya, hubungan Lu Tang wan dengan Cin Hou-siau belum terlalu kental, sebetulnyalah tidak perlu harus ikut kesana. Maka ia mengajukan permohonannya itu. Cin Hou-siau sendiri juga merasa heran dan diluar dugaan, teringat akan kejadian tadi siang waktu dia menjajal kepandaian putranya, sama-sama terasa ada suatu keganjilan yang luar biasa, tapi Lu Tang-wan sendiri telah mengajukan permohonan ini, Cin Hou siau menjadi rikuh untuk menolak kebaikannya.

O^~^~^O

Dengan perasaan gundah dan tidak tenteram pada kentongan ketiga seperti beberapa malam yang lalu Cin Liong-hwi menuju ke-belakang gunung untuk bertemu dengan gurunya yang baru yaitu Jing hou-khek.

Setelah menjajal ilmu yang diajarkan Jing hou-khek berkata, "Kenapa kemajuanmu hari ini begitu lambat seperti hatimu kurang tenang dan kurang bersemangat?"

"Suhu," kata Cin Liong-hwi tergagap, "Aku ada sebuah persoalan, harap Suhu suka memberi ampun untuk pernyataan yang kuajukan ini."

"Aku paling suka orang yang terus terang dan blak-blakan," ujar gurunya, "kau tak usah kuatir dan takut-takut, coba katakan!"

Kata Cin Liong-hwi, "Kalau berlatih ilmu ajaranmu, setelah matang apakah tidak merusak badan sendiri?"

Dengan pandangan dingin Jing-hou khek menatap lekat lekat, katanya, "Kenapa kau mendadak mengajukan pertanyaanmu ini? Apakah ayahmu tadi sudah memeriksa dirimu rahasia kau berguru kepadaku sudah kau bocorkan?"

Cepat Cin Liong-hwi membela diri, katanya, "Tidak, tidak! Mana Tecu berani membangkang perintah Suhu. Pagi tadi ayah pernah menguji latihanku beberapa hari ini, tapi dia menyangka aku latihan secara serampangan saja!"

"Bagus, coba kau tuturkan duduk perkara sejelasnya." setelah mendengar penuturan Cin Liong-hwi, air mukanya tampak rada lega dan katanya kalem, "jadi ayahmu sangka latihan sendiri dan nyeleweng kearah latihan sesat, sehingga kau ketakutan oleh gertakannya itu."

Cin Liong hwi mengiakan secara terus terang.

Kata Jing-hou-khek dingin, "Kau ketakutan karena kau percaya omongan ayahmu, kenapa kau tidak percaya pada gurumu?"

"Tecu tidak berani," tersipu-sipu Cin Liong-hwi berlutut, "tapi pelajaran Lwekang perguruan terlalu luas dan dalam sulit diselami inti sarinya, Tecu hanya ingin tahu lebih banyak lagi, harap Suhu jangan salah paham."

"Terang kau tidak punya kepercayaan penuh dan teguh dalam mempelajari ajaran Lwekang perguruan baru kau ajukan pertanyaanmu itu. Tapi aku tidak salahkan kau ajaran Lwekang perguruan kami memang jauh berbeda dibanding ajaran golongan besar lainnya, ayahmu sendiri tidak tahu akan faedah dan manfaat ajaran kita, hal ini sudah kuduga sejak beberapa waktu yang lalu."

"Ya, Tecu tahu bahwa pertanyaan tadi sebetulnyalah terlalu goblok."

"Tidak, kau seorang yang cerdik pandai," sela Jing-hou-khek. "Seharusnya kau sendiri bisa berpikir bila ajaran Lwekang perguruan kita bakal membawa bahaya dikelak kemudian hari, apakah aku bisa berlatih terus?''

Benar juga demikian pikir Cin Liong-hwi, rasa ganjalan dalam hatinya seketika luber dan lenyap sama sekali. Katanya: "Harap Suhu suka memberi maaf akan kegoblokan Tecu tadi, selanjutnya pasti Tecu lebih tekun lebih rajin belajar supaya tidak mengecewakan harapan kau orang tua."

Namun Jing hou khek malah menghela napas, ujarnya, "Sayang selanjutnya aku tidak bisa memberi ajaran lagi."

"Kenapa? Suhu, apakah kau tidak bisa memaafkan aku?"

"Ayahmu sudah curiga, hubungan antara guru dan murid kita juga tamat sampai disini saja. Untung kau cukup cerdik dan pandai, ajaran ajaran Lwekang perguruan kita sudah kuajarkan tujuh delapan bagian, sisanya yang masih ada akan kuajarkan teorinya saja kau dapat mempraktekkan pelan pelan menurut latihanmu."

Cin Liong hwi berpikir: "Luka Lu Tang wan sudah hampir sembuh, dua tiga hari lagi ayah pasti akan pulang. Selanjutnya terang aku tidak bisa membolos keluar lagi untuk latihan disini." karena pikirannya ini segera ia berkata, "Sebetulnya Tecu berat untuk berpisah dengan Suhu, kalau bukan karena Tecu tidak punya sanak saudara ingin rasanya Tecu ingin ikut Suhu, kelana di Kangouw." lalu dengan laku hormat ia menyembah, kelakuannya benar-benar lucu seperti harus dikasihani.

"Dalam dunia ini tiada perjamuan yang tidak bubar," ujar Jing-hou-khek, "anak baik, kau bangunlah, kau masih harus mempelajari Simhoat yang lain."

Setelah Cin Liong-hwi dapat mengapalkan teori yang diajarkan Jing-hou-khek lantas berkata; "Kau lekas pulang aku juga perlu segera pergi."

Sekonyong konyong terdengar bentakan Jing hou-khek bersama suara orang lain yang hampir berbareng, hardik Jing hou-khek, "Siapa itu?" orang itupun membentak, "Kiranya kau gembong iblis ini, bagus, apa kau kira bisa tinggal pergi begitu gampang ?"

Orang yang membentak ini bukan lain adalah Lu Tang wan.

Dibelakang Lu Tang wan masih ada dua orang Iagi itulah ayah Cin Liong-hwi sendiri yaitu Cin Hou-siau sedang seorang yang lain adalah Sip It sian.

Lu Tang-wan kelihatannya begitu murka, kiranya bahwa Jing-hou khek ini bukan lain adalah orang yang menyergap dirinya sehingga ia terluka dalam oleh pukulan berbisa.

Kalau Lu Tang-wan dimabuk rasa murkanya, sebaliknya Cin Hou siau terketuk sanubarinya, sungguh sedih dan pilu rasa hatinya, tak dinyana putra tunggal yang diasuh dan dibimbing sebesar itu ternyata membelakangi dirinya dan bicara bohong terhadap orang tua sendiri, berani belajar ilmu sesat dari gembong iblis yang jahat ini. Sia-sialah ajaran lurus yang diwariskan oleh leluhur keluarga sendiri.

Namun dalam keadaan begini, Cin Hou-siau tidak bisa mengumbar rasa sedihnya. Tindakan yang utama sekarang adalah dia harus merebut kembali putranya baru bisa melabrak gembong iblis jahat ini. Tanpa buka mulut lagi Cin Hou-siau menghardik terus bergaya hendak menyerang kearah Jing-hou khek berbareng tubuhnya melesat menubruk miring meraih kearah Cin Liong-hwi. Tepat pada saat itu juga Lu Tang-wan berbareng sudah lancarkan serangan dahsyat secara berhadapan dengan Jing-hou khek.

Jing hou khek bergelak tawa, serunya. "Lu Tang-wan, apakah kau masih ingin merasakan pukulan saktiku, baik, mari sekarang kita tentukan siapa jantan siapa betina."

"Blang !" begitu telapak tangan kedua belah pihak beradu, sayang tenaga dalam Lu Tang-wan belum pulih seluruhnya, karena luka lukanya belum sembuh, tanpa kuasa ia tersurut mundur tiga tindak. Tapi tenaga pukulan musuh juga tersusut banyak dibanding dulu, kedua belah pihak mengerahkan tenaga mengadu pukulan secara keras lawan keras, namun pukulan berbisa Jing hou-khek sudah kehilangan keampuhannya sehingga tidak mampu melukai Lu Tang-wan.

Sekali pukul menggetar mundur Lu Tang-wan, Jing-hou-khek lantas menjengek dingin, "Lukamu sembuh begitu cepat. Tapi untuk menang dari aku, betapapun kau harus berlatih beberapa lama lagi, maaf aku tidak bisa tinggal terlalu lama di sini !"

Sementara itu Lu Tang-wan sedang siaga untuk menghadapi rangsekan musuh lebih lanjut, diluar dugaan lawan memutar tubuh, tidak maju lantas tinggal pergi, sebat sekali tangannya meraih kebelakang tindakannya sedikit lebih cepat dari Cin Hou-siau, ia berhasil mencengkeram kuduk Cin Liong-hwi.

Waktu melihat ayahnya menubruk kearah dirinya, Cin Liong hwi menjadi ketakutan, disaat ia tertegun entah harus berbuat apa, sekonyong-konyong terasa kuduknya kesakitan seperti dijepit sepasang kaitan besi, seketika ia tidak mampu bergerak. Kontan Jing hou-khek mengangkatnya tinggi-tinggi terus diputar seperti bandulan, keruan Cin Liong-hwi menjadi ketakutan, serasa arwah meninggalkan badan, teriaknya, "Ayah !"

Kepandaian silat Cin Hou-siau bahwasanya sudah mencapai kesempurnaan yang tulen, di dalam keadaan gawat yang menentukan itu mendadak ia menghardik keras, "wut !" langsung ia lancarkan sebuah pukulan, ternyata kekuatan pukulannya sedikitpun tidak melukai putranya, begitu dahsyat angin pukulannya menerjang ke pergelangan tangan kiri Jing hou-khek.

Namun Jing-hou khek juga tidak kalah tangkasnya, cepat tangannya membalik untuk menangkis. Kontan ia merasa kekuatan pukulan lawan bak gugur gunung dan gelombang samudra yang mendampar pantai tak kenal putus, terasa bercekat hatinya. "Bi-lek-ciang dari keluarga Cin memang bukan nama kosong belaka, bila satu lawan satu, bertempur lama bukan saja pukulanku berbisa tak mampu melukai musuh, mungkin kadar racunnya bisa melukai tubuhku sendiri oleh tekanan gempuran tenaga musuh," Demikian pikirnya.

Bicara lambat kenyataan sangat cepat sekali, gesit sekali Jing-hou khek menggeser kaki pindah kedudukan, tiba tiba ia putar balik terus mengalingkan tubuh Cin Liong-hwi dihadapannya dijadikan tameng menangkis pukulan ayahnya yang dahsyat itu.

"Cin Hou siau," jengek Jing-hou khek dingin. "Bila kau berani melukai putra kesayanganmu, coba silakan hantam saja !"

Mendengar teriakan putranya tadi, luluhlah hati Cin Hou-siau, pukulan selanjutnya mana berani ia turunkan.

"Coba kau tanya putramu sendiri," ejek Jing-hou-khek lagi. "Adalah secara sukarela dia mau angkat guru kepada aku ?"

Saking ketakutan cepat Cin Liong-hwi berteriak, "Ayah, memang anak yang secara sukarela angkat dia sebagai guru, harap ayah tidak bertengkar dengan suhuku."

"Binatang," maki Cin Hou-siau saking murka. "Keparat kau!" tapi putera sendiri ditawan ditangan musuh, ia menjadi mati kutu dibuatnya.

Jing-hou khek terbahak bahak, serunya, "Cin loko, aku bantu kau mendidik puteramu, kutanggung kelak dia menjadi putera yang berguna. Tidak menjadi soal kau tidak nyatakan terima kasihmu, kenapa malah berbalik memaki aku? Hehe, bukan saja kau tidak menghargai kebaikan orang malah mestinya orang lain?"

Saking gusar kepala Cin Hou-siau sampai menguap, makinya, "Puteraku aku bisa mendidiknya sendiri tak perlu kau ikut susah-susah! Hm, kau pancing dia mempelajari ilmu sesat, jelas tujuanmu hendak mencelakai jiwanya!"

Jing hou-khek geleng-geleng kepala, katanya, "Tak heran kau tak mampu mengajar anakmu menjadi orang yang berguna. Berapa banyak kau ketahui ilmu pelajaran perguruanku, berani kau sembarangan buka mulut? Ai, maaf kalau kata-kataku tidak mengenal batas, boleh dikata pandanganmu terlalu cupat, seperti Katak berada didalam sumur!"

"Mana ada manusia pengecut yang memaksa putera orang menjadi murid sendiri?" Lu Tang-wan menimbrung, "Kepandaianmu boleh dianggap sebagai tokoh kelas tinggi dikalangan Kangouw, seorang yang cukup terhormat tapi berbuat sedemikian hina dina, apa kau sendiri tidak merasa malu akan perbuatanmu yang rendah ini?"

Jing hou-khek tertawa loroh-loroh, ujarnya, "Terima kasih akan sanjung pujimu menempel mas dimukaku, sebetulnyalah ucapannya ini rada keliru. Pertama Cin Liong hwi sendiri yang sukarela angkat aku menjadi gurunya, tadi sudah diakui dihadapan kalian, kenapa bilang aku pengecut? Kedua aku angkat dia sebagai murid, tujuanku adalah mencari pewaris ilmu perguruanku, maksudku baik tujuanku benar, kenapa kalian salah paham katakan aku punya maksud yang jahat?"

"Baik, kalau kau bertujuan lurus, coba kau lepas dia agar dia pilih pihak mana yang akan dia ikut," desak Lu Tang-Wan.

Jing hou-khek bergelak tawa lagi, serunya, "Aku bukan orok umur tiga tahun, mana bisa kalian tipu begitu mudah? Kalian bertiga sedang aku sendirian, betapapun aku tidak percaya pada kalian. Maaf cukup sekian saja kata-kataku, selamat bertemu!''

Cin Hou-siau seorang kawakan kangouw yang berpengalaman, timbul rasa curiganya, pikirnya, "Dia menawan puteraku sebagai sandera, sebetulnya bisa tinggal merat dengan leluasa, kenapa dia harus mengobral mulutnya sekian lamanya, apakah masih punya muslihat lainnya?"

Belum lagi rasa curiganya lenyap, benar juga terdengar Jin-hou-khek bergelak tawa, ujarnya, "Puteramu ini kau takkan mampu merebutnya kembali, lekas kau pulang saja melindungi keluargamu."

Belum lenyap suaranya, terdengar suara ledakan dahsyat dari kejauhan, dari arah suaranya terang adalah kampung dimana keluarga Cin dan Ling menetap, suara ledakan keras itu menggema panjang dan lama dialam pegunungan. Sudah tentu kaget Cin Hou-siau bukan main, sekali melejit ia lompat naik keatas batu cadas yang besar, dari ketinggian ini tampak jauh dibawah sana si-jago merah sedang berkobar dengan hebatnya, arahnya memang tepat diujung kampung dimana tempat tinggal keluarga Ling berada.

Sebetulnya Lu Tang-wan dan Sip It-sian hendak mengejar kearah Jing hou-khek, namun melihat keadaan yang gawat dibawah sana, sesaat mereka terlongong di tempatnya.

Kata Cin Hou-siau, "Bocah durhaka itu kelak akan menerima ganjarannya yang setimpal, biarkan dia pergi! Jangan sampai kita kena pancing meninggalkan rumah!"

Lu Tang-wan juga berpikir, Cin Liong-hwi sudah terjatuh ketangan orang, kecuali tanpa memperdulikan jiwanya, kalau tidak seumpama berhasil menyandak juga tidak berguna lagi, terpaksa ia menurut kata-kata Cin Hou-siau cepat cepat memburu pulang kerumah keluarga Ling.

Rumah keluarga Ling ini dibangun menyendiri diujung kampung, penghuni kampung ini hanya beberapa puluh keluarga saja, untung jarak rumah ini rada jauh dari rumah yang lain, mungkin juga karena orang-orang pedesaan bernyali kecil, ditengah malam buta rata lagi, mendadak mendengar ledakan begitu dahsyat, mereka menjadi ketakutan dan tidak berani keluar lagi.

Waktu Cin Hou-siau berlari pulang, si jago merah sudah hampir padam, namun rumah kediaman keluarga Ling itu tinggal puing puingnya saja. Tampak dalam halaman rumah didepan puing puing itu malang-melintang beberapa mayat manusia yang hangus terbakar, jumlahnya tidak kurang puluhan banyaknya.

Keruan kaget dan kebat-kebit jantung ketiga orang, baru saja Cin Hou siau hendak memeriksa mayat-mayat itu, apakah Ling Hou ada diantara mereka, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang sangat dikenalnya berkata, "Apakah keponakan sudah ketemu ?" dari ujung gelap sebelah sana berjalan keluar satu orang, dia tak lain bukan Ling Hou adanya.

Kejut dan girang pula hati Cin Hou siau katanya, "Ling-toako. Kau tidak kurang suatu apa bukan, jangan pedulikan bocah keparat itu. Siapakah mayat-mayat ini?"

"Mereka mampus kena peledak yang kusembunyikan," Ling Hou menjelaskan. "Tak lama setelah kalian pergi rombongan penjahat ini lantas meluruk datang! tiada cara lain terpaksa kukorbankan rumah tuaku ini."

Sip It sian tertawa, katanya, "Ling toako sebagai ahli pembuat peledak, golok kerbau dibuat menggorok leher tikus, ternyata memang hasilnya hebat. Jiwa puluhan penjahat ini untuk menebus sebuah rumahmu, hitung dagang ini cukup setimpal dan berharga."

Kiranya dibawah rumah kediaman Ling Hou ini ada dibangun sebuah kamar rahasia dibawah tanah, biasanya untuk menyimpan perbekalan. Waktu rombongan penjahat menggedor pintu dan menyerbu masuk, segera Ling Hou menyulut peledak di empat penjuru rumahnya dan sekaligus disumat sumbunya lalu sembunyi di kamar rahasia dibawah tanah itu. Tepat pada waktu para penjahat itu menyerbu masuk, meledaklah dinamit yang dipendamnya itu.

"Memang cukup menyenangkan," ujar Ling Hou tertawa getir, "Tapi harus merembet pada Cin toako selanjutnya tidak bisa menetap dikampung ini."

"Kami sebagai sahabat tua selama puluhan tahun, kenapa kau bicara begitu," kata Cin Hou siau, "Tapi aku menjadi heran malah kita sembunyi di kampung ini belum tentu para pejabat kerajaan Kim mengetahui bahwa kita keturunan dari pahlawan gagah gunung Liang san, bila tahu mungkin sejak lama mereka menggebrak kemari. Entah bagaimana asal usul rombongan penjahat ini?"

"Didengar dari pada perkataan Jing hou khek tadi, rombongan penjahat ini terang hendak meluruk kepada aku," dilahirnya Lu Tang wan bicara namun dalam batin ia berpikir, "Entah aku yang merembet mereka, atau mereka yang merembet aku, ai, begitu aku datang kerumah keluarga Ling serentetan lantas terjadi peristiwa diluar dugaan ini, mungkin tempat kediamanku di Ciatkang timur itu juga tidak bisa tentram dan aman lagi."

Kata Cin Hou-siau; "Tak peduli siapa tujuan mereka pendek kata tempat ini sudah tidak bisa untuk menetap lagi. Begitu pun baik memang besok kita harus berangkat menolong Tiat-wi meninggalkan istriku seorang untuk jaga rumah akupun kurang lega lebih baik kita semua meninggalkan kampung."

"Sebetulnya bagaimana keadaan keponakan Liong-hwi?" tanya Ling Hou. "Kenapa begitu bertemu muka dengan aku lantas aku dimakinya?"

"Jangan singgung bocah keparat itu lagi," ujar Cin Hou-siau sedih, "kalau dikatakan cukup menjengkelkan, besok diperjalanan pelan-pelan kujelaskan kepada kau."

Tengah bicara, tampak istri Cin Hou-siau dengan seorang muridnya memburu tiba, murid murid kampungan, hubungannya dengan keluarga gurunya juga paling kental, maka begitu melihat rumah kediaman Ling Hou terbakar, cepat ia menemui kepada sang Subo lalu cepat menyusul kemari.

Begitu tiba Cin hujin lantas bertanya, "Apakah anak Liong sudah kemari, kenapa tidak terlihat?"

Supaya tidak membikin sang istri sedih, Cin Hou siau membuat alasan, katanya, "Sudah kusuruh meninggalkan tempat ini lebih dulu. Kau tak usah banyak tanya, jejak kita sudah konangan musuh, rombongan penjahat ini sudah datang, tentu akan datang pula rombongan yang lain. Lekas kau bebenah dan tinggalkan tempat ini."

"Begitupun baik aku bisa pulang kerumah keluargaku.'' begitulah kata Cin hujin. Rumah sanak kadangnya berada diperkampungan yang lebih pedalaman, kira-kira berjarak tiga ratusan Ii, murid terbesar itu lantas mengajukan untuk mengantar pemberangkatan Subonya. Cin Hou-siau tahu martabat muridnya yang bisa diandalkan, segera ia memberi pesan seperlunya. Saat itu juga suami istri lantas berpisah.

Dalam perjalanan itu Ling Hou berkata, "Lu-toako, kesehatanmu belum sembuh seluruhnya, lebih baik kau langsung pulang dulu, kalau beruntung kami dapat menolong Tiat-wi langsung kami akan berkunjung kerumahmu." Kalau Ling Hou tidak uraikan kata-katanya ini, memang Lu Tang wan ingin pulang dan sudah kangen akan istri dan putrinya. Serta mendengar perkataan Ling Hou ini, dia menjadi sungkan jika tidak berjuang bersama, segera ia menyahut, "Ling-toako, ucapanmu ini kurang pada tempatnya. Jangan kata putramu itu pernah menanam budi terhadap aku, ilmu silat yang kumiliki ini juga mengandalkan bantuan Cin toako dan perawatanmu yang tekun sehingga dipulihkan, sekarang putramu menghadapi kesukaran, mana aku boleh berpeluk tangan sebagai penonton saja?"

Dasar Ling Hou seorang polos dan jujur, mendengar kata kata orang ia menjadi haru, katanya: "Lu toako, begitu baik kau terhadap Tiat-wi, semoga dia bisa lolos dengan selamat. Kelak tentu akan kuminta dia membalas kebaikanmu itu."

Sip It-sian tertawa, timbrungnya, "Bila keponakan Tiat-wi menjadi mantu Lu-toako sudah terhitung setengah putranya sendiri, balasan ini jauh lebih baik dari balasan segalanya."

Memang kesanalah juntrungan kata kata Ling Hou tadi, katanya lagi sembari tertawa, "Sekarang masih pagi untuk membicarakan itu, biarlah setelah anakku itu lolos dari bahaya baru dibicarakan lagi."

Diam diam Lu Tang wan mengeluh dan menyesal dalam hati, dengan tertawa dibuat-buat ia mengiakan saja tanpa memperpanjang percakapan.

Ling Hou menyinggung pertanyaan yang lama, katanya terhadap Cin Hou-siau, "Cin toako, selamanya belum pernah kudengar kau bicara bohong, mungkin baru pertama kali ini kau ngapusi enso (istri Cin Hou-siau)."

Cin Hou-siau tertawa kecut, ujarnya, "Mana aku berani memberitahu urusan bocah keparat itu kepadanya, apa boleh buat terpaksa aku sekali ini bohongi dia."

"Sebetulnya apakah yang telah terjadi? Sekarang boleh kau jelaskan bukan?" desak Ling Hou.

Setelah mendengar cerita Cin Hou-siau, Ling Hou menjadi heran dan was-was, katanya, "Keponakan terlalu mengagulkan kepintarannya sehingga kena ditipu oleh gembong iblis itu. Tapi hanya karena sedikit kecerobohannya saja, kau belum sampai melakukan tindakan yang tercela. Saudara Cin kaupun tidak perlu salahkan dia. Kau harus cari dan seret dia bawa pulang."

"Sekarang baru kecerobohan kecil, kelak dia akan melakukan kesalahan besar. Bicara terus terus aku sudah kecewa dan putus asa membimbingnya, ketemu atau tidak aku tidak ambil perhatian lagi," begitulah ujar Cin Hou-siau murung. Kiranya bukan karena anaknya bohong saja, sehingga Cin Hou siau merasa sedih, yang utama adalah dibawah tekanan Jing hou khek itu dihadapannya dia masih begitu tunduk dan rela menyerah tanpa mau melawan sedikitpun, malah membujuk dirinya supaya tidak bertengkar dengan gurunya, sifatnya yang pengecut ini sungguh berbeda sangat jauh antara bumi dan langit dibanding watak Hong thian lui yang jantan dan perwira itu.

O^~^~^O

Dikempit dibawah ketiak Jing-hou-khek Cin Liong hwi dibawa lari pesat, angin menderu dipinggir kupingnya seperti naik awan mengambang saja rasanya, sungguh hatinya bingung dan gelisah. Entah berapa lama dan berapa jauh sudah Jing hou-khek tiba tiba menurunkan dirinya.

Setelah itu berdiri tegak, dengan muka yang welas asih Jing hou khek menepuk pundaknya, ujarnya, "Liong-hwi membuat kau kaget saja? Apa kau salahkan gurumu?"

"Mana Tecu berani salahkan Suhu," cepat Cin Liong hwi menjura.

"Tindakanku ini demi kebaikanmu juga, rahasia kita sudah konangan oleh ayahmu, selanjutnya pasti dia akan melarang kau berlatih Lwekang perguruanku, bila kau tidak kuseret keluar, bukankah menyia-nyiakan bakatmu ?"

"Tecu paham akan jerih payah Suhu," kata Cin Liong-hwi, jantungnya masih mendebur keras, meski ia mengiakan menurut nada perkataan Jing hou-khek, tapi jelas kelihatan rada terpaksa.

Jing hou khek tertawa loroh loroh, serunya, "Bagus, untuk selanjutnya kita guru dan murid akan lebih leluasa bicara. Aku ingin kau bicara terus terang sesuai dengan isi hatimu, jangan kau kelabui aku. Kali ini aku buat kalian ayah beranak berpisah, apakah kau sendiri tidak merasa kuatir ?"

"Ya, aku kuatir ayah bakal tidak memberi ampun pada aku !"

"Baik, kau mau bicara terus terang, aku senang. Kesukaranmu pasti aku akan bantu membereskan."

Sampai disini Jing-hou khek lantas menepekur seperti berpikir pikir apa, kira-kira sesulutan batang hio baru ia berkata pelan, "Keadaan ayahmu selanjutnya kau tidak perlu kuatir, kelak setelah pelajaran tamat, berhasil angkat nama dan menjunjung tinggi gengsi perguruan, dan lagi tidak mengalami bahaya seperti yang diduganya itu, pasti dia akan maklum akan kesalahan pendapatnya, pasti kau akan dimaafkan. Yang kukuatirkan padamu hanyalah soal lainnya !"

Mendengar uraian orang cukup beralasan Cin Liong hwi jadi berpikir : "Memang urusan sudah terlanjur sedemikian jauh, terpaksa aku harus selesaikan latihanku dulu, nanti bila benar sudah ternama baru pikirkan tindakan selanjutnya." tapi serta mendengar kata kata terakhir Jing-hou khek serta merta hatinya dirundung kekuatiran pula, cepat ia bertanya, "Apa yang Suhu kuatirkan?"

Kata Jing-hou khek, "Lu Tang-wan dengan ayahmu dan Ling Hou merupakan sahabat lama, aku pernah melukai dia, dan kau sekarang adalah muridku, adanya hubungan ini, apalagi ayahmu seorang yang memberati sahabat dan paling menjunjung tinggi gengsi pribadi, mungkin karena alasannya ini ia tidak mau lagi mengakui kau sebagai putranya.''

Dingin perasaan Cin Liong-hwi, katanya, "Lalu cara bagaimana baiknya?''

"Bahwasanya aku tiada permusuhan yang mendalam dengan Lu Tang-wan, tujuanku hanya ingin menjajal kepandaiannya belaka, sedikit lena aku telah melukai dia, akupun sangat menyesal. Ai, pertikaian ini kelak masih mengharap kaulah yang melerainya."

Cin Long hwi tertawa getir, katanya, "Diriku sendiri sukar mendapat pengampunan ayah cara bagaimana bisa melerai permusuhan Suhu?"

Tiba-tiba Jing-hou khek tertawa, tanyanya, "Liong hwi, kau sudah mengikat jodoh belum?"

Cin Liong hwi melengak, katanya, "Belum. Suhu untuk apa kau tanyakan hal ini?"

"Perawan kampungan sudah tentu tidak cocok menjadi pasanganmu," demikian kata Jing hou-khek. "Untung ayahmu belum mengikat jodohmu, kalau tidak aku merasa sayang bagi kau. Ehm, muridku, kau ingin tidak meminang seorang perawan yang cantik jelita dan pintar lagi.''

"Suhu, apakah kau tidak menggoda aku? Kita sedang membicarakan urusan penting."

"Yang kukatakan ini juga cukup penting. Coba kau dengar penjelasanku." kata Jing-hou khek.

"Lu Tang wan punya seorang putri bernama Giok-yau, tahun ini berusia delapan belas. Bukan saja ilmu silatnya sudah mendapat gemblengan langsung dari ayahnya, main kepalan atau gunakan senjata sama lihaynya. Apalagi pintar membaca dan main tetabuhan, semuanya serba pandai. Soal paras dan perawakan, bukan aku memujinya, selama puluhan tahun aku kelana di Kangouw, belum pernah kulihat nona yang jelita dan rupawan seperti dia." sampai disini ia pandang Cin Liong hwi dengan mimik tertawa tidak tertawa serta katanya, "Perempuan begitu cantik dan pintar lagi, seumpama kau menyulut pelita mencari kemana-mana juga sukar didapat. Kau ada maksud tidak?"

"Kalau dia pergi sendiri, bila ketemu Tiat wi, bukankah Tiat-wi bisa memberikan penjelasannya?"

"Waktu dia menuju Yo ka-thong menyirapi berita itu, saat mana Ling Tiat-wi sudah dalam perjalanan menuju ke Mongol bersama In-tiong-yan yang dia tahu melulu Ling Tiat-wi bersama In tiong-yan pernah menginap bersama dirumah keluarga Lu itu. Apalagi masih dapat diduga, dia tidak akan pergi sendiri tentu mengutus keponakannya untuk mencari berita ini. Keponakannya itu jauh lebih benci pada bacot goblok itu dari kau, kalau pulang pasti akan menambahi bumbu dan memutar lidahnya untuk menjelekkan Ling Tiat wi.''

"Kenapa dia bisa berbuat begitu?''

"Sebab keponakan itu juga jatuh hati terhadap Piaumoaynya itu. Tapi kau boleh melegakan hati, bocah ini bukan tandinganmu. Sudah sekian banyak aku memutar lidahku, kau dengar nasehatku saja, tanggung tidak akan salah dan kecewa. Aku selalu membantu kau secara sembunyi."

Akhirnya Cin Liong-hwi kena terbujuk juga secara gegabah ia lantas beranjak menuju ke Ciat-kang timur dikediaman keluarga Lu.

Sejak Hong-thian lui pergi, setiap hari Lu Giok-yau menjadi bersedih selalu murung. Karena hal itu entah berapa kali selalu marah-marah pada ibunya. Hari-hari berlalu dengan cepat siang malam Lu Giok yau berharap ayahnya lekas pulang, membawa berita Hong-thian lui. Ayahnya berkata hendak menyambangi ayah Hong thian-lui, bila Hong-thian lui sudah tiba dirumah dan ayahnya belum lagi pulang, tentu mereka bertemu disana.

Tak duga harap punya harap tanpa terasa tahu tahu sebulan sudah berlalu, namun ayahnya belum juga kunjung pulang.

Selama ini sudah tentu merupakan kesempatan baik bagi Khu Tay-seng untuk unjuk muka dan menjual lagak dihadapan sang Piaumoay, namun Lu Giok-yau selalu acuh tak acuh, tak mau hiraukan dia, kadang kala diajak bicarapun segan dan tinggal pergi malah. Bukan karena sengaja dia hendak menjauhi sang Piauko, soalnya dia tiada minat ditemani orang bermain.

Pada suatu hari kebetulan Khu Tay-seng baru pulang dari main-main diluar, mereka ibu beranak sedang bercakap cakap. Begitu melihat sang keponakan Lu hujin lantas memanggil, "Tay seng, kebetulan aku hendak tanya kau. Bukankah sudah lama kau tidak latihan silat dengan Giok-yau?"

Khu Tay seng tertawa, katanya menekuk jari, "Coba biar kuhitung dulu. Dalam bulan ini tidak lebih Piaumoay berlatih dua kali dengan aku, yang paling belakangan terjadi pada setengah bulan yang lalu."

Kata Lu-hujin sambil mengerut kening, "Giok-yau, bukan aku suka ngomeli kau. Sejak Ling Tiat wi pergi, kau selalu bermuram durja, kelihatannya segan bicara dan berlatih lagi, terhadap aku kaupun tak sudi omong lagi. Soal bicara sih tidak menjadi soal, namun latihan silatmu menjadi terbengkalai, bila ayahmu pulang dan menguji kepandaianmu, mungkin akupun akan ditegurnya karena tidak mengawasi kau."

"Berlatih dengan Piaukopun tidak akan mendapat kemajuan berarti," demikian ujar Giok-yau, "bila ayah pulang, biarlah beliau marahi aku saja. Aku sendiri yang berbuat salah biar aku pula yang menerima makiannya, tiada sangkut pautnya dengan piauko."

Kata-katanya, latihan dengan piaukopun tidak akan mendapat kemajuan bagi pendengaran Khu Tay seng laksana sembilu menusuk ulu hatinya, pikirnya, "Jelas kau mencela ilmu silatku terang tak ungkulan dibanding bocah gendeng itu." batinnya mendelu, namun lahirnya tetap berseri tawa, katanya, "Sayang orang yang punya kepandaian silat tinggi sudah pergi."

Tak tahan lagi segera Lu hujin menegur, "Tay-seng, coba lihat, Piaumoaymu masih merengek padaku, tidak seharusnya Ling Tiat-wi digebah pergi, kan bukan aku yang mengusirnya pergi, coba katakan apakah tuduhannya itu masuk akal dan beralasan ?"

Mendadak Khu Tay seng tersenyum, ujarnya, "Piaumoay, biar kuberitahu padamu sebuah berita baik, selanjutnya boleh kau tidak usah kuatir bagi Ling toako."

Kata Lu Giok-yau, "Dia pulang membawa sakit yang belum sembuh, perjalanan ini begitu jauh, bagaimana aku tidak akan kuatir bagi dirinya. Piauwko, kau selalu menggoda dan tertawakan diriku. Baik, kabar apa yang telah kau dengar, coba beritahu padaku."

"Begitu mendengar kabarnya kau lantas begitu gugup, kemana kau main pura-pura lagi," demikian goda Khu Tay seng. "Tapi, bukan sengaja aku hendak goda kau, soalnya aku sendiri juga prihatin akan kesehatannya."

Lu Giok-yau menjadi sebal mendengar ucapannya ini, katanya merengut, "Sudah tidak usah banyak cerewet, sebetulnya ada berita apa lekas katakana."

Dengan kalem sepatah demi sepatah Khu Tay-seng berkata, "Ling toakomu itu bahwasanya tidak pernah pulang kerumahnya, sekarang dia masih berada di Yo-ka-thong, jarak tempat itu tidak lebih tiga perjalanan." Tersentak hati Giok yau, katanya, "Tidak mungkin dia pasti langsung pulang, di Yo ka-thong tidak punya sanak kadang, buat apa dia kesana?"

O^~^~^O
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar