Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Jilid 02

Jilid 02

Wataknya takabur dan sering mengagulkan diri, tapi berhadapan dengan Toko Hiong, ia merasa derajatnya lebih rendah, katanya mengada-ada, "Saudara Toko terlalu mengagulkan aku, Hwesio pemakan daging anjing seperti aku mana bisa disebut mulia. Waktu di Kwan-gwa bukan aku tak sudi berkunjung, soalnya aku merasa derajat terlalu rendah. Untunglah bisa jumpa disini, hahaha sungguh sangat kebetulan."

"Apanya yang kebetulan ?" tanya Toko Hiong.

Hek-liong Taysu melengak, katanya menegas : "Bukankah kamu diundang menghadiri pertemuan di karang kepala harimau itu?"

Baru sekarang Toko Hiong jelas tentang permusuhan mereka dengan Hek-swan-hong, legalah hatinya, katanya, "Kita tidak diundang justru hendak mencari perkara kepadanya."

"Kalau begitu dia musuh kalian juga." demikian Bing Ceng-ho berkata, "Marilah kita berunding cara menghadapinya, tapi ada permusuhan apa diantara kalian dengan Hek-swan-hong itu !"

Hian-king Tojin mengajukan pertanyaan yang belum terjawab : "Toko Hiong, apa kerjamu sekarang? Boleh dijelaskan bukan?"

"Mari kita bicara dalam gua saja." ajak Toko Hiong.

"Kenapa begitu rahasia ?" Hian-king Tojin mengolok olok sambil tertawa, "He, tahulah aku, ternyata bukan kita saja yang gentar dan ketakutan menghadapi Hek-swan-hong, majikan ternak yang kenamaan seperti kaupun merasa keder ? Kau takut gerak-geriknya yang seperti setan alas itu mencuri dengar kata-katamu ?"

"Hati hati kan lebih baik." jawab Toko Hiong sambil tertawa nyengir.

Setelah berada dalam gua, Toko Hiong bicara sambil menekan suaranya : "Bicara terus terang, sekarang aku adalah pembantu Wanyen Ciangkun !"

Huwan Pau lantas melanjutkan : "Kita bukan orang luar, akupun bicara terus terang saja. Sudah delapan belas tahun aku mengabdi dalam istana raja. Sahabat Kangouw tiada yang tahu. Kali ini Wanyen Ciangkun mohon izin dari raja, sementara aku ditugaskan keluar, membantu saudara Toko menyerahkan sebuah perkara."

Wanyen Ciangkun yang dimaksud adalah Wanyen Tiang ci, komandan Wi lim kun di kerajaan Kim.

Wanyen Tiang ci adalah paman raja, walau jabatannya hanya komandan Wi-limkun, tapi punya kuasa kemiliteran, kecuali sang raja tiada orang kedua yang punya kekuasaan tertinggi seperti di kerajaan Kim.

Apalagi dia adalah seorang persilatan yang kenamaan, termasuk satu diantara tiga tokoh kosen dari kerajaan Kim. (dua orang yang lain adalah Bu-lim-thian-kiau yang bernama Can ih ciong, seorang lagi adalah Koksu kerajaan Kim bernama julukan Thay-kiu Hwesio).

Hian-king Tojin menyeringai tawa, serunya : "Saudara Toko, sekarang kau punya pangkat dan menjadi hartawan tak heran kau menghilang dari Kangouw. Selamat, selamat !"

"To-heng, jangan kau kelakar," ujar Toko Hiong, "walau aku menjabat pangkat, tapi tugasku selalu memusingkan kepala."

"Bukankah kalian bisa hidup senang dan bahagia di istana, ada kesukaran apa lagi ?" tanya Hian-king Tojin.

Kata Toko Hiong : "Aku menaruh hormat kepada kau, sebaliknya hidung kerbau seperti kami ini sengaja tanya."

"Urusan itu mengenai Hek-swan-hong juga ?" Huwan Pau menjelaskan.

"Benar," senggak Bing Ceng-ho, "untuk urusan apa pula kalian mencari Hek-swan-hong, sekarang boleh terangkan kepada kita beramai ?"

"Coba kalian terka siapakah sebenarnya Hek swan hong itu?" Toko Hiong berlagak, "bukan saja dia sebagai iblis yang mengganggu kalian, dia adalah buruan pihak kerajaan Kim kita !"

Huwan Pau melanjutkan: "Tiga bulan yang lalu, keparat itu menyelundup ke istana Wanyen Ciangkun dan mencuri barang milik Ongya yang penting sekali. Dia tidak meninggalkan nama, sudah tentu sangat menyulitkan para rendahan seperti kita ini."

Barang pusaka apakah yang telah dicurinya? tanya Nyo Tay-him heran, pikirnya : "Dalam istana banyak benda-benda pusaka yang tak ternilai harganya, yang dicuri itu pasti benda yang berharga melebihi satu kota."

"Benda apa yang hilang, kita tak berani bertanya kepada Ongya," Toko Hiong merengek, "tapi Ongya menugaskan kita untuk meringkus bocah keparat itu."

Sebetulnya yang dicuri Hek-hwan-hong bukan barang pusaka, tapi nilainya jauh lebih berharga dari segala benda pusaka, yaitu sebuah konsep kemiliteran yang dibuat sendiri oleh Wanyen Tiang-ci untuk menyerbu dan mencaplok kerajaan Song selatan. Bencana ini sudah disebar luaskan tunggu merealisasikan saja, kalau hendak diubah dan membatalkan gerakan ini, waktunya sudah tidak terkejar lagi, terpaksa ia kirim berita kilat memerintahkan seluruh panglima dari berbagai sektor dan pangkalan untuk menundakan gerakan tentaranya. Bersama itu ia memberi batas waktu supaya pencuri itu lekas dibekuk dan diberi hukuman yang setimpal. Seluruh jago Wi-limkun dan bayangkhari istana dikerahkan, Huwan Pau dan Toko Hiong hanya merupakan salah satu grup yang mengejar jejak penjahat itu.

Kata Bing Ceng-ho: "Huwan-heng, kalian datang tidak diundang, bagaimana pula bisa mengetahui kalau ada pertemuan di karang kepala harimau?"

"Sebetulnya hanya kebetulan saja," sahut Huwan Pau. "Aku punya seorang kawan dari golongan hitam yang bernama Poan-koan sin pit Lian Hou bing, apa kau ingat akan orang ini?"

"Dia merupakan tokoh kosen nomor satu dalam ilmu silat tutuk di kalangan kangouw masa aku bisa lupa?" demikian jawab Bing Ceng ho.

"Benar," ujar Huwan Pau, "tokoh kosen nomor satu ilmu tutuknya di kalangan kangouw itulah yang punya pertikaian dengan Hek-swan-hong. Malah diapun terdaftar dalam undangan Hek swan hong untuk hadir dalam pertemuan disini."

Ciok Goan bertepuk girang, serunya: "Kalau begitu Poan-koan sin-pit Lian Hou bing juga datang menepati undangan di karang kepala harimau ini ?"

"Tepat," sela Toko Hiong, "dari mulutnya kita memperoleh berita ini."

"Selamat, selamat!" ujar Ciok Goan berseri, "Kalau berhasil membekuk Hek-swan-hong, tentu kalian bakal naik pangkat dan mendapat anugrah besar."

Hiat-king Tojin menimbrung dengan nada dingin: "Bakal sukses atau bakal ketiban bencana masih belum tahu. Seperti pepatah mengatakan: bagai yang buka restoran tak usah kawatir si perut gendut, kalau Hek-swan-hong tidak punya kemampuan, mana berani mengundang begini banyak bangkotan silat dalam waktu dan tempat yang sama?" kata katanya ini merupakan air dingin yang mengguyur badan hingga merinding, keruan Ciok Goan uring-uringan dan dongkol dibuatnya, tapi dia tak berani mengumbar adat, terpaksa berkata dengan tertawa dibuat buat: "Kenapa kau selalu menyindir, mengagulkan musuh melemahkan pihak sendiri!"

"Menilai musuh agak tinggi juga betul dan ada baiknya," ujar Bing Ceng ho, " Saudara Toko dan saudara Huwan, apakah kalian sudah memberi lapor tentang berita ini kepada Ong-ya kalian?" di mulut ia bertanya, dalam hati ia membatin: "Anak buah Wanyen Tiang ci yang berkepandaian tinggi sangat banyak kalau mendapat berita ini, bukan mustahil akan mengirim jago-jago kosennya kemari, terang pihak kita lebih kuat dan pasti menang." demi menjaga nama baik dan gengsi Toko Hiong dan Hu-wan Pau tak enak utarakan maksud hatinya ini.

"Baru beberapa hari yang lalu kita mendapat berita ini," jawab Toko Hiong, "Untuk melapor waktunya sudah tidak keburu, apalagi menurut apa yang kita dengar, katanya Lian Hou bing juga akan mengundang beberapa pembantu yang dapat dipercaya, di samping itu, he.he, hehe....."

Ciok Goan dapat menyelami maksudnya, sambungnya tertawa: "Tepat, inilah kesempatan yang diberikan oleh Lian Hou-bing kepada kalian untuk mendirikan pahala dan mendapatkan anugrah raja, kenapa harus membagi rejeki ini kepada kerabat lainnya?"

Toko Hiong bergelak tawa, ujarnya: "Bukan begitu maksudku. Yang terang Hek-swan-hong akan hadir seorang diri, kita ada sedemikian banyak orang, betapapun rada memalukan. Betul tidak kataku?"

"Benar," Huwan Pau menimbrung: "bicara terus terang, sebelum ini tidak tahu kalian pun bakal berhadapan dengan Hek-swan hong, sekarang kita sudah bergabung, kenapa takut menghadapi Hek-swan-hong?"

Kecuali Hian-king Tojin, setiap orang mengatakan tidak takut, sebetulnya hati mereka jauh lebih takut dari Hian-king Tojin.

Begitulah nanti punya nanti akhirnya fajar telah mendatang, setelah terang tanah baru semua orang berani naik gunung.

Puncak Liang-san ada sembilan, Hong san, Peng-san, Hou-thau-san, Kiam-san, Ceng liong san, Kau cu san, Hong-hong-san, Kui san dan To-san. Letak Hou thau-san (karang kepala harimau) disebelah selatan, dinamakan pula Song-kang-hong, keadaannya sangat bahaya, jalan menuju kepuncak lebarnya cuma beberapa kaki, kedua belah samping adalah jurang curam yang sangat dalam jalanan licin lagi. Kecuali menyusuri ngarai sempit sebelah utara, tiada jalan kedua dapat mencapai ke puncak tertinggi.

Begitulah mereka beriring naik keatas melalui ngarai sempit dari jurusan utara, angin menghembus keras berserabutan di pinggir telinga, pepohonan bergoyang gontai. Debu dan pasir menyampok muka sehingga hampir saja mata sukar dibuka. Jalanan gunung kecil berliku-liku, lumut melicinkan jalan, dalam rombongan itu Nyo Tay-him berkepandaian paling rendah, berjalan di jalanan yang sukar begini, Ginkang adalah yang paling diutamakan, badannya tinggi besar dan berat lagi, maka setiap melangkah hatinya kebat kebit badan gemetar.

Oh Kan mengerut alis, terpaksa ia menggandeng, Nyo Tay-him menggerutu dan mengumpat : "Maknya Hek-swan hong, dunia begini luas kenapa justru dia mengundang kita ketempat sarang setan alas begini, kalau tuan besarmu tidak seberat seratus delapan puluh kati, mungkin sudah terhembus roboh oleh angin edan ini."

Hian king Tojin tertawa menggoda; "Julukannya Hek swan-hong (angin lesus hitam) kenapa heran kita diundang kemari. Nyo lote mungkin kau belum tahu nama tempat ini bukan ?"

"Aku belum pernah datang ketempat ini dari mana bisa tahu tempat apa ini ?" sahut Nyo Tay-him dengan napas memburu.

"Ngarai sempit ini dinamakan Hek-hong-gau (mulut angin hitam)," demikian Hian-king Tojin menjelaskan, "angin disini besar sekali. Konon kabarnya orang-orang gagah Liang-san waktu masih bercokol disini, Hek-swan-hong Li Loklah yang menjaga di Hek-hong-gau ini. Nama julukan orang itu juga Hek-swan-hong maka tak perlu heran ia mengundang kita ketempat ini. Bukan aku suka omong tak genah, aku kawatir cara menggunakan tipu memancing ikan masuk ke dalam jaring, dia menipu kita naik keatas gunung, lalu dia meniru Hek swan-hong Li Lok dulu menjaga jalan mundur Hek-swan gau sini, jelas kita bakal tak bisa turun gunung lagi."

Toko Hiong mendengus, serunya : "Justru aku tidak percaya Hek-swan-hong sekarang mampu dibanding dengan Hek swan-hong Lik Lok dari Liang san-pek dulu itu!"

"Kalau tidak masuk sarang harimau mana dapat meringkus anak harimau " begitulah Ciok Goan ikut menjengek dengan tertawa dingin, "paling tidak kita pasrah nasib dan mengadu jiwa saja."

Sebaliknya Bing Ceng-ho membatin dalam hati : "Kau hendak mengadu jiwa silahkan, aku tak sudi mengiringi kehendakmu. Yang kuharap hanyalah dapat menyelamatkan perusahaan angkutanku saja."

Begitulah dalam sanubari masing masing punya perhitungan sendiri, mereka terus memanjat keatas gunung. Setelah mengalami berbagai rintangan, akhirnya mereka tiba di atas, tempat ini dulu merupakan salah satu markas besar Liang-san pek yang dinamakan Tiong-gi tong, tanah disini rada datar, dan masih kelihatan bekas puing puingnya.

Dengan jantung kebat kebit dan ketakutan mereka meluruk keatas gunung, tapi disini tak kelihatan bayangan seorangpun. Padahal mereka menyangka Hek-swan hong sudah menunggu sekian lama.

Terdengar Bing Ceng-ho buka suara : "Kenapa Lian Hou-bing tidak kelihatan ?"

"Dia pasti datang," kata Huwan Pau. "mungkin karena harus mengundang lebih banyak bala bantuan sehingga sedikit terlambat."

"Sebaliknya aku rada curiga, entah muslihat apa yang diatur Hek swan-hong?" Phoa Tin ikut bicara.

"Lebih baik kalau dia tidak datang hari ini," kata Bing Ceng-ho, "nanti setelah Lian-toako tiba, kita akan lebih banyak tenang, bukankah lebih melegakan?"

Tak nyana tunggu punya tunggu, Hek-swan hong tetap tidak muncul, Poan-koan-sin-pit Lian Hou-bingpun tak kunjung tiba.

Sang surya sudah tergantung tinggi ditengah2 cakrawala, hari sudah hampir lohor.

Ciok Goan tidak sabar menunggu, makinya, "Apakah Hek-swan-hong sengaja menggoda kita dengan permainan ini?"

"Apa yang pernah dia katakan tentu dilaksanakan," demikian Hian-king Tojin menjengek, "Demikian juga kali ini, tentu dia tak membual."

Disaat semua orang bersitegang leher, mendadak terdengar sebuah teriakan panjang yang mengerikan, suara itu begitu menggiriskan sampai mendirikan bulu roma dan menggetarkan semangat.

Teriakan panjang yang ngeri ini membuat semua orang berjingkrak kaget. Pertama-tama Ciok Goan melonjak bangun serta teriak: "Hek-swan-hong telah tiba kita lekas, lekas......"

"Ya, lekas, kita lekas lari." dari samping Hian-king Tojin mengolok.

Ciok Goan berganti napas sebentar lalu melanjutkan: "Lekas lihat kesana."

Oh Kan berkata: "Tepat, setelah berada disini, kecuali mengadu jiwa, siapa yang bisa melarikan diri?"

Dimulut mereka bicara manis, namun langkah-langkah mereka menjadi kacau balau, ada yang jauh berlari paling depan namun ada pula yang main dorong mendorong di belakang. Toko Hiong dan Huwan Pau terikat oleh tugas yang kerja, maka mereka berjalan paling depan. Ciok Goan hendak membalas dendam bagi keponakannya dia mengintil dengan kebat-kebit. Bing Ceng-ho menjaga gengsi sebagai Congpiauthau, iapun tak mau ketinggalan. Sebaliknya Hian king Tojin berjalan lenggang kangkung sambil menggendong tangan.

Waktu tiba dimulut jalan masuk Karang kepala harimau, tampak di jalan yang menanjak keatas puncak dan licin berbahaya itu, seorang bersenjata poan-koan-pit tengah menubruk seorang gadis berpakaian serba putih. Disamping masih ada empat lima orang, ada yang sembunyi dibelakang batu besar, ada yang berjongkok dibawah pohon, ada pula seorang laki-laki berusia tiga puluhan tengah menggerung gerung dengan muka berlepotan darah, waktu ditegasi, ternyata kedua biji matanya sudah terkorek buta.

Huwan Pau terkejut, teriaknya: "Lian-toako, apakah muridmu dilukai siluman perempuan ini?"

Sementara Toko Hiong serta Bing Ceng-ho lebih kejut, mereka bertanya-tanya: "Mungkinkah perempuan siluman ini Hek-swan-hong?"

Ternyata laki-laki bersenjata sepasang poan-koan pit ini adalah Lian Hou bing yang berjuluk ilmu tutuk nomer satu di Kangouw. Laki-laki yang kecolok biji matanya itu adalah muridnya yang paling besar. Huwan Pau sudah lama bersahabat dengan mereka guru dan murid, ia tahu bahwa murid ini telah mendapat pelajaran tunggal seluruh kepandaian Suhunya. Tapi dari suara teriakan yang ngeri tadi, terang hanya dalam gebrak pertama lantas kedua biji matanya dikorek keluar.

Lian Hou-bing berteriak pula: "Tepat sekali kalian datang. Perempuan siluman ini bukan Hek-swan-hong, juga bukan komplotan Hek swan-hong. Kita tak perlu bicara tentang aturan Kangouw segala !"

Rupanya ia terdesak pontang panting oleh serangan si gadis baju putih. Para kawan yang diundang untuk membantu melihat sang lawan begitu lihay, melihat biji mata muridnya terkorek buta begitu mengerikan, mereka jadi jeri dan ragu ragu untuk membantu.

Terdengar gadis baju putih tertawa dingin !

"Hek swan-hong apa, aku yang mencari perhitungan dengan muridmu kurang ajar itu, peduli apa dengan Hek-swan-hong? Hm, selamanya nonamu malang melintang seorang diri, buat apa harus berkomplot apa segala ?"

Toko Hiong berpikir: "Dia bukan komplotan Hek-swan-hong, tak perlu kita mengikat lebih banyak musuh."

Belum lagi pikiran Toko Hiong terlintas dalam otak, terdengar gadis baju putih berseru sambil tertawa: "Kalian adalah sahabat tua bangkotan ini bukan. Bagus sekali, silakan maju bersama tak perlu sungkan-sungkan! Bicara terus terang, aku hanya ingin mengeledek kera tua ini, rasanya masih kurang memuaskan selera!"

Tatkala itu Huwan Pau tengah mengobati laki-laki yang terluka biji matanya itu, secara bisik-bisik ia bertanya: "Ada permusuhan apa kau dengan nona cilik itu, begitu keras ia turun tangan kepadamu?"

Saking kesakitan suara laki-laki itu menjadi serak, makinya: "Perempuan siluman, sedikitpun aku tidak menyentuh perempuan siluman itu, siapa tahu bagaimana aku berbuat salah terhadapnya?"

"Berani kau menyentuh rambutku saja, siang-siang sudah kucabut nyawamu," terdengar si gadis baju putih menjengek dingin, "Hm, hari itu kau menguntit aku dijalan, bicara kotor lagi, adalah kejadian itu? Matamu memang buta, sebetulnya hari itu juga aku akan mengorek kedua matamu, sayang dijalan banyak orang, maka kutunda sampai hari ini. Siapa yang tidak terima silakan maju bersama."

Ternyata murid tertua Lian Hou-bing ini adalah maling pemetik kembang (pencuri cabul) yang terkenal di Kangouw, entah berapa banyak perempuan yang telah dinodai. Mendengar penjelasan si gadis, semua orang tertawa gelak, tertawa karena mata pemetik bunga ini kurang jeli, mangsa yang diincarnya malah membuat celaka dirinya.

Diam-diam Bing Ceng-ho berkata dalam hati: "Tak sudi aku bermusuhan dengan orang karena urusan cabul." banyak orang berpikir seperti dia, maka mereka bungkam tanpa bergerak.

Toko Hiong dan Huwan Pau sendiripun tak ingin bermusuhan, tapi Lian Hou-bing merupakan bantuan yang paling diandalkan untuk menghadapi Hek-swan-hong. Kalau sekarang dirinya tidak membantu, bila sampai terluka oleh gadis baju putih, bukankah bakal melemahkan pihak sendiri nanti.

Mengambil kesempatan waktu si gadis bicara dan sedikit terpencar perhatiannya, mendadak Lian Hou-bing lancarkan serangan mematikan, kedua batang senjatanya bergerak silang terus merabu dengan dahsyat menutuk Hong-hu dan Hian-jiu, sebelah kanan menutuk Kui-cang dan Giok-i, empat jalan darah terbesar di tubuh manusia.

Toko Hiong juga seorang ahli dalam ilmu tutuk, tanpa merasa ia berseru memuji : "sungguh ilmu tutuk yang hebat, sepasang potlot menutuk empat jalan darah mematikan !"

Belum lenyap suaranya terdengar suara "trang!" tahu-tahu Boan koan-pit di tangan kiri Lian Hou-bing mencelat ketengah udara. Semua penonton tiada yang melihat jelas, cara bagaimana si gadis menggunakan jurus ilmu pedangnya, secepat kilat menolong diri balas menyerang dan menyentak lepas sebatang gaman Lian Hou-bing.

Gadis itu tertawa dingin, ujarnya: "Bangkotan tua ini berani mengatakan hukuman kurang adil ? Kalau punya alasan silakan dekat, kalau tidak akan tiba giliranmu. Kalian siapa yang ingin membantu silakan maju, Nonamu tiada waktu menanti !"

Toko Hiong bisik-bisik, katanya : "Hu-wan heng, mari maju bersama !"

Belum sempat mereka bergerak, tampak selarik sinar berkelebat di susul jeritan keras yang menyayat hati, tampak darah segar membasahi muka Lian Hou-bing. Tapi kali ini bukan terkorek biji matanya, tapi terpapas sepasang kupingnya.

Gadis itu meloncat keluar kalangan, katanya : "Keputusanku pasti adil, Lian Hou-bing memang tidak berdosa terhadapku, tapi kupingnya terlalu lemah, gampang dihasut oleh sang murid, maka kedua kupingnya itu harus dipapas saja. Lebih enak bukan dipapas kuping dari pada dikorek biji mata ? Kalian terima tidak keputusannya ?"

Orang lain mana berani bercuit, Toko Hiong dan Huwan Pau tanpa berjanji menarik kakinya yang hampir melangkah. Harus dimaklumi bahwa kepandaian Lian Hou bing tidak lebih lemah dari kemampuan mereka. Apalagi mereka menyaksikan Lian Hou-bing dipermainkan seperti kucing mempermainkan tikus, sudah tentu nyali mereka menjadi ciut dan mengkerut.

Gadis baju putih celingukan kian kemari dengan takabur, melihat tiada seorang yang berani maju, ia terkekeh-kekeh serunya : "Bagus, kalian tiada yang menentang keputusanku yang adil ini. Aku mau pulang saja!" gema tawanya masih mendengung diatas pegunungan, hanya sekejap saja bayangan si gadis sudah menghilang tanpa jejak.

Semua orang saling pandang seperti orang linglung kehilangan semangat, entah apa yang harus dibicarakan.

Rada lama kemudian baru Lian Hou bing bicara : "Selama hidup belum pernah orang she Lian terhina begini rupa. Ai, seorang budak kecil saja tidak ungkulan, main gagah apa lagi hendak menempur Hek-swan-hong !"

Hubungan Huwan Pau rada kental dengannya, segera ia maju membubuhi obat, katanya : "Tak perlu putus asa Lian-toako, ada begini banyak orang, kenapa harus takut menghadapi musuh tangguh ? Bangkitkan semangatmu kita beramai membekuk Hek-swan-hong, setelah itu cari kesempatan untuk menuntut balas kepada budak keparat itu !"

Lian Hou-bing mengedip-ngedip sepasang matanya, tiba-tiba ia mengalirkan air mata, katanya dengan hambar : "Kau, apa yang kau katakan ? Ai, aku, aku tidak dengar suaramu!"

Baru sekarang Huwan Pau tersentak sadar dan maklum, setelah kupingnya terpapas oleh si gadis sekarang menjadi tuli. Toko Hiong menjemput senjata Lian Hou-bing yang jatuh tadi, lalu menulis perkataan Hu-wan Pau diatas tanah.

Dalam hati Lian Hou-bing menjengek, batinnya: "Manis dimulut saja kenapa tadi kalian berpeluk tangan?'' dalam keadaan cacat dan kepepet lagi, kecuali bergabung apa pula yang dapat dilakukan? Terpaksa ia manggut-manggut setuju.

Di hadapan sang guru, murid yang telah picak itu menuding matanya yang masih mengalirkan darah dan berkata: "Aku sudah buta, mana bisa berkelahi lagi?"

Lian Hou-bing maklum akan isyarat tangannya, tanpa terasa ia menghela napas rawan, ujarnya: "Kaulah biang keladinya sehingga aku ikut celaka. Baik kau pulang lebih dulu. Kalau Hek swan-hong mengagulkan diri sebagai orang gagah tak mungkin turun tangan terhadap manusia picak macammu."

Dua orang sahabat undangannya cepat-cepat tampil kedepan serta berkata: "Jalan pegunungan licin dan belak-belok, mana muridmu dapat turun gunung ? Biarlah aku yang mengantarnya pulang."

"Aku bukan takut terhadap Hek-swan-hong, namun menolong orangpun tak kalah pentingnya. Kudoakan semoga kalian sukses, lain waktu pasti Siaute datang kirim selamat."

"Baik, baik !" jengek Hian-king Tojin dingin, "memang tepat sekali kalian menjabat tugas ringan ini."

Kedua orang itu anggap tidak dengar, mereka memayang murid Lian Hou-bing yang picak itu turun gunung dengan langkah lebar.

Saat mana mereka berdiri di mulut ngarai yang banyak angin, tiba-tiba hembusan angin pegunungan yang keras menerpa dengan kuat membawa debu dan pasir, semua orang bergidik kedinginan. Mereka adalah kaum persilatan yang membekal kepandaian tinggi, sudah tentu tidak takut hawa pegunungan yang dingin. Jadi kedinginan yang mendirikan bulu roma ini bukan karena hembusan angin pegunungan tapi timbul dari lubuk hati masing-masing karena rasa ketakutan.

Tiba-tiba Toko Hiong tersentak sadar, ia mendongak melihat cuaca sang surya tepat di tengah cakrawala, ia berteriak: "Hek-swan-hong mungkin segera tiba, kedudukan disini tidak menguntungkan, cepat kita kembali ke tempat semula !"

"Kita harus sepakat," seru Ciok Goan, "kalau Hek-swan-hong tiba, kita maju bersama membekuknya, siapapun tak boleh mundur."

Huwan Pau jengkel, jengeknya : "Tak usah dipesan kedua kali oleh Ciok Ji-cengcu. Kita adalah musuh Hek-swan-hong, sudah tentu harus bergerak serempak."

Belum habis kata-katanya, mendadak terdengar sebuah suitan panjang yang melengking tinggi seperti naga mengeluh.

Semua terperanjat dan mendongak bersama, tampak diatas sebuah batu runcing menjulang tinggi diatas karang harimau sana berdiri tegak seorang menghadap kearah mereka, terdengar ia berkata lantang : "Apakah kalian sudah lengkap, sudah lama aku menunggu !"

Orang ini berusia dua enam atau tujuh, bermuka persegi berkulit halus putih, kedua tangannya kosong tidak membekal senjata.

"Kaukah Hek-swan-hong ?" tanya Toko Hiong dengan suara tertekan.

Maklum Hek-swan-hong malang melintang di utara dan selatan, pernah melakukan pekerjaan yang menggemparkan, tiada seorangpun yang pernah melihat muka aslinya. Tiada yang menduga bahwa Hek-swan-hong yang menggetarkan dunia persilatan adalah seorang pemuda yang gagah ganteng lagi.

Orang itu bergelak tawa lebar, serunya : "Aku tidak tahu apakah aku ini Hek-swan-hong. Kudengar julukan itu pemberian sahabat Bulim di Kanglam kepada seorang pendekar aneh. Aku sendiri terus terang tidak setanding Hek-swan-hong Li Lok dari Liang-san-pek dulu. Tapi yang mengundang kalian berkumpul dikarang kepala harimau memang aku." jelas memang dialah Hek-swan hong adanya.

Menurut rencana semula mereka menyerbu bersama. Tapi setelah berhadapan dengan Hek-swan-hong, ada yang mundur malah, yang berdiri juga berdiri gemetar tanpa bergerak. Hek-swan-hong muncul secara mendadak membuat mereka copot nyalinya.

Orang orang ini, adalah ahli silat yang punya kepandaian mata pandang empat penjuru kuping mendengar delapan jurusan, tapi tiada satu orangpun diantara mereka yang tahu kapan Hek-swan-hong tiba, setelah dia bersuit panjang baru mereka tersentak ketakutan. Boleh dikata tanpa bertempur, Hek-swan-hong sudah bikin nyali mereka pecah dengan siutan yang berwibawa tadi.

Toko Hiong dan Huwan Pau mengemban tugas Gi lim kun untuk membekuk Hek-swan-hong untuk membongkar perkara misterius di kerajaan Kim. Setelah tenang, mereka berpikir, "Orang ini berusia muda, belum tentu punya kepandaian sejati, mungkin hanya main gertak dengan suara dan mengandal Ginkangnya melulu.''

Terdengar Hek-swan-hong berkata lagi : "Aku punya permusuhan berat atau ringan dengan kalian, hari ini kalian kuundang untuk menyelesaikan pertikaian itu. Tapi karena keadaan kalian tidak sama, akupun bekerja secara serampangan, maka harus kubedakan berat dan ringan persoalannya. Boleh kalian pilih sebelumnya cara penyelesaiannya, diselesaikan secara debat atau pakai kekerasan boleh pilih sendiri, bertanding secara kesatria atau main keroyokanpun boleh, mau adu jiwa atau main sentuh saja juga akan kulayani, silakan bicara lebih dulu."

Toko Hiong dan Huwan Pau saling mengedip mata, tiba-tiba melompat maju dari kanan kiri seraya membentak : "Kau buronan dari istana, jangan banyak bicara, serahkan jiwamu !"

Hek-swan hong tertawa ujarnya : "Baik, jadi kalian ingin adu jiwa ?" Ditengah gelak tawanya, pelan-pelan Ciok Goan merunduk dari semak belukar di belakangnya, lansung menimpukkan segenggam pasir beracun.

Ciok Goan berpikir picik dan licik, di saat Hek-swan-hong bicara dan menghadapi dua lawan berat, dia membokong dengan pasirnya, dengan harapan sekali gebrak mendapat hasil yang memuaskan.

Hek swan hong tengah mengawasi gerak gerik Toko Hiong dan Huwan Pau, rupanya tidak memperhatikan tingkah lakunya.

Baru saja Ciok Goan merasa girang, mendadak Hek-swan-hong menggapekan tangan, telapak tangannya seperti besi sembrani yang mengandung daya sedot hebat, pasir beracun yang bertaburan itu terjatuh ke dalam tangannya.

Terdengar Hek swan-hong tertawa dingin, ejeknya : "Hanya pasir beracun begini masa dapat melukai aku ! Dikasih tidak membalas tentu kurang hormat, nih kukembalikan barangmu !"

Seiring dengan kata-katanya terlihat ia mengayun tangan, segenggam pasir beracun tadi ditabur kembali. Waktu Ciok Goan menimpuk tadi merasa pasirnya terlalu sedikit, kini sebaliknya ia merasa pasir beracun terlalu banyak, menerpa dari berbagai penjuru dengan kecepatan penuh, untuk berkelit juga tidak mungkin lagi.

Lekas Ciok Goan kerahkan tenaga di kedua telapak tangan, menghantam serabutan sehingga angin menderu keras, harapannya dapat menyampok jatuh pasir pasir beracun itu. Tapi tenaga Pik khong-ciangnya lebih lemah dari kemampuan Hek-swan-hong, dalam sekejap mata pasir beracun menerpa tiba, terpaksa Ciok Goan pejam kedua matanya. Terasa seluruh muka panas dan gatal gatal seperti disengat kumbang. Dia sendiri belum jelas akan kejadiannya tapi orang lain melihat jelas bahwa seluruh mukanya penuh dihiasi pasir pasir beracun. Karuan seluruh muka menjadi jelek seperti oraug sakit lepra, burikan bertemu darah.

Menjadi burik tidak jadi soal tapi pasir penyabut nyawa miliknya itu sangat beracun, merupakan senjata manusia yang paling ganas, sedikit terluka dari peracunan, dalam jangka tiga hari seluruh tubuh bakal membusuk dan mati. Ciok Goan terkena begitu banyak pasir, meski dia sendiri punya obat pemunahnya, betapapun harus segera diberi pertolongan, meski tertolong juga belum tentu dapat sembuh dan pulih seperti sedia kala, jiwanya mungkin tertolong tapi luka cacat sudah pasti jadi.

Ciok Goan meraba mukanya dengan tangan, telapak tangan belepotan darah, seketika terasa kesakitan yang tak tertahan lagi, karuan semangat seperti terbang ke awang-awang, dengan suara serak ia berteriak : "Hek-swan hong, sungguh keji kau, kau, lekas bunuh aku saja!"

Mulutnya mengoceh, betapapun ia sangat sayang akan jiwa sendiri, ditengah teriakan seraknya tanpa peduli duri-duri dan batu-batu tajam cepat cepat ia menggelundung kesamping berusaha lari dan menyembunyikan diri supaya dapat membubuhi obat dimukanya.

Hek-swan hong bergelak tawa, serunya ; "Aku belum ingin bunuh kau, takut apa ? Aku hanya menghukum sesuai dengan perbuatan orang itu sendiri, tiada niatku yang lain."

Saat mana Ciok Goan sudah menggelinding ke lereng bukit, terdengar Hek-swan-hong meninggikan suaranya: "Aku tidak ingin bunuh kau, tapi ingin pinjam mulutmu untuk menyampaikan berita. Kau dengar ! Lekas pulang dan beritahu kepada engkohmu, dia harus mengekang seluruh murid dan keluarganya, harus menutup pintu dan mencuci hati membina diri. Kalau berani bersimaharaja dan berbuat jahat di Kangouw, seluruh warga Ciok ke cheng, kecuali tidak berkeliaran diluar, siapapun takkan kuberi ampun !"

Sebetulnya Toko Hiong dan Huwan Pau sudah menubruk maju bersama hendak menyerang Hek swan-hong, melihat Ciok Goan yang berbuat licik, malah celaka sendiri keruan mereka terkejut dan jeri, seperti kena sihir mereka berdiri menjublek mematung di tempatnya.

Kalau mereka menubruk maju, Hek-swan-hong juga melompat maju, serunya dengan tertawa besar : "Sekarang giliran kalian, kalian mendengar perintah penjajah Kim menangkap aku, ya bukan ? Nih sekarang aku menyerahkan diri, kalau kalian mampu coba tangkap aku !"

Betapapun Toko Hiong adalah tokoh kelas satu yang banyak pengalaman, meski kejut dan keder tapi tidak gugup. Sebelum Hek-swan-hong menyentuh tanah, sebat sekali ia lancarkan sebuah pukulan keras. Sedikit merandek Huwan Pao ikut bergerak, cepat sekali ia sudah melolos senjata yang berupa ruyung baja terus menyerang kedua kaki lawan yang belum sempat menyentuh bumi.

Hebat memang kepandaian Hek-swan-hong, ditengah udara mendadak ia jumpalitan seperti burung dara badannya meluncur turun, tangkas sekali kakinya menendang ruyung baja Huwan Pau, berbareng ''blang'' telapak tangannya menangkis pukulan Toko Hiong.

Toko Hiong rasakan telapak tangannya seperti menubruk dinding es, karena kaget kakinya menyurut mundur tiga langkah, mulut pun berteriak : "Hayo maju bersama !"

Nyo Tay him si goblok segera menanggapi; "Benar, jangan kita lepaskan penjahat ini, kalau sekarang tidak dibereskan kelak tentu menjadi bencana.'' diantara hadirin kepandaiannya adalah paling lemah justru ia maju lebih dulu.

Hek-liong Taysu angkat tongkat besinya sebesar mangkok itu ikut menyerbu kedalam gelanggang, teriaknya : "Hidup di kalangan Kangouw mengutamakan setia kawan, yang hanya buka mulut tak berani maju itulah kelinci bukan manusia!''

Mulut bicara lantang, sebetulnya hati takut setengah mati. Tapi ia sudah melihat Toko Hiong beradu pukulan dengan Hek-swan hong tanpa cidera, hatinya rada lega. Toko Hiong merupakan tokoh kosen yang kenamaan di Kwan-gwa sudah lama Hek-liong Taysu mengaguminya, pikirnya; "Kalau saat ini aku tidak berjuang sungguh-sungguh, mana bisa mengambil hatinya ? Toko Hiong punya Lui-sin ciang yang ampuh sekali, ditambah Huwan Pau sebagai jago istana yang kuat, masa mereka tidak kuat menghadapi Hek swan hong. Apalagi masih ada Bing Ceng-ho, Oh Kan dan lain-lain ?"

Alasan lain, diam-diam ia sudah ambil putusan untuk bekerja mengikuti situasi, kalau bisa menang, ya bertempur sungguh, kalau keadaan tidak menguntungkan, dari samping cukup berteriak mengobarkan semangat tempur kawan sendiri saja. Nyo Tay him bakal dijadikan tameng atau kambing hitam, bila perlu mencari kesempatan untuk langkah seribu.

Melihat Sutitnya sudah maju, sebagai Susiok sudah tentu Oh Kan tak mau ketinggalan. Kebetulan Hian-king Tojin yang berada disampingnya maju dengan langkah pelan seenaknya, Oh Kan berpaling dan berteriak: "Hai, Hian-king Totiang, apa maksudmu sebenarnya?"

Hian king Tojin menyahut tawar: "Kenapa gugup? Pertunjukan hebat dibabak terakhir! Siapa gagah dan siapa pengecut, bisa kau saksikan, tidak perlu kau mendesak aku."

Bing Ceng-ho juga adem ayem sambil melihat gelagat, tapi prakteknya jauh berlainan dengan tujuan Hek-liong Siansu, besar harapannya bisa rujuk dan damai saja dengan Hek- swan hong.

Dalam jangka pendek, disaat hadirin masih ragu dan saling dorong, sebelum mereka bergerak, situasi sudah berobah.

Terdengar Hek-swan hong terbahak-bahak serunya : "Toko Hiong, latihan Lui Sin-ciangmu memang lumayan, sayang masih kurang mantap dan jauh dari sempurna." belum lenyap suaranya, tampak Toko Hiong terpental jauh tiga tombak, mulutnya melenguh seperti babi disembelih, darah segar menyembur keluar, dadanya terpukul serangan Hek-swan-hong, terluka dalam yang cukup parah.

Hek-swan hong berkata dingin. "Pukulanku tak mematikan, anggaplah kau beruntung lekas pergi ! Awas, jangan kebentur di tanganku lagi."

Toko Liong memanjat doa syukur, seperti Ciok Goan tanpa peduli mati hidup orang lain segera ia melarikan diri.

Huwan Pau kurang beruntung, sekali samber Hek-swan hong berhasil merampas ruyung bajanya, dengan menghardik keras seperti elang menyamber anak ayam tubuhnya dijinjing terus diputar-putar dan dilontarkan jauh, waktu Huwan Pau merangkak bangun pundaknya kesakitan setengah mati, ternyata tulang pundaknya teremas hancur dengan Jong jiu hoat oleh Hek-swan-hong.

Kalau tulang pundak teremas hancur, bukan saja badan menjadi cacat, ilmu silat pun lenyap. Terpaksa Huwan Pau gunakan dahan pohon sebagai tongkat, dengan terpincang pincang ia turun gunung.

"Itulah hukuman yang setimpal bagi anjing penjajah, apa kalian sudah lihat ?" demikian seru Hek-swan-hong memberi peringatan, mati atau hidup orang ia tidak hiraukan lagi.

Hek liong Siansu sembunyi di belakang Nyo Tay-him, mulutnya berkaok; "Hayo maju bersama !" mulutnya berkaok tapi kakinya tak bergerak, bila keadaan berbahaya ia siap angkat kaki alias melarikan diri.

Melihat Huwan Pau dibikin cacat dalam segebrak, berdebar jantung Nyo Tay-him, tapi tangannya terkepal kencang, dengan jurus Hek-hou-to sim (harimau hitam mencuri hati) tinjunya menggenjot, seraya berteriak; "Tak kuat melawan juga harus kuhajar kau. Aku tak sudi dianggap pengecut apalagi anjing atau beruang !"

Jurus Hek-hou-to sim menyentuh baju Hek swan-hong saja tidak. Begitu bernafsu ia memukul sehingga tinjunya memukul tempat kosong, belum lagi ia menarik tangan, tiba-tiba tubuhnya terangkat tahu-tahu dijinjing Hek-swan-hong, kontan tubuhnya terbang seperti naik awan jungkir balik beberapa tombak jauhnya.

Waktu badan terbang di udara, sungguh kejut dan takut Nyo Tay-him setengah mati, arwahnya seperti copot dari badan kasarnya. Dibawah adalah batu padas yang runcing dan keras, bila terbanting pasti kepalanya pecah berantakan. Tak duga seperti dijinjing dan diletakkan lagi kedua kakinya menyentuh tanah hinggap diatas batu datar tanpa kurang suatu apa.

Hek-swan hong terbahak-bahak serunya: "Kau berani berkelahi sudah tentu bukan pengecut. Pergilah !" seiring dengan gelak tawanya, mendadak tangannya meraih dan mencengkeram kearah Hek-liong Siansu.

Setelah kehilangan tameng hidup, terpaksa Hek-liong Siansu harus mengeraskan kepala melawan, tongkat besinya diputar untuk melindungi badan.

Hek-swan-hong menjengek dingin, makinya: "Hwesio liar macammu juga berani meluruk ke Tionggoan membuat onar lagi." ringan sekali ia menepuk dengan Su-nio poat-jian-kin tenaga pelemas dan menyedot menggeser arah samberan ujung tongkat besi lawan, Hek-liong Siansu tak kuasa berdiri tegak, tubuhnya sempoyongan dan jatuh terjerembab, tongkat besi sebesar mulut mangkok itu terampas oleh musuh.

Sambil mengacungkan tongkat besi itu Hek-swan hong berkata, "Tongkat murid Budha ini, sebetulnya untuk menjaga keselamatan dan menyebar kebajikan. Keparat macammu ini tidak mematuhi ajaran dan tata tertib agama, berbuat jahat dan kurang ajar lagi, buat apa tongkat besimu ini?" lenyap suaranya tongkat besar itu terbang lurus kedepan dan, "cras!" seperti ledakan bom bergema dialam pegunungan, sehingga memekak telinga, bumi seperti tergetar. Tongkat besar itu tertancap di dinding batu gunung di seberang sana, hampir separoh melesak kedalam batu gunung yang keras itu. Batu kerikil dan lelatu api memercik beterbangan.

Kaget dan takut pula Hek-liong Siansu, serasa arwah meninggalkan badan suaranya gemetar : "Sebetulnya aku tidak mencari perkara dengan kau. Ciok Goan memaksa aku kemari, aku... aku terpaksa mengiringi kehendaknya. Kau tadi melihat sendiri, aku... aku tidak turun tangan lebih dulu!''

"Jangan cerewet !" sentak Hek-swan hong dengan muka masam, "Sengaja atau tidak kau bermusuh dengan aku, bila kau patuh ajaran agama dan membatasi diri, aku ampuni jiwamu. Sekarang kau boleh pergi."

Melihat Hek swan-hong beranjak kehadapannya, berdetak jantung On Kan, katanya gemetar: "Hek swan hong, lain orang takut padamu, aku, aku. . . . " insyap tak mungkin meloloskan diri, ingin dia memancing bantuan Bing Ceng-ho dan lain-lain. Di mulut mengatakan tidak takut, namun suaranya tersendat makin lirih.

"Siapa bilang kau takut," Hek-swan-hong menyeringai, "tapi kulihat nyalimu seperti kelinci, penakut!"

Insyaf tak bisa lolos, Oh Kan berpikir. "Turun tangan lebih dulu menguntungkan, asal aku kuat bertahan puluhan jurus, Bing-lopiauthau dan Hian-king Tojin yang sudah berjanji tentu takkan berpeluk tangan !" sejak tadi ia sudah bersiap siaga, begitu Hek swan-hong bicara mendadak ia lancarkan jotosan keras.

Kepandaian Oh Kan yang sejati adalah Tok ciang (pukulan pasir beracun), ditengah jari jemarinya terselip pula sebutir bor beracun panjang tiga senti. Ujung bor kecil ini sudah disepuh tujuh macam racun yang paling jahat, sekali kena kulit jiwa bakal melayang merupakan senjata rahasia yang paling ganas. Perbuatannya boleh dikata merupakan dua kali bokongan yang licik. Kalau senjata rahasianya diampukan, Hek swan-hong yang lihay itu betapapun sukar dilukai. Kalau disembunyikan ditelapak tangan dan pura pura mengadu pukulan, bila lalai Hek-swan hong pasti kecundang. Seumpama Tok soa ciang tidak dapat melukainya, asal ujung bor beracun itu melukai lawan, sama saja dapat menamatkan riwayatnya.

Siapa tahu meski perhitungannya sangat rapi, akibatnya sungguh diluar dugaan. Jelas dan gamblang Hek-swan hong berdiri didepannya, begitu pukulan dilancarkan, pandangan matanya serasa kabur bayangan orang tiba-tiba hilang. Mendadak bentakan Hek-swan hong menggelegar dipinggir telinganya, ia berjingkrak kaget, terdengar suara berdenting, bor kecil yang terselip ditelapak tangannya jatuh ditanah.

"Lari kemana?" Hek-swan hong menghardik, dikata lambat kenyataan amat cepat, sekali raih ia cengkeram kuduk Oh Kan.

Oh Kan berkao-kaok: "Taihiap, am......... am. .... am.....pun!" suaranya tertekan.

"Diantara Kong tong ou, kau yang paling bejat," cemooh Hek-swan-hong, "mengingat Toa-suhengmu sudah bertobat dan menyesal membina diri ke jalan yang terang dosa kematian dapat diampuni, tapi sepasang tangan beracun ini harus dibikin cacat."

"krak !" kedua pergelangan tangan Oh Kan dipuntir remuk tulangnya. Sekali ayun Hek-swan-hong tendang tubuh orang.

Seperti bola tubuh Oh Kan terpental ke tengah udara, sangat kebetulan jatuhnya tepat di samping Nyo Tay-him. Tapi tidak beruntung seperti Nyo Tay him, tubuhnya terbanting keras. Kedua pergelangan tangan putus sudah kesakitan setengah mati, terbanting keras lagi keruan jatuh kelengar.

Nyo Tay-him si bocah goblok tidak tahu kalau Susioknya terluka parah, dia anggap kepandaian sang Susiok jauh lebih hebat dibanding dirinya meski ditendang oleh Hek-swan-hong, kalau dirinya tidak terluka, tentu Susiok juga tidak kurang suatu apa. Tak nyana digoyang-goyang berulang kali, sang Susiok masih rebah lemah tak berkutik, keruan Nyo Tay him menjadi gelisah dan tersipu-sipu.

Hek-swan hong berkata : "Tamparlah kedua pipinya, segera ia akan bangun."

"Mana berani aku pukul Susiok ?" rengek Nyo Tay-him merengut.

"Kecuali cara begitu, tiada jalan lain untuk menolongnya."

"Masa ada kejadian seaneh ini, apakah kau tidak ngapusi aku ?"

"Terserah, kau mau percaya!"

Nyo Tay-him berpikir : "Kalau aku tidak tolong Susiok, tentu Susiok bisa maki aku. Apa boleh buat terpaksa harus kutampar dia." kedua tangannya terus terayun "plak, plok" ia tampar kedua pipi kanan kiri susioknya. Benar juga Oh Kan siuman.

"Terpaksa Susiok," teriak Nyo Tay-him, ya takut ya girang, "Hek-swan hong mengajarkan cara menolong kau, ternyata caranya memang mujarab !"

Malu dan jengkel pula hati Oh Kan, dengan menahan sakit ia berkata serak: "Jangan bertingkah, lekas gendong aku turun gunung!" tulang pergelangan remuk, untung tidak putus, ia berpikir: "Toa-suheng punya resep obat ribuan tahun, setelah tulang pergelangan sembuh aku masih dapat melatih kembali pukulan beracun itu."

Phoa Tin datang bersama Nyo Tay-him, melihat orang pergi, dia ingin ngeloyor juga, namun dihadapan Congpiauthau ia jadi malu dan segan.

Sekali putar tubuh sebat sekali Hek swan-hong berada dihadapannya, tanyanya: "Phoa-piauthau, kau tak kuasa menyerahkan perkara perampokan ini kepada residen hingga kau meluruk kemari bukan?"

Saking ketakutan Phoa Tin tak kuasa buka suara. Bing Ceng-ho lantas berkata: "Benar, harap suka dimaafkan, barang kawalan yang tak berarti itu bagi kita tak mampu untuk menggantinya."

"Ah, sungguh kurang hormat, tuan adalah Bing-congpiauthau bukan?" ujar Hek-swan-hong menjura.

"Benar, tua bangka ini berkecimpung di Kangouw untuk mencari sesuap nasi, harap tuan memberi kelonggaran," kemudian Bing Ceng ho berdiplomasi, "semoga tua bangka ini tidak menyerahkan jiwa dan raga."

Hek swan hong terloroh-loroh, katanya: "Persoalan Bing-lopiauthau bisa dirundingkan secara damai. Tapi urusan disini belum selesai, biar ditunda dulu sementara."

Sembari bicara pelan-pelan ia membalik tubuh, tahu-tahu sudah melejit kehadapan Lian Hou bing, jago tutuk nomer satu, mendadak ia berseru heran, katanya: "Siapa yang mengiris kedua kupingmu?"

Sudah tentu Lian Hou-bing yang sudah tuli tak mendengar perkataannya, namun bisa menebak kemana arah pertanyaan itu, seketika hatinya menjadi pilu dan putus asa, pikirnya: "Puluhan tahun aku bersimaharaja dalam golongan hitam. Hari ini berulang kali aku terhina dihadapan umum, lebih baik mati saja!" maka ia jadi nekad, sebat sekali Poan-koan pit menjojoh kearah Hek-swan-hong.

"Bagus, konon kau adalah jago nomor satu ilmu tutuk di Kangouw, meski kupingmu tuli, ilmu tutukmu masih lihay, ingin aku belajar kenal dengan kepandaianmu," Hek-swan-hong berkata sambil berkelit.

Lian Hou-bing sudah nekad adu jiwa, maka sepasang senjatanya berputar sekencang kitiran, hingga menimbulkan angin lesus. Pusaran angin yang ditimbulkan dari gerak senjatanya cukup menerbangkan batu dan daun-daun pohon di sekitar gelanggang, memang hebat dan ganas pula senjata potlotnya itu. Hek-swan hong melawan dengan sepasang jari dirangkapkan sebagai potlot peranti menutuk jalan darah, serangan yang dilancarkan juga ilmu tutuk yang tidak kalah hebat dan lihay.

Puluhan jurus kemudian Hek swan-hong berkata: "Kepandaian sepasang potlot menutuk empat jalan darah, hebat dan jarang ditemukan di dunia persilatan. Tapi julukan jago tutuk nomor satu rupanya terlalu diagulkan. Ilmu tutuk hanya permainan kembangan belaka, tapi silakan kau mencobanya." dia tahu Lian Hou-bing tidak mendengar ucapannya, kata-katanya memang ditujukan kepada orang lain yang menonton dipinggir.

Tepat pada akhir kata-katanya tiba-tiba gerakan Lian Hou-bing berhenti seperti patung, berdiri kaku di tempatnya tak bergerak lagi. Senjatanya masih digenggam dan teracung kedepan seperti menusuk.

Hek-swan-hong berhasil menutuk jalan darahnya, lalu katanya: "Kau harus kecundang sekali lagi, orang itu hanya memapas kedua telingamu, boleh dikata kau yang beruntung."

Tiada seorang penonton yang melihat tegas cara bagaimana Hek-swan hong berhasil menutuk jalan darah Lian hou bing, tahu tahu orang berdiri lurus dengan gaya yang lucu dan aneh seperti patung.

"Siapa lagi yang punya pertikaian dan ingin diselesaikan kepada aku?" Hek-swan-hong berseru menantang.

Mendadak terasa angin berkesiur, tampak sinar berkilau dari ujung pedang menusuk tiba dari samping, mengarah tenggorokan Hek-swan-hong, suara yang dingin berkata; "Tiada pertikaian, Pinto hanya minta petunjuk ilmu pedang." orang ini bukan lain adalah Hian-king Tojin yang kenamaan dengan tiga belas jurus Sun-goan-kiam hoat.

Tusukan pedang secara mendadak dan cukup ganas pula, secepat kilat mengancam tenggorokan Hek swan-hong, maju satu senti saja ujung pedang sudah menembus tenggorokan. Semua penonton menyangka Hianking Tojin lancarkan bokongan yang telak dan jitu karuan mereka terperanjat dan berseru ngeri. Sebaliknya Hek swan hong berdiri tenang dan tegak, mata tidak berkedip tubuh tidak bergoyang air mukapun tidak berobah. Seolah olah tidak terjadi apa apa dan tidak tahu kalau ujung pedang yang kemilau mengancam tenggorokan.

Ternyata begitu melihat Hian king bergerak, Hek swan hong sudah meraba kemana arah tujuan gerak pedangnya, seolah olah sudah diperhitungkan bahwa serangan ini hanya gertak sambel saja, hatinya berpikir: "Kau hendak gertak aku, biar akupun gertak kau," maka sikapnya acuh tak acuh.

Bilamana Hian king Tojin merobah gertak sambel menjadi serangan sungguh sungguh diapun masih punya cara lain untuk menghadapinya.

Betul juga sesuai dugaannya, Hian king Tojin bersentak kaget malah, pikirnya: "Gunung meletus mata tak berkedip, ketenangan macam ini baru sekarang kusaksikan, Hek swan hong betul betul sesuai namanya, menjulang tinggi dan bukan nama kosong."

Sesaat kemudian Hek swan hong tertawa lebar lalu berkata: "Tusukan keras dan berat, tapi mengandung kelincahan yang luar biasa, bukankah yang kuhadapi bukan Hian king Totiang dari Kui goan si?"

Tak lebih Hian king Tojin hanya lancarkan sejurus ilmu pedang, lantas diketahui asal usulnya, keruan ia merasa kagum dan tunduk lahir batin, jawabnya: "Tidak salah. Banyak terima kasih atas pujian ini, Pinto beruntung dapat bertemu, harap memberi petunjuk."

"Totiang jangan sungkan," ujar Hek swan hong, "sudah lama aku yang rendah dengar, tiga belas jurus Sun goan kiamhoat dari Kui goan si sedemikian hebatnya. Syukur hari ini bertemu aku pun ingin minta pelajaran dari Totiang." tiba tiba ia ulur tangan memetik sebatang dahan pohon sebesar jari manis, lalu melanjutkan : "Totiang kuanggap sebagai tamu, aku yang rendah tak berani kurang adat memakai senjata tajam, biarlah kugunakan dahan pohon saja mohon diberi petunjuk, cukup saling tutul saja lantas berhenti, bagaimana?"

Hian-king Tojin sudah maklum bahwa kepandaian silat Hek swan-hong jauh lebih unggul dari kemampuannya, harapannya cukup asal dapat bertanding ilmu pedang saja, sungguh diluar dugaan bahwa orang menggunakan dahan pohon untuk bergebrak dengan dirinya, keruan Hian king Tojin sangsi dan malu. Kalau dirinya juga menggunakan dahan pohon, bila lwekang kalah kuat sudah pasti kalah. Kalau pakai pedang melawan dahan pohon terang menurunkan derajatnya.

"Sesama kaum persilatan mengukur kepandaian adalah kejadian jamak," ujar Hek-swan-hong, "kita bertanding saling tutul atau jamah saja kenapa mempersoalkan untung rugi segala ? Tuan rumah harus berlaku hormat kepada tamu, maka silakan Totiang mulai !"

Kalau yang dihadapi orang lain pasti sudah dimaki oleh Hian-king Tojin, tapi lawan menggunakan dahan pohon, kepandaian Hek-swan hong memang menakjupkan dan lihay itu sudah disaksikan sendiri, oleh karena itu bukan saja tak berani marah, malah hati rada keder dan segan. Tapi terpikir olehnya : "Aku hanya ingin melihat kehebatan ilmu pedangnya, kalau betul betul kuat dari aku, kenapa harus malu kehilangan muka ?" segera ia membuka suara: "Baik, Pinto mulai dulu !" pedangnya berputar memetakan kembang bersinar, tahu tahu ujung pedang menyelonong menusuk kearah musuh.

Hek-swan-hong berseru memuji, ringan sekali dahan pohonnya menyampok miring ujung pedang, serta sedikit menyendal dan menuntun pedang kesamping, tanpa kuasa pedang Hian-king totiang tertuntun kesamping.

Merah muka Hian king Tojin, katanya, "Tak usah sungkan. Harap sungguh-sungguh memberi petunjuk !" sembari bicara pergelangan tangan membalik, berbareng tubuhnya mendesak maju dengan gerakan yang cukup hebat, kakinya melangkah menggunakan langkah Teng-san gua-hou (naik gunung menunggang harimau), pedangnya bergerak dengan jurus Tam-le-ki cu (menepuk keledai mengambil mutiara), tipu serangan ini cukup ganas dan lihay, maksudnya hendak mendesak Hek-swan hong balas menyerang.

Kebutan ringan dari dahan pohon Hek-swan-hong tadi, menggunakan tenaga lengket dari kepandaian silat tingkat tinggi. Kegunaannya mengandal lwekang bukan jurus tipu ilmu pedang, maka boleh dianggap belum melancarkan ilmu kepandaiannya.

Hek-swan-hong berpikir: "Kalau tidak menang dalam adu ilmu pedang tentu Tojin ini bukan mau mengalah secara lahir batin." memang dia ingin melihat keseluruhan dari permainan Sun-goan-kiam-hoat, maka ia berkata: "Baik, aku menurut kehendakmu saja!" dahan pohon di tangannya disendal keatas, meniru gaya serangan lawan serangannya menusuk tenggorokan lawan.

Jurus ini bergerak belakangan tapi sampai lebih dulu, cukup ganas lagi sehingga lawan harus menolong diri dulu sebelum mencelakai musuh, senjata yang digunakan meski hanya sebuah dahan pohon tapi membawa desir angin yang cukup keras, terang ia telah kerahkan tenaga murni, bila tertusuk tenggorokan pasti tembus mati konyol.

Hian-king Tojin tak berani menyerang lagi, cepat ia tarik kembali pedangnya untuk menjaga diri. Gebrak permulaan dilancarkan secara gencar membadai, sekarang tiba-tiba bertahan, ini perobahan merupakan suatu pekerjaan yang sangat sulit, namun karena ilmu pedangnya sudah mencapai tingkat tinggi dapat bergerak menurut sesuka hati. Walaupun gerak geriknya rada runyam, namun berhasil memunahkan serangan telak Hek swan-hong.

"Menyerang ganas bertahan kuat, Sun-goan-kiam hoat betul betul tak bernama kosong!" demikian puji Hek-swan hong, mulut bicara dahan pohon tetap bekerja lincah, setiap jurus mengandung tipu-tipu lihay yang menyerang gencar dari berbagai penjuru, sekaligus ia lancarkan serangan puluhan jurus.

Bermula Hian king Tojin memperhatikan, umpama lwekang sendiri bukan tandingan lawan, dalam hal ilmu pedang dirinya pasti lebih unggul. Baru sekarang ia insyaf bukan saja Hek-swan hong lihay dalam ilmu pukulan, lwekangnya tinggi, ilmu pedang ternyata jauh diatas kemampuannnya juga.

Hian-king Tojin kerahkan seluruh tenaga dan lancarkan permainan pedangnya yang paling hebat, kakinya beruntun menyurut mundur delapan langkah baru berhasil mematahkan serangan berantai Hek-swan-hong, sekarang situasi berobah lagi, disamping menyerang juga menjaga diri.

Puluhan jurus kemudian kedua pihak mulai lancarkan permainan tingkat tinggi, mendesak dan menyapu bagai kera menerobos semak pepohonan, mundur seperti ular naga berlenggok, melejit tinggi laksana burung elang melayang ke angkasa, menukik seperti harimau galak menerkam mangsanya.

O^~^~^O

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar