BAB 11
Kedai teh 'Kie-cui' yang berada di dalam distrik Ong-huangpo adalah sebuah kedai teh kecil yang terletak di jalan yang berkelok-kelok.
Kedai teh ini adalah tempat orang-orang berkumpul.
Kalau ada tiga, lima orang sahabat yang sudah berjanji pergi bersama menjumpai gadis, mereka selalu berkumpul disini.
Setelah bertemu mereka pergi bersamasama.
Karena itu orang yang datang kemari hanya duduk duduk sebentar lalu pergi.
Walaupun Wie Kie-hong bukan orang yang senang membuang waktu mengunjungi kedai teh ini, tapi dia sudah lama tinggal di dalam kota.
Tentu saja dia mengerti tentang tempat ini sebelum datang mengunjunginya.
Hanya ada satu hal yang tidak dia mengerti.
Mengapa Tu Liong meminta untuk bertemu dengannya ditempat seperti ini" apakah dia sudah menganggap kalau tempat biasa mereka bertemu sudah tidak aman" Dia tidak memiliki harapan lain.
Dia hanya berharap sebelum lampu dinyalakan, dia bisa segera bertemu Tu Liong.
Ketika dia masuk kedalam kedai, pelayan yang bertugas menyuguhkan teh langsung mendekatinya dan menyapa dengan suara rendah.
"Apakah anda Wie Taiya?" "Betul" "Silahkan kemari" Pelayan kedai teh membawanya masuk kedalam sebuah ruang minum, tidak disangka ternyata Tu Liong sudah sampai duluan dan sedang menung-gunya didalam.
"Tu toako....kau...." Tu Liong mengibaskan tangannya, si pelayan kedai teh segera pergi keluar.
Selain itu dia juga menurunkan tirai bambu.
Sepertinya dia sudah kenal akrab dengan Tu Liong.
"Apakah kau sudah menemui ayahmu?" "Sudah" "Apa yang dia katakan?" "Dia tidak mengatakan apa apa" "Oh...!" "Dia sudah mati diracun seseorang" Tu Liong merasa seolah-olah ada jarum tajam menusuk kepalanya.
Dia merasa kaget, tapi dia tetap tampak tenang.
"Mnghadapi masalah apapun kau tidak boleh terlalu berpandangan subyektif.
Kematian Leng Taiya adalah kenyataan.
Tapi belum tentu dia mati diracun orang, mungkin dia mati menyimpan dendam" "Apakah maksudmu dia bunuh diri?" "Mungkin juga.
Dahulu pada jaman dynasti Ceng masih berjaya, kalau majikan menyuruh anak buahnya mati, anak buahnya tidak berani tidak mati.
Karena itu kemanapun mereka pergi, mereka selalu membawa racun bersama mereka untuk digunakan pada waktu yang diperlukan.
Leng Taiya adalah pengurus kerajaan.
Tidak mungkin dia tidak menge-tahui hal ini." "Tapi dia tidak memiliki alasan untuk bunuh diri" "Mungkin juga dia ingin menghindari sesuatu" "Tu toako, aku ingin bertanya tentang satu hal padamu, darimana kau tahu kalau Leng Taiya mati menyimpan dendam?" "Cu Siau-thian sudah melemparkan semua kesalahan pada Leng Souw-hiang.
Tentu saja dia harus membunuh Leng Souw-hiang agar hatinya tenang." "Kalau menurut kesimpulanmu, berarti Leng Taiya tidak bunuh diri" "Coba kau pikir.
Orang lain bisa mem-bunuhnya dengan menancapkan pisau di leher, tapi tidak mungkin ada orang yang memaksanya untuk meminum racun.
Kalau ada orang yang menumpahkan racun kedalam air minumnya diam-diam, asumsi ini pun tidak dapat diandalkan., lagipula keadaannya sangat mendesak.
Kalau memang ada orang yang ingin membunuh Leng Souw-hiang, tidak mungkin meng-gunakan cara perlahan seperti ini." "Kau mengatakan bahwa Cu Siau-thian yang ingin membunuh Leng Souw-hiang adalah satu hal, sedangkan kematian Leng Souw-hiang adalah hal yang lain.
Apakah menurutmu kedua hal ini tidak saling berhubungan ?" "Betul" "Tu toako, aku selalu percaya padamu.
Sekarang ini apa yang harus kita lakukan?" "Pergi menemui Thiat-yan" "Apakah aku pergi menemuinya seorang diri?" "Ya.
Tapi kau harus mengingat satu hal" "Katakanlah" "Kau jangan terlalu mempercayainya" Wie Kie-hong membelalakkan kedua matanya.
Secara tidak sadar dia menghembuskan nafas panjang.
Dunia ini sungguh sangat menakutkan, sepertinya tidak ada satu orangpun yang bisa dipercaya.
"Kau kenapa?" "Kata-katamu itu sungguh membuatku kaget" "Mengapa?" "Thiat-yan" dia...." "Kau jangan bertanya apapun" Mendadak Tu Liong berubah sikap menjadi sangat misterius "Semua orang selalu mendahulukan kepen-tingan pribadinya.
Setelah dia berhasil mendapatkan keuntungan, barulah dia memikirkan kepentingan orang lain.
Itu pun tidak akan sebanyak memper-dulikan kepentingannya sendiri, orang yang hanya memperdulikan kebaikan orang lain, bisa dikatakan tidak ada....Wie Kie-hong, dengarlah nasihat temanmu ini.
setiap saat, kapanpun dan dimanapun kamu jangan terlalu mempercayai orang, bahkan kamu pun tidak boleh mempercayaiku" "Tu toako! kalau memang seperti ini, bukan kah dunia ini menjadi gila" dari kecil aku selalu meng- hormatimu, mengagumimu.
Aku sudah menganggap-mu sebagai kakakku sendiri, sekarang bahkan kau pun tidak boleh aku percaya...." "Ini hanya sebuah perumpamaan....baiklah ! kau cepatlah pergi.
Sekarang ini aku bisa memberitahumu sebuah hal.
Kemunculan nona Thiat-yan di hutan tadi adalah untuk menolong Cu Taiya" "Oh...!" "Dengan adanya kesimpulan ini, kau bisa mengambil sikap ketika bertanya padanya....hanya saja ada satu hal yang bisa membuatmu tenang.
Dia tidak mungkin semudah itu menyuruh Boh Tan-ping melukaimu" Wie Kie-hong tidak berkata apa-apa.
dia bergegas pergi.
Dia melangkahkan kakinya segera.
Langkahnya menggambarkan pikirannya yang tidak tenang.
0-0-0
Matahari mulai terbenam.
Ketika Wie Kie-hong sampai di gang San-poa, sudah ada beberapa rumah yang mulai menyalakan lampu.
Ini adalah waktu lampu mulai dinyalakan.
Nona Thiat-yan sudah berjanji akan memberi-tahu Wie Kiehong ketika lampu mulai dinyalakan.
Kalau begitu ini adalah waktu yang sangat tepat.
Pintu kediaman Boh Tan-ping terbuka.
Ada orang yang keluar menyambutnya, sekali melihat Wie Kie-hong, mereka langsung berkata: "Wie Siauya, nona Thiat-yan sedang menunggumu" Wie Kie-hong mengikuti para pelayan ini kedalam rumah.
Dia digiring kedalam sebuah ruangan Thiat-yan sedang duduk didepan sebuah meja, bahkan dupa pengharum ruangan pun sudah dipersiapkannya.
"Nona Tiat!" Wie Kie-hong berkata dengan dingin, "melihat keadaan ini, sepertinya kau sudah mendapatkan informasi yang ingin aku dengar" "Duduklah!" Thiat-yan hanya mengatakan satu patah kata saja...
Wie Kie-hong duduk berhadap-hadapan dengan Thiat-yan.
Dia memandangnya dengan tatapan curiga.
Namun tatapan mata nona Thiat-yan sangat jernih.
Nona yang baik seperti ini pun bisa mem-bohonginya.
Bukankah dunia ini sudah gila" "Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan" Thiat-yan berkata dengan lembut "Aku hanya sedang memikirkan satu hal" "Kau sedang menebak kebohongan apa yang akan aku katakan untuk mengelabuimu" "Tidak! kau bukan orang semacam itu" "Apakah kau sungguh mempercayai setiap kata yang aku ucapkan?" "Iya" Sekarang Wie Kie-hong yang berbohong.
Yang diucapkannya tidak sama dengan kata hatinya, dunia memang bisa merubah sifat dan karakter seseorang.
"Aku sangat senang....kalau begitu aku bisa langsung mengatakan yang sejujurnya padamu....
kira-kira ketika aku berumur sepuluh tahun, aku berkenalan dengan ayahmu....karena dia masih lebih kecil beberapa tahun dibandingkan ayahku, karena itu aku memanggilnya paman Wie.
Dalam sepuluh tahun ini, kami terus saling berkomunikasi, bahkan dalam beberapa hari terakhir ini, kami selalu bertemu..." "Benarkah?" Mendengar kata-kata Thiat-yan, nafas Wie Kiehongmenjadi berat...
"Lihat dirimu.
Kau sudah tidak memper-cayaiku" "Aku percaya., aku percaya., aku percaya..." "Tadi sebelum kau datang kemari, aku bahkan sudah menemui paman Wie" Wie Kie-hong menahan nafas.
Dia tidak berani mengeluarkan suara.
Thiat-yan melanjutkan kata katanya, "Paman Wie sudah menyuruhku memberitahukan, sekarang dia belum bisa menjumpaimu" "Sampai kapan aku harus menunggu?" "Sebentar lagi" "Tidak bisa, aku harus segera menemui ayahku.
Secepatnya! Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
walaupun waktunya hanya sebentar" "Kau dengarkan dulu semua kata-kataku.
Walau pun kau tidak bisa menunggu, kau pun tetap harus menunggu.
Paman Wie masih menyuruhku menyampaikan dua masalah lagi padamu" "Oh..." Masalah apa?" "Pertama, di dalam kediaman Leng Taiya ada sebuah gudang barang-barang.
Didalam gudang itu ada sebuah payung kertas.
Payung ini tersimpan dalam sebuah kotak yang panjang.
Payung ini adalah payung terkenal buatan daerah Ho Lam.
Pada pegangan payung terdapat sebuah ukiran tulisan "Yap-yang-tiang-tai-san-ceng" (payung merk Yap-yang buatan Tiang-tai) yang dicap oleh sebuah besi panas.
Kau bawalah payung ini padaku, nanti paman Wie pasti akan datang kemari untuk mengambilnya...." Mendadak nona Thiat-yan berhenti berbicara Wie Kie-hong terdiam menunggu lanjutan kata-katanya, "Kedua, sementara waktu dia ingin kau menjauhi Tu Liong...." "Mengapa?" Wie Kie-hong terlonjak kaget, kelihatannya seolah-olah dia meloncat dari tempat duduknya.
"Kau tidak usah bertanya.
Ayahmu sudah memerintahkan begini.
Apakah kau harus bertanya alasannya?" "Bagaimana aku tahu kalau ayahku yang sudah mengatakan hal ini padamu?" "Pertama kau pergilah mencari payung itu.
kalau sudah ketemu, itu akan membuktikan kalau aku tidak sedang berbohong" Kata katanya masuk akal Sekarang emosi Wie Kie-hong kembali mereda, dia berkata dengan lembut padanya: "Nona Tiat, bukannya aku tidak percaya.
Hanya saja kau sudah melakukan banyak hal yang menimbulkan kecurigaan orang lain.
Sebagai contoh, tadi didalam hutan...." "Terlalu kebetulan., benar tidak?" "Kau diam-diam menolong Cu Siau-thian" "Aku menyangkal" "Kau tidak perlu menyangkal.
Ini adalah kenyataan" "Aku menyangkal kalau aku diam-diam menolong Cu Siauthian.
Aku hanya mengaku tadi di hutan aku memang menyelamatkan nyawanya" "Memang apa bedanya?" "Menyelamatkan jiwa Cu Siau-thian bukan berarti aku sedang menolong dirinya, tapi karena saat ini dia belum boleh mati.
Kalau aku tidak menampak-kan diriku, mungkin kau sudah berhasil membunuh-nya tadi." "Tapi kau tidak seharusnya melepaskan dia" "Sebenarnya memang aku ingin menangkap nya, tapi aku menggunakan taktik dan pura-pura melepasnya.
apa kau tidak mengerti?" "Aku tidak mengerti" "Sekarang ini tidak perlu mendebatkan hal ini, pergilah mencari payung kertas yang tadi kuceritakan.
Hanya payung itulah yang bisa membuktikan apakah kata-kataku selama ini bisa dipercaya atau tidak..." "Baiklah! Apa kau akan menungguku disini?" "Tentu saja, kalau kau bisa membawa payung itu padaku, kau bisa membuktikan kalau aku tidak berbohong padamu.
Setelah itu masih banyak hal yang perlu kita bicarakan." Wie Kie-hong segera pergi, dia bertekat untuk cepat pulang, agar cepat kembali.
Dia ingin segera menyelesaikan semua masalah dalam hati.
0-0-0