Walet Besi Bab 10

BAB 10

 Kedua orang ini sudah mengatur dimana dan kapan mereka akan bertemu.

Wie Kie-hong pergi ke jalan besar bermaksud untuk mencegat kereta untuk pergi ke tempat pertemuan.

Namun baru saja kereta kuda berhenti, tiba-tiba Tu Liong sudah datang menemuinya.

"Tu toako, bagaimana hasilnya?" sekali melihat Tu Liong, Wie Kie-hong langsung bertanya.

"Disini banyak orang, rasanya tidak enak membahasnya.

Sebaiknya kita pergi ke tempat yang lebih tenang dan baru kita bicara dengan lebih teliti" Akhirnya mereka berdua menaiki kereta kuda.

Mereka pergi ke sebuah kedai teh.

Ketika sampai, hari sudah sangat siang.

Tepat sekali waktu ketika orang-orang datang ke kedai teh untuk beristirahat.

Suasananya malah semakin tidak enak untuk berdiskusi.

Karena itu sekali lagi mereka pindah tempat.

Setelah sampai di jalan besar, sekali lagi mereka mencoba mencari kereta kuda.

Setelah menaiki kereta, Tu Liong menyuruh kusir kereta untuk pergi sesuka hatinya.

Melihat gelagat Tu Liong yang tampak sangat berat hati, hati Wie Kiehong ikut menjadi mendung.

Sangat jelas terlihat bahwa Tu Liong sudah mendapatkan kabar yang kurang enak didengar.

"Tu toako, sebenarnya apa yang terjadi pada-mu?" "Aku sudah berbicara sangat lama dengan Leng Taiya, sepanjang kata-kataku itu dia hanya mengatakan tiga kalimat" "Tiga kalimat itu adalah...." "Kalimat pertama adalah seharusnya aku merasa bersalah padamu....setelah itu adalah seharusnya aku merasa bersalah pada nona Thiat-yan.

Terakhir aku harusnya merasa bersalah pada diriku sendiri" "Apa artinya?" "Mana aku tahu" Setelah dia berkata seperti ini, apapun pertanyaan yang kuajukan, bagaimanapun aku memaksanya, dia hanya menutup mata dan tidak berkata apa-apa" "Tu toako, aku sudah bicara banyak dengan Cu Taiya...." Setelah itu Wie Kie-hong menceritakan kembali semua yang sudah dialaminya.

Ternyata menanggapi cerita ini, Tu Liong hanya berkata dengan dingin "Wie Kie-hong, apakah kau percaya?" "Kalau kau, apakah kau tidak mempercayai kata-kata Cu Taiya?" "Aku tidak percaya" "Mengapa?" "Ilmu silat ayahmu tidak lemah, namun dibandingkan dengan ilmu silat Cu Siau-thian, perbedaannya masih sangat jauh.

Cu Taiya tidak mungkin takut pada ayahmu" "Padahal kau belum tahu seperti apa ilmu silat yang dimiliki ayahku" "Sekarang ini memang aku tidak tahu.

Tapi Cu Taiya pernah berbicara dengan ku sebelumnya, bahwa sebenarnya dia tidak takut pada siapapun" "Kalau memang dia tidak takut pada siapapun, dia tidak perlu menutup-nutupi kebenaran seperti ini.

ketika tadi Thiatyan datang padanya untuk bertanya, melihat gelagatnya sepertinya dia tampak sangat gugup" "Itu mungkin ekspresi yang sudah dibuat-buat.

Lagipula isi kopor kulit itu tidak mungkin hanya mutiara berharga saja.

Rahasia ini tidak mungkin sesederhana itu" "Tu toako, kau berkata seperti ini, apakah kau mempunyai bukti?" "Menilai dari kedudukan Leng Taiya, jabatan dan harta kekayaannya sangat berlimpah limpah.

Apalagi pada waktu itu dia masih berjaya.

Dia tidak mungkin menganggap mutiara yang hanya bernilai sepuluh ribu mata uang orang luar negeri itu sebagai sesuatu yang sungguh berharga.

Kalau dibandingkan dengan resiko bekerja sama dengan seorang pengem-bara dari dunia persilatan seperti Cu Siau-thian, apakah tindakannya sepadan?" "Benar juga! ini masuk akal !" Wie Kie-hong menyetujui argumentasinya.

"Masalah ini sebaiknya kita lihat dari sudut pandang yang lain" "Katakanlah" "Seharusnya kita menanyakan semua hal ini dari sisi Boh Tan-ping" "Maksudmu adalah..." "Kita harus mencari cara untuk memaksanya mengatakan hal yang sebenarnya" Wie Kie-hong tentu mengerti arti yang terkandung didalam kata 'memaksa' ini.

Dia terdiam sangat lama, setelah itu dia bertanya, "Apakah kita memiliki kemampuan untuk melakukannya?" "Kalau satu lawan satu, kita berdua pasti tidak mungkin bisa menang.

Tapi kalau satu lawan dua, kita berdua masih mungkin lebih unggul melawannya" "Kalau begitu apa kita ada kesempatan?" "Seharusnya ada.

Ayo kita pergi....kita coba buktikan sendiri" "Tu toako !" Wie Kie-hong berkata dengan sangat serius, "sebelumnya kau harus mempertim-bangkan, apakah Boh Tan-ping tahu kejadian yang sesungguhnya?" "Seharusnya dia tahu" "Ayo kita pergi.

Setidaknya kita sudah mencoba" Tu Liong segera menyuruh kusir kereta agar mengarahkan laju kereta ke gang San-poa.

Ditengah perjalanan, kedua orang ini kembali merundingkan dengan lebih teliti tentang apa yang akan mereka lakukan nanti.

Kereta kuda berhenti tepat didepan gang San-poa.

Kedua orang ini turun dari kereta, dan segera berjalan masuk kedalam gang.

Sepertinya karena mereka terlalu memikirkan tentang Boh Tan-ping, mereka segera melupakan tentang Bu Tiat-cui.

Seharusnya dia juga orang yang memegang peranan penting.

Tapi dibalik pintu rumahnya yang tertutup rapat, Bu Tiatcui diam-diam memperhatikan gerak-gerik kedua orang ini.

Tu Liong berjalan didepan, Wie Kie-hong membuntutinya dari belakang.mereka berjalan sampai didepan kediaman Thiat-yan.

Tu Liong mengetuk-ngetuk pintu.

"Siapa?" Orang yang menjawab ketukan pintu adalah seorang pelayan yang sudah tua.

"Kami datang kemari untuk menjumpai Thiat-yan" jawab Tu Liong.

"Nona Thiat-yan tidak ditempat" "kalau begitu apakah kami berdua bisa menemui Boh Taiya?"" Memanggil Boh Tan-ping sebagai Boh Taiya, sebenarnya rasanya sangat kelewatan.

Hanya saja Tu Liong tidak tahu bagaimana cara memanggilnya dengan hormat "Kalian ingin menemui Boh Taiya" Kalau begitu tolong tunggu disini" Setelah beberapa lama, Boh Tan-ping keluar.

Dengan dingin dia berkata: "Untuk apa kalian datang menemuiku" Apakah kalian ingin mencari gara-gara?" Tu Liong menunjukkan sikap bermusuhan.

Setelah Boh Tan-ping keluar pintu, Tu Liong langsung mengulurkan tangannya untuk menyerang.

Sekali menyerang dia sudah melancarkan jurus mematikan, kalau jurus ini mengena, kalau tidak mati pasti cacat Boh Tan-ping sama sekali tidak menduga sekali bertemu dia harus langsung melawan mereka berdua.

Ketika dia menyadari gelagat ini, selain menghindari serangan, sepertinya tidak ada cara lain untuk menyelamatkan diri.

Dia menghindari serangan dengan sangat anggun, bagaikan kupu-kupu yang meloncat dari bunga ke bunga.

Namun sekali lagi dia tidak menyangka kalau Wie Kie-hong sudah bersiap-siap untuk mencegatnya.

Sebentar saja sebuah pisau kecil yang tajam sudah menempel di punggungnya.

Raut wajah Boh Tan-ping langsung berubah.

"Boh Tan-ping !" Wie Kie-hong berkata dengan dingin, "Harap kau jawab dengan jujur" "Aku sudah cukup jujur dengan kalian!" "Kalau kau memang orang jujur, kau seharusnya berkata jujur." Tu Liong berdiri dihadapan Boh Tan-ping.

Mukanya tampak sangat garang.

"Apa yang kalian ingin aku katakan?" "Pada waktu itu Tiat Liong-san mendapat celaka, dia membawa sebuah kopor kulit berwarna kuning.

Barang apa yang ada didalam kopor itu?" "Aku tidak tahu" Boh Tan-ping berkata dengan cepat.

"Apakah kau sungguh tidak tahu?" Tu Liong tertawa dingin.

Luka sayat pedang gigi gergaji belum sembuh benar, namun api balas dendam sudah berkobar dengan hebat didalam hatinya: "Ataukah kau tahu tapi tidak mau mengatakannya?" "Aku tidak tahu" Boh Tan-ping tetap mengatakan hal yang sama.

"Seharusnya kau tahu.

Kau adalah adik dari Tiat Liong-san.

Dia sudah mati, kau pun merawat putrinya sendirian.

Semua hal yang berhubungan dengan Tiat Liong-san, kau pasti mengetahui semuanya dengan jelas" "Walaupun aku tahu, aku tidak akan memberitahukannya?" "Ternyata seperti ini...." Tu Liong mendadak berteriak dengan suara keras: "Wie Kie-hong! dengarlah dengan jelas! aku sekarang ingin bertanya tiga buah pertanyaan pada Boh Taiya.

Aku berharap dia bisa menjawab denganbaik.

kalau dia tidak menjawab pertanyaan yang kuajukan, kau tusukkan pisau kecilmu itu sepuluh sentimeter kedalam.

Kalau pisau itu menancap sampai tiga puluh sentimeter, seharusnya pisau itu sudah bisa mencapai jantungnya." "Tu toako! Akut pasti akan melakukan sesuai dengan apa yang kau suruh" Kedua orang ini sudah berimprovisasi dengan baik.

sepertinya kompromi yang sudah dibahas di dalam kereta berjalan dengan mulus.

Sekarang raut muka Boh Tan-ping berubah lagi.

kekerasan hatinya pun berubah.

"Kalian berdua tidak perlu berlaku seperti ini.

kalau ada masalah apakah tidak bisa dibicarakan secara baik-baik?" "Dari awal aku sudah berharap membicarakan tentang hal ini secara baik-baik denganmu.

Selama ini kaulah yang tidak pernah bekerja sama! sekarang aku akan mulai mengajukan pertanyaan pertama....ada seseorang yang bernama Wie Ceng.

Sejauh pengetahuanmu, dimana dia berada sekarang?" "Dia berada didalam kota" Boh Tan-ping menjawab dengan sangat cepat.

"Aku ingin mendengar jawaban yang lebih mendetail mengenai tempatnya" "Kalau tentang itu aku juga tidak tahu secara pasti" "Baiklah, pertanyaan pertama sudah kau jawab dengan baik....sekarang pertanyaan nomor dua....

ketika kita bertemu di gang sempit, kau sudah mengeluarkan pedang dan bertarung denganku.

Siapa yang sudah menyuruhmu?" Boh Tan-ping tampak menimbang-nimbang sebelum menjawab pertanyaan.

Tu Liong berteriak keras: "Tusuk dia!" "Tunggu Y' Boh Tan-ping juga segera berteriak keras "Kenapa" Apakah kau masih berpikir membelokan jawabanmu?" "Apakah kalian akan mempercayai kata kataku?" "Benar tidaknya aku akan mempertimbangkannya" "Baiklah" Sepertinya Boh Tan-ping sudah mengum-pulkan semua keberaniannya.

"Kau dengarlah dengan baik.

orang yang sudah menyuruhku untuk menyerangmu adalah Cu Siau-thian" Tu Liong merasa seperti seseorang sudah memukul kepalanya dengan benda yang sangat keras.

Dia mundur beberapa langkah kebelakang.

Dia terus memandang Boh Tan-ping.

Wie Kie-hong juga merasa sangat terkejut.

Saat ini, dia pun tidak berani bernafas terlalu keras.

Boh Tan-ping melihat raut muka Tu Liong seperti ini, dia segera bertanya, "Tu Liong, kau tidak percaya padaku kan?" "Tuan Boh, sebenarnya aku masih memiliki pertanyaan berkenaan dengan kopor kulit yang kita bahas tadi" Raut wajah Tu Liong sangat tidak enak dilihat.

Namun katakatanya masih terdengar sangat tenang.

"Sekarang aku ingin tahu tentang sebuah hal yang lain.

Karena itu aku terpaksa mengesampingkan pertanyaan yang berkaitan dengan kopor kulit....Cu Taiya sudah menyuruhmu untuk turun tangan menyerangku, apakah dia menyuruhmu untuk langsung membunuhku, ataukah dia hanya ingin memberiku sebuah pelajaran yang tidak terlupakan?" "Dia berharap untuk membuatmu berbaring diranjang dan merawat luka setidaknya selama satu dua bulan, dan tidak bisa turun ranjang pergi kemana-mana." "Baiklah, tuan Boh, ketiga pertanyaan ini sudah kau jawab dengan baik.

hanya saja masalah yang berkaitan dengan Cu Taiya, kau harus mengatakan semuanya sekali lagi dihadapannya.

Ayo kita pergi ........kita selidiki kebenarannya" "Tu toako, apakah kita akan pergi seperti ini?" Pertanyaan ini membuat Tu Liong menge-rutkan keningnya sampai kedua alisnya menempel.

Boh Tan-ping adalah seorang manusia yang masih hidup.

Walaupun sudah diikat dan ditarik pergi, ini hanya bisa dilakukan kalau dia bersedia untuk ikut pergi.

Selain itu dia pasti akan mencari cara untuk memberontak dan melarikan diri.

Orang seperti ini tidak bisa dianggap remeh.

"Tuan Boh" Tu Liong bertanya dengan dingin "Apakah kau bersedia untuk membuktikan kata-katamu?" "Bagaimana kalau kita pergi kesana?" ternyata Boh Tanping pun menanyakan hal yang sama "Apakah kau ingin pergi?" "Turunkan pisaumu, aku akan bersedia pergi dengan kalian" "Kau sendiri yang mengatakannya." "Iya" "Baiklah.

Wie Kie-hong, turunkan pisaumu" "Tu toako" Kata-kata Tu Liong tadi tidak hanya sebuah perintah, tapi adalah sebuah perintah yang harus dilaksanakan.

Wie Kiehong segera menyimpan pisaunya.

Boh Tan-ping menghirup nafas dalam dalam.

Sekarang dia pasti sedang memikirkan sebuah masalah....Tu Liong jelas sekali tahu kalau dia adalah orang yang sangat berbahaya, mengapa dia mengambil resiko" Tu Liong membalikkan tubuh dan mulai berjalan pergi.

Pada waktu yang sama dia berkata: "Harap tuan Boh ikut dengan kami" Boh Tan-ping tampak menimbang-nimbang sesaat, setelah itu dia ikut pergi.

Tu Liong berjalan paling depan, Boh Tan-ping berada ditengah.

Wie Kie-hong mengekor dipaling belakang.

Kalau Boh Tan-ping bermaksud macam-macam, ini adalah kesempatan yang paling bagus.

Sekarang masalahnya adalah apakah dia berani melakukannya.

Pada saat ini dia tampak menaruh hormat pada Tu Liong.

Mereka berjalan sampai ke mulut gang, lalu menghentikan sebuah kereta kuda, ketiga orang ini segera masuk kedalamnya dan segera duduk.

Setelah ketiga orang duduk dengan baik, kereta kuda mulai bergerak.

Boh Tan-ping yang paling pertama membuka pembicaraan.

Dia bertanya, "Tu Liong, setelah kau mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana perasaanmu?" "Sangat pedih" "Apakah sungguh sangat pedih?" "Benar" "Kalau memang merasa sangat pedih, untuk apa kau membuang-buang tenaga pergi mencari, mengoreknya sampai tampil keluar dan menyakit-kanmu?" "Pada dasarnya manusia selalu mencari masalah, mereka selalu senang disakiti....tuan Boh, kau dulu pernah menjadi adik angkat Cu Siau-thian.

Sekarang ini kau sudah membocorkan rahasianya.

Bagaimana perasaanmu?" "Aku terpaksa, kalau orang sudah dipaksa, banyak urusan yang bisa dilakukannya tanpa memikirkan tanggung jawab." Ketiga orang ini duduk dalam satu baris.

Boh Tan-ping duduk di tengah-tengah.

Kedua tangannya ditaruh diatas pangkuannya.

Dia tampak sangat tenang.

Namun apa yang dikatakannya sepertinya mengandung arti yang tersirat.

Tu Liong berpikir sejenak, setelah itu dia bertanya, "Tuan Boh, apakah kau ingin mengatakan sesuatu?" "Tidak ada.

Aku hanya ingin memberitahukan.

Aku memang dari dahulu seperti ini.

aku tidak senang mengkhianati orang lain." "Aku juga tahu ........kau melakukan karena terpaksa.

Seperti sekarang ini kau duduk dengan baik disampingku, bahkan kau tidak berniat melarikan diri." Boh Tan-ping tertawa pahit: "Tu Liong, aku yakin dari awal kau sudah membuat pengaturan yang sangat baik, sebaiknya aku jujur padamu" "Tuan Boh, mendadak aku mengerti siasat apa yang sedang kau buat" Boh Tan-ping mendengus dengan keras.

"Kalian lebih muda dariku, sekarang kalian berdua melawanku seorang diri.

Bagaimanapun kalian pasti akan lebih unggul.

Mana mungkin aku berani bersiasat?" "Kalau satu lawan satu?" "Kalau satu lawan satu, aku pasti akan lebih unggul.

Tu Liong....kita berdua sudah pernah beradu kepandaian, untuk apa kau bertanya seperti ini?" "Kalau sudah berada didepan Cu Taiya, nanti kita akan bertarung satu lawan satu.

Pantas saja sekarang kau bersedia mengikuti kami secara baik-baik.

ternyata kau berpikir ingin menggunakan tenaga Cu Taiya untuk menolongmu keluar dari kesulitan ini.

terlebih lagi kau nanti akan berusaha membunuh kami.

Benarkah ini?" Raut wajah Boh Tan-ping sedikit berubah.

"Sekarang aku pikir untuk membuktikan kata-katamu, kita tidak perlu lagi datang pada Cu Siau-thian." "Oh..." Apakah kau sering ganti pendirian dengan cepat seperti ini?" "Dengarkan dulu alasanku, kau tadi mengatakan ingin pergi menemui Cu Taiya untuk membuktikan kata-katamu, maka kita berdua akan masuk kedalam situasi yang tidak menguntungkan, kalau kata-katamu tadi adalah kebohongan, aku pasti akan melukai perasaan Cu Taiya.

Karena itu aku memutuskan sementara waktu tidak pergi menemui-nya" "Kalau begitu bagaimana kalian akan melepaskanku?" "Tuan Boh" Tu Liong dari awalpun berkata dengan sangat teratur, "ada satu masalah yang ingin aku jelaskan, aku sudah mengatakan hanya ada tiga buah pertanyaan, karena itu setelah menjawab ketiga pertanyaan itu aku tidak bertanya lebih jauh lagi.

sebenarnya hari ini tujuan utamaku datang mencarimu sudah dikesampingkan.

Sekarang aku menyerahkan dirimu pada Wie Kie-hong.

Dia ingin bertanya padamu tentang keberadaan ayah kandungnya.

"Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya, aku tidak tahu...." "Sampai pada kondisi tertentu, kau pasti akan mengatakan kalau kau tahu...." Tu Liong segera memerintahkan kusir kereta kuda untuk memutar kereta kuda keluar dari pintu barat.

Tu Liong bermaksud pergi ke Sie-san.

"Tu Liong !" Boh Tan-ping berkata dengan suara rendah.

"Karena Thiat-yan menganggap kalian sebagai pendekar berumur muda, dia sudah menyuruhku untuk tidak melukai kalian.

Selama ini aku berulang kali harus bersabar dengan kelakuan kalian, jangan pikir aku takut pada kalian" "Aku tahu kau tidak takut pada kami.

Kami juga sama sepertimu, tidak takut siapapun" "Wie Kie-hong !" Boh Tan-ping memutar kepalanya memandang ke arah yang berlawanan.

"Aku tidak tahu apa yang akhirnya terjadi pada ayahmu, kalau kau berbuat macam-macam terhadapku, nanti kita pun belum tentu bisa berjumpa lagi" Wie Kie-hong hanya berkata dengan dingin: "Aku hanya mendengar kata-kata Tu toako, dia menyuruhku melakukan apapun aku pasti akan melakukannya" "Apakah kau tidak memiliki pendirian dan pandangan sendiri?" "Tentu saja aku punya pemikiran sendiri, pendirianku adalah untuk mendengarkan semua perintah Tutoako" "Tu Liong !" Boh Tan-ping mulai terdengar emosi, "kau tidak boleh memaksa orang terlalu..." "Tuan Boh....kata-katamu terlalu berlebihan, kalau aku tidak memaksa, kau rupanya tidak akan bicara" "Tu Liong, apakah kau akan memaksaku sampai mempertaruhkan nyawa?" "Sayangnya nyawamu hanya ada satu" "Aku tidak percaya kau bisa tega membunuh orang" "Kalau kau berani, mengapa aku tidak berani?" Wie Kie-hong tidak pernah ikut campur mulut.

Pisau kecil yang dipegangnya pun selalu menempel dengan ketat pada Boh Tan-ping.

walaupun Boh Tan-ping emosi, dia tahu kalau dia tidak bisa berbuat banyak, mempertaruhkan diri berarti membuang nyawa.

Dia tidak mungkin melepasnya dengan mudah.

"Wie Kie-hong" Boh Tan-ping mulai balas menyerang, "aku berjanji akan membantumu mencari tahu tentang keberadaan ayahmu sekarang, berilah aku satu atau dua hari untuk mencarinya, boleh tidak?" Wie Kie-hong tidak menjawab.

Seolah olah dia tidak mendengar kata katanya.

"Tu Liong! anak kecil ini hanya mendengarkan kata-katamu saja, kau katakan sesuatu" Tu Liong hanya berkata dengan dingin: "Apa gunanya aku berkata padanya" Kalau berkata denganmu itu barulah ada gunanya....

aku tahu, pada akhirnya kau pasti bicara" "Kalau kau membunuh aku, aku masih tetap akan mengatakan tiga kata tadi....aku tidak tahu" Tidak lama kereta kuda berhenti.

Mereka sudah sampai di Sie-san.

Tu Liong tampak muram.

"Tuan Boh, sebaiknya kau menurut, kalau kau berniat untuk kabur, kami pasti akan membunuhmu." Pada hari raya seperti ini, tamu yang datang dan pergi tidak banyak.

Tu Liong dan Wie Kie-hong memaksa Boh Tanping mengikuti mereka.

Pisau yang dipegang oleh Wie Kiehong menempel dengan erat di pinggangnya.

Kalau misalnya secara tidak sengaja mereka berpapasan dengan orang yang kebetulan lewat, pisau itu tidak akan terlihat dengan mudah.

Setiap musim gugur, daun-daunan diatas pohon berwarna merah seperti api.

Sekarang ini daun-daunan tampak hijau segar.

Wie Kie-hong dan Tu Liong sepakat membawa Boh Tan-ping ketengah hutan agar tidak diganggu orang yang lewat.

Tu Liong sudah membuat perhitungan, dari kereta kuda, dia sudah membawa seutas tali.

Dia lalu mengikat Boh Tanping pada batang sebuah pohon.

Boh Tan-ping sama sekali tidak melawan, mungkin juga dia sudah tidak memiliki keberanian untuk melawan.

"Kie-hong, sekarang kau sudah bisa menanyakan keberadaan ayah kandungmu" Boh Tan-ping kembali berteriak: "Tidak tahu!" "Tu toako, kau sudah mendengarnya sendiri, bertanya lagi pun jawabannya selalu tiga kata itu" "Betul" Boh Tan-ping menggeram dan mengatupkan rahangnya kuat kuat "Kalau aku bilang tidak tahu, berarti aku benar-benar tidak tahu" "Apakah pisau yang kau pegang itu hanya sebuah hiasan" Kalau dia berkata tidak tahu, kau potong sedikit dagingnya.

Walaupun tubuhnya gagah perkasa, kalau kehilangan beberapa potong daging, nanti kita lihat apakah dia masih berkata tidak tahu.

Kalau dia masih berkata begitu, berarti dia memang tidak tahu" Wie Kie-hong memandang pisau yang sedang dipegangnya.

Entah apa yang harus diperbuatnya.

Sangat jelas terlihat dia tidak mungkin berlaku seperti itu.

"Wie Kie-hong, apakah kau ingin aku membantu menanyakan padanya?" "Tu Liong !" Boh Tan-ping tertawa dingin dan berkata, "ekor musangmu akhirnya kelihatan.

Aku sudah menggunakan pedang gergajiku untuk melukai-mu, kau pasti merasa sakit hati.

karena itu kau memperalat Wie Kie-hong untuk membalaskan dendam dan menggunakan alasan bertanya tentang Wie Ceng, sedangkan niatmu sebenarnya adalah untuk melukaiku.

Benar?" "Kie-hong, apakah kau percaya omongannya?" Tu Liong bertanya dengan ringan "Tentu saja aku tidak percaya" "Boh Tan-ping, taktik mu sekali lagi tidak berhasil.

Kau berniat mengadu domba aku dan Wie Kie-hong, tapi sayang kau tidak tahu betapa akrabnya hubungan kami berdua....Boh Tan-ping, sekarang kau sangat sial." Tu Liong menyobekkan baju atas Boh Tan-ping dengan kuat.

berbarengan dengan itu dia mengambil pisau yang dipegang oleh Wie Kie-hong.

Tepat pada saat ini tiba-tiba saja ada seseorang yang masuk kedalam hutan.

Perlahan tapi pasti, orang ini berjalan menuju ke arah mereka bertiga.

Orang ini adalah Cu Siau-thian.

Cu Siau-thian melangkah sangat perlahan.

Kalau dilihat sekilas, dia seperti orang yang kebetulan lewat, karena dia menemukan ada tiga orang ditengah hutan, jadi sekalian dia berjalan mendekat melihat apa yang sedang terjadi.

"Kie-hong ........apakah kau melihatnya?" Tu Liong bertanya setengah berbisik "Mmm...!" Wie Kie-hong tidak melepaskan tatapan matanya pada Cu Siau-thian.

"Dua lawan satu, kita tidak mungkin kalah melawannya" "Mmmm..." "Yang harus ditakuti adalah kalau hati kita masih merasa ragu-ragu.

Harap ingat, jangan sampai ragu" "Aku tahu" Pada saat ini Cu Siau-thian sudah berada dihadapan mereka.

Melihat Cu Siau-thian, Boh Tan-ping diam tidak berkata apa apa...

Wie Kie-hong dan Tu Liong juga sama-sama hanya melihatnya tanpa bicara.

"Mengapa terjadi seperti ini?" kata kata Cu Siau-thian diucapkan seperti terhadap orang yang belum pernah dikenalnya.

"Kami sedang menyelesaikan urusan balas budi" Tu Liong menjawab dingin "Ini bukan cara yang benar untuk menyelesaikan sebuah masalah.

Di tengah siang bolong seperti ini, mana boleh kau menyiksa seseorang sampai mengaku?" tampaknya pendirian Cu Siau-thian sudah mulai kelihatan.

"Jangan mendekat" Tu Liong juga tidak berbasa-basi.

Bukan dia tidak menghargai balas budi, hanya saja dia sudah bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, baik dan buruk secara jelas.

"Apakah aku tidak berhak menjadi orang penengah kalian?" "Tidak boleh" Tu Liong langsung menjawab.

"Kalau tidak boleh, berarti aku sudah sia-sia berlari sampai ke Sie-san ini" Dari kata-kata Cu Siau-thian sudah jelas terlihat kalau dia datang kemari bukan hanya kebetulan saja.

Dia pasti sudah mendapat kabar bahwa Boh Tan-ping digiring kemari.

"Cu Taiya!" Wie Kie-hong tidak ingin Tu Liong merasa serba salah, karena itu dia maju untuk menyelesaikan masalah, "urusan ini tidak ada jalan keluarnya" "Di dunia ini tidak ada masalah yang tidak memiliki jalan keluar.

Asalkan kau bisa membedakan yang mana yang benar dan yang mana yang salah, yang mana yang baik dan yang mana yang buruk, ini sudah cukup" "Sayang sekali selain urusan baik dan buruk, benar dan salah, masih ada lagi urusan untung dan rugi.

Kalau memiliki pendirian untung dan rugi, keputusan yang dibuat seringkah tidak dapat diandalkan, tidak dapat dipercaya" Tu Liong tampak kaget mendengar pernyataan Wie Kiehong.

Dia tidak menyangka anak muda ini bisa mengatakan sesuatu yang sangat tegas seperti ini.

Raut wajah Cu Siau-thian sedikit berubah.

Dia berkata dengan nada rendah: "Apakah kau pikir aku memiliki hubungan untung dan rugi dengannya?" "Mungkin ada" "Kau menggunakan kata 'mungkin' menunjukkan kalau kau pun tidak yakin" "Aku menggunakan kata 'mungkin' agar Cu Taiya tinggal ditempat..

Harap Cu Taiya jangan mendekat!" "Baiklah! aku tidak lagi menjadi orang penengah masalah." Pada akhirnya Cu Siau-thian tampak mengalah, "kalau begitu aku jadi pihak ketiga yang menonton saja, boleh kan?" Wie Kie-hong memandang ke arah Tu Liong sepertinya dia ingin meminta persetujuan Tu Liong terhadap usulan ini, namun tampaknya Tu Liong tidak menunjukkan apa-apa.

Sepertinya dia menganggap Wie Kie-hong sudah bisa membuat keputusan menghadapi masalah apapun, terlebih lagi tadi dia sudah menyerahkan Boh Tan-ping ke dalam tangan Wie Kie-hong.

Cu Siau-thian berkata lagi: "Ini adalah tempat umum yang dapat dikunjungi siapapun, disisi kalian bisa melakukan apapun yang kalian inginkan, tidak ada larangan bagi siapapun untuk melakukan apa yang mereka inginkan, apakah aku juga tidak bisa melakukan keinginanku untuk menonton kalian?" Pada awalnya Wie Kie-hong kekurangan rasa keberanian, sekarang sebaliknya dia di selimuti semangat.

Dia tidak menghiraukan Cu Siau-thian, dia membalikkan tubuh menghadap Boh Tan-ping, dan berkata dengan dingin padanya, "Kau tadi sudah mendengar apa yang Tu toako katakan, karena itu aku tidak perlu mengulanginya lagi...

....jawablah, dimanakah ayahku?" Boh Tan-ping tidak menjawab.

Tapi tatapan matanya beralih pada Cu Siau-thian.

Sangat jelas terlihat kalau tatapan mata ini adalah tatapan minta tolong.

Cu Siau-thian ternyata memang merespon terhadap tatapan itu dan berkata: "Wie Kie-hong! kau sudah bertanya pada orang yang salah.

Kalau kau ingin bertanya tentang keberadaan ayahmu saat ini, kau seharusnya pergi bertanya pada ayah angkatmu Leng Souw-hiang barulah tepat." "Cu Taiya!" Wie Kie-hong berkata dengan dingin, "aku tadi sudah mengatakan padamu, kata katamu ini tidak akan mendapat kepercayaan dariku." "Bagaimana kalau aku sendiri yang pergi membawamu bertanya pada Leng Souw-hiang?" "Tidak perlu" "Kalau kau memang ingin membuang-buang waktu, silahkan terus bertanya" Ternyata sikap Cu Siau-thian terlihat sedikit melunak Secara tidak disadari, Cu Siau-thian sudah diam-diam memberikan petunjuk pada Boh Tan-ping.

"Kie-hong! kau sia-sia bertanya padaku.

Kalau kau membunuhku, kau pun membunuh tanpa mendapat hasil yang sepadan" Boh Tan-ping mengatakan hal yang sejalan dengan apa yang sudah Cu Siau-thian ucapkan.

"Aku sama sekali tidak tahu tentang keberadaan ayahmu sekarang.

Kalau kau ingin bertanya, sebaiknya kau bertanya pada Leng Taiya saja." Wie Kie-hong tidak banyak membuat pertim bangan lagi, dia segera mengangkat tangan untuk menghujamkan pisau ke arah dada Boh Tan-ping.

Gerakannya lumayan cepat, tapi gerakan Cu Siau-thian lebih cepat dari padanya.

Terdengar suara "PLAAAKKK" pergelangan tangan Wie Kie-hong sudah dipegangnya dengan erat "Hari ini masih terang, bagaimana mungkin kau berniat melakukan sesuatu yang biadab?" Cu Siau-thian memarahinya dengan suara yang keras Wie Kie-hong mencoba menarik tangannya dari cengkraman Cu Siau-thian, tapi setelah beberapa saat dia menyadari kalau dia tidak bisa melakukannya.

Tu Liong segera mendekat, dia berkata dengan sangat hormat: "Cu Taiya! aku sudah berhutang budi sangat banyak pada anda karena anda sudah memelihara sampai aku bisa mendapatkan hari ini." Setelah berkata seperti ini, dia mendadak berlutut dihadapan Cu Siau-thian, setelah itu dia menempelkan kepalanya ditanah sebanyak tiga kali.

Cu Siau-thian tertegun melihat kelakuannya.

Sepertinya dia tidak mengerti apa yang dilakukan Tu Liong.

Setelah selesai berterimakasih, Tu Liong berdiri.

Sepertinya hampir pada waktu yang bersamaan, kaki kanannya ditendangkan ke arah Cu Siau-thian.

Ternyata pertama-tama Tu Liong berterima kasih atas semua budi yang sudah Cu Siau-thian berikan untuknya, setelah itu dia bertindak.

Pertama-tama karena hal ini terjadi diluar dugaan, kedua karena tangan kanannya sedang memegang erat tangan Wie Kie-hong, gerak-gerik Cu Siau-thian jadi sangat terbatas.

Tendangan Tu Liong kali ini mengenai bahu kanannya dengan telak Dengan otomatis genggaman tangan kanan Cu Siau-thian menjadi longgar.

Wie Kie-hong segera mengambil kesempatan untuk melepaskan diri.

Cu Siau-thian tertawa dingin dan berkata: "Orang tidak mungkin melukai hati seekor macan, namun seekor macan selalu bermaksud melukai orang, aku sungguh tidak menyangka" Ternyata Tu Liong tetap menjawab Cu Siau-thian dengan penuh rasa hormat "Cu Taiya! aku tidak berani melawan dirimu.

Tapi kalau situasi sudah tidak mengijinkan, aku terpaksa melakukannya" "Apakah kalian pikir kalian berdua melawan aku sendiri kalian akan menang?" Wie Kie-hong berkata dengan tegas: "Kenyataan selalu lebih menang melawan peringatan yang keras.

Kebaikan selalu menang melawan kejahatan.

Ini adalah sebuah aturan yang selamanya pun tidak akan pernah berubah." Mendadak Cu Siau-thian tertawa keras.

Ditengah tengah tawanya, dia mendadak mencabut sebuah pedang, dan segera menyabetkannya ke arah tali yang mengikat tangan Boh Tanping.

Pedang yang digunakannya adalah pedang pendek yang sangat tajam.

Namun tebasan pedang ini sangat akurat.

Cu Siau-thian bahkan tidak memotong sehelai bulu pun dari tangan Boh Tan-ping.

kemahiran menggunakan pedang seperti ini sungguh membuat kagum siapapun yang melihat.

Sekarang situasi kembali berubah.

Sekarang mereka jadi satu lawan satu.

Kalau menimbang dari kemahiran ilmu silat yang dimiliki Cu Siau-thian dan Boh Tan-ping, jelas tampak kalau Tu Liong dan Wie Kie-hong pasti akan kalah.

Tapi setelah melepaskan Boh Tan-ping, Cu Siau-thian tampaknya menunjukkan sifat aslinya.

Kalau Tu Liong dan Wie Kie-hong tidak bisa pergi keluar dari hutan ini hidup-hidup, apa gunanya Cu Siau-thian berlaku seperti ini bagi mereka" "Tan-ping!" Dari panggilan Cu Siau-thian pada Boh Tan-ping sudah jelas hubungan diantara mereka berdua.

"Ya!" Boh Tan-ping menjawab dengan sangat hormat "Aku ingat saat itu di kalangan dunia persilatan, kemampuanmu menggunakan pedang pendek sangat mahir sampai tidak ada orang yang dapat menandingimu." Kata-kata Cu Siau-thian diucapkan dengan ringan.

Dia terdengar seperti sedang mengobrol santai dengannya.

"Memang benar" "Hari ini kita memiliki kesempatan untuk melihat kemampuanmu yang sebenarnya.

Perlihat-kanlah padaku" Cu Siau-thian lalu melemparkan pedang yang ada di tangannya pada Boh Tan-ping.

Cu Siau-thian lalu berjalan kepinggir.

Dia seperti merasa Boh Tan-ping sendiri saja sudah cukup untuk merobohkan kedua anak muda itu.

dia sendiri tidak perlu ikut campur turun tangan untuk bertarung.

Dia memiliki rasa percaya diri, dari cara Boh Tan-ping menerima pedang yang dilemparkan dapat dilihat dia juga memiliki rasa percaya diri yang sama.

Tu Liong dan Wie Kie-hong juga percaya kalau Cu Siauthian tidak melebih-lebihkan.

Karena ini, Wie Kie-hong menggunakan kesempatan ini untuk bertindak terlebih dahulu, sebelum Boh Tan-ping mulai melancarkan serangannya.

Wie Kie-hong melesat seperti panah yang terlepas dari busurnya.

Dia segera mengarahkan pisau kecil yang dipegangnya ke arah leher Cu Siau-thian.

Cu Siau-thian tidak menyangka, bahkan Tu Liong sendiri pun tidak menyangka.

Cu Siau-thian tidak memegang senjata.

Dia pun tidak sempat menggunakan pukulan tangan kosong-nya untuk membalas serangan.

Dia hanya bisa melangkah kepinggir untuk menghindar.

Gerakan Wie Kie-hong yang gesit dengan pisau yang tajam terus memburu Cu Siau-thian Boh Tan-ping terpaksa menolong Cu Siau-thian untuk melepaskan diri dari bahaya.

Namun baru saja dia hendak bergerak, Tu Liong sudah menghalangi jalannya.

Pada akhirnya tetap saja semua orang yang terlibat pertarungan satu lawan satu.

Yang berbeda adalah pada mulanya Tu Liong dan Wie Kiehong berada di bawah angin.

Namun karena Wie Kie-hong pertama turun tangan menyerang, sekarang keadaan berbalik.

Kedua pemuda ini sekarang mendapat kesempatan besar untuk menang.

Dalam situasi ini, taktik menyerang yang lebih kuat terbukti sangat efektif.

Pada kondisi normal, Cu Siau-thian mampu menghindar serangan dengan gesit.

Gerakannya secepat kilat yang menyambar.

Hanya saja karena sekarang dia sedang berada ditengah hutan yang lebat, ketika sedang mundur menghindar serangan, dia kesulitan melihat apakah ada batang pohon yang menghalangi jalannya.

Setiap saat pisau yang tajam bisa saja menembus lehernya.

Wie Kie-hong terus memburu Cu Siau-thian.

Tu Liong dan Boh Tan-ping kembali berdiri berhadaphadapan.

Kejadian pertarungan besar yang dialaminya didalam gang sempit kembali diputar ulang dalam benaknya.

"Kita bertarung lagi" kata Tu Liong perlahan-lahan.

"MMmm...." Boh Tan-ping terus menatap tajam ke arah Tu Liong.

Kedua orang ini berdiri saling berhadapan.

Senjata mereka berdua sudah terhunus keluar di sisi tubuh masing-masing.

Angin hutan semilir berhembus menerbangkan daundaunan.

Tu Liong mengangkat tangan kanannya bermaksud untuk menantang Boh Tan-ping untuk menyerangnya terlebih dahulu.

Boh Tan-ping tampak sedikit emosi.

"HIAAAATT!!" Teriakan Boh Tan-ping telah membuka pertarungan kali ini.

Dia segera berlari mendekat Tu Liong.

Kedua tangannya memegang pedang dengan erat Setelah cukup dekat, Boh Tan-ping segera menebaskan pedangnya ke arah kepala Tu Liong.

Tu Liong segera membungkuk menghindari serangan.

Berbarengan dengan itu dia meluncur kedepan ke arah Boh Tan-ping dan menyabetkan pedangnya secara vertikal dari bawah ke atas.

Boh Tan-ping segera memutar tubuhnya, nyaris tidak berhasil berkelit dari sabetan pedang Tu Liong.

Tu Liong yang berada sangat dekat dengan Boh Tan-ping.

dia bahkan bisa merasakan hangat nafas yang menghembus pipinya.

Namun yang dia rasakan tidak hanya nafasnya.

Boh Tan-ping sudah mengulurkan tangannya dan segera menggenggam erat baju yang dikenakannya.

Tu Liong kembali mengunjukan kemampu-annya menggunakan pukulannya.

Dia segera menghentakkan kaki kanannya dengan keras, dan telapak tangan kanannya segera menghantam dada Boh Tan-ping sama kerasnya.

Boh Tan-ping terhuyung huyung kebelakang.

Tu Liong segera mengejarnya kembali.

Dia segera menyabetkan pedangnya ke arah kepala Boh Tan-ping.

Boh Tan-ping segera menunduk menghindari serangan Tu Liong hanya berhasil menyabet batang pohon, bukan batang leher Boh Tan-ping.

Setelah menunduk, Boh Tan-ping segera bergerak ke sisi kanan Tu Liong, dan dengan lebih cepat lagi mengayunkan senjata andalannya, melintang persis seperti mengikuti jejak tebasan pedang Tu Liong.

Tu Liong sedang membelakangi pedang Boh Tan-ping.

Namun dia merasakan hembusan pedang Boh Tan-ping mengarah ke lehernya.

Dia ikut menunduk dengan cepat.

Pedang menancap dengan erat ke batang pohon.

Serpihan kayu kecil berterbangan kemana-mana.

Tu Liong segera melemparkan dirinya ke sebelah kiri untuk menjauhi Boh Tan-ping.

Boh Tan-ping hanya tersenyum sinis.

Dia menarik pedangnya dengan kuat meninggalkan bekas goresan pedang yang mendalam di batang pohon.

Mereka berdua kembali berdiri saling bertukar pandang.

Tu Liong mengeluarkan pisau kecil dari balik bajunya.

Rupanya Boh Tan-ping pun tidak mau kalah, dengan tangan kirinya, dia kembali mencabut pisau kecil yang menyatu dengan pedangnya.

Kedua orang itu berdiri berhadap-hadapan.

Pisau di tangan kiri, pedang di tangan kanan.

Tiba tiba Cu Siau-thian lewat di antara mereka.

Wie Kiehong masih berusaha keras melukainya.

Setelah mereka lewat, Tu Liong langsung melancarkan serangan.

Sekejap saja, Tu Liong sudah melancarkan kombinasi serangan pisau dan pedang berulang ulang ke arah Boh Tanping.

Sambil menangkis serangan, Boh Tan-ping terus melangkah mundur.

Boh Tan-ping tidak mundur terlalu jauh.

Ada sebuah batu besar merintangi jejak jalan mundurnya.

Walaupun sedang menghindari serangan Tu Liong, Boh Tan-ping tetap menyadari adanya batu.

Setelah hampir menabraknya, Boh Tan-ping segera meloncat tinggi.

Tu Liong tidak mau melepaskan Boh Tan-ping begitu saja.

Dia pun ikut meloncat tinggi dan terus menyabetkan pedangnya padanya.

Boh Tan-ping bersalto di udara.

Dia menginjak dahan sebuah pohon dan menggunakannya sebagai pijakan untuk meloncat lebih tinggi dan menghindari tebasan pedang Tu Liong.

Boh Tan-ping mendarat dengan anggun di atas salah sahi dahan pohon.

Tu Liong berdiri diatas dahan pohon yang berseberangan dengan Boh Tan-ping.

Pertarungan babak kedua berhenti lagi.

Keringat mulai bercucuran.

Nafas mulai memburu.

Tidak lama Wie Kie-hong dan Cu Siau-thian kembali lewat diantara mereka.

Mereka berdua pun sedang meloncat-loncat dari pohon ke pohon terus kejar-kejaran seperti anjing mengejar kucing.

Setelah mereka lewat, pertarungan babak ke tiga dimulai.

Tu Liong meloncat menuju dahan yang diinjak Boh Tanping, sementara pada waktu yang bersamaan, Boh Tan-ping juga meloncat menuju dahan yang diinjak Tu Liong.

Mereka bertemu ditengah udara kosong diantara rimbunnya daun-daunan.

Pedang bertemu pedang, pisau bertemu pisau.

Sabetan sabetan kuat dan cepat hanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat.

Kekuatan tebasan mereka menggugurkan daun daun disekitarnya.

Membuat daun-daunan turun ke bumi bagaikan hujan.

Boh Tan-ping mendarat dengan mantap di atas dahan pohon.

Namun ketika dia berbalik, dia terkejut karena Tu Liong sudah kembali meluncur ke arahnya.

Rupanya Tu Liong hanya menggunakan dahan tempatnya mendarat sebagai tolakan agar dia kembali meluncur ke arah Boh Tan-ping.

Tu Liong segera menebaskan pedangnya kuat-kuat.

Boh Tan-ping masih agak kaget.

Namun dia segera meloncat menjauh.

Tebasan Tu Liong tidak mengenai sasaran.

Boh Tan-ping bersalto ketika dia melayang turun kebawah.

Tu Liong kembali menendang dahan pohon tempatnya berpijak agar menjadi tolakan yang kuat untuk mengejar Boh Tan-ping.

Dari posisinya bersalto, mendadak pisau kecil yang dipegang Boh Tan-ping melesat cepat bagaikan panah yang terlepas dari busurnya menuju Tu Liong.

Tu Liong terkejut.

Segera dia memiringkan kepala menghindari pisau.

Tapi pisau itu hanya berhasil menggores kulit pipinya.

Boh Tan-ping sudah mendarat.

Sekarang dia mengayunkan pedang untuk menyambut serangan Tu Liong dari atas.

Kedua pedang kembali beradu.

"TRAAANGGGG" Namun kali ini Boh Tan-ping mengalah dan langsung meloncat mundur agak jauh.

Tu Liong tidak melewatkan kesempatan ini untuk melempar pisau kecil yang masih dipegangnya.

Pisau kecil kembali melesat bagaikan panah menuju dada Boh Tan-ping.

Sekarang giliran Boh Tan-ping yang mengi-baskan pedangnya untuk menepis pisau yang melun-cur ke arahnya.

"TRANGG" Pisau itu terus melesat ke arah yang berbeda, tidak terhindarkan pisau menancap pada batang salah satu pohon.

Kedua orang ini kembali berdiri berhadapan.

Sebatang pohon melintang di antara mereka berdua.

Kali ini Cu Siau-thian dan Wie Kie-hong tidak lagi berkejarkejaran.

Cu Siau-thian terus melangkah mundur menghindari tusukan pisau Wie Kie-hong.

Malang baginya, dia tidak memperhatikan batang pohon yang melintang.

Cu Siau-thian terperanjat ketika dia menabrak batang pohon.

Wie Kie-hong langsung menghujamkan pisau-nya ke leher Cu Siau-thian.

"HENTIKAN!" tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi ditengah hutan Pada saat yang bersamaan, sesosok bayangan seseorang terbang mendekat.

Ternyata orang itu adalah Thiat-yan Kalau orang yang memberi perintah berhenti adalah Tu Liong, mungkin Wie Kie-hong akan mendengarkan perintah dan menghentikan serangan.

Namun sekarang Wie Kie-hong menurun kan pisaunya.

Sepertinya perintah Thiat-yan sudah memberikan dampak yang besar baginya.

Saat ini Cu Siau-thian sedang berdiri membelakangi batang sebuah pohon besar, kalau Thiat-yan tidak keluar menghentikan pertarungan, mungkin dia tidak bisa menghindari serangan Wie Kie-hong, pisau itu pasti sudah menancap di lehernya.

Apakah teriakan Thiat-yan memang bertujuan untuk menolong Cu Siau-thian" Kalau memang untuk menolong Cu Siau-thian, untuk apa dia melakukannya" Jangankan orang lain, bahkan Cu Siau-thian sendiri merasa bingung.

Tentu saja Thiat-yan bisa melihat tanda tanya besar yang tergambarkan didalam tatapan mata Wie Kie-hong.

Tapi dia tidak segera memberikan penjelas-an.

Dia hanya membalikkan tubuh pada Boh Tan-ping dan bertanya, "Paman Boh! mengapa kau ada disini?" "Mereka berdua menculikku kesini" Boh Tan-ping menunjuk pada Wie Kie-hong dan Tu Liong.

"Mengapa?" "Mereka terus berpendapat kalau aku tahu tentang keberadaan Wie Ceng" "Apakah kau tahu?" "Tentu saja aku tidak tahu" "Baiklah! kalau begitu silahkan paman pulanglah dulu" Boh Tan-ping hanya berdiri disana tidak bergerak.

"Paman Boh, apa lagi yang sedang kau tunggu?" "Aku menunggu kau pulang bersamaku" "Tidak perlu.

Aku sudah besar, aku bukan anak kecil lagi." Kata-kata Thiat-yan bermakna ganda.

"Aku bisa mengurus diriku sendiri...." "Baiklah! kalau begitu aku pergi dulu" Cu Siau-thian tidak mencoba menghentikan Boh Tan-ping.

walaupun dia memiliki hubungan dengan Boh Tan-ping, tapi tetap saja dia tidak merasa enak mencegahnya pergi.

Wie Kie-hong dan Tu Liong pun tidak menghalang halangi.

Sepertinya mereka semua mengerti apa maksud nona Thiatyan berkata seperti itu.

Boh Tan-ping berjalan pergi, langkahnya sangat perlahan.

Namun tidak masalah betapa pelannya dia berjalan, pada akhirnya dia berjalan keluar dari hutan.

Thiat-yan memandang Boh Tan-ping sampai sosok tubuhnya tidak terlihat lagi.

setelah itu dia membalikkan tubuh dan berkata dengan lembut pada Wie Kie-hong.

"Wie Siauya, apakah kau tahu mengapa aku mencoba menghentikan serangan mu" Aku meng-hentikanmu karena Cu Siau-thian tidak boleh mati" "Oh...?" "Kali ini aku datang ke Pakhia untuk mencari barang peninggalan milik ayahku.

Kalau Cu Siau-thian mati, kemana aku akan mencarinya lagi" kemana aku akan bertanya?" Cu Siau-thian hanya berdiri disana tidak bergerak sama sekali.

Sekarang situasi sudah menjadi satu lawan tiga.

Namun dia tampak tenang-tenang saja.

"Cu Taiya !" Thiat-yan berjalan mendekat ke arah Cu Siauthian "sekarang sebaiknya kau mulai menjelaskan padaku...." "Nona Tiat!" Cu Siau-thian berkata dengan dingin padanya, "aku katakan bahwa kopor kulit itu mungkin sekarang sedang berada ditangan Leng Souw-hiang.

Kalau kau tidak percaya, aku berjanji akan membantumu mencari tahu.

Tapi aku tidak mendapat hasil apapun kalau begini" "Sepertinya kata-kata yang kau ucapkan tadi tidak pantas diucapkan oleh seorang tuan besar, orang harus berani berbuat dan berani bertanggung jawab, aku adalah generasi muda, kalau tidak mencari tahu kejadian yang sebenarnya, apakah aku masih berani mencarimu sampai kesini?" "Nona Tiat, kau terlalu sungkan, begitu kau datang ke Pakhia, kau langsung melukai banyak orang, apa yang tidak berani kau lakukan?" "Apakah kau sedang berusaha membuatku bimbang?" "Tidak perlu seperti ini" Thiat-yan berpaling pada Tu Liong dan Wie Kie-hong.

"Bisakah kalian meninggalkan kami berdua?" Dari awal Tu Liong hanya terdiam.

Sekarang dia ikut ambil bicara.

"Adik Yan! kau berlaku seperti ini, sepertinya sedikit berlebihan.

Adik Kie-hong sedang menanyakan tentang keberadaan ayah kandungnya.

Sekarang kau tiba-tiba muncul dan berusaha menghentikan dia.

setelah itu kau masih menyuruh kami berdua pergi.

Apakah kau pikir kami akan setuju begitu saja?" Kata-kata ini diucapkan dengan tegas.

Thiat-yan juga pasti berpikir, tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaannya.

Namun tanpa disangka-sangka, Thiat-yan malah tertawa keras.

"Mengenai keberadaan ayah kandung Wie Kie-hong, serahkan urusan ini padaku.

Wie Siauya! apakah kau percaya padaku?" "Nona Tiat! aku memang pernah mempercayai dirimu sebelumnya, mohon nona beri aku batasan waktu agar aku bisa bertanya padamu" "Baiklah! hari ini sebelum lampu dinyalakan" "Baik! Toako ayo kita pergi" Melihat raut mukanya, Wie Kie-hong tahu Tu Liong tidak setuju pergi begitu saja.

Tapi dia sudah mengatakan kalau Wie Kie-hong yang memegang kuasa atas masalah ini.

mana mungkin dia bisa mem-bantah permintaannya" karena itu dia hanya memberi-tahu Wie Kie-hong tentang sebuah masalah.

"Tidak seharusnya Thiat-yan menentukan tempat kalian bertemu?" "Temui aku di kediamanku" "Baiklah! pada waktunya aku pasti akan menemani Wie Kiehong datang kerumahmu" Kata-kata ini jelas memiliki arti yang tersirat.

Walaupun ini urusan Wie Kie-hong, tapi dia tetap merasa harus ikut campur memberikan usulan.

Kedua orang itu lalu berjalan keluar dari hutan.

0-0-0
 Setelah beberapa jauh keluar dari hutan, Mendadak Wie Kie-hong menghentikan langkahnya.

Dia bertanya dengan sungguh sungguh: "Tu toako! coba kau tebak.

Mengapa dia menyuruh kita pergi?" "Mungkin dia memiliki rahasia yang tidak dapat diceritakannya pada kita" "Sepertinya tidak demikian" "Oh..." Kau pikir....?" "Kalau kita tinggal disana, mungkin dia ingin melakukan hal yang agak kasar pada Cu Siau-thian, kita mungkin tidak bisa banyak membantunya.

Tiga lawan satu, kalau berita ini tersebar keluar, sepertinya tidak akan enak di dengar, kalau membantunya, kita akan kesulitan menjelaskan pada orang lain.

Mungkin dia ingin menghindari situasi yang canggung dengan kita.

Karena itu dia berpikir untuk sekalian menyuruh kita berdua pergi." "Kie-hong, sepertinya kau sangat menyukai Thiat-yan" "Apakah kau tidak memiliki perasaan yang baik terhadapnya?" "Sangat sulit dikatakan" Tu Liong lalu mengesampingkan masalah ini dengan membuat sebuah pertanyaan baru.

"Mengenai masalah ayah kandungmu, kau percaya pada siapa?" "Kata-kata siapapun bisa aku percaya, hanya kata-kata Cu Siau-thian yang tidak dapat dipercaya" "Mengapa" "Sangat sederhana, dia mengatakan kalau ayahku adalah prajurit Leng Souw-hiang.

Kalau kata-kata ini dapat diandalkan, ayahku pasti diam diam memperhatikan gerakgerik Cu Siau-thian.

Tadi ketika dia muncul, aku sudah membuat perkiraan, seharusnya ayah kandungku juga menunjukkan diri.

di dunia ini tidak ada ayah yang tidak memperdulikan anaknya." "Ugh.." "Karena itu aku membuat kesimpulan kalau gosip yang mengatakan bahwa ayahku sedang berada dibawah tekanan Cu Siau-thian adalah yang paling bisa dipercaya" "Kalau tebakanmu tepat, kira-kira bagaimana Thiat-yan akan menjawabmu nanti sore?" "Kita tidak perlu menghabiskan tenaga untuk memikirkan hal ini" "Kie-hong! Tiba-tiba saja aku mempunyai sebuah pemikiran" "Pemikiran apa?" "Bagaimana menurutmu kalau kita kembali masuk ke dalam hutan dan melihat-lihat?" "Apakah kau mempunyai maksud khusus untuk melakukan hal ini?" "Aku hanya merasa sekarang setelah kejadi-annya seperti ini, kita tidak seharusnya sembarang an mempercayai orang lain dengan mudah" "Kau mencurigai Thiat-yan?" "Aku mencurigai semua orang" "Kita harus menjadi lelaki jantan" "Seorang jantan memang mendapatkan kekaguman orang lain, tapi juga sering dipermainkan orang lain." "Kalau kau ingin memaksa kembali melihat, aku akan menemanimu" "Aku berani bertaruh.

Sekarang ini Nona Thiat-yan dengan Cu Siau-thian pasti sudah tidak ada didalam hutan itu lagi." "Benarkah?" "Benar atau tidak kita akan segera tahu" Kedua orang ini memutar tubuh dan kembali berjalan ke dalam hutan.

Tu Liong sungguh sangat pandai menebak situasi.

Ternyata memang benar ditengah hutan sudah tidak terlihat siapapun juga, hanya terdengar desir daun ditiup angin semilir.

Pada saat ini, tiba-tiba pada wajah Tu Liong terukir sebuah senyuman.

"Tu toako" Wie Kie-hong bertanya "mengapa kau tersenyum?" "Aku tersenyum karena ekor musang itu sementara waktu belum hilang, malah belum menampakkan diri, namun pada akhirnya pun pasti ketahuan" "Apa arti kata-katamu?" Wie Kie-hong memang lebih polos dibanding dengan Tu Liong.

Dia tidak mengerti arti tersirat dari kata-kata yang sudah diucapkan Tu Liong.

"Kie-hong!" Tu Liong tetap tidak mengatakan dasar dari misteri ini, "sekarang kau pulang, Temui Leng Taiya, tanyakanlah padanya apakah dia bersedia mengikuti jejak Hui Taiya" tanyakan apakah dia sudah siap untuk menemui ajalnya ataukah dia lebih bersedia untuk menceritakan rahasia besar yang disimpannya selama bertahun tahun ini" "Mengapa begitu" Pertanyaannya sangat tidak masuk akal, apakah kau tidak bisa menceritakannya dengan lebih jelas lagi" "Tidak bisa" Tu Liong menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Mengapa" Apakah kau tidak mempercayai ku?" "Kie-hong, kita berdua memiliki perasaan yang sama, kita pun sangat kompak.

Mengapa kau berpikir seperti ini" sebaliknya, aku ingin kau bisa percaya.

Sekarang ini jangan bertanya alasannya, turutilah kata-kataku dan lakukanlah" "Baiklah! kalau begitu dimana kita akan bertemu lagi?" Tu Liong berpikir-pikir, setelah itu dia berkata: "Kita bertemu di kedai teh 'Kie Cui' di Ong Oey Pho.

Kita bertemu sebelum matahari tenggelam.

Seperti biasa, jangan pergi sebelum bertemu" "Baiklah, aku pasti akan datang secepatnya" Wie Kie-hong melangkah cepat keluar dari hutan.

Cukup sulit mencari kereta kuda untuk kembali ke kota.

Setelah bersusah payah, dia memerintahkan kusir kereta segera pergi ke sepuluh gang kecil Setelah kembali ke tempat Leng, Wie Kie-hong segera datang ke kamar tidur ayah angkatnya.

Dia segera membuka pintu masuk kamar.

Leng Souw-hiang terlihat sedang berbaring di atas ranjangnya membelakangi Wie Kie-hong.

Sepertinya dia sedang tertidur lelap.

Wie Kie-hong tidak ingin membangunkannya.

Dia berdiri didepan ranjangnya sangat lama,, berharap ayah angkatnya sadar akan kehadirannya.

Setelah tidak sabar, dia berkata, "Gihu, bangunlah" "Tidak ada jawaban.

Wie Kie-hong terus memanggilnya sampai tiga kali.

setiap kali memanggil, dia menaikkan suaranya.

Mendadak dia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak benar.

Dia segera mengulurkan tubuhnya untuk menggoyang tubuh ayahnya.

Ketika dia melihat wajah Leng Souw-hiang yang sudah menjadi hijau, tanpa disadari dia menghela nafas dalam dalam.

Ternyata Leng Souw-hiang sudah mati.

Kedua matanya membelalak terbuka lebar.

Dari sisi mulutnya mengalir darah.

Wajahnya sudah berubah warna menjadi hijau.

Tanpa diragukan lagi dia mati karena diracun.

Di atas meja ada sebuah poci air panas.

Di dalam gelas masih terisi air setengah penuh.

Penutup pocinya sedikit miring.

Sepertinya Leng Souw-hiang sendiri yang menuangkan air untuk diminum....

Apakah ada racun didalam airnya" Ini tidak benar.

Tangan Leng Souw-hiang sudah tidak ada.

Mana mungkin dia bisa menuang kan air minum?" "Pelayan!" Wie Kie-hong memanggil dengan suara yang ditekan rendah.

Para penjaga pintu segera mendorong pintu kamar tidur dan masuk ke dalam "Setelah aku pergi, siapa yang datang ke dalam kamar ini?" "Selain orang yang bertugas merawat Leng Taiya, tidak ada orang lain yang sudah masuk kemari" "Dengarlah.

Mulai sekarang jangan ijinkan siapapun masuk ke dalam kamar ini.

suruh beberapa orang untuk menahan pelayan yang mengurus Leng Taiya.

Jangan biarkan mereka pergi.

Apakah kau mengarti?" "Siauya, apa yang terjadi dengan tuan besar?" "Tidak ada apa-apa !" Wie Kie-hong berusaha menutupi mayat Leng Souw-hiang dengan tubuhnya.

"Cepat kerjakan perintahku....ingatlah, selain orang orang kepercayaan yang sudah kupilih, siapapun tidakboleh tahu tentang hal ini..." "Baiklah!" "Aku ingin pergi sebentar, semua urusan harus menunggu keputusanku ketika kembali nanti." "Baik" Para penjaga pergi keluar.

Kepala Wie Kie-hong terasa sangat berat.

Siapa yang membunuh Leng Souw-hiang" Bagaimana mungkin tindak tanduknya secepat ini" Serentetan tanda tanya besar muncul didalam hati Wie Kiehong.

Dia sangat tidak sabar ingin segera bertemu Tu Liong dan menanyakan sampai jelas, tapi...

Perlahan lahan dia membuka pintu dan berjalan keluar.

0-0-0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar