Walet Besi Bab 09

BAB 9

Penyelesaian Didalam sebuah rumah makan di sebelah barat kota, Tu Liong menjumpai nona Thiat-yan.

Berdasarkan kata-kata Hiong-ki, pertemuan ini tidak diketahui oleh Boh Tan-ping.

Tu Liong datang kesana bersama Hiong-ki, Namun Hiong-ki tidak ikut makan.

Dia duduk diluar ruang makan untuk berjaga-jaga dan melihat-lihat keadaan, sekaligus menikmati pemandangan alam.

Pada saat itu langit cerah berwarna biru muda, hanya sedikit awan putih yang terlihat di langit.

"Seharusnya sejak awal kita bertemu dan berbicara santai seperti ini" Ini adalah kalimat pembuka yang diucapkan nona Thiatyan.

"Betul" sebelum datang kesini, Tu Liong sudah membuat draft catatan yang ingin dibicarakan, karena itu dia membalas kata-katanya dengan sangat tenang.

"Namun sebelumnya kita berdua harus mempersiapkan diri untuk berkata dengan jujur" "dari awal aku memang bermaksud jujur, bagaimana dengan dirimu?" Thiat-yan masih terlihat santai.

"Tentu saja aku akan jujur padamu" jawab Tu Liong berusaha untuk ikut santai.

Setelah itu Tu Liong langsung mengajukan pertanyaan "Kau datang kemari dan langsung melukai banyak orang.

Apa tujuanmu melakukan hal itu?" "Semua orang yang kulukai adalah mereka yang sudah menjadi kaki tangan dalang kejahatan membantu mencelakai ayahku, aku hanya melukai bagian kecil tubuh mereka, itu sebenarnya sudah sangat baik sekali." "Nona Thiat-yan, aku tertarik dengan kata yang tadi kau gunakan 'kaki tangan'........kalau begitu menurutmu siapakah pelaku kejahatan sesungguh-nya?" Thiat-yan menjawabnya patah demi patah kata dengan jelas: "Cu Siau-thian" Tu Liong terus mendesaknya.

"Apakah kau punya bukti?" "Sebenarnya punya, namun saat ini sulit ditunjukkan" "Kalau begitu mengapa kau tidak langsung menghukum pelaku kejahatan?" "Waktunya belum tepat" "Memangnya apa yang sedang kau tunggu?" "Menunggu sampai kopor kulit peninggalan ayahku sudah ditemukan." "Aku dengar kabar yang beredar.

Menurut gosip katanya ketika ayahmu mendapat celaka, kopor kulit itu sudah di sita di gudang barang sitaan.

Setelah itu Leng Souw-hiang menyuruh orang datang meng-ambilnya" "Ini memang kenyataan, hanya saja belakangan aku ketahui kalau kopor ini jatuh ke tangan Cu Siau-thian.

Leng Souw-hiang selalu menghormati Cu Siau-thian, karena itu dia tidak berani membocorkan rahasia ini keluar" "Mengapa kau tidak pergi mencari Cu Siau-thian?" "Karena kau selalu berada di sisinya" "Kau terlalu tinggi menilai diriku.

Apakah kau takut pada orang yang tidak memiliki nama sepertiku?" "Tentu saja aku tidak takut padamu.

Namun aku tidak ingin melukai orang yang tidak ada hubungannya dengan masalah ini.

aku sudah pernah memperingati Wie Kie-hong hal yang serupa, sekarang ini aku juga ingin memberimu peringatan yang sama.

Jangan menghalangi ku, kalau tidak..." Aku datang kemari bukan untuk men-dengarkan peringatanmu.

Aku datang kemari karena aku ingin mengerti masalah yang sebenarnya terjadi.

Kau tadi mengatakan bahwa kopor ini sedang berada di dalam tangan Cu Siau-thian.

Aku ingin melihat bukti apa yang mendukung kata-katamu ini" "Cepat atau lambat aku pasti akan menunjukkannya padamu." Tu Liong lalu mengajukan topik yang baru.

"Apakah Boh Tan-ping tahu kau datang kemari?" "Dia tidak tahu.

Bukankah tadi Hiong-ki sudah mengatakannya padamu?" "Sebenarnya sebelum aku datang kemari, aku sudah bertemu dengan Boh Tan-ping" "Oh...?" nona Thiat-yan merasa terkejut, "apakah kau yang sudah mengundangnya untukbertemu?" "Tidak.

Dia tiba-tiba datang mencariku" "Apa yang kalian bicarakan?" "Membicarakan tentang masalah ayah Wie Kie-hong.

Menurut kata-katamu pada Wie Kie-hong, ayahnya masih hidup.

Hanya saja sekarang ini dia sedang berada dibawah penindasan Cu Siau-thian.

Tapi berdasarkan apa yang sudah dikatakan oleh Boh Tan-ping, cerita kalian berdua bertolak belakang" "Bagaimana ceritanya?" "Dia mengatakan bahwa Wie Ceng belum mati, mengenai cerita bahwa dia meninggalkan kediaman keluarga Leng Souw-hiang untuk menunaikan tugas, itu hanyalah isapan jempol saja.

Sebenarnya Leng Souw-hiang sengaja mengaburkan kejadian yang sebenarnya agar gerak-gerik Wie Ceng selanjutnya tidak akan diperhatikan orang lain" "Apakah benar Boh Tan-ping berkata seperti itu?" "Kau seharusnya dapat melihatnya.

Aku bukanlah orang yang suka berbohong" "Kau juga harus mempercayai kata-kataku.

Kalau Boh Tanping tidak sengaja mengatakannya untuk menggoyang fakta, dia pasti sudah menjadi korban penipuan Cu Siau-thian.

Wie Ceng sebenarnya sedang dibawah tekanan Cu Siau-thian.

Suatu saat nanti kau pun pasti akan mengerti" Tu Liong merasa sulit membuat kepastian.

Sebenarnya kata-kata siapakah yang dapat dipercayainya" Tapi dia sangat menghargai jawaban Thiat-yan, karena pemecahan masalah ini sangat menentukan banyak hal.

Sementara waktu dia mengesampingkan masalah ini.

dia lalu mengajukan pertanyaan yang lain.

"Thiat-yan, kapan kau berencana untuk turun tangan memaksa Cu Siau-thian menceritakan tentang kopor kulit berwarna kuning itu?" "Malam ini" "Apakah kau yakin bisa mendapat jawaban-nya?" "Kalau kau tidak ikut campur, setidaknya aku tidak merasa khawatir" Thiat-yan menjawab pertanyaan dengan sangat pandai.

Tentu saja ada kemungkinan kata kata ini keluar dari lubuk hatinya yang terdalam.

Pendek kata, kata-kata Thiat-yan ini tersirat niat persahabatan.

"Baiklah, aku akan menggunakan waktu yang tersisa untuk membuktikan yang mana yang benar yang mana yang tidak benar.

Malam ini aku tidak akan berada dirumah.

Nona, aku harus memberitahu satu hal.

Kau mungkin tidak memiliki kesempatan seperti yang kau bayangkan" Thiat-yan tertawa tapi tidak berkata apa-apa.

Setelah itu kedua orang ini bersama-sama makan makanan yang sudah terhidang didepan mereka dengan santai.

Selain itu mereka masih mengangkat cawan arak dan saling tos.

"Nona, ada satu hal yang sangat mengganjal di dalam hatiku" "Oo...?" "Mengapa kau bisa menerima Boh Tan-ping yang bermuka dua?" Thiat-yan berkata dengan penuh perasaan: "Orang itu sudah kupanggil paman dari kecil.

Setelah aku tahu dia masih mempertahankan hubungan dengan Cu Siau-thian, aku tetap tidak bisa berpaling muka darinya.

Lagipula ini bukan waktu yang tepat untuk berpaling." "Betul ! kata-katamu yang terakhir adalah kata-kata yang paling masuk akal" Thiat-yan tertawa manja.

Dia memiliki sifat lemah-lembut yang biasa dijumpai dikalangan nona muda, namun dia juga memiliki ketegasan yang dimiliki kaum pria.

"Aku datang ke Pakhia, lalu mengenal kau dan Wie Kiehong, aku merasa senang.

Sayang sekali diantara kita terdapat hubungan balas budi dan balas dendam yang rumit.

Masing-masing punya pendirian sendiri, kalau tidak...." "Nona, aku adalah orang yang sangat menyunjung tinggi kebenaran, dan menentang orang-orang yang berbuat jahat.

Nona tenang saja.

Didalam situasi apapun, kita bertiga selalu bisa menjadi kawan baik" "Benarkah?" "Aku tidak pernah berbohong" "Kalau begitu aku pantas memanggilmu dengan sebutan Tu toako" Tu Liong hanya tertawa, Thiat-yan juga ikut tertawa.

Sepertinya semua masalah persahabatan diantara mereka sudah terselesaikan "Adik Yan!" sekarang Tu Liong sudah menyebutnya dengan panggilan yang lebih akrab.

"Ada satu hal yang ingin kujelaskan.

Aku hanya memberimu satu kesempatan untuk datang menghadap Cu Siau-thian menanyakan tentang barang peninggalan ayahmu itu" "Hanya memberiku satu kesempatan" Apa maksud katakatamu itu?" "Hanya malam ini" "Sebenarnya aku juga hanya bisa melakukan malam ini saja..." "Oo..?" Tu Liong menyadari bahwa raut wajah Thiat-yan segera berubah menjadi serius, segera dia bertanya, "apa maksud kata-katamu itu?" "Toako! apakah kau masih belum mengerti" Cu Siau-thian tidak hanya memiliki ilmu silat yang hebat, selain itu dia juga pandai membuat siasat.

Aku hanyalah seorang gadis kecil, mana mungkin aku bisa menang melawan dia" Yang aku miliki hanya sebuah hati yang berbakti, dan darah yang panas.

Tapi pasti ada orang yang membantuku membalas dendam." Walaupun Tu Liong sangat terenyuh, tapi dia tidak menjawab.

Dia sangat mengerti bahwa janji yang diucapkan seperti bekas tato yang ditempel besi panas, selamanya dia tidak bisa ingkar.

Acara makan siang bersama ini harus berakhir juga.

Karena Thiat-yan sudah minum beberapa cawan arak, kedua pipinya merona merah.

Dia tampak semakin manis.

Diam-diam Tu Liong terpesona.

Namun dia berusaha untuk menahan perasaannya.

Setelah selesai, kedua orang ini berdiri.

Tempat mereka berdua makan adalah sebuah ruang makan tertutup, pintu masuknya ditutup rapat.

Tu Liong menarik pintu masuk bermaksud keluar bersiap-siap membayar rekening.

Tanpa diduga ternyata Hiong-ki sedang berdiri tegak didepan pintu masuk.

"Mengapa Hiong heng tidak masuk kedalam dan duduk bersama kami?" Mendadak Hiong-ki jatuh bergedebuk kedepan, sebuah pisau menancap di punggung.

Thiat-yan segera menggeliatkan tubuh bermaksud melesat menerjang keluar.

Namun dengan cepat Tu Liong menjulurkan tangannya dan menahan gerakannya.

Segera dia bertanya: "Kau mau kemana?" "Mengejar pelakunya" "Adik Yan!" mungkin karena tegang, secara reflek dia kembali memanggil panggilan akrabnya.

"Kepandaian Hiong-ki sangat tinggi, kau sudah tahu tentang hal ini.

kalau ada orang bisa begitu mudah menancapkan pisau di punggungnya, walaupun menemukan pelakunya, apa yang bisa kau lakukan terhadapnya?" Thiat-yan hanya mendengus keras.

Dia lalu melihat mayat yang tergeletak di tanah.

Dia tidak berkata sepatah katapun.

"Adik Yan! ayo kita pergi dari sini" "Apakah kita akan membiarkan Hiong-ki terbaring disini dan tidak memperdulikannya?" "Bukan tidak memperdulikan, tapi sekarang ini bukan waktu yang tepat.

Petugas polisi di Pakhia sangat merepotkan.

Bagaimana kau akan menghadapi mereka?" "Kalau begitu....kalau begitu apa yang harus kita lakukan sekarang?" "Percaya padaku.

Seluruh masalah ini akan kuselesaikan sendiri, kau harus segera pergi dari sini....

ayo kemari!" Tu Liong segera menarik tangannya "Cepat ikut aku" Kebetulan sekali seorang pelayan datang membawa sepiring makanan ringan.

Tu Liong segera mencegatnya: "Ayo antarkan, kami ingin membayar rekening" "Tidak perlu terburu-buru! "pelayan itu berkata dengan ramah, "coba anda cicipi makanan ringan ini, ini adalah makanan spesial yang khusus dibawakan dari tempat jauh...." "Kami akan memakannya lain kali.

Kami masih ada urusan mendesak!" Tu Liong khawatir pelayan ini menemukan mayat yang tergeletak di lantai.

Kalau dia berteriak teriak, mereka berdua pasti akan sulit melarikan diri.

karena itu dia terus mendesak pelayan tadi mengantar mereka kebawah.

Sampailah mereka di kasir tempat membayar makanan yang terletak didepan.

Segera Tu Liong membayar semua rekening makanan.

Setelah itu dia segera menarik Thiat-yan pergi.

Di luar rumah makan ada kereta kuda yang menunggu tamu yang ingin menumpang.

Kedua orang ini segera naik kereta.

Tu Liong segera menyuruh kusir kuda untuk berangkat: "Ke pintu sebelah barat kota" Dia lalu menurunkan tirai penutup jendela.

Kereta kuda langsung bergerak.

Tangan Thiat-yan masih berada di dalam genggaman tangan Tu Liong.

Kedua orang ini tampaknya tidak menyadarinya.

"Sekarang keadaan sudah berubah menjadi buruk.

Ada banyak hal yang harus aku mengerti, apa hubungan Hiong-ki dengan dirimu?" "Ceritanya panjang" "Kalau begitu tolong buatlah ceritanya menjadi singkat dan jelaskan padaku" "Dia seorang pengembara yang terkenal yang disebut "Dia yang berjalan sendirian"...." "Pengembara" Bagaimana kau bisa berhu-bungan dengan seorang pengembara?" "Kau mungkin sudah salah paham.

Orang -orang menyebutnya sebagai seorang pengembara karena dia tidak memiliki rumah ataupun keluarga.

Tidak punya ayah ataupun ibu.

Mereka tidak menyebutnya sebagai 'bandit pengembara'.

Kalau dia masih lebih muda sepuluh tahun, dia pasti akan dipanggil 'seorang pendekar dari negri timur'.

Kami berdua bertemu secara tidak sengaja.

Pada waktu itu aku baru berumur lima belas tahun.

Sejak saat itu, dia selalu memperhatikanku, dan merawatku....

"Kalau begitu kalian berdua pasti memiliki hubungan yang dekat" "Betul.

Hubungan kami seperti seorang ayah pada anak perempuannya.

Seperti kakak pada adik perempuannya.

Didalam hatiku, dia seperti seorang dewa pelindung" Kalian adalah orang yang sangat lurus.

Sekali melihatnya, aku langsung merasa kagum padanya....

betul juga! dia mempunyai sepucuk surat, ini adalah surat rahasia yang ditulis oleh Cu Siau-thian untuk Boh Tan-ping.

Apakah kau pernah melihat surat ini sebelum-nya?" "Belum.

Dia tidak pernah mengatakan tentang masalah ini padaku" "Aneh" seharusnya dia sudah memberitahu" "Dia tidak senang mengatakan kejelekan orang lain.

Aku pernah bertanya padanya, bagaimana pandangannya terhadap Boh Tan-ping.

dia hanya tertawa dan tidak berkata apa-apa" "Aneh.

Dihadapanku dia sudah beberapa kali mengatakan kejelekan Boh Tan-ping....adik Yan! dia begitu memperhatikan dirimu.

Kalau kau harus menghadapi seorang penjahat, dia pasti akan mengingatkanmu." "Sejauh pengetahuanku, dia adalah orang yang cuek (tidak banyak perduli).

Tapi didepanku dia selalu tertawa dengan sangat hati-hati.

berkata satu kalimat, melakukan suatu hal, selalu dilakukan dengan penuh perhatian." "Baiklah.

...

sekarang kita bahas pertanyaan kedua! Kirakira siapa yang membunuh Hiong-ki?" "Menurutmu?" "Aku yakin orang itu adalah Boh Tan-ping" "Mengapa kau tidak menyangka orang lain" Mengapa kau langsung menunjuk padanya" jangan menilai dengan subjektif" "Aku mengatakan hal ini karena aku memiliki sebuah bukti" "Apa buktinya?" "Aenjata yang digunakan oleh Boh Tan-ping adalah pedang bergigi gergaji" "Betul" "Kemarin ini dia pernah menghadang jalanku, lalu bermaksud membunuhku.

Untung saja sebelum dia berhasil, Hiong-ki datang menolongku" "Apakah benar terjadi seperti ini?" Thiat-yan terlihat sungguh terkejut "Bahu kananku terluka parah.

Sekarang bahu ini sudah kuobati.

Kalau tidak percaya, silahkan lihat" "Aku percaya....hanya saja pendapatmu yang mengatakan bahwa Boh Tan-ping sudah membunuh Hiong-ki, aku tidak setuju" "Kenapa?" "Selain senjata pedang bergigi gergaji yang digunakan Boh Tan-ping, dia tidak memiliki senjata yang lain.

Terlebih lagi pengalamannya berkelana di dunia persilatan, Boh Tan-ping tidak mungkin menye-rang seseorang dari belakang." "Aku percaya kesimpulan yang kau buat.

Apakah mungkin ada orang lain yang ikut ambil peran" Siapakah orang ini?" "Aku curiga Cu Siau-thian" Tebakan yang dibuat oleh kedua orang ini terasa saling menuding...

"Mengapa kau curiga dirinya?" walaupun hati Tu Liong mulai panas, namun dia tetap terlihat tenang.

"Hiong-ki selalu mengorek-ngorek dan menye- barkan rahasia pribadi Cu Siau-thian.

Tentu saja Cu Siau- thian harus membunuhnya...." "Sekarang aku akan mengantarmu pulang.

Malam ini sebelum kau bertemu dengan Cu Siau-thian, aku ingin bertemu dulu denganmu." Berkata sampai sini, Tu Liong segera memp-rintahkan sais kereta kuda agar berputar kembali ke gang San-poa untuk mengantar Thiat-yan.

Setelah Thiat-yan turun, kereta kuda berputar kembali menuju timur ke arah perumahan mewah.

Tidak lama kereta kuda sampai di depan kediaman Leng Taiya.

Wie Kie-hong sedang murung dan mengurung diri didalam kamarnya.

Setelah Tu Liong datang, barulah Wie Kie-hong mau membuka pintu.

"Kau kenapa" sedang murung?" "Tu toako! melihat gelagatmu sepertinya ada urusan yang penting" "Aku ingin memberitahumu sebuah kabar buruk" "Oh...?" "Hiong-ki sudah mati" "Oh!" Wie Kie-hong langsung loncat dari tempat duduknya.

Didalam benaknya Hiong-ki sudah sangat dekat baginya.

"Mati" Bagaimana matinya?" "Sebuah pisau menancap di punggungnya" "Bagaimana mungkin" Kungfunya...." "Kie-hong! orang yang memiliki ilmu silat yang lebih hebatpun belum tentu bisa terus hidup kalau pisau menancap di punggungnya.

Kejadian ini sangat mengerikan." "Sepertinya ada hal lain yang ingin kau katakan" "Aku tidak bermaksud mengatakan hal yang lain.

Aku hanya berharap kau bisa meningkatkan kewaspadaan.

Diamdiam ada musuh lain yang sedang memperhatikan kita" "Siapa?" "Aku juga tidak tahu siapa orangnya.

Tapi bagaimanapun tetap saja ada seorang musuh yang seperti ini, mungkin lebih dari satu orang.

Bagaimana pun sebaiknya kita waspada" "A pakah kau datang kemari untuk menyampaikan ini?" "Ya" "Kau tidak perlu berkata pun aku sudah tahu.

Melihat dari gelagat ketika kau datang, aku tahu pasti sudah terjadi suatu hal genting." "Wie Kie-hong!" Bagaimanapun kalau Wie Kie-hong dibandingkan dengan dirinya, tampak Tu Liong lebih dewasa, ini karena dia lebih bisa mengontrol emosinya.

"Setidaknya ada satu hal yang membuat mu senang, yaitu kabar kalau ayahmu masih hidup.

Bagaimanapun juga ini lebih baik daripadaku.

Aku sendiri bahkan tidak tahu bagaimana rupa ayah kandungku sendiri" "Tu toako! aku...." "Kau dengar dulu apa yang ingin ku katakan.." Tu Liong menghirup nafas dalam-dalam.

Suaranya yang nyaring dan bertenaga itu perlahan lahan berkata: "Selama orang masih hidup di dunia, selain kasih sayang antar sesama keluarga, masih ada banyak hal yang lebih berharga.

Hal ini adalah hal penting yang harus diperhatikan.

Selain tata krama, masih banyak aturan yang harus dipatuhi.

Wie Kie-hong, selain memikirkan ayah kandungmu, selain berharap agar dirinya selamat dari bahaya, berharap hidup tenang sampai tua, apakah kau tidak memikirkan hal lainnya?" Kata-kata ini lumayan panjang, lumayan menusuk.

Namun tetap saja Tu Liong mengatakan semuanya sekaligus.

Dia bahkan tidak memasang banyak jeda ditengah kata-katanya.

Wie Kie-hong mendengar semua nasihat ini, sepertinya dia terkejut mendengar setiap patah kata nasihatnya.

Setelah Tu Liong selesai mengatakan semuanya, segera dia berkata: "Tu toako! aku bukanlah orang seperti itu.

aku selalu mementingkan tata krama, tapi juga menjunjung tinggi kepercayaan pada teman...." "Tiga kata terakhir yang kau ucapkan tadi, tentang "kepercayaan pada teman" apakah kau sedang menunjuk pada diriku?" "Tentu saja" "Tadi di dalam kediaman Cu Taiya, aku sudah bertindak keras padamu.

Apakah kau menyalahkan-ku?" "Tentu saja aku tidak menyalahkanmu.

Cu Taiya sudah memperlakukanmu dengan sangat baik, kau pun tidak bisa tidak menolongnya ketika dia sedang mendapat masalah.

Karena itu tadi aku segera pergi meninggalkannya.

Aku tidak ingin berselisih dengan dirimu" "Kie-hong!" Tu Liong mengangkat tangannya, lalu menepuk bahu Wie Kie-hong.

Dia berkata dengan sangat senang.

"Kau sungguh seorang adik yang sangat baik.

baiklah kalau begitu, sekarang kita akan membahas masalah yang penting" "Aku tahu kau ada urusan yang penting" "Berkata kesana kemari tetap saja ingin membicarakan tentang ayahmu...." "Aku sangat berterima kasih atas perhatianmu.

Apakah kau sudah mendengar kabar baru?" "Ayahmu masih hidup, ini sangat jelas, hanya saja banyak orang yang bercerita, dan masing-masing versinya berbeda, katanya ayahmu sedang berada di bawah tekanan Cu Siauthian, tidak ada kebebasan untuk berbuat apa-apa...." "Betul.

Aku sudah mendengar gosip yang berkata seperti itu." Wie Kie-hong menambahkan.

"Ini adalah kata yang sudah dikatakan oleh Hiong-ki dan Thiat-yan.

Tapi aku mendengar berita lain yang nadanya bertolak belakang dengan yang pertama.

Wie Kie-hong, apakah kau pernah mendengarnya?" "Belum" "Menurut gosip itu, ayahmu sama sekali tidak keluar menunaikan tugas.

Leng Souw-hiang sudah menyuruhnya memalsukan berita membuat alibi palsu, sehingga dia bisa menjadi prajurit khusus bagi dirinya.

Dia bisa menyuruhnya setiap saat untuk melakukan kejahatan apapun tanpa diketahui umum.

"Apakah....apakah ini adalah kenyataan?" "Jujur saja aku katakan.

Pertama kali aku tidak percaya gosip semacam ini.

sekarang ini aku sedikit goyah.

Mungkin juga berita ini benar" "Tidak !" Wie Kie-hong menggeleng-geleng kepalanya dengan sangat sedih, "Ayah angkatku adalah generasi tua yang penuh kasih sayang dan tanggung jawab, dia bukan orang semacam itu" "Kau salah! siasat para pejabat pemerintahan sangat dalam bagaikan lautan.

Mereka jauh lebih berbahaya daripada para pendekar yang sudah berkecimpung di dunia persilatan.

Leng Taiya sudah puluhan tahun berkecimpung dalam dunia pemerintahan.

Dia pasti sudah punya karakter semacam itu.

kau yang sudah melihatnya sendiri" "Aku ........aku sungguh tidak tahu harus bagaimana menghadapi masalah ini.

bisakah kau beri aku sedikit petunjuk" "Kita sudah mendengar dua macam gosip yang beredar.

Kedua gosip ini tidak boleh kita percaya begitu saja.

Kita harus menyelidiki kebenarannya dengan kepala dingin.

Untuk menghindari masalah hubungan dengan majikan, sebaiknya kita berbagi tugas.

Kau pergi menyelidiki Cu Siau-thian, aku akan pergi menanyai Leng Taiya." "Diantara mereka terdapat perbedaan yang sangat besar" "Apa perbedaannya?" "Cu Taiya masih sehat.

Leng Taiya sedang sakit berat dan hanya bisa berbaring di ranjang.

Kita tidak bisa menggunakan cara yang sama untuk menghadapi mereka" "Kie-hong! bagaimana rencanamu untuk menghadapi Leng Taiya?" "Pertama-tama aku akan memohon dengan segenap hati.

kalau sampai terakhir aku tidak berhasil, aku terpaksa menggunakan kekerasan..." "Kau tenang saja, aku tidak akan menggunakan kekerasan untuk menghadapi Leng Taiya.

Pertama, dia juga tidak menguasai ilmu silat, kedua umurnya pun sudah sangat tua.

Ketiga, dia sedang merawat luka.

Kalau aku menghadapinya dengan tidak baik, bukankah ini namanya tidak sopan?" "Tu toako, tiba-tiba aku menyadari bahwa kata-katamu bertentangan" Tu Liong terkejut.

Dia lalu bertanya: "Kata-kataku bertentangan" coba kau katakan apa yang bertentangan itu" "Tadi kau mengatakan bahwa selain hubungan kekeluargaan, masih ada banyak hal yang harus lebih di junjung tinggi.

Namun sekarang kau membuat pengaturan seperti ini, semuanya demi mencari tahu keberadaan ayahku.

Sepertinya semua urusan selain hal ini sudah kau anggap tidak terlalu penting.

Bukankah ini adalah hal yang bertentangan?" "Kita membuat pengaturan seperti ini bukan untuk menolong ayahmu, juga bukan untuk mempertemukan kau dengan ayahmu.

Kita melakukan ini untuk mencari tahu kebenaran.

Apakah kau mengerti" Kita sekarang sedang mencari kebenaran, mungkin pada waktu pencarian kita harus melukai perasaan beberapa orang, namun kita terpaksa melakukannya." "Baiklah! kalau begitu ayo kita lakukan" Mereka berdua memutuskan sebuah rencana lalu mengatur apa yang akan dikerjakan.

Setelah selesai, Wie Kie-hong segera pergi ke kediaman Cu Taiya meninggalkan Tu Liong di dalam kamarnya seorang diri.

0-0-0
 Kediaman Cu Taiya tampak lebih ramai.

Wie Kie-hong datang kesana mengetuk pintu, seperti sebelumnya dia memohon untuk bertemu.

Diluar dugaan, Cu Taiya mau menemuinya.

Malah dia menyambutnya dengan ramah.

"Kie-hong! apakah kesalahpahaman mu kemarin sudah jelas?" "Diantara kita berdua tidak pernah ada salah paham" "Kau masih berkata tidak ada salah paham" Itu bukan suatu urusan kecil, kau harus melihat kemarin ini betapa besar emosimu.

Masih untung aku masih bisa mengalah dan menenangkan diri.

kalau tidak...." "Sekarang aku datang kemari bukan untuk meminta maaf.

Aku juga datang kemari bukan untuk mendengar penjelasanmu.

Aku datang kemari karena aku masih ingin mencari tahu jawaban dari pertanyaanku kemarin.

Aku punya beberapa bukti yang bisa membuktikan bahwa ayahku sekarang sedang berada dibawah tekanan mu." "Aku tidak mengakuinya" "Tadi aku pergi karena Tu Liong ada disini.

Anda harus mengerti hubunganku dengan Tu Liong." "Kalau aku tidak sedang menghargai perasaan diantara kalian, apakah kau pikir aku akan mengijinkanmu pergi dengan begitu mudah?" "Bagaimana dengan sekarang?" "Sekarang" Ada apa dengan sekarang?" "Sekarang Tu toako sudah memutuskan hubungan denganmu.

Kau tidak perlu lagi mempertimbangkan dirinya, betul tidak?" "Kie-hong! kau adalah seorang generasi muda, pandanganku tidak seperti pandanganmu.

Kau datang kemari dengan harapan setelah memecahkan misteri, kau bisa mendapat jawaban yang sebenarnya" "Kau tidak perlu berkompromi denganku.

Kau juga tidak perlu mengatakan kata-kata yang enak didengar.

Aku punya kepercayaan diri, aku tidak perduli betapa kata-kataku sangat melukai hatimu, kau tidak mungkin melukaiku" "Mengapa?" "Karena ayahku tidak mungkin dengan begitu mudahnya membiarkanmu melukai anaknya sendiri, cobalah, pada waktunya ayahku pasti akan keluar" Wajah Cu Taiya menjadi hijau.

Nafasnya mulai memburu.

Sepertinya amarah yang ada di dalam hatinya sudah membuat tenggorokannya tercekat.

Dia ingin mengatakan sesuatu tapi tiada kata yang keluar.

Dibelakang dirinya sudah berdiri empat orang pengawal.

Semua berbadan besar dan tinggi tegap.

Sepertinya mereka semua bisu, dan juga tuli.

Namun mereka semua menatap majikannya, sepertinya sedang menunggu perintah.

"Wie Kie-hong !" Cu Siau-thian berdiri.

Dia berkata dengan dingin, "kau terlalu muda, kau sangat mudah diperdaya oleh orang lain.

Cepat katakan padaku, siapa yang sudah memberitahumu semua itu.

cepat katakan" "Tidak perlu dikatakan.

Orangnya sudah mati" "Sudah mati?" "Untuk apa membesar-besarkan masalah " orang ini sudah dibunuh olehmu.

Mana mungkin kau tidak mengetahuinya?" "Kie-hong ! aku sudah sangat berbaik hati padamu.

Kalau kau terus berlaku tidak sopan pada generasi tua, aku harus mendidikmu" "Tidak perlu berkata seperti ini.

aku datang seperti ini, dan lalu berkata dengan sikap yang seperti ini padamu, sudah tidak ada lagi hubungannya dan rasa hormat pada generasi leluhur ataupun generasi muda.

Cu Taiya! tolong beri tahu padaku.

Dimana ayahku berada" "Aku tidak tahu" "Kata-katamu tidak akan bisa mengusirku dengan mudah." "Sebenarnya apa yang kau inginkan?" "Aku ingin mencari ayahku" "Ayahmu sedang berada di Pakhia.

Ayahmu masih hidup.

Ini aku tahu, tapi aku sama sekali tidak tahu dia ada dimana, dia tidak pernah meng-hubungiku" "Mengenai masalah ayahku, apakah kau tidak pernah mendengar kabarnya sama sekali?" "Aku sudah mendengar sangat banyak" "Boleh aku tahu" "Aku belum bisa memberitahu" Cu Taiya menggelenggelengkan kepala, "karena kau sudah menilai diriku dengan sebuah pandangan buruk.

Kalau kau mempunyai pandangan buruk, walaupun aku sudah mengatakan yang sebenarnya, kau belum tentu percaya padaku." "Cu Taiya, aku bisa membedakan mana yang benar mana yang salah.

Mana omongan yang jujur mana yang bohong.

Aku pasti akan mendengarkan semuanya" "Ayahmu adalah seorang pembunuh yang sangat terkenal di Pakhia" "Pembunuh?" Wie Kie-hong sangat terkejut.

"Kalau tidak percaya kau boleh bertanya- tanya.

Lagipula semua orang di Pakhia sudah mengetahui masalah ini" "Jangan-jangan ayahku sudah mengandalkan hidupnya dengan membunuh orang lain." "Dia tidak menggantungkan hidupnya dengan membunuh orang lain, tapi membunuh demi membalas budi.

Dia tidak membunuh demi uang, tapi membunuh demi Leng Souwhiang" Semua cerita yang disampaikan oleh Cu Siau-thian memang sejalan dengan apa yang sudah didengar nya selama ini.

hanya saja ada kemungkinan berita yang didengarnya selama ini juga disebarkan oleh Cu Siau-thian.

Sekarang dia mengatakan hal ini, tentu saja membuat dia bertambah ragu.

"Aku tahu kamu tidak mungkin percaya" "Cu Taiya, kamu mengatakan semua ini, apakah semuanya hanya omong kosong saja" Ataukah kamu punya bukti?" "Tentu saja aku punya bukti" "Kalau begitu coba ceritakan" "Hui Ci-hong adalah salah satu korban yang sudah dibunuh ayahmu" "Bohong!" "Aku sama sekali tidak bohong.

Baru saja dia membunuh satu orang lagi" "Siapa" "Hiong-ki" Wie Kie-hong pertama-tama termenung.

Setelah ihi dia tertawa keras.

"Apa yang kau tertawakan?" "Aku sedang menertawakan dirimu.

Kau sungguh sangat licik.

Jelas sekali Hiong-ki sudah dibunuh olehmu, lalu kau mengatakan kalau ayahku yang membunuhnya.

Apakah kau pikir aku akan langsung mempercayainya?" "Suatu hari nanti kau pasti akan percaya" "Kau mengatakan kalau aku melihatnya sendiri, aku pasti akan percaya, betul?" "Bukan....kau akan percaya setelah aku mati" Wie Kie-hong tertegun sangat lama.

Dia dapat melihat gelagat yang ditunjukkan Cu Siau-thian.

Dia tampak sangat serius dan sangat murung.

Dia tidak tampak seperti sedang bercanda, juga tidak sedang berbohong.

"Orang selanjutnya yang akan dibunuh ayahmu adalah diriku" Cu Siau-thian berkata patah demi patah kata dengan keras "waktunya adalah nanti malam" Mengatakan perihal kematian adalah urusan yang menakutkan yang lazim ditutup tutupi.

Setiap kali seseorang mengatakan tentang hal ini orang itu selalu merasa hatinya seperti diselubungi bayangan gelap.

Karena itu Wie Kie-hong merasa bahwa Cu Siau-thian sedang merasa sangat berat hati.

Kalau Cu Siau-thian adalah target ayahnya selanjutnya, semua keadaan sekarang berbalik.

Hanya dalam seketika ini saja, Wie Kie-hong merasa terenyuh.

"Kie-hong! kau seharusnya mengerti, orang yang paling aku percayai adalah Tu Liong.

Tapi Tu Liong sudah memutuskan hubungan denganku.

Apakah kau tahu mengapa ini terjadi?" Cu Siau-thian berhenti berbicara untuk beristirahat sejenak.

Setelah itu dia melanjutkan kata-katanya, "Ini karena aku sengaja membiarkan dirinya memutuskan hubungan denganku." "Mengapa kau melakukan hal itu?" "Ayahmu mau membunuhku.

Tu Liong pasti akan sekuat tenaga berusaha melindungiku.

Pada dasarnya Tu Liong bukan tandingan yang seimbang kalau harus melawan ayahmu.

Kalau begitu caranya, bukankah aku sama seperti menyuruhnya mati" Karena itu aku membiarkan dia memutuskan hubung-an agar dia tidak terlibat masalah ini, untuk meng-hindari dirinya dari masalah." Saat ini, perasaan dan pikiran Wie Kie-hong menjadi sangat rumit.

Rumitnya sampai mencapai batas.

Orang yang selama ini dikiranya sebagai seorang pembunuh yang kejam, ternyata adalah seorang pahlawan dunia persilatan.

Setelah semakin jauh mencari tahu, ternyata malah ayahnya sendiri pembunuh yang sedang dicarinya.

Kenyataan yang sungguh mengerikan Tapi apakah kata-kata Cu Siau-thian dapat diandalkan" Kalau begitu saja mempercayainya sepertinya tidak mungkin.

Tapi kalau harus sama sekali tidak mempercayainya, Wie Kie-hong pun tidak mampu melakukannya.

Dia tidak pernah tahu bagaimana tabiat dan karakter ayah aslinya, apa saja yang sudah dikerjakannya.

Terhadap kejadian yang sebenarnya pun dia sama sekali tidak tahu.

Karena itu dia tidak mampu membuat sebuah dugaan yang setidaknya mendekati apa yang sedang terjadi.

"Cu Taiya, kalau semua yang sudah kau ucapkan tadi adalah kenyataan, aku akan menghargai informasimu.

Tapi kalau ternyata kata katamu tadi tidak benar, pada akhirnya aku pasti akan mengetahuinya.

Pada waktu itu aku pasti akan datang kemari mencarimu.

Aku tidak mungkin memaafkan orang yang sudah menjelek-jelekkan nama ayahku." Setelah Wie Kie-hong mengucapkan semua yang ingin dikatakannya, dia lalu bertanya lagi, "Cu Taiya, apakah kau bisa membuktikan semua kata-katamu tadi?" "Kau hanya perlu menunggu.

Nanti kau akan melihat sendiri buktinya" "Menunggu dan melihat sendiri?" "Betul.

Setelah kau melihat mayatku, kau akan tahu kalau semua yang sudah kukatakan tadi adalah kenyataan.

Tidak akan ada orang yang mau menggunakan nyawa sendiri sebagai pembuktian ucapannya sendiri" Wie Kie-hong berkata dengan emosi: "Kalau ayahku memang seperti apa yang sudah kau ceritakan, aku pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk menghentikannya.

Cepat katakan padaku, dimana aku bisa menemuinya" "Di kota Pakhia ini hanya ada satu orang yang tahu persis dimana dia berada" "Siapa?" "Leng Souw-hiang" Wajah Cu Siau-thian tampak serius namun murung.

Katakatanya pun diucapkan dengan penekanan yang kuat.

Kalau semua yang sudah diucapkannya tidak benar, maka dia pastilah seorang pembohong yang sangat berbakat "Aku ingin menanyakan satu hal lagi padamu.

Pada waktu itu kalian mencelakai Tiat Liong-san, apa sebenarnya motivasi kalian?" "Apakah kau ingin mendengar jawaban yang sebenarnya ataukah jawaban yang enak didengar?" "Tentu saja jawaban yang sebenarnya" "Semua orang sudah tahu kalau aku punya dendam dengan Tiat Liong-san.

Karena itu aku berurusan dengan pejabat pemerintahan, dan lalu bekerja sama mencelakai dia.

Sebenarnya akulah yang dirugikan....

Wie Kie-hong tidak melanjutkan pertanyaan.

Dia hanya diam menunggu lanjutan kalimatnya.

"Sebenarnya orang yang ingin mencelakai Tiat Liong-san adalah Leng Souw-hiang.

Dia ingin mendapatkan barang berharga miliknya.

Pada saat itu Leng Souw-hiang adalah tangan kanan raja Su-cen.

Siapa yang tidak menghormatinya" Aku dulu juga bukan siapa-siapa." Kalimat ini bisa dipercaya.

Walaupun di kalangan dunia persilatan, Cu Siau-thian adalah seorang pendekar yang sangat terkenal, namun di dalam kota, ditengah tengah kalangan pejabat pemerintahan, dia tidak lebih dari seorang pengembara.

"Pada akhirnya, apakah Leng Taiya men-dapatkan barang yang diinginkannya?" "Yang pasti pada saat itu Tiat Liong-san terlihat membawa sebuah kopor kulit" "Apa isi kopor kulitnya?" "Aku tidak tahu" "Lalu apa maksudmu mengirim tiga pucuk surat rahasia pada mereka semua?" "Semua itu adalah akal yang dibuat oleh Leng Souw-hiang.

Aku hanyalah kambing hitam" "Cu Taiya ! sekarang pemerintahan baru sudah berdiri.

Leng Taiya dan dirimu sudah memiliki status sosial yang sama.

Mengapa kau harus takut padanya?" "Karena dia menguasai seorang pembunuh hebat yang bernama Wie Ceng." "Walaupun kau takut, belum tentu kau bisa menghindar dari kematian.

Mengapa kau tidak bangkit dan melawannya?" "Ai...

!" Cu Siau-thian menghembuskan nafas panjang.

Dia terdengar sangat berat hati "karena terlalu lama memelihara rasa takut didalam hati, aku sudah terbiasa hidup begitu, tidak mungkin bisa merubahnya hanya dalam waktu semalam saja.

Terlebih lagi semua orang ingin tetap hidup.

Siapa yang ingin mati" Kalau membuat marah Leng Souw-hiang, selain mati tidak ada jalan lainnya." "Kau tadi mengatakan bahwa ayahku sudah membunuh Hui Taiya, dan lalu membunuh Hiong-ki.

Orang yang ketiga adalah dirimu.

Apakah ini hanyalah tebakan liar saja ataukah kau punya bukti yang kuat?" "Tentu saja aku punya bukti" "Kalau begitu tolong ceritakan padaku" "Tadi Wie Ceng sudah datang kemari mem-beriku peringatan" "Tadi?" "Betul.

Tadi dia berkata kalau aku tidak bisa mengekang Tu Liong, kalau Tu Liong masih terus ikut campur dalam urusan ini, sebelum matahari tenggelam dia pasti akan datang membunuhku" "Kalau kau sungguh ingin mengekang Tu Liong, kau hanya perlu memintanya, dia pasti akan segera menuruti perintahmu" "Tapi aku tidak rela mengekangnya" "Mengapa?" "Generasi muda mempunyai pemikiran mereka sendiri, mengapa aku harus mengekang dia?" "Baiklah!" Wie Kie-hong sepertinya sudah membuat keputusan mendadak, "mulai sekarang aku tidak akan pergi terlalu jauh dari dirimu.

Aku tidak akan membiarkan sembarangan orang datang kemari melukaimu." "Kau?" Cu Siau-thian bertanya dengan nada terkejut, "kau mau menjaga diriku" Kau bahkan tidak perduli kalau kau akan melawan ayahmu sendiri?" "Semua orang harus melakukan kebaikan bagi orang lain.

Kebaikan untuk umum dengan keinginan pribadi selamanya pun selalu bertolak belakang.

Aku ingin bertanya pada ayahku secara langsung, mengapa dia mau melakukan semua ini" Setelah berkata sampai sini, tiba-tiba ada seorang pelayan rumah yang masuk kedalam.

Dia lalu berbisik-bisik di samping telinga Cu Siau-thian.

Cu Siau-thian lalu mengibaskan tangannya, pelayan itu segera pergi keluar.

"Ada tamu" "Oh...?" secara reflek Wie Kie-hong tertegun "Jangan kaget, ini bukan ayahmu.

Tamu ini adalah Thiat-yan" "Kalau begitu sebaiknya aku sembunyi" "Bersembunyilah dibelakang lemari" Wie Kie-hong segera bersembunyi kebelakang lemari.

Tepat ketika dia selesai menyembunyikan dirinya, didalam ruangan terdengar suara seorang perempuan.

"Cu Taiya?" Thiat-yan bertanya dengan dingin "Tidak berani, aku bukanlah tuan besar." "Aku biasa dipanggil dengan sebutan Thiat-yan, anak perempuan Tiat Liong-san....hari ini aku datang kemari memohon penjelasan darimu." "Nona Tiat, silahkan duduk" "Berdiri pun tidak apa-apa....aku hanya ingin menanyakan sebuah barang" "Aku tahu" "Kau tahu" Tolong katakan" "Sebuah kopor kulit berwarna kuning" "Tidak salah" "Kalau nona ingin mencari kopor kulit itu, anda sudah mencari orang yang salah! kopor kulit itu tidak ada padaku.

Aku bahkan tidak pernah melihatnya" "Kalau begitu ada pada siapa?" "Ada pada Leng Souw-hiang" Thiat-yan berkata dengan nada dingin: "Cu Taiya, untuk apa kau melakukan hal ini" jangan menganggap aku Thiat-yan adalah anak kecil.

Anda adalah dalang dibalik pembunuhan ayahku.

Yang lain hanyalah kaki tangan yang membantu anda." "Tolong nona pertimbangkan sebentar.

Aku hanyalah seorang pengembara yang tidak memiliki nama, sedangkan Leng Souw-hiang adalah tangan kanan raja Su-cen.

Kalau kami berdua dibandingkan, status kedudukan kami sangat jauh berbeda.

Apakah menurutmu dia akan mendengarkan kata-kataku" Atau sebaliknya aku yang harus mendengarkan dia?" Kata-kata ini bukan tidak masuk akal.

Kekuasaan menekan orang, pada waktu itu di dalam kota Pakhia, Leng Souw-hiang memang memiliki kedudukan yang kuat didalam pemerintahan.

Mana mungkin dia bisa dikontrol oleh seorang pengembara" "Jadi menurut anda kopor kulit kuning itu sekarang sedang berada pada Leng Souw-hiang?" "Tidak salah" "Apakah anda bisa menanyakannya langsung padanya?" "Tentu saja bisa" "Baiklah! kalau begitu kita pergi" "Pergi kemana?" "Pergi mencari Leng Souw-hiang dan menanyakan tentang barang itu" "Nona! apakah tujuanmu selama ini adalah untuk mendapatkan kembali kopor itu" ataukah untuk mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi?" "Apakah ada perbedaan diantara kedua kata itu?" Cu Siau-thian kembali berkata: "Sebenarnya diantara kedua kata tersebut terdapat dua perbedaan yang sangat jelas, kalau kau hanya ingin mencari tahu kejadian yang sebenarnya, aku pasti akan segera ikut denganmu menuju kediaman Leng Taiya, dan segera membuktikan kata-kataku.

Kalau kau ingin mencari kopor kulit itu, kau harus menggunakan siasat" "Oh...?" Selama ini nona Thiat-yan selalu memberikan pandangan subjektif terhadap Cu Siau-thian, ini karena dia adalah pelaku utama yang sudah mencelakai ayah kandungnya sendiri.

Sekarang sepertinya pandangan dia menjadi goyah.

Kalau mendengarkan argumentasi-nya, sepertinya ini sulit dihindari.

"Kalau begitu aku ingin meminta petunjuk" "Aku tidak berani memberikan petunjuk.

Nona seharusnya menceritakan dulu motivasi anda" "Tentu saja aku ingin mendapatkan kembali kopor kulit tersebut..." "Apakah anda sungguh ingin mendapatkan kopor kulit itu" ataukah barang yang tersimpan didalamnya?" "Kopor kulit itu adalah barang peninggalan ayah kandungku.

Harganya tidak ternilai.

Tentu saja barang yang terdapat didalamnya pun sama berharganya." "Sebaiknya aku pergi dulu pada Leng Taiya agar dia tidak segera emosi.

Nanti aku akan menanyakan padanya tentang kopor tersebut.

Aku juga akan menanyakan apakah barangbarang yang tersimpan didalamnya masih ada disana.

kalau ternyata tidak ada, apakah kau masih tetap harus mencarinya" Apapun hasilnya nanti aku pasti akan kembali memberitahumu.

Bagaimana?" "Apakah ini adalah salah satu siasat untuk membohongiku?" "HUH...! ini bukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

Aku tidak mungkin melaku-kan hal yang seperti itu.

nona Tiat harap tenang" "Baiklah ! berapa lama aku bisa mendengar jawabanmu?" "Malam ini sebelum lampu dinyalakan" "Sampai saat itu aku pasti akan kembali." Nona Thiat-yan mohon pamit dan segera pergi.

Wie Kie-hong segera keluar dari tempatnya bersembunyi.

"Kie-hong! kau pasti sudah mendengar semuanya." "Hmm..." "Dari pembicaraanku tadi, seharusnya kau bisa mengerti sedikit lebih banyak tentang kejadian yang sebenarnya terjadi.

Aku hanyalah sebuah bidak catur.

Leng Taiya adalah orang yang sedang memainkan bidak caturnya....Wie Kie-hong, apakah kau tahu barang apakah yang sudah tersimpan didalam kopor kulit Tiat Liong-san?" "Tidak tahu" "Didalam kopor itu sudah tersimpan seratus butir mutiara dari timur" "Oh..." Mutiara dari timur" Bukankah mutiara itu harganya sangat mahal?" "Kalau dihitung dengan kondisi pasar seperti sekarang, satu butir mutiara timur harganya bisa sampai ratusan ribu uang orang luar negeri.

Tiat Liong-san kehilangan nyawanya karena mempertahankan barang mahal ini" "Selanjutnya bagaimanakah kalian membagi seratus butir mutiara berharga ini?" "Aku tidak mengerti arti kata-katamu" "Kalian sudah membantu Leng Taiya men-celakai Tiat Liong-san untuk mendapatkan mutiara ini.

apakah kalian tidak membagi hasil" Bukankah seharusnya seratus butir mutiara mahal itu dibagikan secara adil ?" "Pada waktu itu kami semua bergantung pada Leng Souwhiang untuk bisa tetap hidup didalam kota Pakhia ini.

siapa yagn berani meminta bagian padanya?" "Tadi kau sudah berjanji pada nona Tiat bahwa hari ini sebelum matahari tenggelam kau akan memberikan jawaban padanya.

Kalau begitu kapan kau berencana akan menemui Leng Taiya?" "Sekarangjuga" "Kalau begitu aku akan pergi bersamamu.

Sekaligus aku juga ingin me'min ta tolong pada anda untuk menanyakan padanya tentang ayah kandungku." Wie Kie-hong berkata dengan nada sangat sedih, "selama ini aku selalu hidup didalam kebohongan, didalam kasih sayang yang palsu.

Lebih baik sekaligus saja semuanya dibongkar" Cu Siau-thian tampak menimbang-nimbang sesaat.

Dia lalu berkata: "Wie Kie-hong, sepertinya tidak baik kalau kau ikut pergi denganku.

Semua orang memiliki harga diri, seperti pohon memiliki kulit.

Kalau kamu ikut, kamu pasti akan sangat melukai harga diri Leng Taiya.

Dia mungkin akan emosi" Wie Kie-hong ikut terdiam.

Dia menimbang-nimbang katakata Cu Siau-thian lalu membuat keputusan "Baiklah! kalau begitu aku tidak ikut pergi.

Kalau begitu aku akan mendengar kabar darimu bersama Thiat-yan sebelum matahari terbenam nanti." Setelah itu Wie Kie-hong pun mohon pamit dan ikut pergi.

Sekarang dia bermaksud pergi menemui Tu Liong.

Seharusnya dia sudah berhasil mengorek sedikit informasi dari ayah angkatnya Leng Souw-hiang.

0-0-0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar