Walet Besi Bab 08

BAB 8

Jalan yang menakutkan Tu Liong mengunjungi Wie Kie-hong, karena sebuah alasan saja.

didalam hatinya dia memiliki sebuah rencana, dia berharap Wie Kie-hong bisa membantu menjelaskannya.

"Kie-hong" Tu Liong menyapa begitu melihat temannya, "bagaimana menurutmu kalau kita berjalan-jalan diluar sebentar?" "Aku baru saja pulang kerumah" Setelah itu Wie Kie-hong menceritakan semua kejadian yang terjadi malam kemarin.

Selain itu dia juga mengulang semua kejadian yang sudah terjadi hari ini.

tentu saja tidak lupa menambahkan cerita per-temuannya dengan Hiong-ki.

"Tu toako, kalau aku mencoba mengingat-kanmu agar jangan memberatkan tentang balas budi dengan Cu Taiya, apakah ini mungkin?" Tu Liong tidak menunjukkan respon apa-apa.

Wie Kie-hong tidak menyangka dia bisa mengeluarkan perkataan seperti ini.

seharusnya Tu Liong menentang dan menjadi emosi mendengar kata-kata tersebut, namun sekarang dia sama sekali tidak mengeluarkan suara.

Walaupun tidak menentang, tapi belum tentu dia setuju.

Tapi paling tidak dia sudah membuat sebuah pertimbangan.

Apa penyebab perubahan sikap Tu Liong yang bisa membuat pendiriannya goyah" "Kenapa kau tidak berkata apa-apa?" "Kie-hong!" Tu Liong berkata "memangnya kau ingin aku berkata apa?" "Mengenai peringatan yang tadi aku berikan padamu...." "Kemarin malam aku sudah memikirkan tentang hal ini.

Sepertinya angkatan tua kita sedang menutupi sesuatu, dan mereka berusaha membodohi generasi dibawahnya." "Apakah karena hal ini kau jadi kecewa?" "HUH..! aku sangat kecewa.

Selain itu aku juga merasa ditipu" "Ditipu?" bagi Wie Kie-hong, satu patah kata ini sangat sulit diterima.

Siapapun yang datang kepadanya mengatakan bahwa Leng Taiya adalah seorang penipu, dan sudah mempermainkan dirinya, dia pasti akan merontokkan semua gigi orang yang sudah mengatakan hal tersebut.

"Hal ini memang sangat sulit dipercaya, namun ini adalah kenyataan.

Kemarin sehari penuh Cu Taiya setidaknya sudah membohongi ku beberapa kali" "Benarkah?" "Apakah mungkin aku membohongimu?" "Belum tentu, kau bisa saja berbohong padaku.

Tapi pemikiranmu itu belum tentu bisa diandalkan.

Jika Cu Taiya ingin kau mati, kau pun pasti akan melakukannya.

Untuk apa dia masih mau membohongimu lagi?" "Urusan ini tidak perlu kita debatkan lebih jauh lagi.

Aku hanya ingin menanyakan satu hal padamu.

Kalau Thiat-yan menjadi musuhmu, sikap macam apakah yang akan kau tunjukkan padanya?" Wie Kie-hong menjawab dengan spontan: "Aku akan berusaha semampuku untuk merubah permusuhan kita menjadi persahabatan....Tu toako, kata-kataku tadi mungkin tidak benar, tapi hatiku berpikir demikian.

Karena itu tadi aku menjawabnya dengan spontan" "Aku sangat senang mendengar jawabanmu!" Tu Liong menepuk bahu Wie Kie-hong.

"Hatiku juga berpikir seperti ini.

mengapa harus bermusuhan dengan Thiat-yan" Apakah mem-balaskankan dendam ayahnya adalah perbuatan yang salah?" "Salah kalau kita berpikir seperti ini" "Salah?" "Tentu saja.

Karena angkatan tua kita, korban yang sudah dilukainya" "Salah!" Tu Liong berkata dengan suara yang keras.

"Ini adalah pemikiran kita kemarin, sekarang kita harus membuka mata dan melihat keadaan yang sesungguhnya dengan jelas....Kie-hong, angkatan tua kita sedang mempertaruhkan nyawanya hanya demi menjaga sebuah barang rahasia di masa lalu.

Barang ini dapat kita sebut sebagai sebuah "rahasia".

Kiehong, apakah kita masih mau mengadu nasib untuk membantu mereka menjaga rahasia ini?" "Tentu saja harus kita lakukan" "Menurutku tidak harus demikian" "Oh...?" Wie Kie-hong merasa bingung.

Tu Liong berkata perlahan-lahan kata demi kata.

"Kita harus membongkar rahasia ini, agar kita bisa mengetahui keadaan yang sesungguhnya" Perubahan Tu Liong sungguh membuat Wie Kie-hong terkejut.

Tapi dia tidak dapat memikirkan apa yang sudah menyebabkan perubahan seperti ini.

"Tu toako, kau mengatakan semua ini karena kau sudah mendengar...

?" "Memangnya kau pikir karena aku sudah mendengarkan kata-kata selentingan maka aku me-rubah pendirianku" Kau salah, aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.

Mendengarnya dengan telingaku sendiri, setelah itu aku memikirkannya dengan kepalaku sendiri........apakah kau mengerti" Kemarin Hiong-ki sudah memberitahuku bahwa kenyataan sesungguhnya yang dihormati semua orang." "Ini perubahan yang sangat besar" "Kau tenang saja.

Tidak masalah bagaimana pun aku berubah, aku tidak mungkin berbalik membelakangi Cu Siauthian.

Sebenarnya dia sedang menggunakan diriku, membohongiku.

Aku juga tidak mungkin membalas berbuat sesuatu yang akan kusesali suatu saat nanti" "Tu toako, ada banyak masalah yang tidak aku mengerti.

Tapi, ada satu hal yang aku mengerti.

Balas budi adalah balas budi.

Itu adalah kenyataan.

Bagaimana Cu Taiya sudah memperlakukan dirimu, bagaimana Leng Taiya sudah memperlakukan aku, ini semua adalah budi besar yang tinggi seperti gunung, dan dalam seperti lautan, kita tidak boleh melupakan jasa mereka." "Kata-kata mu ini benar, asalkan kita mengingatnya terus, aku rasa itu juga sudah lebih dari cukup ...

....

kata-katamu tadi sudah membuatku berpikir...

...kalau....kalau..." "Bagaimana" Cepat katakan!" "Kalau ternyata ayahmu masih hidup...." "Mana mungkin hal ini terjadi?" "Mengapa tidak mungkin" Leng Taiya sudah melihat pedangnya dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana mungkin pedang pusakanya jatuh ke tangan orang lain?" "Ini hal yang tidak mungkin, kasih ayah kandung sendiri lebih besar setingkat daripada kasih ayah angkat.

Kalau memang dia masih hidup, mengapa dia tidak segera datang untuk menemuiku" Mengapa dia harus menghindari" sungguh tidak masuk akal." "Orang yang berusaha memecahkan sebuah misteri pasti akan sering merasa curiga.

Aku merasa pedang pusaka ayahmu yang sudah menampakkan diri, bukanlah suatu kebetulan.

Lagipula orang yang mendongkel jendela kamar Leng Taiya, apakah dia merasa pedang lain tidak enak digunakan sehingga harus menggunakan pedang ayahmu" kupikir ini pasti ada alasan yang masuk akal." "Apa alasannya?" "Mungkin juga dia sedang berusaha menguji daya ingat Leng Taiya." "Tentu saja aku merasa senang kalau ternyata ayah kandungku masih hidup.

Tapi aku tidak bisa mempercayai kalau dia masih hidup namun berusaha menghindariku." "Apa alasannya dia menghindari dirimu, ini juga salah satu jawaban yang ingin ku cari" "Tu toako....maksudmu adalah....?" "Pada waktu itu Leng Taiya menyuruh ayahmu untuk pergi membantunya menyelesaikan sebuah masalah.

Apakah karena ayahmu tidak dapat menyelesaikan tugas yang sudah dipercayakan padanya sehingga dia tidak berani pulang" Kiehong....

ini adalah sebuah masalah yang jawabannya sangat fatal, yang paling menentukan" "Siapa yang bisa mengetahuinya?" Wie Kie-hong bergumam seolah-olah berkata pada diri sendiri.

"Leng Taiya pasti tahu" kata Tu Long.

"Kau ingin aku bertanya padanya?" Tu Liong mengangguk-anggukkan kepala.

"Dia....dia tidak mungkin memberitahuku" "Kau harus menggunakan taktik pada waktu bertanya padanya..." "Tu toako! Leng Taiya sudah mendapat musibah, terlebih lagi dia adalah angkatan tua kita, umurnya sudah sangat tua.

Aku tidak bisa memaksa" "Tentu saja generasi yang lebih muda tidak boleh memaksa pada generasi yang lebih tua.

Namun kalau kau bisa membelokkannya sedikit, asalkan masih bisa mencapai hasil, bukankah ini namanya kompromi?" Wie Kie-hong hanya termenung.

Dia mengerti maksud perkataan Tu Liong ........jawaban dari pertanyaan ini memang menentukan segalanya" ....

kalau bisa memecahkan misteri ini apakah bisa tahu keadaan yang akan terjadi" "Tetapkan hatimu!" Tu Liong memberi semangat.

"Baiklah! Aku akan coba" "Segeralah, aku akan menunggu disini" "Aku berangkat sekarang" Wie Kie-hong tidak hanya menyanjung Tu Liong, tapi sangat menghormatinya sampai hatinya yang dalam, kalau Tu Liong tidak memberi dukung an moral dan semangat, dia tidak mungkin berani menanyakan hal ini didepan Leng Souw-hiang.

Tampaknya kemarin malam Leng Souw-hiang sudah tidur dengan nyenyak.

Sekarang semangatnya sudah kembali pulih.

Kehilangan banyak darah sudah membuat mukanya terlihat sangat pucat, namun sekarang rona warna merah darah sudah samar-samar tampak dikedua pipinya.

Kelihatannya dia sudah kembali sehat dengan cepat.

Matanya yang sudah berpengalaman langsung dapat mengetahui maksud kedatangan Wie Kie-hong menemuinya.

Dia tidak menunggu Wie Kie-hong berbicara, dia sudah bertanya: "Ada masalah apa?" "Ayah!" walaupun keberanian Wie Kie-hong sekarang sudah beratus kali lipat, namun ketika kata-katanya sudah sampai di bibirnya, dia kembali menimbang-nimbang, "ada sebuah masalah yang ingin kutanyakan" "Masalah apa?" "Pada saat ayah menyuruh ayah kandungku untuk pergi menyelesaikan sebuah urusan, aku ingin tahu urusan apa yang harus diselesaikan?" "Mengapa kau menanyakan hal ini?" Nada bicara Leng Souw-hiang terdengar sangat tenang.

Sepertinya dia tidak merasa kaget "Aku ingin tahu penyebab kematian ayah ku..." "Apakah kau tidak percaya padaku?" Tiba-tiba raut muka Leng Souw-hiang berubah.

"Aku tidak bermaksud seperti ini ....berita mengenai kematian ayahku, selama ini aku hanya mendengar kabar saja.

Bahkan ayah pun tidak pernah melihat jasadnya.

Dan lagi kemarin malam ayah sudah melihat sendiri pedang pusaka milik ayah kandungku.......

ini membuatku berpikir bahwa ada kemungkinan ayah kandungku masih hidup.

Ayah angkat, dugaanku mungkin ayahku tidak menyelesaikan masalah yang harus diurusnya dengan baik, karena itu dia tidak berani pulang untuk menjumpaimu...." "Omong kosong!" Leng Souw-hiang sudah mulai marah, "mengapa kau punya pikiran seperti ini" bukankah ini menjelek-jelekkan nama ayahmu sendiri" ayahmu sangat setia padaku, dia tidak pernah melupa-kan budinya.

Kie-hong, katakanlah, siapa yang sudah menyuruhmu menanyakan hal ini padaku?" "Tidak....

tidak ada...." Wie Kie-hong sedikit gugup.

"Kie-hong!" nada bicara Leng Souw-hiang kembali terdengar lembut.

"Walaupun aku jarang keluar rumah, namun aku tahu semua masalah yang terjadi diluar sana.

ayahmu memang sudah mati, karena banyak alasan, aku tidak bisa mengirim orang mencari jasadnya dibawa pulang.

Namun kau tenang saja, akhirnya aku mengerti pikiranmu." "Tapi pedang itu...." "Sekarang aku menyesal sudah menceritakan tentang pedang itu padamu.

Orangnya sudah mati, barang peninggalannya tentu diambil orang lain dengan mudah" "Tentu ayahku tidak mati karena sakit" "Tidak salah.

Dia memang sudah dibunuh orang" "Kalau begitu semuanya cocok, orang yang sudah menggunakan pedang pusaka milik ayah pasti ada hubungannya dengan asal usul kematiannya.

Aku tidak ingin berbohong bahwa aku ingin sekali menyelidiki masalah ini" "Kau ingin melakukan ini, sebenarnya tidak ada salahnya.

Hanya saja saat ini kau belum bisa langsung menyelidikinya.

Kie-hong! dengarlah kata kataku.

Jangan usik ketenangan Thiat-yan" "Aku tidak mengerti masalah ini.

apa hubungan antara menyelidiki asal-usul kematian ayah kandungku dengan Thiatyan?" "Dugaanku, orang yang kemarin malam berusaha mendongkel jendela pasti ada hubungan dekat dengan Thiatyan." "Apa ada bukti?" "Tidak ada, hanya dugaanku saja." "Jangan jangan....apakah waktu itu tugas yang sedang dijalankan oleh ayahku juga ada hubungannya dengan Thiatyan?" Ketika Wie Kie-hong masuk kedalam kamar, Leng Souwhiang sedang berbaring diatas ranjang.

Sekarang ini dia sudah loncat turun dan berdiri tegak.

Mukanya tampak tertekuk, nafasnya tersengal-sengal.

Wie Kie-hong belum pernah melihat dia marah seperti ini.

"Kalau kau masih percaya padaku, dan masih menganggapku sebagai orang yang lebih tua, kau dengarkan kata-kataku.

Kalau kau tidak percaya padaku, kupersilahkan kau pergi dari tempat ini.

kau ingin berbuat apapun kau bebas melakukannya.

Tidak ada yang bisa melarangmu" Wie Kie-hong jelas sudah pasrah.

Cara yang sudah diajarkan oleh Tu Liong gagal total.

Hutang budi yang besar sudah mencegahnya untuk terus maju.

Selain itu dasar hatinya sangat baik.

dia tidak ingin Leng Souw-hiang sakit hati.

Dia kembali ke kamarnya.

Hanya sekali melihat Tu Liong sudah tahu apa yang sudah terjadi........"aku tahu kau tidak berhasil menanyakannya, malah sebaliknya dimarahi habis-habisan.

Betul tidak?" "Aih...!" Wie Kie-hong hanya menghembuskan nafas sedalam-dalamnya...

"Sebenarnya ini sudah lebih dari cukup, kalau Leng Taiya tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya, malah sebaliknya menjadi emosi, ini menunjukkan bahwa urusan yang sudah dia perintah-kan agar ayahmu menyelesaikan pekerjaannya adalah sebuah urusan yang tidak dapat diceritakan pada orang lain" Tampak Wie Kie-hong merasa tidak setuju dengan pernyataan ini.

Tapi dia hanya mengerutkan kening sambil berkata: "Mengapa kau bisa mengatakan hal ini?" "Apakah kata-kataku salah?" "Kalau misalnya Leng Taiya sudah mem-berikan sebuah pekerjaan yang tidak boleh diceritakan pada orang lain, bukankah ketika ayahku pergi meninggalkan kediamannya, juga tidak bisa diceritakan pada orang lain?" "Aih...kau sudah terlalu banyak membaca buku.

Sepertinya kau sudah terbelit dengan kata-kata ini.

siapa yang tidak punya rahasia" Yang namanya rahasia ya memang tidak bisa diceritakan pada siapapun.

Urusan yang tidak bisa diceritakan pada orang lain pastilah adalah urusan yang picik." Setelah Tu Liong mengatakan seperti ini, Wie Kie-hong merasa tidak enak hati.

setelah terdiam beberapa lama dia baru melanjutkan kata katanya.

"Sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa lagi" "Kalau kau tidak ingin tahu kejadian yang sebenarnya, kau bisa bersantai dan tidur didalam rumah.

Kalau Thiat-yan datang kemari, barulah kau bisa berkata padanya...." "Buat apa menyindirku" Jelas sekali kau tahu betapa aku ingin mengetahui keberadaan ayahku saat ini.

kalau masih hidup, aku ingin menemuinya, kalau sudah mati, aku ingin mempersiapkan upacara penguburan dan membuatkan sebuah makam yang layak." "Kalau begitu kau harus pergi mencari Thiat-yan" "Mencari dia?" "Betul sekali, waktu itu bukankah dia mengatakan ingin bertukar syarat denganmu?" Wie Kie-hong merasa sulit membuat keputusan.

Tiba-tiba saja dia terpikirkan tentang Hiong-ki.

Karena itu dia membuat sebuah topik pembicaraan yang baru "Tu toako, apakah kau pernah mendengar seseorang yang bernama Hiong-ki?" "Kenapa?" "Dia datang kemari mencariku.

Dia berharap aku bisa memberimu peringatan" "Peringatan" Apa maksudnya?" "Dia berharap kau tidak ikut campur dalam masalah ini" "Sebenarnya dia tidak perlu datang padamu untuk memberi peringatan padaku lagi, kemarin dia sudah menemui aku.

Kita sudah berbincang-bincang sangat banyak.

Kata-katanya sudah memberi dampak yang mendalam bagiku.

Kie-hong, bukankah kau mengatakan bahwa aku sudah banyak berubah?" "Bagaimana keputusanmu....?" "Tenang saja, aku tidak mungkin membela-kangi Cu Taiya, hanya saja aku tidak akan terus menutup mata dan mematuhinya.

Aku mengerti semua kejadian yang terjadi.

Hutang budi harus dibalas, namun tidak bisa hanya mengandalkan ini saja, menurutmu benar tidak?" "Apakah Tiat Liong-san orang jahat?" "Mengapa tiba-tiba kau menanyakan hal ini?" "Kalau dia orang jahat, maka hukuman mati adalah pembalasan yang setimpal.

Kalau dia bukan orang jahat...." "Menurut pandanganku, tidak masalah apakah Tiat Liongsan orang jahat ataupun orang yang baik, semua ini tidak ada hubungannya.

Yang paling penting adalah mengetahui motivasi angkatan tua kita.

Apa maksud mereka bersamasama mencelakai Tiat Liong-san?" "Apakah ini urusan yang ingin kau tahu?" Tu Liong menganggukan kepalanya.

"Kalau begitu harus mencari Thiat-yan untuk minta penjelasan, itu sebuah keharusan" Tu Liong mengangguk-anggukkan kepalanya lagi.

"Baiklah.

Aku akan pergi mencarinya" "Hati-hati dengan Boh Tan-ping yang selalu ada disisinya" "Oh...?" "Paling baik kau bisa berbicara dengan Thiat-yan secara diam diam.

Boh Tan-ping adalah teman baik Tiat Liong-san, namun dia juga adik angkat Cu Taiya" Wie Kie-hong terlihat sangat kaget Kedua pemuda ini sudah menganggap Cu Siau-thian sebagai dalang pembuat onar.

Tu Liong merasa terjepit dalam situasi yang canggung itu, dia merasa serba salah, sifat dan karakternya yang lurus, mem-bangkitkan rasa ingin tahunya, membuat dia ingin mengkorek rahasia, namun hatinya yang lemah membuatnya tidak tega melihat Cu Siau-thian mendapatkan masalah.

Situasi yang dialami oleh Wie Kie-hong jauh lebih sederhana daripada Tu Liong.

Kalau diteliti dari berbagai macam sudut pandangpun, Thiat-yan seperti-nya sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi dengan Leng Souw-hiang.

Kalau Wie Kie-hong ingin mencari dirinya untuk berbicara, ini bukanlah suatu hal yang sulit dikerjakan.

0-0-0
 Thiat-yan tidak terkejut ketika menyambut kedatangan Wie Kie-hong yang mendadak.

Sepertinya semua sudah dia perkirakan sebelumnya.

Sekali melihat dirinya dia tersenyum dan bertanya, "Bagaimana kunjunganmu ke Sie-san?" Wie Kie-hong tidak menjawab.

Dia langsung mengatakan tujuan datang menemuinya: "Thiat-yan! dahulu kau pernah mengucapkan tentang sebuah perjanjian, apakah kau masih ingat?" "Tentu saja ingat" "Apakah sekarang masih berlaku?" "Masih berlaku" "Baik! Kalau begitu aku bersedia membuat pertukaran dengan dirimu" Thiat-yan melihat dia dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan sangat cermat.

Seolah-olah dengan melakukan ini dia bisa melihat isi hatinya.

"Kie-hong! Aku harap kau membuat keputusan ini dengan sebuah pertimbangan yang matang, bukan hanya sebuah keputusan yang gegabah" "Tenang saja! aku bukan orang yang gegabah dan terburu buru melakukan sesuatu" "Baik! kalau begitu kita berdua sudah sepakat.

Kau mendapatkan informasi berita yang ingin kau ketahui, aku bisa mengerti misteri yang ingin aku mengerti....sekarang ini pertama-tama marilah kita berdua membicarakan tentang kopor kulit kuning.

Barang itu sudah diserahkan oleh Leng Souw-hiang pada Bu Tiat-cui untuk dijagakan.

Apa betul ?"?" "Tidak pernah terjadi hal yang seperti itu" "Oh..?" "Pada waktu itu Cu Siau-thian memberikan sebuah surat perintah pada Leng Souw-hiang.

Dia berpesan padanya agar surat itu dibuka dan dibaca hanya pada waktu situasi sedang sulit.

Ketika kau sudah memotong tangannya, dia terpikirkan tentang surat ini.

segera dia membuka dan membaca isinya, setelah itu dia menyuruhku untuk pergi ke gang San-poa...." "Kau mengatakan bahwa Leng Taiya sebe-narnya tidak mengetahui apapun tentang kopor kulit berwarna kuning itu.

Bahwa dia sebenarnya hanya menjalankan perintah yang tertulis didalam surat....?" "Betul" "Kalau begitu sebenarnya siapa Bu Tiat-cui juga dia mungkin tidak tahu?" "Betul" "Apakah Cu Siau-thian masih memberikan surat perintah serupa pada orang lain?" "Semua orang diberinya! Tan Po-hai, Oey Souw juga masing-masing mendapatkannya" "Sungguh sebuah berita yang membuat hatiku menjadi tenang..." Wie Kie-hong merasa heran.

Dia bertanya: "Mengapa berita ini membuatmu begitu gembira?" "Karena berita ini tidak pernah kita dengar sebelumnya." "Sekarang kita sudah bisa membicarakan tentang keberadaan ayahku" Tiba-tiba saja raut wajah Thiat-yan berubah.

Dia lalu berkata dengan nada rendah: "Sebelum aku memberitahum berita yang ingin kau ketahui, kau harus berjanji satu hal padaku.

Kau tidak boleh emosi dan kau pun tidak boleh berharap terlalu banyak.

Kenyataan dari sebuah harapan sering diluar dugaan seseorang, kalau terjadi seperti itu, harapan terlalu tinggi bisa membuatmu susah" "Bagaimanapun hasilnya bagiku tetap sama saja.

yang paling penting adalah kenyataan yang sesungguhnya, aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi" "Sejauh pengetahuanku, ayahmu masih hidup dalam dunia ini, dia belum mati...." Wie Kie-hong tampak sangat tenang, melihat hal ini, sebaliknya Thiat-yan yang merasa tidak enak hati.

Kata-kata yang akan diucapkan selanjutnya bukanlah sebuah berita baik yang pantas ditanggapi dengan tenang seperti ini.

Betul saja, setelah berdiam diri beberapa lama dia melanjutkan kata katanya, "Hanya saja sepertinya hidupnya lebih men-derita dibandingkan kematian" "Mengapa demikian?" tiba-tiba Wie Kie-hong terloncatdari tempat duduknya.

"Karena saat ini dia sedang dipaksa oleh seseorang.

Dia mirip seperti setan kelaparan, tidak berbeda dengan sebuah mayat hidup.

Dia tidak bisa melakukan apa pun sesuai dengan keinginannya sendiri...

Dalam sekejap saja Wie Kie-hong yang tadinya tampak sangat tenang sekarang berubah mirip orang gila yang kesurupan.

Dengan nada menyesal dia bertanya: "Siapa orang yang sudah menekan ayahku" Cepat katakan!" "Aku tadi sudah berkata padamu, mengapa sekarang kau jadi emosi seperti ini" bukankah kau tadi mengatakan kau bukanlah orang yang mudah menjadi emosi?" "Thiat-yan! kau tidak perlu berbelit-belit seperti ini.

aku memohon agar kau cepat memberitahu, siapa orang yang menekan ayahku?" "Sekarang ini aku tidak dapat memberitahu" "Mengapa?" "Karena kau pasti tidak akan percaya" "Aku sudah berkali-kali menunjukkan padamu, sekarang aku kemari bertanya padamu, aku pasti akan percaya pada jawabanmu" "Meski kau sungguh percaya omonganku tanpa curiga sedikitpun, aku juga tidak akan memberitahu- kannya padamu...." Emosi Wie Kie-hong semakin meluap, saking emosinya sampai berteriak padanya: "Dulu kau takut aku tidak percaya, sekarang kau takut aku percaya! sebenarnya dalam situasi apa kau baru mau memberitahu berita itu padaku?" "Paling baik kau setengah percaya setengah tidak percaya padaku" "Aku sungguh tidak mengerti...." "Kau dengarlah kata-kataku.

Kalau kau tidak percaya padaku, apapun yang aku katakan akan sia sia.

Kalau kau sangat percaya padaku, kau pasti akan segera mencari orang ini dan turun tangan, tentu saja ini akan menjadi masalah.

Kalau kau setengah percaya setengah tidak percaya, ini sebuah perbedaan yang besar.

Kau perlahan-lahan akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Kau akan mempelajari kejadian yang sesungguhnya dengan hati-hati.

Tentu saja pada akhirnya kau pun akan berhasil membongkar semua misteri ini, hanya saja kau tidak akan salah bertindak dan membuat masalah yang lebih besar." Walaupun argumentasi Thiat-yan sangat bertele tele, namun masuk akal.

Wie Kie-hong sudah tidak emosi seperti tadi, sekarang dia sudah lebih tenang.

Dia lalu berkata: "Aku mengerti apa yang kau ingin katakan.

Kalau aku berjanji tidak akan bertindak dengan gegabah, dan berhati hati dalam menyelidiki kata-katamu, apakah kau akan memberitahuku?" "Persetujuanmu bukanlah suatu hal yang menentukan, masalahnya adalah apakah kau mampu menghadapi masalah ini dengan hati tenang" "Aku percaya aku bisa melakukannya" "Masih ada satu masalah lagi.

Apakah kau bisa berjanji sebelum masalah ini selesai kau tidak memberitahukan tentang hal ini pada siapapun?" "Boleh" "Kalau begitu aku akan memberitahumu.

Orang itu adalah Cu Siau-thian" "Cu Siau-thian " apakah benar Cu Siau-thian adalah orang yang selama ini sudah menekan ayahnya Wie Kie-hong yang bernama Wie Ceng?" Pada saat ini perasaan Wie Kie-hong bercampur aduk seperti ketika seseorang ditengah jalan melihat seseorang merangkak dan lalu menggigit seekor anjing.

Bukan anjing yang menggigit orang, tapi orang yang menggigit anjing.

Siapapun yang melihat hal ini pasti pertama-tama akan mengira kalau dia salah melihat.

Sekarang ini Wie Kie-hong merasa bahwa dia sudah salah mendengar.

"Kau tidak percaya?" "Bukan tidak percaya, hanya sulit percaya" "Sikapmu sungguh membuat hatiku tenang.

Setengah percaya dan setengah tidak percaya.

Kau perlahan-lahan akan...." "Aku ingin bertanya satu hal lagi padamu.

Apakah ayahku ada didalam kota?" "Ada" Thiat-yan menjawab dengan sangat yakin.

"Dimana?" "Didalam genggaman tangan Cu Taiya" "Apakah selama bertahun-tahun ini ayahku tidak mendapat kesempatan bebas?" "Sangat sulit, karena kemampuan Cu Siau-thian untuk mengendalikan orang lain luar biasa hebat, orang orang seperti Tu Liong, Leng Taiya, Hui Ci-hong, Tan Po-hai, bukankah semuanya berada dalam genggaman tangannya?" Kata-kata yang diucapkan Thiat-yan sangat dalam, Wie Kiehong diam-diam merasa terkejut.

"Kie-hong ! Cu Siau-thian bukan orang yang mudah dihadapi.

Ini adalah kata-kata terakhir yang bisa aku sampaikan untukmu...." "Ada satu hal yang ingin aku beritahu padamu.

Boh Tanping adalah adik angkat Cu Siau-thian, kau tidak boleh terlalu percaya padanya" Wie Kie-hong berharap untuk melihat Thiat-yan yang terkejut, tapi ternyata Thiat-yan malah tertawa.

Tawanya terdengar sangat lembut.

"Urusan yang kau ketahui sebenarnya tidak sedikit" "Kau tampaknya tidak terkejut mendengar berita ini" "Aku sama sekali tidak merasa kaget" "Kenapa?" "Karena aku sudah lama tahu" "Kau sudah tahu Boh Tan-ping adalah adik angkat Cu Siauthian.

Apa kau mengira bahwa dia pernah menjadi adik angkatnya, tapi tidak mengira bahwa sampai sekarang pun masih menjadi adik angkat.

Nona Thiat-yan ! sampai sekarangpun Boh Tan-ping masih berhubungan dengan Cu Siau-thian.

Apakah kau tahu tentang hal itu ?"?" "Tentu saja aku tahu" Sekarang keadaannya berbalik.

yang terkejut adalah Wie Kie-hong...

"Kau sudah jelas sekali tahu tapi pura-pura tidak tahu" Ataukah hubungan diam-diam antara Boh Tan-ping dan Cu Siau-thian juga sudah direncanakan olehmu?" Thiat-yan tertawa dan berkata: "Urusan ini tergantung dari kepintaranmu untuk menilai" Walaupun percakapan kali ini tidak menghasilkan sebuah keputusan yang jelas, namun jelas percakapan ini sudah mencairkan rasa permusuhan diantara mereka berdua.

Bagi Wie Kie-hong, dia banyak belajar dari Thiat-yan.

Ayahnya masih hidup....ini adalah kabar besar yang sangat baik.

Walaupun Wie Ceng hidupnya lebih menderita daripada mati, tapi bagi anaknya hal ini jauh berbeda.

Apakah kata-kata Thiat-yan dapat dipercaya" Jawabannya sudah pasti.

Caranya yang unik dalam menyampaikan berita ini memberikan kesan yang berbeda bagi Wie Kie-hong.

Thiatyan bukan orang yang lain dimulut lain di hati, bukanlah seseorang yang berhati picik Ketika berjalan pulang, tiba-tiba Wie Kie-hong terpikir tentang muslihat Cu Siau-thian yang membagikan surat perintah bagi setiap orang.

Dia memiliki sebuah pemikiran untuk mengetahui semua isi surat perintah rahasia yang sudah diedarkan.

Sekarang dia memutuskan untuk membongkar semuanya.

Hui Ci-hong sudah mati, orang yang tersisa hanyalah Tan Po-hai dan Oey Souw.

Wie Kie-hong memutuskan untuk pergi menjumpai Tan Po-hai.

0-0-0
 Saat Wie Kie-hong tiba, Tan Po-hai bukan sedang memainkan alat musiknya.

Dia sedang bermain catur melihat kedatangan Wie Kie-hong, dia menghentikan permainannya.

"Paman Tan! apakah luka anda sudah lebih baik?" "Sudah jauh lebih baik!" Mendengar dari nada suara dan cara bicara Tan Po-hai, sepertinya kehilangan kedua daun telinga bukanlah sebuah urusan yang sangat besar baginya.

"Bagaimana keadaan Leng Taiya?" "Beliau juga baik-baik saja" Wie Kie-hong berbicara dengan sangat sopan.

Mendadak dia menurunkan suaranya: "Gihu sudah mengutusku kemari untuk menanyakan tentang satu hal padamu" Setelah mengatakan hal ini, dalam hatinya Wie Kie-hong merasa sedikit gugup.

Ini adalah pertama kalinya dia berkata bohong.

Namun kalau tidak berbohong, dia takut Tan Po-hai tidak akan mengata-kan keadaan yang sebenarnya.

"Masalah apa?" Tampaknya Tan Po-hai sama sekali tidak memperhatikan perubahan emosi Wie Kie-hong.

"Setelah kalian mencelakai Tiat Liong-san, Cu Taiya sudah membagikan surat perintah rahasia.

Masing-masing diantara anda semua mendapatkan sebuah.

Kalau situasi menjadi rumit dan sulit, anda diharapkan membuka surat itu dan melakukan apa yang sudah tertulis didalamnya.

Tentunya paman belum melupakan tentang hal ini?" "Tentu saja aku tidak mungkin lupa" "Apakah paman sudah melihat surat ini?" "Tentu saja aku sudah melihatnya" "Gihu ingin tahu apa isi dari surat yang diberikan pada anda" Tan Po-hai tertegun "Gihu sudah berpesan padaku.

Apakah akan mengatakan ataupun tidak, itulah keputusan yang akan dibuat Paman.

Aku sama sekali tidak boleh memaksa" "Sebenarnya tidak ada hal yang aneh dari isi surat yang diberikan padaku.

Di atas surat itu hanya tertulis beberapa huruf saja ........orang yang bodoh akan selamat, ini sesuai dengan apa yang aku inginkan sekarang, kau lihat, bukankah aku sekarang sudah baik-baik saja?" Wie Kie-hong merasa seperti balon bocor yang kempis dan kehilangan udara.

Kata-kata yang tertulis itu tidak mengandung banyak arti.

Kali ini sepertinya dia sudah datang sia-sia.

"Apakah Leng Taiya mengetahui apa isi surat yang diberikan pada tuan besar Hui?" "Hui Taiya sudah mati, bagaimana bisa mencari tahu?" Mendadak raut muka Tan Po-hai menjadi muram.

Dia berkata seperti sedang bergumam.

"Kie-hong, aku tidak ingin menutupi dirimu.

Sebenarnya aku sudah melihat isi surat yang diberikan pada Hui Taiya" "Oh...?" Wie Kie-hong bingung, entah apa dia harus terkejut atau senang.

"Setelah aku mendengar kalau kedua mata Hui Taiya sudah dicungkil, aku langsung berpikir kalau dia tidak mungkin bisa membaca surat rahasia itu sendiri.

Oleh karena itu aku tidak memperdulikan luka yang sedang kuderita dan secepatnya pergi ke tempatnya.

Tentu saja Hui Taiya sangat mempercayai aku.

Karena itu dia meminta aku membacakan suratnya" Wie Kie-hong khawatir kalau dia terlalu banyak bertanya pada Tan Po-hai, dia tidak akan lebih banyak bercerita padanya.

Karena itu dia sengaja membelokkan kata katanya: "Paman Tan! Gihu sangat ingin tahu isi surat rahasia itu.

Apakah anda bisa menceritakannya padaku?" "Karena Leng Taiya yang ingin tahu, aku tentu saja tidak bisa menutup-nutupinya.

Tapi kata-kata yang tertulis di dalam surat rahasia untuk Hui Taiya masih membuat bulu kudukku berdiri sampai sekarang" "Oh.." memang apa yang tertulis disana?" Tan Po-hai merendahkan nada suaranya.

Dia mengatakan patah demi patah kata dengan sangat bertenaga: "Cepatlah mati! untuk menghindar kesulitan pada temantemanmu" "Oh...! apakah Hui Taiya langsung melakukan perintah yang dituliskan?" "Saat itu aku sudah berunding dengannya.

Lagipula kedua matanya sudah tidak bisa melihat.

Dia tidak mungkin bisa membaca tulisan yang tertera didalam surat.

Lagipula tidak ada orang yang tahu kalau aku sudah membantunya membacakan surat itu.

Karena itu kami berdua berpura-pura tidak ada yang melihat surat rahasia yang sudah diberikan padanya" "Apakah saat itu Hui Taiya menerima usulan mu pura pura tidak tahu?" "Tentu saja dia setuju usulanku.

Siapa yang tidak ingm terus hidup?" "Tapi...." "Tapi ternyata Hui Taiya mati.

Aku sungguh tidak tahu apa yang sudah menyebabkan hal ini.

apakah dia lalu berubah pikiran dan menganggap kalau perintah didalam surat itu tidak boleh diabaikan begitu saja?" Mendadak Wie Kie-hong tercebur dalam sebuah pemikiran yang mendalam.

Sepertinya saat ini dia sedang terjepit sebuah pertanyaan yang sangat besar.

Sampai-sampai tatapan matanya tidak beralih barang sejenakpun.

"Kau kenapa?" "Oh...

! " tiba-tiba Wie Kie-hong kembali sadar, "aku tidak apa-apa, aku hanya merasa aneh.

Mungkin saja Cu Taiya sedang bercanda, mengapa Hui Taiya harus begitu serius menanggapi isi surat tersebut?"?" "Sudahlah! sebaiknya kita berdua berhenti disini saja.

kau harus berpura pura tidak mendengar apapun.

Aku pun akan berpura pura tidak mengatakan apapun" "Harap tenang.

Aku bukan seorang anak kecil" 
0-0-0
 Wie Kie-hong terus berbincang-bincang dengan Tan Po-hai untuk beberapa lama.

Setelah menjelang sore, Wie Kie-hong mohon pamit.

Dia meninggalkan kediaman Tan Po-hai.

Segera dia pergi ke kediaman Hui Taiya, kediaman Hui Taiya terletak ke sebelah selatan kediaman Tan Po-hai.

Ini adalah sebuah bangunan yang sangat mewah.

Wie Kie-hong adalah tamu yang sering berkunjung ke tempat ini, karena itu dia bisa masuk ke dalam kediamannya dengan mudah.

Dia mengunjungi pengurus kediaman tersebut.

Pengurusnya bermarga Eng.

Dia mengira Leng Souw-hiang sudah mengutusnya datang untuk menanyakan perihal upacara pemakaman, karena itu dia segera menjamunya.

"Pengurus Eng! ketika Hui Taiya meninggal, apakah anda sedang berada disini?" "Ya, aku sedang berada didalam kediaman ini" "Siapakah yang paling pertama mengetahui tentang kematiannya?" "Orang yang sedang mengurus dirinya" "Apakah aku bisa menemuinya?" "Wie Siauya, maafkan aku tidak sopan, apakah aku boleh bertanya mengapa anda ingin melakukan hal ini?" "Pengurus Eng! apakah anda sungguh percaya bahwa Hui Taiya sudah mati gantung diri?" "Memangnya tidak?" "Aku tidak berani memastikan, hanya saja berdasarkan keadaan terakhirnya, sepertinya Hui Taiya tidak mungkin bisa menggantung dirinya sendiri..." "Anda tidak tahu.

Hui Taiya seumur hidup nya selalu mementingkan harga dirinya.

Menerima musibah yang besar seperti ini, mana mungkin dia masih mempunyai harga diri untuk terus hidup?" "Pengurus Eng! yang aku bicarakan bukan masalah harga diri.

aku sedang membuat kesimpulan.

Hui Taiya sudah kehilangan kedua matanya.

Dia tidak bisa melihat, memindahkan kursi, mencari tali pengikat dan melilitkan tali tersebut ke palang rumah.

Sepertinya hal ini tidak mudah dilakukan" Pengurus Eng tampak sangat terkejut, seolah-olah dia baru saja mendengar tentang sesuatu yang belum pernah didengarnya selama ini, atau melihat sesuatu yang belum pernah dilihatnya selama ini.

dia baru menyadari hal ini.

Sepertinya suasana hatinya dalam sekejap mendadak berubah menjadi sedih.

Dia membuka mulutnya, namun tidak ada suara yang keluar.

Setelah sangat lama, barulah dia bertanya dengan suara yang sangat gemetar.

"Wie Siauya! apakah anda ingin mengatakan bahwa Hui Taiya dibunuh orang?" "Aku curiga pada hal tersebut" "Sepertinya hal ini tidak mungkin.

Karena Hui Taiya sangat baik pada semua orang, dia tidak pernah berselisih paham dengan orang lain.

Mana mungkin..?" "Pengurus Eng! yang aku katakan bukanlah suatu hal yang sudah pasti.

Yang kau katakan pun belum pasti, sebaiknya kita berdua mencoba menyeli-diki hal ini.

bukankah kita akan mengetahui hal yang sebenarnya terjadi?" "Bagaimana cara mencari tahunya?" "Tentu saja dengan bertanya pada orang yang mengurus Hui Taiya" "Tidak mungkin! tamu yang datang melayat sangat banyak.

Sekali masalah ini terdengar keluar, bukankah ini menjadi bahan tertawaan orang banyak?" "Pengurus Eng, kenyataan yang sesungguhnya lebih penting dari apapun.

Sepertinya semua tamu yang datang melayat pun ingin tahu kejadian yang sebenarnya." "Saat ini emosi semua orang yang ada didalam kediaman ini sedang tidak tenang.

Bahkan orang yang bisa mengambil keputusan pun tidak ada.

Sementara ini terpaksa aku yang harus membuat keputusan, namun aku juga tidak bisa membuat keputusan dengan sesuka hati.

Wie Siauya! aku tahu maksudmu baik.

Begini saja, aku bisa membawakan orang yang pada waktu itu sedang mengurus Hui Taiya, tapi tolong jangan beritahukan tentang apa yang kalian bicarakan ini pada orang lain." "Terimakasih Pengurus Eng" Tidak lama kemudian, Wie Kie-hong bisa bertemu dengan orang yang mengurus Hui Taiya dalam sebuah ruangan rahasia.

Orang ini sudah mengabdi pada Hui Taiya sekitar dua puluh tahun lebih.

Dia dipanggil Cong Congkoan.

Wie Kie-hong bertanya dengan sopan: "Cong Congkoan, apakah anda orang yang pertama menemukan Hui Taiya gantung diri?" "Betul" "Hui Taiya sedang mendapatkan musibah yang sangat besar.

Bagaimana mungkin anda bisa meninggalkannya begitu saja didalam kamarnya?" "Saat itu Hui Taiya sudah mendengar kabar yang sangat buruk.

Dia berkata bahwa kepalanya terasa pusing, dia ingin beristirahat menenangkan hati sejenak dan lalu menyuruhku untuk pergi dari kamarnya.

Aku juga tidak tahu bagaimana alasannya, hatiku merasa tidak tenang, setelah itu aku kembali ke kamarnya untuk memeriksa keadaannya.

Selang waktu tidak sampai setengah jam, namun aku sudah menemukan sebuah musibah yang sangat besar." "Apakah tali yang digunakan untuk menggantung dirinya adalah tali yang ada didalam kediaman ini?" "Betul" "Apakah tali itu ditaruh begitu saja didalam kamar tempat tidurnya?" "Sulit dipastikan." "Kedua mata Hui Taiya tidak dapat melihat, bagaimana dia dapat mencari tali ini?" Cong Congkoan tertegun.

"Cong Congkoan, jangankan Hui Taiya yang sudah mendapat luka begitu parah, sakitnya tidak tertahankan.

Orang yang sehat yang ditutup matanya dengan sapu tangan saja belum tentu bisa menemukan tali dan mempersiapkan semua urusan menggantung dirinya.

Betul?" "Betul.

Pasti ada orang yang sudah membantu dirinya" "Mengapa kau tidak berkata bahwa ada orang lain yang sudah membunuhnya" Bahwa ada orang yang sudah melingkarkan tali pengikat itu di lehernya?" "Wie Siauya, kata-katamu itu sudah mem-buatku bingung.

Kalau memang demikian adanya, siapakah orang yang sudah membunuhnya?" Wie Kie-hong tidak melanjutkan kata-katanya.

Dia menemukan kalau pembantu ini sudah hampir pingsan karena merasa takut.

Dia hanya memberitahu pembantu itu agar tidak memperbesar masalah dengan mengatakannya pada orang lain.

Setelah itu dia dibawa ke dalam kamar tidur Hui Taiya untuk meneliti.

Setelah selesai, dia bahkan tidak menyapa para tamu.

Dia ingin menghindari tanggapan para tamu yang sedang melayat.

0-0-0
 Setelah berlalu dari kediaman Hui Taiya, Wie Kie-hong segera berangkat menuju kediaman Cu Taiya.

Dia meminta tolong agar pelayan yang menyambut di pintu melaporkan kedatangannya diam-diam pada Tu Liong.

Setelah melihat Tu Liong, Wie Kie-hong segera menariknya pergi menjauh.

Tu Liong segera bertanya padanya: "Ada apa ini?" Wie Kie-hong tidak segera menjawab pertanyaan tadi.

Setelah berjalan cukup jauh, dia memandang jauh ke sekeliling beberapa kali untuk memastikan tidak ada yang mendengarkan, dia barulah membuka mulut "Tu toako, aku ingin memberitahu tentang sesuatu.

Kau harus percaya padaku" "Katakanlah" "Hui Taiya tidak bunuh diri, tapi dia sudah dibunuh orang lain" Tu Liong segera bertanya balik: "Apakah kau memiliki bukti?" Lalu Wie Kie-hong menceritakan kembali semua percakapannya dengan Tan Po-hai.

Bahkan dia juga menceritakan kejadian yang dialaminya di dalam rumah Hui Taiya ketika dia bertanya pada Cong Congkoan.

Tu Liong mendengarkan dengan sangat serius "Coba kau pikir.

Seseorang yang sudah kehilangan penglihatannya, seorang tua yang sudah menderita luka yang sangat parah, lalu ingin menggantung diri...

pasti ini adalah hal yang sulit dilakukan" "Siapa pelaku kejahatannya?" Tu Liong mengajukan pertanyaan yang baru "Sulit dikatakan" "Kie-hong, kalau kau ingin mengatakan sesuatu, katakanlah....sepertinya pelaku kejahatan ini sudah ada dalam pikiranmu...." "Siapa?" "Hanya Cu Taiya seorang yang mungkin terlibat didalamnya" "Tu toako, aku juga pernah memikirkan kemungkinan masalah ini, tapi aku tidak berani mengatakannya.

Aku juga tidak berani untuk berpikir terus" "Mengapa?" "Karena ...

ini seperti sangat tidak mungkin.

Memikirkan kembali pada tahun tahun itu, mereka beberapa orang tua itu semuanya bersahabat sangat karib.

Mereka menjalin hubungan yang sangat harmonis.

Hui Taiya mendapat luka, kedua matanya sudah tidak dapat melihat....mana mungkin Cu Taiya pada waktu sulit seperti ini...." "Tujuan seorang pembunuh tidak selalu ingin lawannya mati, ada banyak orang yang membunuh orang lain agar dirinya bisa terus hidup....

Kie- hong, kau sudah mengambil tindakan yang tepat memberitahuku.

Kau tenang saja, aku bisa membeda-kan mana yang baik dan mana yang buruk, yang mana yang benar dan yang mana yang salah." Wie Kie-hong tidak tahu bagaimana cara melanjutkan katakatanya, dia hanya bisa terdiam melihat lawan bicaranya.

"Bagaimana pembicaraanmu dengan Thiat-yan?" "Dia mengatakan kalau ayahku masih hidup" "Wah itu berita yang bagus" "Tapi....tapi...." "Mengapa kau tidak langsung mengatakan padaku?" "Katanya ayahku saat ini sedang dipaksa orang, dia tidak lebih dari sekedar mayat hidup, walaupun masih hidup tapi seperti mati...." "Siapa yang sudah berbuat begitu?" "Katanya orang itu Cu Siau-thian" "Oh...?" kali ini Tu Liong yang merasa kaget "Kau tadi mengatakan Cu Siau-thian adalah orang satu-satunya yang terlibat.

Tapi menurutku sepertinya tidak demikian, kalau memang diam-diam ada orang yang seperti ini, dia pasti akan mengerti semua urusan seperti membalik telapak tangannya sendiri.

Dia menggunakan kesempatan membunuh Hui Taiya agar beberapa orang yang mengetahui keadaan didalamnya jadi mencurigai Cu Taiya.

Sehingga dia menjadi target kecurigaan semua orang, ini juga sebuah kemungkinan" "Kie-hong, terima kasih kau sudah membuatku sadar, sudah berdiri di posisiku.

Aku berharap pertimbanganmu bisa menjadi kenyataan.

Sekarang, aku ingin kembali pada Cu Taiya dan membuat suatu perundingan yang menentukan.

Mungkin saja...." "Apakah kau tidak merasa itu hal yang berbahaya?" "Aku tahu, jika dia bisa membunuh sahabat karibnya sendiri, pasti dia juga bisa membunuhku" "Kalau ternyata dugaan yang kita buat bersama tidak tepat, bukankah ini akan menyakitkan hati Cu Taiya?" "Kie-hong, hatimu sungguh sangat mulia.

Aku pasti akan mencari kesempatan yang tepat untuk membicarakannya, kau tenang saja" Wie Kie-hong tentu saja tidak dapat berkata lebih banyak lagi.

kedua orang itu pun berpisah.

Baru saja dia berjalan beberapa langkah jauhnya, tiba-tiba Hiong-ki muncul dihadapannya.

Sekarang Wie Kie-hong juga sudah membuat sebuah dugaan.

Dia tahu kemunculan Hiong-ki bukan hanya kebetulan saja, raut wajahnya tampak sangat datar.

Kie-hong hanya menganggukkan kepala.

"Apa yang Wie heng bicarakan dengan Tu Liong tadi?" "Aku sudah menyampaikan kata-kata yang dititipkan oleh Hiong heng" "Bagaimana reaksinya?" "Sebenarnya Hiong heng sama sekali tidak perlu menggunakan aku memberitahukannya lagi.

Kalian berdua kan sudah pernah membahas tentang masalah ini, katakatamu juga sudah membuat perubahan yang sangat besar pada dirinya" "Oh...?"" Kata-kata Hiong-ki berbelok dengan tajam "Apakah kau sudah menjumpai nona Thiat-yan?" "Betul" "Membicarakan apa saja?" "Membicarakan masalah yang menyangkut ayahku........apakah Hiong heng sangat menaruh minat pada semua urusan ini?" Hiong-ki tidak sebodoh itu untuk tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Wie Kie-hong.

Dia berkata dengan lemah lembut: "Sepertinya Wie heng sudah salah paham denganku" "Aku hanya merasa kemunculan Hiong heng selalu tepat waktu, sepertinya bukan kebetulan." "Suatu saat nanti Wie heng pasti akan mengerti sendiri.

Saat ini aku hanya ingin memesan beberapa kata 'terhadap perkataan siapapun, jangan sepenuhnya percaya ataupun tidak percaya" "Apakah ini termasuk kata-katamu?" Hiong-ki hanya tersenyum, setelah itu dia merangkapkan tangan dan pergi.

Wie Kie-hong menatap punggung Hiong-ki yang menjauh sampai menghilang dari pandangan.

Setelah itu dia baru membalikkan tubuh untuk pergi.

0-0-0
 Wie Kie-hong menyewa sebuah kereta, dan pergi ke gang San-poa ke kediaman Bu Tiat-cui.

Ternyata pemiliknya sedang berada didalam rumah.

Terhadap kunjungannya yang tiba-tiba, sepertinya Bu Tiatcui tidak merasa kaget sama sekali.

"Tuan Bu, aku punya sebuah pertanyaan yang harus kau jawab dengan jujur" "Oh...?" Reaksi Bu Tiat-cui masih terlihat sangat tenang.

"Setiap pertanyaan yang kau jawab, kau pasti akan mendapatkan bayaran.

Karena itu aku juga sudah mempersiapkan sejumlah uang untukmu.

Lima puluh uang orang luar negri.

Seharusnya ini tidak sedikit" "Aku ingin mendapatkan uang ini" "Pertanyaannya sangat sederhana, siapakah yang sudah menyuruhmu menjagakan kopor kulit kuning itu?" "Aku tidak bisa mengatakannya" "Kenapa?" "Tidak bisa ya tidak bisa" "kalau begitu aku tambah uangnya dua kali lipat, jadi seratus, bagaimana?" "Walaupun kau memberikan aku seribu mata uang orang luar negeri, aku tidak mungkin memberitahukannya" "Kau setidaknya harus memberitahu alasan-nya" "Ini adalah urusan hidup dan mati.

Saat itu aku juga pernah menerima uang dari orang lain.

Orang itu sudah memperingatkanku, kalau aku membocorkan rahasia ini, aku pasti mati" "Kalau sekarang aku berkata, aku akan membunuhmu kalau kau tidak menjawab.

Apakah kau masih tutup mulut?" "Kau....kau pasti sedang bercanda" Wie Kie-hong mengeluarkan sebuah pisau, dan setelah itu menggerak-gerakkannya dihadapan Bu Tiat-cui.

"Kalau kau tidak menjawab pertanyaanku, aku pasti akan membunuhmu.

Aku serius." Wajah Bu Tiat-cui langsung berubah.

"Aku akan bertanya untuk yang terakhir kalinya.

Siapa yang sudah memberi kopor kulit yang berwarna kuning untuk dijagakan olehmu itu?" Tiba-tiba saja Bu Tiat-cui melompat dari tempat duduknya dan segera berlari keluar pintu Tapi mana mungkin Bu Tiat-cui dapat meloloskan diri, sekali Wie Kie-hong menjulurkan bahu kanannya, dia sudah berhasil menangkapnya.

Wie Kie-hong segera berputar ke belakang Bu Tiat-cui, dan pisau kecil yang dipegangnya sudah menempel di pipinya.

Bu Tiat-cui tampak seperti seorang terdakwa.

Namun tidak disangka, ternyata Bu Tiat-cui tidak hanya memiliki mulut seperti besi, namun akalnya pun tidak pendek.

Ketika Wie Kie-hong sudah berdiri dibelakang-nya, tangan Bu Tiat-cui melesat turun berusaha mencengkeram daerah vital diantara kedua kaki Wie Kie-hong.

Untung Wie Kie-hong segera menyadarinya.

Karena posisinya yang menempel dengan Bu Tiat-cui, dia terpaksa menunggingkan pantatnya jauh-jauh agar cengkraman Bu Tiat-cui meleset.

Bu Tiat-cui tahu ini adalah kesempatan satu-satunya bagi dia untuk melepaskan diri.

Dia pun ikut menunggingkan pantat dan menundukkan kepala.

Sebentar saja dia sudah berhasil lolos dari pelukan Wie Kiehong.

Dia kembali berlari keluar.

Sayangnya dia masih kurang cepat.

Wie Kie-hong segera menjulurkan tangan kirinya dan langsung memegang bahu kiri Bu Tiat-cui.

Sekali lagi Bu Tiat-cui memamerkan kebolehannya berkelit dari situasi yang sulit.

Saat ini Bu Tiat-cui sedang membelakangi Wie Kie-hong.

Tangan kanannya segera terangkat ke bahu kirinya, dan lalu memegang tangan Wie Kie-hong.

Setelah menggenggam erat, dia menjatuhkan bahunya danberputarkebelakang.

Bu Tiat-cui memelintir tangan kiri Wie Kie-hong dengan kuat.

Sekarang mereka berdua jadi berdiri saling berhadapan.

Hanya saja Wie Kie-hong tidak berdiri tegak.

Dia rada membungkuk kesakitan.

Bu Tiat-cui tidak membuang waktu.

Kaki kanannya segera menendang tangan kanan Wie Kiehong yang masih memegang pisau.

Pisau itu terlepas dari tangan Wie Kie-hong dan melayang menuju lemari yang terletak di sudut ruangan.

"JLEEPP." Pisau menancap di lemari dengan kuat.

Setelah kembali pada posisi berdiri, sekarang giliran kaki kiri Bu Tiat-cui yang menyerang.

Kaki itu segera menyambar ke arah muka Wie Kie-hong.

Wie Kie-hong segera menggunakan tangan kanannya untuk mencengkram kaki yang sedang melaju cepat ke arahnya.

Mendadak Wie Kie-hong berdiri tegak.

Dia sekarang mendapat keunggulan posisi, karena kaki kiri Bu Tiat-cui sudah ada dalam cengkeramannya.

Dengan cepat dia ikut menendangkan kaki kanannya ke arah Bu Tiat-cui.

Tendangan ini mengenai perutnya dengan telak.

Bu Tiat-cui menjerit kesakitan, dan terlempar ke belakang.

Wie Kie-hong segera berlari kearah lemari untuk mencabut pisaunya.

Baru saja tangan kirinya menyentuh pegangan pisau, tangan itu sudah dipegang keras oleh tangan kanan Bu Tiatcui.

Wie Kie-hong segera melemparkan tangan kirinya untuk membuka pertahanan Bu Tiat-cui.

Serta merta dia melayangkan tinjunya sekuat tenaga ke dadanya.

Ternyata Bu Tiat-cui juga tidak kalah cepat.

Tangan kirinya segera menangkap tinju itu dengan mantap.

Wie Kie-hong kembali mengayunkan kaki kanannya ke arah Bu Tiat-cui.

Bu Tiat-cui melepas pegangan tinju Wie Kie-hong, dan dengan tangan yang sama menepis kakinya dengan keras.

Kaki Wie Kie-hong jadi terasa perih, dan secara reflek turun kembali ke bawah.

Kali ini kaki kiri Bu Tiat-cui melangkah maju.

Telapak tangan yang sudah menepis kakinya meluncur dengan cepat dan menghantam dadanya dengan keras.

Sekarang giliran Wie Kie-hong yang melenguh kesakitan.

Wie Kie-hong mundur beberapa langkah menatap Bu Tiatcui dengan tatapan tidak percaya.

Dia tidak tahu kalau lawannya bisa ilmu silat.

Dia tidak akan percaya kalau tidak melihatnya sendiri.

Tampak Bu Tiat-cui memasang kuda-kuda Tai Chi.

Wie Kie-hong tidak tahu bagaimana cara menghadapinya, namun dia tidak bisa tinggal diam.

Maka dari itu dia melangkah maju dan mulai mencoba menyerangnya.

Tangan kanannya segera terkepal menjadi tinju yang melayang cepat menuju dadanya.

Mendadak tangan kiri Bu Tiat-cui terjulur menyambut datangnya tinju, sementara tangan kanannya terangkat setinggi kuping.

Setelah menangkap tinju Wie Kie-hong, dia segera menarik tangan kirinya, dan telapak tangan kanannya sudah meluncur maju dan menghantam dadanya.

Wie Kie-hong kaget.

Namun dia tidak sempat kaget berlama-lama.

Belum lagi Wie Kie-hong berhenti dari hempas-an tenaga pukulannya, Bu Tiat-cui sudah melangkah-kan kaki kirinya kedepan.

Tangan kanannya kembali terangkat setinggi telinganya, dan langsung menerjang kembali ke dada Wie Kiehong.

Wie Kie-hong segera kehilangan keseimbangan.

Dia jatuh terguling-guling.

Tidak hanya dadanya yang sakit, namun tubuhnya ikut sakit karena membentur lantai.

Dia segera berdiri diatas kedua kakinya.

Bu Tiat-cui kembali memasang kuda-kuda Tai-kek.

Dia menghembuskan nafas karena sudah selesai menyerang.

Wie Kie-hong tahu dia tidak bisa menganggap enteng lawannya.

Wie Kie-hong juga memasang kuda kuda andalannya.

Setelah beberapa saat, dia kembali meluncur kedepan ke arah Bu Tiat-cui.

Kedua kepalan tangannya segera menyambar-nyambar.

Bu Tiat-cui tetap terlihat tenang.

Kedua tangannya yang berada diatas pahanya yang sedikit tertekuk segera berputar-putar cepat.

Semua tinju Wie Kie-hong dapat ditepisnya dengan baik.

"In -jiu!!" pekik Wie Kie-hong dalam hati.

In-jiu (Tangan Awan) adalah salah satu jurus Tai-kek" Konsentrasi Wie Kie-hong sedikit buyar.

Bu Tiat-cui segera mengambil kesempatan ini untuk melancarkan jurus selanjutnya.

Berat tubuhnya berpindah ke sebelah kiri.

Kedua tangannya terayun turun dan tubuhnya sedikit turun.

Mendadak dia kembali berdiri tegak.

Tangan kiri dan kanannya masing-masing menggenggam tangan kiri dan kanan Wie Kie-hong.

Kaki kanan Bu Tiat-cui menendang dengan keras dada Wie Kie-hong.

Wie Kie-hong kembali terguling guling...

"Deng Jiao ...

" pikir Wie Kie-hong sambil terbaring telungkup di lantai.

Kali ini Wie Kie-hong berdiri lebih lambat.

Dia sedang sibuk memikirkan bagaimana cara menghadapi jurus Bu Tiat-cui selanjutnya.

Namun dia tidak menemukan Bu Tiat-cui dimanapun.

Sepertinya dia sudah kembali melarikan diri.

Bahkan dia sudah membawa pisau kecil bersamanya.

Pada lemari hanya terlihat bekas pisau yang tadi menancap.

Karena itu Wie Kie-hong segera berlari keluar.

Dia segera menyibakkan tirai yang menutupi pintu Tiba-tiba Bu Tiat-cui muncul di hadapannya.

Wie Kie-hong kaget dan secara reflek dia menghindar.

Mendadak pinggangnya terasa pedih.

Wie Kie-hong melongo sebentar.

Dia segera menoleh melihat sumber rasa sakitnya.

Ternyata baju disekitar pinggangnya sudah berlumuran darah.

Ternyata Bu Tiat-cui sudah menyabetkan pisau yang direbutnya dari Wie Kie-hong ketika dia muncul mendadak.

Wie Kie-hong tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini.

ujung pisau yang tajam sudah merobek kulitnya.

Walaupun dia sangat gesit menghindari serangan, ujung pisau yang tajam tetap melukai pinggangnya.

Darah segar terus mengalir keluar Wie Kie-hong jadi tidak tahu bagaimana cara menghadapi Bu Tiat-cui.

Apakah dia harus membunuhnya" Tidak!.

Dia masih belum tahu rahasia yang masih dipendamnya.

Apakah sebaiknya tidak dibunuh" Tapi dia adalah seorang musuh yang sangat kuat.

Ketika sedang ragu-ragu, tusukan pisau yang kedua sudah menyusul mengarah padanya.

Wie Kie-hong terpaksa melangkah mundur.

Bu Tiat-cui memanfaatkan kesempatan ini, dia segera melarikan.

Tentu saja Wie Kie-hong harus mengejarnya, ketika dia berlari sampai taman, ternyata Bu Tiat-cui belum berlari keluar rumah.

Penyebabnya ternyata ada orang lain yang sedang berdiri didepan pintu mencegat jalannya.

Orang ini adalah Hiong-ki.

Tentu saja Hiong-ki tahu kalau Wie Kie-hong sedang terluka dan mengucurkan darah.

Segera dia bertanya: "Wie heng....bagaimana kejadiannya?" "Tolong Hiong-heng bantu aku menangkapnya.

Orang ini punya rahasia yang sangat menentukan...." Tampaknya Bu Tiat-cui menyadari situasinya tidak mendukung untuk melarikan diri.

Tiba-tiba saja dia mengarahkan pisau yang dipegang ke arah perutnya sendiri, jelas sekali dia bermaksud meng-akhiri hidupnya.

Namun gerakan Hiong-ki sangat cepat bagaikan kilat.

Ilmu silatnya tampak sudah terlatih sampai mencapai taraf kesempurnaan, ketika pisau itu masih berjarak sekitar dua puluh sentimeter, Hiong-ki sudah berhasil menangkap pergelangan tangan Bu Tiat-cui dan menahan pisau menusuk perutnya.

Wie Kie-hong menahan rasa sakit dan terus melangkah maju.

Dia segera merebut pisau yang dipegang Bu Tiat-cui.

Sekarang Bu Tiat-cui sudah tidak mungkin lari kemanamana lagi...

"Bu Tiat-cui" Wie Kie-hong berkata dengan dingin, "Sekarang hayo beritahu jawaban dari pertanyaanku tadi" Bu Tiat-cui ternyata memang sungguh sudah berubah menjadi mulut besi.

Dia sama sekali tidak mengatakan apaapa.

Wie Kie-hong melihat pada Hiong-ki, seperti-nya dia ingin meminta tolong membantunya mengha-dapi Bu Tiat-cui.

Hiong-ki berkata dengan ramah: "Bu Tiat-cui! apakah ada akibat yang lebih berat daripada kematian" Kau berani membunuh diri, mengapa kau tidak memiliki keberanian yang sama untuk mengatakan jawaban pertanyaan Wie Kie-hong?" "Maaf, aku tidak dapat mengatakan apa-pun" "Mengapa?" "Kalau aku bicara, akibatnya juga mati" "Bu Tiat-cui! " Wie Kie-hong berkata dengan baik-baik: "Aku berjanji akan menjaga keselamatanmu.

Aku tidak akan membiarkan siapapun melukaimu" "Tidak ada siapapun yang dapat memberikan jaminan padaku.

Kalau kau memaksa terus, lebih baik kau bunuh saja aku sekarang...." Mendadak Hiong-ki melepaskan Bu Tiat-cui.

Dan berkata pada Wie Kie-hong: "Wi heng, sudahlah, sebaiknya kita pergi saja.

Sepertinya kau terluka, dan harus segera diobati" "Ini hanya sebuah luka kecil" "Luka kecil pun tetap sebuah luka.

Sebaiknya kita pergi" Sekarang penilaian Wie Kie-hong terhadap Hiong-ki sudah jauh lebih baik.

Sambil menghela napas dia pun lalu melepaskan Bu Tiat-cui.

Dia lalu pergi bersama Hiong-ki.

"Wie heng, tampaknya aku sudah membun-tutimu lagi.

Betul?" "Sejujurnya aku memang merasa demikian" "Mengapa aku ingin memperhatikan semua gerak-gerikmu dengan Tu Liong" Pada saat ini memang sangat sulit menjelaskannya.

Suatu saat nanti kalian pasti akan mengerti....betul juga, perkataan apa yang kau tanyakan pada Bu Tiat-cui?" Wie Kie-hong lalu menceritakan ulang tentang muslihat Cu Siau-thian memberikan surat perintah ketika keadaan mendesak.

Tentu saja dia juga mengata-kan tentang kopor kulit kuning.

"Sebenarnya kau tidak perlu membuang-buang tenaga mengejar jawaban ini" "Mengapa?" "Sebab ini bukan hal yang menentukan" "Aku tidak setuju apa yang Hiong heng katakan.

Kalau Bu Tiat-cui mengaku kopor itu sudah diberikan padanya oleh Cu Siau-thian, bukankah segalanya menjadi jelas?" "Siapapun yang sudah memberikan kopor tersebut, tidak menjadi masalah" "Kalau begitu masalah apa yang penting?" tanya Wie Kiehong memaksa.

"Hui Ci-hong adalah sahabat karib Cu Siau-thian, namun ternyata dia sudah memberikan surat yang menyuruhnya untuk mengakhiri hidupnya.

Apakah ini yang pantas dilakukan oleh seorang teman pada temannya?" Wie Kie-hong terdiam tidak berkata apa-apa.

"Apakah menurutmu orang seperti ini masih pantas hidup didunia?" Emosi Wie Kie-hong sama sekali tidak terpengaruh oleh kata-kata Hiong-ki.

Dia mulai mengkhawatirkan luka yang sedang dideritanya.

Karena itu dia segera menghentikan percakapan "Kalau ada waktu kita akan bicara lagi.

aku ingin mencuci lukaku...." "Wie heng, baik kau dan Tu Liong semua sudah mendapat luka serius.

Ini adalah persahabatan darah.

Harap selalu diingat" Setelah itu dia kembali merangkapkan tangan dan segera pergi.

Wie Kie-hong selalu merasa bahwa semua tindakan Hiongki selalu dilakukan dengan sangat mendadak.

Sangat mencurigakan.

Sepertinya dia sangat membenci Cu Siau-thian.

Mengapa" Wie Kie-hong merasa sangat tenang.

Sebelum masalah ini menjadi jelas, sebaiknya dia tidak ikut-ikutan.

0-0-0
 "Ie-tiat-tong" adalah toko obat yang sangat terkenal di Pakhia.

Toko ini menjual perlengkapan obat-obatan.

Wie Kiehong pergi ke toko ini membeli obat sekaligus membalut luka.

Luka yang kecil seperti ini sepertinya bukan masalah besar.

Setelah itu dia kembali pulang kerumah dan mengganti baju.

Dia tidak mengatakan apa-apa, siapapun tidak ada yang tahu Rupanya Leng Souw-hiang juga selalu memperhatikan semua gerak-geriknya.

Tidak lama dia sampai dirumah, sudah ada orang yang datang memanggilnya untuk menghadap.

"Kie-hong! apakah kau sudah pergi lagi?" "Betul" "Untuk apa?" "Aku sudah pernah mengatakan sebelumnya, aku ingin mengetahui apa isi surat rahasia yang diberikan oleh Cu Taiya pada teman temannya.

Dan aku sudah berhasil" "Oh...?" Leng Souw-hiang tampak sangat kaget "Surat rahasia yang diberikan pada Tan Po-hai hanya berisi kata-kata 'orang yang bodoh akan selamat', namun surat yang diterima oleh Hui Taiya sangat berbeda" Selanjutnya, Wie Kie-hong menceritakan semua penemuannya yang mengejutkan.

Raut wajah Leng Souw-hiang terus berubah ubah.

Terakhir wajahnya menjadi sangat pucat.

"Cobalah ayah pikir, bukankah hal ini sangat menakutkan?" "Ya! sungguh menakutkan!" Leng Souw-hiang berkata sambil bergumam.

"Ayah adalah generasi tua, sebaiknya ayah membuat sebuah pendirian" "Kie-hong masalah ini harus dihadapi oleh kami generasi tua.

Aku tidak ingin generasi yang lebih bawah ikut terjerumus dalam masalah ini" "Tapi, aku tidak bisa berhenti sampai disini" "Mengapa?" "Karena urusan ini menyangkut masalah ayahku" "Memangnya kenapa dengan ayahmu?" "Ayahku belum mati, dia hanya sedang didesak oleh seseorang.

Orang yang sudah mendesaknya tidak lain adalah Cu Siau-thian" "Siapa yang sudah mengatakan hal ini?" "Thiat-yan" "Mengapa kau begitu percaya kata-kata musuhmu?" "Thiat-yan bukanlah seorang musuh!" "APA?" raut wajah Leng Souw-hiang tiba-tiba terlihat sangat dingin, "dia sudah membuatku menjadi cacat, kau masih tidak menganggapnya musuh?" "Dari berbagai sudut pandang, mungkin dia pantas disebut sebagai seorang pelaku kejahatan, tapi dia sama sekali bukan musuh.

Saat ini kita sudah tidak perlu menunjukkan sikap yang bermusuhan padanya" "Apakah karena dia sudah menceritakan kisah tadi, jadi kau mengubah pandanganmu terhadap dirinya?" "Kisah?" Wie Kie-hong balik memandang Leng Taiya.

Sepertinya dia tidak mengerti arti kata itu.

"Dia mengatakan kalau ayahmu belum mati, kalau ini bukan kisah isapan jempol, apa lagi namanya?" "Aku percaya bahwa apa yang dikatakan Thiat-yan bukanlah isapan jempol saja." "Dari mana kau tahu kalau kata-katanya bukan hanya bualan semata" Ayahmu sudah mati, ini sebuah kenyataan.

Tidak mungkin salah.

Apakah kau percaya pada kata-kataku" Ataukah kau lebih percaya pada orang yang tidak kau kenal dengan baik?" "Gihu...." "Jangan menyebutku seperti itu.

kalau memang ayahmu belum mati, pergilah mencarinya! jangan lagi mengganguku" Sekarang Leng Souw-hiang sangat marah.

Kelakuannya seperti sedang mengusir anjing.

"PERGI! PERGI!" Hati Wie Kie-hong sungguh merasa sedih.

Dia berpikir ingin melangkah mendekat dan menjelaskan mengenai apa yang dia pikirkan.

Menjelaskan tentang perasaannya, tapi dia merasa bahwa menjelaskan pada saat seperti ini, tampak nya tidak akan mudah.

Karena itu dia tidakberkata apa-apa lagi dan segera pergi.

0-0-0
 Saat orang sedang mendapat masalah, dia pasti memikirkan arak.

Namun setelah tiga cawan arak turun ke dalam perutnya, Wie Kie-hong merasa semakin gundah.

Ketika emosinya sedang bergejolak seperti ini, Wie Kiehong pergi ke kediaman keluarga Cu.

Cu Siau-thian sudah sangat akrab dengan Wie Kie-hong.

Dia juga tahu Wie Kie-hong biasa datang ke tempat tinggalnya untuk mencari Tu Liong.

Sekarang tiba-tiba dia datang mengunjungi dirinya, tentu saja dia merasa aneh.

"Kie-hong, mengapa kamu minum arak?" "Mabuk karena arak, hati akan mengerti" "Ha! Kata katamu terdengar sangat berat! Aku lihat kau sudah mabuk, hingga berpikir tidak jernih" "Cu Taiya, hari ini aku mengetuk pintu dan mengunjungimu, aku memohon anda menjelaskan sebuah masalah" "Katakanlah" "Kau tentu sudah kenal ayahku...." "Tentu saja! siapakah orang didalam kota Pakhia ini yang tidak kenal Wie Ceng" Dia adalah orang yang sangat menarik" "Kalau begitu ayah kandungku pasti sering berhubungan dengan anda?" "Tentu saja., tentu saja...

kita berdua sering pergi minum arak bersama-sama" "Ketika ayahku disuruh pergi membereskan sebuah masalah.

Dia pasti sudah datang kemari menceritakannya padamu, apa betul?" "Tidak salah..." "Kalau begitu, apakah ayahku tidak memberitahukan padamu apa tugas yang harus dikerjakannya?" "Kie-hong, kau sudah berputar putar sejauh itu, apakah ingin menanyakan tentang hal ini?" "Cu Taiya, kalau anda tidak mengetahui keadaan sebenarnya, aku juga tidak bisa apa-apa.

kalau anda tahu, tolong beri tahu aku." "Aku merasa aneh.

Mengapa kau tidak langsung bertanya pada Leng Taiya, malah datang kemari dan bertanya padaku" Dia pasti akan lebih mengerti banyak hal dibanding diriku" "Ayahku tidak mau memberitahu." "Oh...?" raut wajah Cu Siau-thian tampak kaget sekaligus heran, "dia tidak mau memberitahu padamu" Mengapa?" "Aku juga tidak mengerti ........Ugh! Aku mendengar kabar diluaran, aku tidak berani mendengar lebih banyak lagi........Cu Taiya, anak membutuhkan kasih sayang ayah, namun ayahku tidak ada.

Anda harus mengerti perasaanku!" "Gosip apa yang sudah kau dengar?" "Menurut kabar, ayahku masih hidup" "Bohong!" Cu Siau-thian terus menggeleng gelengkan kepala, "kalau ayahmu masih hidup, mana mungkin dia tidak menggubris anaknya sendiri?" "Ada dua macam kabar yang kudengar.

Pertama mengatakan bahwa dia tidak berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, karena itu dia tidak berani pulang menghadap Leng Taiya.

Yang sarunya lagi mengatakan kalau dia sudah didesak oleh seseorang, sehingga tidak memiliki kebebasan." "Kie-hong, Leng Taiya sudah memperlaku-kanmu dengan sangat baik.

kau tidak seharusnya ragu akan dirinya dan memiliki pemikiran yang lain.

Ayahmu memang sudah mati, Ini tidak salah" "Apakah Cu Taiya melihat mayatnya?" "Belum" "Kalau begitu mengapa kau sangat yakin?" "Kalau aku bilang mati, dia pasti mati" "Cu Taiya..." karena pengaruh beberapa cawan arak yang diminumnya, sikap Wie Kie-hong menjadi sangat keras, "kau tidak bisa berkata seperti ini.

kau harus mengeluarkan bukti, barulah aku bisa merasa tenang" "Mengenai urusan diluar, aku sungguh mengerti...." "Kau tentu mengerti tentang urusan diluar, namun kau tidak tahu apa tugas yang diemban oleh ayahku.

Karena itu...." "Apakah kau sedang menggunakan taktik untuk memancing emosiku?" "Dihadapan generasi tua siasat apapun tidak berani aku gunakan.

Aku hanya ingin tahu, tugas apakah yang diemban oleh ayah kandungku ketika itu.

kecuali Leng Taiya, sepertinya tidak ada orang kedua yang mengetahui tentang hal ini.

"Aku tahu" Emosi Wie Kie-hong semakin memuncak.

Namun dari luar, raut wajahnya tampak masih tenang-tenang saja.

Dia berkata dengan datar: "Aku tidak ingin mendengar tentang hal ini lagi" "Walaupun kau tidak ingin mendengarnya, aku masih akan memberitahu mu ........orang yang mengatakan kalau ayahmu masih hidup, itu hanyalah gosip yang menyesatkan.

Kenyataannya adalah bahwa dia sudah meninggal, tentang hal ini hanya aku yang tahu" "Oh...?" "Sebelum ayahmu pergi bertugas, dia pernah datang kemari menemuiku.

Menghadapi masa depan dia tidak memiliki sedikitpun rasa percaya diri.

dia merasa bahwa perjalanan yang harus ditempuhnya sangat menakutkan, bahkan dia tidak memiliki keberanian untuk pergi.

Aku sudah mengenal ayahmu selama bertahun-tahun.

Dia adalah seorang pemberani yang tangguh.

Hanya saja....Mmm..

cobalah kau pikirkan sendiri, tidak perlu aku mengatakannya sampai detail" Wie Kie-hong berpikir balik: 'mengapa ayahnya meragukan masa depannya'" Apakah dia melihat jalan yang ditempuhnya adalah suatu misi bunuh diri" Mengapa..." "Cu Taiya! apa yang ayah ku takuti pada waktu itu?" "Dia takut mati" "Mengapa dia tahu kalau dia mengemban tugas itu dia pasti mati?" "Kie-hong, aku berteman karib dengan Leng Souw- hiang selama bertahun-tahun.

Setelah berbincang bincang kesanakemari, pastilah pada akhirnya akan membicarakan dirinya.

Untuk apa kau menyuruhku menceritakan hal yang akan melukai temanku"....

orang yang sudah mati tidak akan kembali hidup.

Kau tidak perlu terus mengejar pertanyaan ini" "Kalau kau mengetahui keadaan yang sebenar- nya, tolong beri aku penjelasan.

Kalau tidak...." "Kalau tidak bagaimana?" "Kalau Cu Taiya tidak menjelaskan sampai tuntas, aku pasti akan menebak dan berpikir kesana-kemari....

"Baiklah.

Aku akan mengatakannya....waktu itu ayah kandungmu sangat mengerti.

Leng Taiya sudah menyuruhnya keluar, bukan menyuruh-nya untuk menyelesaikan sebuah tugas, tapi menyuruh nya untuk mati" "Aku tidak mengerti.

Setiap kali ayah angkat mengatakan tentang ayahku, dia selalu menekankan kalau ayahku adalah orang yang sangat setia tiada bandingnya.

Bagaimana mungkin dia menyuruhnya untuk mati" Aku tidak percaya....aku sama sekali tidak percaya" "Kie-hong....kata-kata ini aku dengar sendiri keluar dari mulutnya" "Aku belum pernah mendengarnya" "Oh...?" Cu Siau-thian memandang dingin dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"kau mengatakan bahwa aku sedang menipu dirimu, sedang membuat-mu bingung" Mengapa aku harus melakukan hal itu?" "Cu Taiya, aku memohon padamu" Wie Kie-hong berlutut dihadapannya.

"Apa-apaan ini?" "Kalau anda tidak menyetujuinya, aku tidak akan berdiri dari tempat ini" "Katakan, urusan apa?" "Tolong biarkanlah aku menemui ayahku.

Cu Taiya, aku mohon" Tiba-tiba saja wajah Cu Siau-thian berubah.

Dia berteriak keras: "Apa artinya ini?" "Ayahku saat ini sedang berada dibawah tekananmu.

Aku tahu.

Cu Taiya, tolong ijinkan aku melihat ayahku....Aku mohon...." Tiba-tiba saja Cu Siau-thian menendangkan kakinya ke arah Wie Kie-hong.

Karena Wie Kie-hong sedang berlutut dihadapannya, tendangan kakinya mengarah tepat menuju telinga Wie Kie-hong sebelah kanan.

Ini adalah titik kematian yang dimiliki semua orang...

dengan kemampuan silat yang dimiliki Cu Siau-thian, walaupun dalam emosi yang hebat, juga tidak seharusnya dia bertindak seperti ini.

terhadap seorang generasi muda sekali bertindak langsung mengincar titik kematian, sepertinya sangat kelewatan.

Dari semula Wie Kie-hong tidak yakin ayahnya berada dalam tekanan Cu Siau-thian, karena itu dia tidak berani bertindak gegabah.

Sekarang ini, dibawah serangan Cu Siauthian yang sangat mematikan, tidak terelakan lagi, emosinya langsung meledak tidak terkendali.

Kedua tangannya digenggam menjadi kepalan, dia menerima tendangan Cu Siau-thian.

Dia juga mengerahkan kepandaian yang dipelajarinya untuk menangkap kaki kanan Cu Siau-thian.

Sambil memegang kakinya, Wie Kie-hong segera berdiri.

Sekarang Cu Taiya lah yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Dia berdiri dengan pose "ay".rr> emas berdiri satu kaki" "Cu Taiya" Wie Kie-hong terus memburu pertanyaan, "mengapa anda ingin membunuhku?" "Aku hanya mewakilkan Leng Taiya mendidikmu pelajaran bersopan santun." Cu Siau-thian masih sangat marah.

"Mendidikku" Kau tadi sudah mencoba menendang titik kematianku, jelas sekali kau ingin membunuhku" "Kalau kau tidak menangkis serangan, aku pasti akan merubah arah seranganku pada detik terakhir" "Tentu saja aku harus menangkis serangan, aku tidak selemah ayahku" "Wie Kie-hong, kau salah.

Aku sudah memberitahu jangan terlalu percaya omongan kosong orang lain sehingga tidak mempercayai orang yang lebih tua" "Cu Taiya, tendanganmu kali ini sudah membuktikan.

Katakanlah........Dimanakah ayahku berada saat ini?" "Aku tidak tahu" "Pada waktu itu, kau sudah membuat rencana untuk mencelakai Tiat Liong-san, lalu kau menarik teman dekatmu menjadi tameng.

Setelah itu orang-orang yang terlibat dalam peristiwa ini semuanya mendapat hukuman, sedangkan kau sendiri bisa lolos dan tenang-tenang diluar.

Paman Tan, Hui Taiya, bahkan sampai Leng Taiya pun sudah dibohongi olehmu.

Aku tidak boleh....

...

katakanlah! Dimana ayahku berada saat ini?" "Aku tidak tahu" Mendadak Wie Kie-hong memutar kaki kanan Cu Siau-thian yang masih dipegangnya.

Cu Siau-thian tidak bisa berdiri tegak lagi.

Dia segera terjatuh ke lantai.

Kemudian Wie Kiehong langsung meloncat kedepan menerkam bagai macan menerkam mangsa-nya.

Pisau kecilnya sudah menempel di punggung dibelakang jantungnya Cu Siau-thian.

"Kie-hong! kau berani sekali berbuat seperti ini! aku pasti akan menyuruh Leng Taiya untuk menghukummu dengan keras!" "Kalau kau sekarang tidak mau memberitahu sampai jelas, kau selamanya tidak mungkin bisa menemui Leng Taiya.

Katakanlah! dimana ayahku?" "Aku tidak tahu" Cu Siau-thian tetap berkeras sambil marah marah.

"Jangan kau kira aku tidak berani turun tangan.

Aku sungguh bisa membunuhmu" "Kalau aku tidak tahu ya tidak tahu" Wie Kie-hong mengangkat pisau yang di pegangnya, sepertinya dia sungguh akan membunuh-nya.

"Berhenti!" tiba tiba Tu Liong muncul "Tu Toako!" "Wie Kie-hong, kau tidak boleh berlaku kurang ajar seperti itu pada Cu Taiya" "Tu Toako, kau tidak mengerti...." "Cepat lepaskan Cu Taiya" "Kalau aku lepaskan, tidak ada kuburan yang mau menerima jazad ku" "Tenanglah, aku jamin keselamatanmu" Wie Kie-hong lalu melepaskan Cu Siau-thian, didepan Tu Liong, dia tidak berani terus melanjutkan tindakannya.

Cu Siau-thian membalikkan tubuh dan mera-yap berdiri.

Masih dengan marah-marah dia berkata: "Tu Liong, kau didik anak kecil yang tidak tahu sopan santun ini." Tu Liong berkata dengan dingin: "Cu Taiya, anda tentu sudah mendengar kata- kataku tadi.

Aku mau menjamin keselamatan dirinya.......

Wie Kie-hong, cepat kau pergi" "Tu toako, maksud kedatanganku kemari bukanlah untuk...." "Aku tidak perduli apa maksud kedatangan-mu.

Sekarang kau cepat pergi.

Lebih cepat lebih baik.

Kau jangan membuat kesulitan sendiri, juga jangan membuat sulit diriku.

Suatu saat nanti, kau dan aku pasti akan ada kesempatan lagi" Wie Kie-hong sangat pintar, mana mungkin dia tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Tu Liong.

Tu Liong sedang berada ditengah situasi terjepit, hutang budi harus dibalas, persahabatan pun harus dijaga....berpikir sampai disini, dia pergi keluar tanpa membalikkan kepala lagi.

Sekarang Cu Siau-thian menjadi lebih tenang, dia berkata dengan lembut: "Tu Liong, aku tahu kau dan Wie Kie-hong mempunyai hubungan persahabatan yang sangat akrab, tapi aku tidak tahu apakah didalam hatimu kau menghormati aku" "Aku sudah dibesarkan oleh anda, tentu saja aku menghormati anda" "Tu Liong, aku tidak ingin membuatmu merasa serba salah.

Aku juga tidak ingin menyalahkan Wie Kie-hong.

Sebenarnya Wie Kie-hong memiliki hati yang sangat baik, hanya saja ada orang yang sedang menyetirnya dari belakang.

Tu Liong, bisakah kau membantuku mencari tahu, siapakah orang yang sedang menghasutnya selama ini?" "Urusan ini aku khawatir aku tidak bisa ikut campur" "Oh..." kenapa begitu?" "Sebelumnya aku sudah berpikir ingin memecahkan misteri ini.

sekarang ini aku menjadi takut.

Karena semakin menebak semakin jauh, aku semakin merasa bahwa jawaban dari misteri ini sangat menakutkan" "Rupanya ada maksud lain dalam kata-katamu" "Semua orang pasti memiliki sebuah rahasia, rahasia yang tidak ingin diberitahukan pada orang lain, mengapa aku harus mengorek rahasia orang lain?" "Kau harus berkata lebih jelas sedikit.

Kalau kau merasa kau memiliki rahasia yang tidak bisa dikatakan pada orang lain, sebaiknya kau segera mengatakannya padaku" "Kalau anda mengijinkan, aku ingin meng-ajukan serentetan pertanyaan padamu" "Tanyakanlah" "Mengapa Hui Taiya bunuh diri?" "Bagaimana mungkin aku tahu?" "Apakah anda sama sekali tidak mencurigai kematian Hui Taiya?" "Jangan berbelit-belit.

Sebaiknya kau katakan secara langsung padaku." "Hui Taiya sudah dibunuh orang" "Apakah kau pikir aku yang sudah membunuhnya?" "Aku tidak berani mengatakan seperti ini.

sekarang ini aku ingin menanyakan suatu hal yang lain.

Pada waktu itu Tiat Liong-san mendapatkan celaka, apakah anda sudah memberikan sebuah surat rahasia pada semua orang?" "Tidak salah" "Apakah maksudnya?" "Sama sekali tidak ada maksud apa-apa.

Aku hanya ingin menenangkan hati semua orang.

Pada waktu itu aku hanya bermaksud untuk bercanda saja." "Apakah anda masih ingat apa yang sudah anda tulis pada surat surat tersebut?" "Sudah lupa" "Pada surat yang diterima oleh Hui Taiya hanya tertuliskan kata-kata berikut: 'Cepat lah mati! untuk menghindari membuat susah teman temanmu'" "Oh?" Cu Siau-thian tampak sangat terkejut.

"Lalu apakah Hui Ci-hong menganggapnya dengan serius?" "Tidak.

Dia tidak ingin mati, lagipula dia sudah merundingkan masalah ini dengan orang lain.

Hasilnya tetap saja dia mati" "Karena itu kau mengambil kesimpulan kalau aku yang sudah membunuhnya?" "Tidak.

Aku punya kesimpulan yang lain" "Katakanlah" "Kedua mata Hui Taiya sudah tidak bisa melihat, sakitnya pun pasti tidak tertahankan.

Tidak mungkin dia bisa mencari peralatan untuk meng-gantung dirinya sendiri dengan mudah." Cu Siau-thian menghela nafas dalam-dalam, tapi dia tidak berkata apa-apa.

"Aku tidak ingin menutupinya darimu.

Semua urusan ini sudah diberitahukan padaku oleh Wie Kie-hong.

Dia sudah meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk memeriksa banyak hal.

Cu Taiya, ini membuatku merasa serba salah." Cu Siau-thian memangku wajahnya dan bertanya: "Apa yang membuatmu serba salah?" "Banyak situasi dan kondisi yang sudah memberatkan dirimu.

Di satu sisi aku selalu berusaha sekuat tenaga untuk menyelidiki kebenaran, di sisi yang lain aku juga mengingat budimu yang sudah merawatku dari kecil.

Bagaimana mungkin aku tidak merasa serba salah?" "HUH!" Cu Siau-thian lalu mengeluarkan sebuah tawa dingin.

"Apapun yang sudah kau katakan tadi, kesimpulannya kau mencurigai kalau aku yang sudah membunuh Hui Taiya, betul tidak?" "Tidak, aku tidak berani memastikan seperti itu" "Paling tidak kau mencurigai aku, betul?" Tu Liong mengatupkan rahangnya kuat kuat.

Sepertinya dia tidak ingin mengatakan apa yang sedang dipikirkannya, namun pada akhirnya kata-kata itu terlepas dari mulutnya.

"Betul.

Aku memang merasa curiga" PLAK! Tiba-tiba Cu Siau-thian menampar Tu Liong dengan kuat.

Dia merasa sangat emosi, dengan sangat marah dia berteriak "Cepatlah kau pergi dari sini jauh-jauh.

Kau tidak perlu memikirkan lagi balas budi padaku.

Pergi...!!!! Pergi ...!!!! Pergi...!!!!" Kata-kata ini terdengar bagaikan kilat yang terdengar sangat keras di telinga Tu Long, bahkan sampai merasa pusing mendengarnya.

"PERGI ...

!!!!" amarah Cu Siau-thian sama sekali tidak berkurang walau sudah dikeluarkan tadi.

Bahkan sekarang dia tampak lebih emosi lagi.

"PERGI ...

!!!! PERGI ...

!!!! PERGIIIIIIIIIIIII ...

!!!! kau dengar tidak kata-kataku?" Di ujung bibir, Tu Liong mengeluarkan darah, hatinya pun sedang berdarah, namun dia masih menjaga sikapnya.

Dia lalu berlutut, dan lalu menundukkan kepalanya sampai menempel tanah, tata krama ini menunjukkan kalau hubungan balas budinya dengan Cu Siau-thian sekarang sudah putus.

Setelah itu dia berdiri, dan lalu pergi keluar.

0-0-0
 Tu Liong tidak hanya pergi keluar dari kamar tidur Cu Siauthian, tapi dia juga terus melangkah keluar dari rumah kediaman Cu Taiya.

Dia terus melangkahkan kakinya menuju masa depan yang serba tidak pasti....

Orang yang berlalu lalang di jalanan sangat banyak.

Suasana hiruk pikuk dan hari sangat panas, namun hati Tu Liong merasa dingin.

Tapi ketika Hiong-ki muncul dihadapan matanya, mendadak sinar matanya kembali cerah.

Kemunculan Hiong-ki selalu mendadak dan tepat waktu.

"Tu Liong!" Hiong-ki bertanya kaget "Apa yang terjadi denganmu?" "Tadi aku sudah bertengkar dengan seseorang" Tu Liong belum menyeka darah yang mengucur dari sisi bibirnya.

"Dengan siapa?" "Dengan orang yang tidak pantas dibicarakan" dia sepertinya tidak ingin membahas kejadian yang baru saja menimpanya.

"Hiong heng, aku ingin merepotkanmu dengan sebuah permintaan" "Tidak usah sungkan, katakanlah" "Bantulah aku mencari Boh Tan-ping" "Dia tinggal bersama Thiat-yan di gang San-poa" "Aku tahu.

Hanya saja aku tidak ingin menemuinya disana.

Bisakah kau mencari cara agar dia bisa keluar dari kediamannya untuk menemuiku?" "Kalau harus menariknya keluar sepertinya tidak mungkin.

Tapi aku sangat ingin tahu, apa niatmu memanggilnya keluar?" "Aku ingin berbicara dengannya" "Hanya berbicara?" "Tentu saja, kalau harus melawannya, aku bukanlah tandingannya, membalas dendam pun bukan waktu yang tepat.

Dalam hatiku masih ada pertanyaan untuknya, aku ingin mendapatkan jawaban itu langsung dari mulutnya." "HUH!" lalu Hiong-ki tertawa dingin, "Bukankah ini hal yang mustahil?" "Hiong heng, walaupun dia berkata bohong, aku tidak perduli." "Kalau dia berbohong, apa manfaatnya bagimu menanyakan padanya?" "Setidaknya aku bisa membuktikan perkataan seseorang yang lain" Pertama-tama Hiong-ki tertegun, setelah itu dia tertawa lagi.

Walaupun kejadian ini berlangsung sangat singkat, namun perubahannya sangat rumit.

Dia lalu berkata seperti sedang bertanya sepintas: "Ternyata kau sedang mencurigai kata-kataku." "Maaf.

Aku tidak boleh hanya mendengar dari satu pihak saja" "Kata-katamu tidak salah, mendengar penjelas-an dari satu pihak saja akan membuat orang menjadi salah paham.

Ini sangat berbahaya.

Tapi kalau kau ingin membuktikannya, paling baik kau jangan menemui Boh Tan-ping." "Kalau begitu harus mencari siapa?" Hiong-ki mengatakannya sepatah demi sepatah kata.

"Carilah Thiat-yan" "Wie Kie-hong sedang mencari dirinya.

Dia mendapatkan kabar yang sangat mengejutkan.

Mungkin berita yang didengarnya ini adalah sebuah kebohongan yang sangat enak didengar.

Kalau kau orang yang baik, aku ingin meminjam sebuah barang darimu" "Katakanlah! asalkan aku memilikinya" "Aku ingin meminjam surat yang sudah kau tunjukkan padaku dulu" "Surat?" "Betul.

Surat yang ditulis oleh Cu Siau-thian untuk Boh Tanping" sekejap saja rasa terkejut Hiong-ki menurun.

Dia bertanya dengan ramah.

"Untuk apa kau ingin meminjam surat itu?" "Menjadi sebuah bukti untuk menginterogasi seseorang" "Menginterogasi siapa?" "Menginterogasi orang yang terlibat pada waktu itu" "Apakah kau tahu mengapa waktu itu aku hanya memperlihatkan surat itu sekilas padamu dan setelah itu menyimpannya kembali" Ini karena aku takut kau akan mendapatkan masalah" "Mendapat masalah" Aku tidak mengerti apa yang kau maksud." "Tidak masalah apakah Cu Siau-thian, ataukah Boh Tanping, kau bukan lawan tandingan mereka" Tu Liong menjadi muram.

Dia lalu berkata: "Kata-katamu ini harus diralat.

Dunia ini bukanlah dunia dimana semua urusan bisa diselesaikan hanya dengan menggunakan tenaga manusia saja.

masih ada hukum negara, aturan langit, etika antarmanusia." "Dengarlah kata-kataku.

Kau carilah Thiat-yan dan berbicara dengannya" "Thiat-yan dengan Boh Tan-ping sering ber-sama-sama.

Kalau gerak-gerikku terlihat olehnya, tetap saja dia bisa bertindak tegas menghadapiku" Hiong-ki berpikir, lalu berkata: "Setelah Wie Kie-hong berbicara dengan Thiat-yan, apakah dia akan meminta pendapatmu?" "Pasti" "Kalau begitu, dia pasti sudah memberi-tahumu tentang satu hal.

Boh Tan-ping dan Cu Siau-thian selama bertahuntahun ini selalu menjaga hubungan.

Sebenarnya Thiat-yan juga mengerti hal ini, karena itu asalkan salah mengaturnya, pertemuanmu dengan nona Thiat-yan, Boh Tan-ping juga pasti akan mengetahuinya." "Kalau begitu aku ingin meminta tolong Hiong heng untuk mengaturnya" Hiong-ki menyetujuinya, lalu meminta Tu Liong pergi ke sebuah rumah makan satu tingkat yang berada di sebelah barat untuk menanti.

Ini membukti-kan satu hal, Hiong-ki diam-diam bisa menghubungi nona Thiat-yan.

Tapi apa gunanya informasi ini" dari awal, Tu Liong selalu dipenuhi rasa percaya diri, karena dua tujuan.

Mencegah Thiat-yan melakukan tindak kejahatan, mencari tahu sampai jelas barang apa yang sedang dicari Thiat-yan.

Dia bahkan bersedia menolong dirinya.

Namun sekarang keadaan berubah sampai seperti ini.

bahkan hubungan balas budi sudah berubah sampai seperti ini, semakin lama semuanya terasa semakin rumit.

Sebenarnya kemana dia harus melangkah" Tu Liong merasa bimbang.

Dia hanya tahu kalau dia sedang menapakkan kaki di jalan yang sangat berbahaya.

Tidak ada satu orang pun yang ingin menapakkan kakinya di jalan yang berbahaya.

Namun dia malah memutuskan untuk terus berjalan disana.

Dia tidak takut, dia hanya merasa kesepian.

Satu-satunya orang yang dapat dipercaya adalah Wie Kie-hong.

Namun dia tidak ingin menarik Wie Kie-hong untuk berjalan bersama dirinya di jalan yang berbahaya ini.

Tu Liong kembali melihat wajah yang sudah sangat dikenalnya.

Boh Tan-ping.

Dari tatapan mata lawannya, bisa terlihat Boh Tan-ping sudah memperhatikannya sangat lama.

Dia bermaksud ingin menghindar.

Namun ternyata Boh Tan-ping menghampirinya.

"Adik Tu, aku ingin meminta maaf atas apa yang sudah kulakukan kemarin ini." ternyata sikap Boh Tan-ping sangatberbalikkan.

"lukanya tidak parah kan?" "Kau sedang merencanakan apa?" Jawaban Tu Liong sangat terus terang.

"Adik Tu, aku hanya ingin menunjukkan ketulusanku minta maaf, tidak ada maksud lain" "Kalau begitu, mengapa kemarin ini...?" "Kemarin ini karena kau adalah anak buah Cu Siau-thian, aku menganggapmu sebagai kaki tangan-nya.

Setelah aku dengar kau sudah memutuskan hubungan dengan Cu Siauthian, karena kau sudah membulatkan tekadmu dan membuatnya marah" Tu Liong sangat terkejut.

Bagaimana bisa berita ini begitu cepat menyebar" Bukankah Boh Tan-ping mempunyai hubungan yang akrab dengan Cu Siau-thian" Mengapa sekarang dia menunjukkan sikap yang seperti ini" Jika Hiong-ki dibandingkan Boh Tan-ping, tentu saja Hiongki lebih bisa dipercaya, dengan demikian berarti perkataan Boh Tan-ping tidak tulus" Apa taktik yang sedang dikerjakannya" "Adik Tu, kita harus berbicara" "Apa yang masih bisa dibicarakan?" Balas Tu Liong masih terdengar dingin "Adik Tu, jangan emosi dulu" semua kata kata Boh Tanping terdengar lemah lembut, "aku berterus terang padamu, musibah besar sekarang sudah ada didepan mata.

hanya kau yang bisa menyelesaikannya" "Kau terlalu berlebihan menilaiku" "Aku mengatakan hal yang sebenarnya.

Tapi keputusannya ada ditangan Leng Taiya.

Orang yang berada di sisi Leng Taiya adalah Wie Kie-hong.

Orang yang berada di sisi Wie Kiehong adalah dirimu." Diam-diam hati Tu Liong tergerak.

Namun dia tidak menunjukkannya.

Dia hanya menggeleng gelengkan kepala dan berkata: "Aku tidak mengerti apa maksudmu" "Kalau kau tidak mengerti, aku akan mengata-kan lebih detail lagi.

Dulu ketika Tiat Liong-san datang ke kota, dia membawa sebuah kopor kulit berwarna kuning.

Didalam kopor itu tersimpan sebuah barang yang sangat penting.

Ketika Tiat Liong-san ditangkap oleh orang suruhan pemerintah, kopor kulit itu disimpan di gudang penyimpanan barang peninggalan terdakwa.

Namun tidak lama kemudian Leng Taiya menyuruh orang untuk mengambilnya.

Kami sudah menyelidikinya" "Buktinya?" "Kalau kami memiliki bukti, apa mungkin Leng Taiya tidak mengakuinya?" "Aku tidak percaya" "Aku juga tidak percaya.

Sebelum datang ke Pakhia, aku dan Thiat-yan selalu menyangka kopor ini jatuh ke dalam tangan Cu Taiya.

Karena itu kami sudah salah sangka....adik Tu, barang itu sangat berharga.

Berdasarkan perkiraan kita, pada waktu itu Leng Taiya sudah pernah membawanya ke Hui Taiya untuk menanyakan perkiraan harganya.

Hui Ci-hong mengetahui tentang hal ini, karena itu dia dibunuh." "Kalau menurut kata-katamu, orang yang sudah membunuh Hui Taiya adalah Leng Taiya" "Sepertinya tidak mungkin salah" "Tidak ada alasan" "Dibunuh untuk menutup mulut....apakah alasan ini tidak cukup?" "Leng Taiya sudah menderita luka yang berat.

Dia kehilangan tangannya.

Mana mungkin dia bisa pergi membunuh orang lain?" "Dia tidak perlu turun tangan sendiri" "Kalau begitu siapa yang sudah membantu membunuh Hui Taiya?" "Bukankah Leng Taiya memiliki seorang pengikut yang sangat setia padanya?" "Wie Kie-hong?" "Bukan Wie Kie-hong, tapi Wie Ceng ayahnya" Tu Liong terkejut, dia terdiam sangat lama.

Boh Tan-ping melanjutkan kata-katanya, "Mungkin juga Leng Taiya sejak lama sudah memperhitungkan keadaan hari ini, karena itu dia mengatur sebuah siasat.

Sebenarnya Wie Ceng tidak pernah pergi mengemban tugas, dia juga belum mati.

Diam-diam dia membunuh untuk Leng Taiya." Kata kata Boh Tan-ping sangat berkebalikan dengan kesimpulan yang dibuat oleh Thiat-yan.

Ini membuktikan bahwa walaupun mereka berdua saling berhubungan, namun pendirian mereka jauh berbeda.

Karena itu Tu Liong kembali menaikkan penilaian dirinya terhadap Hiong-ki.

"Apakah kau percaya?" "Setengah percaya setengah tidak percaya" "Aku sudah sangat puas.

Orang yang satunya lagi sangat tidak percaya kata-kataku" "Siapa?" "Thiat-yan" "Oh,?" dia tidak percaya kata-katamu?" "Dia menyangka kopor itu berada didalam tangan Cu Siauthian.

Dia memang seorang yang tidak sabaran.

Dia langsung merencanakan menggunakan kekerasan, bukankah ini berbahaya?" "Kau kedengarannya membela Cu Taiya" "Tidak.

Sebenarnya aku sedang memikirkan kebaikan Thiatyan.

Aku tidak ingin dia salah mem-bunuh orang dan menanggung akibat yang berat." Tu Liong hanya diam.

setelah beberapa lama, dia baru berkata: "Aku pasti akan menyelidiki hal ini.

bagaimana kalau nanti kita bertemu lagi?" "Boleh saja.

Malam ini di lapangan besar bagian belakang sebelum fajar menyingsing." 
0-0-0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar