Walet Besi Bab 06

BAB 6

Rahasia Dari kejauhan seseorang berdiri.

Dia mengawasi semua kejadian yang terjadi didalam gang sempit itu.

Dia sepertinya sedang menimbang-nimbang, apakah dia harus ikut campur tangan dalam urusan ini atau tidak.

Dia tidak terlihat seperti orang yang hanya menonton kebakaran, (tidak mau menolong ketika terjadi musibah), karena sepanjang peristiwa dia tampak sangat tegang.

Pada akhirnya dia perlahan-lahan berjalan mendekat.

Orang yang memegang pedang gergaji mendengar suara langkah mendekat.

Dia segera berteriak dengan suara tinggi "Orang yang lewat harap berhenti!" "Kenapa" Kau ingin menyuruhku pergi?" Orang yang membawa pedang gergaji berkata dengan hambar...

"Maaf !" ditengah tengah sambaran pedang gergaji, gerakannya berhenti diudara, "disini kami sedang menyelesaikan dendam amarah antara dua orang pendekar kalangan persilatan, aku harap sahabat tidak ikut campur" Pada waktu pedang gergaji itu berhenti ditengah udara, penjagaan orang yang memegang pedang gergaji sangat lemah, sebenarnya itu adalah kesempatan emas bagi Tu Liong untuk menyerang balik.

Tapi dia tidak melakukan hal ini.

Tu Liong benar benar seorang pendekar jantan.

Orang itu semakin lama berjalan semakin mendekat.

Setelah dekat, tampaknya orang itu tidak menunjukan akan menghentikan langkahnya.

Dia terus berjalan maju.

Pedang gergaji segera berbalik arah, kecepatan gerakannya tidak berkurang sedikitpun, segera saja pedang gergaji sudah ditebaskan ke arah pinggang orang yang datang.

Tu Liong sekali lagi mendapatkan kesempatan emas untuk menyerang, tapi sekali lagi dia tidak bergerak.

Orang yang memegang pedang gergaji tampaknya sangat mengerti bahwa Tu Liong tidak mungkin menyerangnya dari belakang, karena itu dia berani membalikkan tubuh menghadapi orang yang baru datang.

Tapi ternyata lawan yang baru ini tidak begitu mudah untuk dihadapi.

Tu Liong hanya sempat melihat orang itu menghindari serangannya ke samping, sebentar saja pedang gergaji sudah membelah udara kosong.

Pada waktu yang bersamaan terdengar dia berteriak: "Orang she Boh! sudah cukup " APA..." orang she Boh" Boh Tan-ping" Diam-diam hati Tu Liong merasa sangat terkejut.

Sekarang dia mengambil kesempatan untuk menyambarkan senjatanya yang terjatuh yang tinggal sepotong, dipegangnya dan menebas topi yang sedang dipakai oleh orang yang memegang pedang gergaji.

Topi itu segera terlempar jauh.

Ternyata dia memang Boh Tan-ping.

"Boh Tan-ping !" Tu Liong bertanya dengan nada yang tertekan rendah "aku tidak memiliki dendam terhadap dirimu, untuk apa kau menyerang-ku?" "Aku tidak dapat menerima perlakuanmu menyelipkan surat peringatan itu disisi bantal nona Thiat-yan.

" "Orang she Boh!" asalnya orang yang baru datang ini terlihat sangat emosi, namun sekarang tiba-tiba saja dia terlihat tenang, "kau boleh pergi" "Sebutkan namamu!" "Untuk apa?" "Agar aku dapat mengingatmu dalam hati" "Hiong-ki" Hiong-ki" Boh Tan-ping seperti pernah mendengar nama ini sebelumnya, dia tidak berkata apa-apa.

dia segera menurunkan senjatanya dan pergi.

Hiong-ki" Tu Liong sebaliknya terlihat kebingungan, dia belum pernah mendengar nama ini sebelumnya.

Hiong-ki tampak mengambil sesuatu dari balik bajunya.

Dia mengeluarkan sebuah barang yang berwarna kuning dan lalu membalurkan pada luka Tu Liong, setelah itu dia menggunakan sebuah kain dan membalut lukanya.

Pada waktu ini Tu Liong mencoba meneliti Hiong-ki dengan baik.

Tampak dia kira-kira baru berumur tiga puluh tahun.

Tampangnya seperti orang yang lugu, namun sinar matanya sangat dalam.

Yang tampak berbeda adalah orang ini tampak seperti seorang pemurung yang menyimpan banyak pemikiran.

"Terima kasih" "Di jalan menemui ketidak adilan." (artinya: ditengah jalan menemui orang yang mendapat masalah, dia tidak mungkin tinggal diam) Hiong-ki menjawab singkat.

"Ini ramuan obat apa" aku tidak pernah melihatnya sebelumnya" "Ini adalah tanaman "singa berbulu emas" yang hanya tumbuh di daerah selatan.

Tanaman ini banyak tumbuh dimana-mana, semacam tanaman liar.

Aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkan-nya.

Tanaman ini sangat baik untuk mengobati luka sayatan pedang" "Apakah saudara Hiong mengenali orang yang she Boh tadi?" "Aku hanya pernah mendengarnya" "Dia....dia sebenarnya orang seperti apa?" "Dia orang yang sangat setia.

Seumur hidupnya dia hanya setia pada satu orang saja.

Dia dulu setia hanya pada orang yang bernama Tiat Liong-san, sekarang ini dia mengabdi pada Thiat-yan" Hiong-ki sepertinya mengerti semua urusan dengan jelas "Aku ingin mengundang saudara Hiong minum arak dan berbincang-bincang.

Tentu saja ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada saudara" Hiong-ki hanya tertawa dan berkata: "Kau baru saja terluka, apakah kau masih bisa minum arak?" "Ku dengar arak juga memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka" kata Tu Liong ikut tertawa.

"Tidak masalah apakah omongan ini benar atau tidak, niat baikmu sudah membuatku kagum.

Marilah kita pergi!" Arak belum tentu memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka, tapi yang pasti arak bisa membuat suasana kaku antara dua orang menjadi cair.

Situasi yang canggung pun menjadi hidup, membuat orang yang baru dikenal menjadi dekat bagaikan teman lama.

Sekarang ini, arak sudah menghancurkan jurang pemisah antara Tu Liong dengan Hiong-ki, mereka berdua pun menjadi akrab.

"Hiong-ki!" Tu Liong sudah memanggil langsung nama teman barunya "aku lebih enak memanggilmu seperti ini, apakah kau pikir aku sudah tidak sopan?" "Tentu saja tidak" "Aku ingin bertanya padamu, tapi kau boleh tidak menjawabnya." Hiong-ki hanya diam tidak berbicara.

Kalau kedua orang ini dibandingkan, jelas terlihat Hiong-ki lebih mantap dan dewasa dibanding Tu Liong.

"Tadi kau tidak pergi meninggalkan perta-rungan, jelas terlihat sepanjang waktu kau selalu memperhatikan gerak gerik Boh Tan-ping...." Setelah berhenti beberapa saat dia melanjutkan kata katanya: "Topi yang dikenakan oleh Boh Tan-ping dipasang sangat rendah, aku tidak bisa mengenali siapa dirinya.

Namun melihatnya sebentar saja kau bisa langsung mengenalinya.

Kau langsung memanggilnya "orang she Boh" bukankah ini terlihat sangat jelas?" "Aku dengar kabar katanya kau sangat pandai memecahkan misteri, ternyata kabar itu tidak salah." "Selain memperhatikan dirinya, ternyata kau juga sudah memperhatikan diriku." "Kuakui" Hiong-ki menggenggam cangkir arak dengan sangat tegak dan lalu minum isinya.

Ini adalah gerak-gerik yang sudah umum dilakukan para pendekar ketika merasa tidak nyaman, jelas terlihat dia tidak ingin banyak bicara.

"Mengapa?" Tu Liong tidak ingin melepaskan kesempatan begitu saja.

"Aku sering memperhatikan urusan orang lain" "Jawaban ini terlalu ditutup-tutupi" "Tu Liong, bagaimanakah jawaban yang kau ingin dengar agar kau merasa puas?" "Niat........kau sering memperhatikan urusan orang lain pastilah kau punya niat" "Niat?" Hiong-ki kembali mengulang kata tersebut perlahan-lahan, lalu menjelaskan, "ini jawaban ku.

Apakah niat Thiat-yan yang sudah mencelakai empat orang tapi dia belum melukai Cu Siau-thian" Dia sudah berhasil membuatmu terusik dan keluar menampakkan muka.

apa niat yang kau miliki?" "Jawabannya sangat sederhana" "Apakah benar sederhana?" "Niat Thiat-yan melukai orang-orang adalah untuk membalaskan dendam lama ayahnya.

Aku keluar menampilkan muka niatnya melindungi Cu Taiya.

Dia adalah majikanku.

Hubungan kasih sayang yang kami miliki sudah seperti seorang ayah pada seorang anak.

tidak terlalu jauh berbeda.

Aku tidak ingin dia mendapat celaka." "Apakah benar sesederhana itu?" "Memang sesederhana itu" "Kalau benar-benar sederhana, aku sudah tidak berminat pada urusan ini lagi" Tu Liong terdiam sangat lama.

Dia mene-mukan bahwa ternyata Hiong-ki memiliki pemikiran yang jauh melebihi dirinya.

Menghadapi orang seperti ini, dia seharusnya sedikit bicara dan banyak mendengarkan.

Masalahnya adalah kalau dia tidak membuka mulut, Hiong-ki juga tidak akan membuka mulutnya: "Kelihatannya kau sudah mengetahui banyak hal" "Belum tentu" "Jangan menyangkal, kalau kau tidak tahu banyak hal, mana mungkin kau bisa mengatakan kalau masalah ini tidak sesederhana seperti yang ku pikir?" "Kalau Thiat-yan melukai hanya demi membalaskan dendam, mengapa setelah melukai orang-orang itu dia tidak segera meninggalkan Pakhia?" "Ini karena dia masih ingin melukai satu orang lagi" "Cu Siau-thian?" "Betul sekali, didalam hati Thiat-yan, Cu Siau-thian adalah target utama" "Salah !" nada ucap Hiong-ki terdengar sangat pasti.

Tu Liong merasa terkejut.

Namun dia berusaha untuk tidak menampilkan rasa kagetnya.

Dia melihat pada Hiong-ki dengan tatapan heran, sepertinya dia berharap menemukan jawaban misteri yang lebih dalam yang tertulis pada wajahnya yang datar dan biasa-biasa saja.

Sayang sekali raut wajahnya tidak tampak tanda sedikitpun, bagaikan kertas putih yang belum dicoretkan apa-apa.

Hiong-ki kembali mengatakan kalimatnya: "Aku berani mengatakan Thiat-yan selamanya tidak akan melukai Cu Siauthian" Kalimat ini diucapkan terlalu serampangan, terlalu yakin.

Bahkan Cu Siau-thian ataupun Thiat-yan sendiri tidak mungkin berani mengatakan kalimat ini.

selamanya....ini adalah sebuah kata yang tidak bisa diperkirakan dan tidak bisa dikendalikan.

Didunia ini tidak ada teman yang selamanya selalu menjadi teman, begitu pula tidak ada musuh yang selamanya selalu menjadi musuh.

Sebenarnya entah apa yang Thiat-yan dan Cu Siau-thian sedang rencanakan berkenaan dengan rahasia ini.

siapapun tidak bisa menjamin bahwa hubungan ini tidak akan pernah berubah.

"Apakah yang sebenarnya sedang kau coba katakan padaku?" "Memangnya kau pikir aku sedang ingin mengatakan apa padamu?" "Kau tampak seperti sedang mencoba mengatakan sesuatu padaku, bahwa Cu Siau-thian dan Thiat-yan sebenarnya berteman, dan bukan saling bermusuhan" "Kalau kau berpikir seperti ini, kau juga sudah salah" Muka Tu Liong sekarang berubah menjadi merah, didepan Hiong-ki dia tampak seperti tidak tahu apa-apa.

mana mungkin mukanya tidak menjadi merah.

"Apakah kata-kataku sudah membuatmu merasa serba salah?" "Aku merasa malu" "Inilah keunggulanku, juga kejelekkanku." "Bagaimanakah itu?" "Untuk sisi baikku, aku sangat berterus terang.

Untuk sisi jeleknya kata-kataku ini sangat tidak enak didengar.

Tapi bagaimanapun juga aku lebih senang mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar tapi terus terang." "Tapi dari apa yang kurasakan, kata-katamu itu diucapkan dengan gegabah" "Kamu berkata seperti ini aku juga senang.

Bukan hanya dirimu saja, tapi siapapun pasti akan mencurigai kesimpulan yang sudah kubuat, namun mereka semua tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya....Tu Liong! Kalau kau bersedia terus berlaku seperti ini ketika berbicara padaku, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan padamu" "Baik...." Tu Liong menjawab cepat.

"Di dalam dunia ini, siapakah menurutmu orang yang kau anggap paling penting" Tentu saja dirimu tidak masuk kedalam pertimbangan" "Cu Taiya!" Tu Liong menjawab tanpa banyak pertimbangan "Alasannya?" "Karena dia sudah mengurusku sampai dewasa, hutang budiku terhadapnya sudah tidak terhitung lagi.

kalau tidak ada dirinya, maka aku pun tidak ada." "Inilah tahu balas budi, tidak melupakan hutang budi, betul?" "Betul." "Tapi pandangan yang kau miliki ini salah" Padahal Tu Liong baru berbincang-bincang dengan Hiong-ki beberapa kalimat saja, Hiong-ki sudah tiga kali berturut-turut menunjukkan dengan gamblang kesalahan yang dibuat oleh Tu Liong.

Ini membuat Tu Liong merasa jengkel.

Dia berkata: "Hiong-ki! Kalau menurutmu pandangan tahu balas budi pun adalah sebuah kesalahan, aku ingin berdebat denganmu" "Tidak perlu berdebat, aku akan segera menjelaskan padamu...." Hiong-ki minum secangkir arak, sepertinya dia memanfaatkan kesempatan ini untuk mencuri sedikit waktu, menimbang-nimbang.

"Tu Liong, saat ini kau sedang memburu konsep membalas budi dengan membabi buta, bisa dibilang saat ini kau berjalan mirip seperti kerbau yang dicocok hidungnya oleh rasa balas budimu itu.

sebenarnya didunia ini, selain balas budi masih ada banyak hal yang lebih besar dan penting." "Apakah itu?" "Kebenaran dan kebijakan" "Kebenaran dan kebijakan?" Tentu saja ini bukan pertama kalinya Tu Liong mendengar kata-kata ini.

"Betul sekali.

Balas budi adalah definisi yang sangat sempit, sedangkan kebenaran adalah definisi yang sangat luas.

Balas budi masih memiliki batas tertentu yang tidak bisa dilewati.

Bagaimanapun besarnya hutang budi yang kau miliki, Kau tidak mungkin menjadikannya alasan sampai tidak memperdulikan nyawamu sendiri, ataupun tidak lagi menjaga nama baikmu.

Sedangkan kebenaran yang sesungguhnya tidak memiliki batasan.

Demi membela kebenaran, kau bisa tidak memperdulikan apapun lagi." "Hiong-ki, penjelasanmu ini benar-benar sangat mendalam." "Kau merasa seperti ini karena matamu sudah ditutupi konsep balas budi" Tu Liong tertegun, dia seperti mendengar suara suara dari kejauhan.

"Hiong-ki, apakah menurutmu semua tindakan ku selama ini salah?" "Mengapa kau punya pikiran seperti ini?" Dari mula Hiong-ki tidak pernah benar benar menjawab sebuah pertanyaan.

"Sepertinya dari kata-kata yang sudah kau ucapkan tadi sudah terlihat jelas" "Apakah kau mengakui kalau kau adalah orang yang baik?" "Ya" "Kalau begitu apakah kau membenci orang yang jahat?" "Tentu saja" "Pada waktu itu Cu Siau-thian sudah memiliki permusuhan dengan Tiat Liong-san.

Karena ilmu silatnya tidak rendah, dan memiliki koneksi yang sangat luas, sehingga dia menghubungi orang-orang penting dari kalangan pemerintahan untuk bekerja sama menghasut dirinya.

Menurutmu apakah tindakan semacam ini adalah tindakan yang dilakukan oleh orang yang baik ataukah tindakan yang hanya akan dilakukan oleh orang yang berhati jahat?" Tu Liong menutup mulutnya rapat-rapat, dia hanya menundukkan kepala.

Melihat gelagat ini, Hiong-ki tidak mengendurkan katakatanya.

"Jelas-jelas terlihat dalam hatimu, kau sudah memiliki jawabannya.

Mengapa kau tidak mengatakannya langsung padaku?" Tu Liong menenggak secangkir besar arak dan lalu berkata dengan suara keras: "Menghasut Tiat Liong-san sebenarnya adalah tindakan orang jahat" "Kau berkata, kau merasa majikanmu orang yang jahat, mengapa kau masih mati matian membelanya" Mengapa kau masih menganggapnya sebagai orang paling penting dalam hidupmu?" "Mungkin saja orang lain akan menilainya sebagai orang yang jahat, namun bagaimanapun bagiku dia adalah orang yang baik." "Kalau misalnya ada seorang pencuri yang sudah merampok semua orang di dunia, dia hanya tidak merampok dirimu.

Apakah kami masih merasa bahwa dia adalah seorang bandit" Kalau misalnya dia menyerahkan semua hasil jarahannya padamu, tidak saja kau tidak akan lagi menganggapnya sebagai seorang bandit, malah sebaliknya, apakah kau akan menganggapnya sebagai seorang pahlawan..." Kata kata Hiong-ki terus-menerus keluar menusuk hati, membuat Tu Liong merasa susah.

Dia tidak bisa mengatakan sepatah katapun.

Setelah berhenti beberapa saat, Hiong-ki kembali berbicara dengan nada ramah "Tu Liong ! manusia mungkin memiliki karakter yang berbeda beda.

Bagi orang yang pertama, mungkin saja sebuah tindakan akan dinilai sebagai sebuah tindakan brutal yang sangat tidak terpuji.

Namun untuk orang yang kedua mungkin saja tindakan yang sama dianggap sebagai pahala yang mulia.

Namun kita tidak bisa mengatakan bahwa orang yang pertama adalah orang yang baik, dan orang yang kedua adalah orang yang jahat." Tu Liong sudah tidak ingin meneruskan argumentasi yang rumit ini, karena dia merasa bagaimanapun juga dia tidak mungkin bisa berada diatas angin dan memenangkan perdebatan.

Karena itu dia berusaha membelokkan topik pembicaraan: "Hiong-ki, pembicaraan kita sudah melenceng jauh dari topik utama.

Baiknya sekarang kita kembali pada topik awal, dan melihat dari sudut pandang yang lain....

...

Cu Siau-thian sudah mencelakai Tiat Liong-san memang adalah tindakan yang sangat tidak baik, betul tidak?" "Tidak salah" "Thiat-yan adalah putri satu-satunya Tiat Liong-san.

Betul tidak?" "Juga tidak salah" "Membalaskan dendam ayah adalah sebuah perkara besar, mengapa kau mengatakan bahwa selamanya Thiat-yan tidak akan melukai Cu Taiya?" Kali ini keadaan berbalik dan Tu Liong memiliki keunggulan dalam perdebatan.

Sangat jelas terlihat Tu Liong merasa sangat senang.

Dia menunggu Hiong-ki melotot terbengong-bengong karena tidak bisa menjawab.

Hiong-ki malah tertawa.

"Apa yang kau tertawakan?" "Kata-kataku adalah sebuah kontradiksi, semua orang pun bisa dengan mudah melihat kesalahan seperti ini.

Apakah kau pikir aku sudah melakukan kesalahan yang bodoh seperti ini?" "Kau selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.

Mengapa kau selalu membalikkan pertanyaan dan tidak menjawab secara langsung?" "Membalikkan pertanyaan dapat banyak membantu mempertimbangkan jawaban" "Membantu siapa mempertimbangkan jawaban?" sekarang wajah Tu Liong tampak murung.

"Membantu dirimu, juga diriku" karena jawaban terakhir yang diucapkan oleh Hiong-ki tidak tajam, kata-kata Tu Liong kembali terdengar melembut.

Namun dia tetap tidak melepas-kan pertanyaan yang sudah diajukannya tadi: "Aku masih menunggu jawabanmu" "Ada sebuah barang yang mungkin bisa membantu mewakilkan jawabanku." "Barang apa?" "Sebuah surat" Hiong-ki mengeluarkan sebuah tas yang terbuat dari kulit kambing.

Dari dalamnya dia mengeluarkan sebuah amplop yang sudah terlihat tua.

Diatas amplop kertas tertulis kata-kata berikut: "Untuk adik Tan-ping" beberapa huruf ini benar benar terlihat sangat familiar dimata Tu Liong.

"Tan-ping" Boh Tan-ping?" "Sebaiknya kau lihat dulu isi suratnya...." Tu Liong mengeluarkan surat dari dalam amplop.

Diatas surat tertulis: "Adik Tan-ping yang terhormat, lakukanlah semua sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya, ketika melakukannya harus akurat, tindakanmu harus kejam.

Harap diingat ! " tertanda Siau Tian" Siau Tian" Cu Siau-thian! Tidak salah.

Ini memang tulisan tangan majikannya Cu Siau-thian.

Sekali lihat saja Tu Liong sudah langsung mengenali bahwa ini adalah tulisan tangannya.

"Tu Liong, Cu Siau-thian dengan Boh Tan-ping memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat.

Apakah kau tidak memikirkan ini sebelumnya?" "Aku hanya ingat tadi kau mengatakan sepatah kata berikut.

Boh Tan-ping adalah orang yang setia.

Dahulu dia setia kepada Tiat Liong-san, dan sekarang dia setia pada Thiat-yan.

Kalau dilihat dari surat ini, dia jelas-jelas juga setia pada Cu Siau-thian.

Satu orang bisa setia dan mengabdi pada lebih dari dua orang, pastilah kesetiaannya akan sedikit berkurang." "Kata katamu itu masuk diakal.

Namun kau tidak mengerti kejadian yang sesungguhnya" Tu Liong hanya bisa melihat Hiong-ki sambil terdiam.

Dia menunggu lanjutan kalimatnya.

"Kesetiaan adalah salah satu syarat mendasar yang harus dimiliki seorang pendekar silat.

Setia kepada majikannya, setia kepada kawan-kawannya.

Pada waktu itu dia sudah mengangkat saudara dengan Cu Siau-thian, ini adalah kesetiaan sebagai seorang teman.

Tentu saja mereka juga bekerja sama dalam menghadapi banyak persoalan.

Asalkan urusannya tidak menyinggung Tiat Liong-san, dia pasti bersedia melakukan apapun itu..

"Kalau sekarang?" "Kalau sekarang?" Hiong-ki sepertinya tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Tu Liong.

"Sekarang ini majikannya adalah Thiat-yan.

Sedangkan Thiat-yan dan Cu Siau-thian saling menyimpan dendam.

Kirakira Boh Tan-ping berdiri di sisi mana?" "Tentu saja berdiri di sisi Thiat-yan" "Kata-katamu itu terdengar terlalu yakin, sehingga terkesan gegabah" "Apakah mungkin Boh Tan-ping bisa berdiri di sisi Cu Siauthian?" "Mengapa kau tidak mengatakan apa yang sedang ada dipikiranmu?" "Apakah kau pikir aku sedang menyimpan sesuatu darimu?" "Setidaknya kau tidak berterus terang?" "Oh" Apakah kau bisa menyadarkanku?" "Tadi kau berkata bahwa Thiat-yan selamanya tidak mungkin akan melukai Cu Siau-thian.

Kata kata ini mengandung arti lain yaitu Thiat-yan selamanya pun tidak mungkin akan menemukan cara untuk melukai Cu Siau-thian.

Mengapa demikian" Karena semua tindakan yang dilakukan oleh Thiat-yan pasti langsung akan diketahui oleh Boh Tanping, oleh karena itu dia pasti akan selalu melaporkannya pada Cu Siau-thian.

Betul tidak?" "Betul.

Tu Liong! aku merasa sebaiknya masalah ini kau coba buktikan sendiri.

Pasti akan lebih berguna daripada aku yang memberitahumu." "Kalau begitu, Boh Tan-ping bukanlah orang yang benarbenar setia." "Kata-katamu benar juga, setidaknya diper-mukaan dia terlihat seperti itu." "Selama ini dia selalu menjadi kuping dan mata bagi Cu Siau-thian." Hiong-ki tidak menyetujui pernyataan ini, sebaliknya dia pun tidak membantah.

"Mengapa Cu Taiya tidak menceritakan semua masalah ini padaku?" Sebenarnya Tu Liong bergumam sendiri, tapi juga Hiong-ki menjawabnya.

"Pertanyaan itu hanya memiliki satu jawaban.

Cu Siau-thian merasa bahwa kau masih belum cukup dapat dipercaya sepenuhnya." Tu Liong minum arak banyak-banyak.

Setelah itu dia kembali bertanya, "Apakah surat ini boleh aku bawa pulang?" "Jangan.

Ini adalah sebuah barang bukti.

Aku harus ingatkan dirimu.

Kau sama sekali tidak boleh menceritakan semua masalah ini dihadapan Cu Siau-thian.

Sedikitpun tidak boleh bocor." "Memangnya kalau rahasia ini bocor, ada akibat yang seperti apa?" "Kau bisa mati" "Kalau begitu biarkanlah aku mati" Tu Liong bergegas pergi keluar.

Hiong-ki segera berdiri dan mencegat jalannya.

"Apa maksud dari kata-kata mu tadi?" "Aku akan selalu mengingat kesetiaan hatiku pada Cu Siauthian.

Namun ternyata dia belum mempercayai diriku.

Apakah hidupku ini masih ada artinya?" "Kau seorang laki-laki dewasa.

Demi membela kebenaran, demi membela keadilan lalu mati, ini bukanlah hal yang jelek.

Namun kau mau mati demi rasa ingin membalas budi, demi melampiaskan emosi" Itu adalah tindakan yang sangat bodoh.

Aku rasa kau sudah tahu" Tu Liong hanya menatap Hiong-ki.

Setelah beberapa lama dia baru meneruskan kata-katanya, "Hiong-ki, aku sangat senang mendapat seorang teman seperti dirimu.

Sekali melihat dirimu pun aku langsung merasa suka.

Bukan karena kau sudah menolong diriku.

Ini hanyalah sebuah rasa suka yang ada dalam hatiku.

Hiong-ki, apakah kau tahu apa akibat yang akan terjadi kalau misalnya kau sudah membohongiku?" "Aku tidak mungkin mati" "Mungkin juga saat ini aku tidak memiliki kemampuan seperti itu" "Kalau misalnya seseorang benar-benar menginginkan seseorang yang lain mati, dia pasti akan menemukan cara untuk mencapai apa yang diinginkannya" "Hiong-ki..

ingat lah...

kau yang mengucapkan kata-kata tersebut." Hiong-ki hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala.

Dia sudah tidak perlu berkata apa-apa.

Tu Liong sudah hampir berangkat, namun dia bertanya lagi: "Kapan kita akan bertemu lagi?" "Kalau kita harus bertemu lagi" Kata-kata ini terdengar seperti omong kosong yang asal diucapkan sembarangan.

Tapi sebenarnya kata-kata ini mengandung arti yang sangat dalam.

0-0-0
 Tu Liong kembali ke kediaman Cu.

Setelah sampai, dia segera pergi menemui Cu Siau-thian.

Luka yang didapatnya di bahu kanannya sangat jelas terlihat, tidak mungkin dapat dengan mudah ditutupi dari pandangan orang lain.

Kelakuan yang ditunjukkan oleh Cu Siau-thian membuat Tu Liong kembali sangsi dengan semua yang sudah diceritakan oleh Hiong-ki.

Dia membantu Tu Liong membasuh luka, merawatnya membalutkan obat dan perban dengan tangannya sendiri.

Setelah semuanya selesai, dia hanya menanya-kan sebuah kata: "Perbuatan siapa?" "Boh Tan-ping" Tu Liong sengaja mengatakan dengan nada datar.

"Boh Tan-ping?" "Hanya seorang prajurit rendahan" "Kalau kau mengatakan ini kau sudah mem-buat kesalahan.

Pada waktu itu dia adalah pengawal setia nomor satu yang mengabdi pada Tiat Liong-san.

Dia bukanlah seseorang yang pantas disebut prajurit kecil." "Kalau begitu aku sudah terlalu memandang rendah dirinya" "Karena kau sudah memandang rendah dirinya makanya kau mendapat luka ini ....mengapa kau bertarung dengannya?" "Sebenarnya semua ini salahku" Tu Liong sekali lagi sengaja menutupi kejadian yang sebenarnya, "sebenarnya aku yang pertama menyerangnya" Tu Liong sedang membuat sebuah percobaan.

Kalau Boh Tan-ping selalu melaporkan kejadian yang terjadi pada Cu Siau-thian, seharusnya dia sudah mengetahui kejadian yang sesungguhnya terjadi dengan cepat.

Karena itu Cu Siau-thian tidak perlu bertanya terlalu jauh karena tidak banyak gunanya.

"Aih !" Cu Siau-thian hanya menghembuskan nafas panjang, "kalau dikatakan lagi sepertinya terdengar sangat memalukan.

Sebenarnya Boh Tan-ping itu dahulu pernah menjadi saudara angkatku...." Tu Liong diam-diam merasa kaget.

Seharusnya ini adalah sebuah rahasia yang sangat besar ! mengapa Cu Siau-thian membocorkannya pada dirinya" "Semuanya karena pada waktu itu emosiku tidak dapat dikontrol.

Aku masih sangat muda.

Aku tidak tahu bagaimana menghadapi orang lain.

Aku lalu membuatnya marah dan dia langsung pergi, setelah itu dia menjadi kaki tangan Tiat Liongsan." "Apakah setelah itu kalian berdua tidak pernah berhubungan lagi?" "Sebelum Tiat Liong-san mati, hubungan kami baik-baik saja.

Walaupun tidak dekat, tapi kami masih berhubungan.

Namun setelah Tiat Liong-san mendapat celaka kami tidak pernah bertukar kabar lagi.

dia pasti sangat membenciku" "Sekarang dia bersama-sama dengan Thiat-yan.

Dia pasti akan membelanya" "Rasanya memang begitu.

Apakah kau perlu mengatakannya lagi?" Cu Siau-thian menyayangkan maksud Tu Liong untuk mengejar masalah ini.

Tu Liong sempat berpikir untuk menceritakan pada Cu Siauthian tentang semua hal yang sudah dipelajarinya tadi.

Namun mengingat peringatan yang diberikan oleh Hiong-ki, dia jadi menahan niatnya.

"Luka yang kau derita ini tidak bisa dibilang sebuah luka ringan.

Mengapa kau masih pergi ke kedai arak dan minum arak disana" kau benar-benar tidak tahu bagaimana cara merawat tubuhmu." "Aku dengar arak bisa menyembuhkan luka" "Siapa yang memberitahumu kalau arak bisa menyembuhkan luka?" "Banyak orang mengatakan demikian..." Tu Liong serampangan bergumam pada dirinya sendiri.

"Omongan itu adalah omongan yang tidak memiliki dasar..." kata kata Cu Siau-thian penuh arti.

"Setelah kejadian ini, sebaiknya kau mendengar kan omongan yang sudah benar-benar terbukti.

Kau tidak boleh sembarangan mempercayai omongan orang lain." "Baiklah" Tu Liong menjawabnya dengan sangat berhatihati.

sepertinya rahasia yang disimpan didalam hati sudah diketahui oleh Cu Siau-thian dengan sekali tatap.

"Sekarang kau pergilah beristirahat.

Aku akan mengutus seseorang pergi membeli obat untukmu.

Urusan ini sebaiknya dilupakan saja." "Cu Taiya, aku punya sebuah pertanyaan yang tidak berani aku tanyakan" "Oh...?" "Apakah Thiat-yan benar-benar tidak berani melukai dirimu?" "Apa maksud kata-kata mu?" "Aku hanya mengatakan, orang seperti Leng Taiya adalah orang yang terpelajar, namun Thiat-yan melukainya dengan mudah.

Cu Taiya menguasai ilmu silat, apakah dia masih bisa melukai Cu Taiya" Walaupun misalnya dia berhasil mencapai apa yang diinginkannya, dia juga pasti akan takut balasannya ! mana mungkin Cu Taiya tidak memiliki satupun saudara ataupun teman untuk membalas dendam?" Cu Siau-thian hanya mengerutkan kening diam tidak berbicara apa-apa "Aku berpikir seperti ini, apakah aku sudah membuat kesalahan?" "Sekarang ini masalahnya bukan Thiat-yan berani melukaiku atau tidak.

Masalahnya apakah dia memiliki kemampuan untuk melukaiku" "Oh...?" Tu Liong tidak berani sembarangan melanjutkan kata-katanya.

Mendadak Cu Siau-thian duduk tegak dan mengangkat kepalanya.

Sinar matanya terlihat sangat tajam.

Dia memandang Tu Liong dalam-dalam.

"Kau pasti sudah pernah menemui nona Thiat-yan.

Betul tidak?" "Betul" Tu Liong tidak berani menyangkal.

"Mengapa sejak tadi kau tidak memberitahu?" "Aku sudah menemui musuh untuk berunding.

Aku bukan pergi menemui musuh untuk mengadu ilmu.

Aku takut kau akan memarahiku" "Berunding" Kau sudah membicarakan apa saja dengan dirinya?" "Tadi aku menyuruhnya untuk segera pergi meninggalkan kota" "Hasilnya?" "Hasilnya adalah luka di bahuku ini" "Thiat-yan tidak turun tangan?" "Tidak" "Kita harus mencurigai semua orang di kolong langit ini, namun tidak boleh mencurigai diri sendiri....

terhadap semua masalah yang terjadi di kolong langit ini kita harus menaruh curiga, namun tidak boleh curiga dengan apa yang dilihat oleh mata kepala sendiri.

Tu Liong! aku hanya bisa memberi tahu ini saja" Tu Liong hanya terdiam.

Sepertinya Cu Siau-thian sudah mengetahui segalanya.

Hanya saja dia tidak banyak mengatakan tentang hal yang diketahui-nya.

Tu Liong sudah tidak kuat berada didalam ruangan itu walaupun itu hanya satu menit lagi.

dia segera pergi keluar dan menuju kamarnya, sekarang ini dia ingin menenangkan hatinya dan emosinya untuk berpikir.

Apakah Cu Siau-thian benar-benar seorang penjahat yang licik" Apakah kata-kata Hiong-ki dapat diandalkan" Mengapa dia tidak mempercayai Cu Siau-thian yang sudah merawatnya dari kecil" Apakah pantas semuanya itu habis hanya karena sebuah surat" Kalau seseorang mempunyai niat untuk meniru gaya tulis orang lain, dia pasti bisa melakukannya!!! Semakin dipikirkan, pertanyaan yang yang muncul semakin banyak.

Semakin lama berpikir, Tu Liong merasa semakin tidak tenang....

Tiba-tiba saja sebuah tanda tanya besar muncul didalam kepalanya...

Tanda tanya besar ini menyambar bagaikan kilat.

Sampaisampai Tu Liong yang sedang berbaring beristirahat tiba-tiba saja meloncat turun dari ranjang.

0-0-0
BAB 6

Rahasia Dari kejauhan seseorang berdiri.

Dia mengawasi semua kejadian yang terjadi didalam gang sempit itu.

Dia sepertinya sedang menimbang-nimbang, apakah dia harus ikut campur tangan dalam urusan ini atau tidak.

Dia tidak terlihat seperti orang yang hanya menonton kebakaran, (tidak mau menolong ketika terjadi musibah), karena sepanjang peristiwa dia tampak sangat tegang.

Pada akhirnya dia perlahan-lahan berjalan mendekat.

Orang yang memegang pedang gergaji mendengar suara langkah mendekat.

Dia segera berteriak dengan suara tinggi "Orang yang lewat harap berhenti!" "Kenapa" Kau ingin menyuruhku pergi?" Orang yang membawa pedang gergaji berkata dengan hambar...

"Maaf !" ditengah tengah sambaran pedang gergaji, gerakannya berhenti diudara, "disini kami sedang menyelesaikan dendam amarah antara dua orang pendekar kalangan persilatan, aku harap sahabat tidak ikut campur" Pada waktu pedang gergaji itu berhenti ditengah udara, penjagaan orang yang memegang pedang gergaji sangat lemah, sebenarnya itu adalah kesempatan emas bagi Tu Liong untuk menyerang balik.

Tapi dia tidak melakukan hal ini.

Tu Liong benar benar seorang pendekar jantan.

Orang itu semakin lama berjalan semakin mendekat.

Setelah dekat, tampaknya orang itu tidak menunjukan akan menghentikan langkahnya.

Dia terus berjalan maju.

Pedang gergaji segera berbalik arah, kecepatan gerakannya tidak berkurang sedikitpun, segera saja pedang gergaji sudah ditebaskan ke arah pinggang orang yang datang.

Tu Liong sekali lagi mendapatkan kesempatan emas untuk menyerang, tapi sekali lagi dia tidak bergerak.

Orang yang memegang pedang gergaji tampaknya sangat mengerti bahwa Tu Liong tidak mungkin menyerangnya dari belakang, karena itu dia berani membalikkan tubuh menghadapi orang yang baru datang.

Tapi ternyata lawan yang baru ini tidak begitu mudah untuk dihadapi.

Tu Liong hanya sempat melihat orang itu menghindari serangannya ke samping, sebentar saja pedang gergaji sudah membelah udara kosong.

Pada waktu yang bersamaan terdengar dia berteriak: "Orang she Boh! sudah cukup " APA..." orang she Boh" Boh Tan-ping" Diam-diam hati Tu Liong merasa sangat terkejut.

Sekarang dia mengambil kesempatan untuk menyambarkan senjatanya yang terjatuh yang tinggal sepotong, dipegangnya dan menebas topi yang sedang dipakai oleh orang yang memegang pedang gergaji.

Topi itu segera terlempar jauh.

Ternyata dia memang Boh Tan-ping.

"Boh Tan-ping !" Tu Liong bertanya dengan nada yang tertekan rendah "aku tidak memiliki dendam terhadap dirimu, untuk apa kau menyerang-ku?" "Aku tidak dapat menerima perlakuanmu menyelipkan surat peringatan itu disisi bantal nona Thiat-yan.

" "Orang she Boh!" asalnya orang yang baru datang ini terlihat sangat emosi, namun sekarang tiba-tiba saja dia terlihat tenang, "kau boleh pergi" "Sebutkan namamu!" "Untuk apa?" "Agar aku dapat mengingatmu dalam hati" "Hiong-ki" Hiong-ki" Boh Tan-ping seperti pernah mendengar nama ini sebelumnya, dia tidak berkata apa-apa.

dia segera menurunkan senjatanya dan pergi.

Hiong-ki" Tu Liong sebaliknya terlihat kebingungan, dia belum pernah mendengar nama ini sebelumnya.

Hiong-ki tampak mengambil sesuatu dari balik bajunya.

Dia mengeluarkan sebuah barang yang berwarna kuning dan lalu membalurkan pada luka Tu Liong, setelah itu dia menggunakan sebuah kain dan membalut lukanya.

Pada waktu ini Tu Liong mencoba meneliti Hiong-ki dengan baik.

Tampak dia kira-kira baru berumur tiga puluh tahun.

Tampangnya seperti orang yang lugu, namun sinar matanya sangat dalam.

Yang tampak berbeda adalah orang ini tampak seperti seorang pemurung yang menyimpan banyak pemikiran.

"Terima kasih" "Di jalan menemui ketidak adilan." (artinya: ditengah jalan menemui orang yang mendapat masalah, dia tidak mungkin tinggal diam) Hiong-ki menjawab singkat.

"Ini ramuan obat apa" aku tidak pernah melihatnya sebelumnya" "Ini adalah tanaman "singa berbulu emas" yang hanya tumbuh di daerah selatan.

Tanaman ini banyak tumbuh dimana-mana, semacam tanaman liar.

Aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkan-nya.

Tanaman ini sangat baik untuk mengobati luka sayatan pedang" "Apakah saudara Hiong mengenali orang yang she Boh tadi?" "Aku hanya pernah mendengarnya" "Dia....dia sebenarnya orang seperti apa?" "Dia orang yang sangat setia.

Seumur hidupnya dia hanya setia pada satu orang saja.

Dia dulu setia hanya pada orang yang bernama Tiat Liong-san, sekarang ini dia mengabdi pada Thiat-yan" Hiong-ki sepertinya mengerti semua urusan dengan jelas "Aku ingin mengundang saudara Hiong minum arak dan berbincang-bincang.

Tentu saja ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada saudara" Hiong-ki hanya tertawa dan berkata: "Kau baru saja terluka, apakah kau masih bisa minum arak?" "Ku dengar arak juga memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka" kata Tu Liong ikut tertawa.

"Tidak masalah apakah omongan ini benar atau tidak, niat baikmu sudah membuatku kagum.

Marilah kita pergi!" Arak belum tentu memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka, tapi yang pasti arak bisa membuat suasana kaku antara dua orang menjadi cair.

Situasi yang canggung pun menjadi hidup, membuat orang yang baru dikenal menjadi dekat bagaikan teman lama.

Sekarang ini, arak sudah menghancurkan jurang pemisah antara Tu Liong dengan Hiong-ki, mereka berdua pun menjadi akrab.

"Hiong-ki!" Tu Liong sudah memanggil langsung nama teman barunya "aku lebih enak memanggilmu seperti ini, apakah kau pikir aku sudah tidak sopan?" "Tentu saja tidak" "Aku ingin bertanya padamu, tapi kau boleh tidak menjawabnya." Hiong-ki hanya diam tidak berbicara.

Kalau kedua orang ini dibandingkan, jelas terlihat Hiong-ki lebih mantap dan dewasa dibanding Tu Liong.

"Tadi kau tidak pergi meninggalkan perta-rungan, jelas terlihat sepanjang waktu kau selalu memperhatikan gerak gerik Boh Tan-ping...." Setelah berhenti beberapa saat dia melanjutkan kata katanya: "Topi yang dikenakan oleh Boh Tan-ping dipasang sangat rendah, aku tidak bisa mengenali siapa dirinya.

Namun melihatnya sebentar saja kau bisa langsung mengenalinya.

Kau langsung memanggilnya "orang she Boh" bukankah ini terlihat sangat jelas?" "Aku dengar kabar katanya kau sangat pandai memecahkan misteri, ternyata kabar itu tidak salah." "Selain memperhatikan dirinya, ternyata kau juga sudah memperhatikan diriku." "Kuakui" Hiong-ki menggenggam cangkir arak dengan sangat tegak dan lalu minum isinya.

Ini adalah gerak-gerik yang sudah umum dilakukan para pendekar ketika merasa tidak nyaman, jelas terlihat dia tidak ingin banyak bicara.

"Mengapa?" Tu Liong tidak ingin melepaskan kesempatan begitu saja.

"Aku sering memperhatikan urusan orang lain" "Jawaban ini terlalu ditutup-tutupi" "Tu Liong, bagaimanakah jawaban yang kau ingin dengar agar kau merasa puas?" "Niat........kau sering memperhatikan urusan orang lain pastilah kau punya niat" "Niat?" Hiong-ki kembali mengulang kata tersebut perlahan-lahan, lalu menjelaskan, "ini jawaban ku.

Apakah niat Thiat-yan yang sudah mencelakai empat orang tapi dia belum melukai Cu Siau-thian" Dia sudah berhasil membuatmu terusik dan keluar menampakkan muka.

apa niat yang kau miliki?" "Jawabannya sangat sederhana" "Apakah benar sederhana?" "Niat Thiat-yan melukai orang-orang adalah untuk membalaskan dendam lama ayahnya.

Aku keluar menampilkan muka niatnya melindungi Cu Taiya.

Dia adalah majikanku.

Hubungan kasih sayang yang kami miliki sudah seperti seorang ayah pada seorang anak.

tidak terlalu jauh berbeda.

Aku tidak ingin dia mendapat celaka." "Apakah benar sesederhana itu?" "Memang sesederhana itu" "Kalau benar-benar sederhana, aku sudah tidak berminat pada urusan ini lagi" Tu Liong terdiam sangat lama.

Dia mene-mukan bahwa ternyata Hiong-ki memiliki pemikiran yang jauh melebihi dirinya.

Menghadapi orang seperti ini, dia seharusnya sedikit bicara dan banyak mendengarkan.

Masalahnya adalah kalau dia tidak membuka mulut, Hiong-ki juga tidak akan membuka mulutnya: "Kelihatannya kau sudah mengetahui banyak hal" "Belum tentu" "Jangan menyangkal, kalau kau tidak tahu banyak hal, mana mungkin kau bisa mengatakan kalau masalah ini tidak sesederhana seperti yang ku pikir?" "Kalau Thiat-yan melukai hanya demi membalaskan dendam, mengapa setelah melukai orang-orang itu dia tidak segera meninggalkan Pakhia?" "Ini karena dia masih ingin melukai satu orang lagi" "Cu Siau-thian?" "Betul sekali, didalam hati Thiat-yan, Cu Siau-thian adalah target utama" "Salah !" nada ucap Hiong-ki terdengar sangat pasti.

Tu Liong merasa terkejut.

Namun dia berusaha untuk tidak menampilkan rasa kagetnya.

Dia melihat pada Hiong-ki dengan tatapan heran, sepertinya dia berharap menemukan jawaban misteri yang lebih dalam yang tertulis pada wajahnya yang datar dan biasa-biasa saja.

Sayang sekali raut wajahnya tidak tampak tanda sedikitpun, bagaikan kertas putih yang belum dicoretkan apa-apa.

Hiong-ki kembali mengatakan kalimatnya: "Aku berani mengatakan Thiat-yan selamanya tidak akan melukai Cu Siauthian" Kalimat ini diucapkan terlalu serampangan, terlalu yakin.

Bahkan Cu Siau-thian ataupun Thiat-yan sendiri tidak mungkin berani mengatakan kalimat ini.

selamanya....ini adalah sebuah kata yang tidak bisa diperkirakan dan tidak bisa dikendalikan.

Didunia ini tidak ada teman yang selamanya selalu menjadi teman, begitu pula tidak ada musuh yang selamanya selalu menjadi musuh.

Sebenarnya entah apa yang Thiat-yan dan Cu Siau-thian sedang rencanakan berkenaan dengan rahasia ini.

siapapun tidak bisa menjamin bahwa hubungan ini tidak akan pernah berubah.

"Apakah yang sebenarnya sedang kau coba katakan padaku?" "Memangnya kau pikir aku sedang ingin mengatakan apa padamu?" "Kau tampak seperti sedang mencoba mengatakan sesuatu padaku, bahwa Cu Siau-thian dan Thiat-yan sebenarnya berteman, dan bukan saling bermusuhan" "Kalau kau berpikir seperti ini, kau juga sudah salah" Muka Tu Liong sekarang berubah menjadi merah, didepan Hiong-ki dia tampak seperti tidak tahu apa-apa.

mana mungkin mukanya tidak menjadi merah.

"Apakah kata-kataku sudah membuatmu merasa serba salah?" "Aku merasa malu" "Inilah keunggulanku, juga kejelekkanku." "Bagaimanakah itu?" "Untuk sisi baikku, aku sangat berterus terang.

Untuk sisi jeleknya kata-kataku ini sangat tidak enak didengar.

Tapi bagaimanapun juga aku lebih senang mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar tapi terus terang." "Tapi dari apa yang kurasakan, kata-katamu itu diucapkan dengan gegabah" "Kamu berkata seperti ini aku juga senang.

Bukan hanya dirimu saja, tapi siapapun pasti akan mencurigai kesimpulan yang sudah kubuat, namun mereka semua tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya....Tu Liong! Kalau kau bersedia terus berlaku seperti ini ketika berbicara padaku, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan padamu" "Baik...." Tu Liong menjawab cepat.

"Di dalam dunia ini, siapakah menurutmu orang yang kau anggap paling penting" Tentu saja dirimu tidak masuk kedalam pertimbangan" "Cu Taiya!" Tu Liong menjawab tanpa banyak pertimbangan "Alasannya?" "Karena dia sudah mengurusku sampai dewasa, hutang budiku terhadapnya sudah tidak terhitung lagi.

kalau tidak ada dirinya, maka aku pun tidak ada." "Inilah tahu balas budi, tidak melupakan hutang budi, betul?" "Betul." "Tapi pandangan yang kau miliki ini salah" Padahal Tu Liong baru berbincang-bincang dengan Hiong-ki beberapa kalimat saja, Hiong-ki sudah tiga kali berturut-turut menunjukkan dengan gamblang kesalahan yang dibuat oleh Tu Liong.

Ini membuat Tu Liong merasa jengkel.

Dia berkata: "Hiong-ki! Kalau menurutmu pandangan tahu balas budi pun adalah sebuah kesalahan, aku ingin berdebat denganmu" "Tidak perlu berdebat, aku akan segera menjelaskan padamu...." Hiong-ki minum secangkir arak, sepertinya dia memanfaatkan kesempatan ini untuk mencuri sedikit waktu, menimbang-nimbang.

"Tu Liong, saat ini kau sedang memburu konsep membalas budi dengan membabi buta, bisa dibilang saat ini kau berjalan mirip seperti kerbau yang dicocok hidungnya oleh rasa balas budimu itu.

sebenarnya didunia ini, selain balas budi masih ada banyak hal yang lebih besar dan penting." "Apakah itu?" "Kebenaran dan kebijakan" "Kebenaran dan kebijakan?" Tentu saja ini bukan pertama kalinya Tu Liong mendengar kata-kata ini.

"Betul sekali.

Balas budi adalah definisi yang sangat sempit, sedangkan kebenaran adalah definisi yang sangat luas.

Balas budi masih memiliki batas tertentu yang tidak bisa dilewati.

Bagaimanapun besarnya hutang budi yang kau miliki, Kau tidak mungkin menjadikannya alasan sampai tidak memperdulikan nyawamu sendiri, ataupun tidak lagi menjaga nama baikmu.

Sedangkan kebenaran yang sesungguhnya tidak memiliki batasan.

Demi membela kebenaran, kau bisa tidak memperdulikan apapun lagi." "Hiong-ki, penjelasanmu ini benar-benar sangat mendalam." "Kau merasa seperti ini karena matamu sudah ditutupi konsep balas budi" Tu Liong tertegun, dia seperti mendengar suara suara dari kejauhan.

"Hiong-ki, apakah menurutmu semua tindakan ku selama ini salah?" "Mengapa kau punya pikiran seperti ini?" Dari mula Hiong-ki tidak pernah benar benar menjawab sebuah pertanyaan.

"Sepertinya dari kata-kata yang sudah kau ucapkan tadi sudah terlihat jelas" "Apakah kau mengakui kalau kau adalah orang yang baik?" "Ya" "Kalau begitu apakah kau membenci orang yang jahat?" "Tentu saja" "Pada waktu itu Cu Siau-thian sudah memiliki permusuhan dengan Tiat Liong-san.

Karena ilmu silatnya tidak rendah, dan memiliki koneksi yang sangat luas, sehingga dia menghubungi orang-orang penting dari kalangan pemerintahan untuk bekerja sama menghasut dirinya.

Menurutmu apakah tindakan semacam ini adalah tindakan yang dilakukan oleh orang yang baik ataukah tindakan yang hanya akan dilakukan oleh orang yang berhati jahat?" Tu Liong menutup mulutnya rapat-rapat, dia hanya menundukkan kepala.

Melihat gelagat ini, Hiong-ki tidak mengendurkan katakatanya.

"Jelas-jelas terlihat dalam hatimu, kau sudah memiliki jawabannya.

Mengapa kau tidak mengatakannya langsung padaku?" Tu Liong menenggak secangkir besar arak dan lalu berkata dengan suara keras: "Menghasut Tiat Liong-san sebenarnya adalah tindakan orang jahat" "Kau berkata, kau merasa majikanmu orang yang jahat, mengapa kau masih mati matian membelanya" Mengapa kau masih menganggapnya sebagai orang paling penting dalam hidupmu?" "Mungkin saja orang lain akan menilainya sebagai orang yang jahat, namun bagaimanapun bagiku dia adalah orang yang baik." "Kalau misalnya ada seorang pencuri yang sudah merampok semua orang di dunia, dia hanya tidak merampok dirimu.

Apakah kami masih merasa bahwa dia adalah seorang bandit" Kalau misalnya dia menyerahkan semua hasil jarahannya padamu, tidak saja kau tidak akan lagi menganggapnya sebagai seorang bandit, malah sebaliknya, apakah kau akan menganggapnya sebagai seorang pahlawan..." Kata kata Hiong-ki terus-menerus keluar menusuk hati, membuat Tu Liong merasa susah.

Dia tidak bisa mengatakan sepatah katapun.

Setelah berhenti beberapa saat, Hiong-ki kembali berbicara dengan nada ramah "Tu Liong ! manusia mungkin memiliki karakter yang berbeda beda.

Bagi orang yang pertama, mungkin saja sebuah tindakan akan dinilai sebagai sebuah tindakan brutal yang sangat tidak terpuji.

Namun untuk orang yang kedua mungkin saja tindakan yang sama dianggap sebagai pahala yang mulia.

Namun kita tidak bisa mengatakan bahwa orang yang pertama adalah orang yang baik, dan orang yang kedua adalah orang yang jahat." Tu Liong sudah tidak ingin meneruskan argumentasi yang rumit ini, karena dia merasa bagaimanapun juga dia tidak mungkin bisa berada diatas angin dan memenangkan perdebatan.

Karena itu dia berusaha membelokkan topik pembicaraan: "Hiong-ki, pembicaraan kita sudah melenceng jauh dari topik utama.

Baiknya sekarang kita kembali pada topik awal, dan melihat dari sudut pandang yang lain....

...

Cu Siau-thian sudah mencelakai Tiat Liong-san memang adalah tindakan yang sangat tidak baik, betul tidak?" "Tidak salah" "Thiat-yan adalah putri satu-satunya Tiat Liong-san.

Betul tidak?" "Juga tidak salah" "Membalaskan dendam ayah adalah sebuah perkara besar, mengapa kau mengatakan bahwa selamanya Thiat-yan tidak akan melukai Cu Taiya?" Kali ini keadaan berbalik dan Tu Liong memiliki keunggulan dalam perdebatan.

Sangat jelas terlihat Tu Liong merasa sangat senang.

Dia menunggu Hiong-ki melotot terbengong-bengong karena tidak bisa menjawab.

Hiong-ki malah tertawa.

"Apa yang kau tertawakan?" "Kata-kataku adalah sebuah kontradiksi, semua orang pun bisa dengan mudah melihat kesalahan seperti ini.

Apakah kau pikir aku sudah melakukan kesalahan yang bodoh seperti ini?" "Kau selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.

Mengapa kau selalu membalikkan pertanyaan dan tidak menjawab secara langsung?" "Membalikkan pertanyaan dapat banyak membantu mempertimbangkan jawaban" "Membantu siapa mempertimbangkan jawaban?" sekarang wajah Tu Liong tampak murung.

"Membantu dirimu, juga diriku" karena jawaban terakhir yang diucapkan oleh Hiong-ki tidak tajam, kata-kata Tu Liong kembali terdengar melembut.

Namun dia tetap tidak melepas-kan pertanyaan yang sudah diajukannya tadi: "Aku masih menunggu jawabanmu" "Ada sebuah barang yang mungkin bisa membantu mewakilkan jawabanku." "Barang apa?" "Sebuah surat" Hiong-ki mengeluarkan sebuah tas yang terbuat dari kulit kambing.

Dari dalamnya dia mengeluarkan sebuah amplop yang sudah terlihat tua.

Diatas amplop kertas tertulis kata-kata berikut: "Untuk adik Tan-ping" beberapa huruf ini benar benar terlihat sangat familiar dimata Tu Liong.

"Tan-ping" Boh Tan-ping?" "Sebaiknya kau lihat dulu isi suratnya...." Tu Liong mengeluarkan surat dari dalam amplop.

Diatas surat tertulis: "Adik Tan-ping yang terhormat, lakukanlah semua sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya, ketika melakukannya harus akurat, tindakanmu harus kejam.

Harap diingat ! " tertanda Siau Tian" Siau Tian" Cu Siau-thian! Tidak salah.

Ini memang tulisan tangan majikannya Cu Siau-thian.

Sekali lihat saja Tu Liong sudah langsung mengenali bahwa ini adalah tulisan tangannya.

"Tu Liong, Cu Siau-thian dengan Boh Tan-ping memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat.

Apakah kau tidak memikirkan ini sebelumnya?" "Aku hanya ingat tadi kau mengatakan sepatah kata berikut.

Boh Tan-ping adalah orang yang setia.

Dahulu dia setia kepada Tiat Liong-san, dan sekarang dia setia pada Thiat-yan.

Kalau dilihat dari surat ini, dia jelas-jelas juga setia pada Cu Siau-thian.

Satu orang bisa setia dan mengabdi pada lebih dari dua orang, pastilah kesetiaannya akan sedikit berkurang." "Kata katamu itu masuk diakal.

Namun kau tidak mengerti kejadian yang sesungguhnya" Tu Liong hanya bisa melihat Hiong-ki sambil terdiam.

Dia menunggu lanjutan kalimatnya.

"Kesetiaan adalah salah satu syarat mendasar yang harus dimiliki seorang pendekar silat.

Setia kepada majikannya, setia kepada kawan-kawannya.

Pada waktu itu dia sudah mengangkat saudara dengan Cu Siau-thian, ini adalah kesetiaan sebagai seorang teman.

Tentu saja mereka juga bekerja sama dalam menghadapi banyak persoalan.

Asalkan urusannya tidak menyinggung Tiat Liong-san, dia pasti bersedia melakukan apapun itu..

"Kalau sekarang?" "Kalau sekarang?" Hiong-ki sepertinya tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Tu Liong.

"Sekarang ini majikannya adalah Thiat-yan.

Sedangkan Thiat-yan dan Cu Siau-thian saling menyimpan dendam.

Kirakira Boh Tan-ping berdiri di sisi mana?" "Tentu saja berdiri di sisi Thiat-yan" "Kata-katamu itu terdengar terlalu yakin, sehingga terkesan gegabah" "Apakah mungkin Boh Tan-ping bisa berdiri di sisi Cu Siauthian?" "Mengapa kau tidak mengatakan apa yang sedang ada dipikiranmu?" "Apakah kau pikir aku sedang menyimpan sesuatu darimu?" "Setidaknya kau tidak berterus terang?" "Oh" Apakah kau bisa menyadarkanku?" "Tadi kau berkata bahwa Thiat-yan selamanya tidak mungkin akan melukai Cu Siau-thian.

Kata kata ini mengandung arti lain yaitu Thiat-yan selamanya pun tidak mungkin akan menemukan cara untuk melukai Cu Siau-thian.

Mengapa demikian" Karena semua tindakan yang dilakukan oleh Thiat-yan pasti langsung akan diketahui oleh Boh Tanping, oleh karena itu dia pasti akan selalu melaporkannya pada Cu Siau-thian.

Betul tidak?" "Betul.

Tu Liong! aku merasa sebaiknya masalah ini kau coba buktikan sendiri.

Pasti akan lebih berguna daripada aku yang memberitahumu." "Kalau begitu, Boh Tan-ping bukanlah orang yang benarbenar setia." "Kata-katamu benar juga, setidaknya diper-mukaan dia terlihat seperti itu." "Selama ini dia selalu menjadi kuping dan mata bagi Cu Siau-thian." Hiong-ki tidak menyetujui pernyataan ini, sebaliknya dia pun tidak membantah.

"Mengapa Cu Taiya tidak menceritakan semua masalah ini padaku?" Sebenarnya Tu Liong bergumam sendiri, tapi juga Hiong-ki menjawabnya.

"Pertanyaan itu hanya memiliki satu jawaban.

Cu Siau-thian merasa bahwa kau masih belum cukup dapat dipercaya sepenuhnya." Tu Liong minum arak banyak-banyak.

Setelah itu dia kembali bertanya, "Apakah surat ini boleh aku bawa pulang?" "Jangan.

Ini adalah sebuah barang bukti.

Aku harus ingatkan dirimu.

Kau sama sekali tidak boleh menceritakan semua masalah ini dihadapan Cu Siau-thian.

Sedikitpun tidak boleh bocor." "Memangnya kalau rahasia ini bocor, ada akibat yang seperti apa?" "Kau bisa mati" "Kalau begitu biarkanlah aku mati" Tu Liong bergegas pergi keluar.

Hiong-ki segera berdiri dan mencegat jalannya.

"Apa maksud dari kata-kata mu tadi?" "Aku akan selalu mengingat kesetiaan hatiku pada Cu Siauthian.

Namun ternyata dia belum mempercayai diriku.

Apakah hidupku ini masih ada artinya?" "Kau seorang laki-laki dewasa.

Demi membela kebenaran, demi membela keadilan lalu mati, ini bukanlah hal yang jelek.

Namun kau mau mati demi rasa ingin membalas budi, demi melampiaskan emosi" Itu adalah tindakan yang sangat bodoh.

Aku rasa kau sudah tahu" Tu Liong hanya menatap Hiong-ki.

Setelah beberapa lama dia baru meneruskan kata-katanya, "Hiong-ki, aku sangat senang mendapat seorang teman seperti dirimu.

Sekali melihat dirimu pun aku langsung merasa suka.

Bukan karena kau sudah menolong diriku.

Ini hanyalah sebuah rasa suka yang ada dalam hatiku.

Hiong-ki, apakah kau tahu apa akibat yang akan terjadi kalau misalnya kau sudah membohongiku?" "Aku tidak mungkin mati" "Mungkin juga saat ini aku tidak memiliki kemampuan seperti itu" "Kalau misalnya seseorang benar-benar menginginkan seseorang yang lain mati, dia pasti akan menemukan cara untuk mencapai apa yang diinginkannya" "Hiong-ki..

ingat lah...

kau yang mengucapkan kata-kata tersebut." Hiong-ki hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala.

Dia sudah tidak perlu berkata apa-apa.

Tu Liong sudah hampir berangkat, namun dia bertanya lagi: "Kapan kita akan bertemu lagi?" "Kalau kita harus bertemu lagi" Kata-kata ini terdengar seperti omong kosong yang asal diucapkan sembarangan.

Tapi sebenarnya kata-kata ini mengandung arti yang sangat dalam.

0-0-0
 Tu Liong kembali ke kediaman Cu.

Setelah sampai, dia segera pergi menemui Cu Siau-thian.

Luka yang didapatnya di bahu kanannya sangat jelas terlihat, tidak mungkin dapat dengan mudah ditutupi dari pandangan orang lain.

Kelakuan yang ditunjukkan oleh Cu Siau-thian membuat Tu Liong kembali sangsi dengan semua yang sudah diceritakan oleh Hiong-ki.

Dia membantu Tu Liong membasuh luka, merawatnya membalutkan obat dan perban dengan tangannya sendiri.

Setelah semuanya selesai, dia hanya menanya-kan sebuah kata: "Perbuatan siapa?" "Boh Tan-ping" Tu Liong sengaja mengatakan dengan nada datar.

"Boh Tan-ping?" "Hanya seorang prajurit rendahan" "Kalau kau mengatakan ini kau sudah mem-buat kesalahan.

Pada waktu itu dia adalah pengawal setia nomor satu yang mengabdi pada Tiat Liong-san.

Dia bukanlah seseorang yang pantas disebut prajurit kecil." "Kalau begitu aku sudah terlalu memandang rendah dirinya" "Karena kau sudah memandang rendah dirinya makanya kau mendapat luka ini ....mengapa kau bertarung dengannya?" "Sebenarnya semua ini salahku" Tu Liong sekali lagi sengaja menutupi kejadian yang sebenarnya, "sebenarnya aku yang pertama menyerangnya" Tu Liong sedang membuat sebuah percobaan.

Kalau Boh Tan-ping selalu melaporkan kejadian yang terjadi pada Cu Siau-thian, seharusnya dia sudah mengetahui kejadian yang sesungguhnya terjadi dengan cepat.

Karena itu Cu Siau-thian tidak perlu bertanya terlalu jauh karena tidak banyak gunanya.

"Aih !" Cu Siau-thian hanya menghembuskan nafas panjang, "kalau dikatakan lagi sepertinya terdengar sangat memalukan.

Sebenarnya Boh Tan-ping itu dahulu pernah menjadi saudara angkatku...." Tu Liong diam-diam merasa kaget.

Seharusnya ini adalah sebuah rahasia yang sangat besar ! mengapa Cu Siau-thian membocorkannya pada dirinya" "Semuanya karena pada waktu itu emosiku tidak dapat dikontrol.

Aku masih sangat muda.

Aku tidak tahu bagaimana menghadapi orang lain.

Aku lalu membuatnya marah dan dia langsung pergi, setelah itu dia menjadi kaki tangan Tiat Liongsan." "Apakah setelah itu kalian berdua tidak pernah berhubungan lagi?" "Sebelum Tiat Liong-san mati, hubungan kami baik-baik saja.

Walaupun tidak dekat, tapi kami masih berhubungan.

Namun setelah Tiat Liong-san mendapat celaka kami tidak pernah bertukar kabar lagi.

dia pasti sangat membenciku" "Sekarang dia bersama-sama dengan Thiat-yan.

Dia pasti akan membelanya" "Rasanya memang begitu.

Apakah kau perlu mengatakannya lagi?" Cu Siau-thian menyayangkan maksud Tu Liong untuk mengejar masalah ini.

Tu Liong sempat berpikir untuk menceritakan pada Cu Siauthian tentang semua hal yang sudah dipelajarinya tadi.

Namun mengingat peringatan yang diberikan oleh Hiong-ki, dia jadi menahan niatnya.

"Luka yang kau derita ini tidak bisa dibilang sebuah luka ringan.

Mengapa kau masih pergi ke kedai arak dan minum arak disana" kau benar-benar tidak tahu bagaimana cara merawat tubuhmu." "Aku dengar arak bisa menyembuhkan luka" "Siapa yang memberitahumu kalau arak bisa menyembuhkan luka?" "Banyak orang mengatakan demikian..." Tu Liong serampangan bergumam pada dirinya sendiri.

"Omongan itu adalah omongan yang tidak memiliki dasar..." kata kata Cu Siau-thian penuh arti.

"Setelah kejadian ini, sebaiknya kau mendengar kan omongan yang sudah benar-benar terbukti.

Kau tidak boleh sembarangan mempercayai omongan orang lain." "Baiklah" Tu Liong menjawabnya dengan sangat berhatihati.

sepertinya rahasia yang disimpan didalam hati sudah diketahui oleh Cu Siau-thian dengan sekali tatap.

"Sekarang kau pergilah beristirahat.

Aku akan mengutus seseorang pergi membeli obat untukmu.

Urusan ini sebaiknya dilupakan saja." "Cu Taiya, aku punya sebuah pertanyaan yang tidak berani aku tanyakan" "Oh...?" "Apakah Thiat-yan benar-benar tidak berani melukai dirimu?" "Apa maksud kata-kata mu?" "Aku hanya mengatakan, orang seperti Leng Taiya adalah orang yang terpelajar, namun Thiat-yan melukainya dengan mudah.

Cu Taiya menguasai ilmu silat, apakah dia masih bisa melukai Cu Taiya" Walaupun misalnya dia berhasil mencapai apa yang diinginkannya, dia juga pasti akan takut balasannya ! mana mungkin Cu Taiya tidak memiliki satupun saudara ataupun teman untuk membalas dendam?" Cu Siau-thian hanya mengerutkan kening diam tidak berbicara apa-apa "Aku berpikir seperti ini, apakah aku sudah membuat kesalahan?" "Sekarang ini masalahnya bukan Thiat-yan berani melukaiku atau tidak.

Masalahnya apakah dia memiliki kemampuan untuk melukaiku" "Oh...?" Tu Liong tidak berani sembarangan melanjutkan kata-katanya.

Mendadak Cu Siau-thian duduk tegak dan mengangkat kepalanya.

Sinar matanya terlihat sangat tajam.

Dia memandang Tu Liong dalam-dalam.

"Kau pasti sudah pernah menemui nona Thiat-yan.

Betul tidak?" "Betul" Tu Liong tidak berani menyangkal.

"Mengapa sejak tadi kau tidak memberitahu?" "Aku sudah menemui musuh untuk berunding.

Aku bukan pergi menemui musuh untuk mengadu ilmu.

Aku takut kau akan memarahiku" "Berunding" Kau sudah membicarakan apa saja dengan dirinya?" "Tadi aku menyuruhnya untuk segera pergi meninggalkan kota" "Hasilnya?" "Hasilnya adalah luka di bahuku ini" "Thiat-yan tidak turun tangan?" "Tidak" "Kita harus mencurigai semua orang di kolong langit ini, namun tidak boleh mencurigai diri sendiri....

terhadap semua masalah yang terjadi di kolong langit ini kita harus menaruh curiga, namun tidak boleh curiga dengan apa yang dilihat oleh mata kepala sendiri.

Tu Liong! aku hanya bisa memberi tahu ini saja" Tu Liong hanya terdiam.

Sepertinya Cu Siau-thian sudah mengetahui segalanya.

Hanya saja dia tidak banyak mengatakan tentang hal yang diketahui-nya.

Tu Liong sudah tidak kuat berada didalam ruangan itu walaupun itu hanya satu menit lagi.

dia segera pergi keluar dan menuju kamarnya, sekarang ini dia ingin menenangkan hatinya dan emosinya untuk berpikir.

Apakah Cu Siau-thian benar-benar seorang penjahat yang licik" Apakah kata-kata Hiong-ki dapat diandalkan" Mengapa dia tidak mempercayai Cu Siau-thian yang sudah merawatnya dari kecil" Apakah pantas semuanya itu habis hanya karena sebuah surat" Kalau seseorang mempunyai niat untuk meniru gaya tulis orang lain, dia pasti bisa melakukannya!!! Semakin dipikirkan, pertanyaan yang yang muncul semakin banyak.

Semakin lama berpikir, Tu Liong merasa semakin tidak tenang....

Tiba-tiba saja sebuah tanda tanya besar muncul didalam kepalanya...

Tanda tanya besar ini menyambar bagaikan kilat.

Sampaisampai Tu Liong yang sedang berbaring beristirahat tiba-tiba saja meloncat turun dari ranjang.

0-0-0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar