Walet Besi Bab 05

BAB 5

Pembunuh Seorang pembunuh bayaran lihai tidak mungkin membiarkan dirinya dikenali oleh orang lain.

Pembunuh beralis putih memiliki sepasang alis yang sangat jelas berbeda dan sepasang bola mata berwarna merah pekat seperti darah.

Tidak masalah betapapun beraninya, betapapun kejamnya dia membunuh orang lain, siapapun yang sudah melihat dirinya pasti akan selalu waspada dan memperketat penjagaan.

Dengan demikian dia pasti akan lebih sulit membunuh targetnya.

Dengan demikian kehebatannya membunuh pun akan tampak lemah.

Oleh karena itu, pembunuh beralis putih tidak dapat terhitung sebagai seorang pembunuh yang benar-benar jagoan.

Semua alasan tersebut sudah diketahui oleh Tu Liong.

Dia pun tidak ragu ragu untuk mengatakan semua yang ada didalam pikirannya.

"Salah!" dengan sangat angkuh, pembunuh beralis putih berkata padanya, "justru karena sepasang alis mata yang putih dan sepasang bola mata berwarna merah, aku bahkan lebih hebat dari pembunuh paling lihai manapun." "Mengapa demikian?" "Aku tidak ingin menjelaskannya padamu.

Tapi aku akan memperlihatkannya langsung padamu" Setelah selesai mengatakan demikian, dia langsung pergi ke kamar mandi.

Pada awalnya Tu Liong bermaksud ingin menarik tangan pembunuh beralis putih untuk terus bicara, namun rasa harga diri membuatnya menahan keinginannya untuk sementara waktu.

Pada saat yang bersamaan didalam hatinya terdapat sebuah firasat.

Dia merasa dirinya telah mencapai tingkat kemahiran ilmu silat yang lumayan tinggi dan mendalam, namun orang yang lebih hebat dari dirinya masih terlalu banyak.

Dia berdiri meninggalkan tempat duduknya, dia bermaksud akan langsung pergi meninggalkan kedai teh.

Namun sebelum keluar, dia sempat melihat pembunuh beralis putih sedang berjalan mendekat....bukan! Kali ini sudah tidak bisa disebut pembunuh beralis putih lagi, sekarang dia memiliki sepasang alis yang berwarna hitam dan sebuah bola mata putih bening dan memancarkan sinar mata yang sangat terang.

Kalau bukan pakaian yang dikenakannya masih sama dan masih diingat, dia tidak akan berani mengatakan kedua orang itu adalah orang yang sama.

"Apakah kau masih mengenali aku, sebagai pembunuh beralis putih?" Tu Liong memang tidak mengenalinya lagi.

Sepasang alisnya yang berwarna putih sudah dicat sampai berwarna hitam legam.

Sebenarnya dia bisa saja dengan mudah memalsukan alisnya yang putih dan dicat agar berwarna hitam, namun sepasang bola matanya yang berwarna merah" Bagaimana mungkin sekarang bisa menjadi putih" bukankah ini mengherankan" Pembunuh beralis putih tidak peduli rasa penasaran yang dimiliki Tu Liong, dia berkata seolah olah pada dirinya sendiri.

"Ada seseorang melihat pembunuh beralis putih di kedai teh bertemu dengan dirimu.

Setelah itu, tiba-tiba jalan hidup pembunuh beralis putih menjadi lebar.

Tidak lama pembunuh beralis putih tampak sedang mondar mandir di dalam rumah kediaman seseroang.

Hati orang lain pasti akan berpikir bahwa kau sudah mengeluarkan sejumlah uang dan menyuruh pembunuh beralis putih membunuhnya.

Karena itu dia sepenuh hatinya memperhatikan semua gerak gerik pembunuh beralis putih, tetapi sekarang mendadak penampilanku berubah seperti ini.

menurutmu apakah aku lebih lihai dibandingkan dengan pembunuh manapun yang kau tahu?" Sebenarnya menilai dari pandangan dan caranya berbicaranya, dia akan mudah menambah kecurigaan orang lain.

Seorang pembunuh belum tentu memiliki kepandaian paling tinggi di kolong langit.

Mereka hanya pandai menghindari rasa curiga orang lain.

Target yang dimiliki Seorang pembunuh adalah berhasil membunuh korbannya, tidak menunjukkan jati yang sesungguhnya pada orang lain.

Tapi orang ini tampaknya meragukan.

"Apa syaratmu?" akhirnya Tu Liong meng-ajukan pertanyaan padanya.

"Aku hanya akan membantumu mengerjakan satu tugas, ataukah aku akan mengabdi padamu dan membantumu mengerjakan beberapa tugas untuk waktu yang lama?" "Untuk waktu yang lama" "Biayanya untuk bayaran sebulan adalah tiga ratus uang kertas asing (barat)" "Murah sekali?" "Dengarkan dulu sampai habis....

setelah membunuh seseorang harus menambahkan seribu mata uang kertas asing.

Melukai kaki tangan orang yang pantas menjadi targetku, membantumu melarikan diri dari suatu masalah, membantumu mengerjakan sebuah tugas, tidak masalah apakah susah atau gampang, kau harus membayarku seratus lagi..." "Baiklah! Kalau begitu kau saat ini tinggal dimana?" "Kau menyuruhku tinggal dimana, aku akan tinggal ditempat yang kau tunjuk" "Kalau begitu apakah kau tahu dimana tempatku tinggal saat ini?" "Didalam rumah Cu Siau-thian" "Lalu dimana kediaman tuan Cu?" "Tentu saja tahu" "Baiklah kalau begitu.

Sekarang aku akan pulang.

Kau boleh ikut aku pulang.

Aku akan memberimu sedikit uang.

Tapi aku ada sedikit pekerjaan yang harus kujelaskan padamu sebelumnya.

Kalau kau tidak bisa melalui pintu masuk kediaman tuan Cu, perjanjian kita batal." "Apa" Kau mau menguji diriku?" "Tentu saja, karena sebentar lagi aku akan memberimu sebuah tugas" "Kau tenang saja, dalam mataku tidak ada tembok dan tidak ada pintu" "Kalau kau benar-benar memiliki kemampuan seperti itu, mengapa kau masih kekurangan uang?" "Aku tidak ingin mencuri, aku bukan maling rendahan.

Setiap sen uang yang kuhasilkan harus berdasarkan kerja keras sesuai kemampuanku.

Apakah kau mengerti?" Ini hanya sebuah alasan.

Di dunia ini banyak sekali orang yang menggunakan alasan yang serupa.

Namun bagaimanapun juga Tu Liong sudah menaruh sedikit kekaguman pada pembunuh beralis putih ini, tidak lama kedua orang ini berjalan keluar dari kedai minum teh.

Tu Liong segera naik kudanya, sementara pembunuh beralis putih ditinggalkan sendirian didepan kedai teh...

Tu Liong memacu kudanya dengan kecepatan penuh, pulang ke kediamannya.

Setelah sampai, pertama-tama dia masuk ke dalam kamar Cu Siau-thian untuk memastikan bahwa semua keadaannya masih aman.

Setelah itu dia pergi berpatroli mengawasi keadaan rumahnya.

Dia memeriksa semua penjagaan dengan sangat teliti, jangan sampai penjagaan itu memiliki celah yang dapat diselusupi dengan mudah.

Namun dia tetap merasa bahwa pembunuh beralis putih pasti masih bisa menerobos masuk kedalam rumahnya.

Karena ketika pembunuh beralis putih mengatakan didalam matanya 'Tidak ada tembok...

tidak terdapat pintu'...

dia mengatakan semua itu dengan penuh rasa percaya diri.

Dia lalu kembali ke kamarnya sendiri, dia bermaksud menunggu pembunuh beralis putih menunjukkan batang hidungnya.

Ternyata yang terjadi bukan dirinya yang harus menunggu kehadiran pembunuh beralis putih, sebaliknya pembunuh beralis putih yang sedang menunggu kehadiran dirinya, pembunuh beralis putih sudah lebih dahulu sampai ke kediaman Cu, sudah memasuki kamarnya, dan bahkan sekarang dengan sangat tenangnya dia duduk diatas bangku yang biasa diduduki olehTu Liong.

Sekarang, dia sekali lagi tampil sebagai pembunuh beralis putih.

Entah bagaimana caranya, alisnya sudah kembali berwarna putih dan kedua bola matanya juga sudah kembali berwarna merah.

Namun sinar mata yang berkilau tajam tampaknya masih terlihat jelas di dalam kedua mata aslinya.

Sepatah kata pun tidak diucapkan oleh Tu Liong, dia terus berjalan mendekati sebuah lemari dan membuka sebuah laci penyimpanan rahasia.

Dari dalam laci tersebut dia mengambil empat lembar uang kertas orang asing.

Cu Siau-thian tidak terlalu ketat mengawasi keuangan dirinya, membuat dia masih sanggup menyimpan sedikit uang untuk digunakan.

"Empat ratus uang kertas asing?" tanya pembunuh beralis putih dingin "Tiga ratus uang kertas asing setiap bulan pasti akan kubayar, seratus lagi akan dibayar setelah kau membantuku menyelesaikan sebuah tugas." "Kau belum mau menyuruhku untuk mem-bunuh seseorang?" "Saat ini aku belum membutuhkannya" "Kau ingin aku membereskan urusan apa?" "Aku ingin kau membantuku mengirim sebuah surat.

Surat ini harus diam-diam kau selipkan di samping bantal tempat penerima surat yang biasa tidur.

Namun ketika menaruh surat ini sama sekali tidak boleh dilihat orang lain." "Tenang saja!" Sekali lagi pembunuh beralis putih berkata dengan nada angkuh dan terkesan membanggakan diri.

"Disini kau memiliki empat penjaga yang jelas terlihat dan empat orang yang bersembunyi ditempat rahasia, aku sudah mempersiapkan semua dengan teliti.

Mereka semua tidak mungkin akan mengetahui bagaimana aku bisa masuk kedalam rumah ini...." Saat ini entah apa yang dirasakan oleh Tu Liong.

Entah perasaan kagum, atau rasa khawatir dan was was.

Kalau pembunuh beralis putih ini seorang musuh, apakah dia masih bisa berharap hidup" Mengapa dirinya tertimpa rejeki seperti ini" bertemu dengan pembunuh beralis putih, datang ke depan pintu rumahnya dan menjadi pembantunya" Sedikit banyak pasti akan menimbulkan kectirigaan orang lain.

Hanya saja Tu Liong tidak ingin mempermasalahkan urusan ini lebih jauh.

Dia lalu duduk didepan meja dan mulai menulis diatas kertas dengan penuh konsentrasi.

Karena dia sangat pintar dan lagi sangat terpelajar, walaupun belum pernah benarbenar mempelajari tentang kesusastraan Tionggoan atau mempelajari buku, namun dia masih mampu menulis tulisan mandarin yang sangat bagus.

Alur kata-kata yang dituliskan pun sangat baik.

Surat yang ditulisnya ini sangat sederhana, namun memiliki penekanan yang sangat keras.

Dia hanya menuliskan sepuluh huruf sederhana....hutang mata harus dibalas mata, hutang gigi harus dibalas gigi.

Setelah selesai menulis surat, dia menaruh kuas dan mulai melipatnya.

Setelah itu dia menyerahkannya pada pembunuh beralis putih, dia juga menjelaskan tempat tinggal Thiat-yan pada pembunuh beralis putih dengan sangat jelas, pembunuh beralis putih mengambil surat itu dan langsung pergi.

Tu Liong mengikutinya pergi keluar kamar.

Diluar tampak para penjaga yang masih sibuk berpatroli, mereka tampak kaget.

Mereka semua tidak menyangka bisa ada orang lain didalam rumah, jelas menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak mengetahui pembunuh beralis putih sudah berhasil masuk.

Bukankah ini adalah hal yang sangat tidak masuk akal" "Tu Liong!" tiba-tiba ada orang yang menyapa dirinya dari belakang.

Orang itu adalah Cu Siau-thian.

Tampaknya Cu Siau-thian tidak mengetahui kalau pembunuh beralis putih baru saja melenggang keluar dari rumahnya.

"Cu Taiya" "Apa yang sedang kau pikirkan saat ini?" "Emm!!" dia menjawab dengan bergumam, seperti sedang memikirkan sebuah masalah yang selamanya pun tidak akan memiliki jawaban.

"Aku ingin berunding dengan Thiat-yan." "Berunding" Aku tidak mengerti...." "Mungkin nanti bisa terpikir jalan penyele-saian yang lain...." "Apakah Tuan sudah gentar menghadapi Thiat-yan?" "Tu Liong, Urusan yang sudah aku kerjakan harus aku selesaikan sendiri, aku tidak mau melibatkan dirimu" Walaupun Tu Liong sama sekali tidak mengerti perasaan orang-orang generasi diatasnya, namun dia sangat mengerti majikannya Cu Siau-thian.

Didalam hatinya, dia pasti menyimpan rahasia besar yang tidak dapat diberitahukan pada orang lain.

Di dalam hatinya diam-diam Tu Liong membuat sebuah rencana., dia berencana untuk membujuk Cu Siauthian membeber-kan semua rahasia yang sudah disimpannya selama ini.

"Budi yang sudah Tuan berikan padaku sangat besar bagaikan sebuah gunung, dalam sedalam lautan.

Mengapa aku mengatakan kata-kata ini" aku hanya memiliki sebuah permintaan." Tu Liong tidak langsung mengungkapkan apa yang diinginkan.

Dia membelokkan kata katanya dengan sangat manis.

"Permintaan apa" Katakanlah" "Pada waktu kalian mencelakai Tiat Liong-san, bagaimanakah kejadian sebenarnya" Tuan tidak menceritakannya dengan jelas, membuat apa yang ku tahu sangat kabur.

Apakah Cu Taiya bisa menceritakannya dengan lebih terperinci?" "Dari permulaan pun aku sudah memberitahu padamu.

Mengenai hal ini kau sama sekali tidak boleh menanyakan tentang apapun, apakah kau sudah lupa pada perjanjian kita pada waktu itu?" "Betul....Betul...." Belum apa-apa Tu Liong sudah terbentur janjinya, terpaksa dia mengurungkan niatnya.

"Bagaimana rencanamu nanti menghadapi Thiat-yan?" tanya Cu Taiya.

"Mengenai hal ini aku harus memikirkan apa yang tuan inginkan dulu" "Oh..." kau harus memikirkan keinginanku dulu?" emosi yang dipancarkan diraut muka Cu Siau-thian tampak sangat rumit.

"Jujur saja, setelah mencelakai Tiat Liong-san, tidak sehari pun aku tidak menyesali perbuatanku itu.

Sedangkan Thiatyan adalah anak perempuan satu-satunya, bagaimana aku harus memperlakukan diri-nya?" "Bila dia bermaksud mencelakai dirimu?" "Tentu saja siapapun tidak ingin dirinya dicelakai oleh orang lain.

Tapi aku harus tahu dia ingin berbuat bagaimana dulu padaku.

Kalau tidak terlalu serius, aku bersedia menanggungnya." "Cu Taiya, kadang-kadang rasa sakit datang tiba-tiba.

Kita tidak mungkin membuat persiapan terlebih dahulu, oleh karena itu aku punya sebuah rencana.

Kalau Thiat-yan benar benar ingin mendapat-kan sebuah barang, aku tidak hanya tidak akan menghalangi keinginannya, malah sebaliknya akan diam-diam membantu dirinya.

Tapi kalau dia ber-maksud untuk melukai tuan, aku tidak mungkin berdiam diri." "Tu Liong!" Cu Siau-thian menggeleng-gelengkan kepalanya "aku tahu kau adalah seorang anak yang berhati mulia.

Kau sangat pemberani, kuat dan gagah.

Kau pun sangat pintar, hanya saja kau juga memiliki sebuah kekurangan.

Dari kecil kau tumbuh besar di Pakhia, kau belum pernah pergi berkelana keluar Pakhia, belum mengetahui kejamnya dunia diluar sana.

Kau belum tahu kejahatan apa yang bisa dilakukan seseorang....

"T u Li Ong, yang selalu aku khawatirkan selama ini, kau bisa saja kalah dibawah tangan Thiat-yan." "Apakah tuan tidak percaya padaku?" "Aku bukan tidak percaya kemampuanmu, aku hanya khawatir....kalau aku menerima pembalasan dari Thiat-yan, itu adalah hukuman yang setimpal.

Tapi kalau kau yang menerima penderitaan, itu tidak tepat." "Tuan tenang saja.

Aku tidak mungkin mengecewakanmu!" setelah berkata demikian, Tu Liong segera berjalan keluar.

Tiba-tiba dia menyadari, Cu Taiya sengaja berkata yang kesana-kemari, tujuannya hanya satu....untuk mengusik dirinya bertindak lebih jauh.

Dia tidak ingin dirinya kalah di tangan Thiat-yan.

dia adalah seorang pemuda jantan yang sangat lurus, dia tidak senang pada masalah yang berbelitbelit.

Tapi dia tidak merasa jenuh terhadap tingkah laku Cu Taiya.

Dia tahu, generasi tua senang sekali memperhitungkan keadaan, siasatnya banyak, sekarang sepertinya hal itu sudah menjadi sebuah kebiasaan.

Dia terus berjalan keluar, Cu Taiya tidak memanggil lagi.

ini menandakan bahwa semua perkiraan Tu Liong tidaklah salah.

Cu Taiya memang tidak bermaksud mencegah dia maju, namun juga dia diam-diam memberi semangat padanya untuk bertindak lebih cepat.

Dia ingin Tu Liong segera mengurus Thiat-yan sampai tuntas.

Kalau saja hal ini terjadi pada orang lain, Tu Liong pasti akan membongkar rahasia tuannya.

Namun rasa hutang budi pada Cu Taiya sudah mencegahnya.

Dia terpaksa mengikuti semua perintah majikan dan melaksanakannya, lagipula dia tidak merasa bahwa melakukan hal itu adalah sebuah kesalahan.

0-0-0
 Ketika Thiat-yan mengirimkan kereta kuda untuk menjemput Wie Kie-hong, Tu Liong sudah mengikutinya diamdiam.

karena itu dia tidak membuang banyak tenaga ataupun waktu untuk mengetahui dimana rumah kediaman Thiat-yan.

Diatas daun pintu masuk terdapat sebuah papan nama besar terbuat dari kayu, yang terukirkan kata-kata "Kediaman Boh" dua patah kata sederhana.

Tu Liong berdiri ditempatnya menimbang nimbang sebentar, akhirnya dia berjalan kedepan pintu dan mulai menggunakan pegangan pintu mengetuk.

Yang menjawab ketukan pintunya adalah pembantu perempuannya yang bertanya dengan suara yang mirip suara anak kecil: "Mencari siapa?" "Aku datang mencari nona Thiat-yan" "Apakah kau tidak salah rumah" Disini kediaman keluarga yang bermarga Boh" "Aku tidak perduli tuan kalian bermarga apa, bagaimanapun aku tahu nona Thiat-yan tinggal disini.

Maaf merepotkan, tolong kau laporkan kedatanganku padanya" Pembantu perempuan itu tampak berpikir, setelah itu ada seseorang lain yang muncul di ambang pintu.

Dia adalah Boh Tan-ping.

Tu Liong tampak sangat tenang, tapi dia tahu kalau Boh Tan-ping adalah seorang lawan yang sangat tangguh.

Boh Tan-ping berkata dengan dingin: "Rupanya kita bertemu lagi..." "Sayang sekali orang yang aku cari kali ini bukanlah dirimu" balas Tu Liong.

"Ini rumah kediamanku, kau mengeruk pintu kalau bukan mencariku, kau ingin mencari siapa?" "Aku mencari nona Thiat-yan" "Nona Thiat-yan?" Boh Tan-ping tampak sedikit terkejut.

"Nona Thiat-yan, anak satu-satunya Tiat Liong-san.

Saat ini dia orang yang sangat populer di kota Pakhia.

Apakah katakataku kurang jelas?" "Mohon maaf, kau sudah mengunjungi rumah yang salah...." Setelah berkata demikian, Boh Tan-ping segera bermaksud menutup pintu rumahnya.

Dengan sebelah tangannya Tu Liong segera menahan pintu, dan dengan tangan yang satunya dia bermaksud mendorong dada Boh Tan-ping.

Dia sepertinya sudah bermaksud nekat, menggunakan tenaga kasar untuk menyerangnya, tidak memberi kesempatan bagi lawan untuk bergerak.

Betul saja, dengan cepat tangan kanan Boh Tan-ping terangkat keatas, dan segera menangkap pergelangan tangan Tu Liong yang terjulur ke arahnya.

Tu Liong tidak tinggal diam.

Dia melecutkan tangan yang dipegang dengan cara yang sama ketika dia menangkap tangan Boh Tan-ping ketika di kedai teh.

Tapi sayang Boh Tan-ping lebih lihai.

Tu Liong tidak dapat membebaskan tangannya dengan mudah.

Terpaksa dia melangkah masuk kedalam agar bisa melawan Boh Tan-ping dengan lebih leluasa.

Di dalam ada beberapa orang pembantu yang hanya tertegun menonton pertarungan.

Salah seorang diantaranya ada yang berlari masuk ke dalam.

Tu Liong tidak sempat menghiraukan pem-bantu ini.

Tu Liong kembali mencoba menarik tangannya.

Boh Tanping sengaja melepaskan tangannya secara mendadak.

Tapi selain itu dia juga melontarkan tangan Tu Liong dengan kuat.

"HAH!" Tu Liong terlonjak kebelakang dan mundur beberapa langkah.

Boh Tan-ping segera melangkah kembali ke arahnya.

Tangan kanannya sudah terjulur kembali ke arahnya berusaha menggenggam baju Tu Liong.

Tu Liong menghindar dan menepis dengan tangan kirinya.

Tangan kiri Boh Tan-ping tidak tinggal diam.

Tangan ini pun segera terjulur berusaha mencengkram bahunya.

Tangan kanan Tu Liong bergerak tidak kalah cepat.

Dia berhasil menggenggam pergelangan tangan Boh Tan-ping.

Ini adalah kesempatan satu satunya untuk menyerang dengan sungguh-sungguh.

Dia menarik tangan kanannya dengan kuat.

Tubuh Boh Tan-ping segera tertarik mendekat Tu Liong.

Ketika sudah dekat, kaki Tu Liong segera terangkat untuk menendang Boh Tan-ping.

Boh Tan-ping tampak sangat tenang.

Tangan kirinya yang bebas segera menepis kakinya.

Berbarengan dengan itu, dia berkelit dan berputar ke arah kiri.

Tu Liong jadi menendang udara kosong.

'Gawat,' pikir Tu Liong.

Sekarang posisinya sedikit tidak menguntungkan.

Sekarang Boh Tan-ping balik menyerangnya.

Karena sedang berdiri menyamping, dia tidak dapat mengelak serangan dengan mudah.

Betul saja, tangan Boh Tan-ping sudah terjulur kembali ke arahnya.

Segera tangan kiri Tu Liong menyambut.

Akhirnya kedua orang ini saling bergenggaman tangan.

Boh Tan-ping segera mendorongnya keluar.

Tu Liong melompat menghindari palang pintu masuk yang ada di lantai.

Kali ini Boh Tan-ping masuk dalam perangkap.

Tampaknya Tu Liong sudah bersiap membalas perbuatannya ketika di kedai teh waktu itu.

Sekarang posisi mereka berada berseberangan.

Tu Liong diluar pintu masuk, Boh Tan-ping didalam.

Setelah Tu Liong meloncat keluar, dia segera melepaskan genggaman tangan kanannya.

Tangan ini menjulur ke sebelah kanan, segera dia menggenggam gelang baja yang digunakan untuk mengetuk.

Pada waktu ini dia segera menarik Boh Tan-ping keluar, dan berbarengan menarik gelang baja yang menempel di pintu.

Daun pintu yang tebal dan berat itu menabrak bahu kanan Boh Tan-ping dengan keras.

Kini bahunya jadi terjepit.

Asalkan Tu Liong menggunakan siasat apapun, tangan kanan Boh Tan-ping pasti akan cacat.

"Hentikan!" tiba-tiba dari dalam pintu ter-dengar suara seseorang menyahut.

Tu Liong segera melonggarkan pegangan tangannya pada gelang besi yang menempel di pintu.

Dihadapannya kini sudah berdiri seorang nona yang tegap dan perkasa.

Tidak usah dikatakan lagi, orang ini adalah orang yang sedang dicari oleh Tu Liong.

Boh Tan-ping benar-benar merasa marah, sepertinya mulutnya sudah siap menyemburkan api saja.

namun dihadapan Thiat-yan, dia hanya bisa menelan emosinya dan mundur.

"Datang ke rumah orang lain dan mencari perkara, bukankah ini sangat keterlaluan?" dengan satu langkah besar saja, Thiat-yan sudah berada dihadapan Tu Liong.

"Nona juga sudah datang ke rumah orang lain dan mencelakai mereka, apakah ini tidak keterlaluan?" "Baiklah, tadi aku sudah membaca pesanmu yang kau selipkan di pinggir bantalku.

Mata sudah dibalas mata.

sekarang untuk apa kau datang kemari?" Dalam hatinya, diam-diam Tu Liong merasa senang, sepertinya pembunuh beralis putih sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik.

Selain itu dia juga merasa senang dirinya memiliki seseorang yang demikian mahir yang ada disisinya membantu dia.

Dia juga senang karena saat ini dia berdiri didepan Thiat-yan dan berhasil mengangkat sedikit harga dirinya.

"Nona, aku ada sedikit urusan yang harus dijelaskan padamu.

Huruf yang dituliskan diatas kertas saja tidak akan mampu menggambarkan apa yang ingin aku ceritakan.

Oleh karena itu aku harus datang kemari dan menjelaskan langsung padamu." "Urusan apa itu?" "Nona, kau punya kepintaran, orang lain juga masingmasing punya kepintaran.

Kalau kau berpikir ingin datang ke Pakhia dan langsung menjadi jagoan besar disini, kalau begitu kau sudah salah besar." "Kau jauh-jauh datang kemari, apa hanya demi mengatakan hal ini?" "Tentu saja masih ada satu urusan yang paling penting" "Katakanlah! Aku pasti akan mendengarkan penjelasanmu dengan baik..." "Nona sudah melukai empat orang, dendam yang besar sudah terbalaskan, kau tidak perlu lagi tinggal di dalam kota, kalau dalam waktu tiga hari ini kau tidak pergi, kau akan merusak hubungan baik dengan seseorang." "Merusak hubungan baik dengan siapa?" "Merusak hubungan baik diantara kau dan aku" "Aku tidak begitu mengenal dirimu.

Aku juga tidak punya hubungan yang baik, begitu pula hubungan yang buruk dengan dirimu." "Sebenarnya tidak begitu, budinya Cu Taiya padaku seperti sebuah gunung.

Kau.

diam-diam meninggalkan surat didalam kediamannya dan menakut-nakuti dirinya, aku sama sekali tidak bisa masa bodoh." "Oh!" Thiat-yan tertawa dingin dan berkata ...

"baik sekali, asal saja Cu Siau-thian menyerahkan barang yang sedang kucari selama ini, aku pasti akan segera pergi." "Barang apakah itu?" "Ketika ayahku dicelakai, dia membawa sebuah kopor kulit berwarna kuning.

Kopor itu tidak digunakan sebagai barang bukti, juga tidak diumum-kan pada keluarga yang ditinggalkan untuk diambil.

Jelas barang ini sudah diambil oleh orang lain." "Apakah barang yang diinginkan oleh nona adalah kopor kulit berwarna kuning?" "Betul" "Kopor kulit berwarna kuning, jumlahnya pasti sangat banyak sekali, apalagi yang ukurannya, warnanya, atau bentuknya sama pasti jumlahnya sangat banyak.

Walaupun nona mencari kopor ini sampai puluhan tahun, aku khawatir bukanlah sebuah hal yang mudah.

Paling baik nona bisa mengatakan padaku, apakah barang yang tersimpan dalam kopor tersebut.

Aku yakin sebenarnya barang yang diinginkan oleh nona adalah barang yang berada didalam kopor tersebut, apa benar?" Thiat-yan hanya bisa termenung saja.

Tu Liong terus menatap dirinya lekat-lekat.

Seolah-olah jawaban semua rahasia yang dicarinya selama ini tertulis dengan jelas pada wajah nona Thiat-yan.

Setelah beberapa lama, Thiat-yan mulai membuka mulut dan berkata: "Aku tidak ingin menutupinya, sebenarnya aku sendiri pun tidak tahu barang apa yang sudah tersimpan didalam kopor kuning yang sedang ku cari itu" "Kalau begitu ini benar-benar aneh.

Kalau nona tidak tahu barang apa yang ada didalam kopor kulit yang berwarna kuning, untuk apa nona membuang buang waktu, tenaga dan pikiran untuk mencari kopor tersebut?" "Kau tidak bisa mengatakan demikian" "Oh?" "Tu Liong, aku tidak punya waktu untuk berdebat kusir dengan mu (berargumentasi tanpa hasil yang jelas).

Pada waktu ayahku sudah dicelakai, aku harus mencari tahu sampai jelas apa alasannya.

Kalau urusan balas dendam, ayahku tidak memiliki masalah apapun dengan mereka, aku sudah mencari tahu sampai bertahun tahun lamanya, ketika ayahku dihukum mati, kopor ini tidak terlihat lagi.

Aku menebak bahwa alasan ayahku mati pasti ada kaitannya dengan isi kopor tersebut." "Katakan saja kopor tersebut dipenuhi dengan uang.

Kalau begitu ayahmu sudah kehilangan nyawa-nya demi membela harta, betulkah demikian?" "Orang-orang yang mencelakai ayahku tidak perlu membunuh orang lain hanya demi sedikit uang.

Kalau memang kopor tersebut dipenuhi dengan uang, sepertinya uang yang muat kedalam kopor pun tidak begitu banyak." "Kalau begitu....?" "Kau tidak perlu bertanya lebih jauh tentang kopor tersebut" "Rasanya tidak tepat nona berkata seperti ini.

kau tadi sudah mengatakan bahwa asalkan kopor kulit kuning tersebut sudah kau miliki, kau pasti akan segera pergi meninggalkan kota.

Kalau kau pergi, aku tidak akan lagi melewati hari hariku dengan merasa khawatir, tentu saja aku harus membantumu mencari kopor tersebut." "Oh" apakah kau serius dengan kata katamu?" "Aku tidak ingin menutupi.

Sebelum aku datang kemari untuk menemuimu, aku sudah mencari tahu tentang kopor ini.

beberapa jam sebelumnya, aku sudah menemukan sebuah kopor kulit berwarna kuning seperti yang tadi di ceritakan, sayang sekali didalamnya tidak terdapat barang apapun." "Aku sudah tahu" Thiat-yan menjawab dengan dingin.

"Kau sudah tahu?" "Tentu saja aku tahu.

Kopor kulit itu bukan kopor kulit yang dahulu dibawa oleh ayahku.

Kalau memang betul itu adalah kopornya, mana mungkin kopor itu bisa jatuh kedalam tanganmu?" Sekarang Tu Liong tidak lagi memburu dengan pertanyaan.

Dia hanya menceritakan semua kejadian yang sudah dialaminya, setelah itu dia berkata: "Kalau begini duduk perkaranya, aku masih punya sebuah permintaan padamu." "Silahkan bertanya sesuka hatimu, namun aku tidak berjanji menjawabnya" "Seseorang terbunuh di dalam kamar kediaman Bu Tiat-cui pagi ini." "Oh?" "Penyebab kematiannya adalah sebuah jarum besi yang menembus kepalanya." "Perbuatannya kejam sekali" "Perbuatannya dilakukan dengan sangat rapi" Thiat-yan diam saja.

"Nona, mengapa kau harus membunuh orang tersebut?" Nona Thiat-yan berkedip sejenak, setelah itu dia kembali berkata dengan dingin: "Menurut kabar yang beredar kau sangat pintar, kau pun sangat baik mengurusi banyak hal.

Sekarang ini kau menanyakan pertanyaan seperti ini, kau jadi tampak seperti orang dungu.

Apakah kabar yang beredar itu tidak dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya?" "Oh" jika demikian, ini berarti orang tersebut tidak dibunuh olehmu?" "Tentu saja bukan.

Sepanjang hidupku, aku belum pernah menghilangkan nyawa orang lain.

Melukai orang lain pun baru kali ini aku lakukan." Dalam hatinya Tu Liong diam-diam merasa kaget, kalau Thiat-yan tidak membunuhnya, siapakah pelaku pembunuhan orang itu" Jangan jangan masih ada orang lain yang mengejar kopor kulit berwarna kuning tersebut.

"Suatu saat nanti mungkin juga aku akan membunuh seseorang, hanya satu orang yang akan aku bunuh.

Selain orang itu, asalkan orang lain tidak berurusan denganku, aku akan menjamin kalau orang itu tidak akan menjumpai masalah." "Siapakah orang yang kurang beruntung itu?" Thiat-yan berkata perlahan-lahan, patah demi patah kata diucapkan dengan jelas: "Cu Siau-thian!" Ini adalah jawaban yang sudah diduga jauh sebelumnya.

Oleh karena itu sedikitpun Tu Liong tidak merasa kaget, didalam hatinya dia sudah memikirkan sebuah pertanyaan yang lain.

Kalau orang yang mati tertusuk jarum besi di kepalanya bukan dibunuh oleh Thiat-yan, bukankah ini berarti masih ada orang lain lagi yang diam-diam sedang melancarkan aksinya" "Nona!" Tu Liong mulai menggunakan keahliannya, "aku pernah mendengar sebuah kabar, mungkin kau pernah mendengarnya juga" "Kabar apa?" "Menurut kabar yang kudengar, Leng Taiya sering pergi mengunjungi peramal Bu Tiat-cui.

Kalau mempertimbangkan status jabatannya, tidak seharus-nya dia memiliki hubungan dengan orang orang semacam itu." "Mengapa kau ingin mengkhianati Leng Taiya?" "Ini bukan mengkhianatinya, aku hanya sedang meneliti situasi, dan mengejar jawaban.

Aku ingin secepatnya mendapatkan barang yang ingin kau cari" "Apakah kau sungguh berharap demikian?" "Tentu saja.

aku tidak ingin kau melakukan pembunuhan, dan terlebih lagi aku tidak ingin kau membunuh Cu Siau-thian ........baiklah, sekarang marilah kita kembali pada topik pembicaraan ....

menurut kabar yang beredar, Leng Taiya sudah menyerahkan sebuah kopor kulit berwarna kuning pada Bu Tiat-cui untuk dijaganya...." "Bukankah kopor itu sudah berada didalam tanganmu?" Pada saat ini, Tu Liong tampak seperti ayam yang sudah kalah berkelahi.

Bulu-bulunya sudah rontok bertebaran dimana-mana.

Darahnya pun sudah berlumuran di seluruh tubuhnya.

Sangat pedih, tampak sangat menyedihkan, dan kecewa.

Sepertinya siasat yang digunakannya sudah salah.

Setelah waktu yang lama, Thiat-yan kembali berkata: "Kopor kulit berwarna kuning itu adalah urusanku.

Kau seharusnya memikirkan masalah yang lain" "Oh?" "Selain diriku, masih ada orang lain yang menginginkan kopor tersebut.

Dan bukan hanya satu orang, tapi sekelompok orang-orang...." "Nona, apa yang sedang kau pikirkan?" "Tidak ada" "Nona, aku merasa sepertinya kau sangat menaruh minat yang dalam terhadap masalah ini" "Tentu saja.

aku ingin mencari tahu tiga jawaban.

Siapakah orang yang sudah dibunuh dengan jarum menancap dikepalanya itu" Siapa orang yang sudah membunuhnya" Mengapa harus membunuh-nya?" "Nona, dari kecil aku sudah senang mengejar jawaban dari sebuah misteri.

Sedikit banyak mungkin aku bisa membantumu." "Betulkah itu?" mata Thiat-yan memancarkan sinar penuh harapan.

"Dari awalpun aku tidak pernah berbohong" "Kalau begitu....aku menunggu" "Tetapi aku tidak pernah membantu orang lain tanpa balasan yang setimpal" "Kalau kau punya persyaratan yang ingin diajukan, silahkan katakan padaku." "Tolong jangan lukai Cu Taiya!" "Tu Liong!" suara Thiat-yan terdengar penuh perasaan, "aku mengerti maksud hatimu, namun aku tidak bisa menyetujui persyaratan mu ini.

alasannya adalah kita berdua sama-sama tidak bisa merubah apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Sekarang ini entah berapa lama kita berdua bisa mempertahankan posisi setengah teman setengah musuh seperti ini.

benar?" "Kalau begitu, kita berdua harus berdiri berhadapan sebagai musuh?" raut muka Tu Liong menjadi gelap.

"Kalau terpaksa, aku dan kau akan bertarung habishabisan" Thiat-yan mengatakan semua ini dengan nada datar: "Namun aku tidak ingin kau menghamburkan uang pada orang yang tidak jelas untuk meng-hadapiku" "Orang yang tidak jelas?" "Orang seperti Pembunuh beralis putih" Tu Liong diam-diam merasa sangat kagum, Thiat-yan sepertinya selalu mengetahui semua yang dilakukannya.

Sepertinya dia adalah seorang ahli memecahkan misteri.

"Tu Liong" perkataan nona Thiat-yan ter-dengar penuh makna: "Aku bukan takut pada Pembunuh beralis putih, hanya saja aku takut orang lain mentertawakan dirimu.

Didalam kota Pakhia ini, kau bisa dibilang adalah seseorang yang memiliki kedudukan.

Sekarang kau berhubungan dengan orang semacam itu, apakah itu pantas?" Tu Liong sengaja menyinggungnya: "Nona, apakah kau takut pada Pembunuh beralis putih sampai harus berkata seperti itu?" "Kalau kau ingin aku mati didalam tangan orang yang seperti itu, aku tidak akan rela.

aku sama sekali tidak takut padanya.

Tu Liong, aku juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan apa yang ada didalam pikiranku..." "Apa kau tidak pernah merasa takut pada orang lain?" Tu Liong mewakilkan Thiat-yan meng-ucapkan apa yang mungkin sedang dipikirkannya.

"Betul! kadang-kadang aku menaruh rasa hormat terhadap musuhku, juga menghargai musuh-musuhku.

Tapi bukan saja aku tidak mungkin merasa takut pada musuh, jujur saja aku katakan, merasa takut pun tidak ada gunanya" "Bagaimana pandangan dirimu terhadap Pembunuh beralis putih?" "Tidak buruk, dia adalah pendekar kelas satu, namun tidak bisa disejajarkan bersama-sama dengan pendekar kelas atas" "Mengapa demikian?" "Karena barang itu sudah pernah dimakan rayap" Walau bagaimanapun, Tu Liong sangat mengagumi kemampuan Thiat-yan dalam berbicara, apalagi kemampuannya mengumpamakan sesuatu dan menggunakan kata-kata untuk mengisyaratkan apa yang ingin diucapkannya, dia sangat mahir menggunakannya.

Dia juga sangat berwibawa, dia....dia juga lumayan cantik.

Didalam hati Tu Liong, Thiat-yan sepertinya hanya memiliki sebuah sisi negatif........sayang dia adalah seorang musuh." Sungguh suatu hal yang sangat disayangkan.

"Nona" tiba-tiba saja Tu Liong berkata dengan penuh semangat, "kau tenang saja, aku tidak mungkin menyuruh orang seperti Pembunuh beralis putih untuk menghadapimu." "Kalau begitu aku merasa berterimakasih.

Bicara terus terang, aku paling takut kotor, apalagi orang yang kotor hatinya." Tiba-tiba Tu Liong sadar kalau sekarang dia sudah kehabisan kata-kata.

Kehabisan kata-kata didepan Thiat-yan sungguh memalukan.

Karena itu dia tiba-tiba saja mohon diri, segera memutar tubuh dan berjalan pergi.

Dia tidak tahu harus bagaimana memaksakan diri terus berada disana.

0-0-0
 Tu Liong belum menentukan dimana dia akan menemui pembunuh beralis putih, namun dia mengerti karakter para pembunuh semacam ini.

Orang seperti itu selalu menjaga kerahasiaan identitasnya.

Oleh karena itu dia pergi ke kedai teh Tong-ceng tempat pertama dia bertemu dengan Pembunuh beralis putih.

Ternyata memang benar dia sedang berada disana.

"Kau pasti merasa sangat puas" Pembunuh beralis putih berkata dengan sombong.

"Hasil kerja mu memang sangat memuaskan" "Ini adalah awal hubungan kerja sama yang sangat bagus" "Dan ini pun akhir yang bagus" "Apa arti kata-katamu itu?" sepasang bola mata Pembunuh beralis putih yang berwarna merah sekarang melotot.

"Ada beberapa urusan yang harus aku kerjakan sendiri" arti tersirat yang ingin dikatakan oleh Tu Liong sangat jelas.

Pembunuh beralis putih tertegun: "...

Apakah kau ingin mengatakan kalau aku dipecat?" "Tidak.

Kau sudah melakukan pekerjaanmu dengan sangat baik" "Aku tidak mungkin mengembalikan uang yang sudah kau berikan, karena aku memiliki hutang.

Uang itu sudah aku berikan pada orang lain." "Kau tidak perlu mengembalikan uang itu" "Kau sangat dermawan, tapi aku tidak suka menerima pemberian orang lain begitu saja.

Aku sudah mengambil uang sewa kontrakmu selama sebulan, tentu saja dalam waktu sebulan ini kapanpun aku harus mendengar semua perintahmu." "Kau tidak berhutang apapun padaku.

Ini bukanlah sebuah pemberian tanpa hasil yang sesuai, pekerjaan yang sudah kau lakukan tadi sudah dibalas setimpal dengan empat ratus uang barat, apakah ini tidak cukup?" "Tidak bisa" "Mengapa?" "Aku sudah mengatakan.

Aku tidak suka menerima uang tanpa menghasilkan apa-apa." "Apakah kau berpikir ingin menggunakan cara ini untuk mengikatku?" "Terserah kau ingin berpikir apa, dalam waktu sebulan ini aku pasti akan muncul didekat dirimu, aku akan mendengarkan semua perintah yang kau berikan" Tiba-tiba saja tangan kanan Tu Liong melesat bagai petir.

Tangannya segera menyambar pergelangan tangan Pembunuh beralis putih.

Sepertinya dia ingin menguji kemampuan lawannya.

Pembunuh beralis putih sama sekali tidak bergerak, dia membiarkan pergelangan tangannya di pegang erat-erat.

Dia hanya bertanya pada Tu Liong dengan nada dingin: "Apa maksudmu melakukan hal ini?" "Aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa apapun yang bisa kau lakukan, akupun bisa melakukannya" "Sekarang aku tahu" "Pembunuh beralis putih, kalau kau melakukan pekerjaan ini demi mendapatkan uang, kau seharusnya sudah merasa puas.

Tapi kalau kau memiliki niatan yang lain, kau adalah orang yang benar-benar bodoh.

"Sebenarnya pada dasarnya orang-orang yang melakukan pekerjaan seperti diriku adalah orang-orang yang bodoh." Tu Liong melepaskan genggaman tangannya dan segera berjalan keluar.

Kedua alis yang berwarna putih dan sepasang bola mata berwarna merah darah memburu kedepan: "Apakah hari ini tidak ada perintah untukku?" "Sudah tidak ada lagi" Tu Liong menyadari bisa melepaskan diri sepenuhnya dari Pembtmuh beralis putih adalah pekerjaan yang sangat sulit.

Oleh karena itu dia tidak berkata apa-apa lagi.

"Kalau begitu aku akan menemuimu lagi besok" Tu Liong pergi meninggalkan kedai teh Tong-ceng dengan kecepatan penuh.

Dia memacu kudanya secepat mungkin.

Sekarang dia sadar pada sesuatu hal lagi....

didalam sebuah rahasia masih terdapat sebuah rahasia.

Dia harus menenangkan diri dulu untuk menjernihkan pikirannya.

Dia harus menentukan arah tujuan penyelidikan ini.

dia tidak boleh menyeruduk secara serampangan.

Baru saja dia mencapai jalan besar, dia segera bertemu dengan Wie Kie-hong.

Tampaknya Wie Kie-hong baru saja datang mencari dirinya.

Tu Liong segera bertanya: "Kie-hong, apakah ada masalah?" "Tu toako, aku sudah menceritakan semuanya pada Leng Taiya, dia lalu memarahiku habis-habisan.

Terlebih lagi...

terlebih lagi...." "Apakah ada sesuatu yang tidak bisa kau katakan padaku?" "Untuk sementara ini Leng Taiya melarangku berhubungan denganmu" "Oh" Apakah dia tidak memberitahukan padamu apa alasan larangannya?" "Dia tidak berkata apa apa" "Semua orang punya pendirian sendiri, bagaimana keputusanmu?" "Tu toako, selama ini aku hanya mendengar kan perintah majikanku....terlebih lagi, rasanya aku pun tidak bisa banyak membantu dirimu...." Tu Liong tidak tega menatap Wie Kie-hong yang penuh rasa sesal, segera dia mengganti topik pembicaraan "Kie-hong, tadi aku menemui Thiat-yan." "Dimana?" "Tentu saja dirumah kediamannya" "Bagaimana penilaianmu terhadap dirinya?" "Tidak jelek" "Oh...?" Wie Kie-hong tertegun sesaat.

Tidak tahu bagaimana melanjutkan kata-katanya.

"Kie-hong! Kita berdua sama-sama terjepit, di satu sisi, mereka adalah sesepuh kita.

Mereka adalah majikan kita.

Disisi sebelah sana demi membalaskan dendam ayah yang dicelakai, dia ingin mencari barang peninggalan ayahnya.

Apakah ini adalah hal yang salah?" "Aku ingin mengutarakan apa yang sedang aku pikirkan.

Asalkan Leng Taiya tidak dilukai lagi, tidak mendapat shock, segalanya pun tidak aku perdulikan" "Sebenarnya pendirianmu dengan pendirian ku tidak jauh berbeda.

Asalkan Cu Taiya tidak mendapat celaka, apapun aku tidak perduli.

Masalahnya adalah.......

jika Thiat-yan menemukan barang yang sudah ditinggalkan ayahnya, maka akan ada orang yang ingin mencelakai dirinya, ini adalah hal yang sulit dihindarkan." "Tu toako, waktu ayahku pergi menjalankan perintah Leng Taiya, setelah pergi dia tidak pernah kembali lagi, belakangan barulah urusan ini diselidiki, apakah kau sudah tahu tentang hal ini?" "Sepertinya aku pernah mendengar kau mengatakan hal ini" "Thiat-yan pernah berkata bahwa dia tahu kejadian yang sesungguhnya terjadi" "Apakah dia sudah memberitahumu?" "Belum" "Kalau dia memang sudah mengetahuinya, mengapa dia tidak memberitahu padamu?" "Dia mengajukan sebuah syarat...." "Sebagai teman baik, aku ingin memberimu sebuah peringatan, terhadap orang yang memiliki karakter kuat seperti Thiat-yan, kau tidak boleh kompromi....! Aku bisa menduga keadaan yang sebenarnya, jangan percaya katakatanya." "Tu Toako, aku hanya mempercayai dirimu" Pada waktu Wie Kie-hong mengatakan kata kata ini, ekspresinya dipenuhi rasa lembut.

Wie Kie-hong adalah seorang laki-laki yang lembut.

Terhadap Leng Souw-hiang dan Tu Liong, yang dipikirnya hal yang baik.

Kalau dikatakan secara normal, karakternya tidak cocok untuk berlatih silat.

Seorang pendekar silat, kadang-kadang perlu kecepatan dalam membuat keputusan dan kepastian dalam melakukan tindakan.

"Kie-hong, kau pulanglah sekarang.

Kau harus menghormati keputusan yang sudah dibuat oleh majikanmu.

Seperti aku pun harus menghormati keputusan yang dibuat oleh Cu Taiya.

Untuk sementara waktu ini, kita berdua tidak saling bertemu pun tidak apa apa, kalau nanti ada berita bagus, aku pasti akan pergi memberitahumu...." "Tu toako, kalau begitu...

kalau begitu aku harus meminta maaf padamu" "Kie-hong, kalau aku membutuhkan bantu-anmu, aku pasti akan mencari dirimu, mungkin nanti kau harus keluar menolongku." "Kita lihat saja nanti" Wie Kie-hong sudah tidak berani melanjutkan kata-katanya lagi.

Kedua orang ini berpisah ditengah jalan.

Ketika Wie Kiehong membalikkan tubuh dan akan melangkah pergi, Tu Liong mengernyitkan keningnya dalam-dalam, jelas terlihat dia kesal sebab untuk sementara waktu ini dia kehilangan satu satunya orang yang dapat menolongnya.

Ini bukan suatu hal yang mudah dilewatkan begitu saja.

Akhirnya Tu Liong kembali memacu kudanya pergi, langkah kudanya sama gontai dengan pikirannya yang kacau, didalam kepalanya berseliweran banyak urusan yang tidak menentu.

Secara tidak terasa dia berjalan masuk kedalam sebuah gang yang sepi, sebenarnya tidak bisa dikatakan "secara tidak sadar", gang ini adalah gang yang harus dilalui kalau ingin kembali ke rumah kediaman Cu Taiya....

Tiba tiba saja ada orang yang menghadang jalannya.

Tu Liong sadar dari lamunannya.

Orang ini berpakaian sangat aneh.

Dia mengenakan pakaian serba hitam yang panjang menyelubungi tubuhnya, saat itu orang yang mengenakan pakaian hitam sangat jarang ditemui.

Kepalanya mengenakan sebuah topi kupluk, topi ini dikenakannya sangat rendah sehingga menutupi raut mukanya.

Tu Liong tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas.

Tu Liong langsung merasa ada sesuatu yang kurang beres.

"Saudara, aku ingin meminta suatu barang padamu" orang itu berkata dengan dingin.

"Oh...?" Tu Liong sama sekali tidak menyangka lawannya akan berlaku seperti itu.

dia tertegun beberapa saat: "Kau ingin minta barang apa?" "Bahu kananmu...." baru saja kata-katanya diucapkan setengah jalan, orang itu sudah meluncur ke arah Tu Liong bagaikan panah yang terlepas dari busurnya.

Biasanya orang yang mengenakan jubah panjang yang berat tidak akan bisa bergerak dengan mudah.

Namun ternyata orang ini sebaliknya, tidak hanya gerak-geriknya sangat cepat, kegesitannya sempat membuat Tu Liong merasa kaget.

Dia mengeluarkan pedang yang memiliki gigi bagaikan sebuah gergaji yang di ambil dari sarang yang digantung di punggungnya.

Sinar kilau pedang berkelebat ketika pedang itu menebas mengarah ke bahu kanan Tu Liong.

Tu Liong mahir bertarung jarak dekat dan ahli jurus bantingan, tentu saja dia mahir menggunakan tangan kosong untuk melawan seseorang yang membawa senjata, tapi menghadapi senjata yang aneh ini dia merasa sedikit raguragu.

Karena merasa ragu ragu, Tu Liong sudah kehilangan waktu yang berharga.

Pedang itu sekarang sudah sampai ke atas bahunya.

Gang itu sangat sempit, untuk menghindari serangan tidaklah mudah.

Apalagi Tu Liong masih duduk diatas seekor kuda.

Sekali salah bertindak, Tu Liong sudah berada dalam bahaya besar.

Untung kemahiran Tu Liong menghindari serangan tidak jelek.

Ditengah situasi berbahaya seperti itu, dia masih mampu menghindar serangan.

Sebelum bahunya putus ditebas pedang bergigi, dia meloncat mundur kebelakang dari pelana kuda.

Kuda putihnya merasa kaget.

Binatang itu meringkik keras mengangkat kedua kaki depannya.

Serta merta binatang itu lari menerjang menuju orang yang memegang pedang gigi gergaji.

Walaupun raut mukanya tidak terlihat, namun Tu Liong tahu orang yang memegang pedang gigi gergaji tidak merasa panik.

Dengan tetap tampak tenang, dia menendang tembok yang ada disebelah kirinya dan membuatnya menjadi injakan untuk meluncur ke atas.

Kuda berlari semakin dekat.

Ternyata orang yang memegang pedang gigi gergaji belum cukup loncatannya untuk menghindari terjangan kuda.

Sekali lagi dia menendangkan kaki kirinya ke tembok di sebelah kanannya.

Sekarang dia sudah berada cukup tinggi diatas kuda.

Kuda putih terus berlari dibawahnya, setelah mencapai titik loncat tertinggi, orang yang memegang pedang gigi gergaji mulai bersalto menuju Tu Liong.

Setelah dekat, dia segera mengayunkan lagi pedang bergigi gergaji ke arah Tu Liong.

Tebasan pedangnya tampak sangat kuat.

Jika Tu Liong tidak segera berkelit, kepalanya pasti sudah terbelah dua.

Dia segera memutar tubuhnya menyamping.

Nyaris pedang bergigi gergaji itu menyentuh hidungnya.

Sekarang Tu Liong berdiri merapat ke dinding, pedang gigi gergaji berada tidak jauh dari dadanya.

Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera memutar pegangan pedang, sehingga gigi gergaji yang tajam mengarah pada Tu Liong.

Pedang itu kembali disabetkan ke arahnya.

Tu Liong langsung mengangkat kedua tangan dan melempar dirinya menjauh.

Pedang gigi gergaji hanya berhasil merobekbajunya.

Orang yang memegang pedang gigi gergaji tidak membuang waktu.

Dia kembali menusukkan pedang bergigi gergaji ke arah dada Tu Liong.

Serangan beruntun ini sangat cepat.

Tu Liong kaget.

Terpaksa dia menggunakan kedua telapak tangannya untuk menghentikan laju tusukan pedang.

Tu Liong terseret mundur beberapa langkah.

Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera mendorong pedang gigi gergaji ke arah bawah.

Pedang itu terlepas dari jepitan telapak tangan Tu Liong.

Setelah terlepas, pedang itu segera ditarik lagi ke arah atas.

Secara reflek Tu Liong menarik ke dua tangannya.

Kalau gerakan Tu Liong tidak cukup cepat, dia pasti sudah kehilangan kedua pergelangan tangannya.

Tu Liong melangkah mundur.

Setelah beberapa saat, dia menyadari kalau bajunya sudah koyak koyak karena serangan pedang yang beruntun.

"Berhenti!" Tu Liong berteriak keras-keras.

Orang itu ternyata menuruti kata-katanya dan menghentikan serangan.

Dia bertanya dengan nada dingin: "Kau mau minta ampun?" "Aku hanya ingin bertanya namamu ! Aku ingin bertanya apa alasanmu menyerangku!" "Kau bertanya saja pada Thiat-yan ....

" Sebelum kata katanya selesai diucapkan olehnya.

Sekali lagi dia menyerang ke arah Tu Long.

Tu Liong menjadi emosi, segera dia mencabut pedang yang diikatkan di pinggangnya.

Orang yang memegang pedang gigi gergaji menyabetkan pedangnya memutar secara vertikal dari atas ke bawah.

Tu Liong juga menyabetkan pedangnya memutar secara vertikal dari bawah ke atas.

Kedua pedang ini mengayun cepat.

Kilau sinar pedang yang terpancar karena sinar matahari membentuk suatu lengkung cahaya yang indah.

"TRAAANGGG!!!" Kedua pedang beradu dengan keras.

Pedang Tu Liong terpental ke bawah karena kuatnya tebasan orang yang memegang pedang gigi gergaji.

Dia memanfaatkan hal ini untuk kembali mengangkat pedangnya memutar dari bawah.

Setelah pedangnya berada setinggi kepala, dia segera menyabetkannya secara mendatar ke arah kepala orang yang memegang pedang gigi gergaji.

Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera menghindar menunduk.

Pedang Tu Liong nyaris mengenai topi yang dikenakannya.

Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera menusukkan kembali pedang gigi gergajinya ke arah Tu Liong.

Tu Liong sangat gesit.

Dia meloncat dan menginjak pedang yang melaju ke arahnya.

Dia menggunakan pedang ini sebagai pijakan untuk meloncat jauh ke belakangnya.

Tu Liong bersalto indah di atas punggung orang yang memegang pedang gigi gergaji.

Namun belum sempat Tu Liong mendarat, orang yang memegang pedang gigi gergaji sudah membalikkan tubuh dan kembali menyerbunya.

Baru saja Tu Liong mendarat ketika orang itu kembali mengayunkan pedang gigi gergaji dari atas kebawah.

Tu Liong merasa kewalahan.

Segera dia melintangkan pedang yang dibawanya diatas kepala untuk menahan tebasan pedang yang mematikan ini.

"TRAAANGGG" Kedua pedang kembali beradu.

Kepala Tu Liong nyaris terbelah dua....

lagi....

Serangan orang yang memegang pedang gigi gergaji tidak berhenti sampai disini.

Dia menarik pegangan pedang gigi gergaji.

Pedang Tu Liong bergetar hebat ketika gigi gergaji pedang mengiris pedangnya dengan mudah seperti sebuah gergaji yang memotong sebatang kayu yang melintang.

Kedua orang ini kembali berdiri berhadapan.

Pedang Tu Liong rompal cukup dalam.

Untung pedang itu belum belah menjadi dua.

Tampaknya nafas kedua orang ini sudah mulai memburu.

Ini adalah sebuah pertarungan dahsyat yang menghabiskan banyak tenaga.

Segera kedua orang berusaha mengatur nafas-nya.

Saat istirahat tidak berlangsung lama.

Mendadak orang yang memegang pedang gigi gergaji kembali berteriak pada Tu Liong..

"BAHU-MUU!!!...." Kembali dia meluncur berlari ke arahTu Liong.

Tu Liong mengerang singkat.

Istirahat singkat itu belum cukup baginya.

Sebentar saja pedang gigi gergaji sudah ditusukkan kembali ke arah dadanya.

Tu Liong segera menepis pedang gergaji sekuat tenaga.

"TRANGGG!!!" Pedang gigi gergaji terpental ke arah kanan dengan keras.

Gang itu sangat sempit.

Dinding gang segera menyambut pedang gigi gergaji.

"BRAAAKKK!!!" Debu-debu berterbangan, pecahan dinding batu berjatuhan kebawah.

Tu Liong mengambil kesempatan ini untuk menerjang dengan cepat ke arahnya.

Dia menapakkan kakinya dengan keras dan berusaha menyundul orang yang memegang pedang gigi gergaji.

Itulah jurus bertarung jarak dekat yang menjadi keahliannya.

Namun orang yang memegang pedang gigi gergaji benar benar tangguh.

Dia segera meloncat mundur cukup jauh untuk menghindari serangannya.

Setelah mendarat, Tu Liong menusukkan pedangnya ke arah dada orang yang memegang pedang gigi gergaji.

Orang itu segera mengangkat pedangnya melintang di dada untuk menangkis serangan.

Tu Liong melihat ada kesempatan emas.

Dia segera memanfaatkannya.

Tu Liong menusuk-nusuk dengan cepat berulang kali ke arah depan.

Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera melompat mundur sangat jauh untuk menghindar.

Kembali mereka beristirahat singkat.

Tampaknya tidak satupun diantara mereka yang masih kuat untuk terus bertarung dengan kepala dingin.

Mereka terjebak dalam kondisi yang menyulitkan.

Jika mereka ingin menyelesaikan pertarungannya, sekarang mereka harus mengerahkan semua tenaga yang tersisa.

Tu Liong terengah-engah, keringat dingin terus mengucur turun di tubuhnya, tubuhnya terasa panas, kabut asap putih terlihat di sekelilingnya karena udara masih sangat dingin.

Dia melihat orang yang memegang pedang gigi gergaji menurunkan pedangnya menyentuh tanah.

Pertarungan segera akan dimulai kembali.

"BAHU-MUUUUU!!!! ..." orang itu kembali berteriak sambil berlari menyeret pedangnya di lantai.

Pedang itu membuat percikan bunga api kecil di tanah.

"HIAAAAHHH!!!" Tu Liong pun ikut mengerahkan sisa-sisa tenaganya untuk melawan.

Kedua pedang berayun bersamaan saling menyilang.

Terdengar suara benturan dua logam yang sangat keras.

Tu Liong terpental kebelakang nyaris kehilangan keseimbangan....

Tenaga orang yang memegang pedang gigi gergaji memang luar biasa kuat.

Tu Liong segera siaga.

Namun dia terkejut, ternyata orang itu sudah dekat dengannya.

Dia sedang meloncat dan mengayunkan pedangnya kuat-kuat ke arahnya.

"GAWAT!!" Tu Liong meloncat lagi kebelakang jauh-jauh untuk menghindari tebasan maut ini.

Pedang gigi gergaji menghantam tanah dengan sangat keras.

Batu dan debu bertebaran kemana-mana.

"Bagus., satu kesempatan emas lagi." pikir Tu Liong.

Dia menghentakkan kaki kanannya dan segera meluncur kedepan menyerang orang yang memegang pedang gigi gergaji.

, Namun alangkah kagetnya Tu Liong..

Ternyata orang yang memegang pedang gigi gergaji sudah menghilang.

Tu Liong bengong sesaat.

Mendadak dia mendengar suara dari atas.

Dia segera menegadah ke atas.

Ternyata orang yang memegang pedang gigi gergaji sudah meloncat tinggi dan kembali menghujamkan pedangnya kebawah.

"TRAAAANNGGG!!!" Untunglah Tu Liong masih sempat meng-angkat pedangnya menangkis.

Kepalanya sudah nyaris terbelah tiga kali berturut-turut Orang itu mendarat dengan mulus, dan kembali menarik pedang gergajinya.

Tu Liong pikir ini adalah saat istirahat selanjutnya.

Ternyata orang itu tidak menghentikan serangan.

Dia kembali meluncur menuju Tu Liong sambil menebaskan pedang gergajinya melintang ke arah pedangnya.

Kali pedang yang di pegang Tu Liong patah menjadi dua karena tebasan terakhir ini.

Saking kerasnya tebasan pedang gergaji, pedang Tu Liong sampai terlepas dari tangannya.

Pedang gergaji kembali menusuk ke arahnya.

Tu Liong berusaha meloncat mundur.

Tapi pedang lawan masih mengenai pinggang kirinya dan membuat sedikit terluka.

Darah segar membasahi baju yang dikena-kannya.

"Hahahahahahaha!" Orang yang memegang pedang gigi gergaji tertawa melihat sekarang Tu Liong sudah tidak berdaya.

Tidak menanti lama dia kembali melaju menyerbunya.

Pedang gigi gergaji teracung kedepan melesat dengan cepat.

Kali ini terpaksa Tu Liong menggunakan jurus bantingannya.

Ketika sudah dekat, tubuh Tu Liong menggeliat ke sebelah sisi menghindari pedang dan pergelangan tangan kanannya meliuk bagaikan seekor naga menyambar ke arah pergelangan tangan kanan orang yang sedang menyerangnya.

PLAK! Pergelangan tangan yang memengang pedang gergaji digenggam dengan erat.

Siapa sangka tangan kiri orang yang juga sedang menggenggam pedang gergaji, tiba-tiba saja mengeluarkan sebuah pisau kecil yang panjangnya tidak lebih dari tiga puluh senti meter.

Dengan secepat kilat pisau itu menyambar bagian-bagian penting di tubuh Tu Liong.

Serangan ini benar benar diluar dugaan Tu Liong.

Jangankan dirinya, seorang pendekar ternama di kalangan persilatan pun tidak akan menyangka akan mendapatkan serangan seperti ini.

Ditengah tengah situasi yang sangat genting seperti ini, Tu Liong hanya bisa melepaskan genggaman tangan kanannya dan segera meloncat mundur menjauh, untung dia masih sempat meng-hindari serangan pisau kecil yang bertubi- tubi.

Walaupun dapat menghindari sebagian besar serangan pisau kecil, namun bahu kanannya sekarang sudah terluka parah, segumpal daging terpapas dari bahu kanannya.

Sebelumnya Tu Liong sudah berada dalam situasi yang buruk, sekarang ini darah segar mengalir dari bahunya.

Situasi semakin genting saja.

"Saudara!" dari awal orang ini sama sekali tidak menampakkan raut muka aslinya, "julurkanlah bahu kananmu, aku berjanji selain mengambil bahu kananmu, kau tidak akan mendapatkan luka apapun lagi." Tu Liong menelan ludah, otaknya segera berputar memikirkan bagaimana cara mengatasi masalah yang sekarang ini sedang terjadi didepan matanya.

0-0-0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar