Walet Besi Bab 04

BAB 4

Kasih Sayang Thiat-yan duduk menopang wajahnya.

Jelas terlihat dia sedang murung karena sebuah masalah.

Kusir kuda separuh baya berpakaian rapi yang sudah mengantarnya ke kediaman keluarga Leng sedang berdiri didepannya.

Raut mukanya juga sangat tidak enak dilihat, namun yang berbeda adalah bahwa dia terlihat sedikit khawatir.

Kedua orang ini terdiam sangat lama.

Situasi terasa sangat canggung.

"Nona?" pada akhirnya pria separuh baya itu mulai membuka mulut dan memulai percakapan, "apakah kau sedang marah padaku" Apakah kau sedang menyalahkanku karena tadi aku sudah salah bicara?" "Paman Boh..." Thiat-yan terus menopang wajahnya, namun nada suaranya terdengar lemah lembut, "kau lebih tua dariku, mana mungkin aku berani marah padamu" Aku hanya merasa bahwa kau tidak mengerti isi hatiku." "Nona, semenjak ayahmu meninggal, kau selalu memanggilku dengan sebutan paman.

Tentu saja aku harus mengerahkan semua kemampuanku untuk melindungimu dari bahaya apapun.

Sewaktu kau lengah, aku juga akan segera merespon dan menyadarkanmu.

Sekarang kau sedang murung, aku pun harus berkata sesuatu.

Kau tadi sudah melepaskan Wie Kie-hong, itu adalah sebuah tindakan yang gegabah.

Benar-benar tidak masuk akal." "Bukankah tadi aku sudah mengatakan padamu" Paman Bohbenar-benar tidak mengerti isi hatiku" "Nona, saat ini kita berdua berada dekat dengan ibu kota, sama dengan berada di dalam kandang macan.

Kita tidak boleh bertindak gegabah." "Kalau begitu kau sudah salah lebih jauh lagi.

Apakah kau pikir kalau aku punya perasaan istimewa terhadap Wie Kiehong" Tidak mungkin....sama sekali tidak mungkin.

Hatiku sudah lama menjadi dingin....

kalau dinilai dari sifatku, aku tidak mungkin akan langsung jatuh cinta dengan seorang lakilaki pada pandangan pertama.

"Kalau begitu aku tidak tahu ada urusan apa lagi yang membuatmu murung seperti itu" "Mengenai ayah kandung Wie Kie-hong yang bernama Wie Ceng, kau sudah mengetahui keadaannya sangat baik.

Sewaktu ayahnya masih hidup di dunia, kau juga pernah menyebutnya sebagai seorang laki-laki tangguh." "Tidak salah.

Wie Ceng bisa disebut seorang laki-laki tangguh.

Namun dia tidak cukup baik menjadi laki-laki sejati.

Nona, dia adalah laki-laki tangguh yang ceroboh atau laki-laki tangguh yang bodoh" "Paman Boh berkata seperti ini, apakah menurutmu ini adil baginya?" "Nona, aku Boh Tan-ping tidak pernah berurusan ataupun bermusuhan dengan Wie Ceng.

Untuk apa aku menjelekjelekkan dirinya" Orang semacam itu bodoh sekali mau menjadi pesuruh Leng Souw-hiang.

Kalau bukan laki-laki tangguh yang ceroboh atau laki-laki tangguh yang bodoh, julukan apa yang lebih pantas untuk diberikan padanya?" "Aku harus membantah ucapanmu yang terakhir ini.

Wie Ceng berasal dari keluarga perampok.

Dia meninggalkan hidupnya dari merampok dan membunuh orang.

Dia lari ke tempat Leng Taiya dan menjadi seorang pengawal.

Menjadi seorang pengawal yang dipercaya adalah suatu hal yang sangat sulit didapatkan.

Apa yang bisa dilakukannya" Leng Souw-hiang adalah orang kepercayaan raja Su-cen.

Lagi pula diatas kepalanya tidak terukirkan kata "Penjahat".

Rasanya tidak salah kalau dia melayaninya." "Aih, nona, aku sudah tidak mampu memberi nasihat padamu." "Kita tidak sedang berdebat, tapi sedang mencoba meluruskan perkara ini sampai jelas, kalau kau berkata seperti itu, aku tidak berani melanjutkan." "Baiklah!" Boh Tan-ping kembali berusaha berkompromi dengan Thiat-yan.

Dia jelas terlihat sangat menyayangi dirinya.

"Aku mendengarkanmu" "Menurut kabar, kudengar, Leng Souw-hiang sudah beberapa kali mencoba mencarikan jodoh untuk dinikahkan dengan Wie Kie-hong.

Namun dia selalu menolaknya.

Alasannya adalah....sebelum penyebab kematian ayahnya diketahuinya, dia tidak akan pernah menikah dan berkeluarga.

Dari sana dapat terlihat dia adalah seorang anak yang tahu balas budi." "Mmmm, untuk yang satu ini aku setuju dengan pendapat nona." "Pada saat yang sama juga bisa terlihat bahwa didalam hati Wie Kie-hong, dia lebih menghargai ayah kandung yang sudah melahirkannya daripada ayah angkat yang sudah membesarkan dan mendidiknya sampai sekarang." Boh Tan-ping tidak berkata apa-apa.

Seolah-olah dia sangsi kata-katanya.

"Paman Boh, dari sini kita bisa mengambil kesimpulan, Wie Kie-hong seharusnya menuruti permintaan ayah angkatnya dan segera menikah.

Tapi dia malah menolak permintaan Leng Souw-hiang, karena penolakannya, sedikit banyak pasti akan membuat Leng Souw-hiang tidak senang.

Wie Kie-hong pintar, apakah dia tidak berpikir sampai sejauh ini" rasanya tidak mungkin" "Mmmm..." Boh Tan-ping hanya mengangguk-anggukkan kepala.

"Terhadap seorang pemuda yang patut di-hargai seperti ini, apakah kita masih harus melukainya" Bukankah seharusnya kita menghormati dan membantunya?" "Kalau memang kau ada pemikiran semacam ini, mengapa kau tidak langsung memberitahukan penyebab kematian ayahnya sewaktu ada kesempatan tadi?" "Sekarang ini dia tidak mungkin akan percaya pada katakataku..." "Nona, nanti pun dia tidak mungkin berubah dan percaya padamu" "Paman Boh terlalu cepat membuat kesim-pulan.

Kalau kita bisa membangun kepercayaan didalam hatinya, dia tidak punya alasan..." "Nona, umurmu masih terlalu muda.

Berapa banyak kau mengerti tentang sifat manusia sebenar-nya" Orang yang dari kecilnya tumbuh didalam sebuah sangkar macan, dan setelah besar bisakah seseorang sudah membuatnya sadar bahwa dia adalah seorang manusia dan bukan seekor macan" Namun bagaimana pun juga dia tetap akan membenci orang yang berburu macan.

Wie Kie-hong tumbuh besar di sisi Leng Souw-hiang.

Dia tidak mungkin merubah pandangannya dan tiba-tiba saja menolong dirimu." "Sebenarnya aku tidak butuh bantuannya.

Asalkan dia tidak menghalangi pekerjaanku, sudah cukup, aku berlaku seperti ini, bukannya takut padanya, namun aku tidak ingin dia terluka.

dia pasti akan mengerti maksudku." "Ah...!" Boh Tan-ping menghembuskan nafas panjang.

Setelah itu dia hanya terdiam.

Dia jelas tidak ingin meneruskan perdebatannya.

"Paman Boh, aku sudah menimbang nimbang.

apa akibatnya kalau kita membiarkan dia begitu saja" sekarang ini dia tidak mengetahui apa-apa, kalaupun misalnya dia benarbenar mengerti semuanya, apakah dia akan membuka mulut" Kalau memang itu terjadi, apakah kita masih bisa memberikan surat peringatan untuk membuatnya tutup mulut" Paman Boh, sebenar-nya aku berencana untuk melakukan sesuatu, aku yakin kau pasti akan setuju rencanaku." Boh Tan-ping terdiam dan tampak semakin murung.

Setelah beberapa lama Thiat-yan berkata lagi: "Paman Boh, apakah kau marah padaku?" "Tidak...

aku bukan orang yang semacam itu, tiba-tiba aku sadar, sepertinya urusan ini menjadi semakin rumit saja.

Dan lagi aku merasa kalau kita terlalu cepat bertindak." "Aku sama sekali tidak berpikir seperti itu.

dari sudut pandangku, tujuan kita hanya satu" "Siapa?" "Cu Siau-thian!" "Nona, orang yang sudah mencelakai ayahmu, waktu itu bukanlah dirinya." "Itu adalah kabar yang sudah kita dengar sebelumnya, namun bagaimanakah kenyataannya" Siapa yang benar-benar mengetahui bahwa dia adalah dalang dibalik pembunuhan ayahku.

Paman Boh, aku merasa dia adalah satu satunya target yang kita sekarang, karena diantara kelima orang tersebut, hanya dia yang berasal dari kalangan persilatan.

Dia juga memiliki ilmu silat tinggi.

Dia sangat sulit dihadapi." "Dan masih ada lagi, seorang pemuda tangguh yang melindunginya" "Betul" "Nona, kau sudah membuat kesalahan yang sangatbesar..." "Oh...?" Thiat-yan membelalakkan sepasang matanya.

Walaupun dia selalu keras kepala, dan tidak gampang mengalah, namun menghadapi Boh Tan-ping dia bisa menyabarkan diri dan menaruh kepercayaan besar padanya.

"Nona Yan, kali ini kepergian kita ke kota, apakah untuk melampiaskan kemarahan saja?" "Tentu saja tidak" "Kalau begitu tolong anda beri penjelasan, urusan penting apa lagi yang masih harus kita kerjakan?" "Kita harus tahu kejadian yang sebenarnya.

Apa alasannya, waktu itu ayahku dikeroyok oleh kelima orang tersebut bersama-sama" "Betul.

Itu adalah salah satu tujuan kita datang ke kota.

Oleh karena itu target kita selanjutnya adalah mencari orang yang benar-benar tahu kejadian yang sebenarnya.

Tidak masalah orang ini bisa ilmu silat ataupun tidak." "Mendengar perkataanmu, tampaknya jarang orang tahu kejadian ketika ayahku dikeroyok" "Betul" Boh Tan-ping berkata tanpa ragu-ragu, "aku sudah meluangkan waktu bertahun tahun untuk mencari tahu, diantara mereka semua hanya ada satu orang yang benarbenar tahu kejadian yang sebenarnya" "Siapakah orang ini?" "Aku juga tidak tahu...

aku hanya tahu, kecuali orang itu, tidak ada orang lain lagi yang tahu" Thiat-yan tampak murung dan terdiam.

Dia terus-menerus menatap Boh Tan-ping dengan tatapan curiga dan kaget, dia merasa aneh, mengapa Boh Tan-ping tidak pernah memberitahukan tentang hal ini padanya.

Tapi akhirnya dia tetap tidak mendesak Boh Tan-ping.

Setelah sangat lama, Thiat-yan akhirnya berkata: "Sekarang kita seperti sedang berjalan dalam kabutyang tebal.

Entah kita harus mulai dari mana" "Tan Po-hai" Boh Tan-ping berkata dengan keras.

0-0-0
 Tan Po-hai tampak berumur sekitar empat puluh tahun lebih, namun tidak sampai lima puluh tahun.

Kuliy eajah yang berada diantara kedua alisnya sangat lebar, siapapun bisa tahu bahwa dia adalah seorang yang menikmati hidup, kedua kupingnya masih terluka, namun dia tetap bermain alat musiknya.

Lagu yang dimainkannya adalah lagu yang sangat terkenal.

Dia pun sedang memainkan alat musiknya dengan tenang.

Permainan alat musiknya benar-benar tidak jelek.

Petikan senar biolanya sangat bertenaga.

Jari jemari yang menekannekan senar pun bergerak lincah dan sangat cepat.

Lagu yang dibawakannya benar benar sangat enak didengar, orang yang mendengarnya pasti akan tertegun karena kagum.

Namun meskipun demikian, Tu Liong dan Wie Kie-hong sama sekali tidak menikmati lagu yang sedang dibawakan.

Bukan berarti mereka tidak mengerti arti lagu itu, namun karena mereka berdua sedang memikirkan sebuah masalah lain didalam hati masing-masing, walaupun demikian, mereka terus menunggu Tan Po-hai selesai bermain dengan sabar.

"Baiklah!" akhirnya Tan Po-hai selesai memainkan lagu terakhir, lalu memasukkan alat musik kedalam sarung yang dibawanya.

"Paman Tan" Tu Liong bertepuk tangan perlahan, "benarbenar sangat bagus.

Aku tidak sedang menyanjung dirimu, namun permainanmu memang sangat bagus, pantas mendapat predikat nomor satu di kolong langit" "Aku tidak berani menyandang gelar pemain musik nomor satu di kolong langit" kata Tan Po-hai dengan nada datar.

Dia menyimpan alat musiknya dengan baik, setelah itu dia bertanya, "ada urusan apa kalian berdua datang kemari?" Wie Kie-hong berkata: "Kami datang kemari untuk menengok anda" "Menurutku, orang yang tidak memiliki telinga tidak enak dilihat..." "Paman Tan, tampaknya anda tidak merasa dendam." Tu Liong benar-benar mengerti cara mengambil kesempatan.

Dia tidak membuang-buang waktu.

"Merasa dendam?" Tan Po-hai mengangkat bahu dan menunjukkan telapak tangannya, dia lalu berkata "apa yang sudah kita tabur, itu yang harus kita tuai....

Kie-hong, bagaimana kabar Leng Taiya" Apakah dia masih baik baik saja?" "Masih baik-baik.

Umurnya sudah tua, dan baru mendapatkan musibah yang sangat besar.

Namun dia sangat tabah, tidak sedikitpun masalah yang tidak bisa diatasinya, orang tua ini masih bisa bertahan terus" "Hui Ci-hong sudah meninggal, aku benar benar memuji kebesaran hati Leng Taiya setelah mendengar berita ini.

kau berkata seperti ini, hatiku menjadi tenang." "Paman Tan!" Tu Liong berkata dengan nada berat "sepertinya kau juga sudah tahu, kali ini pelakunya belum sampai mendatangi Cu Taiya.

Namun cepat atau lambat dia pasti akan datang, menurut paman dia sudah melukai empat orang, mengapa masih belum turun tangan pada Cu Taiya?" "Aku pikir.....dia pasti sedang menunggu" "Menunggu apa?" "Menunggu kesempatan tentunya.

Cu Taiya adalah seorang pendekar yang mahir ilmu silat, pelakunya tidak berani bertindak gegabah?" "Maksud paman, pelakunya masih takut pada Cu Taiya?" "Tentu saja" "Paman..." Melihat Tan Po-hai menjawab semua pertanyaannya tanpa sedikitpun merasa ragu ragu.

Maka Tu Liong terus mengajukan pertanyaan padanya, "menurut kesimpulanku, pelakunya ingin membalas dendam.

Bagaimana menurut paman?" "Tidak salah" "Kalau begitu, seharusnya kita mencari tahu hutang apa yang telah dibuat sebelumnya...

Pertama-tama kita bicarakan diri paman.

Apakah paman memiliki dendam dengan Tiat Liong-san?" "Tidak ada" "Apakah ada hubungan saling merugikan?" "Tidak ada" "Kalau begitu, apakah pada saat Tiat Liong-san dicelakai, paman ikut ambil bagian?" "Ada" "Kalau begitu aku tidak mengerti.

Kalau memang Tiat Liong-san tidak memiliki dendam ataupun merugikan, mengapa paman mencelakai-nya?" "Tu Liong" kata Tan Po-hai penuh perasaan, "apa tujuanmu menanyakan semua ini?" "Aku ingin melindungi majikanku agar tidak dicelakai.

Karena itu aku harus bertanya dan mengerti keadaan yang sebenarnya terjadi.

Aku berharap semua yang paman ketahui bisa diceritakan pada kami" "Tu Liong, kalau diceritakan juga kau pasti tidak akan percaya, pada waktu itu kami berlima melukai Tiat Liong-san, aku pun tidak tahu mengapa kami melakukannya." "Diantara kalian berempat, sebenarnya siapa yang memiliki permusuhan dengan Tiat Liong-san?" "Tidak tahu" "Oh" Kalau begitu siapa yang mengajukan usul mencelakai Tiat Liong-san?" "Cu Taiya" "Apakah kalian tidak bertanya padanya apa alasannya?" Tan Po-hai kembali mengangkat bahu dan membukakan telapak tangannya, dari raut wajahnya terlihat jelas kalau dia sudah pasrah.

"Tu Liong, sebaiknya kau juga ikut berpikir.

Cu Taiya adalah seorang pendekar yang ternama di kalangan persilatan.

Hui Taiya memiliki banyak kekayaan dan kekuasaan yang tidak kalah besarnya.

Leng Taiya sangat terkenal dikalangan pemerintahan.

Dia memiliki hubungan yang sangat luas.

Oey Souw memiliki banyak prajurit bawahan, mereka semua tidak ragu-ragu membunuh jika diperintahkan, aku bisa bergaul bersama beberapa orang besar ini, karena mereka menyukai sifatku....Tu Liong, ketika mereka berpikir ingin mencelakai seseorang, apakah aku masih bisa bertanya pada mereka apa alasan mereka melakukan itu?" Tu Liong dan Wie Kie-hong saling bertukar pandang, lalu melanjutkan pertanyaannya "Pada waktu itu bagaimana mereka mencelakai Tiat Liong-san?" "Mereka menuduh....mengatakan bahwa dia berkomplot membelot pemerintahan" "Apakah ada bukti?" "Tentu saja ada.

Namun bukti itu dibuat-buat, tidak sebenarnya terjadi." "Apakah paman bisa menceritakan pada kami lebih jelas lagi?" "Surat tuduhannya ditulis oleh Leng Taiya.

Aku dan Hui Taiya adalah saksi.

Oey Souw menyuruh tentaranya pergi menangkap dia.

Hui Ci-hong mengaku melihat dengan mata kepalanya bahwa Tiat Liong-san telah membunuh seorang prajurit pemerintahan.

Aku mengaku pernah mendengar dia didepan umum berpidato ingin menggulingkan pemerintahan....

Oey Souw melempar sepatah kata yang terukur di papan yang bertulisan "bunuh", lalu keputusan dibuat dengan memenggal kepala Tiat Liong-san.

Hukuman penggal kepala dilakukan pada pagi buta hari berikutnya" "Oh, kalau begitu aku mengerti." Tiba-tiba Tu Liong seperti mendapat pencerahan.

"Leng Taiya menulis surat yang menyesatkan, oleh karena itu tangan yang digunakannya untuk menulis dipotong.

Hui Taiya berkata kalau dia melihat dengan mata kepalanya kalau Tiat Liong-san sudah membunuh seorang prajurit, oleh karena itu kedua matanya dicongkel, paman Tan mengaku mendengar Tiat Liong-san ingin membelot, oleh karena itu kedua daun telinganya dipotong....

Oey Souw sudah meninggal, oleh karena itu anaknya yang menebus dosanya, dia mendapat luka di dekat mulutnya........cara Thiat-yan membalas dendam benar-benar bagus.

Namun dia belum turun tangan pada Cu Taiya" "Tu Liong, mungkin Thiat-yan tidak tahu kalau Cu Taiya adalah orang yang sudah mengusulkan untuk mencelakai Tiat Liong-san." Dari tadi Wie Kie-hong tidak berkata apa-apa, sekarang tiba-tiba saja dia ikut berbicara.

"Tu Toako, yang dikatakan oleh paman Tan tidak salah.

Mungkin saja nona Yan tidak mengetahui bahwa Cu Taiya adalah orang yang sudah mengusulkan untuk melukai ayah kandungnya." "Tidak!" kata kata Tu Liong terdengar sangat yakin, "dia pasti sudah tahu" "Bagaimana dia bisa tahu?" Tan Po-hai balik bertanya.

"Tiat Liong-san memiliki kakak dan adik, juga memiliki banyak teman yang sangat akrab.

Apakah semua orang disekelilingnya tidak akan bertanya-tanya dan mencari tahu kejadian yang sebenarnya terjadi" Tuan dengan Hui Taiya memberikan kesaksian di depan pengadilan, semua orang pasti akan mengetahui nya.

Tapi Leng Taiya sudah menulis surat yang menyesatkan, seharusnya hal ini tidak mungkin tidak diketahui oleh orang lain.

nona Yan juga tentu mengetahui tentang hal ini.

kalau dia mengetahui hal ini, mana mungkin dia tidak mengetahui hal yang lain" "Tapi mengapa sampai sekarang dia belum turun tangan membunuh Cu Taiya?" "Cu Taiya memiliki ilmu silat yang tinggi, dia tidak akan mudah dihadapi, tidak seperti kalian ini.

lagipula Cu Taiya adalah dalang dari semua urusan ini.

nona Thiat-yan pasti akan menghukumnya dengan cara yang paling kejam" "Tu Liong, kalau menurut logika, seharusnya nona Thiatyan membunuh Cu Taiya dulu.

Dengan begitu dia akan mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.

Namun sekarang ini dia turun tangan dan melukai kami kaki tangannya, bukankah ini namanya memukul rumput dan mengagetkan ular, dengan begini semua orang akan memperkuat penjagaan terhadap Cu Taiya" Tu Liong tampak sangat bingung.

Dia berkata: "Sebenarnya ini sebuah hal yang aneh.

Dibalik semuanya tentu terdapat sebuah cerita, namun bagaimanapun juga aku tidak dapat memikirkan apa kira-kira ceritanya" Wie Kie-hong kembali ikut bicara: "Kalau menurut pandanganku, sepertinya Thiat- yan sengaja ingin menakut-nakuti Cu Taiya...." "Mengapa?" Tu Liong dan Tan Po-hai bertanya bersamaan.

"Tentu saja dia memiliki tujuan.

Setidaknya kita sudah mengetahui tentang satu hal, dia ingin mendapatkan barang yang disimpan di dalam kopor kulit." Tan Po-hai menatap mereka kebingungan.

Jelas jelas terlihat kalau dia sama sekali tidak mengetahui tentang kopor kulit ini.

Tapi Tu Liong tidak ingin membahas masalah kopor kulit itu dengan Tan Po-hai.

Oleh karena itu dia cepat cepat memalingkan muka dan mengalihkan topik pembicaraan: "Paman Tan, mengenai masalah Hui Taiya, apakah anda memiliki pandangan sendiri?" "Tampaknya dia tidak dapat menahan rasa sakitnya.

Kedua mata yang sudah dicokel keluar, rasanya pasti jauh lebih sakit dibandingkan dengan kedua daun telinga yang dipotong." "Aku menduga kalau dia bunuh diri karena dia takut Thiatyan akan terus melanjutkan balas dendamnya" Tu Liong mengatakan ini dengan perlahan-lahan.

Dia terus memperhatikan reaksi Tan Po-hai terhadap komentarnya.

Lalu dia melanjutkan kata-katanya: "Mungkin juga ini adalah permulaan balas dendam bagi Thiat-yan....paman Tan....bagaimana menurutmu?" "Tidak...." Tan Po-hai berkata dengan penuh keyakinan, "sekarang dosaku sudah impas.

Thiat-yan sudah berkata padaku sewaktu dia turun tangan melukaiku, bahwa semua ini sudah berlalu.

Asalkan aku tidak mencari dirinya, dia juga tidak mungkin mencari diriku.

Oleh karena itu aku sangat lega ....

aku sudah bermimpi buruk selama bertahun-tahun, akhirnya aku bisa bangun dan kembali sadar." Dari kata kata Tan Po-hai dapat diambil kesimpulan, bukan saja dia tidak menyimpan dendam terhadap Thiat-yan, malah dia merasa bersyukur karena semua hutang masa lalunya sudah terbayar lunas.

Wie Kie-hong menoleh pada Tu Liong, namun Tu Liong tidak berkata apa apa lagi.

kedua orang ini lalu pamit pulang.

Setelah keluar dari pintu, sambil terus berjalan Wie Kiehong berkata pada Tu Liong: "Tu Toako, sekarang kau sudah salah jalan" "Salah?" "Iya, salah, diantara mereka berlima, Tan Po-hai paling tidak memiliki kekuatan apa-apa.

kita tidak mungkin mendapat banyak informasi darinya" "Kie-hong, aku punya sebuah firasat lagi ....

Ugh, aku selalu berkata tentang firasat ...., aku rasa diantara mereka semua, Tan Po-hai lah satu-satunya orang yang paling mungkin membocorkan rahasia" "Betul, tampaknya dia tidak bisa menyimpan rahasia.

Sayang sekali dia juga tidak banyak tahu tentang semua urusan ini..." "Sekarang bagaimana ya...?" Tu Liong seperti bertanya pada dirinya sendiri.

"Tu Toako, bukankah kau sudah berpesan agar aku selalu mengikuti petunjukmu?" "Baiklah...

kalau begitu kita berdua berbagi tugas.

Sekarang kau pulang dan beritahukan pada Leng Taiya tentang kopor kulit yang kosong.." "Dia sudah berpesan padaku berkali-kali agar tidak penasaran, membuka kopor dan melihat isinya.

Bagaimana mungkin aku memberitahukan hal ini padanya?" "Kie-hong, kadang-kadang dalam hidup seseorang harus berkata bohong demi kebaikan.

Kau katakan saja bahwa ada seseorang yang menjambret kopor itu, dan lalu ketika sedang berebut, tanpa sengaja kopor itu terbuka, dan kau baru menyadari bahwa didalam kopor tidak terdapat apapun." Wie Kie-hong tidak berkata apa apa.

"........Kau kerjakanlah sesuai dengan petunjukku.

Aku yakin Leng Taiya pasti akan bereaksi terhadap ceritamu.

Mungkin saja reaksi dia akan memberikan sebuah petunjuk baru bagi kita...." "Kalau dia menanyakan tentang kopor kulit itu, bagaimana aku menjawabnya?" "Kau katakan saja bahwa kopor itu sudah dibawa lari oleh seesorang yang tidak dikenal." "Tu Toako, aku tidak pernah berbohong, dan aku pun tidak mungkin berbohong." "Segala sesuatunya pasti harus dipelajari, dan harus dicoba....baiklah, itulah keputusan yang sudah kubuat....dua jam dari sekarang kita akan bertemu di taman umum Bei Hai.

Kita tidak pergi sebelum bertemu" "Kemana kau akan pergi?" "Aku akan mencari Bu Tiat-cui" Kebetulan sekali waktu yang bersamaan sebuah kereta kuda melintas didepan mereka.

Tu Liong lalu berjalan menaiki kereta dan duduk disana.

0-0-0
 Setelah beberapa lama, kereta kuda tiba di gang San-poa tempat kediaman peramal Bu Tiat-cui, Tu Liong tidak menyangka pemiliknya akan berada ditempat, ternyata Bu Tiat-cui sedang duduk di ruang samping menunggu tamu.

"Apakah tuan ingin diramal" Apa ingin tahu masa lalu tuan" Atau tuan ingin tahu tentang karakter tuan dari wajah?" Bu Tiat-cui menyapa.

"Tuan Bu! Tadi pagi aku sudah mengutus seseorang datang kemari untuk membawakan tanggal kelahiranku.

Aku berharap engkau dapat meramalkan berdasarkan tanggal itu.

Namun sampai sekarang orang itu belum kembali dan melapor padaku.

Tolong bantu mencari tahu, dimana sekarang dia?" "Oh....Baiklah...

berapa umurnya?" "Empat puluh tahun lebih." "Mohon maaf! Aku belum pernah melihat tamu itu sebelumnya...." "Tapi...." "Tamu yang terhormat! Bukannya aku ingin mempromosikan pekerjaanku, aku akan membantumu mencarinya dengan bantuan kartu.

Bagaimana?" "Apakah akurat?" "Akurat atau tidak kita akan tahu setelah meramal." Bu Tiat-cui tidak pernah berkata diluar perkara ini.

"Baiklah kalau begitu boleh coba" Bu Tiat-cui mengeluarkan sebuah kotak yang terbuat dari kayu.

Didalamnya terdapat banyak gulungan kertas, ini adalah kartu yang akan digunakan untuk meramal.

Dia lalu menyuruh Tu Liong untuk mengambil satu.

Tu Liong memilih sebuah gulungan kertas secara acak.

Setelah dibuka ternyata bertuliskan sebuah huruf mandarin 'Ci'yang berarti senja.

Melihat gulungan ini, kedua alis Bu Tiat-cui mengerut.

Tu Liong tidak percaya tentang ramal meramal, apalagi meramal hanya dari sebuah huruf yang tertulis diatas kertas, dengan begitu dia juga tidak akan percaya ramalan yang akan dibuat oleh Bu Tiat-cui.

Oleh karena itu dengan santai dia bertanya: "Tuan Bu! Melihat alismu yang mengkerut, apakah ini sebuah alamat yang buruk?" "Mmm! Sangat tidak baik....sangat tidak baik...

...."jawabnya.

"Oh! Mengapa kau berkata seperti itu?" "Matahari senja tenggelam disebelah barat.

Setelah itu bumi diselimuti kegelapan." Bu Tiat-cui sambil berbicara sambil mengambil sebuah kuas dan diatas kertas yang bertuliskan tersebut mencoret sesuatu.

"Lihatlah.

Huruf ditambah sebuah garis " yang berarti satu, akan berubah menjadi huruf yang berarti jahat.

Orang ini sudah terlepas hubungan dengan dirimu.

Ini berarti urusan sudah berubah.

Huruf (Pian) berarti perubahan.

Kau mencari orang, jadi orang tersebut menghilang, jika huruf [Jin] yang berarti manusia yang ada disana dihilangkan, itu akan membuat huruf [Cit] yang berarti tujuh...

setelah itu huruf digabungkan dengan huruf akan membuat sebuah huruf (Si) yang berarti kematian.

Tamu yang terhormat, orang yang kau tanyakan sudah meninggal." Sebenarnya Tu Liong memang sudah tahu bahwa orang yang ditanyakan olehnya sudah meninggal.

Sebuah jarum baja sudah menancap diantara kedua alisnya, mana mungkin orang itu tidak meninggal" Namun ramalan yang dibuat oleh Bu Tiatcui benar benar sangat akurat.

Entah bagaimana rupa Tu Liong ketika mendengar semua penjelasan yang didengarnya tadi.

Lagipula dia sendiri yang asal memilih gulungan kertas yang dipakai tadi.

"Tuan! Mohon maaf, aku benar-benar tidak menyangka ramalan yang ku buat adalah sebuah berita yang sangat buruk.

Aku tidak ingin menerima pembayaran dari mu sebagai ungkapan bela sungkawa." Berdasarkan cerita Wie Kie-hong, Bu Tiat-cui sama sekali tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang mati didalam kamarnya.

Apakah dia benar-benar tidak tahu" "Ramalanmu sungguh tepat!" Tu Liong berkata padanya dengan nada dingin.

"Hei...

Hei...

Semua ramalan yang kubuat selama ini biasanya selalu tepat." "Sebenarnya kau dari awal pun sudah tahu orang itu sudah mati." "Oh..." Dari awal aku sudah tahu" Tidak mungkin!" "Karena orang ini sudah mati didalam kamar ini" "Tuan!" mendadak Bu Tiat-cui berdiri, sikap-nya berubah menjadi sangat tegas, "tadi ada seseorang yang memberitahuku bahwa ada seseorang yang dibunuh disini.

Tapi aku tidak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.

Tuan! Kau juga tidak melihatnya dengan mata kepalamu sendiri.

Apa yang kau dengar, belum tentu kenyataan, namun apa yang sudah kau lihat, itu barulah bisa kau percaya." "Bu Tiat-cui!" seru Tu Liong dengan kecut "kau tidak usah macam-macam, melihat keadaan, aku tahu kau bukan orang sembarangan........bibirmu keras seperti kulit tanduk, kau katakan! bagaimana orang itu matinya?" "Ini sebuah hal yang aneh! Bagaimana orang itu dibunuh" bagaimana aku bisa mengetahui hal ini?" "Aku kataan sekali lagi.

Kau pasti tahu karena orang itu mati disini!" "Tuan! Bu Tiat-cui sama sekali tidak pernah berbuat salah padamu! Untuk apa kau tiba-tiba datang menudingku seperti ini?" "Bukankah kau mengatakan kalau kau bisa meramal, melihat karakter seseorang dari raut wajah, kau bisa meramal baik dan buruk, meramal masa lalu" Kalau begitu mengapa kau tidak mencoba meramal, mengapa aku bisa datang kemari dan menudingmu seperti ini?" "Jangan melotot seperti itu! Aku bisa meramal orang lain dengan tepat, namun aku tidak bisa meramal diriku sendiri.

Kalau aku bisa meramal diri sendiri, untuk apa aku mencari hidup dengan meramal?" "Bu Tiat-cui! Sedikit banyak kau pasti sudah mengetahui kalau aku bukanlah orang yang senang berbasa-basi.

Terlebih lagi seharusnya kau sudah tahu.

aku datang kemari, aku tidak akan pergi dengan mudah hanya karena ditakut-takuti olehmu....! Aku ingin bertanya sebuah pertanyaan padamu.

Tolong jawab dengan jujur!...

"Pertanyaan apa?" "Siapa yang sudah menyetir gerak gerikmu dan bersembunyi dibelakangmu" Aku hanya ingin tahu siapa orang ini.

kau lihatlah aku bukanlah seorang yang senang mendapat hasil yang kecil.

Aku tidak ingin mencari penakut yang melarikan diri.

Aku ingin mencari juragan besar! Juragan besar yang ada dibelakangmu!" "Tuan yang terhomat ini...

!" Bu Tiat-cui tidak menjadi panik sedikitpun.

Semua kata-kata meluncur dari mulutnya dengan sangat teratur, "apapun kata-katamu itu semuanya tidak ada gunanya, aku sudah tinggal di dalam kota ini selama puluhan tahun, orang yang sudah kukenal pun tidak sedikit.

Siapa yang berani berkata kalau aku adalah seorang pengecut yang senang melarikan diri" Kalau kau tidak percaya, silahkan bertanya pada orang-orang.

Pada waktu itu raja Su-cen juga sudah pernah datang kemari mencariku untuk menghitung dirinya dan meramal masa depannya." Setelah mendengar sepatah kata "raja Su-cen", emosi Tu Liong kembali mereda.

Sekarang nada bicaranya sudah kembali seperti biasa.

Dia kembali ramah tamah, karena topiknya pasti akan beralih pada Leng Souw-hiang.

"Apa anda mengenal Leng Taiya?" "Kepala bagian kepercayaan raja Su-cen.

Siapa yang tidak mengenalnya?" "Menurut kabar yang beredar, Leng Taiya sudah menitipkan sebuah kopor kulit padamu untuk dijaga.

Bagaimana hal ini bisa terjadi?" "Aku tidak akan menutup-nutupi padamu.

Hari ini sudah ada setidaknya tiga sampai lima orang yang datang kemari bertanya seperti itu.

Namun bagaimanapun juga jawabanku tetap satu....itu tidak pernah terjadi" "Benarkah tidak pernah terjadi?" "Tidak pernah" Bu Tiat-cui benar-benar seorang yang bermulut besi (Tiat Cui) setelah berkata, dia tidak pernah sekalipun merubahnya.

"Ada seseorang yang melihatmu datang ke stasiun kereta dan menukarkan sebuah kopor kulit berwarna kuning dengan seseorang yang masih muda." "Kapan hal ini terjadi?" "Belum lama" "Bohong! Sedari pagi ini aku pergi keluar berjalan-jalan seperti biasa.

Setelah kembali aku tidak pergi keluar lagi.

Orang yang sudah mengatakan itu padamu, kalau bukan seorang pembohong, dia pastilah seorang buta!" Pada awalnya Tu Liong berharap untuk mendapatkan informasi yang lain dari dirinya, namun tidak disangka semua kata-kata yang diucapkan oleh Bu Tiat-cui benar-benar sangat bersih.

Tidak terlihat kejanggalan sedikitpun.

Apakah Thiat-yan sudah datang kemari dan mencuri dengar" Dan apakah Bu Tiat-cui menjawab semua pertanyaannya dengan cara yang sama seperti dirinya" Apakah Thiat-yan akan percaya dan segera pergi.

Sepertinya hal ini sangat tidak mungkin "Tuan! silahkan pulang! Aku berani menga-takan kalau kau ingin mencari sebuah berita, kau sudah menggonggong pada pohon yang salah.

Kau sudah bertanya pada orang yang salah" Tu Liong kecewa, otaknya yang cemerlang pun seolah-olah berhenti berputar.

Tiba-tiba saja dari luar terdengar suara orang: "Apakah ada orang didalam?" "Siapa?" Bu Tiat-cui cepat-cepat pergi ke pintu dan menyibakkan tirai.

"Kami datang kemari untuk diramal" Orang yang datang ada dua, semuanya masih sangat muda.

Melihat dari penampilannya, dan dari cara mereka berjalan, langsung dapat diketahui kalau mereka berdua menguasai ilmu silat, hal ini tidak dapat lolos pandangan Tu Liong.

Bu Tiat-cui sama sekali tidak mencurigai maksud kedatangan kedua orang ini.

dia langsung pergi mengambil kotak kayu yang berisi gulungan kertas dan menyerahkannya pada kedua orang itu.

Dengan sangat sopan santun dia berkata: "Silahkan ambil salah satu gulungan kertas ini sesuka hati anda" Salah satu diantara mereka mengulurkan tangan dan mengambil sebuah gulungan.

Bu Tiat-cui membukan gulungan kertas dan melihat tulisan didalamnya.

Sebuah kata P (kau) yang berarti mulut.

Orang yang satunya sepertinya menaruh minat pada pernak-pernik yang ada ditempat Bu Tiat-cui.

Dia melihatlihat, dan meraba-raba semuanya.

Terakhir dia mengambil sebuah mistar tembaga dari meja tempat Tu Liong duduk.

Bu Tiat-cui sama sekali tidak menaruh kecurigaan apa pun terhadap mereka.

Dia bertanya: "Tuan inginbertanya tentang apa?" "Mencari seseorang" "Oh?" Sekali lagi Bu Tiat-cui mengambil kuas dan mencoret-coret pada sebuah lembar kertas yang masih kosong.

Pertama-tama dia menggambar sebuah huruf P (kau).

Setelah itu dia menggoreskan dua buah garis.

Sekarang huruf Pberubah menjadi huruf Jl(Ci).

Huruf ini berarti "hanya".

Setelah menggambar, dia kembali berkata pada kedua pemuda itu: "Ramalanku dapat diandalkan, biasanya selalu akurat., karena kalian datang berdua, dibawah huruf (kau) aku menggambar dua buah garis.

Huruf P berubah menjadi il(ci) yang berarti hanya.

Itu berarti kalian berdua datang kemari mencari orang yang sama....tuan yang ini memegang mistar tembaga di tangannya, karena itu kita akan menambahkan sebuah huruf K.[cek] yang berarti "mistar (penggaris)", dan tulisan kita berubah menjadi FH ....Hmmm...

orang ini berada ditempat yang sangat dekat!" "Apa artinya?" "Orang ini ada di bawah kaki langit, tapi sangat dekat didepan mata..." Tiba-tiba saja Bu Tiat-cui tersentak kaget dan langsung terdiam.

Sepertinya dia baru menyadari bahwa ramalannya sekali lagi adalah sebuah ramalan yang tidak baik, karena didepan matanya masih ada orang ketiga.

Dari awal Tu Liong mengawasi semua dengan tatapan mata dingin, saat ini Tu Liong pun menyadari ada sesuatu yang kurang baik.

Pemuda yang memegang mistar tembaga tertawa terkekeh-kekeh dan berkata: "Bu Tiat-cui! Semua orang berkata bahwa ramalanmu sangat tepat, ternyata memang yang diomongkan orang orang tidak salah....kami berdua memang datang kemari mencari teman yang berada didalam ruangan ini" Jawaban ini memang sudah diduga oleh Tu Liong sebelumnya, hanya saja dia tidak menyangka kedua orang ini harus menemui Bu Tiat-cui untuk diramal.

Ini membuat keadaan berubah menjadi sedikit lebih rumit.

Apakah ramalan Bu Tiat-cui benar-benar sangat akurat" Ataukah kedua orang ini memang pada dasarnya sudah bekerja sama dengan Bu Tiat-cui untuk membuat sebuah ramalan" Apakah mereka sengaja membuat sandiwara" Walaupun sedang menghadapi dua orang lawan yang kuat, Tu Liong masih belum bisa melepaskan ketertarikan untuk memecahkan sebuah misteri.

"Tu Liong!" Orang yang membawa mistar tembaga berkata dengan nada dingin "kami benar-benar tidak menyangka bisa bertemu denganmu disini.

Bagaimana kalau kita bertiga pergi berjalan-jalan sebentar?" "Mengapa aku harus ikut kalian?" tatapan mata Tu Liong sama sekali tidak berpindah dari muka Bu Tiat-cui.

Tampaknya dia ingin menggunakan kesempatan ini untuk melihat pendirian lawannya.

Bu Tiat-cui tampak sangat kaget.

Raut muka seperti ini tidak mungkin dipalsukan.

"Sahabat!" orang yang membawa mistar tembaga berkata pada temannya, "sepertinya sahabat mongol ini tidak ingin bekerja sama.

Sebaiknya apa yang harus kita lakukan?" "Kalau tidak berhasil menggunakan cara yang halus, kita harus menggunakan kekerasan" "Saudara berdua!" Tu Liong berkata dengan nada dingin.

Tentu saja dia tidak menganggap enteng kedua orang ini, "kupikir kalian berdua pun tentu sudah mendengar kabar.

Kalau kalian menggunakan cara kekerasan, kalian berdua belum tentu bisa men-dapatkan apa yang kalian inginkan dengan mudah....

kemana kalian ingin membawaku" Untuk menemui siapa" Kalau kalian bisa menjelaskan semuanya, mungkin aku bersedia pergi bersama kalian menemui orang ini...." "Menemui siapa, bertemu dimana...

pada waktunya nanti kau akan tahu sendiri." "Huh! Apakah kalian berpikir ingin menutup mataku, menggiringku seperti kambing bodoh ke rumah pejagalan?" Dengan cepat kedua orang pemuda itu saling bertukar pandang.

Akhirnya mereka membuat sebuah rencana lain.

Sekarang Tu Liong sudah tahu bahwa mereka adalah anak buah Thiat-yan yang sudah diutus untuk menjemputnya.

"Kalian pulanglah dan beritahu pada Thiat-yan, aku tidak ingin menjumpai dirinya.

Kalau dia ingin menjumpai aku, aku yang akan menentukan, tempat dan waktu harus kalian ingat dengan baik.

Sore jam empat tepat, di kedai teh Tong-ceng" Setelah berkata seperti itu, Tu Liong segera berjalan keluar.

Kedua orang pemuda tadi tidak mencegat kepergiannya.

Ternyata di pekarangan rumah masih ada orang lain.

Mereka juga berdua.

Tu Liong menghirup nafas dalam-dalam.

Kalau dia harus bertarung melawan empat orang sekaligus, belum tentu dia bisa memenangkan pertarungan.

Kedua orang yang ada di dalam pun segera menyusul keluar.

Pertama-tama pemuda yang memegang mistar tembaga yang membuka pembicaraan: "Tu Liong! Apakah kau pikir kita pasti akan mendengarkan kata-katamu?" "Kalian datang dari tempat lain.

Naga yang kuat akan kalah oleh ular setempat.

Tentu saja kalian pasti akan mendengarkan semua yang akan kuucap-kan" "Kecuali perintah majikan, kami semua tidak akan mendengarkan kata-kata orang lain.

Sekarang majikan kami sudah memberi perintah, kau harus mengikuti kami pergi, tidak bisa tidak, kalau kau tidak mau pergi, kami pasti akan menyeretmu." "Apakah kalian akan mengeroyokku?" "Untuk menghadapi orang jahat sepertimu, kami semua terpaksa menggunakan cara ini, kau adalah orang yang sangat ternama, kami tidak lebih dari serdadu kecil yang tidak memiliki nama!" "Kalau kalian benar-benar ingin mencoba, silahkan! Aku khawatir yang akan keluar dari tempat ini dengan dipapah bukanlah diriku, tapi kalian." Pemuda yang membawa mistar tembaga segera memberi isyarat dengan matanya.

Kedua orang pemuda yang tadi menunggu di dalam pekarangan segera menyerbu kedepan.

Masing-masing menggunakan tinju kosong.

Bersama sama menyerang ke arah Tu Liong.

Tu Liong segera memperagakan kemahiran ilmu silatnya.

Dia menggunakan sedikit tenaga untuk melawan serangan bertenaga kuat....meminjam tenaga orang lain untuk menyerang.

Tinju salah seorang pemuda sudah meluncur menuju dadanya.

Tubuh Tu Long dengan cepat bergerak ke samping, jari tangannya menyambar maju bagai kilat, langsung pergelangan tangan pemuda itu sudah dicengkram dengan erat.

Tinju pemuda yang kedua menyusul cepat.

Tu Liong kembali bergerak menghindari serangan, dengan tangannya yang masih bebas, dia kembali menangkap lengan pemuda ini.

Kedua pemuda ini masih terus mendesak.

Dengan segera Tu Liong menarik kedua tangan nya ke bawah, dan tubuh kedua pemuda itu ikut tertarik ke bawah.

Karena kecepatan larinya, mereka kedua orang itu berputar dan mereka terhempas keras ke lantai.

Itulah jurus bantingan yang menjadi salah satu keahlian Tu Liong.

Kedua pemuda tadi tergeletak di sebelah kiri dan kanannya.

Mereka tampak sulit menarik nafas.

Dari sini jelas terlihat, hanya mengandalkan tangan kosong, walaupun ke empat pemuda ini menyerang bersama-sama pun tidak akan menang melawan Tu Liong..

Mereka segera memikirkan cara lain untuk melawan Tu Liong, terpaksa mereka harus meng-gunakan senjata, tidak bisa tidak....

Benar saja, mereka semua masing-masing mencabut sebuah pedang pendek.

Kalau diban-dingkan, tentu saja empat buah pedang pendek lebih memiliki kemungkinan untuk melawan daripada empat buah kepalan tangan kosong.

Tampaknya mereka berempat sudah tahu posisinya masing masing.

Mereka melangkah perlahan-lahan mulai mengurung Tu Long.

Tu Liong merasa seolah-olah dirinya seekor kambing yang sedang terjebak ditengah laut dikelilingi ikan hiu lapar yang siap menyantapnya.

Pandangan mata keempat orang itu sangat tajam.

Tu Liong dapat merasakan keinginan bertarung mereka, dia bahkan dapat mendengar sayup-sayup empat suara tarikan dan hembusan nafas yang berat Kilau empat buah sinar pedang terlihat bergerak-gerak.

Tu Liong hanya bisa memasang kuda-kuda dan bersiap menerima serangan.

Pada akhirnya acara berjalan keliling pembuka pertarungan selesai dilakukan.

Keempat orang ini sudah menempati posisi masing-masing, Satu orang menempati sebuah penjuru mata angin.

Tu Liong berada ditengah-tengah.

Begitu waktunya sudah tiba.

"SERANG!!!" Pemuda yang tadi memegang mistar besi memberi perintah.

Tentu saja mistar besinya sekarang sudah berganti dengan pedang besi.

Walaupun dia seperti dia pemimpin penye-rangan kelompok ini, tapi dia juga ikut turun tangan menyerang.

Sesuai dengan yang diduga oleh Tu Liong, ke empat orang ini menyerang berbarengan.

Kalau Tu Liong tetap berdiam ditengah menerima empat serangan, dia sama seperti tikus yang sudah pasrah dikeroyok oleh empat ekor kucing.

Apa lagi saat ini Tu Liong tidak membawa senjata apa-apa, dengan tangan kosong melawan empat pedang.

Mana mungkin Tu Liong bisa memenangkan pertarungan ini" Tapi Tu Liong cerdik, dia segera bergerak ke sebelah kiri, dia bergerak bersamaan dengan keempat pemuda ini.

Tampaknya ke empat orang ini tidak mengantisipasi hal ini.

Orang yang menyerang dari kiri tampak terkejut, raut mukanya yang bengis mendadak berubah, dia jadi tertegun.

Matanya membelalak lebar melihat Tu Liong yang melompat ke arahnya.

Tu Liong melompat ke arahnya bagaikan singa yang menerkam mangsanya.

Pedang yang sudah dijulurkan tegak lurus dihadapannya segera ditariknya.

Dia bermaksud mengambil ancang-ancang untuk menebas Tu Liong yang sekarang sedang melayang ditengah udara.

Sayang gerakannya kalah cepat.

Dengan satu tubrukan saja, Tu Liong sudah membuatnya terpental ke belakang.

Inilah tubrukan gaya pegulat sumo yang terkenal.

Tu Liong hanya menggunakan tolakan kaki yang kuat dan bahu untuk menyundul pemuda tadi menjauh.

Dia sama sekali tidak menggunakan kepalan tangannya.

Pemuda malang itu jatuh berguling-guling.

Tu Liong tahu beberapa lama lawannya bisa berhasil berdiri diatas kedua kakinya.

Karena itu dia segera membalikkan tubuh untuk menghadapi dua serangan lagi.

Tampaknya walaupun para pemuda ini ber-tubuh besar dan kekar, mereka belum memiliki pengalaman bertarung terlalu banyak.

Ketika Tu Liong membalikkan tubuh, kedua orang ini sudah berada sangat dekat dengannya.

Mereka berdua masih berlari ke arahnya dan mereka berdua melakukan kesalahan yang sama.

Mereka menebaskan pedangnya sebelah menyebelah dari atas ke bawah ke arah Tu Liong secara bersamaan.

Dengan sangat mudah Tu Liong luput dari serangan bersamaan ini.

Dia merunduk sambil memasang ancang-ancang.

Kembali dia melancarkan tubrukannya.

Kaki kiri yang berada didepan segera menghentak lantai dengan sangat keras.

"HIAAAHHH!!!!" Tu Liong berseru sekuat tenaga.

Telapak tangan yang sudah siap di pinggang segera meluncur dengan cepat menghantam dada kedua pemuda tadi.

Biasanya seorang pegulat berbadan gendut dengan lemak yang berlapis-lapis, tapi tubuh Tu Liong kekar dan berotot, dari hal ini saja sudah terlihat perbedaannya.

Ditambah dengan keadaan mereka berlari, dampak kekuatan pukulan yang diterima terasa jadi berlipat ganda.

Dorongan telapak yang mendarat keras kedada kedua pemuda itu membuat mereka berdua terlempar jauh kebelakang.

Masing-masing pemuda itu berteriak kesakitan.

Pemuda terakhir yang tersisa adalah sang pemimpin rombongan.

Walaupun ke dua pemuda itu sudah jatuh dikiri kanannya, emosinya tampak tidak goyah.

Pemuda yang tersisa terus menerjang ke arah Tu Liong dengan pedang yang teracung tinggi diatas kepala.

Tu Liong menunggu serangan pemuda yang menjadi pemimpin, tapi dia tetap waspada dengan keadaan disekelilingnya.

Dia menyadari, pemuda yang jatuh dibela-kangnya sedang mengendap-endap berusaha menu suknya dari belakang.

Karena itu ketika pedang sang pemimpin mengayun kearahnya, Tu Liong segera menangkap pergelangan tangannya dan berkelit ke arah kanan Dengan cerdik Tu Liong menggunakan pedang sang pemimpin untuk menangkis serangan pemuda yang berusaha menyerangnya dari belakang.

Tu Liong menempatkan kaki kanannya dibelakang kaki kiri sang pemimpin, dia lalu menjatuhkan berat tubuhnya pada kaki sang pemimpin.

Dia melakukan ini agar sang pemimpin jatuh berlutut pada satu kaki.

Tu Liong sudah menggunakan pemimpin ini sebagai tamengnya.

Si pemuda yang menyerang secara diam-diam tidak bisa berbuat banyak.

Dia takut kalau menyerang, dia akan melukai pemimpinnya.

Pada saat ini, dua pemuda lain yang tadi sudah melayang karena serangan Tu Liong sudah kembali berlari mendekat dan menebaskan kembali pedangnya.

Tu Liong kembali menghindar dengan indah diantara kedua serangan itu.

Tapi situasinya bertambah terjepit.

Sekarang dia berada dekat dengan ke empat orang pemuda, mereka bisa membacoknya setiap saat.

Terpaksa dia berusaha menjauh.

Keempat pemuda itu berusaha kembali berdiri diatas kedua kaki masing-masing.

Setelah semua pemuda kembali bersiap, mereka berdiri bersebelahan membentuk pagar betis.

Tatapan mereka kembali terlihat bengis.

Kilau pedang kembali terlihat.

Tu Liong tahu kali ini mereka lebih siap untuk bertarung.

Pertempuran kali ini tidak akan berlangsung mudah seperti tadi.

Tu Liong kembali memasang kuda-kuda.

Tiba-tiba saja dari kejauhan terdengar suara siulan seseorang, mungkin juga ini adalah siulan orang yang sembarang lewat di jalan raya, tapi untuk telinga keempat orang pemuda ini, suara itu terdengar berbeda.

Setelah suara siulan itu menghilang, mereka semua mundur teratur.

Mereka pun masing-masing memasukan kembali pedang pendek ke dalam sarungnya.

Tu Liong jadi tahu, masih ada orang lain yang diam-diam menyaksikan pertarungan ini.

Siapakah orang itu" Apakah dia adalah Thiat-yan sendiri" Ataukah masih ada orang lain lagi yang mendalangi keempat pemuda tadi" Dia lalu menegadahkan kepalanya dan melihat kesekeliling.

Dibelakang rumah kediaman sang peramal terdapat sebuah bangunan bertingkat.

Di loteng bertingkat terdapat sebuah jendela yang sedang ditutup rapat.

Apakah Thiat-yan sedang menyaksikan semua kejadian yang baru saja terjadi" Pemuda yang membawa mistar tembaga berkata: "Baiklah! Sore ini jam empat tepat, di kedai teh Tong-ceng, majikan kita pasti akan datang tepat waktu!" Sekarang Tu Liong jadi lebih waspada menghadapi semua tindakan yang dibuat oleh Thiat-yan.

Setelah kejadian ini, terlihat bahwa dia bahkan bisa mengontrol anak buahnya dari tempat yang jauh.

Terbukti pada hari biasa, para anak buahnya sudah terlatih baik.

Thiat-yan bahkan sudah mempersiapkan rencana cadangan yang tidak terduga.

Hanya dengan sebuah siulan, mereka semua bisa berubah dan mengganti strategi dengan cepat.

Musuh yang sudah siap menyerang, mana mungkin bisa dianggap enteng.

0-0-0
 Tu Liong pulang kerumahnya, baru saja ingin beristirahat memulihkan stamina.

Tiba tiba Cu Siau-thian datang padanya.

"Tu Liong, kulihat kau sangat sibuk seharian ini." "Mmm.." "Apakah ada kemajuan?" "Aku sudah menemukan Thiat-yan" "Oh! Tindakanmu sangat cepat" "Walaupun aku sudah menemukan dirinya, apakah yang bisa aku lakukan" Aku tidak bisa mewakili orang-orang yang sudah dilukainya membalas dendam.

Walaupun aku bisa membalaskan dendam, juga mungkin tidak bisa langsung turun tangan mengadilinya.

Cu Taiya, walau aku katakan, kau mungkin tidak akan percaya.

Kekuasaan Thiat-yan terhadap anak buahnya sangat besar, dia datang kemari membawa persiapan." "Aku tahu." suara Cu Siau-thian terdengar berat," seumur hidup aku sudah bertemu dengan banyak musuh-musuh.

Aku mengakui nona muda yang dipanggil Thiat-yan ini adalah musuh yang paling lihai yang pernah aku temui.

Aku mempunyai sebuah firasat buruk." "Oh...?" "Aku merasa bahwa pedang yang dia bawa sudah menempel di leherku" "Tuan tidak perlu khawatir.

Aku sudah mengatur pendekar yang sangat tangguh untuk berjaga dalam kediaman ini.

semuanya sudah kuatur dengan baik" "Aku tidak takut.

Hanya saja..." "Cu Taiya, sebentar lagi aku akan bertemu dengan Thiatyan." "Ah..." kenapa begitu cepat kau bisa beradu kemahiran dengannya?" "Pertemuan kali ini untuk berdiskusi, bukan untuk mengadu ilmu silat.

Jika ada urusan yang tersimpan di hatinya, dia bisa membicarakannya denganku." "Aku tahu dia ingin membicarakan apa dengan mu" "Ah" Tuan sudah tahu?" "Dia ingin memberitahu, kau jangan ikut campur urusan ini, hingga dia bisa leluasa bertindak" "Bagaimanapun aku tidak akan setuju dengan permintaannya." "Kau harus bisa beralasan.

Saat terpaksa kau harus menyetujuinya...." "Apa tuan menyuruhku untuk pasrah saja?" "Aku mengerti sifatmu, lagi pula kau selalu terus terang, namun menghadapi lawan ini, kau tidak bisa menggunakan siasat ini.

Dalam siasat berperang.

Prajurit tidak takut dibohongi.

Membohongi musuh pun sebuah siasat perang.

Tu Liong terdiam tidak berkata apa-apa.

Walaupun dia tidak setuju usul yang diajukan Cu Siau-thian, namun dia pun tidak terang-terangan menentang nya.

Setelah beberapa saat, dia lalu membuka mulutnya membicarakan tentang suatu hal yang lain: "Cu Taiya, aku sudah pergi melihat Tan Taiya.

Berdasarkan kata katanya, pada waktu itu kalian melukai Tiat Liong-san, tuan sama sekali tidak keluar menampakkan diri.

Orang luar tidak mungkin akan mengetahui rahasia ini, oleh karena itu Thiat-yan tidak turun tangan mencarimu".

"itu hanyalah siasatnya saja.

sebenarnya semua sudah tahu.

Surat yang sudah ditinggalkan untukku, surat itu sudah menjelaskannya?" Tu Liong tidak berkata apa apa lagi.

Cu Siau-thian melihat Tu Long seperti ingin beristirahat, maka tidak lama kemudian dia pergi meninggalkannya.

Dia datang kesana hanya untuk melihat emosi Tu Liong saja.

Tu Liong berbaring di atas ranjangnya.

Dia benar-benar berusaha memulihkan tenaganya.

Seperti-nya dia memiliki sebuah firasat, bahwa pertemuannya dengan Thiat-yan sore ini bukanlah sebuah hal yang mudah dihadapi.

Dia merasa Thiat-yan bukan orang yang mudah dihadapi.

Setelah berpikir kesana kemari, pada akhirnya dia tertidur.

Namun tiba-tiba saja dia terbangun dari tidurnya, dia tahu bahwa dia tersadarkan bukan tanpa alasan, betul saja disamping bantalnya sudah tergeletak sebuah surat, diatas surat ini sudah ditaruh sebuah hiasan yang terbuat dari besi yang berbentuk seekor burung walet...

Thiat-yan! Tu Liong segera meloncat turun dari ranjang, emosinya mendadak meluap.

Di siang bolong seperti ini Thiat-yan bisa menerobos masuk kedalam kediaman tuan besar yang sudah dijaga ketat, dia bahkan bisa datang ke sisi tempat tidurnya dan meninggalkan surat peringatan, ini hal yang benar benar tidak disangka.

Tu Liong sama sekali tidak meluangkan waktu untuk melihat isi surat tersebut.

Dia segera berlari keluar kamar dan melihat ke empat penjuru, tapi dia sama sekali tidak menemui kejanggalan apapun.

Di teras rumah terlihat para penjaga berlalu lalang, begitu pula di pekarangan rumah, jadi bagaimana cara Thiat-yan menembus penjagaan yang sedemikian ketat sampai masuk ke dalam kamarnya" Untuk apa dia datang kemari" Lagipula tidak lama lagi mereka berdua pasti akan bertemu....Ugh! Nona Thiat-yan benar-benar sedang unjuk gigi, beraksi untuk menakuti orang, supaya nanti kalau dia ingin membicarakan tentang sesuatu syarat, posisinya pasti akan lebih unggul...

'Jangan berharap terlalu banyak.' Tu Liong diam-diam tertawa dalam hati.

Dia lalu kembali ke dalam kamarnya dan membuka surat.

Isinya hanya selembar kertas putih bertuliskan enam huruf yang berarti "hormat pada dewa dan setan, tapi tetap menjaga jarak" Apa artinya ini" Tu Liong menimbang-nimbang, tiba-tiba saja dia mendapat pencerahan.

Thiat-yan ingin agar dirinya menjauhi Cu Taiya....pada saat ini Tu Liong kembali mendapat sebuah firasat.

Didalam mata Thiat-yan, dirinya adalah sebuah rintangan, tentu saja dia harus merasa bangga.

Lalu dia berbaring lagi diatas ranjang, namun dia tidak bisa kembali tidur.

Oleh karena itu dia berpikir., tanggung tidak bisa tidur lagi, lebih baik datang lebih pagi ke tempat pertemuan.

Sebelum berangkat dia masih memeriksa dan memperketat penjagaan.

Tim penjaga yang sudah dipilihnya sendiri, yang menurutnya tidak mungkin akan diterobos dengan mudah malah sudah dilewati Thiat-yan dengan sedemikian mudahnya.

Baginya hal ini sebuah penghinaan yang besar.

0-0-0
 Kedai teh Tong-ceng sudah sering dikunjunginya.

Pemilik kedai otomatis mengenal dirinya.

Dia segera menyambut kedatangannya, bahkan dia sengaja melayaninya sendiri.

Tu Liong berkata bahwa dia datang menunggu beberapa temannya, ini untuk menghindari kecurigaan pemilik kedai.

Saatnya masih lama.

Tu Liong duduk di bangku dan menutup matanya.

Secangkir teh panas tampak masih mengepulkan asap.

Menunggu sampai waktu yang ditentukan bukanlah suatu hal yang mudah dikerjakan.

Namun yang ditunggu-tunggu akhirnya datang sesuai janjinya.

Ternyata yang datang bukan beberapa orang, tapi hanya seorang diri.

Dan orang ini pun bukan Thiat-yan, orang itu adalah Boh Tanping.

"Siapa kau?" "Namaku Boh Tan-ping" "Boh Tan-ping?" Tu Liong tidak pernah mendengar nama ini sebelumnya.

"Apakah anda datang kemari mewakili seseorang bertemu denganku?" "Betul" Boh Tan-ping menjawab dengan nada dingin, "siapa yang aku wakilkan, kau pasti sudah tahu...

....marilah kita mulai bicara." "Mohon maaf, kalau ingin bicara, aku ingin berbicara langsung dengan orangnya.

Aku tidak akan berbicara padamu." "Tuan muda Tu!" sikap yang ditunjukkan oleh Boh Tan-ping sangat dingin, namun tetap ramah, "sebenarnya kami sudah bermaksud mengundangmu datang ke rumah dan bicara baik baik, namun kau berkeras tidak mau pergi.

Kau malah mengundang kami datang kemari, dan sekarang kami sudah datang kesini.

Apa lagi yang kau inginkan?" "Mohon maaf Tuan Boh, aku tidak ingin mengatakan tentang apapun denganmu" "Berkata ataupun tidak, tidak menjadi masalah.

Nona Thiatyan majikan kami hanya ingin memberitahu sepatah kata.

Kau sudah tahu apa yang ingin dikatakannya" "Hormat pada dewa dan setan, tapi tetap menjaga jarak?" "Tidak salah" "Siapa dewa dan setannya?" "Kau pikirlah sendiri...." Boh Tan-ping segera berdiri.

"Tunggu!" "Dia hanya menyampaikan sepatah kata itu.

Kau pikirkanlah sendiri" Bagaimana pun Tu Liong tidak ingin semudah itu diperdaya.

Baru saja Boh Tan-ping membalikkan tubuh berjalan menjauh, Tu Liong segera menjulurkan tangan dan mencengkram pergelangan tangan kiri Boh Tan-ping dengan sangat erat Seharusnya Boh Tan-ping merasa terkejut, namun dia sama sekali tidak tampak kaget, seharusnya merasa sangat marah, namun emosi nya tampak masih sangat stabil.

Dia terus mempertahankan sikapnya yang ramah seperti semula.

Dia berkata dengan nada dingin: "Tuan muda Tu! disini bukan tempat yang cocok bertarung" "Kalau memang ingin bertarung, untuk apa harus memilih tempat?" Tiba-tiba Boh Tan-ping menyentakkan pergelangan tangannya.

Dengan sangat mudah dia sudah melepaskan diri dari genggaman Tu Liong yang kuat.

Tu Liong terkejut, hal ini benar benar tidak diduga oleh nya.

Umurnya masih muda, sifatnya masih sangat bergejolak.

Kalau tiba-tiba emosinya keluar, akibatnya sulit dihindari.

Tu Liong segera mengulurkan lagi tangannya.

Dia tahu disini bukan tempat yang cocok, juga saatnya tidak tepat.

Namun bagaimanapun dia tidak mau peduli.

Kali ini Boh Tan-ping mengelak dengan mudah, tidak hanya mengelak, dia pun sempat menepis tangan Tu Liong dengan keras.

Lalu dia meneruskan langkahnya menuju pintu keluar.

Tu Liong semakin emosi, dia tahu kalau dia bertarung disini, pasti akan membuat keributan yang menarik perhatian orang.

Dia lalu melihat ke sekeliling, tatapan matanya jatuh pada cangkir teh panas yang masih mengepulkan asap Tanpa berpikir panjang, tangannya segera terjulur mengangkat cangkir teh, karena gerakan yang cepat, dia tidak sempat merasakan betapa panasnya cangkir itu.

Dengan satu gerakan tangan, dia melemparkan cangkir teh panas ke arah Boh Tan-ping.

Sebelum terlepas, dia masih sempat memutar cangkir teh panas itu.

Cangkir itu sekarang berputar-putar cepat seperti gasing, tapi air teh yang terdapat di cangkir tidak tumpah keluar barang setetespun.

Cangkir teh melayang dengan cepat ke arah kepala Boh Tan-ping.

Walaupun Boh Tan-ping sedang membela-kangi Tu Liong, dia tetap waspada.

Entah bagaimana caranya, dia tahu persis dimana arahnya cangkir.

Dia mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah kiri.

Cangkir segera terbang melewati kepalanya.

Sebelum menabrak pintu keluar, Boh Tan-ping menjulurkan tangannya dengan cepat Dengan dua jarinya, dia sudah berhasil menangkap cangkir teh panas.

Dia segera membalikkan tubuh dan kembali melemparkan cangkir yang sama balik ke arah Tu Liong.

Tu Liong benar-benar terkejut.

Boh Tan-ping ternyata memiliki kepandaian yang tinggi.

Cangkir teh melayang semakin dekat.

Tu Liong tidak dapat berbuat apa apa.

Kalau dia mengelak, cangkir itu akan hancur menabrak dinding, orangpasti akanberdatangan juga.

Akhirnya dia menggunakan tangan menepis cangkir dari arah bawah.

Cangkir ini terlempar ke arah langit-langit ruangan.

Cangkir berputar tidak menentu, air tehnya tumpah kemana-mana.

Dengan gesit Tu Liong menghindari siraman air.

Tapi beberapa tetes air masih mengenainya.

Selagi gelas masih melayang di udara, Tu Liong menatap Boh Tan-ping dengan geram.

Cangkir teh kembali jatuh kebawah.

Setelah melewati wajahnya, Tu Liong sedikit bergeser kebelakang.

Ketika cangkir nyaris menyentuh tanah, Tu Liong segera menendangnya.

Cangkir ini kembali melesat cepat ke arah Boh Tan-ping, jauh lebih cepat dari pada lemparan yang pertama kali.

Namun tampaknya Boh Tan-ping tidak gentar.

Dia hanya menjulurkan kaki kanannya.

Cangkir yang melayang cepat segera terhenti setelah menghantam telapak sepatunya.

Dengan lincah, Boh Tan-ping menggerakkan kakinya sehingga sekarang cangkir itu sudah berdiri dengan tegak diatas jari kakinya.

Boh Tan-ping berdiri dengan kaki kiri.

Kaki kanannya ditekuk untuk menjaga keseimbangan cangkir, kedua tangannya terentang lebar untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.

Kemudian Boh Tan-ping mengayunkan kaki kanannya.

Cangkir teh kembali berayun ke arah Tu Liong dengan lembut, cangkir melayang membentuk sebuah lengkungan cantik, dan lalu mendarat tertelungkup diatas meja tanpa mengeluarkan banyak suara.

Tampaknya Boh Tan-ping tidak ingin balas menyerang Tu Liong.

Dia hanya mengembalikan cangkir ke atas meja.

Setelah itu dia membalikkan tubuh dan meneruskan perjalanannya ke luar.

Tu Liong segera berusaha mengejarnya.

Sebentar saja Boh Tan-ping sudah berjalan sampai ke pintu keluar.

Ketika Tu Liong berhasil mengejarnya, tiba-tiba ada empat orang pemuda yang bertubuh besar menghalangi jalannya.

Kalau dia berkeras melawan keempat orang ini, dia akan membuat keributan besar, dia pasti akan membuat nama baiknya tercemar.

Dari pertarungan kecil tadi, terbukti Boh Tan-ping memiliki ilmu silat yang tangguh.

Dari awal ke empat pemuda tidak turun tangan menyerangnya.

Ini menunjukkan bahwa mereka tidak menganggap Tu Liong sebagai lawan hebat.

Ini benarbenar sebuah penghinaan yang aneh.

Namun Tu Liong pun semen-tara waktu hanya bisa bersabar hati menerimanya.

Setelah beberapa lama, ke empat orang pemuda itu pun pergi meninggalkannya.

Masih dengan perasaan marah, Tu Liong kembali duduk ditempatnya semula.

Pertama tama dia berusaha memulihkan diri agar hatinya kembali tenang.

Setelah itu dia mengoreksi diri dan menimbang-nimbang.

Dia menyadari bahwa posisinya sangat bergantung keadaan, dia tidak bisa berinisiatif sendiri.

Tapi kalau tidak berusaha untuk merubah keadaan, selamanya dia tidak akan berhasil.

Dia membuat keputusan....memikirkan sebuah cara menyelidiki kediaman Thiat-yan, dan memberinya sedikit balasan padanya.

Dia lalu berdiri dan berjalan keluar.

Tidak disangka di pintu keluar sudah berdiri seseorang.

Orang ini berdiri tegak dan menghalangi jalannya...

Orang ini adalah seorang pemuda yang penampilannya sangat aneh.

Kedua alisnya berwarna putih, namun bola matanya berwarna merah.

Seolah-olah dia sudah tidak tidur selama tiga malam.

Satu-satunya yang terlihat menarik padanya adalah postur tubuhnya yang kekar dan ramping.

"Kau mau apa?" Tu Liong mendelik padanya dengan tatapan marah.

"Berunding denganmu" kata pemuda aneh ini sambil melangkah masuk kedalam.

Suaranya terdengar serak "Berunding apa?" "Jual beli" "Aku bukan pedagang" "Aku pedagang" dengan gaya sangat angkuh orang muda itu duduk tanpa dipersilahkan.

Dia langsung mengambil cawan teh milik Tu Liong dan langsung minum.

Dia sama sekali tidak perduli gelas itu bekas dipakai orang lain.

Dia juga tidak perduli orang lain akan marah padanya.

"Apa yang akan kau jual?" "Aku menjual nyawa!" "Kau punya berapa banyak nyawa?" "Satu nyawa" "Kalau begitu kau bisa jual berapa kali?" "Nyawaku ini tidak akan pernah habis dijual.

Tu Siauya, saat ini kau sedang membutuhkan orang semacam aku.

Asalkan kau membayar dengan uang yang tepat, aku pasti akan menjual nyawaku padamu." "Keahlian apa yang kau punya?" "Aku spesialis menghadapi orang yang tidak dapat dihadapi oleh orang lain" "Bicaramu sangatbesar" "Kau boleh mencobanya" setelah ditantang seperti itu bicaranya malah semakin besar.

Tu Liong mendadak menyerang dengan sangat cepat dan sangat brutal.

Kalau orang itu tidak waspada, dia pasti akan segera terluka dan mati.

Pemuda beralis putih itu tidak menghindar ataupun bergerak.

Dia hanya mengangkat tangan menahan pukulan.

Semenjak lahir, baru kali itu Tu Liong membuat serangan mendadak.

Sebentar kemudian pembunuh beralis putih balik menyerang tiga kali, Tu Long mundur tiga langkah menangkis serangan dengan tangan kosong tanpa bisa berkata apa apa.

Tangannya jadi gemetar dan kaku, hingga dia tidak bisa mengangkatnya "Lumayan, nyawamu itu tangguh juga" "Apakah sekarang kita bisa bicara?" "Siapa namamu?" "Aku tidak memiliki marga ataupun nama.

Orang orang memanggilku pembunuh beralis putih" 
0-0-0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar