Kelelawar Tanpa Sayap Bab 20 Kelelawar, Kelelawar (Tamat)

Bab 20 Kelelawar, Kelelawar (Tamat)

 Malam semakin kelam, angin berhembus makin kencang.

Rerumputan ilalang bergoyang menimbulkan suara gemerisik, seakan ada begitu banyak sukma penasaran yang bergerak kian kemari, bergerak tiada hentinya.

Cahaya rembulan terasa begitu redup, bayangan hitam dibalik bangunan yang bobrok tampak bagai setan gentayangan yang sedang bersembunyi disana.

Sesungguhnya kuil kuno Thian-liong-ku-sat memang sebuah tempat yang menyeramkan, khususnya ditengah malam buta seperti ini, pada hakekatnya tidak mirip dengan bangunan di dunia.

Namun pada saat itulah terlihat ada dua orang manusia sedang berjalan ditengah semak, dibalik kuil.

Kedua orang itu memiliki perawakan tubuh yang hampir sama, dengan dandanan yang sama, bahkan raut muka mereka pun sama satu dengan lainnya.

Baju berwarna hitam pekat dengan raut muka pucat pasi, warna semacam itu boleh dibilang merupakan warna dari kematian, warna mendekati maut.

Rambut mereka yang terurai panjang berkibar terhembus angin malam, suasana mengerikan yang tak terlukis dengan kata, menyelimuti sekeliling tempat itu, dengan munculnya kedua orang tadi, suasana disitu pun terasa makin dingin menggidikkan.

Semak belukar yang semula tak berkabut, tiba tiba kini diselimuti kabut tebal.

Kabut malam yang dingin seakan terbawa oleh hembusan angin, seolah pula memancar keluar dari tubuh kedua orang itu.

Bila hal ini merupakan kenyataan, maka asap putih itu bukanlah kabut malam, melainkan hawa setan.

Meskipun kedua orang itu mirip dengan setan gentayangan, namun bila dilihat lebih cermat, rasanya sama sekali tak mirip.

Menurut cerita, setan tak punya bayangan, tapi kedua orang itu punya.

Dibawah sinar rembulan, bayangan mereka bergeser mengikuti langkah kaki, melayang ditengah semak, melambung diatas dinding bangunan.

Hembusan angin menggoyangkan rerumputan membuat semak belukar seakan dibelah dengan golok, membuat bayangan mereka terbelah jadi ribuan keping, namun tatkala bayangan mereka bergeser keatas dinding, bayangan itu menyatu dan utuh kembali.

Ada banyak orang mempunyai pengalaman seperti itu, tapi jarang ada bayangan seaneh bayangan mereka.

Gerak gerik orang yang berada didepan jauh tampak normal, tapi orang yang berada dibelakang pada hakekatnya seperti patung, gerak geriknya begitu kaku, seolah setiap organ badannya dibelenggu dengan tali yang kuat.

Tali yang kuat itu seakan dipegang dan dikendalikan orang yang berjalan dimuka, sehingga setiap gerakan yang dilakukan orang dibelakang pada hakekatnya hanya menirukan setiap gerakan orang didepannya.

Cahaya rembulan menyinari pula wajah mereka, siapa pun yang kebetulan menyaksikan mereka berdua saat itu, dapat dipastikan bakal terperanjat, terkesiap.

Walaupun raut muka mereka tidak begitu buruk, namun memancarkan sinar menyeramkan yang tak terlukis dengan perkataan.

Yang lebih aneh lagi adalah raut muka kedua orang itu sama satu dengan lainnya, ibarat pinang dibelah dua.

Orang yang berjalan didepan adalah si Kelelawar, sedang orang yang mengikuti dibelakangnya juga si Kelelawar.

Kelelawar tanpa sayap!

 Rumput ilalang gemetar ditengah hembusan angin malam, lalu patah terinjak kaki ke dua Kelelawar.

Setelah menembusi halaman belakang, mereka tiba diserambi panjang, didepan lamu batu.

Kelelawar yang berada didepan menghentikan langkahnya, memperhatikan sekejap lampu itu kemudian membungkukkan badan dan menggeser lampu batu itu ke samping.

Sebuah lorong rahasia pun muncul didepan mata.

"Turun!

" Kelelawar itu berkata.

Kelelawar yang berada dibelakang selalu menirukan gerak gerik Kelelawar didepannya, dia ikut menjerit: "Turun , , , , , ,,

" Gerak geriknya yang semula kaku pun berubah lebih lincah dan hidup, diiringi suara tertawa yang aneh, selangkah demi selangkah dia berjalan masuk ke dalam lorong, menuruni undak undakan batu.

Kelelawar yang menggeser lampu batu itu ikut masuk ke dalam lorong, kemudian menggeser balik lampu batu itu ke posisi semula.

Ke dua orang Kelelawar itupun lenyap dengan begitu saja dibawah permukaan tanah.

Meski mereka sudah lenyap, suasana menyeramkan yang mencekam tempat itu tidak berubah karenanya.

Tempat itu sesungguhnya memang sebuah tempat yang menyeramkan.

Oo0oo
Angin malam berhembus kencang di jalan raya.

Dahan dan ranting yang bergoyang karena hembusan, menimbulkan suara yang riuh, riuh bagai tangisan setan gentayangan.

Malam ini, suasana di jalan raya itupun terasa ikut mengerikan, menggidikkan hati.

Dalam suasana seperti inilah tiga ekor kuda tampak berlarian kencang ditengah jalan raya.

Siau Jit berada dipaling depan, wajahnya sama sekali tak nampak letih, dibalik tampangnya yang ganteng justru terselip perasaan sedih dan murung yang sangat dalam.

Lui Sin dan Han Seng mengikuti dibelakangnya, walaupun mereka tak dapat menyaksikan paras Siau Jit, namun tahu bagaimana perasaan hati anak muda itu sekarang.

Karenanya mereka pun tidak bersuara.

Setelah berbelok satu tikungan, tibalah mereka didepan warung teh.

Warung yang roboh masih berserakan ditepi jalan, sekalipun mayat disana telah diangkut semua, noda darah masih berceceran diseluruh lantai, kendatipun waktu itu sudah mengering.

Ditengah udara, tiada terendus lagi bau anyirnya darah.

Tapi Lui Sin seolah mengendus lagi anyirnya darah, tanpa terasa ia teringat kembali dengan saudara saudaranya yang telah tewas, cairan darah yang mengalir dalam tubuh tiba tiba saja mendidih, bergelora.

Kalau boleh, dia ingin sekali berteriak keras: "Sekarang juga aku berangkat untuk balaskan dendam kematian kalian!

" Han Seng sendiripun merasakan gejolak itu.

Belum sempat mereka berteriak, kuda tunggangan mereka justru berteriak lebih dulu, berteriak secara mendadak bahkan sangat mengerikan.

Tidak terkecuali kuda yang ditunggangi Siau Jit.

Ditengah ringkikan panjang, ke tiga ekor kuda itu mengangkat kaki depannya tinggi tinggi dan tak mau bergerak maju lagi, mereka seakan merasakan rasa kaget dan takut yang luar biasa.

Tak ada bayangan manusia didepan sana, lalu mengapa kawanan kuda itu gugup dan ketakutan" Sambil berusaha mengendalikan kuda tunggangannya, Han Seng dan Lui Sin saling bertukar pandangan, saling memandang dengan perasaan kaget bercamur tercengang.

"Hati hati!

" tiba tiba terdengar Siau Jit membentak nyaring.

Baru selesai dia membentak, "buuuk, buukkk,,,,”

 suara gaduh berkumandang dari emat penjuru, disusul munculnya sekelompok Kelelawar dari balik hutan, terbang cepat di angkasa langsung menyerang ke tiga kuda tunggangan itu.

Ringkikan kuda makin kencang, rontaan mereka makin kuat, hampir saja ke tiga orang itu tak sanggup mengendalikan diri.

Golok emas pedang perak serentak dicabut keluar dari sarungnya, pedang pemutus usus pun sudah tergenggam ditangan, ketiga orang itu dengan tatapan tajam mengawasi bangunan warung teh itu tanpa berkedip.

Dalam waktu singkat kawanan Kelelawar itu mulai menyerang, mulai menerkam dengan ganasnya.

Golok emas berkelebat lewat, diantara kilatan cahaya tajam kawanan Kelelawar itu satu demi satu terbabat kutung dan berguguran ke tanah.

Han Seng tak berani mengayal, cahaya pedang berkilat, kawanan Kelelawar itu kembali tersambar hingga hancur berkeping.

Hanya Siau Jit yang tidak bergerak, sementara kawanan Kelelawar itu pun tak ada yang langsung menerjang tubuhnya, begitu tiba disekelilingnya langsung buyar ke arah lain.

Rupanya meski pedang tidak dicabut keluar, namun hawa pedang telah memancar diseputar sana.

Sekalipun hawa pedang itu tak dapat melukai orang, namun cukup membuat rontoknya nyali.

Begitu pula keadaannya ketika digunakan untuk menghadapi serangan Kelelawar, apakah kawanan Kelelawar itupun dapat merasakan pekatnya hawa pedang" Lui Sin dengan golok emasnya tidak berhenti menyerang, secara beruntun dia sudah menusuk belasan ekor Kelelawar yang datang menyergap, begitu melihat pedang Siau Jit masih dalam sarung dan kawanan Kelelawar itu seakan hendak menerjang kearahnya, tanpa sadar ia berteriak keras: "Saudara Siau, hati hati!

" Gara gara sedikit berayal, seekor Kelelawar terbang masuk menembusi jaring goloknya, nyaris menubruk pipinya.

Dengan kaget Lui Sin mengebaskan ujung bajunya, "Plaaak!

" Kelelawar itu mencelat ke samping, ditengah kilatan cahaya golok, lagi lagi dia membabat binatang itu hingga terpotong jadi dua bagian.

"Kawanan Kelelawar itu hanya menakut nakuti kita, tak bisa membunuh orang!

" terdengar Siau Jit menyahut.

Sementara pembicaraan berlangsung, tatapan matanya masih terarah ke sebelah depan, ucapan itu seolah tertuju untuk Lui Sin, tapi seakan bukan.

"Ooh!

" Lui Sin segera menarik kembali senjatanya, dia amat mempercayai Siau Jit, seperti dia amat mempercayai goloknya.

Pada saat bersamaan Han Seng menarik pula senjatanya.

Dikedua sisi kuda tunggangan mereka telah berserakan puluhan ekor Kelelawar, bau anyir darah segera merambah seluruh udara.

Kawanan Kelelawar itu masih saja datang menerkam, bahkan ada berapa ekor yang menempel ditubuh kedua orang itu.

Selama hidup belum pernah Han Seng dan Lui Sin mengalami kejadian seperti malam ini, tanpa terasa timbul perasaan ngeri dan seram dihati kecilnya, namun kedua orang itu tidak sampai menjerit.

Hanya berapa saat berapa ekor Kelelawar itu menempel ditubuh mereka berdua, kemudian kawanan binatang itu kembali terbang melayang ke udara.

Lalu mereka pun terbang menari disekeliling tubuh ke tiga orang tersebut.

Kuda kuda tunggangan mereka meringkik ketakutan sambil berusaha meronta, untung ketiga orang jagoan itu berhasil mengendalikan, kawanan kuda yang lambat laun mulai terbiasa menghadapi kawanan Kelelawar yang beterbangan pun mulai bisa menenangkan diri dan berhenti meringkik dan meronta.

Tatapan mata Siau Jit sama sekali tidak berubah, saat itulah dia baru berseru lagi: "Sudah saatnya anda menampakkan diri!

" Suara tertawa dingin segera bergema dari arah depan sana, diikuti munculnya seseorang dari balik pepohonan.

Orang itu berbaju hitam, berwajah pucat dan berambut kusut tak rapi.

Kelelawar tanpa sayap!

 Kelelawar tanpa sayap ke tiga!

 Tentu saja Siau Jit bertiga tidak tahu kalau dalam kuil Thian-liong-ku-sat telah muncul dua orang Kelelawar tanpa sayap, disaat kemunculan Kelelawar itu, mereka bertiga hanya terpikirkan satu hal.

Kelelawar yang menampakkan diri ini gadungan atau yang asli" Disekeliling Kelelawar itupun tampak kawanan Kelelawar yang terbang mengiringi, mereka tidak menukik, pun tidak menempel, seakan kawanan dayang, kawanan menteri yang sedang mengiringi raja nya.

Langkah kaki Kelelawar itu sangat lambat, ia berhenti kurang lebih satu meter diluar hutan, membiarkan seluruh tubuhnya terbungkus dibalik bayang bayang kegelapan.

Siau Jit masih menatap Kelelawar itu tanpa berkedip, ia belum menegur maupun melakukan sesuatu tindakan, Lui Sin dan Han Seng yang berada disamingnya tak kuasa menahan diri lagi, tiba tiba mereka berteriak keras: "Sebetulnya kau si Kelelawar asli atau gadungan?

" Si Kelelawar tidak menjawab, sepasang lengannya digetarkan sambil berpekik nyaring, kawanan Kelelawar yang sedang beterbangan di angkasa pun seketika menukik ke bawah dan menyerang secara membabi buta.

Bersamaan itu, tubuhnya yang ceking turut melambung ke tengah udara.

Cahaya berkilauan ditengah udara, ditangan kanan si Kelelawar tahu tahu sudah bertambah dengan sebilah pedang.

Pedang sepanjang satu meter itu secepat kilat menusuk ke arah kuda tunggangan dari Siau Jit.

Serbuan kawanan Kelelawar itu telah mengalutkan pikiran Siau Jit, seharusnya dapat mengalutkan pula pandangan matanya.

Kecepatan maupun sudut serangan yang dilancarkan pedang itu lebih lebih diluar dugaan siapa pun.

Sejak awal Lui Sin dan Han Seng sudah berjaga jaga bila Kelelawar melancarkan serangan secara tiba tiba, begitu melihat pihak lawan bergerak, serentak mereka tinggalkan kuda masing masing dan menyongsong kedatangannya dari kiri dan kanan.

Sekalipun begitu, ternyata mereka gagal mengejar kecepatan dari serangan tersebut, belum lagi bacokan golok dan pedang mereka mendekati sasaran, tusukan pedang si Kelelawar telah tiba duluan didepan dada Siau Jit.

"Triiing!

" suara dentingan nyaring segera berkumandang.

Pada detik terakhir sebelum serangan musuh tiba, Siau Jit telah mencabut pedangnya dan menangkis serangan itu hingga terpental ke saming.

Dengan satu lompatan cepat ia tinggalkan kuda tunggangannya, meminjam tenaga getaran yang terjadi ia bersalto berulang kali di udara lalu melayang turun di belakang Kelelawar.

Gagal dengan tusukan mautnya si Kelelawar segera merendahkan badan sambil memutar separuh badan, kembali tiga tusukan berantai dilancarkan.

Pada tusukan yang pertama, dia masih selisih setengah meter dari posisi Siau Jit, tapi pada tusukan kedua dan ketiga, ujung pedangnya sudah cukup jarak untuk menghabisi nyawa lawan.

Kesempurnaan ilmu pedang yang dimiliki orang ini jelas masih berada diatas kemampuan Suma Tang-shia.

Ternyata jurus pedang yang dia pergunakan adalah ilmu pedang Tui-mia-kiam-hoat dari keluarga Suma.

Jangan jangan dia adalah Suma Tionggoan" Belum habis ingatan itu melintas lewat, tiga serangan maut dari si Kelelawar telah dilancarkan, tiga jurus menyatu jadi satu, cepat, kilat dan amat lincah.

Hanya dalam satu malaman, untuk kedua kalinya Siau Jit harus berhadapan dengan Tui-mia- sam-kiam, bahkan kali yang satu lebih dahsyat daripada kali berikutnya.

Cahaya pedang bergerak bagai sambaran petir, ditengah malam seperti ini, kilatan tersebut masih terasa amat menyilaukan mata.

Serangan ini sedikit pun tidak lebih jelek daripada serangan dari Suma Tang-shia.

Tak diragukan lagi, hal ini sama sekali tak ada hubungannya dengan bentuk pedang, hanya saja ilmu pedang serta tenaga dalam yang dimiliki orang ini masih jauh melebihi kemampuan Suma Tang-shia.

Dalam pada itu Lui Sin dan Han Seng telah menyusul tiba, namun sulit bagi mereka untuk menembusi jala pedang yang terbentuk.

Tujuh jurus ilmu pedang pemutus usus dari Siau Jit telah dilancarkan serentak.

Dua bilah pedang segera saling beradu ditengah udara, "Criiing, criiing, , , , , ,,

" percikan bunga api pun berhamburan ke empat penjuru.

Tubuh kedua orang itu bergerak cepat, bayangan mereka seolah telah menyatu jadi satu bayangan, dua bilah pedang yang saling menyerang pun seolah menyatu jadi sebilah pedang saja.

Bayangan pedang memenuhi angkasa, selapis jala pedang yang rapat dan kuat pun terbentang di tengah udara, dihiasi kilauan cahaya yang memancar ke empat penjuru.

Lui Sin serta Han Seng hanya bisa berdiri tertegun, walaupun mereka dapat menyaksikan butiran keringat sebesar kacang kedele telah membasahi wajah mereka berdua, namun kedua orang itu hanya bisa menonton dengan perasaan panik bercampur gundah.

Sesungguhnya mereka ingin sekali membantu Siau Jit, namun sayang kekuatan mereka tak mampu untuk turut campur, tentu mereka pun sadar, membantu tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya bukan saja tak akan membantu, bahkan bisa jadi malah akan mencelakakan Siau Jit.

Mereka cukup mengerti akan kelihayan ke tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa dari keluarga Suma.

Dengan kemampuan yang dimiliki sekarang, merekapun tahu kalau belum mampu menghadapi ke tiga jurus serangan dari Suma Tang-shia, sedang Siau Jit pasti dapat melayaninya, namun dia pun terdesak dalam posisi yang amat berbahaya.

Dan sekarang mereka pun dapat melihat bahwa kepandaian silat yang dimiliki si Kelelawar masih jauh diatas kemampuan Suma Tang-shia.

Walaupun sadar akan kelihayan lawan dan posisi berbahaya dari Siau Jit, apa mau dikata mereka pun tak tahu bagaimana harus terjunkan diri ikut dalam pertarungan itu.

Perubahan maupun gerak serangan pedang Siau Jit dan Kelelawar kelewat cepat, kelewat rapat hingga sama sekali tak meninggalkan peluang bagi mereka untuk masuk.

Tujuh jurus ilmu pedang pemutus usus cepat, tepat, telengas, begitu pula dengan tiga jurus ilmu pedang keluarga Suma, tak diragukan lagi mati hidup mereka segera akan ditentukan dalam sekejap mata.

Tangan Lui Sin dan Han Seng yang menggenggam senjata telah meradang, otot hijau pada menonjol keluar, bila dalam penentuan mati hidup nanti Siau Jit lah yang roboh, maka tanpa ragu mereka segera akan menerkam maju dan menyerang habis habisan.

Biarpun golok emas pedang perak masih belum mampu mengungguli kemamuan Siau Jit, namun serangan total yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga seharusnya masih mampu untuk menghabisi nyawa si Kelelawar.

Sebab menurut perkiraan mereka, sekalipun Siau Jit roboh, namun kondisi si Kelelawar pun pasti tak jauh berbeda, biar tidak sampai mati pun tentu menderita luka parah.

Terhadap ilmu pedang pemutus usus milik Siau Jit, mereka menaruh kepercayaan yang sangat tinggi.

Golok dan pedang sudah siap melancarkan serangan, ketegangan mereka pun ibarat anak panah yang sudah ditarik diatas gendawa.

Peluh dingin makin deras membasahi badan.

"Criiing, criiiing!

" tiba tiba terdengar suara dentingan nyaring, bayangan pedang lenyap, dua sosok bayangan manusia saling melintas lewat.

Siau Jit meluncur kearah kanan sejauh satu tombak setengah, pedangnya menghadap ke bawah, tetesan darah mengalir dari ujung pedang, peluh sebesar kacang membasahi pula wajahnya.

Hanya tetesan keringat!

 Sebaliknya si Kelelawar meluncur kearah kiri, tangan kirinya meraih dan berpelukan disisi sebatang pohon, pedangnya menancap ke atas tanah.

Darah segar menyembur keluar dari perutnya, membasahi seluruh permukaan tanah, akhirnya dia buka suara: "Ternyata pedang pemutus usus memang bukan bernama kosong!

" Ternyata suara seorang wanita.

Siau Jit tertegun, begitu pula Lui Sin dan Han Seng, untuk sesaat mereka berdiri mematung.

Dengan sorot mata yang sayu dan mulai redup, si Kelelawar memandang sekejap kegelapan langit, lalu gumamnya lagi: "Kau jangan salahkan aku, sesungguhnya aku telah berusaha dengan sepenuh tenaga , , , , , , ,,

" Belum selesai ia berkata, badannya yang memeluk batang pohon sudah roboh, "Braaaam!

" ia roboh ke tanah, pedang yang menancap ditanah pun ikut patah jadi dua bagian.

Kulit wajahnya yang tergesek kulit pohon seketika mengelupas, ternyata dibalik kulit wajahnya masih tersisip kulit wajah lain, wajah seorang wanita.

Wajah perempuan itu tidak terlampau asing bagi pandangan Siau Jit bertiga.

"Sim Ngo-nio!

" teriak Lui Sin kaget.

Ternyata perempuan itu tak lain adalah adik seperguruan Suma Tionggoan yang rela jadi budak, Sim Ngo-nio yang selama ini melayani kebutuhan Suma Tang-shia.

"Kenapa bisa dia?

" seru Han Seng sambil maju dua langkah.

"Aku tahu, nenek ini pasti sedang berusaha untuk menghalangi kepergian kita ke kuil Thian- liong-ku-sat" ujar Lui Sin dengan kening berkerut.

"Ini berarti Suma Tionggoan pasti berada dalam kuil Thian-liong-ku-sat" Han Seng menambahkan.

"Pasti!

" jawab Lui Sin yakin, saat itulah ia baru teringat akan Siau Jit, buru buru dihampirinya sambil menegur: "Saudara Siau , , , , , , ,,

" "Aku tidak apa-apa" jawab Siau Jit sambil menggeleng.

Sembari membesut keringat yang membasahi jidat, Lui Sin tertawa keras.

"Hahaha, sudah kuduga, ilmu pedang pemutus usus mu memang tiada tandingan dikolong langit" Siau Jit tertawa getir.

"Andaikata aku tidak bertarung lebih dulu melawan toaci sehingga mengetahui perubahannya, yang roboh terkapar saat ini meski bukan aku, paling tidak separuh nyawa ku sudah lenyap" "Begitu lihaykah si nenek itu?

" "Toaci sama sekali tidak membohongi kita, tak diragukan dia memang adik seperguruan Suma Tionggoan" "Kenapa , , , , , ,,

"Sebetulnya gampang untuk dijelaskan" tukas Han Seng, "toako, masa tidak dapat kau duga?

" Lui Sin tertegun, serunya kemudian: "Maksudmu, secara diam diam ia mencintai Suma Tionggoan?

" "Kalau bukan begitu, dengan kepandaian silat yang dimilikinya, kenapa dia rela jadi seorang pembantu dalam keluarga Suma?

" II "Ehmm, rasanya memang ada kemungkinan begitu kata Lui Sin kemudian setelah berpikir sebentar, "andaikata begitulah kenyataannya, aku rasa Suma Tionggoan sedikit kelewat kejam" "Urusan cinta dan perasaan adalah suatu hal yang tidak bisa dipaksakan, bila Suma Tionggoan menyukai dia, tak nanti akan biarkan dia menunggu sampai sekarang" "Aaai, betul juga" Lui Sin menghela napas panjang, ia pun berpaling kearah Siau Jit, lalu ujarnya: "Saudara Siau, sekarang tampaknya kita harus segera berangkat menuju kuil Thian-liong- ku-sat" "Aaai, betul juga Lui Sin menghela napas panjang, ia pun berpaling kearah Siau Jit, lalu ujarnya: "Saudara Siau, sekarang tampaknya kita harus segera berangkat menuju kuil Thian-liong- ku-sat" "Aku percaya tak secepat itu Suma Tionggoan tinggalkan tempat ini" Siau Jit mengangguk, "tapi untuk berjaga terhadap segala kemungkinan, memang lebih baik kita segera berangkat" Selesai berkata, dia segera melompat naik keatas kuda tunggangannya.

Buru buru Han Seng dan Lui Sin melompat naik ke kuda masing masing, ditengah bentakan nyaring, berangkatlah mereka bertiga meninggalkan tempat itu.

Jarak dari tempat itu menuju ke kuil Thian-liong-ku-sat sudah tidak terlampau jauh.

Oo0oo
Dari balik kegelapan tiba tiba muncul segumal cahaya.

Cahaya itu berwarna hijau dan berasal dari sebuah lampu kristal, lampu yang tergantung diatas langit langit ruangan.

Biarpun sinar yang terpancar tidak terlampau terang, namun sudah lebih dari cukup.

Kegelapan hilang lenyap ditengah pancaran cahaya, patung patung kepala, payudara, kaki, pinggul, pantat dari ukiran wanita pun segera muncul didepan mata.

Setiap pahatan tamak begitu rapi dan sempurna, hanya sebagian patung payudara yang tampak rusak dan hancur.

Itulah hasil bacokan golok Lui Sin ketika Siau Jit sekalian hendak meninggalkan tempat itu.

Dibalik dinding penuh pahatan payudara itulah terletak pintu keluar lorong rahasia.

Kini pintu rahasia sudah terbuka, Kelelawar sedang berdiri diluar pintu tersebut.

Cahaya lentera menerangi wajahnya, waj ah itu dihiasi senyuman, senyuman dari seorang idiot.

Tak diragukan lagi si Kelelawar itu adalah Kelelawar yang berjalan dibelakang ketika melewati semak belukar, tapi masuk terlebih dulu ketika menembusi lorong bawah tanah.

Biarpun tingkah lakunya sudah tidak sekaku tadi, namun tetap memancarkan keanehan yang sukar dilukiskan dengan kata, ia berjalan masuk ke dalam ruang rahasia sambil tertawa bodoh.

Kemudian ia merapatkan kembali pintu rahasia itu.

Gerakan semacam ini sudah dilakukan dan diulang banyak kali sehingga ia dapat melakukannya dengan hapal, kemudian tangannya mulai meraba payudara payudara itu.

Yang terpegang saat ini adalah payudara yang tinggal sebelah, karena sebelah yang lain telah terpapas hilang.

Tampaknya si Kelelawar baru menyadari setelah tangannya menyentuh payudara itu, untuk sesaat tampak jelas kalau ia tertegun.

Dengan cepat sepasang tangannya mulai meraba payudara lainnya, disana ia temukan ada payudara yang masih utuh, tapi ada pula yang sudah terpapas hancur.

Segera terjadi perubahan besar pada mimik wajahnya, setiap inci setiap bagian kulit mukanya mulai gemetar, mulai berkerut seram.

Itulah penampilan rasa sedih bercampur gusar yang telah mencapai puncaknya, tapi merupakan juga satu penampilan orang normal, orang yang waras otak, sebab seorang idiot tak mungkin akan memperlihatkan mimik muka semacam ini.

Kini sepasang tangannya mulai gemetar, mulai menggigil keras, tapi dia masih meraba, masih menggerayang terus.

Sejak awal hingga akhir dia hanya meraba dan menggerayang menggunakan sepasang tangannya, hal ini semakin memperjelas bahwa dia memang orang buta.

Ini berarti dialah Kelelawar tanpa sayap sesungguhnya, Kelelawar tulen.

Akhirnya rabaan tangannya menyentuh dinding yang jebol, menyentuh lubang besar, kemudian diapun menjerit keras.

Apa yang dia teriakkan pun sangat aneh, mendadak serunya: "Keliru, keliru besar, bukan disebelah sana, tak usah kau hancurkan mereka!

" Suara lain segera menimpali: "Kalau bukan disebelah sana, lantas apa yang harus dilakukan?

" Suara itu muncul dari balik dinding berlubang itu.

Diluar dinding yang jebol berdiri Kelelawar kedua, sepasang tangannya telah menekan diatas gagang goloknya.

Golok Kelelawar!

 Dipinggang Kelelawar itu semuanya tergantung tiga bilah golok Kelelawar, tak diragukan, dialah Kelelawar yang telah membunuh Ong Bu-shia, menggorok Ciu Kiok.

Kelelawar tanpa sayap gadungan.

Perasaan gugup dan panik melintas diwajah Kelelawar asli, serunya berulang kali: "Harus,,,,

harus , , , , , ,,

" Mendadak dia membalikkan tubuh dan lari menuju ke dinding dimana patung berbentuk kepala wanita berada.

Ternyata ruang rahasia yang aneh ini tempat ia menyimpan seluruh hasil karyanya, semua ukiran dan pahatan yang tersimpan disana, tak satu pun yang dibuat secara sembarangan.

Oleh sebab itulah ruang rahasia yang aneh ini seharusnya meninggalkan kesan yang sangat mendalam dihati kecilnya.

Pertarungan sengit di lembah Hui-jin-gan telah membuatnya terluka parah, bahkan kehilangan ingatan dan menjadi orang idiot, namun setelah beristirahat selama sepuluh tahun, ditambah lagi mendapat bimbingan dari Suma Tionggoan, lambat laun daya ingatannya mulai pulih kembali, banyak kejadian penting pun sedikit demi sedikit dapat diingatnya kembali.

Itulah sebabnya disaat sedang memahat tubuh bugil Lui Hong, dia sanggup menyebutkan nama Hek Botan, Pek Hu-yung serta Lau Ci-he.

Karena itu pula dikala sepasang tangannya menyentuh pahatan payudara nya yang hancur berantakan, suatu perasaan pedih yang tak terlukiskan dengan kata menyusup keluar dari dasar sanubarinya yang paling dalam.

Dalam waktu sekejap, ia mulai teringat kembali akan banyak urusan.

"Aku tahu apa tujuan kalian menghancurkan semua barang kesayanganku, tapi barang yang kalian kehendaki tidak berada dibalik dinding payudara itu, jangan dirusak, jangan dihancurkan, biar aku beritahu kepada kalian!

" Ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, ia mulai menjerit keras, berteriak lantang.

Ia lebih suka mempersembahkan semua harta karunnya yang tak ternilai daripada membiarkan hasil karya seninya dihancur orang.

Reaksi yang aneh dan sama sekali diluar dugaan ini sama sekali diluar dugaan si Kelelawar gadungan sekalipun, dia tidak menyangka kalau kerusakan yang timbul pada hasil karyanya justru malah merangsang kembalinya kesadaran si Kelelawar.

Harta karun milik si Kelelawar yang tak terhitung jumlahnya, ternyata benar benar tersimpan dalam ruang rahasia ini, kenyataan tersebut pun sama sekali diluar dugaan.

Tujuh tahun berselang ia sudah pernah membongkar ruang rahasia ini, selama tujuh tahun dia telah memeriksa dan meneliti setiap jengkal tanah yang berada disana.

Akan tetapi ia tak pernah menemukan sesuatu apapun.

Saat ini dia sama sekali tidak merasakan gembira atau puas karena hal ini, sebaliknya justru merasakan rasa pedih yang aneh, diikuti meledaknya perasaan gusar.

Kelelawar sialan, sebenarnya kau sembunyikan dimana harta karun itu" Si Kelelawar langsung berlarian menuju ke depan dinding ruang yang dipenuhi batok kepala manusia, disaat tangannya menyentuh salah satu kepala itu, dia segera menghentikan langkahnya, kemudian dengan sepasang tangannya dia pegang kepala peremuan itu lalu mengelus dan membelainya dengan penuh kasih sayang.

Setelah itu dia mulai menggoyang kepala itu ke kiri, memutar ke kanan dan,,,,

"Kraaakl" diiringi suara aneh, batok kepala perempuan itu sudah dicabutnya dari atas dinding.

Kembali dia putar batok kepala itu kian kemari, sekali lagi "Kraaak!

" batok kepala itu terbelah jadi dua dan seuntai benda yang berkilauan terjatuh dari dalam.

Ternyata dibalik batok kepala itu terdapat ruang kosong.

Dengan santainya si Kelelawar mengayunkan tangannya, dan ia sambar untaian benda yang berkilauan itu.

"Noh" serunya sambil tertawa, "semuanya berada didalam batok kepala itu!

" Baru selesai ia berkata, Kelelawar gadungan itu sudah tiba dihadapannya, sementara sepasang tangannya menggenggam golok Kelelawar.

Mungkinkah semua ingatan dan kesadaran si Kelelawar telah pulih kembali" Mungkinkah dia bakal melancarkan serangan secara tiba tiba" Bahkan dia sendiripun tak yakin.

Namun bila si Kelelawar melakukan suatu gerakan yang mencurigakan, maka tak ragu dia akan menghujamkan golok Kelelawar yang berada dalam genggaman ke tubuh orang itu, dia yakin dan percaya kalau kemampuannya masih sanggup membantai Kelelawar dalam waktu singkat.

Dia memang seseorang yang sangat hati hati, itulah sebabnya dia bisa hidup hingga kini.

Si Kelelawar sama sekali bergeming terhadap semua gerak gerik yang dilakukan si Kelelawar gadungan, dia masih tertawa bodoh, tertawa seperti orang idiot.

Dia perlihatkan untaian benda yang berkilauan itu sambil serunya lagi: "Inilah untaian mutiara , , , , , ,,

" Benda yang dipegang memang untaian mutiara, setiap butir besarnya melebihi buah kelengkeng, dua puluh empat butir mutiara yang acak rata dijadikan satu menjadi seuntai kalung yang indah.

Biarpun cahaya lentera sangat redup, namun untaian kalung mutiara itu tetap memantulkan cahaya yang lembut tapi mempersona.

Bisa diduga untaian kalung mutiara semacam ini nilainya pasti tak terhingga.

Berkilat mata kanan Kelelawar gadungan setelah menyaksikan kalung itu, bentaknya tiba tiba: "Bawa kemari!

" Dengan sepasang tangannya si Kelelawar mempersembahkan untaian kalung mutiara itu.

Dua kilatan cahaya golok seketika muncul di depan mata, tahu tahu Kelelawar gadungan telah mencabut keluar sepasang goloknya sambil diayunkan ke depan.

Seakan sadar akan datangnya mara bahaya, cepat si Kelelawar menarik kembali tangannya, sayang gerakan tersebut tidak terlalu cepat untuk berkelit, dibawah babatan maut Kelelawar gadungan, sulit rasanya bagi dia untuk menyelamatkan diri.

Diantara kilauan cahaya tajam, semburan darah segar memancar ke empat penjuru, sepasang tangan Kelelawar terbabat kutung dan mencelat ke udara berikut kalung mutiara itu.

Ia menjerit kesakitan sambil melompat mundur, punggungnya segera menumbuk diatas dinding membuat ia jatuh terjungkal dan roboh terguling di tanah.

Kembali Kelelawar gadungan memutar sambil memilin goloknya, bagaikan sebuah gunting, ia gunting batok kepala si Kelelawar yang masih berguling.

Jeritan ngeri kembali berkumandang, batok kepala si Kelelawar segera terpisah dari tubuhnya dan mencelat ke tengah udara.

Sementara itu tubuhnya yang tanpa kepala tampak merenggang nyawa sebelum akhirnya roboh tak bergerak lagi.

Dengan satu gerakan cepat Kelelawar gadungan menancapkan sepasang goloknya ke tanah, lalu tangannya bergerak ke atas menyambar untaian kalung mutiara yang sedang meluncur ke bawah.

Makin bersinar mata kanan Kelelawar gadungan itu, pujinya sambil menghela napas: "Indah nian untaian kalung mutiara ini!

" Setelah dilihat dan diperiksa berulang kali, ia baru masukkan kalung mutiara itu ke dalam sakunya, kemudian ia memperhatikan kembali kutungan tangan yang tergeletak di lantai.

II "Itu mah bukan sayap, tapi sepasang cakar katanya sambil tertawa, setelah memandang batok kepala si Kelelawar yang menggelinding, kembali tambahnya, "mau cakar, mau sayap, peduli amat.

Tanpa sayap masih membuatmu tetap hidup, apa yang bisa kau lakukan bila tanpa kepala" Hahaha , , , , ,,

" Tentu saja si Kelelawar tak dapat menjawab.

Kelelawar gadungan tidak banyak bicara lagi, dia ambil kepala kedua lalu seperti yang dilakukan Kelelawar tadi, ia putar kepala itu kekiri dan ke kanan.

"Kraaakl" benar saja, batok kepala itu segera terbelah jadi dua, dari dalam batok kepala itu segera memancar sekilas cahaya hijau yang amat menyilaukan mata.

Ternyata benda yang berada dalam kepala itu adalah sebuah ukiran naga terbuat dari batu kumala yang sedang menyemburkan sebutir mutiara.

Bukan saja ukiran naga itu indah bahkan sangat detil, setiap sisik naga tertera jelas sekali, sedangkan mutiara yang berada dimulut ukiran naga itu tak lain adalah sebutir mutiara Ya-beng-cu.

Karena mutiara ya-beng-cu itu terjepit diantara dua misai naga yang memanjang, hal ini menyebabkan cahaya hijau yang memancar ke empat penjuru membuat seluruh tubuh ukiran naga itu bersinar terang.

Sebuah batu kemala yang tembus pandang pun sudah terhitung barang langka, apalagi ditambah mutiara ya-beng-cu, pada hakekatnya nilai benda seni ini sangat mengerikan.

Padahal kepala perempuan yang bergantungkan disepanjang dinding itu mencapai ratusan biji, andaikata didalam setiap kepala itu tersimpan semacam benda mustika, tak bisa dibayangkan berapa nilai dari seluruh harta karun itu.

Menurut cerita yang beredar, Kelelawar memiliki kekayaan melebihi sebuah negeri, kalau dilihat sekarang, rasanya cerita itu merupakan kenyataan.

Dengan hati hati sekali Kelelawar gadungan meletakkan ukiran naga kumala itu keatas lantai, kemudian baru bangkit berdiri.

Kini sinar matanya telah dialihkan kembali ke arah batok kepala wanita yang berada diatas dinding, untuk sesaat ia jadi bingung, tak tahu harus dimulai dari mana.

Setelah menengok ke kiri memandang ke kanan, akhirnya dia menghela napas sambil menyumah: "Sialan si Kelelawar, maknya bener, darimana ia dapatkan harta karun sebanyak ini?

" Kemudian ia berdiri tertegun disana, terperangah.

Dalam hati ia sedang mempertimbangkan, bagaimana harus mengambil dan menyimpan kembali seluruh harta karun itu.

Walaupun tidak ditindak lanjuti dengan suatu perbuatan, namun terlihat jelas sorot mata tunggalnya yang berkilauan, mendadak ia mendongakkan kepala dan tertawa keras.

Ia tertawa dengan sangat gembira, tertawa puas.

Hanya sejenak ia tertawa nyaring, mendadak ia tutup mulut sambil membalikkan badan, memutar tubuhnya ke arah dinding yang dipenuhi pahatan payudara.

Pintu rahasia disebelah sana telah hancur berserakan, pintu yang semula kecil pun sudah terbelah jadi berapa ratus lembar kepingan.

Dari balik pintu yang ternganga lebar itulah tamak tiga sosok bayangan manusia berjalan masuk ke dalam ruangan.

Siau Jit berjalan ditengah dengan diapit Lui Sin disisi kiri dan Han Seng disebelah kanan.

Paras muka Siau Jit dingin bagai salju, sementara paras muka Lui Sin dan Han Seng hijau membesi, pancaran sinar mata yang berapi api seolah hendak membakar seluruh bangunan ruangan itu.

Tatkala sorot mata mereka saling bertemu, seluruh ruang rahasia itu seketika berubah jadi tegang, hawa pembunuhan yang tak terlukiskan dengan kata menyelimuti seluruh sudut ruangan.

Akhirnya Kelelawar gadungan buka suara lebih dulu, sapanya: "Siau Jit!

" Sebelum Siau Jit sempat menjawab, Lui Sin telah berebut membentak lebih dulu: "Suma Tionggoan!

" "Memangnya kau tahu kalau aku adalah Suma Tionggoan?

" ejek Kelelawar gadungan sambil tertawa dingin.

"Tak ada lagi orang kedua" jawab Lui Sin cepat, "jelek jelek kaupun terhitung seorang jago kenamaan, buat apa hingga sekarang masih kau kenakan topeng Kelelawar untuk mengelabuhi kami?

" Kembali Kelelawar gadungan tertawa dingin, tiba tiba ia merobek kulit topeng manusia yang dikenakan.

Dibalik topeng itu tampil sebuah raut muka yang tua tapi tampak gagah, bila ditinjau dari penampilannya, mungkin jarang ada orang yang percaya kalau dia bukan seorang baik baik.

Karena kakek itu tampil gagah dan saleh, mimik mukanya menampilkan welas kasih, hanya warna kulitnya sedikit rada pucat.

Siau Jit sama sekali tak kenal dengan kakek itu, begitu pula Han Seng dan Lui Sin, mereka merasa sangat asing.

Namun secara lamat lamat mereka dapat merasakan kalau wajah orang tua ini agak mirip dengan wajah Suma Tang-shia.

"Betul, akulah Suma Tionggoan!

" kembali kakek itu berkata.

"Sebetulnya kau adalah seorang pendekar kenamaan" kata Lui Sin kemudian.

"Pendekar kenamaan pun tetap manusia!

" "Hanya dikarenakan ingin mendapatkan harta karun dari Kelelawar, kau tega menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan!

" "Aku rasa banyak orang akan berbuat yang sama!

" "Dalam pertarungan di lembah Hui-jin-gan, apakah cianpwee bertempur lantaran toaci?

" sela Siau Jit tiba tiba.

"Kau masih tetap memanggil Tong-shia sebagai toaci?

" "Sebutan itu tak mungkin bisa berubah" "Betul" Suma Tionggoan manggut manggut, "aku memang bertempur demi Tong-shia, Kelelawar telah mendatangkan rasa malu dan hina bagi Tang-shia, membuat ia hidup dalam penyesalan, kalau tidak membunuh Kelelawar, aku memang tak mungkin bisa menerima semua kenyataan ini!

" "Begitu pula dengan yang lain?

" "Betull Sebenarnya kami berniat membunuh si Kelelawar saat itu juga, tapi setelah ia jadi manusia idiot, kami pun berubah pikiran" "Apakah mereka yang hidup sependapat denganmu?

" "Benar, mereka sependapat!

" "Dimana mereka sekarang?

" "Sudah mati semua, mati ditanganku, harta karun yang tak ternilai jumlahnya itu lebih nikmat dicicipi seorang diri daripada harus dibagi rata dengan orang lain, bukan begitu?

" "Bagimu, tentu saja benar" seru Siau Jit.

"Tang-shia pun tidak keberatan, menurut rencana bila harta karun itu sudah kami dapatkan, maka dia akan melakukan satu pekerjaan maha besar, aku percaya kau pasti mengerti bukan dengan perasaan hatinya itu?

" Tanpa bicara Siau Jit mengangguk.

"Ketika Kelelawar memperlakukan putrimu dengan tak senonoh, aku rasa kau pasti mengerti bukan bagaimana perasaan dan keadaan putrimu setelah itu" kata Lui Sin, "kenapa kaupun menggunakan cara yang sama untuk menyiksa perempuan lain?

" "Kau maksudkan putrimu, Lui Hong?

" "Betull" sahut Lui Sin sambil menggigit bibir menahan diri.

"Selama hampir sepuluh tahun lamanya, aku selalu berusaha untuk memulihkan kembali daya ingatan Kelelawar, aku berharap dia mau menunjukkan tempat harta karunnya disimpan, paling tidak bisa memberikan sedikit petunjuk yang berharga.

Akhirnya semua usahaku sia sia, karena itu pada akhirnya aku pun menggunakan cara yang sama ketika dia menculik Tang-shia untuk menculik gadis lain, aku berharap hal tersebut bisa merangsang otaknya untuk memulihkan kembali semua ingatannya.

Aku mengakui, cara ini memang merupakan cara yang terpaksa, rencana tersebut sebetulnya sudah muncul sejak banyak tahun berselang, sampai pada akhirnya, karena terpaksa aku baru melakukan hal tersebut" "Hmm, terpaksa?

"" Lui Sin tertawa dingin.

"Apa yang kau katakan hanya sebuah alasan" sambung Han Seng pula, "alasan apa pun yang kau kemukakan, tak berarti kau bisa melepaskan diri dari tanggung jawab" "Betul sekali!

" seru Lui Sin lagi.

"Bukan aku yang membunuh Lui Hong!

" tegas Suma Tionggoan.

"Apakah kau ingin melimpahkan semua tanggung jawab ini kepada orang lain, kepada Kelelawar?

" teriak Lui Sin gusar.

"Memang perbuatan dari si Kelelawar!

" "Orang mati tak bisa jadi saksi, enak benar kau ingin cuci tangan dari peristiwa ini" "Jadi kau anggap ada kepentingan bagi ku untuk berbuat demikian?

" Lui Sin tertegun.

Siau Jit segera bertanya: "Lantas apa yang sebenarnya telah terjadi?

" "Ketika Kelelawar selesai memahat patung tubuh Lui Hong, ia teringat kembali akan Lau Ci-he, Hek Botan dan Pek Hu-yung, mendengar itu aku jadi panik dan segera menggertaknya dengan segala pancingan pertanyaan, maksudku agar dia bisa teringat kembali dengan masa lalunya" Siau Jit tidak mengerti dengan apa yang diucapkan orang tua itu.

Tampaknya Suma Tionggoan tahu akan hal ini, segera dia menjelaskan: "Saat itu aku tampil sebagai roh nya Kelelawar, dia percaya kalau dirinya sudah tak bisa mengingat kembali kejadian lalu karena roh nya sudah tinggalkan raganya, karena panik, dia semakin mirip orang gila!

" Setelah berhenti sebentar lanjutnya: "Saat itulah Lui Hong meronta bangun, jangan dilihat Kelelawar sedang gila dan seperti orang kehilangan sukma, ketajaman pendengarannya tetap luar biasa, begitu Lui Hong bergerak, diapun mengayunkan goloknya secara kalap, mencincang tubuhnya jadi berapa bagian.

Baginya, mencincang bagian tubuh adalah satu pekerjaan yang sangat dikuasahi.

Terus terang, aku sendiripun tidak menyangka kalau dia akan bertindak sinting, ketika ingin memberi pertolongan, keadaan sudah terlambat" "Jadi begitu kejadiannya?

" seru Lui Sin penuh dendam.

"Sejujurnya, aku merasa menyesal sekali dengan kejadian itu, nurani ku pun tak bisa menerima hal tersebut" "Kau masih punya nurani?

" dengus Lui Sin sambil tertawa dingin.

"Terlepas mau percaya atau tidak, aku tak ambil peduli.

Tapi bagaimana pun, peristiwa ini terjadi lantaran ulahku, tentu saja aku harus bertanggung jawab" "Kalau memang begitu, seharusnya kau tak perlu membohongi kami" ucap Siau Jit.

"Ketika masalah sudah berkembang jadi begini, mau bicara jujur atau bohong, hasilnya sama saja, jadi buat apa musti banyak pikir" Kembali Siau Jit bertanya: "Kalau memang begitu, seharusnya kau tak perlu membohongi kami" ucap Siau Jit.

"Ketika masalah sudah berkembang jadi begini, mau bicara jujur atau bohong, hasilnya sama saja, jadi buat apa musti banyak pikir" Kembali Siau Jit bertanya: "Kematian rombongan Tin-wan piaukiok, keluarga Lau Ci-he dan Ciu Kiok tentu merupakan ulahmu semua bukan" Kau yang telah melakukan pembantaian itu?

" Suma Tionggoan mengangguk berulang kali.

"Betul, rahasiaku tak boleh bocor keluar, jadi terpaksa aku harus menghilangkan saksi hidup.

Sedang mengenai Lau Ci-he, tentu saja dia harus mati, karena dia sudah tahu kalau aku gadungan" Dengan tangan kirinya dia tekan kelopak mata kiri hingga biji matanya melompat keluar, sambil dijepit dengan ibu jari dan jari telunjuk, ujarnya: "Mata kiriku ini hancur ditangan Kelelawar, tapi mata kananku masih tetap normal, Lau Ci-he telah mengetahui rahasiaku ini, sebab ketika aku paksa dia untuk mengaku dimana golok Kelelawar miliknya disimpan, wajahku berada kelewat dekat dengan wajahnya" Siau Jit menghela napas panjang.

"Dia merupakan salah satu korban kebiadaban Kelelawar, tentu saja kesannya terhadap iblis itu sangat mendalam" Tiba tiba Suma Tionggoan bertanya: "Kau sudah tahu kalau Ciu Kiok telah tewas, berarti kau telah berkunjung ke perkampungan Suma-san-ceng?

" "Kami memang pergi mencari toaci untuk menanyakan hal ini" "Kenapa kalian bisa mempunyai ingatan semacam itu?

" "Karena tiga patah kata palsu yang diucapkan Ong Bu-shia menjelang ajalnya!

" "Sialan!

 Tahu begitu, seharusnya kugorok lehernya sampai putus!

" sumpah Suma Tionggoan.

"Selama hidup Ong Bu-shia sudah kelewat banyak berbuat kejahatan, tapi akhirnya dia melakukan juga sebuah kebajikan" "Kemauan takdir!

" gumam Suma Tionggoan sambil mendepak kakinya dan menghela napas.

"Jaring hukum langit memang tak akan membiarkan orang berdosa berbuat semena mena" II "Mungkin saja begitu kembali Suma Tionggoan bertanya, "bagaimana dengan Tang-shia?

" "Dia sudah tewas oleh pedang pemutus ususku!

" jawab Siau Jit sedih.

Berubah paras muka Suma Tionggoan.

"Siau Jit, bedebah kau!

 Kejam betul hatimu!

" Kembali Siau Jit menghela napas panjang.

"Diantara mati dan hidup, aku tak punya pilihan lain!

" sahutnya.

Setelah berhenti sejenak, ia menambahkan: "Selain itu masih ada Sim Ngo-nio, dia berada dijalan raya, mungkin niatnya untuk menghalangi kami datang kemari" Suma Tionggoan membungkam.

Ujar Siau Jit lebih lanjut: "Menjelang ajalnya dia sempat mengucapkan sesuatu , , , , ,,

katanya jangan salahkan dia, karena ia sudah berusaha dengan segala kemampuan yang dimiliki!

" Suma Tionggoan semakin terbungkam, paras mukanya berubah makin tak sedap dipandang.

"Kesemua ini adalah kenyataan!

" imbuh Siau Jit.

Dengan sorot mata tajam Suma Tionggoan awasi wajah Siau Jit berapa saat, kemudian katanya: "Selama ini Tang-shia selalu mengatakan kalau kau sangat cerdas, kenyataan membuktikan bahwa apa yang dia duga tak keliru, sebaliknya justru akulah yang telah salah menilai tentang dirimu.

Semua usahaku akhirnya rusak ditanganmu seorang, jadi kalau terpaksa aku bertindak kejam, jangan kau salahkan orang lain!

" "Aaai, toaci pun seorang yang cerdas" Siau Jit ikut menghela napas, "seandainya bukan dia berbelas kasihan, mungkin kami semua sudah tewas ditengah hutan bambu" "Itulah kelemahan paling utama Tang-shia, hatinya kelewat lembek, tak tega, bukan saja akibatnya urusan besar tak mampu dia lakukan bahkan malah merusak segala rencana" Setelah berhenti sejenak, berkilat mata tunggalnya: "Aku dengar tujuh jurus ilmu pedang pemutus usus mu telah berhasil mencapai sepuluh bagian kesempurnaan Bu Cing-cu?

" "Dibandingkan suhu, ilmu silatku masih ketinggalan jauh, mungkin delapan puluh persen pun tak samai" "Kau tak perlu merendahkan diri lagi dihadapanku, apa pun yang terjadi, dalam pertarungan nanti kalau bukan kau yang mati, aku lah yang tewas!

" "Jangan lupa masih ada kami berdua , , , , , ,,

" teriak Lui Sin lantang.

"Hahaha, terhitung manusia macam apa kalian itu?

" tukas Suma Tionggoan sinis.

Saat itu Lui Sin sudah meloloskan goloknya, begitu mendengar ejekan tersebut, kontan senjatanya digetarkan berulang kali hingga bunyi kencang, sementara Han Seng telah menyiapkan pula pedang peraknya, siap menyerang Suma Tionggoan.

Kedua orang ini benar benar sudah habis kesabarannya, mereka siap berduel untuk menentukan mati hidup.

Sambil tertawa kembali Suma Tionggoan berkata: "Tapi kalau kalian memang ingin cepat cepat mampus, aku pun tak masalah, pasti akan kupenuhi keinginan kalian itu!

" "Tak usah banyak cincong!

" bentak Lui Sin meradang.

"Masih ada sepatah kata" "Cepat katakan!

" "Kalian bermaksud main kerubut atau maju satu per satu?

" "Untuk menghadapi manusia biadab macam kau, buat apa musti membicarakan soal peraturan persilatan!

" "Hahaha, bagus!

" seru Suma Tionggoan sambil tertawa tergelak.

Belum habis ia tertawa, Lui Sin telah mengayun goloknya sambil menyerbu maju, secara beruntun dia lancarkan delapan belas bacokan berantai.

Han Seng tak mau kalah, pedang peraknya bagai selapis bianglala langsung menerkam Suma Tionggoan.

Siau Jit pun ikut bertindak, biarpun ia menyerang belakangan namun serangannya tiba duluan, pedang pemutus ususnya langsung menusuk ke dada lawan.

"Bagusl" seru Suma Tionggoan, ia cabut sepasang goloknya lalu menyambut datangnya serangan dua pedang satu golok itu sekaligus.

"Triiing, traang, triiing, traaang!

" suara benturan logam bergema tiada hentinya, dengan satu langkah lebar Suma Tionggoan menghindari posisi tengah bergeser ke samping, dengan golok kanan dia tangkis pedang pemutus usus, golok kiri menyambut datangnya golok emas dan pedang perak.

"Traaang!

" ternyata bacokan goloknya berhasil dicongkel pedang perak milik Han Seng hingga mencelat ke samping.

Keberhasilan ini kontan membuat Han Seng tertegun, dia sendiri sama sekali tak menyangka kalau congkelan pedangnya menghasilkan kekuatan sebesar itu.

"Hati hati!

" saat itulah Siau Jit membentak nyaring.

Belum habis teriakan itu, Suma Tionggoan sudah menyodokkan tangan kirinya melalui pertahanan yang terbuka, langsung menghantam dada Han Seng.

"Duuukkl" Han Seng berteriak kesakitan, tubuhnya terpental ke belakang, darah segar menyembur keluar dari mulutnya membentuk selapis bianglala terbang.

Pakaian yang dikenakan tiba tiba saja hancur dan robek tak karuan, sebuah bekas cap telapak tangan muncul diatas dadanya.

"Haah, ilmu pukulan Mi-tiong tay-jiu-eng!

" teriak Siau Jit terkesiap.

Dalam waktu singkat dia telah melancarkan tujuh kali tujuh, empat puluh sembilan tusukan, tapi semua serangannya itu berhasil dibendung golok Kelelawar milik Suma Tionggoan.

Begitu menarik kembali telapak kirinya, dengan cepat Suma Tionggoan mencabut keluar golok Kelelawar yang ke tiga, kemudian mengayunkan kembali sepasang senjatanya untuk menyerang.

Han Seng mencelat sejauh hampir dua tombak dari posisi semula dan roboh terkapar ditanah, ketika berusaha bangkit, wajahnya berubah jadi merah membara, lagi lagi dia muntahkan darah segar.

Meskipun dia masih bisa bernapas, namun lantaran sudah menderita luka parah, Han Seng sudah tak mampu lagi untuk bertempur.

Menyaksikan hal itu, Lui Sin gusar bercampur panik, serangan goloknya semakin gencar dilancarkan, bacokan bertubi tubi ditujukan ke tubuh lawan.

Siau Jit tak mau kalah, dia pun ikut menyerang dengan pedang pemutus usus andalannya.

Sambil melayani serangan gencar lawannya, ejek Suma Tionggoan sambil tertawa: "Bertarung melawan dua orang jauh lebih gamang daripada bertempur menghadapi tiga orang!

" "Hmm, melukai orang dengan akal busuk, kau bukan terhitung seorang hohan!

" umpat Lui Sin gusar.

Suma Tionggoan tertawa tergelak.

"Hahahaha, dalam peperangan tak tabu menggunakan siasat, masa kau tak mengerti maksud ini!

" Sambil meraung penuh amarah Lui Sin mengobat abitkan goloknya melepaskan seratus empat belas buah bacokan, kekuatan yang ditimbulkan ibarat ambruknya gunung yang menguruk samudra.

Dengan gesit dan cekatan Suma Tionggoan menggerakkan goloknya menangkis kiri kanan, seratus gebrakan kemudian ia telah berhasil meloloskan diri dari kepungan pedang pemutus usus, sekarang sepasang goloknya bersama sama digunakan untuk menghajar Lui Sin.

Walaupun menghadapi serangan brutal, Lui Sin enggan mundur, goloknya sekuat tenaga diayunkan menghadapi ancaman lawan.

Dalam waktu singkat Siau Jit kembali telah menyusul tiba.

Dengan cepat Suma Tionggoan menarik kembali salah satu dari sepasang goloknya yang dipakai untuk melawan Lui Sin.

Lalu tangannya digetarkan, tahu tahu mata golok terlepas dari gagangnya dan bagai anak panah yang terlepas dari busur, langsung menyambar ke tubuh orang she-Lui itu.

Apa yang dia lakukan sungguh diluar dugaan, apalagi dalam jarak yang begitu dekat, sulit bagi Lui Sin untuk menghindarkan diri, belum selesai jeritan kagetnya, ujung golok telah menghujam di dada.

Sungguh dahsyat kekuatan daya timpuknya, mata golok langsung menembusi dada hingga jebol di punggung, tubuh Lui Sin terlempar mundur sejauh setengah tombak lalu roboh terkapar ke tanah, tewas sambil masih memeluk goloknya.

Sambil tertawa Suma Tionggoan berkata: "Entah sudah berapa kali golok Kelelawar itu rusak gagangnya hingga mata golok sering terlepas, tak disangka ketika kugunakan sebagai senjata rahasia, malah mampu mencabut selembar nyawa!

" Gagal selamatkan nyawa rekannya, merah membara sepasang mata Siau Jit, ilmu pedang pemutut usus segera dilancarkan jurus demi jurus.

Dengan santai Suma Tionggoan menyambut datangnya serangan itu, kembali ujarnya: "Untuk menghadapi satu orang, tentu jauh lebih gampang daripada menghadapi dua orang!

" Sambil bicara dia melancarkan serangkaian bacokan, dengan golok memainkan jurus pedang, semua gerakan dapat ia lakukan dengan lincah dan cekatan.

Siau Jit menghadapi dengan serius.

Bicara soal tenaga dalam, kemampuan Suma Tionggoan masih jauh diatas Siau Jit, kecepatannya berganti jurus pun melebihi anak muda itu, kini dengan melancarkan serangan kilat, selangkah demi selangkah dia mendesak terus.

Untungnya dalam kelincahan dan kegesitan, Siau Jit masih jauh mengungguli Suma Tionggoan.

Dalam deretan ilmu pedang kenamaan pun, tujuh jurus ilmu pedang pemutus usus dari Bu-cing-cu berada pada urutan pertama, sedang tiga jurus pengejar nyawa dari keluarga Suma hanya menempati urutan ke tiga.

Namun usia Siau Jit masih muda, kurang pengalaman, jauh ketinggalan bila dibandingkan Suma Tionggoan yang merupakan jago kawanan dan sangat berpengalaman.

Setelah bertarung berapa gebrakan, Suma Tionggoan segera dapat meraba situasi yang sedang dihadapi, sekuat tenaga dia berusaha memanfaatkan kelebihannya dengan memeras habis tenaga dalam yang dimiliki Siau Jit.

Bagi Siau Jit sendiri, diapun dapat melihat maksud tujuan Suma Tionggoan yang sebenarnya, enggan terjebak dalam perangkap musuh, beruntun dia mundur sejauh satu tombak lebih, kini punggungnya sudah menempel diatas dinding.

Dinding dimana ia berdiri sekarang merupakan dinding dengan tumpukan pahatan pantat.

Kini punggungnya sudah bersandar diatas pantat, sayang pantat itu terbuat dari kayu yang keras hingga terasa tidak nyaman.

Suma Tionggoan sama sekali tidak mengendorkan serangannya, walau musuh sudah terdesak, ia tetap melancarkan serangkaian bacokan dan tusukan maut.

Secara beruntun Siau Jit menerima lima belas bacokan lawan, mendadak ia membentak nyaring: "Putus l" Jurus ke dua dari tujuh jurus ilmu pedang pemutus ususnya segera dilancarkan.

Gerakan pertama ia gunakan untuk menangkis golok Kelelawar dari Suma Tionggoan, disusul gerakan kedua balas menusuk lambung musuh.

"Tak bakalan putus!

" sahut Suma Tionggoan sambil menangkis serangan musuh dan melepaskan tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa.

Segumpal cahaya dingin memancar keluar dari tubuhnya, ia beserta golok melambung ke udara lalu membacok ke bawah.

Malam ini merupakan kali ke tiga Siau Jit menghadapi serangan ilmu pedang pengejar nyawa dari keluarga Suma, seperti yang dikatakan orang, makin sering mengemudi semakin hapal, walaupun tusukan maut dari Suma Tionggoan amat ganas, namun lantaran dia gunakan golok sebagai pengganti pedang, daya kemam puan yang terpancar pun jauh berkurang kehebatannya .

Siau Jit masih tetap menggunakan jurus pertama dari ilmu pedang pemutus ususnya untuk mematahkan jurus pertama dari ilmu pedang pengejar nyawa Suma Tionggoan.

Jaring golok kembali berlanjut mengurung angkasa, inilah jurus ke dua dari Tui-mia-kiam.

Siau Jit dengan tiga gebrakan, mematahkan satu gerakan musuh.

Ketika jurus serangan ke tiga menyambar datang, Siau Jit yang sudah punya pengalaman sebelumnya buru buru mendongkel pedangnya keatas, melindungi bagian mematikan di tenggorokannya.

"Triiing", betul saja, golok itu langsung membabat tenggorokannya, tapi segera terbendung oleh tangkisan pedangnya, memanfaatkan kesempatan ini Siau Jit segera melancarkan serangan dengan jurus terakhir dari ilmu pedang pemutus usus.

Siapa tahu pada saat itulah gerakan golok Suma Tionggoan yang semula terhenti tahu tahu kembali berubah.

Kali ini goloknya berubah jadi tujuh tusukan yang membabat tiba dari tujuh arah yang berbeda, jurus ketiga dari Siau Jit hanya berhasil mematahkan enam bacokan pertama, tersisa satu bacokan yang langsung masuk ke lubang pertahanannya.

"Breeet!

" satu bacokan memanjang membuat dada Siau Jit hingga ke arah tenggorokannya terluka hingga berdarah, walaupun lukanya tidak terlalu dalam, namun bila sampai mengenai lehernya, niscaya tenggorokan Siau Jit bakal bersayat putus.

Sungguh hebat Siau Jit, dalam keadaan kritis cepat ia keluarkan jurus jembatan baja untuk menghindarkan diri dari ancaman kearah tenggorokan.

Tidak berhenti sampai disitu, secara beruntun kembali Suma Tionggoan melancarkan tiga bacokan.

Padahal saat itu tubuh Siau Jit sudah terlanjur membuang ke belakang dalam posisi jembatan gantung, sulit baginya untuk meloloskan diri, tak ampun bahu serta pinggangnya kembali terbacok hingga berdarah.

Kontan Suma Tionggoan tertawa tergelak, serunya: "Hahaha, pada sepuluh tahun berselang, ilmu pedang Tui-mia-kiam dari keluarga Suma memang hanya terdiri dari tiga jurus, tapi sekarang telah kutambah dua jurus lagi hingga genap lima jurus.

Tang-shia belum kuajari dua jurus tambahan itu, ini dikarenakan aku tak ada waktu untuk melakukannya, tak disangka hal ini justru malah mendatangkan kebaikan untukku" Sementara pembicaraan berlangsung, dia sama sekali tidak mendesak lagi.

Namun Siau Jit tetap mundur selangkah.

"Tadi adalah jurus ke empat" ujar Suma Tionggoan lebih jauh, "kalau tak berhasil mencabut nyawamu, itu dikarenakan kau memang berilmu, jika dalam jurus ke lima nanti aku tetap gagal membunuhmu, saat itulah aku orang she-Suma benar benar akan merasa takluk!

" Bicara sampai disitu, dia angkat golok Kelelawar dan menuding tenggorokan Siau Jit dengan ujung golok.

Dalam pada itu ujung pedang Siau Jit menunjuk ke permukaan tanah, jurus terakhir dari ilmu pedang pemutus usus siap dilancarkan.

Senyuman yang semula menghiasi wajah Suma Tionggoan, kini hilang lenyap tak berbekas, ditengah bentakan nyaring, goloknya langsung dibacokkan ke depan.

Sewaktu melancarkan bacokan, dia hanya melakukannya satu kali, tapi ketika tiba ditengah jalan, satu bacokan telah berubah jadi empat belas bacokan.

Siau Jit tak dapat menebak arah mana ditubuhnya yang menjadi incaran, namun sekarang ia sudah terpojok dan tak mungkin bisa mundur lagi, mau tak mau terpaksa dia harus sambut datangnya ancaman itu.

Dengan pedang dilintangkan, ia songsong datangnya serangan itu.

Deruan angin golok yang kencang memaksa dia susah bernapas, pandangan matanya ikut kalut karena silau oleh cahaya golok.

Namun serangan pedangnya hanya ada jalan keluar, tak ada jalan balik.

Ditengah suasana yang kritis dan lapisan golok yang kental itulah, tiba tiba semuanya rontok dan longsor, lalu terdengar Suma Tionggoan menjerit kaget.

Dalam pandangan matanya hanya ada Siau Jit, semua pikiran dan konsentrasinya hanya tertuju ingin membantai pemuda itu, mimpi pun dia tidak menyangka kalau Han Seng yang terkapar ditanah tiba tiba menggelinding ke samping tubuhnya, lalu memeluk sepasang kakinya kuat kuat.

Waktu itu Suma Tionggoan sedang melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga, tenaga dalam yang disertakan pun sudah mencapai puncaknya, akibat dari pelukan itu, kontan tulang belulang disekujur badan Han Seng hancur berantakan, selembar jiwanya pun ikut melayang.

Tapi dengan adanya kejadian ini, serangan maut dari Suma Tionggoan pun ikut hancur berantakan, menggunakan kesempatan itu Siau Jit segera melepaskan satu tusukan maut.

Suma Tionggoan hanya melihat datangnya cahaya pedang, ingin sekali dia menghindar, sayang tubuhnya enggan turuti perintah, tahu tahu perutnya terasa sakit sekali.

Ia tundukkan kepala, melihat darah segar menyembur keluar dari perutnya.

Walaupun tak nampak jelas, dia tahu usus dalam perutnya sudah hancur dan putus.

Dalam waktu singkat sisa tenaga yang dimiliki pun hilang lenyap tak berbekas.

"Bagusl Pedang pemutus usus!

" bisiknya dengan suara parau.

Darah masih menetes diujung pedang Siau Jit, katanya: "Walaupun aku berhasil menyarangkan tusukan pedang ini ke perutmu, namun mau tak mau harus kuakui bahwa aku tak mampu menerima jurus ke lima dari ilmu pedang pengejar nyawa mu!

" "Tentu saja" jawab Suma Tionggoan tetap angkuh.

Siau Jit menghela napas panjang, katanya: "Padahal kau adalah seorang pendekar kenamaan, seorang jagoan luar biasa didalam dunia persilatan , , , , , ,,

" "Hahaha,,,,

apa gunanya membicarakan segala omong kosong pada saat sekarang!

" tukas Suma Tionggoan sambil tertawa keras.

Ditengah gelak tertawa, darah segar meleleh keluar membasahi ujung bibirnya, dia mulai gontai, tubuhnya mulai semoyongan, namun lanjutnya: "Untung sebelum mati, aku telah mencari dua orang teman, hitung hitung tidak terlalu rugi" Siau Jit tidak bicara.

Kembali Suma Tionggoan melanjutkan: "Yang menjengkelkan justru tempat penyimpanan harta karun itu, sudah tujuh tahun aku menggeledah ruang iblis ini namun gagal menemukan rahasia tersebut, tak tahunya jauh diujung langit, dekat di depan mata" Lalu sumpahnya: "Dasar Kelelawar laknat, sialan, kalau bertemu di neraka nanti, aku pasti akan membuat perhitungan lagi denganmu!

" Siau Jit hanya menghela napas sambil menggeleng, dia tak menyangka orang itu begitu kemaruk harta, kalau dilihat dari keserakahannya, jelas dia sudah berada dalam tahap tak bisa diobati lagi.

Terdengar Suma Tionggoan berkata lagi: "Kenapa kalian tidak datang sedikit lebih lambat" Paling tidak berilah kesempatan kepadaku untuk menyaksikan seluruh harta karun yang dimiliki Kelelawar!

" Nada suaranya makin lama semakin bertambah lemah dan parau, keluhnya: "Inilah satu satunya kejadian yang paling kusesalkan , , , , , ,,

" Kata terakhir sudah tidak kedengaran lagi, karena diiringi suara keras, tubuhnya roboh terjungkal ke atas tanah.

Darah segar masih mengucur deras.

Noda darah diujung pedang Siau Jit telah mengering, tiba tiba saja ia menghela napas panjang.

Walaupun pada akhirnya ia berhasil membongkar rahasia Kelelawar tanpa sayap, tapi sahabatnya satu per satu tewas dihadapannya.

Bagaimana pun juga inilah penyelesaian yang sangat tragis.

Dia benar benar tak ingin menjumpai lagi peristiwa tragis semacam ini, karena satu kejadian pun sudah lebih dari cukup.

Pedang telah disarungkan, akhirnya dia merasa amat penat.

Semacam kepenatan yang tumbuh dari hati kecilnya, yang menjalar dan menyebar cepat seperti terkena obat beracun.

Tanpa bicara ia duduk bersila, dia hanya ingin memikirkan satu persoalan.

Fajar akhirnya menyingsing.

Tak nampak cahaya dalam ruang itu, karena disana tak ada bedanya antara siang dan malam.

Diluar gedung, meski kabut sangat tebal namun secerca sinar fajar mulai muncul di ufuk timur.

Akhirnya malam yang panjang telah berlalu.

Sampai disini pula cerita Kelelawar tanpa sayap.

T A M A T.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar