Kelelawar Tanpa Sayap Bab 19 Air mata darah untuk sahabat dekat

Bab 19 Air mata darah untuk sahabat dekat

 Malam yang panjang belum mencapai diujungnya, langit gelap gulita bagai tinta bak, rembulan yang condong ke langit barat, seolah setiap saat bakal tanggal dari langit dan jatuh ke bawah.

Suasana didalam ruangan terasa begitu hening, sepi, cahaya lentera begitu redup, bayangan manusia pun begitu sendu.

Sinar mata Suma Tang-shia masih tertuju diatas bukunya, masih tetap dengan gayanya, sama sekali tak bergoyang maupun berubah.

Dia sama sekali tak tahu sekarang waktu sudah menunjukkan pukul berapa, dia pun tak tahu apa yang tertulis pada buku yang dibaca.

Sinar matanya membeku diatas buku, meski memandang dengan begitu serius, dalam kenyataan tak sepatah kata pun yang masuk ke dalam benaknya.

Benak perempuan itu tidak kosong melompong, justru pikirannya sedang bergolak, menggelora tiada habisnya.

Tatapan kosong hanya pada sepasang matanya, tentu saja dia bukan orang buta, tapi keadaannya saat ini tak jauh berbeda dengan orang buta.

Daun jendela masih terbuka, angin malam berhembus masuk membawa bau harum bunga Kui (Osmanthus), membawa pula nyanyian pedih dari serangga.

Dia seakan tidak ambil peduli, tidak menaruh perhatian, hingga mendengar suara derap kaki kuda yang bergema terbawa angin, tubuhnya baru gemetar, gemetar keras sekali.

Dia seakan baru merasakan dinginnya hawa malam dimusim gugur, merasakan mengigilnya tubuh.

Derap kaki kuda bergema makin dekat, lalu diiringi ringkikan panjang berhenti tak jauh dari situ, setelah itu suasana kembali terjerumus dalam keheningan yang luar biasa.

Keheningan yang mencekam, sedemikian hening sampai serangga pun tak berani melanjutkan lantunan lagunya yang sendu.

Dan pada saat itulah Suma Tang-shia menghela napas panjang.

Belum selesai suara helaan napasnya, suara ujung baju tersampok angin telah bergema tiba.

Akhirnya Suma Tang-shia mengalihkan tatapan matanya, dari atas buku bergeser kearah pintu, suara ujung baju yang tersampok angin berhenti dipintu luar.

Menyusul kemudian tiga kali suara ketukan pintu bergema.

"Siapa?

" sapa Suma Tang-shia sambil membenahi rambutnya yang kusut.

"Siau Jit!

" "Kau, Siau kecil?

" "Didampingi Lui Sin dan Han Seng" "Jadi mereka semua telah datang?

" "Kenapa toaci belum tidur?

" "Mungkin sedang menanti kedatangan kalian" "Oh?

" nada suara Siau Jit kedengaran sangat aneh.

"Pintu tidak terkunci, dorong saja dan silahkan masuk ke dalam" lanjut Suma Tang-shia.

"Maaf kalau mengganggu!

" Siau Jit menyahut sambil mendorong daun pintu.

Cahaya lentera segera memancar diwajah Siau Jit, tampak rambutnya sudah kusut terhembus angin, namun ia sama sekali tak letih, dibalik matanya seolah memancarkan perasaan apa boleh buat, semacam perasaan pedih yang tak terlukis dengan perkataan.

Disaat melihat Suma Tang-shia, dia pun melihat mayat Ciu Kiok yang terduduk di bangku.

Paras mukanya sama sekali tak berubah, dia hanya menghela napas sambil melangkah masuk ke dalam.

Lui Sin dan Han Seng pun telah melihat jenasah Ciu Kick, tanpa sadar serentak mereka memburu masuk dan menghampirinya.

Darah yang meleleh dari mulut luka Ciu Kiok dibagian leher telah berhenti, cepat Lui Sin periksa dengus napas dayang itu, tapi paras mukanya kontan berubah jadi hijau membesi.

Berbicara dari pengalaman yang dimiliki, tentu saja diapun sudah melihat kalau Ciu Kiok telah tewas, namun tak urung dia tetap memeriksa dengus napasnya.

Dalam keadaan seperti ini, dia sama sekali tidak merasa kalau tingkah lakunya sama sekali tak berguna dan sangat menggelikan.

Tanpa terasa Han Seng ikut memegang pergelangan tangan kanan Ciu Kick.

Tapi ia segera menyentuh tangan yang dingin kaku, akhirnya sambil gelengkan kepala dan menghela napas, gumamnya: "Tidak tertolong lagi!

" Dengan wajah hijau membesi Lui Sin maju selangkah, tapi ia segera dicegah Siau Jit.

"Duduk!

" kata Suma Tang-shia.

Siau Jit ambil tempat duduk lebih dulu, melihat itu Lui Sin dan Han Seng duduk disamping kiri kanannya.

Suma Tang-shia menyapu sekejap para tamunya, lalu berkata: "Kalian bertiga datang ditengah malam buta begini, maaf kalau dayangku sudah istirahat sehingga tak ada yang sediakan minuman, mohon maaf yang sebesarnya" "Tidak masalah , , , , , , ,,

" sahut Siau Jit.

Perlahan Suma Tang-shia alihkan pandangan matanya ke wajah Siau Jit, sapanya sambil menghela napas: "Siau kecil , , , , , ,,

" "Toacil" Siau Jit seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya niat itu diurungkan.

"Siapa yang telah membunuh Ciu Kiok?

" sela Lui Sin tiba tiba.

"Akul" Paras muka Lui Sin berubah hebat, belum sempat ia mengucapkan sesuatu, Siau Jit telah menukas: "Toaci menggunakan pedang, sedang bekas luka di leher Ciu Kiok adalah luka golok" Mendengar itu kembali Suma Tang-shia menghela napas.

"Siau kecil, terkadang kau kelewat sembrono, tapi terkadang kau pun sangat teliti" "Untung saat dia sembrono tidak terlalu banyak" sindir Lui Sin sambil tertawa dingin.

"Bagiku, hal itu sudah merupakan satu ketidak beruntungan, suatu keadaan yang tidak baik bagiku" "Jadi sebetulnya siapakah pembunuhnya?

" desak Lui Sin lagi.

Belum sempat Suma Tang-shia menjawab, Lui Sin telah bertanya kembali: "Apakah si Kelelawar?

" Akhirnya Suma Tang-shia mengangguk.

"Siapa pula si Kelelawar itu?

" desak Lui Sin lebih jauh.

"Kelelawar adalah Kelelawar" "Yang kutanyakan adalah Kelelawar tanpa sayap gadungan itu?

" teriak Lui Sin lagi tertawa dingin.

"Menurut apa yang kuketahui, Kelelawar tanpa sayap h anya ada satu orang" "Sampai saat seperti inipun kau masih ingin membohongi kami" Apakah kau tidak tahu kalau Ong Bu-shia belum mati, dia telah memberitahukan semua rahasia itu kepada kami?

" "Sungguh tak disangka Lui lo-enghiong pandai pula berbohong" ujar Suma Tang-shia sambil tertawa hambar.

Lui Sin tertegun.

Setelah tertawa lanjut Suma Tang-shia: "Sayangnya Lui lo-enghiong tidak terbiasa bicara bohong, karena itu walaupun saat bicara tampak serius dan bersungguh sungguh, sayang tidak terlalu mirip" Lui Sin mendengus dingin.

Suma Tang-shia berkata lebih jauh: "Sang pembunuh adalah seorang jago kawakan yang amat teliti dan hati hati, sekalipun Ong Bu-shia belum mati, aku percaya dia sudah tak sanggup banyak bicara, selain itu sesungguhnya Ong Bu-shia sama sekali tidak tahu apa apa" Lui Sin hanya mendengus tanpa bicara, Siau Jit segera mewakilinya: "Sewaktu menemukan Ong Bu-shia, dia memang sudah kritis dan hampir mati" "Ong Bu-shia adalah seorang jago kawakan dengan tenaga dalam amat sempurna, selama ia masih bernapas, hal itu sudah lebih dari cukup" "Dia hanya mengucapkan kata palsu sebanyak tiga kali" "Walau hanya sepatah kata palsu pun sudah lebih dari cukup, tentunya kalian tak susah untuk mengartikan" "Ehml" Suma Tang-shia menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya: "Siau kecil, selama ini aku selalu mengaku bahwa kau adalah seorang yang sangat pintar" "Sayang masih kalah jauh bila dibandingkan toaci" Suma Tang-shia tertawa lebar.

"Jika aku adalah orang pintar, tak nanti akan bersahabat begitu akrab dengan dirimu" Sambil menarik kembali senyumannya, ia menambahkan: "Sekarang persoalan ini telah berkembang jadi begini, aku rasa kita pun tak usah bicara yang tak berguna lagi" Tanpa bicara Siau Jit manggut manggut.

Kembali Suma Tang-shia melanjutkan: "Jaring hukum langit memang susah ditembus oleh mereka yang bersalah, kalau dibilang kejadian ini bukan kemauan takdir, rasanya susah untuk dijelaskan, tapi kalau dibilang kemauan langit, jika diteliti kembali, rasanya hal ini seperti mencari kematian untuk diri sendiri" "Lagi lagi omong kosong" tukas Lui Sin.

"Betul, tapi omong kosong itupun hanya segitu saja" "Kalau begitu jawab lah berapa pertanyaanku secara terus terang" bentak Lui Sin.

"Siapa sebenarnya Kelelawar" Mengapa dia membunuh Lui Hong" Bagaimana duduk perkara sesungguhnya?

" "Kau jawab dulu ke tiga pertanyaan itu" "Malam ini kalian bisa muncul lagi ditempat ini, aku percaya dalam hati kalian pasti sudah ada perhitungan, sementara apa yang harus kujawab rasanya telah kujawab semua" "Omong kosong, omong kosong" teriak Lui Sin makin sewot.

Siau Jit menghela napas, tiba tiba tanyanya: "Mengapa toaci harus membunuh Ciu Kiok?

" "Ia menjumpai Kelelawar masuk ke dalam bangunan loteng ini" "Kalau begitu dia pasti menyusul kemari karena ingin menolong toaci, siapa sangka kejadian sesungguhnya sama sekali diluar dugaannya,,,,”

 Suma Tang-shia mengangguk.

"Dia memang seorang gadis yang baik, sayang orang baik biasanya berumur pendek" katanya.

"Yang lebih disayangkan lagi adalah walau toaci tak ingin dia mati, pada akhirnya kau tetap tak berdaya mencegahnya" "Kau anggap hatiku begitu baik, begitu mulia?

" "Jika toaci kejam dan jahat, bisa saja kau tipu kami agar masuk ke dalam hutan bambu, dengan bahan peledak yang terpasang dalam hutan bambu itu, sudah cukup membuat kami mati berulang kali" Tergerak hati Lui Sin dan Han Seng, mau tak mau mereka harus mengakui bahwa apa yang dikatakan Siau Jit memang satu kenyataan.

Suma Tang-shia terbungkam.

"Aku tahu sesungguhnya toaci adalah orang yang baik sekali hatinya" kembali Siau Jit berkata, "atas musibah yang menimpa toaci , , , , ,,

" "Tak usah dilanjutkan lagi" tukas Suma Tang-shia sambil mengebaskan ujung bajunya.

"Kalau begitu siaute hanya ingin menanyakan satu hal kepada toaci, mau dijawab atau tidak, kami segera akan pergi tinggalkan tempat ini" "Saudara , , , , , , ,,

" Lui Sin tampak gelisah.

"Bila ingin mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, kita bisa tanyakan hal ini kepada Kelelawar tanpa sayap gadungan, dan sepantasnya hanya bertanya kepada dia" tukas Siau Jit.

Lui Sin mengerutkan alis matanya yang tebal, namun akhirnya mengangguk.

Maka Siau Jit bertanya lebih lanjut: "Toaci, sekarang ke mana perginya Kelelawar tanpa sayap gadungan itu?

" "Apa rencana kalian?

" "Puluhan lembar nyawa anggota Tin-wan piaukiok, Lau Ci-he berempat , , , , , , ,,

" "Kau ingin menuntut keadilan dari si Kelelawar?

" "Betul!

" jawaban Siau Jit sangat tegas.

"Kau anggap aku bakal memberitahukan hal ini kepada kalian?

" kembali Suma Tang-shia bertanya.

Siau Jit menghela napas, belum sempat mengucapkan sesuatu, Suma Tang-shia telah berkata lagi: "Semua yang hendak kusampaikan telah selesai kuucapkan, tinggal satu yang belum kukatakan!

" "siaute siap mendengarkan" "Mulai malam ini, hubungan kita berdua putus sampai disini!

" Siau Jit tertegun.

Dengan gerakan cepat Suma Tang-shia telah meloloskan pedang miliknya.

Pedang yang telah keluar dari sarungnya bergetar di angkasa, dibawah pantulan cahaya lentera tampak sekilas cahaya yang menyilaukan mata.

Serentak Lui Sin dan Han Seng ikut meloloskan senjata, mereka siap siaga menghadapi segala kemungkinan.

Siau Jit tidak meloloskan pedangnya, ia berkata: "Toaci, walaupun kita sudah bukan teman lagi, aku tak bakal menganggap kau sebagai musuhku, pertemuan malam ini kita sudahi sampai disini saja, siaute mohon diri" "Saudara Siau, ini , , , , , , ,,

" Lui Sin berteriak cemas.

Siau Jit ulapkan tangannya sambil menukas: "Jangan kuatir cianpwee, cayhe sudah mempunyai perhitungan" Lui Sin berkerut kening, tapi akhirnya dia menurut: "Baik, aku turuti perkataanmu" Bicara sampai disitu, ia segera berjalan mendekati mayat Ciu Kiok dan siap membopongnya.

Saat itulah Suma Tang-shia telah menyentil pedangnya, "Nguuung!

" dengungan nyaring b ergema memekikkan telinga, dengan gerakan refleks Lui Sin melompat mundur.

"Untuk memasuki bangunan loteng ini memang gampang, tapi bukan urusan gampang lagi bila ingin tinggalkan tempat ini!

" seru perempuan itu.

"Maksud toaci , , , , , , ,,

" "Terobos dulu pedangku ini!

" "Selain cara itu , , , , , ,,

" "Tak ada pilihan lain!

" jawaban Suma Tang-shia amat serius.

Kembalu Lui Sin mendengus.

"Hmm, sudah lama aku orang she-Lui ingin menjajal sampai dimana kehebatan ilmu pedang Tui-mia-kiam dari keluarga Suma" "Makanya inilah kesempatan baik untukmu, jangan kau lepaskan dengan begitu saja , , , , , ,,

" "Kau tak usah kuatir!

" Kembali Suma Tang-shia mengalihkan pandangan matanya ke wajah Siau Jit, serunya: "Cabut keluar pedang pemutus usus mu!

" Dengan cepat Siau Jit menggeleng.

"Toaci, diantara kita berdua seharusnya masih tersedia jalan lain" "Sebenarnya ada, hanya sayang kalian menerjang masuk kemari, jadi tak mungkin bisa dibicarakan jalan lain, aku percaya kau pasti paham bukan" Siau Jit terbungkam.

Han Seng yang selama ini hanya berdiam diri, tiba tiba ikut menimbrung: "Nona pun seorang yang tahu urusan dan mengerti keadaan, kalau memang tidak tersangkut dalam urusan ini , , , , , ,,

" "Siapa bilang aku tidak tersangkut dalam peristiwa ini?

" tukas perempuan itu cepat.

"Aku yakin kematian yang menimpa rombongan pengawal barang dari Tin-wan-piaukiok sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan nona" "Itu memang kenyataan" "Yang mencincang tubuh Hong-ji dan menggorok leher Ciu Kick pun bukan nona" "Inipun kenyataan" Tapi dengan nada dingin perempuan itu menambahkan: "Walaupun semua kejadian tak ada kaitannya dengan aku, namun aku bersikeras tetap ingin mencampurinya.

Meski hal tersebut sukar dipahami, tapi aku percaya kalian tentu bisa memahaminya bukan?

" Kontan Han Seng terbungkam.

Sambil menyilangkan pedangnya didepan dada, kembali Suma Tang-shia berkata: "Seharusnya saat ini aku sudah tidak berada disini, aku tetap disini karena memang sengaja hendak menunggu kedatangan kalian" ll "Aaai, ternyata toaci pun seorang yang cerdas Siau Jit menghela napas panjang.

"Begitu juga dengan kau" kata Suma Tang-shia dengan suara berat, "bisa sampai disini sebelum fajar menyingsing, membuktikan bahwa aku tidak salah melihat" "Ucapan terakhir Ong Bu-shia menjelang ajalnya sangat membantu kami" "Sejak awal, peristiwa ini memang mengandung banyak titik kelemahan, sekalipun tak ada petunjuk dari Ong Bu-shia, cepat atau lambat kalian toh tetap akan datang kemari" "Mungkin saja" Siau Jit seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi kemudian diurungkan.

Perlahan-lahan Suma Tang-shia mengalihkan pandangannya ke ujung pedang, ujarnya lagi dingin: "Pedang adalah benda yang tak kenal belas kasihan, aku harap kau lebih berhati hati" Bahkan nama panggilan pun kini telah dirubah.

Siau Jit menghela napas, ujarnya: "Biarpun pedang tak kenal belas kasihan, namun manusia punya perasaan, kalau tidak, tak nanti toaci akan peringatkan aku agar berhati hati" "Aku tak lebih hanya suruh kau hati hati" Begitu selesai bicara, ia sudah bangkit berdiri, udara seputar sana pun seketika diselimuti hawa pembunuhan yang kental.

Mimik muka Siau Jit ikut berubah jadi serius dan berat.

Berkilat sinar mata Lui Sin, serunya: "Saudara Siau, apa yang harus kami lakukan?

" Belum lagi Siau Jit menjawab, Suma Tang-shia telah berkata lebih dulu: "Bukan dia yang akan memutuskan apa yang harus kalian lakukan!

" "Lalu siapa?

" "Aku!

 Pedang dalam genggamanku!

" Tiba tiba ia membentak keras: "Lihat pedang!

" Mendadak tubuhnya melambung sambil menerjang ke depan.

Belum lagi serangannya tiba, hawa pedang yang kuat telah menyelimuti seluruh ruangan, seketika cahaya lentera ikut padam.

Serangan itu terdiri dari tiga gerakan, masing masing menusuk Siau Jit, Lui Sin dan Han Seng.

Hampir setiap tusukan yang dilakukan cepat lagi telengas, yang diancampun tempat mematikan ditubuh ke tiga orang itu.

Tusukan untuk Siau Jit terarah ke jantungnya, tusukan untuk Lui Sin diarahkan ke tenggorokan, sementara tusukan untuk Han Seng tertuju ke ujung antara kedua alis matanya.

Semula pedang Siau Jit masih berada dalam sarung, namun dengan gerakan cepat tahu tahu sudah dicabut keluar dan menangkis tusukan yang terarah ke jantung itu.

"Triiiing!

" percikan bunga api memancar ke empat penjuru disaat kedua bilah pedang itu saling membentur, andaikata Siau Jit tidak menghindar atau menangkis, niscaya tusukan itu akan menembusi jantungnya.

Pada saat yang bersamaan, Lui Sin dan Han Seng telah menangkis pula ancaman yang tertuju ke arahnya.

Sambil merangsek maju, teriakan Han Seng: "Dengan tiga melawan satu, biar kami berhasil merobohkan diri pun tidak dianggap sebagai kemenangan yang sah, bahkan orang persilatan pasti akan menuduh kami sebagai orang dewasa tak tahu diri yang pandainya menganiaya anak perempuan , , , , ,,

" Suma Tang-shia tertawa dingin, tukasnya: "Pertarungan pada malam ini hanya diketahui kita berempat, buat apa kau ngaco belo omong kosong!

" "Kalau begitu biar aku orang pertama yang akan menghadapi dirimu!

" bentak Han Seng nyaring.

Pedangnya segera dikembangkan, diantara kilauan cahaya perak, secara beruntun dia lancarkan belasan tusukan ke tubuh perempuan itu.

Dengan cekatan Suma Tang-shia bergerak kian kemari, sambil berkelit ejeknya: "Bagaimana kalau kau kalah?

" "Biar harus gadaikan nyawa pun aku tetap akan turun tangan!

" "Baikl" seru Suma Tang-shia.

Ia bergerak cepat, "Triiing, triiing, triiiing!

" secara beruntun dia sambut tiga buah serangan dari Han Seng sembari melancarkan satu serangan balasan, arah yang diserangpun posisi titik kelemahan dari sistim pertahanan Han Seng, yang mau tak mau harus dilindungi.

Han Seng terkesiap, buru buru dia melompat mundur.

Menggunakan kesempatan itu Suma Tang-shia merangsek maju, secara beruntun dia lancarkan tiga tusukan yang semuanya tertuju ke satu sasaran yang sama.

Untuk kesekian kalinya Han Seng mundur.

Suma Tang-shia sama sekali tidak mengendorkan serangannya, kembali dia lancarkan tiga belas tusukan, dalam waktu singkat seluruh tubuh Han Seng sudah terbungkus dalam lapisan cahaya lawan, serangan itu diakhiri dengan sebuah tusukan kilat yang langsung menusuk ujung alis matanya.

Han Seng segera mencongkel pedangnya keatas menyongsong datangnya ancaman itu, siapa tahu serangan maut dari Suma Tang-shia itu hanya serangan kosong.

Ketika Han Seng mencongkel pedangnya ke atas, mendadak ia berganti gerakan, tahu tahu ia tusuk ketiak kiri Han Seng, dimana pedangnya tak mungkin bisa dipakai untuk menangkis.

"Triiing!

" ternyata ujung pedang itu menusuk diatas mata golok lawan.

Rupanya Lui Sin yang menyaksikan datangnya bahaya segera melancarkan satu bacokan yang persis menerima datangnya tusukan ke arah tubuh Han Seng itu.

Berubah hebat paras muka Han Seng, sambil menghentakkan kakinya dia langsung mundur.

Lui Sin segera menggantikan posisinya maju menyerang, golok emasnya menciptakan segulung angin serangan menyapu kaki Suma Tang-shia dari bawah.

Serangan golok belum tiba, Suma Tang-shia sudah melambung ke udara dan melompat naik keatas bangku.

Dibawah berkelebatnya sinar golok, bangku itu seketika hancur berantakan, tapi disaat cahaya serangan itu menggulung tiba, tubuh Suma Tang-shia telah melambung kembali ke udara, lalu sambil berputar bagai roda kereta, ia menyelinap ke belakang Lui Sin dan turun dipunggung bangku yang lain.

Tanpa mengubah gerak serangan goloknya, Lui Sin bergerak cepat dengan ikut menggelinding ke arah sana.

Walaupun posisinya saat itu membelakangi Suma Tang-shia, namun dari desingan angin, ia sudah tahu ke arah mana perempuan itu bergerak.

Tapi baru saja tubuh berikut goloknya menggelinding kearah bangku itu, tiba tiba saja ia menghentikan semua gerakannya.

Rupanya jenasah Ciu Kiok berada dibangku itu, andaikata ia melanjutkan serangan, niscaya bacokan goloknya akan menghajar jenasah tersebut.

Begitu ia berhenti sejenak, Suma Tang-shia berikut pedangnya telah meluncur balik.

Selisih jarak kedua orang itu sangat dekat , bagaimana pun reaksi yang bakal dilakukan Lui Sin, tampaknya sudah berada dalam perhitungan dan target perempuan itu, tusukan pedang yang dilancarkan persis mengarah titik kelemahan itu.

Cahaya pedang berkilat cepat, buru buru Lui Sin menangkis dengan goloknya, sementara langkah tubuhnya mundur sejauh setengah tombak.

Bacokan golok itu gagal membendung seluruh serangan pedang lawan, kendatipun dia mundur tepat waktu, tak urung pakaian dibagian dadanya tersambar juga hingga robek panjang.

Suma Tang-shia sama sekali tidak melakukan pengejaran, dengan pedang disilangkan didepan dada, ia tatap Siau Jit dengan pandangan dingin.

Dipihak lain, Lui Sin sudah siap menerjang maju lagi setelah mundur dan memutar goloknya, tapi pada saat bersamaan Suma Tang-shia telah berpaling, tegurnya sambil menatap tajam wajah lawan: "Kau sudah kalah, mau apa sekarang?

" "Hmm, mencari kemenangan dengan menggunakan akal licik, tidak terhitung kepandaian sesungguhnya" dengus Lui Sin.

Suma Tang-shia tertawa dingin.

"Hmm, mencari kemenangan dengan menggunakan akal licik, tidak terhitung kepandaian sesungguhnya" dengus Lui Sin.

Suma Tang-shia tertawa dingin.

"Ilmu silat, tenaga dalam serta kecerdasan otak merupakan berapa syarat yang tak boleh kurang bagi seorang jagoan" katanya.

"Walaupun pedangmu berhasil merobek baju dibagian dadaku, toh aku belum mati!

" kata Lui Sin lagi sambil tertawa dingin.

Suma Tang-shia menatap tajam wajah Lui Sin, tiba tiba pergelangan tangan kanannya diputar, "sreeet, sreeet, sreeet!

" ia lancarkan tiga tusukan ke udara kosong, lalu katanya: "Bagaimana kalau kutambahi dengan tiga tusukan ini?

" Menyaksikan hal itu, berubah hebat paras muka Lui Sin.

Terdengar Suma Tang-shia berkata lebih lanjut: "Bila kulancarkan ke tiga tusukan ini, Siau Jit pasti akan ikut campur, karena menusuk sama seperti tidak melakukannya, maka aku urungkan niatku itu!

" "Sekarang sudah tiba giliranku" kata Siau Jit tiba tiba sambil melangkah maju.

"Kita tak boleh , , , , , , , , ,,

" Belum selesai Lui Sin berseru, Suma Tang-shia telah berpaling kearah Han Seng sambil berkata: "Apakah perkataan kau orang she-Han masih masuk hitungan?

" Sebelum Han Seng menjawab, Siau Jit telah menyela: "Sebagai orang persilatan, setiap patah kata yang telah diucapkan, tak akan bisa ditarik lagi" "Perkataan saudara Siau benar sekali" mau tak mau Han Seng menyahut.

Kemudian kepada Suma Tang-shia ujarnya: "Kepandaian silat maupun kecerdasan nona masih jauh diatas kemampuan kami, aku orang she-Han harus menerima kekalahan ini tanpa membantah lagi" "Ilmu pedang yang kau pelajari adalah ilmu pedang adu nyawa, tapi dalam pertarungan tadi kau sama sekali tak berniat untuk adu jiwa, otomatis semua titik kelemahan pun terlihat jelas, dalam hal ini aku yakin kau pasti lebih tahu" Il "Sungguh tajam penglihatanmu Han Seng menghela napas, "aku rasa biar musti beradu nyawa pun, aku masih bukan tandingan nona" Suma Tang-shia tertawa dingin.

"Paling tidak kau dapat menguras tenagaku sehingga disaat bertarung melawan golok emas, aku tak dapat meraih kemenangan semudah itu" Setelah berhenti sejenak, tambahnya: "Oleh karena itu aku tetap harus berterima kasih kepadamu" katanya.

Han Seng menghela napas panjang, walaupun kekalahannya disebabkan ia tak tega, namun dalam kenyataan dia benar benar tak sanggup untuk melancarkan serangan adu jiwa.

Kepada Lui Sin kembali Suma Tang-shia berkata: "Perasaan anda pun kurang ganas dan telengas.

Aku tak habis mengerti dengan cara apa kalian berkelana dalam dunia persilatan dimasa lalu, tapi untuk jagoan macam kalian, aku rasa lebih baik tetap tinggal dirumah saja, karena berkelana dengan pikiran semacam ini hanya bikin orang kuatir saja" Lui Sin mendengus tapi ia tidak menjawab.

Maka sambil tertawa Suma Tang-shia berkata lebih jauh: "Manusia kasar yang semberono dan berangasan macam kau, bila tak ada pedang perak yang selama ini memperhatikan dirimu, aku yakin sejak lama nyawamu sudah melayang" "Lebih baik kau tak usah banyak bicara" seru Lui Sin gusar.

"Aku tahu, apa yang kuucapkan memang sampah dan omong kosong, karena kau bukan saja sudah ternama dalam dunia persilatan, bahkan dapat hidup hingga sekarang" Kepada Siau Jit katanya kemudian: "Ilmu pedangmu cukup telengas, perasaan hatimu juga cukup keras dan tegas, semestinya aku tak perlu banyak omong kosong lagi denganmu" "Toaci , , , , , , ,,

" "Rubah panggilanmu!

" tukas Suma Tang-shia.

Siau Jit menghela napas tanpa menjawab.

Kembali Suma Tang-shia berkata: "Bagaimana kalau kita bertaruh?

" "Bertaruh apa?

" Lui Sin mewakili Siau Jit bertanya.

"Jika Siau Jit menang, aku tak akan bicara apa apa lagi, sebaliknya kalau kalah, kalian harus sudahi sampai disini saja!

" "Ini tidak adil" "Kalau aku sudah jadi orang mati, apa lagi yang bisa kukatakan?

" Lui Sin tertegun.

Sambil tertawa dingin seru Suma Tang-shia: "Aku sangka kau bukan orang yang goblok, tak disangka kau tidak memahami maksudku" Lui Sin terbungkam tidak bicara.

Kembali Suma Tang-shia berpaling kearah Siau Jit sambil bertanya: "Kau mau bertaruh tidak?

" "Apakah aku bisa tidak bertaruh?

" "Tidakl" sahut perempuan itu tertawa.

Senyumannya lebih dingin dan beku daripada salju, begitu juga nada ucapannya, begitu selesai bicara, pedangnya telah bergerak melancarkan serangan.

Cahaya pedang berkilauan dibawah sinar lentera, bagai sambaran petir langsung menusuk tenggorokan lawan.

Siau Jit segera menangkis dengan pedangnya, jurus dan gerakan yang dia lakukan tidak lebih lambat dari Suma Tang-shia, begitu pedangnya menyambar, perubahan jurus pun dilakukan silih berganti, "Triiing, triiing, triiing" dalam waktu singkat ia sudah menyambut sembilan belas jurus serangan lawan.

Sungguh hebat gerak serangan dari Suma Tang-shia, jurus yang satu lebih cepat daripada jurus yang lain, begitu kuat dan hebatnya kekuatan tubuh perempuan ini, bukan saja membuat Lui Sin dan Han Seng terperanjat, Siau Jit sendiripun sempat dibuat tercengang.

Pemuda itu tak berani gegabah, namun ia hanya bertahan tanpa melakukan serangan balik.

"Triing, triiing" dentingan nyaring berkumandang tiada hentinya, serangan yang dilancarkan Suma Tang-shia telah mencapai puncak kehebatannya, dalam sekejap mata ia sudah melancarkan seratus tujuh puluh dua tusukan.

Setiap tusukan mengandung kekuatan yang mampu mencabut nyawa Siau Jit.

Dengan cepat lawan cepat Siau Jit hadapi setiap serangan yang tiba, ketika mencapai jurus ke seratus tujuh puluh satu, dia sudah tak mampu mempertahankan diri lagi.

Satu tusukan kilat dari Suma Tang-shia langsung tertuju ke ulu hati anak muda itu.

Tak disangkal lagi gerak serangan yang dia lakukan jauh lebih cepat daripada Siau Jit, walaupun selisih tidak banyak, namun sudah lebih dari cukup.

Siau Jit sadar kalau dia tak akan mampu mempertahankan diri, tangkisan pedangnya juga tak bakal berhasil, cepat dia melompat mundur.

Suma Tang-shia tidak berhenti sampai disitu, dengan gerak serangan tak berubah, ia menyusul dari belakang.

Bicara tentang ilmu meringankan tubuh, sudah jelas kemampuannya masih diatas Siau Jit, akibatnya walaupun pemuda itu sudah mengubah gerakan tubuhnya dengan belasan ilmu, ia masih gagal melepaskan diri dari kejaran lawan.

Namun pemuda itu tidak putus asa, kembali ia berganti dengan tiga gerakan badan dan akhirnya berhasil juga meloloskan diri.

"Toaci" serunya kemudian, "kepandaian ilmu pedangmu sangat hebat, jauh melebihi kemampuanmu dimasa lampau, siaute benar benar merasa kagum!

" Suma Tang-shia tertawa dingin.

"Jika kau tetap tidak membalas, tak usah tiga ratus gebrakan pun kau pasti akan terluka diujung pedangku!

" katanya.

"Aku percaya!

" Sementara pembicaraan masih berlangsung, kedua orang itu kembali bertarung ratusan gebrakan.

"Bila kau mampu menyambut Tui-mia-samrkiam dari keluarga Suma, aku tak akan banyak bicara lagi!

" seru perempuan itu.

Tubuhnya yang dilapisi cahaya pedang segera melambung ke udara, pedang yang berada dalam genggaman pun tiba tiba berubah jadi ratusan bilah pedang yang secara bersama menusuk tubuh Siau Jit.

Berkilat mata Siau Jit melihat hal itu, pedangnya cepat berubah, secara beruntun dia mengubah diri sebanyak tujuh kali.

Dengan gerakan pertama dari tujuh jurus Toan-ciong-jit-si, dia patahkan serangan jurus pertama dari Tui-mia-kiam yang dilakukan Suma Tang-shia.

Kembali Suma Tang-shia melambung ke udara, dari s ana ia mengubah gerakan tubuhnya tiga kali dan berganti jurus tiga kali.

Selapis jaring pedang yang rapat segera tersebar keluar dari tubuhnya, mengurung sekujur badan Siau Jit.

Bersamaan waktu Siau Jit ikut berganti jurus serangan, selain menyerang diapun bertahan, tiga gerakan dari ilmu pedang Toan-ciang-jit-si dilancarkan dengan gencar untuk membuyarkan kurungan jaring pedang lawan.

Suma Tang-shia membentak nyaring, bayangan pedangnya ditarik lalu secepat kilat menusuk keluar.

Kali ini dia hanya melancarkan sebuah tusukan, namun dibalik tusukan itu justru terkandung perubahan yang amat rumit, luar biasa hebatnya!

 Lui Sin dan Han Seng yang mengikuti jalannya pertarungan dari sisi arena pun tak dapat melihat arah mana yang menjadi sasaran.

Begitu juga dengan Siau Jit, ia tak bisa meraba bagian mana yang bakal diserang perempuan itu, empat jurus pertahanan segera dilancarkan.

Dalam empat jurus tadi tersimpan dua puluh delapan jenis perubahan, namun tetap gagal membendung tusukan maut dari Suma Tang-shia.

Tusukan itu bagai air raksa yang tersebar di lantai, dengan kecepatan tinggi menyusup masuk melalui posisi yang sama sekali tak terduga.

Cepat Siau Jit melancarkan lagi dua gerakan serangan, satu gerakan dengan tujuh perubahan, dua gerakan dengan empat belas kemungkinan, hingga perubahan ke empat belas ia baru mendengar suara "Triiingl , hampir pada saat bersamaan ia dapat melihat dengan jelas kalau tusukan dari Suma Tang-shia sedang diarahkan ke tenggorokannya.

Tusukan pedang itu pada akhirnya terhadang oleh perubahan terakhir dari enam jurus serangannya, sekalipun gagal menghadangnya namun arah sasaran terlihat jelas.

Dengan gerakan spontan Siau Jit menggetarkan pedangnya, jurus terakhir dari Toan-ciang- jit-si pun dengan cepat dilancarkan.

Jurus serangan ini tetap mengandung tujuh jenis perubahan.

Perubahan pertama, pedang telah mengunci datangnya serangan, perubahan kedua menempel diatas mata pedang lawan, perubahan ketiga, sebuah tangkisan yang membuat senjata Suma Tang-shia terkunci diluar, perubahan ke empat membabat ke bawah, perubahan ke lima berputar kencang lalu pedang itu pun menusuk ke dalam perut perempuan itu.

Semua perubahan berlangsung dengan kecepatan luar biasa, sebab bila Siau Jit tidak menggunakan gerakan ke tujuh dari ilmu pedang pemutus ususnya, dia pasti akan tewas tertembus tusukan pedang Suma Tang-shia yang mengarah tenggorokannya.

Dan begitu serangan dilancarkan, maka tiada peluang lagi baginya untuk membatalkan.

Bahkan dia sendiripun tak sanggup mengendalikan perubahan dari gerak serangannya.

"Triiiingl" pedang dalam genggaman Suma Tang-shia terjatuh ke tanah, kemudian sepasang tangannya digunakan untuk memegangi perut sendiri.

Serangan telah berhenti, pedang pemutus usus telah dicabut keluar dari perut Suma Tang-shia, semburan darah segar pun berhamburan dari balik mulut luka.

Ketika tetesan darah pertama belum jatuh ke tanah, Siau Jit telah menancapkan pedangnya ditanah, dia gunakan sepasang tangannya untuk merangkul tubuh Suma Tang-shia sambil jeritnya: "Toaci , , , , , , ,,

" "Ubah panggilanmu!

" "Tak mungkin bisa dirubah!

" dengan cepat Siau Jit menotok berapa buah jalan darah penting ditubuh perempuan itu.

Suma Tang-shia tertawa sedih, ujarnya: "Tahukah kau, semuanya itu tak berguna, orang pintar macam kau, kenapa harus melakukan perbuatan sebodoh ini?

" Siau Jit tak sanggup berkata kata lagi.

Setelah menghela napas ujar Suma Tang-shia: "Aku tahu, tujuh jurus ilmu pedang pemutus usus mu pasti dapat mematahkan tiga jurus ilmu pedang pengejar nyawa dari keluarga Suma, sungguh tak kusangka perubahan pedangmu ternyata begitu banyak dan tak terhingga" Nada suaranya telah berubah sedikit parau.

Siau Jit menghela napas panjang, bisiknya: "Toaci , , , , , ,,

"Sudah berulang kali kusaksikan ilmu pedang pemutus usus mu, dalam perkiraanku semula, aku telah berhasil menguasahi semua perubahan yang kau lakukan, ternyata,,,,

kau memang jagoan masa depan, aku tak mampu menandingimu!

" "Kepandaian toaci pun tak kalah hebatnya" Suma Tang-shia menggeleng, ujarnya: "Kalau bukan aku pernah melihat jurus pedangmu, ilmu pedang pengejar nyawa dari keluarga Suma paling banter hanya mampu menyambut lima jurus seranganmu" Setelah tertawa lanjutnya: "Nama besar ilmu pedang pemutus usus ternyata memang bukan nama kosong, Siau kecil, kepandaianmu luar biasa" Senyumannya kelihatan begitu sendu dan pedih, membuat Siau Jit merasakan hatinya hancur lebur, keluhnya: "Toaci, sejujurnya aku tak ingin membunuhmu" "Sayang kau sama sekali tak mampu mengendalikan perubahan dari gerak seranganmu, dan sungguh beruntung kau tak mampu mengendalikan, kalau tidak bukan aku yang mati, melainkan kau!

" Setelah tertawa merdu, tambahnya: "Sejak awal aku sudah pengen mati diujung pedangmu, sekarang harapanku sudah terkabulkan, apa lagi yang harus kukatakan" Senyuman itu kelihatan begitu manja dan menawan, namun dalam pandangan Siau Jit justru terasa begitu memedihkan, begitu memilukan hati.

Sambil tertawa bisik Suma Tang-shia: "Siau kecil, kau harus baik baik jaga diri , , , , , , , ,,

" Belum selesai berkata, kepalanya sudah roboh ke samping, dengan senyuman masih dibibir ia menghembuskan napas terakhir dalam pelukan Siau Jit.

Ketika matanya terpejam, tiba tiba air mata meleleh keluar membasahi pipinya.

Siau Jit tidak bergerak, diapun tak bersuara, hanya berdiam diri disitu bagai patung.

Menyaksikan hal itu, Han Seng dan Lui Sin merasa ikut bersedih hati, untuk berapa saat mereka ikut berdiri termangu.

Angin berhembus masuk lewat jendela, cuaca diluar kamar tampak semakin hitam pekat, biarpun malam belum mencapai ujungnya namun jaraknya dengan fajar masih amat jauh.

Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya Siau Jit menghembuskan napas dan menggunakan tangannya untuk mengusap air mata di wayah Suma Tang-shia.

Air mata belum mengering, tapi sudah berubah jadi dingin karena tiupan angin malam.

Kulit badan Suma Tang-shia mulai berubah jadi dingin dan kaku, tanpa mengucapkan sepatah kata pun Siau Jit membopong jenasah Suma Tang-shia, bergeser ke depan pembaringan dan membaringkannya disana.

Dia menarik selimut yang ada dipembaringan dan ditutupkan ke tubuh Suma Tang-shia, sesudah menurunkan kelambu baru mundur dari situ.

Kini pakaian berwarna putih yang dia kenakan telah berpelepotan darah, itulah pakaian yang dijahit Suma Tang-shia untuk dirinya, bahkan perempuan itu pula yang membantunya untuk kenakan, tapi sekarang telah dinodai oleh darah dari Suma Tang-shia.

Kalau dibilang inilah kehendak takdir, rasanya kelewat ironis, kelewat memedihkan hati.

Siau Jit berjalan menghampiri pedangnya, mencabut keluar pedang pemutus usus itu dari tanah, tiada noda darah barang setetespun yang membasahi senjatanya.

Setelah menghela napas panjang, katanya: "Mari kita pergi!

" "Pergi ke mana?

" tanya Lui Sin seolah baru mendusin dari impian buruk.

"Thian-liong-ku-sat!

" Kembali Lui Sin tertegun.

"Mau apa pergi ke kuil Thian-liong-ku-sat?

" "Mencari Kelelawar" "Kelelawar gadungan?

" "Mungkin saja yang asli pun berada disana" "Mana mungkin mereka akan pergi ke kuil Thian-liong-ku-sat?

" tanya Han Seng keheranan.

"Tentu saja, karena mereka sedang mencari harta karun milik Kelelawar" Ia berbicara dengan nada yakin, membuat Han Seng dan Lui Sin yang mendengar jadi tercengang, belum sempat bertanya, Siau Jit telah berkata lagi: "Ciu Kick bukan tewas ditangan Suma Tang-shia" "Tadi, Suma Tang-shia sudah mengakui" sahut Han Seng.

"Tak diragukan lagi, sang pembunuh adalah si Kelelawar , , , , ,,

Kelelawar tanpa sayap gadungan" "Seharusnya begitu" "Setelah membunuh Lau Ci-he dan merampas golok Kelelawar milik gadis itu, seharusnya dia mendahului kita dengan pergi mencari Hek Botan dan Pek Hu-yung, tapi nyatanya dia malah terburu buru balik kemari, hal ini hanya menjelaskan akan satu hal" Tergerak hati Han Seng.

"Apakah dengan mendapat tambahan golok Kelelawar milik Lau Ci-he, ia telah menemukan rahasia yang berada dalam golok golok tersebut?

" Siau Jit mengangguk.

"Padahal sarang Kelelawar yang terdekat adalah kuil Thian-liong-ku-sat" "Rasanya apa yang kau katakan sangat beralasan" "Kalau dilihat sepintas seakan tak ada apa apanya disana, karena Kelelawar gadungan pasti tak akan melepaskan setiap jengkal tempat yang berada dalam kuil Thian-liong-ku-sat" "Rasanya begitu" "Tapi manusia sepintar Kelelawar, bila dia ingin menyimpan sebuah rahasia, sudah pasti akan dicarikan sebuah cara yang sama sekali diluar dugaan dan amat susah ditemukan" "Sebenarnya rahasia apa yang ada disana?

" "Mungkin saja harta karun milik Kelelawar yang tak terhitung jumlahnya, mungkin juga kitab pusaka ilmu silatnya yang menakutkan, tapi yang pasti barang barang itu sudah tentu bukan patung pahatan yang kita temukan" "Patung pahatan itu , , , , , , ,,

" Han Seng tertegun.

"Itulah karya seni yang dibuat dan dikumpulkan si Kelelawar sepanjang hidupnya, mungkin dalam pandangan orang lain, barang barang itu hanya sampah, sama sekali tak ada harganya, tapi bagi Kelelawar pribadi, mungkin tiada benda lain yang bisa ditandingkan dengan karya karya seninya itu" "Bila dalam kenyataan harta karun yang dimaksud hanyalah karya seni itu, setelah tahu duduk perkara yang sebenarnya, mungkin Kelelawar gadungan bisa mati saking jengkelnya" "Kemungkinan seperti itu kecil sekali, kalau hanya barang seni, kenapa Kelelawar musti menyimpan rahasianya dalam tiga belas bilah golok Kelelawar" Padahal tidak susah untuk menemukan ruang rahasia dalam kuil Thian-liong-ku-sat" Han Seng termenung sebentar, katanya kemudian: "Kelelawar meninggalkan pula rahasia itu untuk orang awam, padahal dimata orang awam, tiada benda lain yang lebih menarik daripada harta karun dalam jumlah banyak" "Konon Kelelawar memiliki kekayaan melebihi sebuah negeri, disaat dia lenyap, setahuku banyak orang persilatan yang mulai melacak dan mencari jejak harta peninggalannya, oleh karena itu rahasia yang dimaksud sudah pasti rahasia harta karun" "Menurut dugaan kalian, siapakah Kelelawar gadungan itu?

" tiba tiba Han Seng bertanya.

"Suma Tionggoan, dan hanya Suma Tionggoan yang bisa memaksa Suma Tang-shia untuk bersikap begitu" Siau Jit menghela napas panjang, katanya: "Tadi, walaupun toaci tidak menjelaskan, namun dari nada pembicaraannya, dia sudah mengakui akan hal itu" "Betul" "Tapi persoalannya sekarang adalah Suma Tionggoan pun seseorang yang kaya raya, buat apa lagi dia mencari uang sebanyak itu?

" Mendadak Lui Sin mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

Han Seng tidak habis mengerti, diamatinya saudara tuanya itu dengan tertegun.

Setelah tertawa keras, ujar Lui Sin: "Itulah sebabnya saudaraku, kau tak pernah berhasil menjadi seorang pedagang sukses, masa persoalan sekecil inipun tidak kau pahami?

" "Silahkan toako jelaskan" "Kapan kau pernah mendengar ada orang menampik punya uang banyak?

" "Benar juga" sahut Han Seng setelah termenung.

"Semakin kaya seseorang semakin suka dia dengan uang, kalau dia tak suka uang, tak mungkin dia akan jadi orang berduit, semakin suka uang tentu saja makin banyak dia semakin senang" "Aaai, aku rasa inilah alasannya mengapa ia berbuat begitu" Han Seng menghela napas.

Lui Sin berpaling dan memandang jenasah Suma Tang-shia sekejap, katanya kemudian: "Aku rasa nona Suma benar benar kelewat bodoh" Siau Jit ikut menghela napas, ujarnya: "Selama ini aku selalu tak habis mengerti kenapa ia hidup uring uringan dan tak pernah gembira, lelaki macam apa pun tak pernah dipandang sebelah mata olehnya, tapi sekarang, akhirnya aku tahu juga jawabannya" "Kelelawar terkutuk, entah berapa banyak anak gadis yang dicelakai olehnya" sumpah Lui Sin.

II "Suma Tionggoan pun pantas mampus kata Han Seng pula, "sudah tahu anak gadisnya jadi korban kebrutalan Kelelawar, kenapa ia justru menyaru jadi Kelelawar dengan mencelakai anak gadis lain" "Mungkin dia sudah mendekati edan" "Harta karun memang gampang membuat orang jadi edan, demi mendapatkan rahasia dari Kelelawar, mungkin dia telah menggunakan segala cara, oleh karena tidak berhasil maka pada akhirnya dia menempuh cara ini, menyamar jadi Kelelawar tanpa sayap" "Aku tetap masih belum mengerti" ujar Lui Sin.

"Kelelawar telah menjadi orang idiot" kata Siau Jit, "bila ingin dia mengungkap rahasianya, aku percaya hanya ada satu cara,,,,

yakni memulihkan kembali daya ingatannya!

" "Ooh?

" "Untuk bisa mencapai tujuan tersebut, dia harus memberikan rangsangan yang besar kepada Kelelawar, tentu saja aku tak bisa menjelaskan apa alasannya, tapi yang pasti ketika seorang yang kehilangan ingatan melihat seseorang yang hampir mirip dengan dirinya dan menyaksikan dia melakukan pelbagai perbuatan yang pernah dia lakukan dimasa lalu, aku percaya perlahan lahan daya ingatnya pasti akan pulih kembali" "Seharusnya begitu" teriak Han Seng sambil bertepuk tangan, "kenapa selama ini kita tak pernah memikirkannya?

" "Hal ini dikarenakan selama ini kita tak tahu kalau terdapat dua orang Kelelawar tanpa sayap" "Yaa, siapa yang menduga?

" gumam Lui Sin sambil tertawa getir.

"Mengenai apakah Kelelawar tanpa sayap gadungan benar Suma Tionggoan atau bukan, meski sampai sekarang belum dapat dipastikan, tapi untuk membuktikan kebenarannya, kita masih harus mendapatkan bukti" "Jika dugaanmu tak salah, seharusnya masalah ini segera akan jadi terang benderang" Siau Jit mengangguk, tanpa bicara lagi ia berjalan meninggalkan ruang kamar itu.

Kegelapan malam masih mencekam seluruh jagad, meski fajar sudah hampir tiba, namun masih selisih jangka waktu yang cukup lama.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar