Bab 17
Tak bisa diragukan, si Kelelawar bukan lantaran ingin menghadapi kepalannya maka ia menggunakan ilmu golok semacam itu, tapi ilmu golok mana dalam dunia persilatan yang memiliki kehebatan seperti ini" Sementara pelbagai ingatan melintas dalam benaknya, kembali ia mundur sejauh tiga langkah, mendadak satu ingatan melintas lewat, segera teriaknya: "Ilmu yang kau gunakan bukan ilmu golok, melainkan ilmu pedang!
" Sinar mata si Kelelawar semakin menggidikkan, permainan golok pun makin gencar dan cepat.
Sambil mengigos kian kemari, kembali seru Ong Bu-shia: "Mampu menggunakan ilmu pedang sebagai ilmu golok, bahkan bergerak begitu cepat dan lincah, dapat dipastikan kau adalah seorang jago silat kelas satu" Kelelawar tidak menjawab, sepasang goloknya berputar sambil membabat.
Sambil menghembuskan napas panjang, ujar Ong Bu-shia lagi: "setahuku, dalam dunia persilatan hanya ada seorang yang menggunakan ilmu pedang semacam ini!
" Segulung angin berhembus lewat, mengibarkan rambutnya yang telah beruban, membawa pula suara ringkikan dan derap kuda dari kejauhan.
Sinar mata Kelelawar makin menggidikkan, gerak serangan goloknya makin lambat, gerakan yang melambat itu entah karena mendengar suara derap kaki kuda atau karena terpeng aruh oleh ucapan terakhir Ong Bu-shia.
"Coba kau dengar suara derap kaki kuda itu" kembali Ong Bu-shia berkata sambil melambatkan pula gerak serangannya, "ada orang sedang menyusul kemari, bisa jadi dia adalah Siau Jit!
" "Kalau benar dia, lantas kenapa?
" "Bicara dari ilmu silat yang kau miliki, mustahil dapat membunuh aku sebelum kedatangan mereka, begitu orang orang itu muncul, meski mungkin aku tak bisa lolos dari sini, kau sendiripun belum tentu bisa lolos, bagaimana kalau kita barter saja?
" "Katakan!
" "Kita mengambil jalan masing masing dan anggap tak pernah terjadi peristiwa ini, aku pun tak akan membongkar rahasiamu itu!
" "Jadi kau sudah tahu siapakah aku?
" "Kecuali , , , , , , ,,
" baru sepatah kata itu diucapkan, cahaya golok telah berkembang didepan mata, gerak serangan si Kelelawar yang terhenti tadi tiba tiba berkembang makin ganas.
Tubuhnya berikut golok telah menyatu jadi satu dan meluncur maju, segumpal bola cahaya tahu tahu sudah menerkam tubuh Ong Bu-shia.
Gerakan ini sama sekali diluar dugaan siapa pun, sebab dari gerakan yang melambat nyaris berhenti, tahu tahu berubah secepat anak panah yang terlepas dari busur.
Setiap jengkal pori pori tubuhnya seolah ikut bergerak, setiap inci kekuatan yang dimiliki seakan sudah dipergunakan hingga maksimal.
Bila Ong Bu-shia memperhatikan wajahnya, dia pasti akan melihat kalau musuhnya sedang bersiap melancarkan gempuran dengan sepenuh tenaga.
Sayang yang dia saksikan hanya wajah si Kelelawar, perubahan mimik muka yang tersembunyi dibalik wajah itu sama sekali tak terlihat olehnya.
Disaat dia merasakan gelagat tidak beres, musuh sudah mulai bergerak!
Tak tahan lagi Ong Bu-shia menjerit kaget, cepat tubuhnya mundur dari situ, sekali lompat ia sudah mundur sejauh dua tombak, sayang kini punggungnya sudah menempel diatas dinding rumah.
Sambil tetap menempel diatas dinding, dia melambung dan bergerak naik ke atas.
Tapi gerakan tubuh si Kelelawar jauh lebih cepat lagi.
Begitu tubuhnya sampai, bacokan golok pun mengikuti, "Sreeet, sreeet!
" dalam waktu singkat dia telah melepaskan seratus dua puluh tujuh bacokan berantai, tak satu pun dari bacokan itu memiliki sudut yang sama, semua serangan seolah sudah terbentuk sebuah jaring golok yang sangat rapat.
Bagaimana pun Ong Bu-shia berusaha menghindarkan diri, ia tetap gagal melepaskan diri dari kepungan jaring golok yang begitu rapat.
Dalam keadaan begini, dia hanya bisa sembunyikan kepala, menarik dada, menggunakan sepasang lengannya melindungi diri, dengan gerakan tubuh Yau-cu-huan-si (belibis membalik badan), "Lei-hi-to-ceng-po" (ikan leihi meletik diatas ombak) dalam waktu sekejap ia telah berganti dengan dua puluh tujuh macam gerakan untuk meloloskan diri, pada hakekatnya ia harus berjumpalitan terus ditengah udara.
Luka pada lambungnya makin merekah, darah segar mulai mengucur keluar membasahi seluruh pakaiannya.
Kini seluruh tubuhnya telah berubah jadi merah membara, merah karena kucuran darah yang makin deras.
Darah itu bukan hanya mengucur dari luka lamanya, bahkan berasal dari puluhan mulut luka baru, dari seratus dua puluh tujuh bacokan yang dilancarkan Kelelawar, paling tidak ada sepertiga nya bersarang telak ditubuh orang itu.
Ong Bu-shia menjerit kaget, meraung gusar, mendadak suaranya terputus ditengah jalan, lalu tubuhnya jatuh terjerembab, roboh terkapar diatas tanah.
Tusukan telak yang bersarang diperutnya mendatangkan luka yang amat serius, bukan hanya darah yang menyembur keluar, bahkan usus dan isi perutnya ikut berhamburan.
Sambil tertawa dingin ejek si Kelelawar: "Kalau Siau Jit memiliki pedang pemutus usus, maka aku mempunyai golok pemutus usus!
" Berbareng dengan teriakan itu, dia bergerak mundur.
Kini ia sudah mundur sejauh tiga tombak, tiada setetes noda darah pun yang melekat diatas sepasang goloknya.
Tak diragukan lagi setiap golok Kelelawar merupakan benda mustika yang tiada taranya, walau digunakan untuk membunuh namun tidak akan menodainya.
Dengan cepat ia sarungkan kembali sepasang goloknya, lalu mementangkan kedua belah ujung bajunya, dengan satu lompatan ia sudah melambung ke udara dan melewati wuwungan rumah.
Pada saat itulah Siau Jit, Lui Sin dan Han Seng telah melompati pagar tembok, melayang masuk ke tengah halaman.
Mereka semua sempat terkejut oleh suara teriakan kaget dan raungan gusar Ong Bu-shia, walaupun tidak tahu kalau berasal dari Ong Bu-shia, mereka pun tidak punya bayangan kalau suara itu berasal dari Kelelawar.
Siau Jit hanya ingin menolong orang secepatnya, sepanjang jalan dia larikan kudanya kencang kencang.
Kuda itu mereka beli ditengah jalan tadi, setelah berlarian sekian lama, binatang tunggangan itu sebenarnya sudah keletihan, tapi begitu dijepit kuat kuat, otomatis mereka pun berlari makin cepat.
Bagai anak panah yang terlepas dari busur, kuda itu berlari kencang langsung menerjang dinding pagar, disaat itulah tiba tiba Siau Jit melejit ke tengah udara.
Lui Sin dan Han Seng yang menyusul dari belakang segera ikut melompat keatas dinding pagar sambil mencabut keluar senjata masing masing.
Siau Jit yang berada diatas dinding pagar ikut meloloskan pedangnya, dengan kecepatan tinggi dia meluncur ke bawah, bergeser menuju ke arah berasalnya suara teriakan tadi.
Kemudian diantara ranting dan dahan pohon yang berserakan, ia temukan tubuh Ong Bu-shia yang tergeletak bersimbah darah.
"Siapa disitu?
" bentaknya sambil maju mendekat, tapi ia sontak berdiri tertegun setelah melihat wajah orang itu.
Lui Sin dan Han Seng segera menyusul tiba dibelakang Siau Jit, baru akan mengajukan pertanyaan, Siau Jit sudah menjulurkan tangannya sambil berbisik: "Ambilkan obor!
" Han Seng menyahut sambil menyulut opor, setelah melihat dengan jelas wajah sang korban, dia pun menjerit: "Ong Bu-shia?
"" "Betul, memang dia!
" sahut Siau Jit sambil menerima obor itu.
"Kenapa bisa tergeletak disini?
" tanya Lui Sin.
Siau Jit hanya termenung tanpa menjawab.
"Siapa pula yang memiliki kepandaian silat begitu hebat sehingga berhasil membunuhnya disini?
" ujar Han Seng pula.
"Kelelawar!
" "Aaah betul, pasti perbuatan Kelelawar!
" "Tapi , , , , , , ,,
" tiba tiba Lui Sin membungkam.
Waktu itu Siau Jit sedang menempelkan tangannya untuk memeriksa dengus napas Ong Bu-shia.
Napasnya sangat lemah, tapi tetap masih hidup, cepat Siau Jit menancapkan pedangnya ke tanah dan menyerahkan obor ke tangan Han Seng.
Setelah itu dia tempelkan sepasang tangannya diatas khi-bun-hiat ditubuh Ong Bu-shia dan menyalurkan hawa murninya.
"Mau apa kau?
" tak tahan Lui Sin bertanya, "buat apa kau menolong orang jahat itu?
" Siau Jit tidak menjawab.
Han Seng yang berada disisinya segera menjelaskan: "Siau kongcu pasti berusaha mengorek keterangan dari mulutnya, siapa tahu mendapat petunjuk lain" Tiba tiba terdengar Ong Bu-shia merintih kemudian perlahan lahan membuka matanya.
Sorot matanya sayu tak bercahaya, ia menatap Siau Jit sekejap, akhirnya berbisik: "Palsu,,,,
palsu , , , , ,,
palsu ,,
,,”
Walaupun suaranya parau, namun masih kedengaran dengan jelas.
"Apa maksudmu palsu?
" desak Siau Jit gelisah, "maksudmu si Kelelawar itu palsu?
" Ong Bu-shia tidak menjawab, ia pejamkan mata dan menghembuskan napasnya yang terakhir.
Perlahan Siau Jit menarik kembali tangan nya, untuk sesaat ia duduk bersila disana dengan wajah tertegun, sama sekali tak bergerak.
Lui Sin menunggu berapa saat, akhirnya tak tahan ia berseru: "Apa maksud ucapannya itu" Mana mungkin si Kelelawar itu palsu?
" Bagai mendusin dari impian, sahut Siau Jit: "Seandainya palsu pun tak ada yang perlu diherankan" "Ooh?
" "Coba bayangkan saja, bukankah Kelelawar itu sama sekali tidak mirip orang buta?
" Lui Sin termenung sambil membayangkan, sahutnya kemudian: "Kalau dibicarakan sekarang, rasanya dugaanmu memang benar" "Fajar itu, ketika kita mengejarnya dijalan raya, dia kabur menembusi hutan dan tiba ditepi sungai, akhirnya ia berhasil melompat naik keatas sampan dan lenyap dibalik ketebalan kabut" "Betul, memang begitu" "Ketika berlarian menembusi pepohonan dengan kecepatan tinggi, bahkan kita pun harus berhati hati agar tidak sampai bertumbukan dengan pepohonan, tapi dia seakan serba tahu, bukan saja dapat berlari kencang bahkan sama sekali tidak bertumbukan dengan pepohonan, padahal pohon kan tak mungkin bisa bersuara memberi peringatan, selain itu tak ada orang kedua yang memberi petunjuk, kalau dibilang ia orang buta beneran, siapa pun sulit untuk percaya" "Ehm, masuk akal juga , , , , , ,,
" Lui Sin mulai mengelus jenggot, "kenapa selama ini aku tak pernah berpikir sampai ke situ?
" "Orang yang bersangkutan pasti bingung, tapi penonton bisa melihat lebih jelas.
Waktu itu pada hakekatnya aku sudah lupa kalau dia adalah orang buta, yang kupikirkan saat itu hanya bagaimana menghadangnya serta mencari tahu kabar berita tentang nona Lui" "Betul, memang begitu" "Mungkinkah ucapan dari Ong Bu-shia tadi bermaksud begitu?
" sela Han Seng.
"Rasanya memang begitu.
Jagoan ampuh semacam dia, walaupun sudah terluka parah dan nyawanya diambang kematian, namun hingga detik terakhir pikirannya masih tetap terang benderang, lagian kita toh sedang membicarakan masalah si Kelelawar" "Masalahnya sekarang adalah kenapa dia pun datang kemari?
" ujar Han Seng.
"Aku rasa dia datang dengan maksud ingin membunuh Lau Ci-he" "Apakah diantara mereka terkait masalah dendam atau permusuhan?
" "Secara dipaksakan boleh dibilang begitu" "Tampaknya saudara Siau amat jelas dengan kejadian ini?
" "Betul, aku rasa salah satu alasannya adalah ingin membuat perhitungan bagi kematian Tui-hun-cap-ji-sat" Lotoa dari Tui-hun-cap-ji-sat tak lain adalah anak murid dari Ong Sip-ciu.
"Bukankah Ong Sip-ciu adalah putra Ong Bu-shia?
" tanya Han Seng, "berarti pertarungan kalian waktu itu , , , , , , , ,,
" "Benar, dia sedang membuat perhitungan untuk Tui-hun-cap-ji-sat" "Kalau begitu kedatangan Ong Bu-shia mencari Lau Ci-he bukannya sama sekali tak ada alasan" "Benar, tentu saja dia telah menyelidiki dengan jelas tentang sebab musabab kematian Ong Sip-ciu" "Kalau begitu aneh sekali, seharusnya dia bereskan dirimu terlebih dulu" "Satu satunya penjelasan dalam hal ini adalah luka yang ia derita dalam pertarungan di rumah makan Thay-pek-lo jauh lebih parah daripada apa yang kita bayangkan" "Tapi ketika melarikan diri, dia tidak tampak seperti menderita luka parah" Berkilat sepasang mata Siau Jit.
"Masalahnya justru muncul setelah dia menggempur dinding tembok dengan pukulannya" "Aaah, pasti begitu!
" seru Lui Sin.
"Oleh karena dia tahu luka yang dideritanya bertambah berat dan susah disembuhkan dalam waktu dekat, hal ini memaksa ia harus bertindak dengan mencari sasaran yang paling enteng untuk dibereskan terlebih dulu, kemudian baru mencari saudara Siau untuk ditantang berduel" "Mungkin saja memang begitu" "Ketika tiba disini, secara kebetulan ia bertemu Kelelawar dan mengetahui rahasia si Kelelawar, itulah alasan mengapa si Kelelawar harus menghabisi nyawanya untuk menghilangkan saksi!
" "Sangat masuk akalkah analisamu itu?
" "Aku rasa sangat masuk akal" tanpa terasa Han Seng manggut manggut.
"Biarpun Ong Bu-shia membawa luka, andaikata jago yang dia jumpai bukan jago hebat macam Kelelawar, rasanya dia pun sulit untuk dibunuh" Han Seng mengangguk berulang kali.
"Betul, andaikata lukanya sangat parah, mana mungkin ia berani datang kemari untuk mencari Lau Ci-he" Kendatipun ilmu silat yang dimiliki perempuan ini masih belum sebanding dengan Siau-heng, dia pun bukan termasuk jago sembarangan" "Apa mau dibilang ia justru bertemu Kelelawar, boleh dibilang ia memang sedang sial" ujar Lui Sin sambil tertawa.
Siau Jit tidak tertawa, sebaliknya malah menghela napas panjang.
"Aaai, begitu pula dengan Lau Ci-he, walaupun malam ini dia bisa lolos dari tangan Ong Bu-shia, pada akhirnya toh susah juga menghindari Kelelawar" Lui Sin berhenti tertawa, serunya: "Lalu kita , , , , , , , ,,
" "Aku yakin kedatangan kita sudah terlambat, kalau tidak, seharusnya Lau Ci-he sudah munculkan diri saat ini, tak mungkin perkampungan itu begitu tenang" Mau tak mau Lui Sin harus setuju dengan pendapat ini.
Kenyataan membuktikan bahwa dugaan Siau Jit tidak keliru, setelah menemukan ke empat jenasah dari Lau Ci-he sekalian, mereka bertiga merasa masgul, murung dan sedih.
Untuk sesaat mereka hanya bisa duduk diatas genting sambil termangu, duduk mematung tanpa bergerak.
Dibawah sinar rembulan yang sendu, tampak paras muka ke tiga orang itu pucat bagai kertas.
Akhirnya Siau Jit yang buka suara lebih dulu, sambil menggeser jenasah Lau Ci-he, ujarnya sambil menghela napas: "Walaupun kedatangan kita sedikit terlambat, namun sesungguhnya telah berusaha semaksimal mungkin" "Aaai, seandainya si Kelelawar tidak membantai kuda kuda tunggangan kita, sejak tadi kita sudah tiba disini" ucap Lui Sin uring uringan.
Siau Jit tertawa getir.
"Justru karena dia sudah memperhitungkan kalau kita mungkin akan mencari sampai disini, maka kuda kuda tunggangan kita dihabisi dulu nyawanya" "Aku tak habis mengerti, atas dasar apa dia memperhitungkan sampai ke sini" Bila dia pun tahu kalau Hong-ji telah meninggalkan catatan, tidak seharusnya dia biarkan kita pun ikut membaca ke tiga nama diatas panggung itu" "Justru hal semacam inilah yang paling menakutkan dari dirinya, ketika ia tahu kalau kita berhasil menemukan lorong rahasia bawah tanah di kuil Thian-liong-ku-sat, sudah pasti mempertimbangkan pula setiap kemungkinan yang mungkin terjadi, mempertimbangkan petunjuk apa yang mungkin ditinggalkan nona Hong, atau dia telah teledor dengan suatu tempat, suatu masalah.
Oleh sebab itu dia bunuh kuda tunggangan kita lebih dahulu, agar ia bisa berebut satu langkah didepan kita dan menemukan Lau Ci-he lebih dulu!
" "Tapi mengapa dia harus membunuh Lau Ci-he?
" tanya Han Seng keheranan, "atau jangan jangan gadis itupun mengetahui suatu rahasia besar dari dirinya"' "Bila demikian kejadiannya, tak mungkin Lau Ci-he bisa hidup melewati hari ini" "Itulah masalahnya, kenapa dia harus menghabisi nyawanya?
" "Setelah berpikir pulang pergi, aku rasa hanya ada satu kemungkinan!
" "Apa?
" "Golok Kelelawar!
" Han Seng tidak habis mengerti, begitu pula Lui Sin, maka Siau Jit menjelaskan lebih jauh: "Kelelawar memiliki tiga belas bilah golok Kelelawar, dua belas diantaranya telah dihadiahkan untuk dua belas orang gadis yang paling dia sukai" "Hal ini kita sudah tahu" "Mengapa harus membuat tiga belas bilah golok Kelelawar" Aku yakin tak mungkin masalahnya hanya untuk barang kenangan, dibalik ke tiga belas bilah golok Kelelawar itu pasti tersimpan suatu rahasia besar" Setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Mungkin menyangkut sejumlah harta karun, menurut cerita orang persilatan, sesungguhnya Kelelawar adalah keturunan dari suatu keluarga persilatan, keluarga itu kaya raya dan memiliki harta yang mampu menandingi harta sebuah negeri" II "Ehm, aku pernah dengar cerita tentang hal itu Lui Sin manggut manggut.
"Mustahil baginya untuk selalu menggembol seluruh harta kekayaannya yang begitu banyak kesana kemari, sebagai orang cerdas dia pasti akan mencari sebuah tempat yang aman dan rahasia untuk menyimpannya, besar kemungkinan ke tiga belas bilah golok Kelelawar itu punya hubungan yang erat dengan harta karun itu" Tanpa terasa Lui Sin dan Han Seng menganggukkan kepala.
Kembali Siau Jit melanjutkan: "Aku pernah melihat golok Kelelawar milik Lau Ci-he, selama ini dia selalu menggantungnya diatas dinding dalam kamar tidurnya, tapi sekarang, benda itu sudah lenyap" "Jika Kelelawar itu adalah Kelelawar tanpa sayap yang sebenarnya, tidak mungkin dia akan minta balik golok golok Kelelawar yang telah diberikan kepada orang lain pada sepuluh ll tahun berselang kata Lui Sin.
"Dan satu hal lagi" sambung Han Seng, "mana mungkin seseorang yang sudah berubah jadi orang idiot, pada sepuluh tahun kemudian sembuh kembali seperti orang normal.
Kalau dipikirkan, hal ini pun patut dicurigai!
" Siau Jit segera tertawa.
"Bicara sampai disini, kita semua nyaris yakin kalau si Kelelawar tanpa sayap yang muncul sekarang, seratus persen adalah gadungan" katanya.
"Tapi siapa pula Kelelawar tanpa sayap gadungan ini?
" Siau Jit tidak menjawab bahkan membungkam dalam seribu bahasa, tampaknya ia sudah terjerumus dalam pemikiran yang mendalam.
Apa yang sebenarnya sedang ia pikirkan" Baru saja Lui Sin ingin bertanya, Han Seng telah menarik tangannya dan memberi tanda agar dia tidak bersuara.
Dari perubahan mimik muka Siau Jit, dapat terlihat dengan jelas bahwa pemuda itu memang sedang memikirkan sesuatu, dan saat seperti ini kurang cocok untuk mengganggunya sehing ga memutuskan jalan pemikirannya.