Kelelawar Tanpa Sayap Bab 16 Rahasia

Bab 16 Rahasia

Si Kelelawar berjalan dibawah cahaya rembulan, wajahnya tampak semakin pucat, pada hakekatnya seperti dilabur dengan bubuk putih.

Ia berjalan menembusi pintu kamar, menuruni anak tangga, menelusuri jalan setapak menuju ke luar halaman.

Ia berjalan dengan begitu santai, setiap langkahnya selalu berpijak pada bebatuan, sama sekali tak berbeda dengan langkah manusia normal.

Biarpun mata sebelah kirinya adalah mata palsu, namun mata kanannya sudah jelas tak ada masalah.

Kalau dibilang dia adalah orang buta, maka lebih tepat kalau dikatakan dia hanya setengah buta.

Tapi rahasia ini sudah terkubur bersama jenasah Lau Ci-he, siapa lagi yang bakal tahu" Kalau dia bukan Kelelawar tanpa sayap, lalu siapakah dia" Bebatuan memantulkan cahaya yang redup saat tertimpa sinar rembulan, sekilas memandang, bebatuan itu mirip batu permata yang bertaburan.

Langkah kaki Kelelawar amat ringan, dia seakan kuatir kalau pijakan kakinya merusak dan menghancurkan batu permata itu.

Berjalan sejauh setengah tombak, ia telah tiba ditengah kebun bunga, tiba tiba langkah si Kelelawar berubah jadi sangat berat.

Bebatuan yang terpijak seketika hancur jadi bubuk, bersamaan waktu diapun menghentikan langkahnya.

Ia berhenti secara tiba tiba.

Ia mendongakkan kepala memandang sekejap keadaan cuaca, tiba tiba ujarnya: "Walaupun aku tidak buta sungguhan, bukan Kelelawar tanpa sayap yang asli, namun ketajaman pendengaranku amat luar biasa" Dibawah cahaya rembulan dan taburan bintang, walaupun dia seolah sedang bergumam seorang diri, namun tak diragukan, perkataan itu tertuju untuk orang lain, diucapkan karena ada tujuan.

Suasana disekeliling tempat itu amat hening, hanya suara dedaunan yang bergoyang terhembus angin, tiada suara manusia, tiada jawaban.

Kembali si Kelelawar menanti berapa saat, kemudian ujarnya lagi sambil tertawa dingin: "Kau masih tak ingin menampakkan diri" Apakah aku harus memaksamu untuk keluar?

" Baru selesai ia berkata, dari balik semak disisi kiri muncul tubuh seseorang.

Seorang tua berbaju hitam, wajahnya penuh keriput, kulit mukanya bagai disayat dengan pisau, rambutnya yang telah beruban tampak berkibar dimainkan hembusan angin malam.

"Kau?

" seru si Kelelawar kemudian agak tertegun.

"Kau kenal aku?

" balas kakek berbaju hitam itu tertegun.

"Ong Bu-shia!

" Ternyata kakek berbaju hitam itu tak lain adalah Ong Bu-shia, si Bu-shia beracun!

 Ditatapnya si Kelelawar berapa saat, kemudian katanya: "Kalau kau dikatakan buta, mungkin demikian pula dengan diriku" Si Kelelawar tertawa dingin.

"Jangan beritahu kepadaku kalau kau tidak mendengar semua pembicaraan dari Lau Ci-he" Ong Bu-shia tertawa.

"Kalau begitu aku perlu beritahu kepadamu bahwa sejak setengah jam berselang aku telah bersembunyi dibalik pepohonan, semua pembicara an yang kalian langsungkan telah kudengar dengan sangat jelas" "Tidak bagus!

" seru Kelelawar.

"Sebelum menemukan jejak persembunyianku, kau memang tidak bagus, tapi sekarang akulah yang tidak bagus" "Ucapan tidak bagus yang kuutarakan tadi memang khusus tertuju untuk dirimu" "Terima kasih!

" Kembali si Kelelawar tertawa seram.

"Sejak kapan kau belajar sopan dan tahu adat" "Kalau tahu adat, watak jadi tak aneh, bukan begitu?

" Si Kelelawar mengangguk, katanya sambil tertawa seram: "Apakah kau ingin bermusuhan dengan aku?

" "Hubungan kita ibarat air sungai tidak melanggar air sumur, kenapa harus beradu jiwa" "Seharusnya memang begitu" suara tertawa si Kelelawar kedengaran makin menyeramkan, "sayang kedatanganmu kelewat awal, tadi, kau memang tidak seharusnya mendengarkan pembicaraan itu" "Tapi daya ingatku selama ini memang kurang begitu bagus" ujar Ong Bu-shia sambil tertawa serak.

"Justru aku kebalikannya!

" Sekali lagi Ong Bu-shia tertawa parau, tidak menjawab.

Si Kelelawar berkata lebih jauh: "Daya ingat yang terlalu baik bukanlah suatu kejadian yang patut dibanggakan" "Itu tergantung terhadap siapa kita berhadapan" "Bagaimana kalau terhadap diriku?

" "Tidak" "Apa hubunganmu dengan keluarga Lau?

" tiba tiba si Kelelawar bertanya.

"Musuh besar!

" sahut Ong Bu-shia dengan suara berat.

"Musuh besar" Apa pula yang terjadi?

" kembali si Kelelawar tertegun.

"Kau pernah mendengar tentang Tui-hun-cap-ji-sat di mulut lembah Sat-hau-ko?

" "setahuku, nama besar Cap-ji-sat memang luar biasa" si Kelelawar manggut manggut.

"Tentunya kau pun tahu kalau Siau Jit dan Lau Ci-he bekerja sama membantai mereka semua?

" "Soal ini aku kurang tahu" Kelelawar menggeleng, "apakah terjadi baru baru ini?

" "Pada dua tahun berselang" "Hahaha, kelihatannya kabar berita ku kurang tajam" "Ini disebabkan masalah semacam ini bagimu hanya masalah kecil, lagipula tak ada hubungannya dengan dirimu" "Memang ada hubungannya dengan kau?

" "Lotoa dari cap-ji-sat adalah murid putraku" II "Ooh, kalau itu mah ada kaitan hubungan yang dekat , , , , , ,,

"Didalam kenyataan, putraku memang telah mewariskan berapa jurus ilmu kepadanya" "Berarti urusan jadi serius" "Karena itulah putraku tak bisa berpangku tangan saja atas terbunuhnya mereka" Si Kelelawar termenung dan berpikir sejenak, kemudian ujarnya: "Aku tak tahu sampai dimana kemampuan ilmu silat yang dimiliki putramu, setahuku, ilmu pedang pemutus usus milik Siau Jit luar biasa hebatnya" "Kalau bukan karena menggampangkan masalah, semisal mereka bertarung hingga sama sama mampus pun, kejadian ini tak akan menjadi masalah" "Oh, jadi Siau Jit tidak mati tapi putramu justru tewas diujung pedangnya" "Kenyataan memang begitu!

" sahut Ong Bu-shia sambil menarik muka.

"Konon kau hanya berputra satu?

" "Itupun kenyataan" "Karena itu kau pergi mencari Siau Jit untuk membuat perhitungan, tentu saja Lau Ci-he pun tak bisa dilepaskan dengan begitu saja" "Itulah sebabnya malam ini aku datang kemari" "Kau bukan termasuk orang yang memandang enteng segala persoalan, bukan orang yang suka bekerja tanpa perencanaan bukan?

" Tidak menunggu Ong Bu-shia menjawab, kembali si Kelelawar melanjutkan: "Tentunya kau pun tak akan berkelit dari yang berat mencari yang enteng dengan memilih milih patner tandingan bukan?

" Ong Bu-shia hanya tertawa dingin tanpa menjawab.

Maka si Kelelawar berkata lebih lanjut: "Oleh karena itu orang pertama yang harus kau cari ad alah Siau Jit, bukan Lau Ci-he" "Aku telah mencari Siau Jit" jawab Ong Bu-shia dingin.

"Apakah pertarunganmu di rumah makan Thay-pek-lo?

" tanya si Kelelawar sambil tertawa.

Ong Bu-shia menatap tajam wajah si Kelelawar, namun ia tidak menjawab.

Si Kelelawar berkata lebih lanjut: "Pertarunganmu di rumah makan Thay-pek-lo telah menggetarkan seluruh jagad, tapi pada akhirnya kau termakan satu tusukan Siau Jit hingga terpaksa harus menjebol tembok untuk melarikan diri, bukan begitu?

" "Tajam juga kabar beritamu" dengus Ong Bu-shia.

"Padahal kemenangan yang diperoleh Siau Jit pun nyaris, pedang miliknya memiliki ukuran satu meter lebih tiga inci, kau terluka diujung pedangnya karena sudah bertindak kelewat ceroboh, kau telah mengabaikan ukuran pedangnya yang tiga inci itu!

" Dengan pandangan keheranan Ong Bu-shia menatap wajah si Kelelawar, dia merasa heran, darimana si orang buta ini bisa mengetahui begitu banyak tentang kejadiannya.

Terdengar si Kelelawar berkata lagi: "Ukuran yang tiga inci itu tak cukup untuk merenggut nyawa, pikiran dan perasaanmu jadi kalut lantaran kau jarang terluka, jarang melihat ada begitu banyak darah yang bercucuran, kau sangka lukamu sangat parah maka segera ambil keputusan untuk melarikan diri, kau tak ingin mengambil resiko, karena itu kau berharap menyembuhkan dulu lukamu sebelum mengambil tindakan lain" "Hmm, tampaknya kau tahu amat jelas" Ong Bu-shia mendengus dingin.

Tiba tiba si Kelelawar menggeleng, katanya: "Padahal andaikata kau lanjutkan pertarungan waktu itu, belum tentu kau tak mampu membunuh Siau Jit, paling tidak, untuk beradu nyawa pasti bukan masalah" Setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Biarpun ilmu pedang pemutus usus milik Siau Jit luar biasa, namun berbicara tentang tenaga dalam, kau masih satu tingkat mengungguli dirinya" Ong Bu-shia termenung tanpa menjawab.

"Tapi dengan pergi dari situ, kekalahan sudah pasti berada dipihakmu" kata si Kelelawar lagi.

"Aku tinggalkan medan pertarungan bukan berarti aku kalah, dalam satu pertarungan mati hidup, sebelum ditentukan siapa hidup siapa mati, darimana bisa ditetapkan siapa unggul siapa asor?

" "Aku bilang kau kalah karena kematian mu sudah pasti!

" "Bukankah sampai sekarang aku masih hidup segar bugar?

" jengek Ong Bu-shia sambil tertawa dingin.

"Tidakl" si Kelelawar tertawa seram, "kau tidak seharusnya melepaskan pukulan itu, tapi memang tak bisa disalahkan, disaat seseorang berniat melarikan diri, tentu saja dia akan mengutamakan kecepatan gerak, sedang apa akibatnya, mana mungkin bisa ia pertimbangan dengan lebih seksama?

" "Aku tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan" sela Ong Bu-shia.

"Kau seharusnya mengerti" sekali lagi si Kelelawar menggeleng, "kadangkala memiliki ilmu silat terlalu baik bukanlah satu kejadian yang menyenangkan, karena bukan setiap masalah dapat diselesaikan dengan ilmu silat, seringkali otak diperlukan, namun biasanya makin licik seseorang, ilmu silatnya pasti makin cetek, karena dia selalu akan menggunakan kelicikannya untuk menambal kelemahannya dalam ilmu silat, tentu saja diluar itu pasti ada, hanya jumlahnya tidak banyak" Ong Bu-shia hanya mendengarkan, tidak menimbrung.

Si Kelelawar berkata lebih lanjut: "Ilmu silat yang kau miliki seharusnya masih berada diatasku, maka dari itu selama berada dihadapanku, lebih baik tak usah bermain akal akalan" "Bisa kulihat kalau kau memang seorang yang licik" Kelelawar tidak menanggapi, ia balik kembali ke pokok pembicaraan, katanya: "Ketika ujung pedang sepanjang tiga inci menembusi perutmu, luka tersebut sesungguhnya sangat ringan, namun setelah melepaskan pukulan diatas dinding, dapat kupastikan luka mu bertambah parah" Ong Bu-shia tidak menjawab, dia hanya tertawa dingin.

Kembali si Kelelawar berkata: "Dibawah ujung pedang pemutus usus milik Siau Jit, tak pernah ada korban yang lolos dalam keadaan hidup, hal ini dikarenakan arah yang ditusuk selalu bagian yang mematikan, ketika pedangnya menusuk bagian yang mematikan, sekalipun tidak sampai menyebabkan kematian, luka tersebut pasti tidak ringan.

Jika pengalamannya cukup dan waktu itu dia melakukan pengejaran, tak mungkin kau masih bisa hidup sampai hari ini" "Begitukah kenyataannya , , , , ,,

" dengus Ong Bu-shia sambil tertawa dingin.

"Jago kawakan macam kau ternyata melakukan kesalahan yang begitu besar, aku ikut sedih untuk dirimu" tukas Kelelawar, "malam ini kau sengaja datang kemari, bukankah tujuanmu adalah membunuh Lau Ci-he lebih dulu kemudian baru mengajak Siau Jit untuk berduel?

" Kembali Ong Bu-shia membungkam, tidak menjawab.

Si Kelelawar meneruskan kata-katanya: "Setelah terperosok dalam kondisi semacam ini, kau memang seharusnya bertindak demikian, tapi sayang waktu yang kau pilih sangat tidak tepat, saat ini adalah saatmu yang paling apes!

" "Sudah selesai semua omong kosongmu?

" kembali Ong Bu-shia tertawa dingin.

"Aku tidak omong kosong, masa aku tidak jelas manusia macam apakah dirimu itu?

" "Kau , , , , , ,,

" Kembali si Kelelawar menukas: "Jika lukamu tidak terlampau parah, tak nanti untuk menghadapi seorang Lau Ci-he pun harus menunggu kesempatan dengan bersembunyi dibalik semak belukar, kaupun tak mungkin baru munculkan diri setelah kugertak, terlebih tak mungkin mau bicara omong kosong dengan diriku" Paras muka Ong Bu-shia berubah makin tak sedap dipandang.

"Andaikata aku bertemu kau didepan pintu sana, mungkin masih ada peluang untuk dirundingkan" kata si Kelelawar lagi, "tapi sekarang, mau tak mau aku harus mencabut nyawamu!

" Kemudian dengan sepatah demi sepatah kata dia menambahkan: "Karena terlalu banyak yang telah kau ketahui!

" "Apa yang kuketahui?

" "Paling tidak kau sudah tahu kalau aku bukan orang buta beneran, kaupun tahu kalau aku bukan Kelelawar tanpa sayap yang sesungguhnya" "Soal ini , , , , , , ,,

"Tahukah kau cara apa yang paling manjur untuk membuat seseorang tetap tutup rahasia?

" tanya Kelelawar sambil tertawa seram, setelah berhenti sejenak sambungnya, "membunuhnya agar dia tetap membungkam terus!

" Ong Bu-shia tutup mulutnya rapat rapat.

Kelelawar mendongak memandang cuaca, katanya kembali: "Waktu sudah bertambah larut!

" Baru bicara sampai disitu, tampak pepohonan bergoyang, dengan sekali lompatan Ong Bu-shia telah munculkan diri, katanya: "Baiklah, mari kita selesaikan urusan ini dengan mengandalkan kepandaian masing masing" "Biarpun ilmu pukulan dan tendanganku terhitung cukup baik, namun ilmu golokku jauh lebih bagus!

" "Hmm, sudah kuduga, kau memang tak becus!

" Kelelawar tertawa tergelak.

"Hahaha, percuma kau gunakan taktik semacam itu untuk membangkitkan amarahku, bila aku becus, tak nanti akan menyamar menjadi orang lain!

" "Siapa kau sebenarnya" Sebutkan namamu!

" bentak Ong Bu-shia gusar.

"Bukankah kau mengatakan aku tak becus?

" "Katakan!

" Ong Bu-shia makin naik pitam.

"Sebentar lagi kau bakal mampus, apa gunanya menanyakan persoalan ini?

" sembari berkata si Kelelawar meloloskan sepasang goloknya dan diayunkan ke kiri kanan membentuk cahaya tajam.

Cahaya golok yang berkilauan terasa menusuk pandangan mata, menyaksikan hal itu, kembali berubah paras muka Ong Bu-shia.

Sambil menuding lawannya dengan senjata, seru si Kelelawar: "Sudah lama kudengar orang berkata bahwa Bu-shia beracun pandai mencabut nyawa orang, konon setiap jago akan berubah wajah bila mendengar namamu, hahaha,,,

bagus, hari ini aku ingin menjajal sampai dimana kehebatanmu itu" "Manusia pengecut yang beraninya hanya sembunyikan kepala bagai kura kura, kau tak pantas menjadi lawan tandingku" "Sayang mau tak mau kau harus turun tangan juga saat ini, lihat senjata , , , , , ,,

" Diiringi bentakan keras, sepasang goloknya diayun ke depan menciptakan dua gulungan cahaya tajam yang segera mengurung Ong Bu-shia ditengah kepungan.

Tergopoh gopoh Ong Bu-shia melompat mundur.

Dalam waktu sekejap saja, tempat dimana ia berdiri telah berubah bentuk, semua ranting dan dahan pohon yang berada disitu telah terpapas gundul oleh babatan sepasang golok lawan.

Tidak sampai disitu saja, si Kelelawar berikut sepasang golok Kelelawar nya merangsek lebih kedepan, bagaikan kebasan sayap, sepasang golok itu kembali membabat dan menyambar ke bawah.

Golok kiri dengan tujuh belas gerakan, golok kanan delapan belas gerakan, semasa masih ditengah udara, dia telah melancarkan tiga puluh lima bacokan maut, semuanya tertuju ke bagian tubuh yang mematikan.

Begitu cekatan tangan kanannya melancarkan serangan, sementara kelincahan tangan kirinya sedikitpun tidak kalah dengan kemampuan tangan kanannya.

Dalam keadaan begini Ong Bu-shia hanya bisa menghindar, gerakan tubuhnya jelas terlihat tidak selincah dan segesit waktu bertarung melawan Siau Jit.

Bila dibandingkan si Kelelawar, jelas terlihat kalau ia ketinggalan jauh.

Kelelawar pun melihat akan hal ini, sepasang goloknya diputar makin kencang, ia semakin mendesak Ong Bu-shia dengan serangkaian serangan maut.

Dimana goloknya menyambar lewat, "kraaakl" batang pohon sebesar mulut cawan langsung tertebas kutung, dari sini dapat dibayangkan betapa tajamnya mata golok Kelelawar itu.

Menghadapi ratusan bacokan maut itu terpaksa Ong Bu-shia harus berkelit kian kemari, tak lama kemudian wilayah seluas tiga tombak telah berubah menjadi sebidang tanah kosong, semua ranting dan dahan pohon yang tumbuh disana nyaris sudah terbabat kutung dan berserakan diatas permukaan tanah.

Sekalipun tidak sampai terluka, bukan pekerjaan yang gampang untuk menghindari serangan dari sepasang golok yang ganas dan tajam itu, kini ia sudah terperosok dalam posisi terdesak hebat, yang bisa dilakukan hanya menghindar dan berkelit, sama sekali tak ada kemampuan untuk menangkis.

Berapa ratus gebrakan kemudian, Ong Bu-shia sudah bermandikan peluh, dia semakin keteter.

Si Kelelawar melanjutkan serangan gencarnya, tiba tiba ia berseru: "Ke mana kau simpan ilmu pukulanmu yang pernah menggetarkan seantero jagad?

" Ong Bu-shia sama sekali tidak menjawab, dengan langkah kiu-kiong, ia menghindar berulang kali dari ancaman bacokan.

"Paling banter juga sama sama satu bacokan, buat apa kau harus membuang waktuku?

" kata si Kelelawar lagi.

Ong Bu-shia masih tidak menjawab, menggunakan kesempatan disaat lawannya sedang bicara, dia menggerakkan kepalannya melancarkan satu serangan balasan.

Bagaimana pun juga dia adalah jago dari kawanan jago lihay, begitu melihat datangnya kesempatan, peluang itu segera dimanfaatkan.

Kelelawar tertawa dingin, sepasang goloknya disilang didepan dada melindungi badan, begitu serangan balasan dari Ong Bu-shia gagal menembusi pertahanannya, kembali dia putar senjatanya, golok kiri membacok menyilang sementara golok kanan membacok masuk lewat celah celah gempuran Ong Bu-shia.

Sesungguhnya kepandaian silat yang dimiliki Ong Bu-shia sangat tangguh, tapi menghadapi gencaran lawan, mulut lukanya yang baru merapat kembali merekah, rasa sakit hingga merasuk tulang membuat gerak serangannya jadi melambat, otomatis terbuka celah dalam sistim pertahanannya.

Merasakan gelagat yang tidak menguntungkan, buru buru dia melompat mundur, secara tepat ia berhasil menghindari ancaman tersebut.

Kepalan serta tendangan kakinya tersohor karena keras melebihi baja, sayang senjata yang dihadapi adalah golok Kelelawar yang luar biasa tajamnya, lagipula jurus golok yang Kepalan serta tendangan kakinya tersohor karena keras melebihi baja, sayang senjata yang dihadapi adalah golok Kelelawar yang luar biasa tajamnya, lagipula jurus golok yang dihadapi pun sangat aneh dan canggih.

Setiap bacokan yang dilepaskan mengubah senjata tersebut seakan sebuah mata bor, mata bor yang dengan cepat menembusi semua pertahanannya.

Andaikata Ong Bu-shia nekad menggunakan kepalannya untuk menangkis, setiap saat kemungkinan besar dia akan saling membentur dengan mata golok.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar