Bab 14
Cepat Suma Tang-shia mengebaskan bajunya menggulung ranjang batu yang kemudian dipakai untuk menahan sebagian serangan senjata rahasia, sedang tangan kanannya digetar keras, sebuah pedang lembek telah diloloskan untuk menyongsong datangnya ancaman.
Bersamaan waktu Siau Jit menggerakkan pula pedang pemutus ususnya untuk merontokkan datangnya ancaman.
Seolah sudah ada kontak batin diantara kedua orang itu, pada saat yang bersamaan mereka membalik badan dengan punggung menempel punggung, sepasang pedang diputar berbareng melindungi diri dari serangan senjata rahasia, lalu perlahan-lahan bergeser masuk ke dalam Seolah sudah ada kontak batin diantara kedua orang itu, pada saat yang bersamaan mereka membalik badan dengan punggung menempel punggung, sepasang pedang diputar berbareng melindungi diri dari serangan senjata rahasia, lalu perlahan-lahan bergeser masuk ke dalam &n bsp; lorong rahasia.
"Triiing, triiing" hampir sebagian besar senjata rahasia yang berhasil dirontokkan kedua orang itu berupa panah panah tanpa bulu.
Ada diantara anak panah itu yang menembusi permukaan tanah, ada pula yang menembusi batang tiang penyangga bangunan, tapi rata rata tembus hingga satu inci lebih.
Coba kalau menghujam dibadan, coba kalau menembusi bagian yang mematikan, hanya cukup sebatang anak panah sudah mampu menghant ar kau pulang kampung!
Sungguh beruntung mereka berada dalam ruang loteng yang lebih cocok menggunakan pedang, dengan kungfu yang dimiliki Siau Jit berdua, mereka masih sanggup menghadapi serangan yang datang.
Coba kalau berada ditengah hutan bambu, pada hekekatnya sulit untuk menggunakan pedang ditengah malang melintangnya bambu, otomatis semakin sulit bagi mereka untuk mengatasi keadaan.
Tampaknya Siau Jit memahami akan hal itu, tanpa terasa serunya: "Untung sekali kita tidak berada dalam hutan bambu" "Ehm" Baru saja Suma Tang-shia akan mengucapkan sesuatu, tiba tiba terdengar ledakan dahsyat bergema memecahkan keheningan diikuti menyemburnya cahaya api dari balik hutan bambu.
"Obat peledak!
" teriak Siau Jit kaget.
"Jadi kau sangka toaci sedang bohong?
" tanya Suma Tang-shia sambil tertawa.
Siau Jit hanya tertawa getir.
Saat itulah ledakan dahsyat kembali menggelegar membelah angkasa, dengan wajah makin berubah teriak Suma Tang-shia: "Cepat kabur!
" "Lebih baik toaci duluan!
" sahut Siau Jit sambil merangkul bahu Suma Tang-shia dan mendorongnya masuk ke dalam lorong rahasia.
Kali ini Suma Tang-shia tidak menampik, cepat dia lari turun ke dalam lorong bawah tanah diikuti Siau Jit.
Sementara dia berlarian menuruni anak tangga, ledaka n dahsyat kembali menggelegar dari ke e mpat tiang pancang yang ada dalam ruang loteng dan menghancurkan ruangan itu menjadi berk eping.
Tampaknya didalam tiang bangunan pun telah tertanam obat peledak dalam jumlah banyak.
Begitu bahan musiu meledak, tiang penyangga bangunan pun hancur berantakan, tak ampun seluruh bangunan loteng ikut ambruk ke tanah.
Suara robohnya bangunan ini jauh lebih nyaring daripada suara ledakan, begitu keras hingga memekikkan telinga.
Biarpun Siau Jit sudah berada dalam lorong bawah tanah, tak urung telinganya sakit juga karena kerasnya getaran.
Tanpa pedulikan debu dan pasir yang mengotori badannya, cepat pemuda itu bergerak maju ke depan.
Kini suasana dalam lorong gelap gulita, berapa kali badannya menumbuk diatas dinding, dalam perasaannya, lorong bawah tanah itu sama sekali tak berbentuk lurus.
Cepat dia merogoh ke dalam saku ambil keluar obor, baru akan disulut, tiba tiba badannya menumbuk ditubuh seseorang.
Tubuh yang lembut, halus dan menyiarkan bau harum semerbak, bentuk tubuh yang sudah amat dikenalnya.
Biarpun tidak melihat, Siau Jit tahu kalau dia adalah Suma Tang-shia.
"Toaci, aku!
" cepat Siau Jit berseru sambil menyulur obor.
"Siau kecil?
" Cahaya api mengusir kegelapan, sinar terang menerangi lorong bawah tanah, menyinari pula wajah kedua orang itu.
Dengan wajah penuh rasa kuatir, Suma Tang-shia menarik lengan Siau Jit sambil serunya: "Coba bukan kau, bertemu dengan siapa pun, mungkin saat ini aku sudah jatuh pingsan" "Bukankah nyali toaci selama ini besar sekali?
" Kontan Suma Tang-shia tertawa cekikikan.
"Untung saja hanya kau seorang yang membuntut dibelakangku, andaikata ada orang kedua, sudah pasti dia bukan manusia tapi setan" "Untuk tempat semacam ini, biar ada setan yang muncul pun tidak aneh" kata Siau Jit tertawa.
Mendengar perkataan itu Suma Tang-shia bergidik dan tak sanggup tertawa lagi.
Saat itulah Siau Jit baru dapat melihat jelas bentuk lorong rahasia itu, ternyata permukaannya tidak rata dan dindingnya penuh dengan bagian yang cekung maupun cembung.
"Pernah menjumpai lorong semacam ini?
" tanya Suma Tang-shia.
"Aku rasa lorong ini dibuat secara tergesa gesa" "Tidak mungkin" Suma Tang-shia menggeleng, "coba kau periksa undak undakan didepan sana, bukankah dibuat sangat rapi?
" "Bila Kelelawar sanggup membuat undak undakan sebagus itu, tiada alasan ia tak bisa meratakan permukaan lorong ini" "Tadi, justru gara gara undakan batu itu rata dan rapi, kusangka permukaan lorong bawah tanah pun pasti datar dan rata, akibatnya berulang kali aku musti menumbuk dinding hingga nyaris jatuh terjerembab" "Jangan jangan si Kelelawar memang sengaja membuat permukaan lorong seperti ini?
" "Kuatirnya memang begitu" setelah termenung, lanjut perempuan itu, "terlepas bentuk apapun yang mau dibuat, padahal tak banyak pengaruh baginya" "Benar, karena dia memang buta" "Tapi kalau lorong bawah tanah ini digali untuk persiapan diri sendiri, semestinya dibuat lebih baik, dari sini bisa disimpulkan kalau ia sudah menduga bakal terjadi peristiwa seperti hari ini" Siau Jit termenung sambil berpikir sejenak, kemudian katanya: "Sekalipun Kelelawar lebih banyak berada dalam keadaan tak waras, disaat ia sedang waras, aku yakin kemampuannya tak beda jauh dengan kemampuannya dimasa lalu.
Toaci, sekarang siaute mulai mandi keringat dingin" Suma Tang-shia sendiripun bergidik, terasa bulu roma pada bangun berdiri.
Sementara pembicaraan berlangsung, mereka melanjutkan perjalanan ke depan.
Terdengar suara gemuruh yang memekakkan telinga masih bergema dari mulut lorong, begitu nyaring dan kencang ibarat binatang aneh yang sedang meraung.
Begitu kalut dan kacaunya suara gemuruh itu hingga susah untuk membedakan mana suara bangunan yang ambruk dan mana suara ledakan mesiu.
Permukaan lorong dimana mereka berjalan lewat terasa mulai bergetar dan berguguran, seakan seluruh bumi bergoncang, seolah setiap saat tempat itu bakal ikut roboh.
Suma Tang-shia berlarian cepat, paras mukanya makin lama berubah makin pucat.
Air muka Siau Jit pun berubah sangat tak sedap, tiba tiba teriaknya keras: "Cepat lari, kemungkinan besar lorong bawah tanah ini bakal ambruk!
" Belum habis ia menjerit, lorong bagian belakang meledak lalu longsor ke bawah.
Suma Tang-shia menjerit kaget, cepat dia bersembunyi dalam pelukan Siau Jit.
"Cepat kita lari!
" teriak Siau Jit sambil merangkul tubuh perempuan itu dan berlari kencang.
"Siau kecil, kau mulai takut?
" tiba tiba Suma Tang-shia bertanya.
"Memangnya toaci tidak takut?
" Suma Tang-shia menggeleng.
"Mungkin karena berada disisimu" sahutnya.
"Sayang aku pun hanya seorang manusia, bila lorong ini longsor, kita semua bakal mati" Suma Tang-shia menghela napas sedih.
"Aaai, bisa mati dalam pelukanmu, apa lagi yang musti kusesalkan?
" bisiknya.
Siau Jit tidak menjawab, dia hanya tertawa getir.
Kembali Suma Tang-shia berkata: "Walaupun aku sudah bosan hidup, tapi kau masih muda, sayang kalau harus mati dalam kondisi seperti ini, maka dari itu terlepas nasib kita baik atau buruk, yang penting kita harus lari dengan sekuat tenaga!
" "Sejak kapan toaci jadi begitu melankolis?
" tanya Siau Jit sambil menghela napas.
"Mungkin inila h sifat asli toaci, hingga disaat menghadapi ancaman ji wa, watak aslinya muncul" Siau Jit termenung tanpa menjawab.
"Blaaam , , , , ,,
!
" lagi-lagi terjadi ledakan dahsyat, selapis lorong sebelah belakang longsor dengan hebatnya, bahkan merembet lorong disekelilingnya.
Berubah hebat paras muka Siau Jit, jeritnya: "Toaci, cepat lari!
" sambil berkata ia langsung mendorong tubuh perempuan itu.
Sadar akan bahaya yang mengancam, Suma Tang-shia kabur ke depan sambil berteriak: "Hati hati saudaraku!
" Tentu saja dia pun tahu, bila harus begitu terus, disamping harus menjaga keselamatannya, Siau Jit harus menghadapi longsoran lorong akibatnya mereka berdua bakal mati bersama.
Belum sempat Siau Jit menjawab, tanah liat diatas kepalanya kembali sudah longsor jatuh.
Sambil membentak, tubuhnya lari ke depan, sementara pedangnya menusuk ke atas.
Tusukan itu disertai desingan angin tajam, seketika bongkahan tanah yang longsor tertahan oleh tusukan pedangnya.
Ketika bongkahan tanah itu gugur ke bawah, tubuh Siau Jit sudah melesat maju sejauh satu tombak.
Ternyata dugaan mereka tak salah, lorong bawah tanah mulai longsor dengan hebatnya diiringi suara ledakan yang memekikkan telinga.
Siau Jit melancarkan tusukan berulang kali, menggunakan saat pedangnya menahan bongkahan tanah yang longsor, dia melompat ke depan sambil menyelamatkan diri.
Tubuhnya ibarat anak panah yang dibidikkan, pakaian serta kulit luar tubuhnya mulai tersayat dan mengucurkan darah.
Tentu saja pemuda ini tak ambil peduli dengan luka luar yang dideritanya.
Saat itu obor telah padam, tapi dengan longsornya lorong, cahaya matahari pun ikut menyorot masuk ke dalam, ditengah debu dan pasir yang beter bangan, mengandalkan ketajaman matan ya Siau Jit kabur terus ke depan.
Siau Jit tak bisa membayangkan bagaimana bentuk lorong rahasia itu, dia pun tak bisa membayangkan bagaimana bentuk permukaan tanah waktu itu.
Tiga belas jebakan maut betul betul sangat menakutkan, sekalipun tidak ia saksikan satu per satu, namun dari kenyataan yang terpampang didepan mata, bisa dibayangkan apa jadinya jika mereka terjebak dalam hutan bambu itu.
Tiga belas lapis alat perangkap yang membuang begitu banyak pikiran, tenaga dan uang, ternyata tujuannya hanya untuk mengurung seorang manusia idiot.
Berhargakah kesemuanya itu" Sekarang Siau Jit mulai sangsi, mulai curiga, apakah otak Suma Tionggoan sekalian yang ada masalah.
Ledakan dan longsoran akhirnya berhenti, tapi Siau Jit sama sekali tidak menghentikan langkahnya, dia masih kabur terus ke arah depan.
Setelah kabur lagi sejauh tujuh tombak, sinar matahari terlihat mulai memancar masuk ke dalam lorong, kemudian tampak undak undakan batu menuju ke atas permukaan.
Suma Tang-shia sedang menanti dibawah undak undakan dengan wajah tegang, begitu melihat kemunculan Siau Jit, ia baru menghembuskan napas lega.
Sambil menghembuskan napas panjang, Siau Jit menyarungkan kembali pedangnya, kemudian dalam dua tiga langkah sudah tiba dihadapan Suma Tang-shia.
Dengan penuh kehangatan Suma Tang-shia menggenggam tangan Siau Jit, sekujur badannya gemetar keras, sampai lama kemudian ia baru berbisik: "Mari kita naik ke atas" "Bagaimana keadaan mereka?
" "Kami tidak apa apa" suara dari Lui Sin menyahut, lalu sambil melongok tanyanya pula, "bagaimana dengan kalian berdua?
" "Aku sangat baik, tapi Siau kecil terluka" "Hahaha, hanya luka lecet" sambung Siau Jit sambil tert awa.
"Hahaha, melihat kau masih bisa tertawa, kami pun merasa sangat lega" ucap Lui Sin sambil tertawa tergelak.
Ditengah gelak tertawa, Suma Tang-shia dan Siau Jit sudah naik keatas permukaan tanah.
Ternyata mulut keluar dari lorong bawah tanah itu terletak ditengah barisan bunga, padahal sesungguhnya sudah berada ditepi barisan, karena tak perlu berjalan sejauh dua tombak, mereka sudah keluar dari kepungan barisan tersebut.
Jarak sejauh dua tombak tanpa persimpangan jalan, hal ini menunjukkan kalau tempat itu berada diluar barisan.
Begitu keluar dari lorong bawah tanah dan periksa sekejap sekeliling tempat itu, tiba tiba Suma Tang-shia menghela napas, katanya: "Sekarang, kalau ada orang bilang Kelelawar adalah manusia idiot, akulah orang pertama yang tidak percaya" "Akupun tidak percaya kalau bilang dia adalah manusia buta" Siau Jit menambahkan sambil menghela napas.
"Tapi semuanya ini adalah kenyataan" "Apakah toaci benar benar yakin?
" "Padahal sudah menjadi rahasia umum, banyak cianpwee yang tahu hal ini dengan jelas" "Tapi letak lorong bawah tanah ini benar benar sudah diperhitungkan secara teliti" kata Siau Jit setelah tertegun sejenak.
"Siapa bilang tidak" sambung Lui Sin, "seorang buta ternyata sanggup menggali sebuah lorong bawah tanah secanggih ini, kejadian inipun sudah aneh dan tidak masuk akal" "Semua hasil karyanya sepanjang hidup memang membuat orang lain sukar percaya, hanya aku rasa pintu keluar lorong itu kelewat kebetulan bila berada disini" "Hal ini bukannya tidak mungkin, tapi memang rasanya kelewat kebetulan" gumam Han Seng.
"Anehnya" Lui Sin menambahkan, "kenapa dia tidak menyerang kita di pintu keluar lorong bawah tanah ini" Dengan kepandaian silat yang kita miliki rasanya , , , , , , ,,
" Dia tidak melanjutkan perkataannya, tapi dengan ilmu silat yang dimiliki si Kelelawar, siapa pun bisa membayangkan bagaimana akibatnya bila dia melancarkan serangan bokongan di mulut lorong rahasia itu.
Siau Jit menghela napas panjang.
"Sepak terjang orang ini memang jauh diluar dugaan siapa pun, tapi rasanya mustahil kalau dia kehilangan kewarasannya lagi gara gara dibuat kaget oleh suara ledakan yang maha dahsyat tadi, sehingga lupa berjaga jaga di pintu keluar lorong rahasia" " kata Suma Tang-shia, "tapi bagaimana pun "Mungkin saja apa yang kau duga memang benar ceritanya, yang penting kita semua telah berhasil lolos dari bencana besar ini, dan kejadian ini patut kita rayakan" "Selanjutnya apa yang harus kita lakukan?
" tanya Lui Sin, "kemana kita harus mencari jejak si Kelelawar?
" "Bila terkaanku tak salah, mungkin saat ini dia sudah jauh meninggalkan tempat ini" kata Suma Tang-shia.
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya: "Biarpun perkampungan Suma-san-ceng luas, namun tidak banyak tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi, kecuali otaknya kembali tak waras, kalau tidak seharusnya diapun dapat menduga kalau kita bakal mencari jejaknya" "Mungkinkah seputar hutan bambu dipakai untuk bersembunyi?
" "Aku kuatir daerah seputar hutan bambu sudah rata dengan tanah" Sembari bicara, perempuan itu melompat naik keatas sebatang pohon bunga dan menengok ke arah hutan bambu.
Siau Jit ikut melompat naik pula keatas sebatang pohon.
Tapi begitu melihat, paras muka Siau Jit berubah hebat, sementara Suma Tang-shia sendiri, meski sudah mempersiapkan diri secara baik, tak urung wajahnya berubah juga dengan hebatnya.
Ternyata pepohonan yang berada tiga tombak dihadapan mereka, kini sudah hancur berantakan dan rata dengan tanah, dinding pagar tinggi diluar barisan telah roboh, asap dan hancuran dinding berserakan dimana mana, sementara kobaran api masih menyala dengan hebatnya didalam hutan bambu.
Kendatipun jarak mereka dengan tempat itu cukup jauh, namun hawa panas yang menyengat terasa sampai disitu.
Tak tahan lagi Siau Jit menghembuskan napas dingin, ujarnya: "Toaci, aku rasa kobaran api yang sedang membara saat ini tak mungkin bisa dipadamkan dengan kekuatan manusia" Tanpa bicara Suma Tang-shia mengangguk.
Kembali Siau Jit melanjutkan: "Untung saja ada selapis dinding pagar tinggi yang menghadang sehingga jilatan api tak akan merambat sampai disini" Suma Tang-shia mengangguk.
"Menurut dugaanku, memang inilah tujuan ayahku mendirikan pagar dinding tinggi" "Tapi siaute benar benar tak habis mengerti" ujar Siau Jit sambil menggeleng.
"Tidak mengerti kenapa harus membuang begitu banyak uang dan tenaga hanya untuk menyekap seorang manusia idiot?
" Siau Jit tertawa getir.
"Benarkah para jago dan para cianpwee itu begitu kolot dan keras kepala?
" Suma Tang-shia tidak menjawab.
Dalam pada itu secara beruntun Lui Sin dan Han Seng telah melompat naik keatas pohon, setelah menyaksikan perubahan yang terpampang didepan mata, paras muka mereka ikut berubah.
"Hari ini, boleh dibilang kita baru lolos dari kematian" kata Siau Jit kemudian sambil berpaling kearah kedua orang itu.
Mula-mula Lui Sin tertegun, kemudian sahutnya: "Selamat dari bencana besar, dikemudian hari pasti banyak rejeki, seharusnya kejadian ini merupakan sesuatu yang patut digembirakan" "Hahaha, betul juga perkataanmu!
" kata Suma Tang-shi a sambil tertawa, kemudian ia melayang t urun dari atas pohon.
"Toaci, apa rencanamu selanjutnya?
" tanya Siau Jit sambil ikut melompat turun dari atas pohon.
"Kau takut si Kelelawar masih berada diseputar sini hingga jiwaku terancam?
" "Apa boleh buat, mau tak mau aku harus kuatir" Suma Tang-shia tertawa.
"Seandainya dia mengincarku, sejak tadi dia pasti sudah bertindak sesuatu" katanya.
"Tapi sekarang keadaan sudah berubah, rahasianya sudah terbongkar, jadi dia bisa saja menyerang secara terbuka" "Jadi menurut pendapatmu?
" Belum sempat Siau Jit menjawab, kembali Suma Tang-shia bertanya: "Menurut pendapatmu, tempat mana yang kau anggap paling aman?
" Siau Jit hanya termenung, tidak menjawab.
"Gagal menemukannya?
" desak Suma Tang-shia lagi.
Siau Jit tertawa getir.
Maka Suma Tang-shia melanjutkan kembali perkataann ya: "Sesungguhnya sama sekali tak ada, justru dalam perkampungan Suma-san-ceng seharusnya masih terdapat sebuah tempat yang aman sekali" Siau Jit tertegun.
Sambil tertawa tanya perempuan itu: "Ayahku bisa merancang sebuah tempat sempurna untuk mengurung orang, menurut pendapatmu, mungkinkah dia membangun pula sebuah tempat perlindungan lain yang jauh lebih kokoh?
" "Tentu saja bisa" "Pada umumnya, setiap perkampungan pasti memiliki sebidang bangunan yang dibuat secara kokoh dan kuat untuk persiapan bilamana diperlukan, tidak terkecuali perkampungan Suma-san-ceng" "Ehm" "Sekalipun tak ada tempat yang seratus persen aman, paling tidak, bukan satu pekerjaan yang mudah bagi si Kelelawar bila ingin menyerbu ke dalam tempat tersebut" "Dia tak akan memiliki begitu banyak waktu, lagipula sejak hari ini, kita pasti akan mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki untuk melacak dan menemukan jejaknya" "sepantasnya aku pergi bersama kalian, tapi, tentunya kaupun tahu dengan jelas bukan, manusia macam apakah diri toaci" " Siau ?
"Toaci tak pernah suka berkelana ke mana mana, dalam hal ini aku tahu dengan jelas Jit mengangguk.
"Walaupun aku tidak ikut serta, namun setiap saat kalian harus tetap menjalin kontak denganku, agar setiap saat aku bisa menyusul dan bergabung dengan kalian dalam menghadapi si Kelelawar" "Toaci tak usah kuatir" Suma Tang-shia mengangguk, katanya lagi: "Biarpun ilmu pedangmu tangguh, tapi hati hati, sebab selain harus menghadapi si Kelelawar, kau pun harus berhati hati menghadapi Ong Bu-shia, aaai, bayangkan saja, mana mungkin toaci tidak kuatir?
" "Mati hidup sudah kemauan takdir, siaute janji akan berusaha untuk lebih berhati-hati" Perlahan Suma Tang-shia berpaling kearah Lui Sin dan Han Seng, lalu katanya pula: "Bila kalian berdua tidak keberatan, aku ingin menahan Ciu Kiok bersamaku" Lui Sin segera mengangguk.
"Kami harus menjelajahi banyak tempat untuk melacak jejak si Kelelawar, memang kurang leluasa bila Ciu Kiok bersama kami" katanya, "bagaimana pun, perkampungan Suma-san-ceng jauh lebih aman daripada perusahaan piaukiok kami.
Bila nona bersedia merawatnya, kami pun semakin tenang" "Siaute pun tidak punya pendapat lain" kata Han Seng.
Bagi Ciu Kiok sendiri, tentu saja dia terlebih tak punya pendapat lain.