Kelelawar Tanpa Sayap Bab 13 Kabur

Bab 13 Kabur

Angin barat berhembus kencang, suasana musim gugur dalam hutan bambu tidak terlalu kental, warna musim gugur pun mulai tawar dan menipis.

Tapi perasaan hati semua orang justru makin dingin dan membeku, perasaan dingin itu bukan dikarenakan saat itu sudah berada dipenghujung musim gugur, bukan pula karena hawa yang membeku.

Tentu saja mereka tahu kenapa hati mereka jadi dingin, jadi membeku.

Suma Tang-shia merasakan sekujur badannya menggigil, dia sandarkan tubuhnya makin rapat dibahu Siau Jit.

Sementara Siau Jit pun sangat memahami perasaan hatinya saat itu.

Walaupun secara resmi si Kelelawar masih tersekap dalam ruang loteng, namun secara diam diam ia telah menggali lorong bawah tanah dan mendapatkan kembali kebebasannya, dalam hal ini ternyata perempuan itu sama sekali tak tahu.

Itu berarti andaikata si Kelelawar hendak berbuat sesuatu terhadap dirinya, ia sama sekali tak bisa menghindarkan diri.

Memang benar kesadaran Kelelawar belum seratus persen pulih, namun hal ini bisa diartikan suatu ketika ia normal juga, kalau bukan begitu, darimana bisa tahu untuk bisa lolos dari kepungan hutan bambu, dia harus menggali lorong bawah tanah" Disaat pikirannya menjadi normal kembali, mungkinkah dia akan teringat dengan dendam kesumat nya" Mungkinkah dia akan teringat dengan dendamnya terhadap Suma Tionggoan" Mungkinkah di a teringat akan balas dendam" Dapat dipastikan si Kelelawar akan berpikir ke situ, hanya saja kenapa hingga sekarang belum dia lakukan" Mungkin hanya dia pribadi yang bisa menjawab pertanyaan ini.

Bisa jadi ia telah menyiapkan sebuah rencana besar untuk balas dendam, dan rencana tersebut akan dia laksakan dalam waktu singkat.

Bagaimana pun, masih untung rahasia ini segera terbongkar, untung mereka datang tepat waktu.

Karena itu selain kaget dan ngeri, diam diam dia pun bersyukur.

Dalam waktu singkat Suma Tang-shia berhasil mengendalikan diri, lambat laun paras muka pun menjadi tenang kembali.

Apa yang dibicarakan Han Seng dan Lui Sin pun dapat ia dengar dengan jelas, maka setelah termenung sesaat sahutnya: "Mungkin kalian berdua masih belum tahu dengan jelas tabiat dari manusia yang bernama Kelelawar ini" "Bagaimana pula dengan wataknya?

" tanya Lui Sin.

"Terlalu percaya diri, sebelum pertarungan maut di lembah Hui-jin-gan, dia selalu berkata sesumbar kalau tak seorang jagopun dalam dunia persilatan yang merupakan tandingannya, dalam kenyataan, dia pun tidak pernah membokong orang dari belakang" "Tapi bagaimana penjelasanmu tentang diculiknya putriku?

" Lui Sin tertawa dingin, "bagaimana pula penjelasanmu tentang anak buahku yang mati keracunan dalam warung teh?

" "Diracuninya anak buahmu dalam warung teh, menurut aku hal ini disebabkan Kelelawar sama sekali tak menganggap mereka sebagai musuhnya" "Maksudmu dia menganggap mereka tidak pantas menjadi musuhnya?

" "Mungkin saja hal ini ada sangkut pautnya dengan rencana dia untuk menjebak putrimu, dia tidak berharap putrimu mengalami luka atau cedera karena itu" Lui Sin berkerut kening, ia tidak berbicara lagi.

Kembali Suma Tang-shia berkata: "Orang ini masih mempunyai sebuah watak aneh, yakni suka bergurau" "Suka bergurau?

" Siau Jit tertegun.

Suma Tang-shia manggut-manggut.

"Hanya saja gurauannya itu kecuali dia sendiri, mungkin orang lain tak akan tertarik" Siau Jit tertawa getir, baru saja dia hendak mengucapkan sesuatu, tiba tiba gelak tertawa yang sangat menakutkan berkumandang membelah keheningan.

Bersamaan itu pula berhembus angin yang sangat kencang, lalu tampak dahan bambu bergoyang kencang.

Tampaknya hembusan angin kencang itu timbul karena getaran suara tertawa yang amat keras itu, ditengah goncangan dahan bambu, suara tertawa itu kedengaran makin menakutkan.

Begitu suara tertawa bergema, nyaris paras muka semua orang berubah hebat.

Suara tertawa semacam ini tidak terlalu asing bagi me reka, khususnya bagi Suma Tang-shia, Sim Ngo-nio serta kedua orang dayangnya.

Inilah suara tertawa dari Kelelawar tanpa sayap!

 Suara tertawa itu bergema dari arah timur, begitu semua orang berpaling, bayangan Kelelawar pun kembali terlihat.

Si Kelelawar masih berada diluar hutan bambu, diluar dinding tembok tinggi.

Ternyata ia berdiri tegak diatas panggung batu sebelah timur, berdiri sambil tertawa terbahak-bahak, tertawa dengan bangganya.

Sekali lagi paras muka Suma Tang-shia berubah, katanya: "Pintu keluar lorong rahasia itu kalau berada diluar dinding tinggi, sekalipun berada diluar barisan bunga, letaknya pasti tak jauh dari barisan tersebut, kalau tidak, mustahil dia bisa mencapai panggung batu itu sedemikian cepatnya" "Moga moga saja masih berada diantara barisan bunga dengan dinding tinggi" kata Siau Jit.

Suma Tang-shia manggut-manggut.

"Kalau tidak,,,,

Kelelawar pasti akan menembusi barisan bunga itu sebelum tiba diatas panggung batu, bila dia sanggup melewati barisan bunga, ini berarti dia bukan saja tidak idiot bahkan kepintarannya sangat menakutkan" "Mungkin saja dia pun mempunyai kemampuan dalam ilmu barisan, tapi bagaimana pun juga, untuk bisa menembusi barisan bunga, paling tidak otaknya harus berada dalam keadaan jernih" "Berarti dia pun sudah tahu bagaimana cara untuk menghadapi kita semua" Tiba tiba Siau Jit menarik napas panjang, katanya: "Toaci, adakah jalan ke dua yang bisa meninggalkan hutan bambu ini dalam waktu singkat?

" "Tidak ada, bila harus melewati hutan bambu, berarti harus lewat jalanan yang pernah kita tempuh" "Itu berarti butuh waktu banyak, lagipula sulit untuk meloloskan diri dari pengawasan si Kelelawar" "Sama seperti kita awasi gerak geriknya tadi, sekarang dia berada ditempat yang tinggi, semua gerak gerik kita pasti tak akan mampu lolos dari pengamatannya" "Kalau begitu terpaksa kita harus menunggu sampai dia bertindak lebih dulu, dari apa yang dia lakukan, kita baru bisa pastikan bagaimana harus bersikap" "Kecuali dia tak mempunyai niat jahat, kalau tidak, aku berani memastikan, jangan harap kita bisa mundur dari sini melalui jalanan semula" Mau tak mau Siau Jit harus mengangguk.

Saat itu, suara gelak tertawa masih bergema tiada habisnya.

Angin berhembus makin kencang, gemerisik daun bambu tambah ramai, seluruh langit dan bumi seakan tambah gelap, suara tertawa pun kedengaran makin menyeramkan.

Berkilat mata Siau Jit, katanya: "Setelah mendengar gelak tertawanya itu, bila orang masih bilang dia bukan edan, benar benar sebuah pernyataan yang tak bisa dipercaya" "Sekarang, kita justru berharap dia benar benar edan, benar benar idiot, sebab bagaimana pun, orang idiot jauh lebih gampang dihadapi daripada orang normal" "Betull" "Tampaknya kalian berdua kuatir kalau sampai bangsat itu menggunakan alat perangkap yang ada dalam hutan bambu untuk menghadapi kita?

" sela Han Seng.

"Tepatl" "Biarpun dia tahu akan kelihayan alat jebakan ditempat ini, toh belum tahu bagaimana cara menggunakannya" ujar Lui Sin.

Suma Tang-shia tertawa getir.

"Bukankah sudah kukatakan sedari tadi, semua alat perangkap itu telah dijalankan sejak awal" katanya.

"Kalau bukan begitu, kenapa kita musti masuk dengan sangat hati hati" Siau Jit menambahkan.

Han Seng menghela napas panjang.

"Aaai, kelihatannya sekarang kita hanya berharap, semoga bangsat itu benar benar sinting, benar benar idiot dan kehilangan akal sehat" Dengan cepat Lui Sin memegang gagang goloknya sambil berteriak nyaring: "Daripada disini menunggu mati, lebih baik kita terjang saja hutan bambu itu!

" Sementara Han Seng menarik tangan saudaranya, sambil melangkah maju kata Siau Jit: "Aku rasa jauh lebih aman bila kita tetap tinggal didalam loteng itu, bukankah alat perangkap yang terpasang dalam hutan bambu bertujuan untuk mencegah si Kelelawar meninggalkan tempat ini" "Keliru!

" sahut Suma Tang-shia.

Baru saja ia selesai bicara, suara tertawa si Kelelawar yang menyeramkan ikut berhenti pula.

Semacam perasaan ngeri yang sukar dilukiskan dengan kata segera timbul dalam hati semua orang, disamping muncul pula perasaan bimbang dan ragu.

Perasaan itu seperti orang yang sedang berjalan tiba tiba menginjak tempat kosong dan terperosok ke bawah.

Selama Kelelawar masih tertawa, mungkin keadaan masih aman, tapi begitu berhenti tertawa, bisa diartikan dia segera akan turun tangan.

Sinar mata dan perhatian semua orang pun serentak dialihkan ke arah Kelelawar.

Mendadak tubuh jangkung Kelelawar tampak melambung ke udara dan bersalto berapa kali, tahu tahu dalam genggaman tangan kanannya telah bertambah dengan sebilah golok, golok lengkung.

Golok lengkung itu mirip bulan sabit, gagang pedangnya berupa seekor Kelelawar yang sedang mementang sayap, amat menyilaukan mata.

Ciu Kiok yang melihat senjata itu kontan menjerit keras: "Golok Kelelawar!

" "Darimana dia dapatkan golok Kelelawar yang pernah digunakan dulu?

" rintih Suma Tang-shia pula.

"Konon dia memiliki tiga belas bilah golok semacam ini" kata Ciu Kiok, "dua belas bilah diantaranya telah diberikan kepada orang lain" "Dihadiahkan untuk dua belas orang perempuan yang paling dia sukai!

" Suma Tang-shia menambahkan.

"Lantas ke mana perginya sebilah yang lain?

" tanya Siau Jit.

"Ada dirumahku" jawab Suma Tang-shia, tapi segera terangnya, "setelah Kelelawar berhasil dirobohkan, manusia berikut goloknya dihantar kemari, golok tersebut disimpan ayahku dalam sebuah ruang rahasia di ruang bacanya" "Itu berarti kalau golok yang berada dalam genggamannya bukan golok tersebut, nyawa salah satu dari ke dua belas perempuan tersebut jadi masalah besar" "Tapi dia menyukai ke dua belas orang perempuan itu" "Mungkin saja dia menyukai mereka, tapi apakah ke dua belas orang perempuan itu menyukai dirinya pula?

" kata Siau Jit, "selain itu, benarkah Kelelawar yang kita jumpai hari ini adalah Kelelawar dimasa lampau?

" Suma Tang-shia termenung sambil berpikir sejenak, kemudian katanya: "Memang harus diakui, Kelelawar yang dulu belum pernah membunuh perempuan mana pun" "Berita yang tersiar dalam dunia persilatan memang begitu" "Tapi yang kita ketahui sekarang adalah dia telah membunuh nona Lui, bahkan mencincang tubuhnya" Setelah tertawa getir, terusnya: "Terlepas dari mana dia peroleh golok Kelelawar itu, lebih baik sekarang kita bikin persiapan terlebih dahulu untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan" "Siaute telah berhati hati" Padahal bukan hanya dia, sorot mata semua orang pun tak ada yang bergeser dari tubuh si Kelelawar.

Waktu itu si Kelelawar telah mengangkat goloknya keatas dan meletakkan diatas ubun ubunnya.

Dipandang dari kejauhan, cahaya terang yang memancar dari golok lengkung itu pada hakekatnya tidak mirip sebilah golok, tapi seolah dari atas kepala si Kelelawar muncul sekilas bianglala berwarna perak.

Tiba tiba bianglala itu berputar, dari melintang berubah jadi tegak lurus, lurus dibawah alis mata si Kelelawar, tiba tiba saja suasana jadi hening.

Mata golok menghadap keluar, gagang golok menindih diatas ujung hidung hingga ke ujung alis mata Kelelawar, cahaya golok pun berubah jadi satu garis, semakin mencolok mata.

Dalam pandangan mata Siau Jit, disaat golok lengkung itu berhenti diatas wajah Kelelawar, tiba tiba saja wajah itu seakan terbelah jadi dua bagian.

Mata golok seolah menghujam ke dalam wajah Kelelawar dan membelahnya jadi dua.

Apa yang sebenarnya hendak dilakukan Kelelawar itu" Tanpa sadar ingatan tersebut melintas dalam benak semua orang, dan saat itu pula cahaya golok kembali terjadi perubahan.

Cahaya golok yang membentuk satu garis itu secepat petir meluncur keluar dari wajah sang Kelelawar, berputar, membalik lalu mencongkel, pagar kayu diseputar panggung batu pun terbabat kutung jadi berapa bagian, kutungan yang kena congkelan langsung beterbangan di angkasa.

Para jago yang berada dalam loteng dapat menyaksikan semua kejadian itu dengan jelas, Lui Sin segera berseru: "Apa gerangan yang sedang dilakukan bangsat itu?

" Siau Jit seperti ingin mengucapkan sesuatu namun kembali diurungkan, paras mukanya serius, dari perubahan mimik mukanya, dia seolah tahu kalau si Kelelawar sedang mempersiapkan diri untuk melakukan sesuatu gerakan.

Paras muka Suma Tang-shia jauh lebih serius daripada Siau Jit, tampaknya dia pun telah berpikir sampai ke situ.

Belum lagi kutungan pagar kayu berjatuhan, golok Kelelawar telah disarungkan kembali.

Tampak ia memutar sepasang tangannya, menyambut kutungan batok kayu pagar lalu kembali tertawa.

Suara tertawanya kedengaran begitu bangga dan puas.

Tiba tiba ia berseru: "Kalian semua adalah orang orang pintar!

" Tentu saja perkataan itu mengandung banyak arti, Siau Jit dan Suma Tang-shia saling bertukar pandangan sekejap, baru akan menjawab, Lui Sin dengan suara bagaikan geledek telah membentak nyaring: "Kelelawar" "Hahaha, aku berada disini" jawab Kelelawar sambil tertawa aneh, "boleh tahu Lui toaya ada urusan apa?

" Saat ini Lui Sin sudah merasa sangat yakin kalau Kelelawar yang berada di panggung batu tak lain adalah Kelelawar yang mereka jumpai pagi tadi, ia cabut keluar golok emasnya, kemudian sambil menuding Kelelawar itu bentaknya: "Jadi kau benar benar adalah si Kelelawar?

" "Kelelawar memang hanya ada satu!

" tiba tiba tubuhnya berputar kencang.

Disaat wajahnya berpaling lagi, ternyata dia telah merubah tampangnya menjadi orang kedua, tanyanya kemudian: "Tahukah kalian apa sebabnya bisa begini?

" "Ilmu merubah wajah!

" teriak Suma Tang-shia tanpa sadar.

Biarpun teriakan itu tidak begitu keras, ternyata si Kelelawar dapat mendengar dengan jelas sekali, kembali ia tertawa tergelak.

"Hahaha, bagaimana pun orang pintar tetap orang pintar" Setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Orang pintar macam kalian seharusnya tahu bukan tindakan apa yang hendak kulakukan, tentu tahu juga bagaimana harus menghadapinya" Begitu selesai bicara, mendadak potongan pagar yang berada dalam genggamannya telah dilempar ke luar, meluncur ke tengah hutan bambu.

Berubah paras muka Suma Tang-shia ketika melihat hal itu, jeritnya tertahan: "Aduh celaka!

" "Potongan pagar itu tidak dilempar kearah kita , , , , , ,,

" kata Ciu Kiok.

"Apa bedanya dengan seseorang yang menerjang masuk ke dalam hutan bambu?

" tanya Suma Tang-shia sambil tertawa getir.

Sementara pembicaraan berlangsung, "Blaaam!

" dari tengah hutan bambu telah terdengar suara ledakan keras diikuti bergetarnya seluruh permukaan tanah.

Dapat dibuktikan betapa kuat dan dahsyatnya tenaga timpukan yang dilakukan si Kelelawar.

Serentetan suara aneh kembali berkumandang dari balik hutan bambu, suara yang memekakkan telinga itu membuat paras muka Suma Tang-shia berubah jadi makin tak sedap dipandang.

Pada saat itulah paras muka Ciu Kiok ikut berubah.

Suara tertawa aneh dari si Kelelawar kembali berkumandang, ditengah gelak tertawa, tubuhnya yang jangkung ceking lagi lagi melambung ke tengah udara, kedua belah ujung bajunya dikembangkan, seluruh tubuh pun berubah seakan seekor Kelelawar hitam raksasa yang terbang ke angkasa.

Setelah berjumpalitan berapa kali, badannya meluncur ke bawah dengan kecepatan tinggi.

Kali ini dia tidak melayang turun diatas panggung batu, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya hilang lenyap.

Sementara suara aneh dari balik hutan bambu berkumandang makin nyaring.

Paras muka Suma Tang-shia berubah semakin tak sedap dilihat, gumamnya: "Semua alat rahasia dalam hutan bambu mulai bekerja!

" "Lantas kita sekarang , , , , , ,,

" tanya Siau Jit.

"Kalau ingin menerjang keluar dalam keadaan begini, sama artinya mencari mati" Berkilat sepasang mata Siau Jit, ia termenung dan tidak bicara lagi.

"Masa kita harus berdiam dalam bangunan loteng itu?

" tanya Han Seng.

"Ayahku telah memperhitungkan dengan pasti, setelah alat jebakan mulai bekerja, bisa jadi si Kelelawar akan mundur balik ke dalam bangunan loteng ini" Han Seng makin tercekat.

"Jadi maksudmu bersamaan dengan hancurnya hutan bambu, loteng ini pun , , , , , , , ,,

"  "Betul, loteng inipun akan ikut hancur" nada suara Suma Tang-shia terdengar berat, aah sekarang alat jebakan ke lima dan ke enam sudah mulai bekerja" Sekali lagi berkilat sinar mata Siau Jit, tiba tiba ujarnya: "Memangnya kita tak boleh menggunakan lorong bawah tanah yang digali si Kelelawar untuk meninggalkan tempat ini?

" Agaknya Suma Tang-shia pun telah mempertimbangkan hal tersebut, segera jawabnya: "Rasanya hanya itu satu satunya jalan hidup kita, moga moga saja si Kelelawar tidak memasang alat perangkap atau jebakan dalam lorong bawah tanahnya" Setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Tapi setelah berada dalam keadaan begini, rasanya kita tak perlu banyak berpikir lagi!

" Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Sim Ngo-nio, tapi belum sampai ia buka suara, Sim Ngo-nio sudah berkata duluan: "Kalau begitu biar aku berjalan duluan!

" Habis berkata, ia segera meloncat turun ke dalam lorong bawah tanah.

Tentu saja semua orang tahu bahwa persoalannya bukan karena dia takut mati atau tidak, andaikata didalam lorong rahasia terdapat jebakan, maka dialah orang pertama yang bakal celaka.

Begitu bayangan tubuh Sim Ngo-nio lenyap dibalik lorong, Suma Tang-shia segera menitahkan kedua orang dayangnya: "Cepat kalian berdua membimbing Ciu Kiok dan masuk duluan!

" Kedua orang dayang itu tak berani berayal, cepat mereka memayang tubuh Ciu Kiok dan menerobos masuk ke dalam lorong rahasia.

Saat itulah Suma Tang-shia baru berpaling sambil berkata: "Lui, Han lo-enghiong , , , , , , ,,

" "Silahkan nona masuk duluan" sahut Lui Sin cepat, "biar kami berdua berada dibarisan paling belakang!

" "Sekarang bukan saatnya untuk bersungkan-sungkan" tukas Suma Tang-shia sambil menggeleng, "aku jauh lebih jelas mengetahui keadaan disini daripada kalian berdua!

" Belum habis ia berkata, gelombang dahsyat telah terjadi ditengah hutan bambu, batang pohon bambu tampak beterbangan dan meluncur ke tengah udara.

"Alat perangkap ke sembilan telah mulai bekerja!

" seru Suma Tang-shia kemudian, kepada Lui Sin dan Han Seng katanya pula, "apa lagi yang hendak kalian berdua nantikan?

" Bagaimana pun Lui Sin dan Han Seng adalah orang yang berjiwa terbuka, mereka tidak banyak bicara lagi dan tergopoh gopoh masuk ke lorong rahasia.

"Siau kecil, pedangmu!

" kembali Suma Tang-shia berbisik.

Cepat Siau Jit meloloskan pedangnya.

"Sreeet, sreeet, sreeet" suara desingan tajam seketika bergema dari empat penjuru, beratus batang senjata rahasia memancar keluar dari balik hutan bambu dan menerjang bangunan loteng itu dari empat arah delapan penjuru.

Tak diragukan semua senjata rahasia itu jelas terlepas dari alat jebakan yang terpasang dalam hutan bambu, kecepatan dan kehebatannya luar biasa.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar