Kelelawar Tanpa Sayap Bab 02 Golok Kelelawar

Bab 02 Golok Kelelawar

Suasana hutan murbei merah bagai darah, cahaya matahari senja merah bagai darah Kawanan kelelawar itu muncul dari balik daun murbei yang merah, menerobos keluar dari balik cahaya senja yang membara, tubuh mereka seolah ikut berubah jadi merah, semerah darah segar Jeritan kaget bergema silih berganti, untuk sesaat semua orang berdiri bengong, berdiri tertegun, tak tahu apa yang harus dilakukan Sepasang tangan Thio Poan-oh serta To Kiu-shia telah basah oleh keringat dingin, ingin sekali mereka perintahkan semua orang untuk tenang, untuk lebih mengendalikan diri, namun ucapan yang telah meluncur ke sisi tenggorokan, entah mengapa, ternyata jadi beku, tak mampu disampaikan keluar Terdengar si kelelawar berkata lagi: "Biarpun aku tak bersayap, namun aku tetap dapat terbang!

" Baru selesai berbicara, tubuhnya sudah melambung, sudah mulai terbang di udara Tentu saja dia bukan terbang sungguhan, dia hanya melambung ke udara secara tiba-tiba Ia mengenakan pakaian serba hitam, sewaktu sepasang ujung bajunya terkulai ke bawah, entah bagaimana, begitu dipentangkan ternyata lebarnya bukan kepalang, pada hakekatnya tak jauh berbeda seperti sepasang sayap dari seekor kelelawar!

 Begitu sepasang bajunya dibentangkan, ia turut melambung ke tengah udara Mula mula Thio Poan-oh agak tertegun, menyusul kemudian jeritnya lengking: "Hati-hati!

" Cepat tubuhnya melejit ke samping, golok Toa-huan-to digetarkan kemudian langsung mengejar ke arah mana si kelelawar itu bergerak To Kiu-shia tak berani berayal, dengan gerakan tubuh It-hok-ciong-thian (bangau sakti menerobos langit), sepasang kait Jit-gwee-kou nya memainkan jurus Siang-liong-jut-hay (sepasang naga keluar dari samudra) mengejar ke arah si kelelawar.

Gerakan tubuh mereka tidak terhitung lambat, namun bila dibandingkan si kelelawar, ternyata terdapat selisih jarak yang cukup jauh, apalagi si kelelawar bergerak lebih duluan Melambung dua kaki ditengah udara, tiba tiba si kelelawar melakukan patahan, dengan satu gerakan cepat dia sambar seorang piausu bersenjatakan sebilah tombak Cukup cekatan piausu itu menghadapi datangnya ancaman, sambil membentak nyaring, tombaknya bagaikan seekor ular berbisa balas menusuk dada lawan Sang kelelawar tertawa dingin, tubuh yang tampaknya sudah tak mungkin melakukan perubahan itu tiba tiba berbelok ke samping, biarpun gerak menubruknya masih tak berubah, namun dadanya yang terancam tusukan lawan justru sudah menyingkir ke sisi lain.

Bagaimana pun dasar ilmu silat yang dimiliki piausu itu sangat terbatas, untuk sesaat sulit baginya untuk menangkap perubahan itu, menyangka tusukan tombaknya pasti mengenai sasaran, genggamannya makin diperkencang, tusukan yang dilancarkan pun meluncur semakin cepat ke depan "Criiiit!

" ujung tombak menyambar lewat, tahu tahu tusukan itu sudah melesat lewat dari bawah ketiak lawan, padahal terkaman si kelelawar saat itu sama sekali tak terhenti, dengan kecepatan kilat langsung mengancam tubuh piausu itu

Dalam keadaan begini piausu itu baru sadar kalau gelagat tidak menguntungkan, sambil menjerit kaget buru-buru dia melompat mundur Belum lagi teriakannya selesai berkumandang, tangan kanan sang kelelawar yang tajam bagaikan cakar burung elang sudah mencekik leher piausu tersebut

Begitu digenggam lalu diayun, tubuh piausu itu bagaikan layang-layang yang putus benang langsung mencelat ke belakang, menumbuk diatas sebuah tiang kayu Lima buah lubang kecil kini muncul dari bekas cekikan pada tenggorokannya, darah segar bagai pancuran air menyembur keluar tiada hentinya

Dengan ke lima jari tangannya yang berpelepotan darah, kembali si kelelawar mengayun sambil menggapit, lagi lagi dia cengkeram wajah piausu ke dua Tergopoh gopoh piausu itu berkelit kesamping, sayang sasaran yang diarah kelelawar itu bukan wajahnya, melainkan tenggorokannya Kembali cengkeraman disertai ayunan tangan dia lakukan, disaat darah segar mulai menyembur keluar dari tenggorokan piausu itu, tubuh si kelelawar kembali telah melambung ke tengah udara Sepasang ujung bajunya dikebaskan berulang kali, ditengah deruan angin kencang, tubuhnya menukik ke bawah, kembali tangannya digerakkan ke sana kemari, bagaikan sabetan golok dia hajar tenggorokan dari dua orang siang-cu-jiu

Tak sempat menghindarkan diri, lagi lagi tenggorokan ke dua orang itu terbabat telak, "kreeekl" tubuh mereka mencelat ke tengah udara Rekannya yang menyaksikan kejadian itu seketika mengayunkan goloknya membacok ujung baju yang mengancam tiba, "Prakkkk!

" diiringi suara keras, golok itu mencelat dari genggamannya, meluncur ke tengah udara bagaikan pusingan roda kereta

Akibat dari getaran yang amat keras itu, telapak tangan kanannya jadi retak dan pecah, darah meleleh membasahi bajunya, sementara orang itu hanya bisa berdiri mematung tanpa bergerak, mematung karena tertegun, terkesima dan ngeri Dengan satu gerakan cepat kelelawar itu meluncur turun persis dihadapannya, telapak tangannya yang tajam bagai cakar burung lagi lagi dihantamkan ke muka Ternyata dia tidak tahu menghindar ataupun berkelit, dalam waktu yang relatip singkat dia hanya merasa munculnya rasa sakit yang luar biasa dari bagian wajahnya, lalu terdengar suara tulang yang gemerutuk hancur Itulah perasaan yang bisa ia rasakan untuk terakhir kalinya

Begitu telapak tangan si kelelawar meninggalkan kepalanya, seluruh wajah orang itu hancur lebur tak karuan dan roboh terkapar ke tanah bagai lumpur cair Tidak berhenti sampai disitu, si kelelawar menggerakkan tubuhnya berulang kali dengan gerakan cepat dan aneh, cepat tapi ganas, ditengah suara deruan angin pukulan yang memekak telinga, kembali dua orang anggota pengawal barang tersambar ujung bajunya, ujung baju setajam mata pisau yang menggorok tenggorokan mereka Menyusul kemudian seorang lagi mati dengan wajah hancur

Dalam waktu yang relatif singkat, sudah ada tujuh orang roboh terkapar ditangan si kelelawar, bila ditambah lima orang yang tewas duluan karena keracunan, berarti sudah ada dua belas orang yang menemui ajalnya secara percuma

To Kiu-shia serta Thio Poan-oh menyaksikan semua peristiwa itu dengan mata kepala sendiri, sekuat tenaga mereka menyusul di belakang si kelelawar, sepasang kaitan jit-gwee-kou serta golok toa-huan-to milik mereka diayun berulang kali dengan sepenuh tenaga, dengan harapan bisa membacok mati musuhnya dalam waktu singkat

Tapi kedua orang itu merasa kecewa sekali Hingga akhirnya berhasil mengendalikan diri, mereka b aru menemukan kalau dari ke dua puluh enam orang kelompoknya, kini hanya tersisa empat belas orang yang masih hidup Dalam sedih dan gusarnya To Kiu-shia membentak nyaring: "Semua orang berkumpul ditengah warung, lawan musuh dengan sepenuh tenaga!

" Begitu selesai berteriak, ia segera memberi kode kepada Thio Poan-oh, sepasang senjata kaitan Sit-gwee-kou miliknya dengan jurus Cu-tiap-cuan-hoa (kupu kupu terbang diantara bunga) diayun ke kiri kanan melindungi Ciu Kiok serta empat orang Tong- cu-jiu lainnya yang berada disisinya

Thio Poan-oh tak berani berayal, golok Toa-huan-to nya dengan jurus Pat-hong-hong-uh (hujan angin dari delapan penjuru) melancarkan tiga belas bacokan secara beruntun, dia pun berusaha melindungi seorang piausu serta lima orang Tong-cu-jiu lainnya Dengan merapatkan diri dalam satu lingkaran, mereka mulai bergeser dari tempat itu Masih ada seorang tong-cu-jiu lagi yang berdiri sedikit agak jauh, sementara si kelelawar persis berada diantara mereka, begitu melihat rekan rekannya tewas secara mengerikan, orang itu jadi pecah nyali dan ketakutan setengah mati

Begitu melihat sang kelelawar menghadang persis dihadapannya, ia semakin tak berani bergabung dengan kelompoknya, diiringi jerit ketakutan, orang itu malah berbalik diri dan kabur ke arah luar "Jangan,,,,,”

teriak Thio Poan-oh, buru buru golok toa-huan-to nya dibabat ke depan, mengancam tubuh si kelelawar

Belum lagi sabetan golok itu tiba, si kelelawar sudah melesat keluar, sambil bersalto ditengah udara, dia menyusul ke arah mana tong-cu-jiu itu melarikan diri

Baru saja kabur empat lima langkah, tong-cu-jiu itu sudah merasakan datangnya desingan angin tajam yang menindih badannya, tanpa berpaling lagi, sambil berteriak ketakutan secara beruntun dia lepaskan tiga bacokan berantai

Dalam keadaan begini dia sudah tidak berharap untuk melukai musuhnya lagi, yang penting menyelamatkan diri sendiri

Sayang sekali ilmu silat yang dimilikinya kelewat cetek, apalagi dibawah ancaman maut si kelelawar, mana mungkin ia bisa selamatkan diri" Baru saja bacokan ke tiga sampai diseparuh jalan, suara retakan bergema di udara, tahu tahu tangan kanan si kelelawar telah merobek baju bagian punggungnya dan menggencet tulang belakangnya "Kekekekek,,,,,”

 diiringi tertawa aneh, kelelawar itu menggetarkan tangan kanannya, tulang punggung berikut tulang iga tong-cu-jiu itu rontok satu demi satu "Kreeek, kreeek, kreeee!

" serentetan bunyi keras seperti ledakan rentengan mercon berkumandang sambung menyambung, bagaikan kehilangan tulang penyangga, tak ampun tubuh orang itupun terkapar lemas ke tanah Sambil mengendorkan tangannya, kelelawar itu membalikkan tubuh sambil merangsek maju

Pada saat itulah Thio Poan-oh mengayunkan golok besarnya melancarkan sebuah tebasan, dengan bobot golok yang begitu berat, tebasan itu disertai deruan angin kuat "Bagus!

" puji kelelawar itu sambil bergeser ke samping menghindarkan diri dari datangnya sabetan itu, bersamaan waktu dia kebaskan ujung bajunya, dengan gerakan bagai menggunting dia ancam tenggorokan lawan Cepat Thio Poan-oh memutar goloknya dengan jurus Eun-hoa-hud-liu (memisah bunga mengebas liu), satu jurus dua gerakan, dia babat sepasang ujung baju lawan yang sedang menggunting ke arahnya "Praak, praaak,,,,,!

" dua kali benturan nyaring bergema di udara, ketika golok dan ujung baju saling membentur, bukan saja golok itu tidak tergulung lepas, ujung baju pun sama sekali tak robek, namun sepasang tangan Thio Poan-oh yang menggenggam senjata terasa linu dan kaku oleh bentrokan itu

Tak urung terkesiap juga perasaan hatinya Dengan satu gerak cepat kembali si kelelawar merangsek maju, sepasang lengannya digetarkan sambil menyambar, kali ini dia ancam dada Thio Poan-o h, bukan saja cepat dalam perubahan jurus, serangan pun ganas dan telengas

Mimpi pun Thio Poan-oh tidak menyangka kalau bacokan goloknya gagal untuk membendung serangan musuh, untung ia sigap, begitu merasa gelagat tidak mengutungkan, cepat dia ambil keputusan untuk melompat mundur. Bagai bayangan saja, kelelawar itu menempel terus disisi tubuhnya Melihat situasi amat kritis, diiringi suara bentakan yang menggelegar bagai suara guntur, To Kiu-shia dengan senjata Jit-gwee-kou nya menerjang masuk dari samping, dia kunci sepasang pergelangan tangan lawan Hampir pada saat bersamaan Ciu Kiok dengan pedang mustika nya menusuk tubuh lawan dari sisi lain. Tidak ketinggalan tiga orang piausu lainnya, dengan senjata sam-ciat-kun serta dua bilah golok besar, ke tiga jenis senjata itu serentak menyerang tubuh lawan dari tiga arah yang berbeda

Seolah tidak melihat datangnya semua ancaman itu, si Kelelawar mengebaskan sepasang tangannya berulang kali, ternyata ia lepaskan berapa kali sentilan maut untuk mementalkan datangnya ke lima jenis senjata itu Perawakan tubuhnya yang tinggi jangkung berputar bagai gangsingan, sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata segera meluncur keluar dari balik tubuhnya Jeritan ngeri pun berkumandang membelah keheningan.

Kilatan cahaya tajam itu tidak berhenti sampai disitu, dengan kecepatan tinggi kembali melesat ke semua arah "Criiit, criiit, criiit!

" jerit kesakitan bergema sahut menyahut, percikan darah bagai bunga api menyembur ke mana mana "Hati hati!

" hardik To Kiu-shia berulang kali, dengan senjata kaitan Jit-gwee-kou, dia lakukan tangkisan di kiri dan kanan secara berulang, bukan saja harus selamatkan diri, diapun harus melindungi keselamatan anak buahnya Sayangnya, selamatkan diri sendiri pun ia tak sanggup apalagi mengurus keselamatan orang lain, suatu ketika karena kurang berhati hati, cahaya tajam itu berhasil menerobos masuk melalui celah diantara sepasang senjata kaitan jit-gwee-kou miliknya Darah segar segera menyembur dari bahu kirinya, senjata jit-gwee-kou yang digenggam dalam tangan kirinya terlepas dari cekalan dan,,,,

"Traang!

" jatuh ke tanah Sementara itu Thio Poan-oh dengan golok besarnya hanya sanggup menyelamatkan diri Disisi lain, ciu Kiok dengan wajah pucat pias memaink an pedangnya sepenuh tenaga, dia putar senjatanya sedemikian rupa hingga angin dan hujan pun sulit tembus, setelah bersusah payah akhirnya ia berhasil juga membendung datangnya gempuran cahaya tajam itu "Triiing, triiing!

" dentingan keras bergema tiada hentinya, mendadak kilatan cahaya tajam itu meluncur naik ke atas.

Begitu melesat naik, seketika lenyap tak berbekas Menyusul kemudian bayangan pedang cahaya golok pun secara beruntun terhenti semua To Kiu-shia masih berdiri dengan senjata kaitan ditangan kanannya melindungi dada, darah segar yang memancar keluar dari mulut luka dibahu kirinya masih mengalir deras, namun dia seolah sama sekali tidak merasa

Thio Poan-oh dengan golok besarnya menempel didepan dada kanan berdiri pula dengan sikap tegang, peluh sebesar kacang membasahi sekujur tubuhnya, bahkan dengus napas pun berubah memburu dan tersengkal.]
Sebaliknya Ciu Kiok berdiri dengan ujung pedang menghadap ke bawah, wajahnya pucat pasi seperti kertas, mulutnya setengah ternganga, matanya terbelalak lebar penuh diliputi perasaan ngeri dan takut.

Bisa dimaklumi kalau dia ngeri bercampur takut, sebab didalam kedai itu, kecuali si kelelawar, kini hanya tersisa mereka bertiga saja yang masih hidup.

Para piausu dan tong-cu-jiu yang tadi bertarung bersama-sama melawan keganasan si kelelawar, kini hampir semuanya sudah tertumpas, berubah jadi orang mampus. Diantara mereka, ada yang kepalanya terpisah dengan badan, ada yang pinggangnya terbabat putus jadi dua, ada pula yang dadanya terbelah hingga merekah Darah segar telah membasahi seluruh permukaan lantai kedai, hampir semua meja kursi tumbang berantakan tak karuan, ceceran darah membuat tempat itu berbau anyir dan amis Ke tiga orang itu merasa amat sedih, dalam keadaan begini mereka tak sempat lagi mengurusi para korban, sebab walaupun pihaknya sudah jatuh begitu banyak korban, namun gagal merobohkan kelelawar ganas itu.

Bagi si kelelawar, tentu saja dia tak akan sudahi persoalan itu sampai disana, kini dia berada diatas belandar rumah.

Ke tiga orang itu tidak tahu mengapa si kelelawar melompat naik ke atas belanda: rumah, tapi satu hal mereka sangat yakin, musuhnya tak bakal melepaskan mereka dengan begitu saja.

Bau anyir darah semakin berat dan pekat menyelimuti ruangan, bersamaan itu pula dengus napas ke tiga orang itu semakin berat dan sesak Selapis daya tekanan tak berwujud seolah menindih seluruh kedai teh itu Apakah hal ini disebabkan si kelelawar sudah naik keatas belandar" Berdiri diatas tiang penglari" Belandar itu tidak terlalu besar, namun cukup untuk menahan pijakan badan si kelelawar.

Ia duduk tenang disitu, sepasang matanya yang hijau bersinar menatap tiga mangsanya tanpa berkedip, seakan mata kucing yang mengawasi tiga ekor tikus.

Diatas pangkuan lututnya tergeletak sebilah senjata, sebilah golok yang panjangnya satu meter. Gagang golok itu terbuat dari sepotong besi yang berbentuk seekor kelelawar dengan sepasang sayap terpentang lebar, sementara badan golok berbentuk melengkung bagai bulan sabit, cahaya yang terpancar keluar amat menyilaukan mata, tak disangkal kawanan piausu dan tong-cu-jiu telah tewas diujung golok itu

Meski sudah begitu banyak orang yang mati terbunuh, ternyata tak setetes darah pun yang menodai badan golok Membunuh tanpa ternoda darah, sudah jelas senjata itu merupakan sebilah golok mustika Dengan ke lima jari tangan kirinya, si kelelawar membesut badan golok lengkungnya, tiba tiba ia menyentil dengan ibu jari dan jari tengahnya [II "Nguuuungg suara dengungan bagai pekik naga menggema dari tubuh golok lengkung itu, bahkan senjata tersebut bergetar tiada hentinya Kilauan cahaya tajam memancar bagai sambaran halilintar, amat menusuk pandangan.

Mendengar suara dengungan, menyaksikan cahaya yang berkilauan, To Kiu-shia bertiga merasakan hatinya bergetar keras "Tahukah kalian, golok apakah ini?

" terdengar si kelelawar menegur sambil tertawa aneh "Tidak tahu" jawab Thio Poan-oh tanpa sadar "Golok Kelelawar!

" "Kalau toh golok kelelawar, lantas kenapa?

" dengus Thio Poan-oh sambil tertawa dingin "Golok ini hanya membunuh orang terkenal, jadi seharusnya merasa bangga dan terhormat bila dapat mampus diujung golok ini" "Kentutl" umpat To Kiu-shia Kembali si kelelawar menghela napas "Aaai, sebenarnya golok kelelawar terdiri dari tiga belas bilah, tapi sekarang tinggal sebilah ini saja" katanya "Lantas kemana perginya sisa golok yang lain?

" tanya Thio Poan-oh keheranan "Telah kuhadiahkan untuk ke dua belas orang gadis yang kusukai!

" sahut si kelelawar Sesudah tertawa lebar, kembali lanjutnya: "Golok yang terakhir inipun segera akan kuberikan kepada orang" "Apa,,,,

apakah hendak kau hadiahkan untuk,,,,

untuk nona kami?

" tanya Ciu Kiok gemetar "Betul" jawab si kelelawar sambil mengangguk, "biarpun mataku tak dapat melihat, tapi hingga kini aku tahu kalau dia adalah seorang gadis yang cantik dan menawan hati" "Kau,,,,

kau maksudkan dirimu,,,,

dirimu seorang buta?

" tanya Ciu Kiok lagi tercengang Si kelelawar tertawa pedih "Ehm!

 Biarpun aku tak punya mata, namun memiliki sepasang telinga yang tajam dan sempurna" Setelah berhenti sejenak, tambahnya: "Telinga kelelawar memang selalu tajam dan sempurna!

" Ciu Kiok yang mendengarkan kesemuanya itu hanya bisa berdiri terbelalak dengan mulut melongo, sedangkan To Kiu-shia serta Thio Poan-oh merasa terkesiap, perasaan heran bercampur sangsi terpancar keluar dari balik sorot matanya.

Ternyata si kelelawar adalah seorang buta, bagaimana mungkin mereka dapat percaya" Meskipun tidak bersuara, tampaknya si kelelawar seperti memahami jalan pikiran mereka, kembali ujarnya: "Banyak orang tidak percaya kalau aku adalah seorang manusia buta, tapi kenyataan tetap merupakan kenyataan!

" Berbicara sampai disitu, perlahan dia angkat tangan kirinya, menekan kelopak mata kiri lalu mencongkel ke dalam, mencomot keluar biji matanya yang berada dalam kelopak mata itu Begitu biji mata tercongkel keluar, maka muncullah sebuah liang gelap dimata kirinya itu Dari balik liang hitam itu terpancar sinar fosfor berwarna hijau muda, pancaran sinar api setan yang meliuk liuk di udara.

Walaupun suasana diatas belanda: rumah merupakan bagian sudut ruang tergelap, namun cahaya fosfor itu tampak begitu jelas dan nyata Si kelelawar meletakkan biji matanya yang dikorek keluar itu diatas telapak tangannya. Biji mata yang diletakkan diatas tangan itu masih memancarkan sinar fosfor berwarna hijau, seakan akan mata itupun masih bernyawa, karena tetap memandang ke arah To Kiu-shia dan Thio Poan-oh sekalian dengan melotot.

Menghadapi kejadian seperti ini, To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh merasakan hatinya berdebar keras, berdebar karena tegang bercampur ngeri, apalagi Ciu Kiok seorang gadis muda, nyaris dia jatuh tak sadarkan diri.

Sejak dilahirkan hingga detik sebelum kejadian itu, belum pernah mereka jumpai peristiwa aneh semacam ini, apalagi peristiwa yang begitu horor dan menakutkan Kembali si kelelawar tertawa aneh, wajahnya yang tanpa mata membuat senyuman orang itu terlihat makin seram dan menakutkan Perlahan-lahan dia masukkan kembali biji matanya ke dalam kelopak mata yang berlubang, kemudian tegurnya: "Sekarang, tentunya kalian sudah percaya bukan?

" Tanpa terasa Ciu Kiok mengangguk, sedang To Kiu-shia dan Thio Poan-oh ingin sekali tertawa dingin, tapi sayang mereka tak mampu lagi untuk tertawa dingin "Kalau begitu, sekarang kalian sudah boleh berangkat" kata kelelawar lebih lanjut sambil tertawa "Berangkat?

" apa maksud ucapan tersebut" Tanpa dijelaskan pun ke tiga orang itu memahami dengan sangat jelas.

Berkilat mata To Kiu-shia, tiba tiba ia merendahkan suaranya sembari berbisik: "Ciu Kiok, kami berdua akan menghadang kelelawar itu dengan sepenuh tenaga, gunakan kesempatan itu untuk kabur dari sini, naiklah ke kuda dan larikan kencang kencang!

" "Aku,,,,,,,”

 Ciu Kiok tergagap "Bila kami semua mampus disini, siapa yang bakal melaporkan kejadian ini kepada congpiautau" Apa lagi yang masih kau ragukan?

" tukas To Kiu-shia cepat "Benar" sambung Thio Poan-oh pula, "mati hidup nona sudah berada dalam genggamanmu, tak usah pedulikan kami, cepat tinggalkan tempat ini" Merasa pendapat tersebut ada benarnya juga, akhirnya sambil menggigit bibir Ciu Kiok mengangguk.

Baru saja nona itu akan ngeloyor pergi, mendadak terdengar si kelelawar yang berada diatas tiang penglari berseru lagi sambil tertawa dingin: "Ingin melarikan diri?

" Tampaknya pembicaraan mereka bertiga telah terdengar semua olehnya, tiba tiba ia sentil lagi senjatanya, suara dengungan nyaring pun bergema dari balik badan golok lengkung itu.

Tanpa sadar Ciu Kiok menghentikan langkah kakinya, buru buru Thio Poan-oh mendesak: "Ciu Kiok, jangan urusi dia, cepat lari!

" "Betul, biar kami yang menghadapinya, cepat kabur!

" sambung To Kiu-shia Sekali lagi Ciu Kiok mengangguk, ia membalikkan badan dan kabur secepatnya meninggalkan warung Pada saat bersamaan To Kiu-shia menghardik: "Maju!

" Jit-gwee-kou yang berada ditangan kanannya diputar, tubuhnya segera melambung ke udara, langsung menerkam si kelelawar yang berada diatas belandar.

Thio Poan-oh tak berani berayal, golok besar Toa-huan-to miliknya diputar lalu bersamaan dengan gerakan melambung, dia bacok pinggang musuh.

Melihat datangnya ancaman itu, si kelelawar melotot tanpa berkedip, mendadak ia berpekik nyaring, tubuhnya menerjang ke atas, "Braaak!

" ia jebol atap warung lalu meluncur keluar dari ruangan itu.

Dalam waktu singkat seluruh bangunan warung sudah roboh ke tanah dan hancur berantakan.

Baik To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh sama sekali tak menyangka bakal terjadi peristiwa itu, padahal saat itu tubuh mereka sedang melambung ke udara.

Dalam keadaan begini, mana sempat bagi mereka untuk menghindarkan diri" Tak ampun ke dua orang itu segera tertindih dibalik puing warung yang bertumbangan.

Tak seorangpun yang akan menyangka kalau sebuah bangunan warung teh yang begitu kokoh, mendadak bisa ambruk dan hancur berantakan, tentu saja terkecuali si kelelawar.

Rupanya semua tiang penyangga bangunan warung itu sudah dipatahkan sebelumnya, hanya karena sudah diganjal maka bangunan itu tidak sampai roboh.

Tapi kini, begitu si kelelawar bergerak menjebol atap bangunan dengan kekuatan yang maha besar, tiang tiang penyangga yang semula telah diganjal pun ikut bergeser posisinya, tak aneh bila bangunan tersebut segera roboh Kelihatannya semua perubahan itu sudah berada dalam dugaan dan perhitungan si kelelawar, ditengah suara hiruk pikuk yang nyaring, tubuhnya yang kurus kering telah meluncur keluar dari balik bangunan, sepasang ujung bajunya dikebaskan, "Braaaak!

" tubuhnya bagaikan seekor kelelawar melesat turun dengan kecepatan tinggi.

Waktu itu Ciu Kiok baru saja berlari keluar dari dalam warung, baru selangkah tinggalkan pintu, suara gemuruh yang keras telah menggetarkan hatinya, begitu berpaling, nona ini jadi terbelalak hingga berdiri melongo, ia saksikan bangunan warung teh sudah roboh tak karuan Apa yang sebenarnya terjadi" Bagaimana keadaan paman To dan paman Thio" Sementara dia masih keheranan, "Wessss!

" dari belakang tubuhnya terdengar suara sambaran, diikuti bergemanya suara tertawa aneh dari si kelelawar yang tinggi tajam Dengan perasaan terkejut ia berpaling, saat itulah dia saksikan si kelelawar sedang melesat turun dari tengah udara, meluncur turun hanya setengah tombak di belakang tubuhnya "Kelelawar!

" belum selesai nona itu menjerit, tusukan golok si kelelawar telah meluncur datang kearah tubuhnya.

Cahaya golok yang tajam bagai sambaran kilat, tusukan golok yang cepat bagai lintasan petir. Buru buru dia memutar tangan kanannya, menyongsong datangnya tusukan itu dengan ayunan pedang.

Sepintas, ayunan pedang itu seakan berhasil membendung datang nya tusukan golok dari si kelelawar, begitu pula pendapat Ciu Kiok, siapa sangka pedangnya yang dibabat ke muka ibarat sapi tanah liat yang tercebur ke dalam lautan "Celaka!

" pekik Ciu Kiok dengan perasaan terperanjat, baru saja dia akan menarik pedangnya untuk melindungi diri, cahaya golok secepat lintasan petir itu sudah menyambar lewat dari sisi tengkuknya.

Rasa sakit yang merasuk hingga ke tulang sumsum terasa menyebar ke seluruh tubuh, diiringi jeritan ngeri Ciu Kiok roboh terkapar ke tanah. Disisi tengkuknya telah bertambah dengan sebuah mulut luka yang panjang dan dalam sekali, darah segar bagaikan pancuran mata air menyembur keluar dari mulut luka itu, membasahi dan menggenangi seluruh permukaan tanah. Nona itu roboh ke tanah, roboh terkapar, tampaknya tidak bergerak lagi.

Sambil tertawa dingin si kelelawar tempelkan mata golok didepan bibirnya lalu ditiup pelan, meniup sisa darah yang masih melengket di tubuh goloknya, dari sikap maupun mimik wajahnya, dia kelihatan agak menyesal, agak merasa iba, tapi seperti juga tanpa perubahan, masih tetap dingin, sadis, tak berperasaan.

Pada saat itulah dari sudut warung yang roboh tampak dua sosok bayangan manusia melesat keluar, begitu lolos dari reruntuhan, mereka berdua segera meluncur ke arah tengah arena Ke dua orang itu tak lain adalah Thio Poan-oh dan To Kiu-shia, seluruh tubuh mereka kotor oleh debu dan pasir, tampangnya sangat mengenaskan, namun senjata masih tergenggam dalam tangan, sikapnya yang sigap dan cekatan menunjukkan kalau mereka siap melancarkan serangan setiap saat.

Dalam waktu singkat mereka saksikan tubuh Ciu Kiok yang terkapar ditanah, mereka pun saksikan si kelelawar berdiri sinis disisinya. Menyaksikan kesemuanya itu mereka berdua segera saling bertukar pandangan, kemudian terdengar To Kiu-shia berseru: "Saudaraku, kau cepat kabur, biar kupertaruhkan nyawa untuk menahan gempurannya" Cepat Thio Poan-oh menggeleng "Tidak, biar aku saja yang adu jiwa dengannya, kau cepat melarikan diri" "Lengan kiriku sudah terluka, cukup banyak darah yang mengalir keluar, hal ini sangat mempengaruhi kondisi tubuhku, biar bisa kabur pun tak bakal pergi jauh, lebih baik aku saja yang tetap disini!

" "l -api,,,,,,

II "Sudah, tak usah saling mengalah lagi" tukas To Kiu-shia tak sabar, "kalau diteruskan, kita akan terlambat untuk melarikan diri" Thio Poan-oh tertegun, untuk sesaat dia tak dapat mengambil keputusan Il "Ciu Kiok telah mati kembali To Kiu-shia berkata, "satu diantara kita berdua harus tetap hidup untuk memberi laporan kepada congpiautau, agar dia tahu apa yang telah terjadi disini" Lama sekali Thio Poan-oh menatap wajah To Kiu-shia, akhirnya dia berbisik: "Saudaraku, kau harus berhati hati, aku pergi dulu!

" "Tak usah berlagak seperti wanita, ayoh cepat pergi!

" desak To Kiu-shia Sambil menggigit bibir Thio Poan-oh membalik badannya dan kabur dari tempat itu. Tiba tiba suara tertawa aneh berkumandang dari tengah udara, itulah suara tertawa dari si kelelawar, tinggi, tajam dan menusuk pendengaran Begitu suara tertawa mendengung, si kelelawar bersama tusukan goloknya telah meluncur tiba.

Melihat datangnya terkaman itu, To Kiu-shia segera memutar senjata jit-gwee-kou ditangan kanannya dan diiringi bentakan nyaring, menyongsong datangnya ancaman tersebut Si kelelawar tertawa dingin, berada ditengah udara dia ayun golok kelelawarnya berulang kali, mengikuti gerak serangan itu, cahaya golok yang tajam bagai lintasan petir berkilat membentuk satu jaring cahaya yang berlapis, keadaannya sungguh mengerikan.

Waktu itu To Kiu-shia sudah sama sekali tak peduli dengan keselamatan jiwanya, dengan jurus Pat-hong-hung-uh (hujan angin dari delapan penjuru) senjata kait ditangan kirinya langsung disodokkan ke tubuh si kelelelawar, dia tak ambil peduli karena gerak serangan tersebut pertahanan tubuh sendiri jadi sama sekali terbuka, baginya, dia hanya tahu menyerang dan beradu nyawa dengan lawan.

Gerak tubuh si kelelawar sama sekali tak berubah karena tindakannya itu Thio Poan-oh yang menyaksikan kenekatan rekannya hanya bisa menghela napas, akhirnya dia melesat pergi dari situ dengan kecepatan tinggi.

Disisi sini baru saja dia menggerakkan tubuhnya untuk kabur, disisi lain golok si kelelawar telah saling beradu dengan senjata kait milik To Kiu-shia "Criiiing!

" ditengah dentingan keras, lapisan bayangan senjata kait buyar tak berbekas, hanya dengan satu bacokan golok, si kelelawar berhasil memunahkan jurus serangan Pat-hong-hung-uh dari To Kiu-shia.

Bacokan golok yang ke dua sama sekali tidak dia lakukan, begitu senjatanya saling beradu dengan senjata kaitan, ia manfaatkan tenaga pantulan itu untuk melejit ke udara, bersalto beberapa kali kemudian menubruk ke arah Thio Poan-oh yang sedang melarikan diri Perubahan yang terjadi kali ini sama sekali diluar dugaan To Kiu-shia, buru buru hardiknya: "Mau lari ke mana kau!

" cepat tubuhnya meluncur ke depan dan menyusul di belakang lawan Sungguh cepat gerakan tubuh si kelelawar, dalam sekali lompatan ia sudah berada sejauh delapan kaki, lalu kakinya kembali menutul ke tanah dan tubuhnya melesat sejauh tiga kaki, sekarang jaraknya dengan punggung Thio Poan-oh tinggal tujuh langkah Tubuhnya yang meluncur ke bawah kembali mencelat ke depan, dalam waktu singkat ia sudah berhasil menyusul Thio Poan-oh, diiringi suara pekikan nyaring, golok kelelawarnya langsung dibabatkan ke tubuh lawan.

Mendengar datangnya desingan angin tajam dari belakang tubuhnya, Thio Poan-oh jadi amat terperanjat Apakah secepat itu To Kiu-shia akan tewas diujung golok kelelawar" Tanpa terasa ia berpaling, tapi segera To Kiu-shia merasa sedikit lega Tentu saja dia pun menyaksikan golok bersama si kelelawar sedang merangsek ke arahnya.

Dengan selisih jarak sedemikian dekat, sulitlah bagi dia untuk membendung datangnya ancaman tersebut, masih untung disaat dia berpaling tadi, golok toa-huan-to milik Thio Poan-oh sudah siap melancarkan serangan.

Tak ayal lagi satu bacokan dilontarkan untuk menyambut datangnya babatan maut lawan "Traaangl" bentrokan nyaring bergema di udara, Thio Poan-oh tergetar hingga mundur selangkah, sementara si kelelawar kembali melambung ke udara, dari sana ia bertekuk pinggang lalu golok lengkungnya lagi lagi melancarkan bacokan.

Dalam sekali bacokan dia lancarkan dua puluh delapan buah serangan, semua gerakan membawa desingan angin dan kilatan cahaya yang menyilaukan mata, hampir semua ancaman itu ditujukan ke tubuh Thio Poan-oh Menghadapi ancaman sehebat ini, Thio Poan-oh balas membentak, secara beruntun dia sambut ke dua puluh enam bacokan lawan dengan putaran golok Toa-huan-to miliknya.

Sayang sisanya yang dua bacokan sukar dibendung lagi, bacokan ke dua puluh tujuh membuat pertahanan golok Toa-huan-to nya jebol hingga terbuka, sementara bacokan ke dua puluh delapan merangsek masuk ke arah tubuhnya.

Ditengah kilatan cahaya golok, terdengar suara pakaian tersambar robek, menyusul terbelahnya baju Thio Poan-oh bagian dada, segumpal darah segar pun menyembur keluar membasahi lantai.

Bacokan itu tidak terlampau dalam hingga tidak sampai menimbulkan kematian, namun tak urung cukup membuat Thio Poan-oh seperti kehilangan sukma Biar ngeri dan ciut hatinya, orang ini sama sekali tidak mundur, malah kembali teriaknya: "Lo-To, cepat kabur!

" Golok toa-huan-to nya dibacok kian kemari secara gencar, saat ini dia hanya punya satu ingatan, menyerang si kelelawar semaksimal mungkin agar To Kiu-shia punya kesempatan untuk melarikan diri.

Waktu itu sebetulnya To Kiu-shia sudah siap berbalik ke arena pertarungan untuk mengerubuti sang kelelawar, tapi setelah mendengar teriakan Thio Poan-oh, lagipula dia pun sadar akan penting dan dan gawatnya persoalan, maka setelah menghela napas, tanpa sangsi lagi dia putar badan dan berlalu dari situ.

Betapa leganya perasaan Thio Poan-oh setelah menyaksikan rekannya pergi dari situ, tanpa sadar serangan golok yang dilancarkan ikut bertambah gencar dan dahsyat. Secara beruntun si kelelawar menyambut tujuh belas bacokan lawan, kemudian sambil tertawa dingin jengeknya: "Jangan harap kalian berdua bisa lolos dari tanganku, roboh!

" Begitu kata "roboh" bergema, golok kelelawarnya berputar kencang, sekali lagi dia singkirkan golok toa-huan-to milik Thio Poan-oh ke sisi pertahanan, kemudian dengan gagang golok yang berbentuk sayap kelelawar dia kunci mata golok Thio Poan-oh, sekali tekuk sambil mencongkel, toa-huan-to ditangan Thio Poan-oh pun tergetar hingga lepas dari genggaman dan mencelat ke tengah udara.

Tidak berhenti sampai disitu, kembali Pian-hok-to atau golok kelelawar itu berputar sambil menghujam, ia tusuk perut Thio Poan-oh dalam dalam muncratan darah segar menyembur ke udara, diiringi jeritan ngeri, Thio Poan-oh roboh ke tanah dan merenggang nyawa Secepat kilat ia cabut keluar golok kelelawarnya kemudian disambit ke punggung To Kiu-shia kuat kuat "Nguuungg , , , , ,!

" golok kelelawar itu berpusing di udara sambil meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa, sedemikian cepat dan dahsyatnya hingga tak terlukiskan dengan kata.

Waktu itu To Kiu-shia telah melompat naik keatas kudanya dan siap mencemplak pergi dari situ. Sebagaimana diketahui, hampir semua kuda tunggangan para piausu ditambatkan di batang pohon tepi jalan, berhubung tadi si kelelawar menghadang ditempat tersebut, maka mautak mau terpaksa Thio Poan-oh harus kabur sambil berlarian Kini, begitu muncul kesempatan baik, To Kiu-shia pun segera memanfaatkan peluang itu untuk menaiki kudanya.

Siapa tahu baru saja dia naik ke punggung kuda, baru saja dia memutuskan tali pengikat dengan senjata kaitnya, timpukan golok kelelawar telah meluncur tiba dengan kecepatan tinggi Yang dibabat oleh Pian-hok-to bukan sang penunggang, melainkan kuda tunggangannya!

 Dimana cahaya golok menyambar lewat, kaki belakang kuda tunggangan itu terbabat hingga kutung. Mimpi pun To Kiu-shia tak menduga sampai ke situ, tak ampun ia turut terjerembab bersama robohnya kuda tunggangan itu, lengan kirinya yang terluka kembali merekah, rasa sakit yang merasuk tulang seketika menyelimuti sekujur badannya.

Dalam keadaan begini, ia tak ambil peduli lagi dengan mulut lukanya yang berdarah, begitu berhasil mengendalikan diri, cepat ia melompat bangun lalu melompat ke atas punggang kuda yang lain.

Tampaknya sejak awal sang kelelawar telah menduga sampai ke situ, bersamaan dengan sambitan golok kelelawarnya, dia ikut melesat maju ke depan menghadang jalan pergi To Kiu-shia.

Gerakan tubuh orang itu masih begitu cepat dan cekatan, seakan tenaganya sama sekali tak berkurang gara-gara pertarungan sengit tadi, bagaikan seekor kelelawar yang terbang malam, begitu kakinya menutul permukaan tanah, tubuhnya sudah meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa.

Baru saja To Kiu-shia melompat naik ke punggung kuda ke dua, si kelelawar telah tiba disamping bangkai kuda pertama dan memungut kembali goloknya Bukan hanya begitu, sekali lagi tubuhnya merangsek maju, untuk kesekian kalinya ia lancarkan bacokan dengan kecepatan bagai sambaran kilat Kali inipun sasaran bacokannya masih bukan manusia, melainkan kuda!

 "Brukkkl" mata golok dengan telak membacok punggung kuda tunggangan itu Semburan darah segar kembali menggenangi tanah, diiringi suara ringkikan panjang, kuda itu roboh terkapar Sekali lagi To Kiu-shia terjatuh dari atas punggung kuda, walaupun dia tak sempat berpaling, namun jagoan ini tahu kalau peristiwa tersebut hasil perbuatan si kelelawar, dia pun sadar keselamatan jiwanya sudah berada diujung tanduk. Maka begitu terjatuh, cepat dia menggelinding ke samping dengan ilmu Tee-thong-sinhoat (ilmu menggelinding), sementara jit-gwee-kou ditangan kanannya berputar kencang menciptakan selapis cahaya tajam untuk melindungi diri.

Tak ada sergapan yang tertuju ke tubuhnya, walau masih menggelinding menjauhi arena, dalam hati To Kiu-shia sangat keheranan, dia tak habis mengerti kenapa tiada sergapan yang tertuju ke tubuhnya.

Secara beruntun dia menggelinding hingga sejauh dua kaki lebih sebelum melompat bangun, ternyata memang tiada serangan yang tertuju ke tubuhnya. Sang kelelawar betul-betul tidak menyerang lagi, bahkan dia hanya berdiri ditempat semula, mengawasi To Kiu-shia dengan sorot mata dingin, sama sekali tak bergerak. Tapi begitu To Kiu-shia menghentikan gelindingannya, dia langsung menerkam ke depan, bagaikan seekor kelelawar sungguhan dia bergerak cepat Dalam dua kali lompatan ia sudah berhenti didepan To Kiu-shia, hanya selisih tujuh langkah.

Belum lagi membalik badan, To Kiu-shia dengan senjata kaitannya sudah menerkam tiba Jit-gwee-kou membacok lurus ke bawah, To Kiu-shia sadar tiada harapan lagi baginya untuk kabur, karena itu dia ambil keputusan untuk menyerang dengan adu nyawa.

Dalam melancarkan bacokannya kali ini, dia telah menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki, ia berharap dapat menghabisi nyawa si kelelawar dalam bacokannya tersebut. Tentu saja dia kecewa!

Selama ini si kelelawar hanya berdiri membelakanginya, menanti senjata jit-gwee-kou menyerang tiba, ia baru membalikkan badan.

Berbareng itu, golok kelelawar ikut berputar ke depan, bergerak cepat menangkis datangnya ancaman dari senjata kaitan itu "Traaaangl" percikan bunga api memancar ke empat penjuru, tubuh si kelelawar tetap berdiri tak bergerak, sebaliknya To Kiu-shia harus mundur sejauh empat langkah sebelum berhasil berdiri tegak.

Siapa menang siapa kalah dalam pertarungan ini sudah tertera jelas dalam bentrokan barusan. Begitu senjata kaitannya terbendung oleh tangkisan si kelelawar, sambil menggigit bibir To Kiu-shia memutar lagi senjata andalannya, kali ini dengan menyerempet bahaya mengancam wajah lawan.

Serangannya kali ini benar benar sudah pertaruhkan nyawa, sebab dengan begitu pertahanan tubuh bagian depannya sama sekali terbuka. Boleh dibilang dia sudah nekad, dia sudah bermain judi dengan setan pencabut nyawa, jagoan ini berharap bisa peroleh secerca harapan hidup dari tindakan nekadnya ini, karena apa yang dilakukan boleh dibilang sudah tak ambil peduli dengan keselamatan sendiri.

Si kelelawar tertawa dingin, menyaksikan kenekatan lawan dia memandang sinis, secepat kilat golok kelelawarnya menangkis datangnya sabetan itu kemudian langsung menghujam dada To Kiu-shia "Craaap!

" golok kelelawar telah menembusi dada To Kiu-shia yang bidang, darah segar menyembur ke mana-mana, membasahi seluruh tubuh korban, menggenangi permukaan tanah Pada saat bersamaan, tebasan senjata kaitan dari To Kiu-shia tiba didepan wajah si kelelawar, namun pada saat itu pula tiba tiba sang kelelawar memutar tangan kirinya, mendahului gerak senjata lawan, menjepit mata kaitan itu dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.

Mata kait sama sekali tidak melukai jari tangannya, namun senjata itupun tak sanggup lagi melanjutkan bacokannya, terpantek mati, terjepit kaku dalam japitan ke dua jari tangan si kelelawar.

To Kiu-shia menyangka serangannya telah berhasil, biar nyawanya melayang, tak urung ia sempat tertawa tergelak, tertawa keras menjelang saat ajalnya. Sayang gelak tertawanya segera terhenti, bersamaan dengan saat ia tertawa tadi, To Kiu-shia telah menyaksikan dengan jelas semua yang telah terjadi, ia melihat dengan pasti kalau bacokan senjatanya gagal membelah tubuh si kelelawar, dia pun dapat melihat kalau senjata kaitannya terjepit dalam japitan kedua jari tangan si kelelawar.

Ia betul betul tak percaya dengan pandangan matanya, namun mau tak mau dia harus mempercayainya juga!

 Kelelawar menatapnya dingin, perlahan-lahan ia cabut keluar golok kelelawarnya, mencabut dari dada korbannya.

Darah segar menyembur bagaikan mata air, To Kiu-shia telah roboh terkapar, sepasang matanya masih terbelalak lebar, terbelalak penuh keraguan, terbelalak penuh rasa tak percaya, tapi diselipi rasa sakit, siksaan yang luar biasa.

Orang terakhir dari perusahaan Tin-wan-piaukiok telah tewas, siapa yang bakal melaporkan kejadian ini kepada congpiautau" Padahal saat itu, mati hidup Lui Hong boleh dibilang tergantung pada dirinya, tergantung dari laporannya.

Berada dalam keadaan begini, mungkinkah dia bisa mati dengan mata terpejam" Waktu itu matahari senja telah condong ke barat, langit terlihat merah membara, semerah darah segar yang menggenangi permukaan tanah Angin berhembus kencang, langit dan bumi serasa makin sendu, makin pilu,,,

Perlahan si kelelawar mengambil keluar sebuah saputangan dari sakunya, dengan lembut dia mulai menyeka mata goloknya yang basah, basah oleh darah.

Tak bisa disangkal, golok berdarah memang merupakan golok terbaik, biarpun selesai membunuh manusia, mata golok masih tetap cemerlang, tetap berkilat, apalagi setelah diseka dengan lembut, cahaya tajam yang membias tampak begitu jeli dan cemerlang.

Dengan sekali ayunan tangan, saputangan putih itu terbang ke udara, menari di angkasa, menari dan melayang bagaikan seekor kelelawar sungguhan Kemudian dia pun berpekik nyaring, pekikan tinggi, tajam dan memekak telinga II "Saaatt,,,,saaat,,,,saaat,,,,

suara aneh berkumandang dari empat arah delapan penjuru, menyusul kemudian terlihat berpuluh ekor kelelawar munculkan diri dari mana-mana. Sebetulnya kawanan kelelawar itu bertengger diatas belandar warung teh, mereka mulai beterbangan sewaktu pertarungan berlangsung dalam ruangan, kemudian buyar ke mana mana disaat bangunan warung itu roboh, terbang lenyap dibalik hutan dan pepohonan. Tapi begitu suitan panjang bergema, gerombolan kelelawar itu terbang kembali dari empat penjuru Kini, mereka mulai beterbangan mengelilingi seputar tempat itu, terbang meliuk, menyambar dan membelok dengan ramainya.

Kawanan binatang itu seolah para hulubalang yang setia dengan majikannya, seakan para pengawal yang melayani kaisarnya. Dengan satu gerakan si kelelawar masukkan kembali goloknya ke balik baju, lalu berjalan meninggalkan tempat itu Ia berjalan menuju ke dalam hutan disebelah kanan, sementara kawanan kelelawar yang terbang di angkasa, mengiringi ke mana pun majikannya pergi, mereka ikut terbang masuk ke dalam hutan Kelelawar tanpa sayap memang tidak bersayap, dia pun bukan kelelawar sesungguhnya, namun dalam kenyataan ia mampu mengendalikan kelelawar sebenarnya, mampu bekerja sama dengan mereka.

Ditengah hutan terdapat sebuah jalan setapak, kesanalah si kelelawar tanpa sayap berjalan, melangkah dengan cepat menelusuri jalanan sempit yang ada.

CoOo

Cahaya senja menerobos masuk dari celah celah ranting dan dahan pohon, membuat seluruh hutan jadi merah, merah bagaikan terselubung ditengah kabut darah. Dibawah perlindungan kawanan kelelawar itulah, si kelelawar bagai sukma gentayangan lenyap dibalik kabut darah.

Pemandangan semacam ini sangat aneh, sangat misterius, sangat menyeramkan, bayangkan saja, bila suasana telah berubah menyeramkan, bagaimana dengan manusianya".

Angin malam berhembus makin kencang, bayangan senja lambat laun mulai luntur, berganti dengan warna gelap yang tipis Noda darah diatas permukaan tanah telah mengering, kering oleh hembusan angin.

Tiba tiba terdengar suara rintihan, suara itu sangat lemah, sangat lirih, bergema terbawa hembusan angin malam Lalu terlihat seseorang mulai bergerak, mulai bergeser dari balik genangan darah yang telah mengering, merangkak dan bergeser,,,

Dia tak lain adalah Ciu Kiok, nona inilah yang baru saja merintih, mengeluh kesakitan. Tiada darah lagi yang meleleh dari mulut luka dilehernya, noda darah telah membasahi pakaian yang dikenakan, mengubahnya jadi semu merah kecoklat-coklatan.

Walaupun tebasan golok si kelelawar sangat telak, namun tak sampai memutuskan nadi yang ada di tenggorokannya, itulah sebabnya Ciu Kiok lolos dari elmaut, berhasil mempertahankan hidupnya.

Tak bisa disangkal lagi, kejadian semacam ini jelas merupakan suatu mukjijat, suatu keberuntungan ditengah kesialan. Siapa pun itu orangnya, suatu saat pasti akan melakukan kesalahan, salah menduga, salah memprediksi, karena bagaimana pun sang kelelawar tetap seorang manusia.

Akan tetapi kejadian mukjijat, kejadian yang sangat luar biasa inipun sangat langka, jarang terjadi, jarang dialami siapa pun. Paling tidak, dari sekian banyak jago perusahaan ekspedisi Tin-wan-piaukiok, hanya Ciu Kiok seorang yang lolos dari elmaut, lolos dari tebasan maut golok kelelawar.

Mungkin saja Ciu Kiok sendiripun tidak percaya kalau ia masih hidup terus Sorot matanya begitu kabur, seakan terselimut lapisan kabut tebal, dia pun terbengong, hakekatnya tak beda dengan orang idiot, orang yang hilang ingatan Kalau dilihat dari mimik wajahnya, si nona seperti meragukan pemandangan yang dilihatnya saat itu, sangsi dan tak percaya kalau dia masih hidup, karena gadis itu menyangka dirinya telah berada di alam lain, berada dalam neraka Lama, lama kemudian ia baru tersentak sadar, sadar dari lamunan dan kebingungan.

Baru sekarang hawa kehidupan tumbuh kembali dari tubuhnya, dia mulai celingukan kesana kemari, kemudian menutupi wajah sendiri dan menangis tersedu. Tak seorangpun ambil peduli, tak seorangpun menghampirinya, karena waktu itu si kelelawar sudah pergi jauh Dan untung saja ia sudah amat jauh dari sana.

Cukup lama gadis itu menangis, semua kemasgulan dan kepedihan hati dilampiaskan keluar hingga tuntas, kemudian ia baru mulai merasakan kesakitan, rasa sakit yang menyayat dari mulut luka di tenggorokannya, tanpa terasa ia mulai meraba luka luka itu Kini, ia sudah teringat kembali akan semua peristiwa yang menimpa dirinya, dari dalam saku dia keluarkan sebuah botol obat, membubuhi lukanya dengan obat itu, lalu merobek ujung bajunya dan mulai membungkus luka di leher.

Darah sudah berhenti meleleh sedari tadi, boleh dibilang apa yang dia lakukan sekarang sama sekali tak berguna, tak banyak manfaatnya Tapi gadis itu tetap melakukannya, semua yang dia lakukan merupakan reaksi spontan, reaksi yang dilakukan tanpa sadar.

Pada akhirnya air mata telah berhenti menetes, perlahan ia bangkit berdiri, berjalan terseok-seok, bergerak mendekati kuda kuda tunggangan itu Apa yang harus dia lakukan sekarang" Menuju kuil kuno Thian-liong-ku-sat" Ciu Kiok mengalihkan pandangannya ke arah kuil Thian-liong-ku-sat, sejujurnya dia ingin sekali menuju ke sana, ingin tahu bagaimana keadaan Lui Hong, tapi begitu ingatan tersebut melintas, bayangan wajah si kelelawar pun ikut muncul.

Bicara soal kepandaian silat, kemampuan kungfu yang dimilikinya masih jauh dari tandingan si kelelawar, dia tak bakal tahan diserang atau bahkan dibunuh, semua peristiwa yang barusan menimpanya merupakan satu bukti yang jelas Bila sekarang dia menyusul ke kuil Thian-liong-ku-sat, berhasil menjumpai Lui Hong, lalu apa yang bisa dia lakukan" Paling hanya berdiri mendelong, berdiri terkesima, karena ia pun tak bisa berbuat apa apa.

Bila dikatakan dia sanggup menolong Lui Hong, menyelamatkan majikannya dari cengkeraman si kelelawar, tak disangkal, hal tersebut merupakan sebuah lelucon besar yang tak lucu Pergi hanya menghantar kematian, pergi hanya sia sia, tak akan membuahkan hasil apa apa.

Satu hal yang pasti, jika kelelawar sampai tahu dia masih hidup, manusia ganas itu pasti tak akan membiarkan dia pergi dari situ, meninggalkan tempat itu dalam keadaan hidup Tentu saja manusia semacam kelelawar tak ingin melakukan kesalahan yang sama, bila sampai melancarkan serangan lagi, dia pasti baru akan pergi setelah yakin Ciu Kiok mampus, telah berhenti napasnya Tak mungkin seseorang selalu beruntung, selamanya beruntung, mukjijat pun belum pasti akan muncul untuk kedua kalinya.

Teringat sang kelelawar, tanpa sadar Ciu Kiok bergidik, bersin berulang kali, berdiri semua bulu kuduknya. Akhirnya dia hapus ingatan tersebut, membatalkan niatnya semula, nona itu putuskan untuk segera pulang ke markas, melaporkan semua peristiwa ini kepada congpiautau Begitu mengambil keputusan, Ciu Kiok segera melompat naik ke punggung kuda.

Begitu bergerak, rasa sakit yang luar biasa kembali menyerang dari mulut luka di lehernya, begitu sakit hingga membuat Ciu Kiok berkerut dahi, tubuhnya yang lemah tampak gemetar keras, hampir saja ia terjatuh kembali dari kudanya.

Tapi gadis itu menggertak gigi, sekuat tenaga melawan rasa sakit yang luar biasa, kemudian cepat dia lepaskan tali pengikat dipohon dan melarikan kudanya menuju ke arah kota. Sang kuda pun mulai bergerak, berlari kencang menelusuri jalan setapak, lari secepat anak panah.

Tampaknya kuda itu tergerak sifat liarnya, ia lari sangat kencang mendekati kalap, beberapa kali bahkan nyaris melempar tubuh Ciu Kiok dari atas punggungnya.

Dalam keadaan begini Ciu Kiok mendekam diatas punggung kuda rapat rapat, dia peluk tengkuk kuda itu kencang kencang, sejujurnya gadis ini kuatir sekali kalau tubuhnya sampai terlempar jatuh, terpelanting dari punggung kuda Karena saat itu jalan raya amat sepi, tak terlihat seoran g manusia pun yang berlalu lalang, sekalipun ada, belum tentu tersedia kuda kedua ditempat itu.

Ada satu persoalan yang kelihatannya tak sempat dia pertimbang kan, berpikir sampai disitu pun tidak Kendatipun dia berhasil balik ke dalam kota, ketika Lui Sin dan Han Seng, dua orang congpiautau dari perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok mendapat laporan darinya dan segera berangkat ke lokasi kejadian, paling tidak mereka butuh waktu hampir satu jam lamanya.

Dalam waktu satu jam tersebut, bila terjadi sesuatu, sudah pasti peristiwa itu telah berlangsung, biar Lui Hong memiliki sepuluh lembar nyawa pun, semuanya tetap melayang ditangan si kelelawar.

Akan tetapi, kecuali cara tersebut, tindakan apa lagi yang bisa dilakukan gadis itu" Tirai malam telah digelar, keheningan dan kegelapan semakin menyelimuti angkasa Ringkikan kuda bergema terbawa angin, suaranya menggaung makin lama semakin jauh.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar