Bara Naga Jilid 21 (Tamat)

Jilid 21 (Tamat)

Panah itu menancap ke dalam tanah lebih dari setengahnya dan tepat kelihatan batu permata merah yang menghias tangkai panah itu.

Terdengar suara raungan keras di tengah orang banyak sana, menyusul suara itu, orang-orang Jeng siong-san ceng yang menerjang keluar dari berbagai penjuru itu sama berhenti dan membentuk garis kepungan suatu lingkaran dan berIapis-lapis.

"Keparat sedikitnya ada beberapa ratus orang!"

Omel Pau Seh-hoa dengan suara tertahan.

"Jangan kuatir, semuanya kaum keroco, ku-tahu!"

Tukas Sebun Tio-bu.

Dalam pada itu di pihak sana seorang setengah baya berdandan sebagai kaum sastrawan tampak muncul ke depan, Mukanya putih menghijau, sikapnya tenang, di atas bibir ada sebuah tahi lalat besar.

Kira-kira setengah kaki di depan panah Sebun Tio-bu tadi ia berdiri dan mengawasi panah itu sejenak, lalu memandang pula ke arah Sebun Tio-bu dan Pau Seh hoa.

Mendadak air mukanya berubah, katanya kemudian.

"Panah bermata merah Jian-ki-beng, apakah anda inilah Sip-pi-kun cu Sebun tangkeh?"

Sebun Tio-bu tertawa, jawabnya tegas.

"Betul, inilah Locu (bapakmu) adanya!"

Lelaki setengah baya itu tampak gusar, damperatnya.

"Sebun tangkeh, apa maksud kedatanganmu ini adalah urusan nanti, hanya mengenai tutur-katamu, hendaklah kau tahu sopan santun sedikit, janganlah kehilangan harga dirimu sebagai seorang ketua perserikatan yang termashur."

"Sialan, bertahun-tahun juga begini watakku dan belum pernah orang mencela diriku, Locu tetap Locu siapapun tak dapat melarang kebebasanku,"

Jengek Sebun Tio bu. Sinar mata sastrawan setengah baya itu mencorong terang, ucapnya pula.

"Sebun-tangkeh, di Soasay kau memang ditakuti, nama Jian-ki-beng termasyhur hingga jauh, kau boleh malang melintang di wilayah kekuasaanmu, tapi jangan lupa, di sini adalah Jeng-siong-san-ceng, betapapun kau harus tahu aturan dan jangan temberang." "Hahaha,"

Sebun Tio-bu tertawa.

"Memangnya kau ini orang macam apa di Jengsiong- san-ceng sini? Coba sebutkan namamu, biar Locu belajar kenal."

"Leng-bin-kim-bong (dun emas bermuka dingin) Han Cing ialah diriku,"

Jawab orang itu.

"Nah, Sebun tangkeh, mungkin namaku belum cukup berbobot bagimu."

"Berbobot atau tidak masih harus dinilai nanti,"

Jawab Sebun Tio-bu.

"Apakah kau yang memutuskan segala sesuatu di sini, orang she Han?"

Han Cing tidak menjawab, tapi balas menegur.

"Sebun-tangkeh, tanpa permisi kau menerjang ke perkampungan kami ini dan mencelakai anak buah Jeng-siongsan- ceng pula, lalu pamer panah tanda pengenalmu, sesungguhnya apa kehendakmu?"

"Pertanyaan bagus,"

Ucap Sebun Tio-bu.

"Locu menerobos ke perkampungan kalian ini hanya untuk keperluan menagih utang bagi saudara kami ini. Karena perangai saudara kami ini tidak sabaran begitu tiba ada orang menghalangi, segera dia main sikat. Anak buah kalian yang tidak tahu sopan santun, ada tamu tidak disambut, sebaliknya malah merintangi dan berkaok-kaok, dalam keadaan demikian terpaksa kami main hantam, Bila kepalan sudah ikut bicara, akibatnya seperti apa yang kau lihat ini."

Tidak kepalang gusar Han Cing sehingga mukanya yang pucat hijau itu bersemu merah, ia mendengus dan berkata pula.

"Sebun-tangkeh, tampaknya kaupun mahir putar lidah dan pintar memutar-balik persoalan, sekarang coba jelasnya, apa kehendak mu?"

"Sederhana sekali,"

Kata Sebun Tio bu sambil tertawa.

"dahulu kalian telah utang kepada saudara kita ini, maka sekarang biar dia juga yang membuka nota dan bikin perhitungan dengan kalian, Siapa di pihak mu akan maju untuk menandingi dia, kita akan menyaksikan di samping tanpa ikut campur, bila mati tinggal dikubur saja, Nah, apakah kau terima usulku ini. Jika setuju, akan kucabut panahku, Kalau tidak, hehe, orang she Han, boleh kau cabut panah itu dan lemparkan kembali kepadaku, ini tandanya Jeng-siong-san-ceng menolak permintaanku dan selanjutnya terpaksa ku ikut menghadapi kalian."

Kulit muka Han Cing tampak berkerut-kerut, bibirnya juga bergerak-gerak, agaknya sedapatnya dia menahan rasa gusarnya, katanya kemudian.

"Sebun Tiobu, kau kira tempat apakah ini dan boleh kau-bicara sesukamu? Sebun Tio bu, kedatanganmu bersama orang she Pau yang merupakan ikan yang lolos dari jaring Jeng siong-san ceng kami ini boleh dikatakan mencari penyakit sendiri, setelah datang jangan harap kalian bisa lolos lagi, Boleh kau lihat nanti apakah Jeng-siong san ceng dapat kau datangi dengan sesukamu?"

Segera Pau Seh-hoa melangkah maju.

"pletak", lebih dulu kedua keping kayunya bergetar, lalu ia tuding lawan dan meraung.

"Han Cing, kiranya kau ini yang bernama Han Cing. Bagus, aku ini memang ikan yang Iolos dari jaring, dan kau, kaum maha guru, mukamu cakap, mukamu bagus? Dirodok, bicara seenak perutmu! Bahwa Locu pernah jatuh di tangan kalian, apakah itu terjadi di medan tempur atau karena ketidak becusanku? Hm, kalian menggunakan obat bius dan aku terperangkap, sekarang kau berani berkaok-kaok membanggakan diri? Huh, seluruh isi Jeng-siongsanceng kalian ini adalah binatang seluruhnya, budaknya budak, setannya setan Bangsat she Han, Locu akan buktikan padamu apa yang kau sebut ikan yang lolos dari jaring. Bangsat she Han, bicara terus terang, Jeng-siong-san-ceng kalian pasti akan tamat hari ini!"

"Bagus, makian tepat, cacian bagusl"

Seru Sebun Tio bu. Tidak kepalang gusar Han Cing, ia melangkah maju dan mencabut panah bermata merah itu terus dilemparkan kepada Sebun Tio-bu. Dengan cekatan Sebun Tio-bu tangkap kembali panahnya itu dan disimpan, sambil menyeringai ia berkata.

"Han Cing, memang sudah kuduga inilah yang akan kau Iakukan. Maka selanjutnya Jeng-siong-san ceng jangan lagi menyalahkan setiap langkah Locu."

Han Cing meraung murka.

"Sebun Tio-bu yang pasti hari ini jangan harap kalian dapat keluar dari Jeng-siong-san-ceng dengan hidup-hidup, bila kalian sampai lolos, aku orang she Han ini bukan manusia lagi "

"Dirodok, kau memang binatang, siapa bilang kau manusia!"

Tukas Pau Seh-hoa dengan tertawa.

"Baiklah, boleh kau coba saja,"

Dengan angkuh Sebun Tio-bu menjawab.

"Lihat nanti apakah kalian mampu mencaplok kami atau kami yang akan sikat habis kalian."

Pada saat itulah tiba-tiba dari samping sana seorang menanggapi ucapan Sebun Tio-bu dengan nada yang dingin berwibawa "Betul, Sebun Tio-bu, kami memang ingin mencobanya."

Waktu mereka berpaling ke sana, belum lagi Sebun Tio-bu bersuara, lebih dulu Pau Seh-hoa telah menarik ujung bajunya dan membisikinya.

"Inilah juragan besarnya sudah muncul, dia inilah gembong Jeng-siong-san-ceng, Ha It-cun, sang Cengcu."

Ha It-cun memakai jubah berwarna abu-abu tua dengan sulaman huruf "Hok" (rejeki) di bagian dada, sikapnya dingin tapi kereng, ia berdiri belasan langkah di sebelah sana, dikelilingi belasan orang yang beraneka macam potongan tubuhnya, jelas mereka ini jago pilihan Jeng-siong-san-ceng.

Tepat di sebelah kiri Ha It-cun berdiri seorang yang membuat mata Pau Seh-hoa menjadi merah setelah melihatnya.

Orang ini adalah Kongsun Kiau-hong, si jangkung yang membius mereka dahulu, inilah biangkeladi daripada semua persoalan yang mengakibatkan mereka tersiksa dan terhina itu.

Sedangkan di sebelah kiri Ha It-cun berdiri Sek Kui, musuh yang paling dibenci Siang Cin.

Di sebelah Sek Kui berdiri pula seorang tinggi kurus dan bermuka hitam, lelaki setengah umur ini bermata tajam seperti elang, sorot matanya liar, sekali pandang saja dapat diduga orang ini pasti berhati kejam dan culas.

Terdengar Ha It-cun berkata.

"Sebun Tio-bu, selamanya Jeng-siong-ssn-ceng tiada persengketaan apapun dengan Jian-ki-beng kalian, tapi berulang-ulang kau memusuhi kami, di Ji-ih-hu kau tidak langsung bentrok dengan anak buahku, mengingat kita sama-sama membela kawan, maka akupun tidak perlu mengusut tindakanmu itu, Tapi kalau kau kira Jeng-siong-san-ceng adalah kaum lemah dan boleh kau injak-injak sesukamu, maka salah besar kau. Sekarang kau berani mengiringi bekas tawanan kami si orang she Pau ini main gila pula ke sini, bisa jadi terpaksa harus kubereskan sekalian di sini,"

Pau Seh-hoa meraung gusar, ia tuding Ha It-cun dan memaki.

"Kau kura-kura tua, bangsat tak tahu malu, jangan kau kentut sesukamu! Memangnya siapa pernah kautawan? Bahwa pernah kujatuh di tangan kalian juga lantaran cara kalian yang licik, kau yang tidak tahu malu."

"Keparat"

Segera Sek Kui menanggapi dengan gusar.

"jago yang sudah keok, ikan yang terlepast masih juga berani berkaok-kaok seperti orang gila, Huh, apa kemampuanmu? Sungguh menggelikan di dunia Kangouw adalah orang macam kau ini."

Hampir meledak dada Pau Seh-hoa saking gemasnya, dengan mata melotot ia memaki pula.

"Kau Sek Kui piaraan biang anjing, kau sendiri terhitung orang macam apa? Kau hanya..."

Cepat Sebun Tio~bu mencegah caci-maki Pau Seh hoa yang melantur itu, berkecimpung di dunia Kangouw, siapa yang berani menjamin selama hidupnya takkan pernah terjungkal dan kecundang, padahal terjungkal atau kecundang juga macam-macamnya, jika pihak lawan menggunakan cara yang rendah..."

Air muka Sek Kui berubah segera ia menanggapi tapi Sebun Tio bu lantas mendengus keras keras, lalu berpaling menghadapi Ha It-cun dan berkata pula.

"Orang she Ha, apapun juga kau sudah hidup setua ini, di dunia persilatan namamu juga cukup terkenal, sungguh tidak kusangka kau bicara seperti anak kecil dan tidak tahu malu, Kau bilang tidak mau mengusut perbuatanku? Memangnya berdasarkan apa kau akan mengusut diriku? Huh, jika kujeri padamu, tentu siang-siang sudah kabur sebelum ikut menghancurkan Ji ih-hu, apalagi sekarang kudatang mencari kau. Hehe, beberapa biji tulang igamu cukup kuketahui dengan baik, maka tidak perlu kau membual."

"Sebun Tio-bu, kau terlalu latah!"

Jengek Ha It-cun dengan merah padam.

"Kau pun tidak banyak berbeda!"

Jawab Sebun Tio-bu.

"Bagus, Sebun Tio bu, agaknya hari ini kita harus menyelesaikan semua urusan, baik utang yang lama maupun perhitungan baru boleh kita selesaikan seluruhnya,"

Dengus Ha It-cun.

"Ya, memang itulah maksud tujuan kedatangan kami ini!"

Jawab Sebun Tio-bu sambil tertawa, Mendadak Pau Seh hoa menimbrung pula.

"Setan tua Ha It-cun, bukankah kau masih menyimpan jago lainnya? Mana itu Ih Keng-hok, suruh keluar saja sekalian. Keparat, boleh kita bereskan saja sekalian, untuk apa bicara berteletele."

Ha It-cun menyeringai, katanya.

"Pau Seh-hoa, tidak perlu kau omong besar Ih Keng-hok memang berada di sini, dia sedang menjenguk seorang temannya di luar perkampungan tapi sudah kusuruh panggil puIang, bila kalian berhadapan, tentu kalian boleh adu kekuatan." "Sudahlah, orang she Ha, kita tidak perlu adu mulut, biarlah kita tentukan dengan kepandaian sejati,"

Seru Sebun Tio-bu.

"Apakah kau perlu menunggu datangnya Ih Keng-hok atau sekarang juga kita mulai?"

"Sebun Tio-bu,"

Teriak Sek Kui dengan gemas.

"memangnya kau kira Jeng-siongsan- ceng hanya mengandalkan dukungan orang luar untuk berdiri tegak selama berpuluh tahun ini."

"Bagus jika begitu,"

Kata Sebun Tio-bu.

"Nah, sekarang boleh keluarkan bukti kelihayan kalian, marilah kita mulai saja agar tidak membuang waktu percuma."

"Cengcu, mohon memberi perintah untuk membekuk kedua bangsat ini!"

Kata Sek Kui dengan suara tertahan kepada Ha It-cun.

Tapi Ha It-cun cukup prihatin dan tidak suka bertindak secara gegabah, ia pandang Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa yang terkepung itu, ia merasa ragu melihat sikap kedua orang yang tenang dan mantap itu meski terkepung di tengah musuh, sebaliknya iapun yakin akan kekuatan sendiri, di tengah Jeng-siong san-ceng masakah tiada jagoan yang tangguh? Apalagi perbandingan jumlahnya terlalu menyoIok, anehnya kedua orang lawan tetap tenang-tenang saja seperti tidak gentar sedikitpun, jangan-jangan ada udang di balik batu.

Sek Kui merasa bingung karena sang Cengcu tidak memberi tanggapan atas permintaannya, diam-diam iapun merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Sejenak kemudian barulah Ha It cun membisiki Sek Kui apa yang dipikirnya, Dengan sendirinya Sek Kui menjadi waswas juga.

"Jangan-jangan mereka... mereka masih ada bala bantuan lain? Atau... atau ada intrik yang tersembunyi?"

Kata Sek Kui kemudian.

"Ya, menurut dugaanku, di belakang mereka pasti masih tersimpan jago lain yang lebih lihay."

Kata Ha It-cun.

"Dan orang itu, hm, besar kemungkinan adalah..."

"Naga Kuning Siang Cin."

Desis Sek Kui.

"Benar, kukira dia,"

Kata Ha It cun sambil mengangguk Dengan menggigit bibir Sek Kui berkata pula dengan suara tertahan.

"Tapi, sejauh ini kita belum menemukan jejak Siang Cin, waktu tanda bahaya berbunyi, yang kelihatan juga cuma kedua orang ini."

"Waktu tanda bahaya berbunyi, entah sudah berapa lama kedua orang ini menyusup masuk dan cukup bagi Siang Cin untuk bersembunyi. Apakah beberapa anak buah kita yang pertama kali memergoki mereka telah melihat Siang Cin berada di antara mereka atau tidak, tapi, beberapa anak buah itu sudah menjadi korban keganasan mereka lebih dulu dan tiada keterangan yang dapat kita korek lagi."

Sek Kui menjadi tegang, ia coba memandang sekelilingnya.

"Tidak perlu dicari,"

Ucap Ha It-cun.

"Tiba waktunya dia tentu akan muncul sendiri, bilamana kita dapat melihat dia, tentu iapun tidak perlu bersembunyi." Dalam pada itu terdengar Sebun Tio bu telah menantang pula dengan tidak sabar.

"Hai, apakah kalian sengaja mengulur waktu, kedatangan kami ini bukan untuk mengobrol dengan kalian."

Alis Ha It-cun menjengkat, tapi sebelum dia bersuara, tiba-tiba seorang berlari datang dan memberi lapor.

"Cengcu, Ih locianpwe sudah pulang bersama Toakongcu ..."

Mendengar laporan itu, tampak Ha It cun tersenyum gembira, hatanya.

"Li heng, silakan mengundang Ih-cianpwe kemari, katakan aku sedang menghadapi musuh dan tidak sempat menyambut beliau."

Orang she Li yang datang melapor itu segera melayang pergi, gerakannya sungguh amat cepat, hanya sekejap saja lantas menghilang.

"Cepat amat kedua kaki keparat itu?"

Ujar Sebun Tio bu. Sambil menyeringai Pau Seh-hoa lantas berteriak puIa.

"Setan tua she Ha, tentunya kau senang karena orang she lh sudah pulang, tapi apapun yang akan kau kemukakan, orang she Pau siap menandangi,"

"Jangan latah, Pao Seh-hoa,"

Teriak Ha it cun.

"Sebentar akan kupotong lidahmu dan kurobek mulutmu untuk umpan anjing."

"Cis, jika kau tidak mampu, kepalamu yang akan kupenggal dan kutendang sebagai bola,"

Jengek Pau Seh-hoa tidak kalah garangnya.

"Huh, ikan yang berhasil lolos keluar jaring, jago yang sudah pernah keok, sudah dekat ajal masih bermulut besar, sungguh tidak tahu malu!"

Jengek Sek Kui. Mendadak Pau Seh hoa berludah ke arah Sek Kui dan mendamperat.

"Keparat, jangan kau kentut sesukamu, seumpama betul Locu tidak tahu malu juga lebih terhormat daripada manusia rendah dan kotor..."

Baru Pau Seh hoa memaki sampai di sini, mendadak Sebun Tio-bu menarik ujung bajunya sambil memandang ke belakang Ha lt-cun, desisnya.

"Ssst, Pau-heng, itu dia Ih Keng-hok datang."

Waktu Pau Seh-hoa berpaling ke sana, terlihat empat orang sedang datang ke arah sini.

Yang di depan berusia 60 an, bertubuh tinggi kekar, mukanya agak kurus, tapi kereng, sorot matanya tajam, jelas seorang tokoh yang jarang ada bandingannya, Dia memakai jubah hitam mengkilap, rambutnya juga hitam dan belum beruban, diikat tinggi di atas kepala.

Tangan kiri membawa suatu gulungan panjang entah benda apa.

Dari lagak- Iagunya, meski Pau Seh-hoa dan Sebun Tio-bu tidak tahu siapa dia tapi dapat diduga orang ini pasti Ih Keng-hok adanya.

Di belakang Ih Keng-hok ada lagi seorang pemuda jangkung dan ganteng, berusia likuran, tampaknya gagah perkasa.

Di belakang pemuda ini adalah seorang perempuan jelas dia ini Kiang Ling yang dahulu bersama Kongsun Kiau-hong pernah mencelai Siang Cin dan Pau Seh hoa.

Masih ada lagi orang keempat, itu orang she Li yang disebut Ha It-cun tadi, Orang she Li ini kurus kecil, kepalanya lonjong, mukanya sempit, seperti orang yang selalu takut-takut.

Tapi sekarang dia tidak kelihatan takut, dia sedang bicara dan tuding ini-itu, dengan bersemangat ia mengiringi Ih Keng-hok bertiga ke sini.

Seketika semangat setiap orang Jeng-siong-san-ceng terbangun demi nampak datangnya Ih Keng-hok serentak sikap mereka menjadi garang dan siap tempur.

"Keparat,"

Damperat Pau Seh-hoa dengan suara tertahan "Seperti kedatangan kakek moyang saja, coba lihat, betapa gembiranya mereka."

"Hm, kawanan anjing ini mengira kita dapat dicaplok dengan mudah,"

Jengek Sebun Tio-bu.

"Sebentar lagi mereka baru tahu rasa."

Ia merandek sejenak, lalu menambahkan pula.

"Jangan terburu-buru turun tangan Pau-heng, sebentar lagi, begitu bergerak kita lantas terpencar dan memikat mereka, gerak cepat sebagaimana dikatakan Siang-heng."

"Ku tahu,"

Jawab Pau Seh-hoa sambil mengangguk. Dalam pada itu Ha It cun tampak sedang berpaling ke sana dan menyapa si jubah hitam yang bermuka kurus itu, katanya.

"Sangat kebetulan kedatangan lhheng, sedang kuhadapi kedua penyatron ini, makanya tidak kusambut kedatangan lh-heng, mungkin Li-heng sudah menjelaskan tadi."

Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa saling pandang sekejap, terkaan mereka memang betul, si jubah hitam memang Ih Keng hok adanya. Tanpa balas hormat, Ih Keng-hok hanya mengangguk pelahan saja, tanyanya kemudian dengan angkuh.

"Apakah kedua orang yang terkepung itu?"

Ha lt cun menjawab "Betul, memang kedua keparat itu, belasan anak buah kita telah menjadi korban sergapan mereka."

Ih Keng-hok mendengus, ia melangkah maju ke samping Ha It-cun, baru sekarang dia berhadapan dengan Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa. Sejenak ia mengamat-amati kedua orang itu, lalu menuding dan menegur dengan ketus.

"Sebun Tio-bu, Pau Seh-hoa?"

"ltulah Locu!"

Jawab Sebun Tio-bu dengan kepala mendongak pongah. Pau Seh-hoa juga menjawab dengan kemalas-malasan.

"Hehe, jika dua keping kayu dari Koh-keh-san tak kau kenal, maka terhitung orang Kangouw apa kau orang she Ih?" Melihat sikap congkak Sebun Tio bu dan Pau Seh-hoa, seketika orang-orang Jeng-siong-san ceng meraung gusar, Han-ceng dan Sek Kui berteriak-teriak ingin melabrak musuh. Tapi Ih Keng-hok telah mengebas lengan jubahnya untuk mencegah caci-maki orang banyak, ia melirik hina Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa, lalu dengan suara pelahan dan ketus berkata.

"Sebun Tio-bu, Jian ki~beng kalian mungkin dipuja oleh orang lain, tapi bagi orang she Ih belum termasuk daftar. Sikap pongahmu tadi menandakan pula betapa kau telah malang melintang dan meremehkan orang lain. Keparat semacam kau ini biarpun dibunuh juga belum cukup untuk menebus dosamu."

Tanpa menunggu jawaban Sebun Tio-bu, segera Ih Keng-hok berkata pula terhadap Pau Seh hoa.

"Sudah beberapa tahun yang lalu kudengar ada seorang jembel semacam kau ini di Koh-keh-san, sejak kau mendekam dalam kurungan Ha It-cun, mulai saat itu kuanggap orang macam kau ini tiada harganya untuk dicatat. Setelah bertemu sekarang, kulihat kau memang manusia rendah dan kotor, palingpaling kau hanya cocok untuk pekerjaan menggangsir atau mencuri ayam, masakah kau berharga berkecimpung di dunia persilatan?"

Tidak kepalang murka Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa, kontan Pau Seh-hoa meraung.

"lh Keng-hok, jangan kau temberang! Kau sendiri terhitung kelas berapa? Locu justeru tidak pandang sebelah mata padamu, dirodok, kau mengoceh seperti berhadapan dengan anak buahmu sendiri ..."

Dengan muka dingin Sebun Tio-bu juga berteriak.

"Bagus sekali kau Ih Kenghok, lagakmu seperti raja diraja, seakan-akan dunia ini kau yang kuasa. Huh, bagiku kaupun belum masuk hitungan, tidak perlu kau bermulut besar, paling baik kalau kita coba-coba saja dahulu ..."

Belum lagi Ih Keng-hok menanggapi pemuda gagah bermuka agak hitam di belakangnya segera menyelinap maju.

"Suhu,"

Teriak pemuda ini.

"izinkan Tecu melabrak dulu jahanam yang bermulut kotor ini!"

Tapi Ih Keng-hok lantas memberi tanda pada pemuda itu sambil membentak.

"Mundur kan!"

Ha It cun juga berseru.

"Anak Lin, menyingkirlah ke samping, segala urusan biar diatur oleh gurumu."

Kiranya pemnda ini adalah putera tunggal Ha It-cun, Ha Lin, murid Ih Keng-hok pula.

Terpaksa dengan rasa murka ia mundur kembali sambil melotot ke arah Sebun Tio-bu dan Pau Seh hoa.

Pelahan-lahan Ih Keng-hok mulai bergerak, selangkah demi selangkah, kukuh seperti gunung, tenang dan kereng, ia mendekati lawan sambil mulai membuka bungkusan panjang yang dibawanya, Suasana menjadi tegang.

Pelahan Sebun Tio-bu membisiki Pau Seh-hoa.

"Pauheng, begitu bergebrak kita terus terpencar dan menerjang ke tengah mereka." Pau Seh-hoa hanya mengangguk pelahan saja, Dia sudah siap siaga, ia tahu Ih Keng hok bukan lawan yang empuk. Sementara itu Ih Keng-hok sudah dekat, sekali menggetar, mendadak bungkusan panjang itu terbuka, kiranya semacam senjata aneh berbentuk pedang, berbatang sempit dan tipis. bersinar mengkilap dan berhawa tajam, inilah Liong-jongnui- kiam"

Atau pedang lemas usus naga, senjata andalan Ih Keng-hok yang merontokkan nyali setiap lawannya.

Kecepatannya juga sukar dibayangkan begitu pedang lemas itu berbahaya, jaraknya dengan Sebun Tio-bu yang semula kelihatan masih beberapa meter jauhnya, sekonyong-konyong sinar pedang sudah menyambar tiba di depan tenggorokan kedua lawan.

Pau Seh-hoa meraung dan mendak ke bawah, kedua keping kayunya berputar, sekaligus iapun menutul beberapa kali ke depan sebaliknya Sebun Tio-bu tidak bergeser sama sekali, Tiat-mo-pi, lengan baja iblis, segera juga bekerja.

"Trang", lelatu api tepercik, tahu-tahu Ih Keng-hok tudah melompat mundur. Meski Tiat-mo-pi tidak sampai terkutung, tapi tidak sedikit bubuk baja yang rontok terkupas oleh pedang lawan.

"Hantam!"

Teriak Pau Seh-hoa.

Di tengah teriaknya itu ia terus memutar ke sana dan menerjang ke tengah-tengah kerumunan musuh.

Pada saat yang sama Sebun Tio-bu juga bertindak serupa.

Sekali pandang Ih Keng-hok lantas tahu maksud tujuan lawan, secepat terbang ia melompat maju ke tengah-tengah antara Sebun Tio-bu berpisah dengan Pau Sehhoa itu, pedang lemas panjang itu berputar dan menerbitkan suara mendengung, sekaligus ia menyerang ke kanan dan ke kiri.

Saat itu Pau Seh-hoa sedang mengapung ke depan, tapi pedang musuh tahutahu menyambar dari belakang, untung dia sempat menggeliat di udara sehingga tidak terluka, namun jubahnya telah tersayat robek.

Pada waktu yang sama Sebun Tio-bu sempat memutar lengan besinya untuk menangkis setiap serangan Ih Keng hok, kembali terdengar suara mendering dengan lentikan leIatu.

Setelah saling gebrak, ketahuilah imbangan kekuatan kedua pihak, Ih Keng-hok memang terbukti maha lihay, ilmu pedangnya sudah tergoIong mencapai puncaknya dan sukar diukur.

Jelas Sebun Tio-bu masih kalah setingkat dibandingkan Ih Keng-hok, kalau dilawan matian selisihnya tidak terlalu menyolok, Sedang Pau Seh-hoa jelas kalah dua tiga tingkat, bila satu-lawan-satu dia pasti akan dilalap lawan.

Setelah masing-masing tahu kekuatan lawan, Pau Seh-hoa tidak berani gegabah lagi, cepat ia menyelinap ke sana dan menerjang anak buah Jeng-siong-san-ceng.

Ih Keng-hok bersuit panjang terus menyusulnya dengan cepat, dari jauh pedangnya lantas menyabas lebih dahulu.

Tapi Sebun Tio bu juga tidak tinggal diam, dari samping lengan besinya lantas menyambar ke belakang musuh.

Terpaksa Ih Keng-hok tidak sempat mengejar Pau Seh-hoa, ia berputar balik, pedang lemas balas menyabet Sebun Tio-bu, segera kedua orang terlibat dalam perang tanding yang dahsyat.

Di sebelah sana Pau Seh-hoa sempat menerjang ke depan anak buah Jengsiong- san-ceng yang berkerumun di situ, belum lagi orang-orang itu bertindak, segera terdengar jeritan ngeri, di tengah bekerjanya kedua keping kayu Pau Seh hoa, beberapa orang telah roboh dengan kepala pecah dan jiwa melayang.

Han Cing terkejut, cepat ia menubruk maju sambil berteriak.

"Hadang dia, apakah kalian orang mampus semua!?"

Serentak belasan jago silat Jeng-siong-san-ceng memburu maju, namun Pau Seh-hoa lantas menyusup ke arah lain dan kembali beberapa orang Jeng-siong-sanceng terguling lagi.

Tapi belasan Busu atau jago silat Jeng-siong-san-ceng itupun dapat membendung Pau Seh-hoa dan mengerubutnya.

Seh-hoa mendengus sekali gerak serangan pura-pura, cepat ia menerobos pula ke samping lain, kedua keping kayunya berputar naik turun, beberapa orang terluka lagi dan malah menyingkir.

Sekonyong-konyong sebuah tumbak trisuIa menyambar lewat di depan perut Pan Seh-hoa, untung dia sempat mengempiskan perut dan menarik tubuh sedikit sehingga tumbak itu menyambar lewat di bawah perutnya.

Berbareng itu ia mendengus, keping kayunya menyampuk ke samping, muka penyerang itu seketika hancur dan roboh terkapar Pau Seh-hoa terus menerjang ke sana dan menubruk ke sini dengan gesit, hanya sekejap beberapa orang menjerit terguling pula.

Tidak kepalang murka Han Cing, ia terus membuntuti Pau Seh-hoa dan bermaksud melabraknya, tapi dengan licin Pau Seh-hoa menyelinap kian kemari dan menghindari pertarungan dengan orang she Han ini, yang diterjang adalah anak buah Jeng-siong-san-ceng serta jagoan yang berkepandaian agak rendah.

Saking murkanya Han Cing hanya berkaok-kaok murka saja, seketika ia belum mampu melabrak Pau Seh-hoa.

Melihat keganasan Pau Seh-hoa, anak buah Jeng-siong-san ceng yang lain menjadi jeri, tapi ada juga yang menjadi nekat, beramai-ramai mereka lantas menerjang maju dan mengepung terlebih ketat.

Ha Lin, putera tunggal Ha It-cun itu, dengan mendongkol berkata.

"Ayah, biarlah anak melayani keparat itu."

Ha It-cun menggeleng, katanya.

"Kukira yang lebih penting adalah membereskan Sebun Tio-bu itu. Anak Lin, biarpun dia jelas bukan tandingan gurumu, tapi untuk waktu singkat sukar kiranya merobohkan dia, hal ini rasanya kurang menguntungkan kita, maka kupikir lebih baik minta bantuan paman Li ikut terjun ke sana untuk membantu gurumu." Ha Lin melirik sekejap lelaki kurus setengah baya yang berdiri menonton dengan sikap dingin di samping itu, katanya kemudian dengan suara tertahan .

"Ayah tentunya kenal watak Suhu yang tidak suka dibantu orang luar, hal ini dianggapnya sebagai penghinaan baginya, kecuali Suhu sendiri yang minta, kukira tidak baik ...."

"Kukira ucapan Toakongcu memang tepat,"

Tiba-tiba orang setengah baya itu menukas.

"Ha-ceng-cu juga tahu kedatanganku ini hanya untuk menunggu satu orang saja, yaitu orang she Siang."

Kiranya lelaki setengah baya she Li ini adalah ketua keluarga Li dari Soasay, si potlot baja Li Go.

Sudah cukup lama dia berada di Jeng siong san ceng, Waktu dia menerima berita adik kandungnya, Li Jiang, yang terbunuh oleh Siang Cin, segera ia datang ke Jeng-siong-san-ceng untuk mengurus jenazah adiknya itu, sejak itulah dia berada di perkampungan ini, ia tahu permusuhan antara Siang Cin dengan Jengsiong- san-ceng, ia yakin pasti Siang Cin akan datang lagi, sebab itulah iapun bertekad menunggu kedatangannya untuk menuntut balas bagi kematian adiknya.

Dalam pada itu Ha Lin tampak tidak sabar lagi, katanya pula.

"Ayah sudah banyak anak buah kita yang menjadi korban keganasan orang she Pau itu, coba lihat, dia sangka menghindari kejaran Han-wancu dan ..."

"Baiklah, boleh kau maju, cuma harus hati-hati."

Kata Ha It cun kemudian.

Sejak tadi Ha Lin memang sudah getol untuk turun tangan, tanpa ayal lagi ia terus memburu ke arah Pau Seh-hoa sana.

Dengan tak sabar Ha It cun mengikuti pertarungan Ih Keng-hok melawan Sebun Tio-bu, dilihatnya sinar pedang bergulung-gulung memburu sekeliling Sebun Tio-bu yang tetap memutar lengan besinya dengan sama dahsyatnya laksana ular naga yang melingkar kian kemari.

Dalam pada itu Ha Lin dan beberapa anak buahnya juga telah menerjang ke barisan Han Cing sana, hanya sebentar saja Pau Seh-hoa sudah berhasil merobohkan belasan orang Jeng-siong-san ceng, Tapi datangnya Han Lin seketika merepotkan dia.

Pada saat itu Han Cing sempat mencegatnya dari samping kiri, Han Cing juga bersenjata pedang, dengan gregetan ia serang Pau Seh-hoa.

Han Lin juga menggunakan pedang lemas mirip senjata gurunya, bedanya cuma batang pedang agak lebar, namun tajamnya tidak ada bedanya.

Diam-diam Pau Seh hoa mengeluh, namun dia lantas tambah gesit menyelinap kian kemari, setiap kali keping kayunya berbunyi "pletak", kontan batok kepala seorang korbannya pecah dan jatuh tersungkur, ia masih terus berputar di antara para pengerubutnya, beberapa kali serangan Han Cing dan Han Lin yang berbahaya selalu dapat dihindarkan Pau Seh-hoa pada detik terakhir.

Dengan gelisah Ha It-cun mengikuti pertarungan Ih Keng-hok melawan Sebun Tio-bu yang sudah beberapa puluh jurus dan belum lagi nampak akan segera berakhir, sedangkan seorang Pau Seh hoa saja dapat mengobrak-abrik barisan anak buahnya, meski Han Cing dan Han Lin ikut meogejar, tapi tetap sukar mencegah pengacauan orang she Pau itu.

Sungguh tidak kepalang murkanya.

"Cengcu, biarlah hamba ikut terjun sekalian?"

Tiba-tiba Sek Kui membisiki sang Cengcu. Ha It-cun menjawab dengan mendongkol.

"Tunggu lagi sebentar, ku kuatir kalau terjadi apa-apa lagi yang tak terduga."

Sek Kui melengak, ucapnya kemudian.

"Ya memang aneh juga, Yu-wancu bagian belakang mengapa sampai sekarang belum kelihatan pulang?"

"Hm, katanya dia keluar minum arak ke Siau-an, sudah setengah harian kenapa belum pulang?"

Dengus Ha It-cun dengan geram. Sek Kui tak berani menanggapi, diam-diam ia sudah merasakan firasat yang tidak enak. Dengan sorot mata tajam Ha It-cun berkata pula dengan gemas.

"Jika tidak menguatirkan keparat Siang Cin itu mungkin akan melakukan sergapan atau mengatur tipu muslihat keji, tentu sejak tadi sudah kukerahkan segenap kekuatan untuk mencincang kedua jahanam ini, tapi mereka..."

Belum habis ucapan Ha It-cun, mendadak Sek Kui berteriak.

"Celaka, ada kebakaran!"

Ha It-cun terperanjat cepat ia berpaling, benarlah, di tengah dan belakang perkampungannya, api tampak berkobar dengan hebatnya dengan asap tebal menjulang tinggi ke langit, Tampaknya api mulai menjalar dengan cepatnya.

"Lekas diperiksa, Sek-wancu, apa yang kau tunggu pula?!"

Teriak Ha It cun.

Cepat Sek Kui mengiakan dan berlari ke sana dengan membawa beberapa anak buahnya.

Dengan mengertak gigi Ha It-cun menyaksikan berkobarnya api yang semakin besar itu, terlihat langit seakan-akan merah membara, terdengar suara gemuruh ambruknya bangunan dan terbakarnya macam-macam benda, terdengar pula suara jerit tangis kaget dan ketakutan orang banyak yang berlari kian kemari dengan kacau.

Mendadak mata Ha It-cun jadi melotot ketika dilihatnya di kejauhan seorang demi seorang terlempar ke udara atau mencelat jatuhnya, jelas nyawa orang-orang itu pasti akan melayang.

Seketika terdengar teriakan ramai.

"ltu dia si Naga Kuning ....Ah, Thio suhu telah menjadi korban pula ....Wah, keji amat orang she Siang itu, lekas lari ....Hai, cepat cegat dia. kerubut dia, jangan sampai lolos ..."

Demikian teriakan riuh ramai itu membuat kepala Ha It-cun seakan-akan pecah, sedapatnya ia menahan pergolakan perasaannya, ia coba melirik Li Go yang berdiri sebelah. Agaknya Li Go menyadari juga apa yang terjadi, segera ia berseru.

"Ha-cengcu, sudah tiba saatnya!"

"Baik, kita menyambutnya!"

Teriak Ha It-cun.

Kedua orang terus menerjang ke sana dibuntuti berpuluh anak buahnya.

Yang sedang mengamuk di sebelah sana memang betul si Naga Kuning Siang Cin adanya.

Bayangan Siang Cin berkelebat kian kemari, setiap kali tiba, di situ pula terdengar jeritan ngeri disertai mencelatnya tubuh manusia.

Semangat Pau Seh-hoa terbangkit seketika, beberapa kali putaran ia berhasil mendekati Siang Cin, teriaknya.

"Ai, Kongcuya, ke mana kau, kenapa tidak sejak tadi-tadi turun tangan, hampir saja aku dikerjai orang, beberapa kerat tulangku yang lapuk ini bisa menjadi abu bilamana kau terlambat datang pula!"

Perawakan Siang Cin yang tinggi kekar itu mendadak melejit maju, sekali tendang seorang Busu terguling sambil tumpah darah, waktu kaki lain terayun pula ke belakang, secara berturut-turut tiga orang terkapar juga.

Pada saat itulah Han Cing dan Ha Lin telah memburu tiba, serentak pedang Han Cing menabas, tapi sempat dihindarkan Siang Cin, sebelah tangannya menyampuk sekalian dan dua orang Jeng-siong-san-ceng pecah pula kepalanya.

Menyusul Siang Cin meloncat ke atas untuk mengelak beberapa kali sabetan pedang lemas Ha Lin, habis itu ia balas melancarkan beberapa pukulan dahsat sehingga Ha Lin terdesak mundur.

"Pletak", di sebelah sana Pau Seh-hoa telah mengetuk roboh pula seorang lelaki baju hijau, berbareng ia mendak ke bawah menghindari tabasan golok musuh, belum lagi orang itu sempat menarik kembali goloknya, tahu-tahu dadanya sudah ditonjok oleh kepingan kayu Pau Seh-hoa dan roboh terjungkal. Habis itu.

"Trang- tring", sekaligus Pau Seh-hoa tangkis toya dan gada dua lawan yang menyergapnya dari samping, sambil menyelinap ke arah lain iapun berseru.

"Awas, Kongcunya, setan tua she Ha dan begundalnya memburu tiba!"

"Haiit", sekali Siang Cin berteriak, kakinya menyapu dan kontan tiga orang tak bisa bangun lagi. Waktu tubuh Siang Cin menegak kembali, dengan kereng ia berseru.

"Kebetulan datangnya!"

Hampir pada saat yang sama iapun melayang ke sana menyongsong kedatangan Ha It-cun dan Li Go.

"Bagus, orang she Siang, ke mana kau akan lari sekali ini?!"

Teriak Ha It-cun dengan murka.

Bayangan kuning yang melayang tiba itu hinggap tepat di depan Ha It-cun, dengan ketus berkata "Tidak perlu banyak omong, orang she Ha, majulah kalian semuanya." Li Go yang berada di samping Ha It-cun lantas meraung murka, bentaknya.

"Siang Cin, bayar jiwa saudaraku!"

Berbareng itu ia terus menubruk maju, potlot baja bercat merah terus menutuk dada dan perut Siang Cin, sekaligus ia menutuk beberapa Hiat-to maut di tubuh musuh.

Namun segesit kucing Siang Cin sempat mengelakkan seluruh serangan itu, berbareng iapun balas menghantam beberapa kali, selagi Li Go berkelit, Siang Cin mendengus.

"Hm, potlot baja keluarga Li apakah dapat menggertak orang she Siang ini? Adikmu yang tidak tahu diri, membela pihak yang bersalah dan membantu kejahatan, kau tidak tahu mendidik saudara sendiri, sebaliknya malah ikut membelanya, apakah kau tidak sayang pada jiwamu sendiri?"

"Tidak perlu banyak bacot, orang she Siang, pendek kata, jika bukan kau yang mampus, biarlah aku yang gugur, tiada sesuatu yang perlu kita persoalkan lagi,"

Teriak Li Go murka.

"wut-wut", potlot bajanya sekaIigus menutul pula beberapa kali. Namun dengan enteng Siang Cin dapat menghindar menyusul iapun balas menabas tiga kali dengan telapak tangannya, jengeknya.

"Bagus, sahabat, siapa yang kalah dia akan menjadi mayat!"

Karena pukulan dahsyat Siang Cin, terpaksa Li Go melompat mundur.

Namun dengan nekad ia menubruk maju pula, potlot bajanya tergolong satu senjata khas di dunia persilatan, keluarga Li dari Soasay cukup terkenal di dunia Kangouw, Li Go adalah ketua keluarga Li angkatan ke tujuh, kepandaiannya sudah tentu jauh lebih tinggi daripada Li Jiang, adiknya yang mati di tangan Siang Cin dahulu itu.

Akan tetapi kepandaian Li Go masih jauh daripada cukup untuk menandingi Siang Cin, di bawah tekanan Siang Cin yang dahsyat, hanya belasan gebrak saja Li Go sudah terdesak hingga kelabakan dan mundur setindak demi setindak.

Beberapa kali ia hampir saja dimakan oleh tabasan telapak tangan Siang Cin.

Siang Cin memang sudah ambil keputusan memakai siasat "gerak cepat", lekas hantam lekas beres, cara keji tanpa kenal ampun Dia tidak perdulikan lagi pihak lawan, yang diutamakan ialah cepat merobohkan lawan dan habis perkara.

Dengan cepat belasan jurus telah lalu pula, ketika potlot baja Li Go menyerang lagi, Siang Cin ambil tindakan berbahaya, sedikit mengegos, menyusul ia terus meloncat ke atas, belum lagi Li Go sempat putar haluan, dengan cepat dadanya terdepak oleh Siang Cin dua kail beruntun.

Ha It cun melihat gelagat jelek, tapi terlambat meski ingin menoIong.

Kontan Li Go berseru bertahan dan tubuh terpental beberapa meter jauhnya.

Selagi tubuh Li Go terguIing-guling ke sana, beberapa Busu Jeng-siong-sanceng serentak menghadang di depan Siang Cin dan menyerang dengan golok dan pedang mereka.

Akan tetapi orang-orang ini terlalu lemah bagi Siang Cin, hanya beberapa kali hantam dan tendang saja, tiga orang mencelat dengan tumpah darah dan seorang pecah batok kepalanya.

Ha It-cun tidak tahan lagi, ia meraung murka sambil melolos goloknya.

"Sianggoan- Iiong-bun-to", golok gelang dua berukir naga, ia putar goIoknya, dengan kencang dan menghadapi Siang Cin dari depan. Kepandaiannya memang tidak lemah, tenang dan mantap terutama permainan goloknya tidak dapat dipandang enteng, begitu golok itu berputar, seketika sinar perak berhamburan menyilaukan mata, bayangan goloknya bergumpal memburu lawan laksana gugur gunung dahsyatnya, Cepat dan keras serangannya, ia labrak Siang Cin dari jarak dekat tanpa gentar. Menghadapi sambaran golok yang hebat itu, Siang Cin perlihatkan ketangkasan dan kelincahannya, tubuhnya melejit naik turun dan melayang kian kemari, sering pada detik yang paling berbahaya ia justeru dapat menghindarkan renggutan elmaut, bahkan pada saat yang sama iapun melancarkan serangan balasan. Berlangsunglah pertarungan sengit dan cepat, belasan gebrak bagi orang lain, bagi Siang Cin dan Ha It-cun sekarang sekaligus telah berlangsung tiga empat puluh gebrakan. Di tengah pertempuran seru itulah, Li Go yang terluka parah dan menggeletak di sana kelihatan siuman kembali dengan muka pucat seperti mayat, ia tahu keadaan gawat dirinya sendiri, iapun melihat suasana tegang pertarungan Ha It-cun melawan Siang Cin itu, ia menyadari jiwa sendiri tidak tertolong lagi, dengan sisa tenaga yang masih ada ia berusaha merangkak bangun, napasnya memburu dan darah segar meleleh keluar dari mulutnya. Sekuatnya ia merangkak mendekati kalangan pertempuran, potlot baja masih tergenggam di tangan sorot matanya mencorong tajam penuh dendam dan benci. Pada saat Ha It-cun sedang mengayun goloknya dan membacok beberapa kali secara berantai dan selagi Siang Cin terpaksa harus main kelit dan bergeser mundur dan kebetulan lebih mendekat ke tempat merangkak Li Go, kesempatan baik itu tidak disia-siakan oleh Li Go, sekonyong-konyong Li Go melompat bangun dengan segenap sisa tenaga yang masih ada padanya, dengan kedua tangan memegang potlot baja terus menikam ke punggung Siang Cin. Karena perhatiannya terpusat pada diri Ha It-cun yang sedang menyerang dengan gencar, Siang Cin tidak menyangka Li Go yang sudah menggeletak tadi masih sanggup menyergapnya pada saat mendekat ajalnya. Ketika dia merasakan apa yang terjadi, sementara itu ujung potiot baja musuh sudah beberapa senti di belakang punggungnya. Pada detik yang berbahaya itulah dia masih berusaha mengelak sedapatnya, mendadak ia bergeser secepat terbang, berbareng tangannya terus menyambut sekerasnya ke belakang, maka berhamburanlah darah segar disertai jerit ngeri Li Go Potlot baja Li Go menggores luka iga kanan Siang Cin, merobek jubah-kuningnya dan mengucurkan darah. Tapi pada saat yang sama dengan telak hantaman Siang Cin juga mengenai dada Li Go sehingga tulang dadanya remuk dan darah tersembur pula dari mulutnya, malahan tubuhnya terus mencelat hingga jauh dan kepala terbenam ke dalam gundukan salju. Apa yang terjadi itu hanya berlangsung dalam sekejap saja dan berakhir pula dalam waktu singkat, belum lagi tangan Siang Cin yang meremukkan dada Li Go itu tertarik kembali, golok Ha It-cun juga sudah menyambar tiba dari atas. Terdengar suitan nyaring, seperti banteng ketaton, bukannya mundur, berbalik Siang Cin maju, pada detik antara mati dan hidup ini dikeluarkannya salah satu jurus "Liong ih-toa pat-sik"

Yang paling lihay, yaitu "Hoa~Iiong~hui-goat"

Atau berubah menjadi naga menuju ke bulan, secepat kilat, hampir sukar dibayangkan, tahu-tahu sesosok bayangan menyambar tiba.

"cret", dalam sekejap itu golok Ha It-cun menyerempet lewat punggung Siang Cin, dan membuat suatu jalur luka panjang dengan kulit tersayat dan darah bercucuran. Belum lagi Ha It-cun sempat menarik kembali goloknya, pukulan berantai Siang Cin telah bersarang di dadanya hingga belasan kali jumlahnya. Rata-rata pukulan Siang Cin adalah pukulan keras, seketika Ha It-cun menjerit keras, darah tertumpah dari mulutnya, Gembong Jeng siong-san ceng, In-tiau, si rajawali langit, tokoh kalangan hitam yang disegani, kontan jatuh terkulai, goloknya mencelat jauh ke sana dan "crat", tepat menabas leher seorang anak buahnya. Matinya Ha It cun benar-benar membikin semua orang Jeng-siong-san-ceng menjadi geger, panik dan ketakutan. Terdengar jerit kaget orang banyak dan sama berlari kalang kabut, suasana menjadi kacau. Seperti ular kehilangan kepala, dengan sendirinya orang-orang Jeng-siong-ianceng berlari simpang-siur dan saling injak, semuanya ingin menyelamatkan diri. Pau Seh-hoa sudah berlepotan darah, dengan rambut kusut dan kelihatan lemas sedang berlari ke arah Siang Cin sambil berteriak.

"Bagaimana kau, Kongcuya?"

Tubuh Siang Cin bergeliat sekali, luka di punggung terasa panas seperti dibakar mulutpun terasa kering, namun dengan mengertak gigi ia menjawab.

"Tidak apa-apa...

"

Belum habis ucapannya, mendadak ia berteriak pula.

"Awas Lo Pau!"

Pau Seh-hoa seperti terluka juga, namun gerak-geriknya masih cukup cekatan, begitu mendengar teriakan Siang Cin, ia tahu ada yang tidak beres, cepat ia menjatuhkan diri ke tanah, hampir pada saat yang sama sinar perak lantas menyambar lewat punggungnya dengan membawa robekan bajunya yang tersayat dengan percikan darah, rupanya punggung Pau Seh-hoa tetap terserempet oleh senjata musuh.

Secepat terbang Siang Cin terus memburu maju, belum mendekat ia sudah mendahului dua-tiga kali pukulan jarak jauh untuk menahan penyergap Pau Sehhoa, yaitu Ha Lin yang kelihatan beringas dan kalap.

Sama sekali Ha Lin tidak gentar dan mundur, ia terus menyongsong Siang Cin, pedang lemasnya berputar, menahan dan membabat serabutan.

Agaknya matinya Ha It-cun membuat pikiran anak muda itu menjadi kalap.

Kalau ayahnya saja bukan tandingan Siang Cin, apalagi anaknya, Hanya beberapa kali gebrak saja, pada suatu kesempatan, tahu-tahu Siang Cin mendesak maju, jurus "Hoa-liong-hui-goat"

Dilontarkan pula untuk kedua kalinya.

Ha Lin seperti kurang waras lagi, matanya merah membara, bibir tergigit hingga berdarab, sama sekali ia tidak menghiraukan serangan Siang Cin, tapi tetap menebas dengan pedangnya.

Di tengah sinar pedang yang memburu disekeliling tubuh Siang Cin, terlihat darah muncrat, pundak Siang Cin terluka oleh pedang lemas lawan, akan tetapi pada saat yang sama.

"blang", tubuh Ha Lin juga mencelat dan terbanting di kejauhan, hanya berkelejetan sejenak, lalu tidak bergerak lagi. Dengan langkah setengah diseret Pau Seh- hoa mendekati Siang Cin dan bertanya dengan cemas.

"Kongcuya, apakah lukamu berbahaya?"

"Luka luar saja, tidak menjadi halangan,"

Jawab Siang Cin tegas.

"Kaupun terluka, Lo Pau?"

"Ya, pada saat setan tua she Ha kau binasakan itulah aku rada meleng dan tertabas oleh pedang Han Cing, mengenai pahaku, untung lukanya tidak dalam, namun cukup membuat kesakitan dan mengganggu gerak-gerikku."

Sorot mata Siang Cin yang tajam jelilatan kian kemari, dilihatnya tinggal Sebun Tio-bu saja yang masih berhantam sengit dengan Ih Keng hok.

suasana sudah sepi, anak buah Jeng-siong-san-ceng sudah kabur meninggalkan mayat kawannya yang bergelimpangan di sana sini serta yang terluka parah sedang merintih sekarat.

"Mana itu Han Cing?!"

Tanya Siang Cin.

"Sabar dulu,"

Jawab Seb hoa.

"dia melukai diriku, tapi akupun sempat menyodok tulang iganya dengan kepingan kayuku, sedikitnya beberapa batang tulang rusuknya pasti patah Selagi aku kesakitan karena paha terluka, keparat itu segera angkat langkah seribu, sungguh tak tersangka setelah terluka parah dia masih sanggup berlari secepat itu, harus diakui cukup tangkas juga dia."

"Apakah tiada luka lain kecuali pahamu?"

Tanya Siang Cin pula.

"Ada, cuma lecet saja, yaitu terserempet oleh pedang anak kura-kura she Ha tadi, tapi tidak beralangan,"

Tutur Seh-hoa. Siang Cin merasa lega, ia berpaling pula ke arah Sebun Tio-bu yang sedang menempur Ih Keng-hok dengan sengit itu, ia memandang sejenak, lalu mengertak gigi dan melangkah ke sana dengan pelahan, katanya.

"Lo Pau, hendaklah kau menjaga di samping, akan kugantikan Sebun-tangkeh."

Pau Seh-hoa terkejut, dengan rada pincang ia mengikut di belakang Siang Cin dan berkata dengan kuatir "Gila kau, Kongcuya, lukamu tampaknya tidak cuma satudua tempat saja, masa kau akan menghadapi Ih Keng-bok, tidaklah kau pikirkan keadaanmu sendiri? Marilah kita kerubut dia bersama saja." "Jangan kuatir, Lo Pau, kutahu apa yang harus kulakukan, tampaknya Sebuntangkeh sudah payah dan tidak tahan lagi,"

Ujar Siang Cin dengan tersenyum sambil terus melangkah ke depan.

Sementara itu sudah ratusan jurus Sebun Tio-bu bergebrak dengan Ih Keng-hok, kelihatan Sebun Tio-bu sudah mulai kehabisan tenaga, tubuhnya mandi keringat, napasnya terengah-engah, jubah putihnya robek di sana-sini dengan luka yang mengucurkan darah, rambutpun kelihatan kusut, mukanya beringas menakutkan.

Ih Keng-hok juga tidak terhindar dari luka, jubah bagian dada kanan terobek dan kelihatan bekas luka cengkeram tangan besi Sebun Tio-bu, lengan baju kiri juga robek dan darah memenuhi tangannya dengan luka yang menyolok.

Meski kedua orang sudah sama-sama terluka, tapi jelas luka Sebun Tio-bu terlebih parah, keadaannya kelihatan sudah payah, sekuat tenaga ia bertahan.

Sebaliknya Ih Keng-hok masih terus menyerang dengan lihay, pedang lemas utus naga masih terus membura dengan rapat.

Sebun Tio-bu menjadi nekat, ia putar Iengan besi dengan segenap sisa tenaganya untuk bertahan akan tetapi karena lukanya, lambat-laun ia menjadi lemas.

Pada saat yang gawat itu, syukurlah Siang Cin melayang tiba, baru bayangan kuning berkelebat, seperti burung elang menubruk mangsanya, kedua tangan Siang Cin terus menghantam secara berturut-turut beberapa kali.

Namun Ih Keng-hok memang lain daripada yang lain, dia tidak mau menghadapi Siang Cin dari jarak dekat, cepat ia melompat mundur dan pedang lantas menabas tiga kali.

Mendadak Siang Cin melompat ke atas dan melontarkan pukulan jarak jauh dengan tenaga dahsyat.

Namun Ih Keng-hok sempat menggeser ke samping sambil putar pedangnya, menabas ke depan dan menyabat ke belakang ia desak mundur Siang Cin dan Sebun Tio-bu yang hendak menyergapnya dari samping.

"Mundur dulu, Sebun-tangkeh!"

Seru Siang Cin. Sebun Tio-bu merasa kondisi sendiri memang sudah lemas, terpaksa ia menurut dan menyurut mundur. Pau Seh-hoa lantas mendekatinya dan memapahnya ke pinggir, Sebun Tio-bu berjalan dengan agak sempoyongan mukanya pucat lesi.

"Bagaimana, Tangkeh?"

Tanya Seh-hoa.

"Cukup gawat, tapi tidak nanti mampus,"

Jawab Sebun Tio-bu.

"Keparat ini sungguh lihay,"

Kata Seh-hoa.

"Ya, terus terang, bila mana Siang-beng tidak datang tepat pada waktunya, saat ini mungkin aku sudah bertemu dengan Giam-Io ong (raja akhirat),"

Ujar Sebun Tio bu.

"Sejak kumalang melintang di dunia Kangouw, selain beberapa orang tangguh seperti Siang heng, baru pertama kali ini kupergoki lawan yang keras, Pau-heng, pedangnya yang lemas itu sungguh luar biasa dan sukar diraba arah serangannya, Hampir aku mati kutu, untung setiap kali dapat kuhindarkan diri pada detik terakhir." "Dan sekarang, mau-tak-mau aku berkuatir juga bagi Kongcuya, dia juga terluka,"

Tutur Pau Seh-hoa.

Di sebelah sana pertarungan antara Siang Cin dan Ih Keng-hok sudah memuncak tegang, mereka sudah sama-sama terluka sebelum berhadapan, darah masih bertebaran mengikuti gerak tubuh mereka sehingga tanah salju yang putih itu penuh bintik merah.

Wajah Ih Keng-hok yang kaku itu kelihatan seram, pedangnya berputar menerbitkan desing angin yang dahsyat, hampir sukar dilihat ke mana pedangnya akan mcnyambar, tapi tahu-tahu memburu tiba.

Siang Cin telah mengerahkan segenap kemampuannya dan sepenuh perhatian, dengan ketahanan yang ulet ia hadapi serangan maut musuh tanpa gentar, padahal lukanya menimbulkan rasa sakit yang tak terperikan, namun dia tetap bertahan dan tidak berani lengah sedikitpun.

Ia menyadari inilah pertarungan maut, ia selalu menyelinap ke sana dan berkelit ke sini pada detik yang paling gawat, namun kedua tangannya juga tidak pernah kendur, setiap kesempatan digunakannya untuk balas menyerang dengan pukulan dahsyat, bilamana musuh sampai kena serangannya pasti juga tak terampunkan lagi.

Begitulah kedua orang sama-sama mengeluarkan seluruh kemampuan masingmasing, setiap serangan merupakan maut yang tidak kenal ampun, sama-sama pantang mundur, membunuh atau dibunuh, pilihan lain tidak ada.

Seratus dan dua ratus jurus telah berlangsung kedua orang masih terus saling labrak dengan sengitnya.

Di tanah lapang perkampungan Jeng-siong-san-ceng ini, kecuali kedua orang yang sedang mengadu jiwa ini, hanya Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa berdua saja yang masih diam di sana.

Selain mereka, sekeliling sunyi senyap, tiada nampak bayangan seorangpun.

Kalau masih ada manusia hidup di situ adalah anak buah Jeng-siong-san-ceng yang terluka parah dan sedang sakaratul-maut, Anak buah yang lain, para Busu, semuanya entah telah lari ke mana.

Ditambah lagi asap masih mengepul dengan bau sengit yang menusuk hidung.

Jeng siong san ceng yang semula indah permai dan tenang itu kini telah berubah bagaikan suatu kompleks pekuburan, gambaran neraka hidup yang seram.

Di tengah pertarungan sengit antara Siang Cin melawan Ih Keng-hok itu telah bersambung ratusan jurus lagi, kini keduanya sudah sama-sama loyo, lunglai, walaupun begitu keduanya tetap pantang menyerah, masih terus berhantam menentukan mati atau hidup.

Akan tetapi, lambat-laun tiba juga saatnya penentuan.

Suatu kali, pedang lemas Ih Keng-hok menyabat, mungkin saking lemasnya, betapapun terbatas oleh usianya yang lebih tua daripada Siang Cin, jelas kelihatan serangannya ini tidak selihay lagi seperti tadi.

Siang Cin cukup cerdik, sedikit kelemahan musuh segera dilihatnya, walaupun ia sendiripun sudah payah, tapi untuk mengerahkan segenap sisa tenaga jelas lebih mudah baginya, segera ia mengeluarkan jurus Hoa-liong-hui-goat yang paling lihay itu, pada saat pedang lawan menyambar tiba, sekali mendak dan bergeser, kontan Siang Cin menabas dengan telapak tangannya.

Terdengar suara "crat-cret"

Dua-tiga kali disertai suara "brek"

Yang keras.

Habis itu kedua orang lantas berdiri tegak dan saling melotot belaka, muka kedua orang sama pucat dan rambut kusut, sekujur badah sama basah kuyup oleh air keringat bercampur darah.

Sampai sekian lamanya kedua orang masih berdiri tegak saling melotot.

Keruan Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa sama menahan napas, mereka belum tahu jelas siapa yang menang dan siapa kecundang.

Tapi akhirnya kelihatan Ih Keng-hok mula berjongkok dengan pelahan, sebelah tangannya memegang pedang lemas yang menyanggah tanah itu, pedang itu tampak mulai melengkung karena tidak kuat menahan bobot tubuh Ih Keng-hok, akhirnya terdengar suara nyaring, pedang itu patah, berbareng itu Ih Keng-bok juga roboh terkulai.

"Aha, Kongcuya menang?"

Seru Pau Sek-hoa sambil berjingkrak girang, ia sampai lupa kepada luka sendiri yang tidak ringan.

Dengan penuh semangat Sebun Tio-bu juga lantas memburu ke arah Siang Cin, dilihatnya si Naga Kuning masih berdiri tegak dengan pucat, Sebun Tio-bu menjadi ragu-ragu, tanyanya dengan kuatir.

"Siang-heng, engkau..."

Terlihat senyuman Siang Cin, ucapnya dengan lemah.

"Aku tidak apa-apa, cuma punggungku terbeset lagi, mungkin cukup parah."

Baru sekarang hati Sebun Tio-bu merasa lega, katanya.

"Syukurlah luka Siangheng tidak berbahaya."

Dalam pada itu Pau Seh hoa juga sudah menyusul tiba, tanpa disuruh ia lantas memeriksa keadaan luka Siang Cin, KuIit daging bagian punggung Siang Cin terbeset cukup lebar, lukanya cukup parah tapi tidak membahayakan jiwanya.

"Bangsat she Ih itu sungguh luar biasa, coba lihat, sudah mampus saja masih mendelik,"

Kata Pau Seh-hoa sambil memandang mayat Ih Keng-hok yang menggeletak itu.

"Eh, omong-omong, kan masih ada dua tiga musuh yang berhasil loIos?"

Seru Pau Seh hoa pula.

"Mereka takkan lolos,"

Kata Siang Cin.

"Jelas sudah kabur, masa kau bilang takkan lolos?"

Tanya Seh hoa. "Tanah bersalju seluas ini, ke mana mereka akan kabur, dalam waktu singkat dapat kita bekuk batang lehernya,"

Ujar Siang Cin "Setelah membalut luka, aku akan masuk lagi ke tengah perkampungan sana untuk mencari mereka."

Cepat Pau Seh-hoa membalut luka Siang Cin, begitu juga luka Sebun Tio-bu dibubuhi obat seperlunya, kemudian bergilir Sebun Tio-bu membalut luka Pau Sehhoa. Sambil membalut luka Sebun Tio-bu berkata.

"Keparat she lh itu memang hebat, harus diakui aku bukan tandingannya, bila berlanjut lebih lama aku bisa mati konyol, syukur Siang heng datang menoIong!"

"Ah, Ih Keng- hok juga tidak berani meremehkan Sebun-tangkeh,"

Kata Siang Cin.

"PuIa, bilamana dia tidak dilukai dulu olehmu, mungkin akupun sukar menjatuhkan dia."

Sementara itu Sebun Tio- bu sudah selesai membalut luka Pau Seh hoa, katanya kemudian.

"Bagaimana, kita mulai lagi sekarang?"

Siang Cin memandang ke tengah-tengah perumahan Jeng-siong-san-ceng sana, lalu menjawab.

"Baiklah, coba kita periksa sana duIu."

Segera ia mendahului menuju ke bagian belakang perkampungan yang terbakar itu. Keadaan perumahan itu hampir tidak berwujud rumah lagi, telah menjadi tumpukan puing belaka, suasanapun sunyi senyap, tiada bayangan seorangpun.

"Keparat, jangan-jangan sudah kabur semua?"

Omel Seh hoa. Siang Cin melirik sebuah gedung berloteng yang setengahnya sudah menjadi puing dan masih mengepulkan asap, di samping rumah itu adalah hutan dengan pohon Siong yang jarang-jarang, di seberang hutan sana api masih berkobar.

"Di tengah hutan itu mungkin ada sesuatu yang tidak beres,"

Katanya kemudian setelah merenung sejenak. Tanpa bicara Sebun Tio-bu terus melayang ke sana, sejenak bayangannya menyelinap ke tengah hutan, tapi segera ia melayang kembali sambil menggeleng, katanya.

"Tiada bayangan seorangpun, kecuali bekas kaki yang kacau tiada nampak sesuatu jejak lain, Mungkin di dalam hutan semula ada musuh yang disembunyikan di situ, tapi kini sudah kabur semua."

Diam-diam Siang Cin merasa heran, bahwa dalam waktu sesingkat itu anak buah Jeng-siong-san-ceng yang beratus-ratus orang itu dapat kabur seluruhnya, tentu dalam hal ini ada sesuatu yang belum lagi dipecahkan.

Pada saat itulah, sekilas ia melihat bayangan orang berkelebat di balik gununggunungan sana.

Tanpa ayal ia terus menubruk ke sana secepat terbang.

Sesudah dekat, pada suatu lubang masuk lorong di bawah tanah masih sempat diseretnya keluar satu orang-orang ini berbaju hitam dan bermuka pucat, ia gemetar ketakutan dan bertekuk lutut minta ampun.

Dalam pada itu Pau Seh hoa dan Sebun Tio-bu juga sudah memburu tiba, tidak kepalang gusar Seh-hoa demi mengenali tawanan ini, kontan ia meludah dan mendamperat.

"Bangsat, akhirnya kau terjatuh juga di tanganku. Hari ini harus kubeset kulitmu nntuk melampiaskan dendamku."

Habis berkata ia terus menengadah dan tertawa terbahak-bahak. Siang Cin agak heran, tanyanya.

"Lo Pau, kaukenal orang ini?"

Wajah Seh-hoa tampak beringas, pelahan-lahan ia tenang kembali, timbul perasaan dendam dan benci di samping rasa terhina dan malu, ia pandang orang itu dengan melotot, katanya kemudian.

"Sudah tentu kukenal dia, biarpun dia menjadi abu juga tak pernah kulupakan dia. Kongcuya, tentunya kau masih ingat ceritaku ketika dahulu kita terjeblos di Jeng siong-san ceng dan aku telah diperlakukan secara kejam, dipaksa melakukan sesuatu yang sukar dibayangkan orang berakal sehat."

Sejenak Siang Cin tertegun, katanya kemudian.

"O, maksudmu waktu kau dibius dan dicekoki obat perangsang dan disuruh melakukan perbuatan tidak senonoh itu?"

"Ya,"

Jawab Seh-hoa dengan mengertak gigi.

"Waktu itu aku diseret ke suatu kamar khusus setelah lebih dulu aku dipaksa minum obat perangsang, aku dibelejeti hingga telanjang bulat lalu dikumpulkan bersama tiga perempuan genit yang juga telah diberi obat perangsang, maka dapat kau bayangkan apa yang akan terjadi, aku diperas habis-habisan dan mereka menonton di samping ....Tatkala itu aku berubah menjadi hewan, lupa malu, kehilangan akal, sungguh mereka telah merusak harga diriku, aku diperlakukan mereka seperti seekor anjing, seekor babi."

"Kau tidak salah mengenali orang ini Lo Pau?"

Tanya Siang Cin.

"Tidak,"

Jawab Seh hoa dengan gregeten.

"Biarpun dia terbakar menjadi abu juga kukenal dia. Sekarang tiba saatnya kumampuskan dia. Habis berkata dia terus menubruk maju, leher baju orang itu ditarik dan sebelah tangannya hendak menghancurkan kepalanya. Tapi Siang Cin keburu mencegahnya dan berkata.

"Sabar dulu, Lo Pau, kematiannya sudah jelas tak dapat diampuni. Cuma, kita perlu menanyai dia dulu tentang ke mana kaburnya Sek Kui, Kongsun Kiau hong dan Iain-lain."

Pau Seh hoa merasa ucapan Siang Cin itu memang tepat, mendadak ia angkat leher baju itu lebih tinggi, berbareng muka orang ditamparnya beberapa kali, lalu membentak.

"Nah, bangsat-kau dengar, lekas katakan ke mana larinya Sek Kui dan begundalnya?"

Orang itu meringis kesakitan dan minta ampun, katanya.

"Hamba ....hamba tidak tahu ke mana larinya Sek wancu ...." Kontan Pau Seh-hoa menambahkan satu tamparan lebih keras lagi dan berteriak.

"Keparat, jangan kau berlagak linglung, lekas bicara jika tidak ingin kumampuskan kau sekarang juga."

"Hamba benar.... benar-benar tidak tahu,"

Jawab orang itu dengan ketakutan.

"cuma terlihat Sek-wancu bersama rombongannya menuju ke balik pohon sana, lalu ..."

Dia menuding ke gerombolan pohon yang terletak di bagian belakang perkampungan. Mendadak Siang Cin teringat sesuatu, serunya.

"Lo Pau, cukuplah, kutahu tempatnya ..."

Seh-hoa berpaling, dilihatnya Siang Cin sedang memandang ke pojok belakang perkampungan sana, Rupanya Siang Cin terbayang kembali ketika dia ditolong oleh Sek Pin dan dilarikan melalui sebuah terowongan di bawah tanah yang menembus ke bukit di belakang perkampungan sana.

Diam-diam ia tahu apa yang telah terjadi, jelas rombongan Sek Kui telah kabur melalui terowongan rahasia itu, atau bisa jadi mereka masih bersembunyi di sana, cuma letak mulut terowongan itu tidak diketahui dengan jelas.

Segera ia memberi tanda kepada Pau Seh-hoa, sambil menyeringai Seh hoa mendadak angkat sebelah kakinya, dengan tepat dengkulnya menyodok selangkangan tawanannya, kontan orang itu menjerit sambil menunggging, menyusul Pau Seh hoa lantas ketuk batok kepalanya.

"prak", orang itu roboh terkulai dan tak berkutik lagi.

"Beres Kongcuya!"

Seru Seh-hoa sambil meludah.

Siang Cin tertawa, segera ia mendahului menuju ke hutan Siong sana diikuti Seh hoa dan Se-bun Tio bu.

Sampailah mereka di lereng bukit yang penuh batu berserakan itu dengan pohon yang jarang-jarang.

Mereka memeriksa dengan teliti sekitar tempat itu, jelas banyak bekas tapak kaki, akan tetapi belum ada sesuatu tanda nyata yang ditemui.

"Marilah kita susul terus ke atas, sanggup tidak Lo Pau?"

Kata Siang Cin, ia lihat jalan Pau Seh-hoa berincang-incut dan tampaknya agak payah.

"Kenapa tidak,"

Jawab Seh hoa.

"kalau cuma mendaki bukit begini saja, biarlah kaki orang she Pau sudah buntung satu juga masih sanggup."

Tanpa bicara lagi Siang Cin lantas mendahului mendaki bukit yang penuh berbatu berserakan itu.

Inilah perjalanan yang tidak mudah, dalam keadaan biasapun memakan tenaga, apalagi dalam keadaan terluka seperti Pau Seh hoa dan Sebun Tio-bu.

Namun Pau Seh hoa tidak mau terlihat lemah, dengan menahan rasa sakit ia tetap mendaki ke atas.

Begitu pula Sebun Tio bu iapun tidak kalah dan mengintil di belakang Siang Cin dengan segenap tenaganya.

Tidak lama, Siang Cin melihat batu karang raksasa yang menyerupai dinding alam itu sudah muncul di depan sana, Di balik dinding batu itulah dahulu mereka pernah bersembunyi di sebelah sana lagi ada satu jalan kecil yang menjurus ke bawah.

Siang Cin memberi tanda agar jangan bersuara dan bergerak perlahan.

"Kongcuya, apakah kau menemukan sesuatu? Di balik dinding batu sana ada orangnya menurut perkiraanmu?"

Tanya Seh-hoa dengan suara tertahan.

"Ssst, tampaknya memang ada orang di sana,"

Desis Siang Cin.

"Kita menggremet saja dengan perlahan, harus kita sergap mereka secara mendadak agar mereka tidak sempat kabur lagi."

Sebun Tio bu dan Pau Seh-hoa mengangguk, mereka merunduk lagi ke atas. Sesudah agak dekat, mendadak Siang Cin melayang tinggi ke atas, seperti seekor burung raksasa ia meluncur ke dinding batu itu.

"Bagus!"

Sebun Tio bu memuji, berbareng iapun ikut melayang ke atas sekuatnya, tapi apapun juga dia tetap ketinggalan jauh di belakang Siang Cin, dia harus hinggap lebih dulu pada suatu batu padas untuk kemudian melejit pula ke atas.

Yang paling konyol adalah Pau Seh-hoa, Ginkangnya tidak setinggi kedua temannya, terpaksa iapun berloncat-loncat beberapa kali baru dapat mencapai kaki dinding batu itu.

Dengan jubah kuningnya yang menyolok, Siang Cin memperlihatkan dirinya di atas dinding batu itu, keadaan di balik dinding sana segera terpampang jelas, segera belasan pasang matapun menatapnya dengan terkejut.

Nyata, dugaan Siang Cin memang tidak keliru, di sini memang betul perkumpuI sisa ikan yang lolos dari jaring di Jeng-siong-san-ceng, di antaranya terdapat Sek Kui, Han Cing, Kongsun Kiau-hong dan Kiang Ling selain itu ada pula Sek Pin serta pelayannya yang bernama Wan-goat serta belasan anak buah Jeng siong san ceng.

Munculnya Siang Cin bertiga mungkin sama sekali tak terduga oleh mereka sehingga seketika mereka melenggong.

"Hehe, tentunya tak terduga oleh kalian bahwa dunia ini seakan-akan sedemikian sempitnya, ke manapun selalu kepergok, begitu bukan?"

Ujar Siang Cin dengan terkekeh. Mau-tak-mau timbul juga rasa takut pada hati Kongsun Kiau-hong dan Iain-lain, tapi sedapatnya mereka bersikap tenang, Han Cing yang buka suara, katanya.

"Siang Cin, tidak perlu temberang, hari ini tiada yang perlu dibicarakan lagi, hanya ada mati atau hidup, Bilamana kau memang jantan sejati, hayolah sebutkan caranya, marilah kita satu lawan satu agar ketahuan siapa yang lebih gagah."

Rupanya menurut perhitungannya, pihak Siang Cin hanya kelihatan datang tiga orang, sedangkan di pihaknya ada empat-Iima orang yang cukup kuat untuk menghadapi Siang Cin bertiga, belum lagi belasan anak buahnya jika bertempur secara bergiliran, hal ini jelas sangat menguntungkan mereka, andaikan harus main kerubut, juga pihaknya berjumlah lebih banyak.

"Haha, jangan kau kira Suipoamu dapat kau mainkan sesuai kehendakmu?"

Jengek Pau Seh-hoa.

"Satu lawan satu jelas kalian akan mampus, sekalipun kalian maju semua juga kami tidak gentar, Apalagi menghadapi kawanan bangsat macam kalian ini masakah perlu pakai peraturan Kangouw segala? Pokoknya dosa kalian harus ditebus dengan nyawa kalian, tiada pilihan lain."

"Orang she Pau,"

Kongsun Kiau hong ikut bersuara.

"kau tidak perlu garang, bagiku kaupun belum termasuk hitungan. Marilah kita coba-coba."

"Bangsat,"

Teriak Seh-hoa dengan gusar.

"kematian sudah di depan mata, masih berani bermulut besar!"

Mendadak Siang Cin menukas.

"Apa gunanya putar lidah dan buang-buang waktu belaka, yang harus disesalkan adalah mengapa kalian sampai tersusul oleh kami ..."

Siang Cin memang tidak suka bicara bertele-tele, begitu menubruk turun, kontan dua-tiga Busu Jeng-siong san-ceng yang paling dekat lantas terjungkal berbareng sebelah tangannya terus menabas, Sek Kui terkejut dan cepat melompat mundur.

Sementara itu Sebun Tio-bu dan Pau Seh-hoa serentak juga melancarkan serangan, mereka menubruk ke arah Kongsun Kiau-hong dan Han Cing.

Kiang Ling tidak tinggal diam, segera ia membantu Kongsun Kiau-hong mengerubut Pau Seh-hoa.

sedangkan Sebun Tio-bu menghadapi Han Cing bersama Busu lain.

Di antara tiga partai ini, partai Sebun Tio-bu ini paling cepat berakhir, Han Cing bukan tandingan Sebun Tio-bu, beberapa Busu itupun tiada artinya bagi gembong Jian ki-beng yang perkasa ini.

Hanya belasan gebrak, lengan besi Sebun Tio-bu mencakar ke depan dan ke samping, tiga Busu hancur mukanya dan terkapar sebaliknya lengan besi itu berputar, kembali dua busu lain robek perutnya.

Han Cing menjadi jeri, tapi belum sempat ia angkat langkah seribu, tahu-tahu lengan besi Sebun Tio-bu sudah menyambar tiba, cepat ia menangkis dengan pedangnya, tapi Sebun Tio-bu terlebih cepat, sekali berkelebat, tahu-tahu lengan besi berputar membalik ke atas, tanpa ampun lagi muka Han Cing hancur tercakar oleh jari-jari besi itu, menjerit saja tidak sempat, kontan tubuhnya roboh tersungkur.

Di sebelah sana pertarungan Siang Cin dengan Sek Kui juga sudah mendekati saat berakhirnya.

Tapi tampaknya Siang Cin tidak bermaksud membinasakan lawannya dengan cepat, seperti kucing mempermainkan tikus saja, ia sengaja mengerjai Sek Kui hingga kelabakan dan mandi keringat, ingin balas menyerang tidak mampu, mau kaburpun jangan harap.

Sekilas Siang Cin melihat Pau Seh-hoa rada kewalahan menghadapi kerubutan Kongsun Kiau-hong dan Kiang Ling, Siang Cin sengaja menggeser ke sana, pada suatu kesempatan, secepat kilat ia menubruk ke sana dan menghantam.

Tentu saja Kongsun Kiau-hong terkejut, untung dia sempat melompat mundur, ketika dilihatnya Siang Cin yang menyergapnya, ia menjadi murka, tongkat bambunya yarg runcing terus menusuk, namun Siang Cin sudah lantas melayang kembali ke tempatnya semuIa.

Kongsun Kiau-hong penasaran, ia terus memburu dan terpancinglah dia mengerubut Siang Cin bersama Sek Kui.

Kini Pau Seh-hoa hanya berhadapan dengan Kiang Ling sendirian, sudah tentu perempuan itu bukan tandingan si "dua keping kayu", kini sambil menyerang sempat Pau Seh-hoa melontarkan kata-kata ejekan dan makian.

Tidak kepalang gusar dan dongkol Kiang Ling, ia menyadari nasib sendiri pasti akan konyol bilamana tertawan musuh, ia menjadi lekat, mendadak ia menusuk dengan pedangnya, waktu Pau Seh-hoa menyurut mundur, mendadak Kiang Ling membalik ujung pedangnya dan menikam ulu hati sendiri dan binasa seketika.

Pau Seh-hoa melengak, tapi ia lantas meludah dan mengomel kalang kabut.

Di sebelah sana Sek Kui meski dibantu Kong-sun Kiau-hong tetap bukan ukuran bagi Siang Cin.

Apalagi setelah mengetahui Han Cing sudah mati dan Kiong Ling membunuh diri, mereka tambah panik.

Siang Cin semakin gencar melancarkan serangannya tanpa kenal ampun.

Suatu saat, tongkat Kongsun Kiau-hong menyabat dengan kuat, tapi sedikit mendak dapatlah Siang Cin menghindarkan serangan itu, ketika dia berputar, sebelah kakinya terus mendepak ke belakang secara berantai dua tiga kali "Duk-duk-duk", kontan dada Kongsun Kiau-hong termakan, tulang iga patah dan tumpah darah, tampaknya biarpun dewa turun dari kayangan juga tidak mampu menghidupkan dia.

Sekali berputar, tahu-tahu Siang Cin menghadapi pula Sek Kui, dengan cepat Sek Kui menghantam, namun gesit sekali Siang Cin menyusup ke samping, menyusul sebelah tangannya lantas menabas ke pundak Sek Kui, terdengar jeritan ngeri, terkaparlah Sek Kui, meski tidak mati seketika, tapi tulang pundaknya telah remuk, selama hidup Kungfunya sudah berguna pula.

Waktu Siang Siu berpaling, dilihatnya Sebun Tio bu sedang menghadapi Sek Pin dan pelayan Wan-goat dan lagi menanyainya, Cepat Siang Cin mendekatinya sambil menyapa.

"Nona Sek ...."

Sek Pin mendekap mukanya dan menangis sedih, ucapnya dengan terputusputus.

"Siang Cin, kau bunuh saja sekalian diriku ini...

"

"Tidak nona Sek,"

Kata Siang Cm tegas "Ku-tahu kau tidak ikut bertindak sesuatu yang tidak baik.

kau hanya ikut-ikutan terkena getahnya saja, terutama kakakmu yang menimbulkan semua sengketa ini.

Malahan aku tidak lupa pada pertolonganmu yang menyelamatkan diriku dan kawan-kawanku ketika kami tertawan dahuIu, sekarang kakakmu Sek Kui sudah terkena pukulanku dan cacat selama hidup, tulang pundaknya remuk, ilmu silatnya punah, selanjutnya kukira kalian dapat hidup lebih baik dan aman, sayangilah sesamanya dan tawakallah kepadaNya.

Hari depan nona masih cerah, kuharap nona menjaga diri baik-baik dan silakan pergi saja Sebun Tio-bu mengangguk memuji tindakan Siang Cin yang bijaksana ini.

Pau Seh-hoa mengangguk setuju.

Apa mau dikatakan lagi, tiada jalan lain kecuali menurut saja, Sek Pin dan Wan goat mendekati Sek Kui dan membangunkannya, dengan langkah berat pergilah mereka menuju kehidupan baru ....

ooo-o0o-ooo Beberapa hari kemudian, di depan rumah mungil di luar kota Tay-goan-hu itu kelihatan Siang Cin, Kun Sim ti, Sebun Tio-bu, Pau Seh hoa, An Lip dan isterinya bertengger di atas kuda dan siap-siap untuk berangkat ke Soasay, ke tempat Sebun Tio bu, walaupun merasa berat meninggalkan tempat kediaman yang lama, akan tetapi demi hari depan, demi kebahagiaan, terutama Siang Cin dan Kun Sim-ti, di sanalah sedang menanti masa depan mereka yang bahagia...

- T A M A T -
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar