Pelantikan Para Malaikat Jilid 19

Jilid 19

Pasukan Chiu telah tiba di batas kota Chieh-pay-koan. Tapi Kiang Chu Gie yang ingat akan pesan gurunya, bahwa dia akan dihadang oleh 'Chu Sian Tin' (Barisan Gaib Pembinasa Dewa) bila menyerang kota tersebut, menjadikannya ragu untuk melancarkan serangan. Padahal kota itu merupakan jalan penting menuju ke Kota-raja. Namun kehadiran Oey Liong Cin-jin telah menghilangkan keraguannya.

"Kita memang tak dapat sembarangan menyerang Chiehpay-koan, sebab di depan kota itu terdapat barisan gaib yang dibangun oleh Tong Thian Kauw-cu", kata Oey Liong Cin-jin.

"Bukankah Tong Thian Kauw-cu tidak bermusuhan dengan kita?", tanya Chu Gie.

"Mulanya dia memang tidak mencampuri persoalan ini, malah boleh dikata merestui kita merebut kerajaan Touw. Tapi belakangan ini ada beberapa muridnya yang membantu pihak Touw yang tewas di tangan kita. Ditambah pula hasutan beberapa murid lainnya, membuatnya jadi memusuhi kita", Oey Liong Cin-jin menerangkan.

"Tapi kau tak perlu cemas, sebab tak lama lagi para orang sakti dan Dewa, termasuk guru kita, akan tiba di sini. Maka seyogyanya kau perintahkan mendirikan panggung peristirahatan bagi mereka".Selanjutnya Oey Liong Cin-jin meminta Chu Gie menitah beberapa perwira untuk melindungi Bu Ong. Kiang Chu Gie memenuhi semua permintaan Oey Liong Cin-jin. Lam Kong Koa dan Bu Kie diserahi tugas membangun panggung untuk tempat beristirahat para orang suci dan Dewa. Hampir bersamaan waktunya, Na Cha berhasil mempertinggi kesaktiannya. Dia dapat merobah dirinya menjadi seorang yang memiliki tiga kepala dan delapan tangan. Kesaktiannya bertambah setelah meminum tiga cawan arak dan makan buah Sin merah yang diberikan oleh gurunya. Wajahnya berobah biru dan merah rambutnya. Di kedelapan tangannya masing-masing memegang gelang wasiat, sutera wasiat, kel?n?ngan emas wasiat, dua tombak (di tangan biasa), kotak sembilan Naga dan Api Suci, serta dua bilah pedang. Tiga benda wasiat yang disebut paling belakang diperolehnya dari gurunya setelah terjadi perobahan tubuhnya. Lam Kong Koa dan Bu Kie berhasil menyelesaikan panggung peristirahatan tersebut hanya dalam tempo sehari. Para orang suci dan Dewa mulai berdatangan. Diawali dengan pemunculan Kong Seng Cu, menyusul Pouw Hian Cin-jin, Jian Teng Tojin dan lain-lainnya. Kiang Chu Gie menyambut kedatangan mereka dengan hormat sekali.Setelah berbasa-basi sejenak, Jian Teng Tojin berkata.

"Di dalam 'Chu Sian Tin terdapat empat bilah pedang yang digantung di empat penjuru. Pedang yang digantung di sebelah Timur dinamakan 'Chu Sian Kiam' (Pedang Pembinasa Dewa). Di Selatan digantung pedang yang dinamakan 'Lu Sian Kiam' (Pedang Pembunuh Dewa); di Barat digantung pedang yang bernama Sian Sian Kiam' (Pedang Penjebak Dewa) dan di Utara tergantung pedang yang dinamakan 'Kiat Sian Kiam' (Pedang Pemusna Dewa). Di depan dan belakang barisan gaib itu terdapat pintu yang tertutup uap, hingga tak tampak bila tidak diperhatikan benar-benar. Mari kita melihat-lihat ke sana!". Jian Teng mengajak para orang suci menuju ke barisan gaib tersebut. Tak lama kemudian, dia berkata.

"Kita telah tiba di muka barisan lawan".

"Tapi kami tidak melihat apa-apa", kata sebagian orang suci.

"Seperti yang telah kukatakan tadi, pintu barisan gaib ini tertutup uap merah", Jian Teng menerangkan. Tiba-tiba terdengar suara orang bersenandung, selang sesaat To Po Tojin keluar dari pintu barisan gaib tersebut dengan naik menjangan. Kong Seng Cu dongkol menyaksikan ulah To Po Tojin yang angkuh, langsung menyerang lawannya dengan pedang.To Po Tojin menangkis dengan pedang pula. Pertandingan berlangsung cukup sengit, sampai beberapa jurus keadaan mereka dapat dikatakan seimbang, sama-sama tangguh dan tangkas. Kong Seng Cu kemudian mengeluarkan 'Poan Thian Eng' (Cap Wasiat), menimpuk lawan dan tepat menghajar punggung To Po Tojin, yang membuatnya cepat-cepat lari masuk ke dalam barisan gaibnya sambil menahan sakit. Jian Teng mengajak teman-temannya kembali ke panggung peristirahatan. in Baru saja mereka tiba di panggung, terlihat Goan Sie Tian Chun meluncur turun dari angkasa dengan duduk di atas kursi dorong/roda, dibarengi dengan terciumnya bau harum semerbak yang dipancarkan oleh bunga-bunga emas yang saling sambungmenyambung. Jian Teng dan lain-lainnya menyambut kehadirannya. Sementara itu, Tong Thian Kauw-cu telah pula tiba di barisan gaib, yang disambut oleh To Po Tojin dan murid- murid lainnya, menyilakan sang guru duduk di kursi Pat- kwa. Dari atas kepala Tong Thian Kauw-cu memancarkan sinar yang menjulang tinggi ke angkasa. Jian Teng segera tahu, bahwa Tong Thian Kauw-cu telah berada dalam barisan gaib .... Keesokan harinya Goan Sie Thian Chun mengajak para muridnya mendatangi 'Chu Sian Tin'. Terlihat sepasang panji yang terpancang di kiri kanan pintu masuk barisan gaib tersebut, terdengar bunyilonceng di bagian dalam, menyusul keluar Tong Thian Kauw-cu dengan menunggang kerbau saktinya, diikuti oleh para muridnya yang berjalan di sisi kiri dan kanannya. Begitu melihat Tong Thian, Goan Sie segera bertanya.

"Kenapa Sutee membentuk barisan gaib seperti ini?"

"Bila Suheng ingin tahu sebabnya, dapat ditanyakan pada Kong Seng Cu", sahut Tong Thian Kauw-cu.

"Apa yang telah terjadi sesungguhnya?", tanya Goan Sie pada Kong Seng Cu. Kong Seng Cu lantas menceritakan mengenai kedatangannya ke istana Pek Yu pada gurunya.

"Pada saat itu Susiok cukup maklum akan kehadiran Teecu", Kong Seng Cu menutup keterangannya.

"Ya, karena pada saat itu aku tak ingin terjadi pertikaian di antara kita. Tapi kenyataannya, semakin kudiamkan, tambah kurang ajar sikap murid-murid Kun Lun terhadap pintu perguruanku". Ujar Tong Thian menahan marah.

"mereka seakan tidak memandang mata padaku".

"Janganlah Sutee menyalahkan Kong Seng Cu dan lain- lainnya. Segalanya itu terjadi karena ulah muridmu, yang bertindak seenaknya sendiri", kata Goan Sie, tetap sabar sikapnya.

"Seharusnya kau tidak menerima mereka sebagai muridmu".

"Jadi kau anggap murid-muridku yang salah!?", mulai keras suara Tong Thian Kauw-cu. Bukan saja muridmu, malah langkah yang kau ambilsekarang pun keliru!", ucap Goan Sie.

"Bukankah sebelumnya kita telah bersama-sama menyusun Daftar Penganugrahan Malaikat, yaitu bagi mereka yang tekun melaksanakan tapanya, akan diangkat jadi Dewa. Bagi yang kurang begitu tekun, akan diangkat sebagai Malaikat dan bagi yang tak dapat menyelesaikan tapanya, akan tetap sebagai manusia --- Kini telah tiba waktunya melaksanakan apa yang kita susun itu. Sudah menjadi kehendak Thian, bahwa Kiang Chu Gie memimpin pasukan untuk menumbangkan kekuasaan Touw Ong yang lalim, untuk digantikan oleh Kaisar baru yang bijaksana. Dalam pertempuran itu tentu akan menimbulkan banyak korban dari kedua belah pihak dan bagi orang yang namanya tertera dalam Daftar Penganugrahan Malaikat, yang pada saatnya nanti akan diangkat sebagai Malaikat maupun Dewa. Tapi sikap Sutee sekarang benar-benar mengherankan, kau bukan saja tidak membantu Chu Gie melakukan misi sucinya, malah coba menghalangi dengan membentuk barisan gaib. Hal itu tidak sesuai dengan darma pertapa seperti kita!".

"Sudah jangan banyak bicara!", Tong Thian Kauw-cu tak dapat lagi membendung amarahnya.

"Bila kau anggap dirimu lebih sakti dariku, boleh kau coba menghancurkan barisan gaibku ini. Tapi seandainya kau merasa tak sanggup, sebaiknya lekas menyingkir dari sini!". Goan Sie Tian Chun menerima tantangan tersebut,masuk ke dalam pintu Timur sambil tetap duduk di kursi wasiatnya. Di situ tergantung 'Chu Sian Kiam'. Goan Sie meminta bantuan Malaikat untuk mengangkat naik kursinya. Dari keempat kaki kursinya keluar bunga-bunga teratai emas, yang melepaskan sinar-sinar terang. Dari sinar- sinar itu kembali muncul bunga-bunga teratai emas, hingga dalam sekejap saja angkasa penuh dengan bunga lotus emas. Tong Thian melepaskan gledek dari telapak tangannya. 'Chu Sian Kiam' (Pedang Pembinasa Dewa) segera berputar dan ternyata sangat sakti, banyak bunga teratai emas yang terbabat rantas dan lenyap, bahkan sekuntum lotus emas di atas kepala Goan Sie sirna pula oleh sabetannya.is Namun Goan Sie tak menghiraukan segalanya itu, kursi wasiat yang didudukinya terus bergerak ke arah Selatan dan Barat, kemudian keluar dari pintu Timur lagi sambil berpantun, yang intinya mengecam tindakan Tong Thian. Goan Sie mengajak para murid dan Dewa lainnya kembali ke Panggung Peristirahatan. Baru saja Goan Sie tiba di panggung, telah terlihat Thay Siang Loo-kun mendatangi. Goan Sie dan lain-lainnya menyambut kehadiran Loo-kun, menyilakannya naik ke panggung untuk berbincang- bincang .... Tong Thian Kauw-cu pada esok harinya mengajak paramuridnya keluar dari barisan gaibnya..To Po Tojin membunyikan lonceng di dalam 'Tin', lalu mengajak para saudara seperguruannya mengiringi sang guru keluar dari 'Chu Sian Tin'. Na Cha melaporkan perkembangan itu ke Panggung Peristirahatan orang suci dan Dewa. Thay Siang Loo-kun segera menuju ke 'Chu Sian Tin' dengan naik 'Cheng Gu' (Kerbau Hijau)-nya, menasehati Tong Thian Kauw-cu agar membongkar barisan gaibnya. Tong Thian Kauw-cu bukannya menuruti saran Thay Siang Loo-kun, malah jadi sangat marah, menantang Loo- kun mengadu kesaktian dengannya di 'Sian Sian Tin' (Barisan Gaib Penjebak Dewa). Loo-kun menerima tantangan tersebut, ikut Tong Thian Kauw-cu menuju panggung Pat-kwa di dalam barisan tersebut. Tiba-tiba dari arah Timur, Selatan dan Utara muncul tiga orang Tojin sambil berseru .

"Kami akan bantu Toheng menghancurkan 'Sian Sian Tin'!". Ketiganya segera mengurung Tong Thian. Ternyata ketiga Tojin itu adalah ciptaan Thay Siang Lookun, yang biasa disebut 'Sam Cheng' dan ketiganya berwujud diri Loo-kun juga. Digempur dari empat penjuru, sehingga Tong Thian Kauwcu hanya mampu menangkis tanpa dapat melancarkan serangan balasan. Dengan demikian tercapailah sudah maksud Thay SiangLoo-kun dengan menciptakan 3 Tojin yang mirip dirinya, yang membuat Tong Thian kebingungan. Namun duplikat dirinya itu takkan dapat bertahan lama Begitu tiga orang Tosu ciptaan itu lenyap, Thay Siang Loo-kun telah berhasil menghajar tubuh Tong Thian sebanyak tiga kali dengan tongkatnya, membuat sang Kauw-cu menjerit kesakitan dan melarikan diri. To Po Tojin mewakili gurunya menyerang Thay Siang Lookun dengan pedangnya. Loo-kun meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek Su menangkap To Po Tojin dengan menggunakan 'Hong Hwe Po-to?n (Tikar Angin dan Api). 'Hong Hwe Po-toan' segera menggulung tubuh To Po Tojin. Oey Cheng Lek Su membawa To Po Tojin ke Hian Tu untuk dijatuhi hukuman yang setimpal. Thay Siang Loo-kun keluar dari barisan gaib lawan, kembali ke Panggung Peristirahatan. Setiba di panggung, Thay Siang Loo-kun melihat Chun Tie Siansu dan Kiat In Siansu tengah berbincang-bincang dengan Goan Sie Tian Chun dan lain-lainnya. Loo-kun menyalami mereka.

"Kedatangan saudara tentu bermaksud memusnakan barisan gaib Pembinasa Dewa, sekalian menjemput orang-orang yang memang ditakdirkan untuk jadi penganut Agama Buddha". ucapnya.

"Benar", Chun Tie mengangguk.Mereka merundingkan cara untuk menghancurkan barisan gaib yang diciptakan oleh Tong Thian Kauw-cu. Beberapa saat kemudian Goan Sie Tian Chun memanggil Giok Teng Cin-jin, To Heng Tian Chun, Kong Seng Cu dan Cie Cing Cu, menempelkan 'Hu' pada telapak tangan mereka masing-masing sambil berpesan .

"Besok, begitu kalian mendengar suara gl?d?k berbunyi 4 kali di dalam barisan gaib lawan dan melihat sinar terang menjulang tinggi di angkasa, segeralah menyerbu masuk dan mengambil 4 pedang pusaka yang tergantung di 'Chu Sian Tin'. Soal lainnya biar aku yang bereskan". Kemudian Goan Sie meminta Jian Teng Tojin melayang di angkasa, menanti sampai Tong Thian Kauw-cu hendak melarikan diri melalui angkasa, baru menghajarnya dengan "Teng Hay Cu' Keesokan harinya murid-murid Kun Lun-san mengiringi Goan Sie, Tay Siang Loo-kun, Chun Tie dan Kiat In menuju ke "Chu Sian Tin'. Terlihat Tong Thian Kauw-cu bersama para muridnya berdiri di depan pintu barisan Lusian Tin "Setelah Sie wie datang ke mari, marilah kita adu kesaktian", sambut Tong Thian. Goan Sie yang lebih dulu menerjang masuk ke pintu 'Chu Sian'. Tong Thian Kauw-cu yang berdiri di atas panggung Pat- kwa, segera melepaskan gledek dari telapak tangannya, membuat "Chu Sian Kiam' (Pedang Pembinasa Dewa)berputar, bergerak kian ke mari. Tapi di atas kepala Goan Sie muncul banyak sekali bunga teratai emas dalam mega-mega berwarna, yang menahan gerak maju pedang tersebut. Kiat In menerobos masuk melalui pintu 'Lu Sian' (Pembunuh Dewa) yang terletak di Selatan. Kauw-cu kembali melepaskan gl?dek dari telapak tangannya, yang menggerakkan 'Lu Sian Kiam' ke sana ke mari. Namun dari kepala Kiat In muncul tiga buah Li, yang menahan gerakan pedang tersebut. Tay Siang Loo-kun masuk ke dalam barisan dengan melalui pintu 'Sian Sian' yang terletak di Barat. Tong Thian Kauw-cu melepaskan gledek dari telapak tangannya.

"Sian Sian Kiam' (Pedang Penjebak Dewa) meluncur ganas, tapi segera tertahan oleh pagoda wasiat yang muncul di atas kepala Loo-kun. Pada ketika itu Chun Tie masuk melalui pintu 'Kiat Sian yang terletak di Utara. Kauw-cu kembali melepaskan gledek, yang menggerakkan 'Kiat Sian Kiam' (Pedang Pemusna Dewa). Chun Tie menggoyangkan 'Cit Po Su' (Dahan tujuh pusaka)nya, segera tercipta banyak sekali bunga teratai emas, yang menangkis pedang tersebut. Dengan demikian Goan Sie dan lain-lainnya berhasil menerobos masuk ke dalam barisan gaib ciptaan Tong Thian KauwCu. Tong Thian Kauw-cu kembali menggerakkan tangan,asap kuning menjulang ke angkasa, menutupi barisan gaibnya. Dia mulai menyerang Kiat In dengan pedangnya, tapi langsung ditangkis dengan kebutan. Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun menghantam punggung Tong Thian Kauw-cu, membuat sang Kauw-cu meringis menahan sakit. Chun Tie juga tak mau ketinggalan, menghajar Tong Thian dengan 'Dahan Tujuh Pusaka'-nya, keras sekali hajarannya, sehingga sang Kauw-cu jatuh dari kerbau saktinya. Dia cukup gesit, begitu jatuh, langsung bangkit kembali, berusaha melarikan diri melalui angkasa. Namun sebelum dia sempat kabur, Jian Teng yang sudah lama menunggu di angkasa, tak ayal lagi menimpukkan 'Teng Hay Chu' (Mutiara Penentram Laut)-nya ke diri Tong Thian, memaksanya kembali jatuh ke dalam barisan gaibnya. Sesuai dengan pesan Goan Sie Tian Chun, setelah mendengar petir berbunyi empat kali, disusul dengan mengepulnya asap kuning, Giok Teng Cin-jin dan lain- lainnya menerobos masuk ke dalam barisan gaib, mengambil 4 pedang pusaka milik Kauw-cu Dengan tersingkirnya keempat pedang pusaka tersebut, maka pecahlah barisan gaib ciptaan Tong Thian Kauw- cu, Tong Thian segera melarikan diri dengan diikuti para muridnya. Sementara itu Goan Sie dan lain-lainnya kembali ke panggung peristirahatan, kemudian pamitan pada KiangChu Gie. Sesaat akan pergi, Thay Siang Loo-kun masih sempat memberitahukan Chu Gie, bahwa kini telah terbuka jalan baginya untuk menyerang Chieh-pay-koan. Kiang Chu Gie mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan para Dewa itu .... Di lain pihak, Tong Thian Kauw-cu yang merasa malu atas kekalahannya, memutuskan untuk mendirikan 'Panji Enam Arwah' di lembah Chi Chi-gay. Panji itu memiliki 6 sudut. Pada masing-masing ujungnya tertera nama Kiat In Tojin, Chun Tie, Thay Siang Loo-kun, Goan Sie Tian Chun, Bu Ong dan Kiang Chu Gie. Siang malam dia menyembahyangi panji dengan membaca mantera. Dia bermaksud mencabut nyawa penyandang nama tersebut. 

***

 Chie Kay, Panglima kota Chieh-pay-koan, mulai ragu akan janji To Po Tojin. Sebab sampai saat itu dia tak melihat murid Tong Thian Kauw-cu mendirikan barisan gaib untuk menghadang pasukan See-kie. Malah dia memperoleh kabar, bahwa pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie sedang menuju ke Chiehpay-koan. Maka Chie Kay segera mengutus orang kepercayaannya ke kota-raja untuk meminta bala-bantuan. Utusan Chie Kay diterima Kie Cu. Kie Cu meminta sang utusan menanti di luar istana, dia sendiri menemui Kaisar, menyampaikan kabar buruktersebut. Touw Ong murung mendengar kabar itu. Sepergi Kie Cu, Souw Tat Kie dan Ouw Hie Moy menghadap Kaisar, menanyakan kenapa sikap Kaisar semurung itu.

"Kiang Chu Gie memberontak dan telah berhasil merampas tiga kota dan sekarang mulai mengurung kota Chieh-paykoan. Chie Kay mengirim utusan ke mari untuk memohon balabantuan. Bila tidak dibantu dapat membahayakan kerajaan".

"Jangan Baginda percaya pada para Panglima di perbatasan", kata Souw Tat Kie.

"Mereka telah bersekongkol dengan pejabat istana, sengaja melaporkan bahwa pasukan Chiu Bu Ong yang dipimpin Kiang Chu Gie telah berhasil merebut beberapa kota, dengan harapan Baginda mengirim bantuan uang dan makanan, yang nantinya akan dibagi di antara mereka. Saya yakin, bahwa sampai saat ini belum satu pun pasukan lawan yang berhasil menerobos masuk perbatasan kerajaan".

"Lalu apa jawaban kita terhadap permintaan mereka?", Touw Ong ragu.

"Tak perlu kita jawab, penggal saja batang leher utusan itu, sebagai peringatan bagi mereka!", Souw Tat Kie menyarankan. Utusan Chie Kay segera dipenggal batang lehernya. Kie Cu sangat terkejut ketika mendengar kabar tersebut,menghadap Touw Ong lagi.

"Semua itu hanya tipu muslihat untuk memeras uang dan ransum kita paman", kata Touw Ong.

"sesungguhnya keadaan di perbatasan cukup aman".

"Tapi telah banyak yang tahu, bahwa pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie ternyata berhasil merebut beberapa kota di perbatasan", Kie Cu menerangkan.

"Kiang Chu Gie hanya manusia biasa, tak mungkin dia dapat membahayakan kerajaan kita --- Sebaiknya paman banyak beristirahat, agar jernih pikiranmu dan tak termakan isyu yang bukan-bukan". Kie Cu terpaksa meninggalkan istana dengan perasaan sangat masgul. Chie Kay amat terperanjat ketika memperoleh kabar, bahwa utusannya telah dipenggal batang lehernya. Timbul niatnya untuk menakluk pada Bu Ong. Namun maksudnya ditentang oleh Ong Pao dan Pang Chun. Pihak See-kie yang diwakili Wie Pun mulai menantang pe rang. Pang Chun yang menyambut tantangan tersebut. Perang tanding berlangsung cukup seru, namun setelah berjalan belasan jurus, Pang Chun mulai ket?t?r, lantas lari meninggalkan medan tempur. Sambil buron dia menciptakan sebuah barisan gaib, masuk ke dalamnya. Wie Pun terus mengejarnya sampai ke dalam barisan gaib tersebut. Itu memang saat yang dinanti-nantikan Pang Chun, yanglangsung melepaskan gledek dan Wie Pun beserta kuda tunggangannya binasa menjadi abu. Keesokan harinya dari pihak See-kie muncul dua orang perwira muda, Chiao Peng dan Sun Chu Yu. Mereka dihadapi oleh ?ng Pao. Setelah bertanding beberapa jurus, Ong Pao berhasil menamatkan riwayat kedua perwira muda itu dengan melepaskan gled?k dari telapak tangannya. Hari berikutnya Pang Chun yang menantang pihak See- kie. Lui Chin Cu maju menghadapi musuh. Belasan jurus kemudian Pang Chun tak tahan menghadapi keperkasaan Lui Chin Cu, segera melarikan diri sambil menciptakan barisan gaib. Namun Lui Chin Cu mengejarnya melalui udara, hingga barisan gaib Pang Chun sama sekali tak membawa manfaat. Bahkan suatu ketika Lui Chin Cu berhasil memukulnya hingga jatuh dari kuda tunggangannya dan memenggal kepalanya. Ong Pao yang ingin membalas dendam atas kematian temannya, menantang pihak See-kie, Kiang Chu Gie menitah Na Cha menyambut tantangan tersebut. Na Cha keluar dari perkemahan dengan mengendarai 'Hong Hwe Lun' dan menenteng tombak 'Hwe Kong Tiang-nya. Begitu saling berhadapan, Na Cha langsung menusukkan tombaknya. Ong Pao cepat menangkis, kemudian melepaskan gled?k,tapi tak berhasil melukai Na Cha. Sebaliknya Na Cha telah melontarkan "Kan Kun Choan nya, yang berhasil menghantam kepala Ong Pao hingga jatuh dari atas kudanya. Na Cha tak menyia-nyiakan kesempatan itu, menghunjamkan tombaknya ke tubuh Ong Pao. Ong Pao tak sempat mengelak hingga tewas seketika. Dengan tewasnya Ong Pao dan Pang Chun, memperbesar maksud Chie Kay untuk menakluk pada Chiu Bu Ong. Namun sebelum dia sempat melaksanakan maksudnya, datang seorang Padri yang memperkenalkan diri sebagai Hoat Kay dari pulau Hong Lay, guru Pang Chun. Maksud kedatangannya adalah untuk membalas dendam atas kematian muridnya. Pada pagi harinya Hoat Kay mendatangi kubu Chiu, menantang Lui Chin Cu berperang tanding.de Lui Chin Cu menyambut tantangan sang Padri. Setelah bertanding beberapa jurus, Hoat Kay mengeluarkan sebuah panji dan mengebutkannya ke arah Lui Chin Cu. Lui Chin Cu terjatuh dan ditawan oleh prajurit yang mengiringi Ho?t Kay. Melihat Chin Cu tertawan. Na Cha maju untuk menolongnya, tapi segera dihadang Hoat Kay, hingga terjadi pertempuran yang cukup seru di antara mereka. Selang sesaat Hoat Kay mengebutkan panjinya ke arah Na Cha, tapi tidak membawa hasil, malah dirinya kenadihantam oleh gelang wasiat Na Cha, yang membuatnya harus melarikan diri. Setiba di dalam kota, Hoat Kay bermaksud membunuh Lui Chin Cu yang tertawan itu, tapi telah dicegah oleh Chie Kay.

"Sebaiknya kita bawa dia ke kota-raja", katanya. Dalam pertempuran pada keesokan harinya, 'Ta Sin Pian' Chu Gie kena dirampas Hoat Kay. Untung tiga perwira muda yang bertugas mengangkut ransum . Yo Chian, Touw Heng Sun dan The Lun, telah kembali tepat pada waktunya. Sang Padri melawan mereka, pada mulanya masih dapat mengimbangi, tapi berangsur-angsur ket?t?r, bahkan kemudian harus merasakan kemplangan Heng Sun dan jatuh tersungkur oleh sinar yang keluar dari lobang hidung The Lun, membuatnya tertawan. Kiang Chu Gie lalu memerintahkan untuk menabas batang leher Hoat Kay. Namun sebelum perintah itu dapat dilaksanakan, tiba- tiba datang Chun Tie, meminta Chu Gie mencabut perintahnya, sebab nama Hoat Kay tidak tertera di dalam Daftar Penganugrahan Malaikat. Di samping itu, dia telah ditakdirkan menjadi murid Buddha. Permintaan Chun Tie dikabulkan Kiang Chu Gie.

"Sebaiknya saudara ikut aku", kata Chun Tie pada Hoat Kay.

"Alam di Barat amat indah". Hoat Kay patuh.Chun Tie pamit, mengajak Hoat Kay meninggalkan tempat itu. (Di kemudian hari Hoat Kay dikenal sebagai penyiar Agama Buddha yang saleh di Tiongkok ---Pen). Bulatlah sudah niat Chie Kay untuk menakluk pada pihak Chiu, dia segera membebaskan Lui Chin Cu, mengajaknya menemui Kiang Chu Gie untuk menyerahkan kota Chieh-paykoan. Chu Gie memasuki kota tersebut, mengundang Bu Ong ke situ. Setelah beristirahat beberapa hari, Kiang Chu Gie memimpin pasukan menuju ke kota Choan-in-koan.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar