Pelantikan Para Malaikat Jilid 17

Jilid 17

Pada tanggal 4 bulan ke tiga dalam tahun pemerintahan Touw Ong ke 35, Kiang Chu Gie mengajukan surat pada Chiu Bu Ong, yang isinya mengungkapkan kelaliman Touw Ong serta memberitahukan, bahwa banyak Raja- muda telah sepakat dalam pertemuan yang diadakan di Beng-kun, untuk bersamasama memerangi Kaisar, agar rakyat bebas dari penderitaan yang dialami selama ini. Akhirnya Chu Ge (Chu Gie) mengharapkan Bu Ong untuk menetapkan tanggal dimulainya menggerakkan pasukan. Namun Bu Ong agak berat menerima usul Chu Gie. Alasannya.

"Hal itu bertentangan dengan pesan ayahku. Dengan berbuat begitu aku jadi tak berbakti terhadap orangtua dan tak setia pada Kaisar. Lebih baik kita bersabar menanti hingga Touw Ong merobah kelakukannya".

"Beberapa hari yang lalu telah datang utusan Raja-muda Timur, Selatan dan Utara. Mereka meminta kita bersama- sama memerangi Kaisar yang lalim", Kiang Chu Gie memberitahu.

"Biarkan saja mereka yang menyerang Touw Ong, sedang kita menjaga wilayah sendiri", kata Bu Ong.

"Tapi sebaiknya Tuanku ikut bergabung untuk menggempur kerajaan Touw, agar rakyat tidak tambah menderita akibat penindasan sewenang-wenang".

"Tepat sekali saran menteri Kiang", Shan Gie Seng mendukung Chu Gie.

"dengan kita menyerang kerajaanTouw (Siang), kemungkinan akan membuat Touw Ong sadar akan kekeliruannya dan memperbaiki segala kesalahannya, hingga rakyat dapat hidup tenang dan bahagia".

"Baiklah Toahu", Bu Ong mengangguk.

"Berapa banyak pasukan yang kita butuhkan untuk itu!?".

"Sebaiknya Tuanku mengangkat Menteri Kiang sebagai Panglima Tertinggi dan dialah yang akan menentukan besarnya pasukan yang harus dikerahkan", Shan Gie Seng menyarankan. Bu Ong langsung menyetujuinya.

"Untuk keperluan itu kita harus mendirikan panggung buat bersembahyang pada Langit dan Bumi serta semua Malaikat gunung dan Malaikat Sungai", kata Shan Gie Seng lagi.

"Laksanakanlah segala yang Toahu anggap perlu", Bu Ong memberi mandat pada Shan Gie Seng. Lam Kong Koa dan Shin Chia diperintahkan mendirikan panggung di gunung Kie-san. Setelah rampung, Shan Gie Seng melaporkannya pada Raja, bahwa dia telah memilih hari ke 15 bulan ke tiga untuk melakukan upacara bagi pengangkatan Kiang Chu Gie sebagai Goan-swe (Panglima Tertinggi) di 'Panggung Emas' yang baru selesai dibangun... Setiba tanggal 15, pagi-pagi sekali Bu Ong memimpin para Menteri datang ke rumah Kiang Chu Gie. Setelah petasan dipasang sebanyak tiga kali, pintudibuka. Shan Gie Seng berjalan di muka, diikuti Bu Ong dan para Menteri lainnya masuk ke dalam rumah Chu Gie. Kiang Chu Gie yang berdandan sebagai orang pertapaan, membalas hormat Bu Ong, lalu bersama-sama keluar. Setiba di pintu gerbang, Bu Ong kembali memberi hormat pada Perdana Menterinya yang merupakan juga ayah angkatnya. Para pembantunya segera memanggul Chu Gie, dinaikkan ke dalam kereta. Atas usul Shan Gie Seng, Bu Ong memegang ujung belakang pakaian Chu Gie sejauh tiga langkah. Kiang Chu Gie dibawa ke gunung Kie-san dengan upacara penuh kehormatan... Panggung Emas itu bertingkat tiga. Di seputar tingkat pertama ditempatkan 25 orang yang masing-masing mengenakan pakaian kuning, biru, putih, merah dan hitam, dengan memegang panji yang warnanya serupa dengan warna pakaian mereka. Di tingkat dua berdiri 365 orang yang masing-masing memegang panji merah tua, menghadap ke segala penjuru. Di tingkat tiga berdiri 72 prajurit dengan memegang beraneka jenis senjata. Shan Gie Seng menghampiri kereta Chu Gie, memintanya turun dari kendaraan, lalu bersama-sama menaiki panggung emas. Di tingkat pertama Shan Gie Seng meminta Chu Giemeng. hadap ke Selatan. Lalu Shan Gie mengumandangkan Kidung Suci' ditujukan pada para Malaikat, yang mengungkapkan kelaliman Touw Ong; membuat Chiu Bu Ong khawatir juga kelaliman itu menimbulkan mala-petaka, hingga memutuskan untuk mengangkat Kiang Chu Gie sebagai Panglima Tertinggi, menggempur Touw Ong agar rakyat terhindari dari mala- petaka yang lebih hebat. Selesai membawakan 'Kidung Suci', Shan Gie Seng turun. Chiu Kong Tan yang mengajak Chu Gie naik ke tingkat dua, lalu mengumandangkan juga 'Kidung Suci', yang bunyinya hampir sama dengan yang dibawakan Shan Gie Seng di tingkat pertama. Tapi kini ditujukan kepada matahari, bulan, bintang-bintang, angin, hujan dan Li-tay Siang-tee. Kiang Chu Gie diminta berdiri menghadap ke arah Timur. Kemudian Siao Kong Shi mengajak Chu Gie ke tingkat tiga, membawakan 'Kidung Suci' yang ditujukan pada Houw Thian Siang-tee dan Houw Tu Sin Kie dengan maksud serupa. Kiang Chu Gie berlutut ke arah Utara. Beberapa waktu kemudian Chu Gie bangkit, Siao Kong Shi menyilakannya membentangkan panji kerajaan dan mengibarkannya pada tiang yang telah disiapkan. Kiang Chu Gie diberi topi emas, mengenakan 'Jubah Kebesaran dan menerima pedang pusaka yang melambangkan kekuasaannya dalam memimpin pasukankerajaan Chiu. Bu Ong diminta naik ke atas panggung. Kiang Chu Gie menyilakan sang Junjungan duduk menghadap ke Selatan, lalu dia berlutut di hadapan Bu Ong seraya mengucapkan banyak terima kasih atas kepercayaan Raja terhadapnya. Dengan demikian selesailah sudah upacara itu. Bu Ong pamit pada ayah angkatnya yang kini telah menjadi Panglima Besar kerajaan Chiu. Na Cha dan lain-lainnya mengucapkan selamat pada Kiang Chu Gie. Hampir bersamaan dengan itu, terdengar musik merdu dari angkasa, disusul dengan turunnya Goan Sie Tian Chun. Orang-orang lalu berlutut di hadapan sang Dewa, kemudian mengiringinya naik ke atas panggung, menyilakannya duduk. Dupa wangi mulai dibakar. Kiang Chu Gie berlutut di hadapan gurunya.

"Ini merupakan hasil Samadhimu selama 40 tahun", kata Goan Sie.

"jangan kau sia-siakan kepercayaan yang telah diberikan Raja kepadamu. Pimpinlah pasukan secara bijaksana dalam menumbangkan kelaliman Touw Ong". Goan Sie Tian Chun menyuruh Pek Hok Tongcu menuang secawan arak. Lalu sambil mengangsurkannya pada Chu Gie, sang guru melanjutkan bicaranya.

"Dengan ini kudo'akan kau memperoleh hasil gemilang dari tugasyang dipercayakan Raja kepadamu". Kiang Chu Gie menyambut cawan arak itu sambil terus berlutut, mengeringkan isinya. Sang Guru mengangsurkan cawan arak berikutnya pada Chu Gie seraya berkata.

"Dengan secawan arak ini kuharapkan kau dapat membawa kedamaian di dunia". Chu Gie menyambutnya dan kembali mengeringkan isinya. Cawan yang baru saja kosong kembali diisi.

"Dengan arak secawan ini kuharap kau dapat menghimpun para Raja-muda", ucap sang guru, Setelah mengeringkan isi cawan yang ke tiga, Kiang Chu Gie memohon pada gurunya agar meramalkan keadaan pasukan yang akan dipimpinnya. Goan Sie Tian Chun memenuhi harapan Chu Gie, meramalkan dalam bentuk sajak. Kemudian mengajak pengiringnya melayang ke angkasa, kembali ke istana Giok Sie. Kiang Chu Gie kembali ke kota See-kie. Di dalam pertemuan dengan Bu Ong, Chu Gie memohon agar sang Junjungan turut serta dalam pasukan yang akan bergerak ke Kota-raja. Chiu Bu Ong langsung menyatakan kesediaannya. Oey Thian Hoa diangkat sebagai pemimpin barisan depan. Lam Kong Koa dan Bu Kie memimpin sayap kiri dan sayap kanan. Sedang Lo Chia (Na Cha) bertugas memimpin barisan belakang. Yo Chian, Touw Heng Sun dan The Lun ditugaskanmengangkut ransum. Pasukan See-kie yang berjumlah 600.000 bergerak ke Tiauwko (Kota-raja) pada tanggal 24 bulan ke 3 tahun ke 35 dari pemerintahan Touw Ong. Atas usul Chu Gie, selama Bu Ong menyertai pasukan, Shan Gie Seng dan Oey Kun dipercayakan mengurus soal dalam dan luar negeri See-kie. Ketika pasukan yang dipimpin Chu Gie tiba di Shou Yangsan, telah dihadang oleh Pek le dan Siok Chie. Mereka menyatakan ingin berbicara dengan pemimpin pasukan. Kiang Chu Gie mengundang Bu Ong untuk bersama-sama menemui mereka.

"Terimalah salam kami Paduka dan tuan Chu Gie", Pek le dan Siok Chie memberi hormat.

"Apa maksud kalian ingin bertemu dengan kami?", tanya Chu Gie.

"Kami hanya ingin tahu, ke mana tujuan pasukan tuan?", tanya Siok Chie.

"Kami sedang menuju ke lima kota untuk berkumpul dengan para Raja-muda di Beng-kun, lalu akan bersama- sama ke Kota-raja, untuk menghukum Kaisar yang lalim", Kiang Chu Gie menerangkan "Setahu kami, anak takkan membicarakan kesalahan ayahnya", Pek le yang sejak semula berdiam diri, kini mulai berbicara.

"Lebih tak patut lagi kalau kita mengangkat senjata untuk menumbangkan kekuasaanKaisar. Kenapa tak memakai cara bijaksana untuk meluruskan kekeliruannya?".

"Saudara hanya memandang persoalan ini dari satu sudut saja. Kerajaan Touw kini sangat kacau, tak ada lagi kebajikan akibat Kaisar yang tak melaksanakan kewajiban, mengakibatkan rakyat amat menderita. Kami akan ikut bersalah bila membiarkan keadaan terus berlarut". 

***

 ) "Anak yang tidak berbakti pada otangtua adalah durhaka dan menyatakan perang terhadap Kaisar berarti tidak setia", kata Pek le. Orang-orang gagah See-kie amat dongkol melihat sikap Pek le dan Siok Chie, bermaksud menghajar mereka, tapi telah dicegah oleh Chu Gie, yang segera membujuk kedua orang itu agar tak menghalangi gerak maju pasukannya. Berkat kebijaksanaan Kiang Chu Gie, Siok Chie dan Pek le tak menghalangi lebih jauh, hingga pasukan See-kie dapat melanjutkan perjalanannya. Touw Ong amat terperanjat ketika menerima laporan, bahwa Thio San telah binasa dan Ang Kim takluk pada pihak See-kie. Sedangkan Kiang Chu Gie telah diangkat sebagai Goanswe (Panglima Tertinggi, kerap pula diterjemahkan sebagai Jenderal ---Pen). Untuk beberapa saat lamanya Touw Ong berdiam diri. Para Menteri yang mendampinginya tahu, bahwa Junjungan mereka telah menerima kabar yang takmengenakkan, tapi mereka tak berani bertanya. Suasana menjadi hening. Namun keadaan itu tak berlangsung lama, Touw Ong telah menerangkan isi laporan yang baru diterimanya.

"Aku mengharapkan saran kalian", sabdanya kemudian. Banyak Menterinya saling lirik, ada pula yang menunduk, seakan sedang memikirkan cara terbaik. Namun selama itu tak seorang pun mengemukakan pendapatnya. Kemudian tiba-tiba ada seorang Menteri-muda yang bernama Hui Lian memberanikan diri mengemukakan pendapatnya sambil berlutut di hadapan Kaisar.

"Kiang Chu Gie adalah seorang murid sesat dari perguruan Kun Lun, sebaiknya Baginda mengutus Khong Soan untuk menggempurnya. Hamba yakin Khong Soan dapat membasmi lawan dengan kesaktiannya". Touw Ong menyetujui usul itu, memerintahkan Khong Soan yang kala itu jadi penguasa kota Sam San-koan, untuk menyerang See-kie. Begitu menerima perintah Kaisar, Khong Soan segera berangkat menuju ke See-kie dengan membawa 100.000 prajurit. Pasukan Khong Soan telah bertemu dengan pasukan yang dipimpin Chu Gie di Kim Khe-leng (Bukit Ayam Emas), tapi berhubung telah gelap cuaca, Khong Soan memerintahkan pasukannya mendirikan perkemahan, baru akan menantang Chu Gie berperang tanding pada keesokan harinya.Dalam pada itu Kiang Chu Gie merasa tak tenang ketika melihat munculnya pasukan kerajaan Touw. Dia mulai meramal dan dari hasil nujumannya diketahui, bahwa dengan munculnya pasukan yang dipimpin Khong Soan itu, maka genaplah sudah jumlah 36 pasukan Touw yang menyerang See-kie. Keesokan harinya Khong Soan menantang Chu Gie berperang tanding. Kiang Chu Gie menyambut tantangan itu dengan menunggang 'See Put Siang'. Dia segera tertarik melihat lima sinar. Hijau, Kuning, Merah, Putih dan Hitam, yang terpancar dari bahu Khong So?n, Tanpa banyak bicara lagi Khong Soan menyerang Chu Gie dengan golok bergagang panjang. Ang Kim mewakili Chu Gie menyambut serangan lawan. Setelah bertanding beberapa jurus, Ang Kim melemparkan panji wasiatnya ke tanah, yang segera berubah menjadi pintu. Khong Soan bukannya terkejut, malah tertawa menyaksikan perkembangan itu. Dia membalikkan kuda tunggangannya, membuat sinar di bahu kirinya menyorot ke bawah. Seketika tubuh Ang Kim lenyap tersedot sinar tersebut. Kemudian Khong Soan bertempur dengan Teng Kiu Kong. Kiang Chu Gie melontarkan ruyung wasiatnya untuk membantu Kiu Kong. Namun ruyung itu lenyap tertelan sinar merah musuh.Perkembangan itu benar-benar berada di luar dugaan Chu Gie, membuatnya sangat terperanjat dan segera menarik mundur pasukannya. Khong Soan tak mengejarnya. Setiba di kemah, Chu Gie menitah Na Cha, Oey Thian Hoa dan Lui Chin Cu menyerbu kemah lawan pada malam harinya.... Di lain pihak, setiba di kemahnya, Khong Soan menggoyangkan kelima sinarnya. Tubuh Ang Kim menggelinding di tanah, segera ditawan. Sedang ruyung Kiang Chu Gie disimpannya baik-baik. Tiba-tiba angin bertiup keras, Khong Soan berfirasat kurang enak, segera menujum, maka diketahuinya apa yang direncanakan Chu Gie, cepat-cepat dia menyiapkan langkah pengaman. Dalam penyerbuan malam itu, Lui Chin Cu berhasil memukul hancur kepala Chiu Sin, tapi dia sendiri tertawan oleh sinar yang terpancar dari bahu Khong Soan. Na Cha mengalami hal yang sama. Nasib Oey Thian Hoa lebih buruk lagi. Untuk beberapa jurus dia bertanding dengan Kho Kie Nen. Kepandaian silat mereka boleh dikata seimbang. Tapi kemudian Kho Kie Nen melepas kelabang wasiatnya. Kelabang itu menyengat Kie Lin Kumala, membuat binatang tunggangan Thian Hoa itu menjompak kesakitan, sehingga tubuh Thian Hoa terlempar jatuh.Kho Kie Nen menggunakan kesempatan itu menikam dada dan memenggal kepala Thian Hoa. Arwah Oey Thian Hoa melayang ke Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat.... Keesokan harinya kepala Oey Thian Hoa telah tergantung di depan perkemahan musuh, membuat pasukan See-kie amat berduka. Oey Hui Houw sangat sedih atas kematian anaknya. Lam Kong Koa menghiburnya, kemudian menyarankan agar Hui Houw meminta bantuan Chong Hek Houw di Chongshia. Dengan garuda saktinya Hek Houw tentu akan dapat memusnakan kelabang wasiat Kho Kie Nen. Oey Hui Houw menganggap saran Lam Kong Koa cukup baik, dengan perkenan Chu Gie, berangkatlah dia ke Chongshia. Setelah melakukan perjalanan beberapa waktu, Hui Houw tiba di kaki gunung Hui Hong-san. Perhatiannya segera saja tertarik pada tiga orang yang sedang berlatih ilmu perang. Ketiga orang itu mengenali Hui Houw, langsung mengundangnya ke kemah mereka, menjamunya. Mereka memperkenalkan diri sebagai Bun Peng, Chui Eng dan Chio Hiong. Oey Hui Houw menginap semalam di kemah ketika orang gagah itu. Keesokan harinya Bun Peng bersama kedua temannya ikut Hui Houw ke Chong-shia. Penjaga keamanan di muka rumah Chong Hek Houwsegera memberitahukan majikannya akan kedatangan keempat tamu itu. Chong Hek Houw segera keluar untuk menyambut Hui Houw berempat. Pertemuan mereka berlanjut saling mengangkat saudara, karena merasa cocok satu dengan lainnya. Peristiwa itu kemudian lebih dikenal sebagai 'Ngo Gak Siang Hui' (Pertemuan Lima Gunung). Bun Peng dikenal sebagai 'See Gak' (Gunung Barat); Chui Eng sebagai 'Tiong Gak' (Gunung Tengah); Chio Hiong sebagai 'Pak Gak' (Gunung Utara); Oey Hui Houw sebagai 'Tong Gak' (Gunung Timur) dan Chong Hek Houw sebagai 'Lam Gak' (Gunung Selatan). Setelah saling berbasa-basi sejenak, Oey Hui Houw menceritakan peristiwa yang dialaminya, lalu mengungkapkan maksud kedatangannya. Chong Hek Houw langsung menyatakan kesediaannya membantu. Mereka segera berangkat ke Kim Khe-leng. Kiang Chu Gie menyambut gembira kedatangan mereka, menjamu Chong Hek Houw dan saudara-saudara angkatnya. Keesokan harinya Hek Houw mengajak Bun Peng, Chui Hiong dan Oey Hui Houw untuk menantang Kho Kie Nen. Kho Kie Nen langsung menyambut tantangan itu. Tapi setelah bertanding beberapa saat, Kho Kie Nen mulai kewalahan, segera mengeluarkan kantongkelabang wasiatnya, melontarkan binatang-binatang beracunnya ke arah Hek Houw dan kawan-kawannya. Chong Hek Houw segera mengeluarkan 'Thiat Cui Sin Eng? (Garuda Sakti Berparuh Besi)nya, melalap habis semua kelabang lawan. Melihat kelabang wasiatnya musna, perasaan Kho Kie Nen jadi sangat kacau. Oey Hui Houw menggunakan kesempatan itu menusukkan tombaknya ke dada Kie Nen dan tewas seketika. Menyaksikan anak buahnya tewas, Khong Soan menyedot Hui Houw dengan 'Sin Kong' (Sinar Sakti)nya dan usahanya membawa hasil seperti yang diharapkannya. Keesokan harinya Kiang Chu Gie tampil menyambut tantangan Khong So?n. Yo Chian yang mendampingi Chu Gie, menyorot Khong Soan dengan 'Cao Yao Ceng' (Cermin Pengamat Siluman). Terlihat di situ 'Ma Nao' (Batu Kwarsa) yang dibentuk oleh lima warna, bergelinding ke depan dan ke belakang. Khong Soan amat gusar menyaksikan ulah Yo Chian, membacoknya dengan goloknya. Yo Chian segera menangkis dengan 'Sam Kong To' (Golok tiga sinar)nya. Setelah bertanding sekitar 30 jurus, Yo Chian mengeluarkan 'Anjing Langit'-nya, tapi langsung tersedot oleh sinar sakti Khong Soan.Wie Hok berusaha membantu Yo Chian dengan melontarkan 'Ciang Mo Cu' (Alu Penakluk Iblisnya, tapi senjata wasiat itu telah pula tersedot sinar merah yang terpancar dari tubuh Khong Soan. Yo Chian dan Wie Hok terpaksa melarikan diri. Khong Soan menghampiri Kiang Chu Gie. Tapi sebelum dia sempat menyerang Panglima Besar See-kie, Lie Cheng yang berada di belakang Chu Gie, telah melontarkan 'Kim Ta' (Pagoda Emas)nya. Khong Soan menggerakkan sinar saktinya, menyedot Pagoda Emas tersebut. Melihat ayah mereka kehilangan benda wasiatnya, Bhok Cha dan Kim Cha cepat majukan diri menggempur Khong So?n. Kendati dikeroyok bertiga, sikap Khong Soan tetap tenang, menggerakkan 'Sin Kong', menyedot ayah dan anak ke dalamnya. Panas hati Chu Gie kehilangan banyak pembantu, memacu 'See Put Siang'nya menempur Khong Soan. Khong Soan menyorotkan sinar hijau ke diri Chu Gie. Kiang Chu Gie yang tahu akan kelihayan sinar tersebut, segera membuka 'Sin Huang Kie' (Panji Bunga Sin Kuning) nya. Seketika bertebaranlah ribuan bunga Sin yang melindunginya, membuat sinar hijau tak berhasil menembus dirinya. Dalam pada itu Liong Kit Kong-ciu telah datang membantu melontarkan pedang pusakanya, menusukbahu kiri Khong Soan. Khong Soan melarikan diri sambil menahan sakit. Setiba di kemah, langsung mengambil obat, memborehi lukanya, seketika sembuhlah dia. Kiang Chu Gie kembali ke perkemahan dengan sikap murung. Tiba-tiba datang Jian Teng Tojin. Chu Gie menyilakan pendeta sakti itu masuk ke dalam kemah dan menuturkan kesaktian yang dimiliki Khong Soan. Keesokan harinya Jian Teng Tojin yang menghadapi Khong So?n. Setelah bertarung beberapa jurus, Jian Teng melontarkan 'Teng Hay Cu' (Mutiara Penenteram Laut), tapi pusaka itu tersedot masuk ke dalam sinar sakti Khong Soan. Jian Teng penasaran, melontarkan pula 'Cai Pun Beng' (Mangkuk Wasiatnya, lagi-lagi tertelan oleh sinar sakti lawannya. Jian Teng sangat terperanjat menyaksikan keampuhan senjata lawan, cepat-cepat melarikan diri keperkemahan pihak See-kie, memperbincangkan prihal kesaktian lawan dengan Chu Gie, mencari upaya menghadapinya. Tiba-tiba seorang penjaga melaporkan akan kedatangan Chun Tie. Chu Gie segera menyilakannya masuk. Setelah berbasa-basi sejenak, Chun Tie mengungkapkanmaksudnya.

"Kedatanganku untuk menemui orang-orang yang ditakdirkan jadi penganut agama Barat (Buddha). Kudengar Khong Soan memimpin pasukan memerangi pihak See-kie, aku bermaksud membawanya ke Barat". Senang sekali hati Chu Gie mendengar maksud Chun Tie. Tanpa membuang waktu lagi, Chun Tie mendatangi perkemahan kerajaan Touw, minta bicara dengan Khong Soan. Khong Soan menemui Chun Tie dengan sikap curiga "Maksudku ke mari bukan ingin mencari permusuhan, tapi mau bersahabat", Chun Tie menerangkan maksud keda tangannya.

"Akan kuajak kau ke Barat, kau dapat meneruskan Samadhi dalam ketenangan, akhirnya akan memperoleh badan abadi. Bukankah itu lebih baik daripada kau berada di sini!?".

"Aku tak sudi mendengar ocehanmu", kata Khong Soan.

"Turutlah kata-kataku, kau pasti takkan menyesal...". Khong Soan tak sudi mendengar ucapan Chun Tie lebih jauh, langsung membacoknya. Chun Tie tidak berusaha mengelak, hanya menggerakkan 'Cit Po Biao Su' (Dahan Tujuh Pusaka)nya. Golok Khong Soan seperti didorong oleh tenaga luar biasa ke sisi. Kejadian itu benar-benar berada di luar dugaan Khong Soan, tapi dia bukannya takut, malah penasaran. Segera menyorot diri Chun Tie dengan sinar saktinya, bermaksud menyedotnya. Tapi kenyataannya, Khong Soan sendiri yangmembelalakkan mata, amat tercengang ia, sebab mendadak saja topi dan pakaian perangnya terlepas, hancur berkeping. Kudanya melesak ke dalam tanah. Dari sinar-sinar terangnya terdengar suara gledek. Bersamaan dengan itu telah muncul sebuah Arca dengan 12 tangan, yang antara lain memegang panji, genta emas, anak panah emas, tombak dan kapak perak. Chun Tie menghampiri Arca sambil bersenandung, mengikatkan selembar selempang sutera di leher Arca itu.

"Perlihatkanlah bentuk aslimu, saudaraku", ucapnya kemudian. Diri Khong Soan segera berubah menjadi seekor burung merak. Chun Tie pergi ke perkemahan Chu Gie dengan naik burung merak itu. Pamit tanpa turun lagi ke bumi. Orang-orang gagah di pihak See-kie yang semula ditawan oleh sinar sakti Khong Soan, dibebaskan seluruhnya. Bendabenda wasiat dikembalikan kepada para pemiliknya. Chong Hek Houw mengajak tiga orang saudara angkatnya kembali ke Hui Hong-san. Jian Teng Tojin juga pamit pada Kiang Chu Gie. Pasukan See-kie melanjutkan perjalanan. Beberapa waktu kemudian mereka tiba di luar kota Sie Sui-koan, Na Cha menggantikan kedudukan mendiang Oey ThianHoa dan kedudukannya semula dipegang oleh Lam Kong Koa. Kiang Chiu Gie memecah pasukan menjadi tiga bagian, yang masing-masing bertugas menyerang kota Sie Sui- koan, Chia-beng-koan dan Cheng-liong-koan. Oey Hui Houw dipercayakan memimpin 100.000 pasukan untuk menyerang Cheng-li-ong-koan. Ang Kim memimpin 100.000 pasukan lainnya untuk menyerbu Chia-beng- koan. Kiang Chu Gie dengan pasukannya menggempur Sie Suikoan.Pek le Siok Chie
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar