Pelantikan Para Malaikat Jilid 13

Jilid 13

Thio Sao yang menciptakan barisan gaib 'Ang Sha Tin' (Barisan Pasir Merah), tampil di medan tempur menantang Jian Teng Tojin. Mendapat tantangan itu, Jian Teng berkata pada Chu Gie .

"Untuk dapat menghancurkan barisan gaib lawan, kita harus meminta bantuan orang yang memperoleh banyak karunia dari Thian".

"Siapa dia, Toyu?", tanya Chu Gie.

"Bu Ong, junjungan kita", Jian Teng Tojin menerangkan.

"Tapi Raja kita tak pandai silat", Chu Gie agak cemas.

"Kita tak boleh membuang-buang waktu", ujar Jian Teng.

"Lekaslah menghadap beliau dan mempersilakan datang ke mari". Walau agak ragu, Chu Gie terpaksa mengundang Bu Ong. Setibanya Bu Ong, Jian Teng Tojin meminta sang Raja membuka 'jubah kebesaran', menulis 'Hu' di dada dan punggung sang Raja dengan jari tangannya. Setelah itu, Bu Ong disilakan mengenakan jubahnya kembali, menempelkan selembar 'Hu' (Surat jimat) di baju kerajaannya. Na Cha dan Lui Chin Cu diminta untuk melindungi Bu Ong menggempur barisan lawan. Na Cha yang mengendarai Roda Api dan Angin, di tangannya memegang tombak 'Sinar Api', bersama Lui Chin Cu menyerang Thio Sao. Thio Sao yang menunggang Menjangan Bunga Bwe', menangkis serangan kedua lawannya dengan pedangnya. Setelah bertanding beberapa jurus, Thio Sao lari masuk ke dalam barisan gaibnya. Na Cha dan Lui Chin Cu melindungi Bu Ong memasuki 'Ang Sha Tin'. Melihat ketiga lawan mengejarnya, Thio Sao segera meraup Pasir Merah dari atas meja, menimpuk lawannya.Bu Ong bersama kudanya terperosok ke dalam lobang. Na Cha berusaha melarikan diri ke angkasa, tapi tak berhasil, karena timpukan Pasir Merah Thio Sao telah membuatnya jatuh terpelanting dari Roda Angin dan Apinya, masuk ke dalam liang. Lui Chin Cu mengalami nasib yang sama. Kiang Chu Gie jadi gugup dan prihatin atas kejadian tersebut, tak tahu apa yang harus dilakukannya.

"Bu Ong memang telah ditakdirkan harus menderita beberapa waktu dalam barisan gaib lawan, tapi janganlah kuatir", hibur Jian Teng. Sin Kong Pa datang ke Sam Sian To (Pulau Tiga Dewi), memberitahukan prihal kematian Tio Kong Beng pada ketiga adik perempuannya. Dewi Kiong Siao, Dewi Pek Siao segera berangkat ke Seekie dengan naik bangau, untuk melakukan pembalasan. Dewi In Siao mendampingi kedua saudaranya dengan naik burung Ceng-loan. Di tengah jalan mereka bertemu dua wanita pertapa, Han Cit Sian dan Chai In Siancu, yang memang diminta oleh Sin Kong Pa untuk membantu ketiga adik perempuan Tio Kong Beng menggempur pihak See-kie. Bun Taysu menyambut kedatangan mereka dengan sikap sedih, menceritakan prihal kematian Kong Beng, kemudian meletakkan bungkusan gunting pusaka di atas meja. Ketiga adik Kong Beng membuka bungkusan tersebut dan mereka tak kuasa menahan tangisnya.

"Di mana peti mati kakak kami, Taysu?", tanya Pek Siao. Bun Taysu mengajak mereka ke tempat disemayamkannya jenazah Tio Kong Beng. Ketika tutup peti mati dibuka, ketiga Dewi itu melihat kedua mata dan jantung kakaknya masih mengalirkan darah. Pek Siao menjerit, hampir pingsan dia.

"Akan kami balas perbuatan Liok Ya!", ujar In Siao penuh dendam."Tapi yang melakukannya Kiang Chu Gie", Bun Taysu menerangkan "Kiang Chu Gie hanya sekedar melaksanakan perintah Liok Ya", kata In Siao.

"Biar bagaimana kami harus membalas sakit hati ini!". Keesokan harinya, ketiga adik perempuan Tio Kong Beng menantang Liok Ya berperang tanding. Liok Ya menyambut tantangan mereka dengan bersenjatakan pedang. Begitu saling berhadapan, Dewi In Siao tak dapat lagi menahan emosi, langsung menusukkan pedang pada lawannya. Liok Ya cepat menangkis, kemudian balas menyerang. Pertempuran berlangsung seru. Biarpun telah berlangsung hampir tigapuluh jurus, In Siao Nio Nio belum juga berhasil menjatuhkan lawan. Melihat saudaranya tak dapat mengungguli lawan, Pek Siao Nio Nio ikut menyerang Liok Ya. Namun ilmu pedang Liok Ya ternyata cukup tinggi, sekalipun dikerubuti berdua, tapi dia mampu bertahan, bahkan sering melancarkan serangan balasan. Melihat keadaan yang demikian, maka Dewi Kiong Siao turut turun tangan, membantu kedua saudaranya mengeroyok Liok Ya. Sekalipun telah berlangsung beberapa puluh jurus lagi, ketiga Dewi itu tetap belum mampu mengalahkan Liok Ya. Kiong Siao Nio Nio tak sabar lagi bertanding dengan ilmu pedang, diam-diam mengeluarkan 'Kun Goan Kim Tauw' (Gantang Emas Pembuta Asal), menimpuk Liok Ya dengan senjata wasiatnya itu. Liok Ya Tojin tak sempat mengelak, jatuh terguling. Pek Siao menggunakan kesempatan itu untuk mengikat diri sang Tojin, menempelkan 'Hu' di kepalanya, agar tak dapat meloloskan diri. Kemudian tubuh Liok Ya diikat pada tiang bendera, memerintahkan 500 prajurit membidikkan panah ke diri si pendeta sakti. Biar dihujani panah, tapi tak sebatang pun anak panah yang berhasil melukai tubuh Liok Ya, karena sebelum anak panah itu mengenaisasaran, telah lebur menjadi abu! Para prajurit amat terperanjat menyaksikan keadaan luar biasa itu, melaporkannya pada ketiga Dewi. Bun Taysu terkejut pula ketika mendengar kabar itu, taktahu apa yang harus dilakukannya!? "Jangan khawatir Taysu, kami pasti dapat membereskannya", In Siao mewakili kedua saudaranya membesarkan hati Bun Taysu. Kemudian dia mengeluarkan gunting wasiatnya untuk membinasakan Liok Ya. Liok Ya Tojin terkejut melihat gunting wasiat itu, berseru.

"Lebih baik aku pergi saja!". Lalu dirinya berobah menjadi sinar, lenyap dari hadapan lawan- lawannya. Liok Ya kembali ke panggung peristirahatan para Dewa dan orang suci, menceritakan apa yang baru dialaminya. Kemudian berpamitan dan berjanji pada suatu ketika kelak akan datang membantu lagi. Pada esok harinya ketiga Dewi itu menantang pihak See-kie lagi. Tantangan mereka sekali ini disambut oleh Kiang Chu Gie dengan menunggang 'See Put Siang', didampingi oleh Oey Thian Hoa dan Yo Chian. Kiong Siao langsung melancarkan serangan begitu berhadapan dengan lawan. Kiang Chu Gie menangkisnya, Yo Chian segera membantunya menghadapi musuh. Melihat saudaranya dikeroyok dua lawan, In Siao lalu menyerang dengan menunggang burung saktinya. Namun kehadirannya langsung disambut oleh sabetan ruyung Chu Gie. In Siao tak keburu mengelak, terhajar jatuh dari burungtunggangannya. Pek Siao bergegas menolong saudaranya. Kala itu Yo Chian telah melepaskan 'Anjing Langit', yang langsungmenggigit bahu Pek Siao, sebagian dari pakaiannya koyak, namun dia tidak mengalami cidera. Chai In Siancu yang sejak semula menyaksikan pertarungan di sisi, segera melepaskan 'Lu Bhok Chu' (Mutiara Perusak Mata), berhasil melukai kedua mata Chu Gie. Kiang Chu Gie cepat melarikan diri ke panggung peristirahatan para Dewa. Jian Teng mengambil obat mujizatnya dan berhasil menyembuhkan mata Chu Gie. Di lain pihak In Siao yang terluka akibat hajaran ruyung Chu Gie dan Pek Siao yang koyak pakaiannya terkena gigitan 'Anjing Langit', sangat panas hatinya, bertekad ingin membalas dendam. Demi tercapainya maksud itu, mereka menciptakan sebuah barisan gaib, yang berhasil dirampungkan dalam tempo sehari. Barisan gaib itu mereka namakan 'Kauw Khek Huang Ho Tin' (Barisan Sungai Kuning). Hari berikutnya mereka menantang Kiang Chu Gie untuk menandingi barisan gaib tersebut. Chu Gie mengajak Kim Cha, Bhok Cha, Oey Thian Hoa, Yo Chian dan Lui Chin Cu, mendatangi barisan gaib lawan. Ketika mereka tiba, Pek Siao Nio Nio langsung menantang Yo Chian .

"Yo Chian, sekarang coba keluarkan lagi 'Anjing Langit'-mu!". Yo Chian tidak mengeluarkan 'Anjing Langit-nya, tapi menusukkan tombaknya. Pek Siao menangkis dengan pedangnya, ingin rasanya dia mencincang tubuh Yo Chian untuk melampiaskan sakit hatinya. Namun ilmu tombak Yo Chian begitu mahir, hingga sulit bagi Pek Siao untuk memenangkan pertandingan, In Siao yang sejak semula menyaksikan jalannya pertandingan, diam- diam mengeluarkan 'Kun Goan Kim Tauw', melontarkannya ke angkasa.'Gantang Emas Pembuta Asal itu memancarkan sinar keemasan, menghantam kepala Yo Chian hingga ia terguling dari kudanya, jatuh ke dalam barisan gaib 'Sungai Kuning'. Kim Cha dan Bhok Cha datang membantu, tapi mereka dibuat tak berdaya oleh kesaktian In Siao, jatuh juga ke dalam barisan gaib. Menyaksikan perkembangan itu, Chu Gie mengajak Thian Hoa cepat- cepat meninggalkan kubu lawan, melaporkannya pada Jian Teng Tojin. Jian Teng Tojin kemudian berangkat ke Kun Lun-san untuk menemui Goan Sie Tian Chun. Setiba di gunung yang dituju, Jian Teng Tojin bertemu dengan Pek Hok Tongcu yang sedang menjaga kursi pusaka Goan Sie Tian Chun, yang rupanya telah disiapkan untuk berangkat ke suatu tempat. Pek Hong Tongcu meminta sang Tojin untuk kembali lagi ke See-kie, sebab gurunya akan berangkat ke sana. Jian Teng bergegas meninggalkan Kun Lun-san.... 

***

 Bersama dengan Kiang Chu Gie, Jian Teng memasang dupa wangi untuk menyambut Goan Sie Tian Chun, yang datang bersama Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu. Malam harinya, dari kepala Goan Sie Tian Chun memancarkan sinar lima warna, amat agung keadaannya.

"Besok aku akan melihat-lihat barisan 'Sungai Kuning lawan", katanya. Keesokan harinya Jian Teng Tojin berjalan di muka, mengajak Goan Sie Tian Chun masuk ke dalam barisan gaib lawan. Kiang Chu Gie mengiringi di belakang. Terlihat oleh mereka, bahwa di tengah-tengah barisan gaib tersebut terbaring Bhok Cha, Kim Cha dan Yo Chian, keadaan mereka mirip dengan orang yang tidur nyenyak. Goan Sie Tian Chun memperhatikan sejenak, kemudian meninggalkanbarisan gaib lawan. Chai In Siancu menimpuk Tian Chun dengan 'Lu Bhok Chu' nya, tapi sebelum mengenai sasaran, Mutiara Wasiat itu telah lebur menjadi debu! Goan Sie Tian Chun terus ke luar sambil duduk di kursi pusakanya.

"Kenapa setelah Suhu masuk ke dalam barisan musuh, tidak sekalian menghancurkannya?'', tanya Jian Teng Tojin sambil mengiringi Tian Chun.

"Aku masih menanti seseorang", sahut Goan Sie Tian Chun. Jian Teng Tojin tak bertanya lebih jauh. Belum lama mereka berada di panggung peristirahatan, datanglah laporan, bahwa Loo Cu dari istana Pat Cheng ingin bertemu Jian Teng dan lain-lainnya. Jian Teng Tojin dan Kiang Chu Gie segera berlutut sambil memasang dupa wangi dalam menyambut kedatangan Loo Cu. Sedang Goan Sie Tian Chun tetap duduk di kursi pusakanya. Loo Cu muncul dengan menunggang Kerbau Hijau, diiringi oleh Hian Tu (Touw) Toa Hoatsu. Jian Teng lalu mengajak Loo Cu dan Hian Tu Toa Hoatsu memasuki barisan gaib lawan. Begitu melihat Loo Cu masuk, Kiong Siao segera menimpukkan 'Gunting Naga Emas'-nya. Melihat dirinya diserang, Loo Cu mengangkat lengan bajunya.

"Gunting Naga Emas' tersebut meluncur masuk ke dalam lengan jubahnya, tak keluar lagi. Ketika menyaksikan senjata wasiat saudaranya lenyap di dalam lengan jubah Loo Cu, Pek Siao segera melontarkan Gantang Emasnya. Loo Cu balas menimpukkan 'Hong Hwe Po Toan' (Tikar Angin dan Api), menggulung benda wasiat lawan. Kemudian meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek Su untuk membawa 'Gantang Emas' tersebut ke istana Giok Sie.Ketiga adik perempuan Tio Kong Beng penasaran, serentak mereka menyerang Loo Cu dengan pedang. Loo Cu menitah Malaikat Oey Cheng Lek Su menangkap In Siao dan menekannya hingga mati di lembah Kie Lin di gunung Kun Lun-san. Pek Hok Tongcu menghancurkan kepala Kiong Siao dengan 'Sam Po Giok Ju Ie' (Tongkat Kumala Tiga Wasiat). Pek Siao bersama burungnya tersedot masuk ke dalam kotak wasiat milik Goan Sie Tian Chun dan dalam sekejap telah berobah menjadi darah. Sama halnya dengan Tio Kong Beng, arwah ketiga adik perempuannya juga masuk ke dalam pesanggrahan Penganugrahan Malaikat (Hong Sin Tay). Dengan demikian leburlah barisan gaib Huang Ho. Loo Cu menuding ke tanah, segera terdengar suara gemuruh. Oey Thian Hoa dan lain-lainnya terbebas dari pengaruh sihir, sehat seperti sedia kala, segera berlutut di hadapan Loo Cu. Loo Cu mengajak Goan Sie Tian Chun meninggalkan tempat itu, kembali ke tempat kediaman masing-masing. Sedangkan Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu tetap berdiam di kubu See-kie, untuk membantu Jian Teng Tojin dan Kiang Chu Gie menggempur lawan. Jian Teng Tojin berpendapat, telah tiba waktunya untuk menghancurkan 'Ang Sha Tin' (Barisan Pasir Merah). Keesokan harinya, Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu mendatangi barisan gaib, menantang lawan. Thio Sao keluar dari dalam barisan gaibnya dengan naik Menjangan. Begitu melihat Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu, dia langsung melancarkan serangan dengan pedangnya. Lam Khek Sian Ang menangkis, kemudian balas melancarkan serangan. Selang beberapa jurus, Thio Sao melompat masuk ke dalam barisangaibnya. Lam Khek Sian Ang dan Pek, Hok Tongcu mengejarnya. Thio Sao turun dari Menjangan, naik ke atas panggung, mengangkat gantang yang berisi Pasir Merah, menaburkan pasir itu ke arah kedua musuhnya. Lam Khek Sian Ang mengeluarkan 'Ngo Hwe Cit Yu San'! (Kipas Lima Api dan Tujuh Helai Bulu), mengipas ke arah pasir merah. Sungguh ajaib, pasir itu tersapu bersih. Kala itu Pek Hok Tongcu telah melontarkan senjata wasiat 'Sam Po Giok Ju Ie', yang tepat menghantam Thio Sao hingga jatuh terguling ke bawah panggung, pecah kepalanya, darah segar berbaur dengan otaknya! Lam Khek Sian Ang melepaskan gledek dari telapak tangannya. Suara gledek itu membuat Lui Chin Cu dan Lo Chia (Na Cha) sadar dari pingsangnya. Begitu sadar, Na Cha berusaha membangunkan Bu Ong, tapi ternyata Bu Ong telah meninggal. Jian Teng Tojin yang sejak tadi berdiri di luar barisan gaib, ketika melihat 'Ang Sha Tin telah berhasil dihancurkan oleh Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu, segera mengajak Kiang Chu Gie masuk ke dalam barisan tersebut. Kemudian ditemukannya junjungan mereka yang sudah tak bernyawa itu dan segera diangkut ke luar Tin. Setelah diberinya pil mujizat, tak lama berselang Bu Ong hidup kembali. Chu Gie menitah beberapa orang pembantunya untuk mengawal Bu Ong kembali ke istananya. Seusai menghancurkan semua barisan gaib lawan, para Dewa dan orang sakti berpamitan. Tapi Jian Teng Tojin memohon kesediaan Kong Seng Cu, Kwan Im Taysu dan Chi Ching Cu untuk sementara menunda keberangkatan mereka, sebab dalam beberapa hal, Jian Teng Tojin masih mengharapkan bantuan mereka.Jian Teng mengembalikan pedang dan cap kebesaran pada Kiang Chu Gie. Kini komando berada di tangan Chu Gie lagi. Kiang Chu Gie mulai mengatur siasat untuk menggempur kubu pertahanan kerajaan Touw. Oey Hui Houw diperintahkan membawa 5000 prajurit, menggempur sektor kiri kubu pertahanan lawan. Lam Kong Koa memimpin pasukan dalam jumlah yang sama, menggempur sektor kanan. Kim Cha, Bhok Cha, Liong Sie Houw dan lain-lainnya mendapat tugas lainnya. Serangan mendadak itu telah membuat pasukan Bun Taysu, yang memang sedang jatuh mentalnya, jadi kalang kabut. Maka tidaklah mengherankan, kalau dalam waktu singkat bobollah pertahanan pasukan kerajaan Touw. Han Cit Sian bermaksud menimbulkan angin ribut dengan menggunakan kantong anginnya, tapi dapat dimusnakan oleh 'Mutiara Penentram Angin'-nya Dewi Kwan Im. Cit Sian hendak melarikan diri setelah usahanya gagal, tapi tiba-tiba kepalanya terkena pukulan ruyung wasiat Kiang Chu Gie, tewas seketika. Di lain pihak, Chai In Siancu menemui ajalnya di tangan Na Cha. Bun Taysu terpaksa melarikan diri dengan dilindungi oleh Shin Hoan dari angkasa dan Teng Tiong di belakangnya. Mereka buron ke arah Chia Beng-koan. Tapi setiba di bukit To Hoa-leng, mereka telah dihadang oleh Kong Seng Cu.

"Kenapa kau menghadangku?", hardik Bun Taysu.

"Gara-gara ulahmu yang menentang kehendak Thian, telah mengakibatkan jatuh banyak korban". Tenang sekali sikap Kong Seng Cu.

"Itu sama sekali tak ada hubungannya denganmu!", Bun Taysu semakin marah."Pinto memang tak ingin bertikai denganmu, tapi takkan mengizinkan kalian melewati jalan ini", ujar Kong Seng Cu. Dalam keadaan seperti itu, Bun Taysu enggan untuk bertengkar, apa lagi berkelahi. Dia ingin cepat-cepat kembali ke kota-raja, untuk dapat menghimpun kembali kekuatan. Maka dia segera memutar kuda, bermaksud menempuh jalan raya lainnya yang menuju ke gunung Yan-san. Namun belum sampai dia di tempat yang dituju, di tengah jalan telah berdiri Chi Ching Cu, yang menghalangi jalan majunya.

"Ini bukan jalan yang harus kau lewati", kata Chi Ching Cu.

"Sebaiknya kau tempuh jalan semula". Bun Taysu naik pitam, segera menyerang Chi Ching Cu dengan ruyungnya. Chi Ching Cu mundur selangkah sambil menangkis dengan pedangnya. Bun Taysu tak ingin bertanding terlalu lama, maka setelah beberapa jurus, dia memutar binatang tunggangannya, melarikan diri ke lain arah. Belum jauh dia kabur, tiba-tiba di hadapannya tertancap dua panji merah. Menyusul Na Cha meluncur turun dari angkasa dengan mengendarai Roda Angin dan Apinya seraya membentak .

"Jangan harap kau bisa kabur, Bun Tiong!"

Memuncak kemarahan Bun Taysu, langsung menghantam Na Cha dengan ruyungnya.

Teng Tiong, Shin Hoan, Kie Lek dan Yu Cheng datang membantu mengeroyok Lo Chia (Na Cha).

Na Cha sama sekali tak gentar menghadapi mereka, menggerakkan 'Hwe Kong Tiang' (Tombak Sinar Api)-nya cepat sekali, dirinya seakan dikelilingi ratusan tombak, yang melindunginya dari setiap serangan lawan.

Bahkan setiap ada kesempatan, dia balas melancarkan serangan.

Akibatnya Kie Lek jatuh terjungkal dari kudanya tertusuk tombak.

Selang sesaat Na Cha telah pula menewaskan Teng Tiongdengan timpukan 'Kan Kun Choan'-nya.

Bun Tay su tak ingin melanjutkan pertarungan lebih lama lagi, dia kabur ke arah lain.

Sekali ini ingin menuju ke Huang Hoa-san.

Namun belum beberapa jauh, kembali telah dihadang oleh Thian Hoa yang duduk di atas Kie Lin kumalanya.

"Mau kabur ke mana Bun Tiong!?", ujarnya sambil menyerang Bun Taysu dengan sepasang gadanya. Bun Taysu menangkis dengan ruyungnya. Setelah pertarungan berjalan lebih dari 20 jurus, Yu Cheng dan Shin Hoan datang membantu pimpinan pasukan kerajaan Touw. Oey Thian Hoa kewalahan dikerubuti bertiga, terpaksa melarikan diri. Yu Cheng terus mengejarnya. Oey Thian Hoa memegang sepasang gadanya dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya melontarkan 'Choan Sim Teng' (Paku Penembus Jantung), tepat menancap di dada Yu Cheng. Yu Cheng roboh dari kuda tunggangannya dan tewas. Shin Hoan mengejar Thian Hoa dari angkasa. Thian Hoa kembali melontarkan 'Choan Sim Teng ke lawannya, tepat menancap disay ap Shin Hoan, yang mengakibatkannya tak lagi dapat terbang, jatuh terbanting ke bumi menemui ajalnya. Melihat kedua pembantunya tewas, Bun Taysu cepat-cepat kabur meninggalkan pertempuran. Oey Thian Hoa tidak mengejarnya. Bun Taysu terus melarikan binatang tunggangannya sampai di kaki sebuah pegunungan. Tiba-tiba terdengar dentuman meriam. Ia mendongak, terlihat olehnya Bu Ong dan Kiang Chu Gie sedang makan-minum di atas gunung tersebut. Bun Taysu menyerbu ke atas gunung, tetap duduk di atas Kie Lin hitamnya. Mendadak terdengar suara gledek, disusul dengan lenyapnya Kiang Chu Gie dan Bu Ong.Bun Taysu mengerotkan gigi, dongkol campur penasaran dan untuk beberapa saat lamanya dia duduk bengong di atas binatang tunggangannya. Tak lama kembali terdengar dentuman meriam, sang Taysu mengarahkan pandang ke bawah, terlihat olehnya banyak sekali tentara See-kie yang mengurung gunung itu. Pikirnya, pihak lawan terlalu mendesaknya. Bun Taysu amat gusar, memacu Kie Lin hitamnya menuruni gunung, hendak menggempur lawan. Baru saja dia tiba di kaki gunung, pasukan yang mengurung, gunung mendadak lenyap dan seketika itu muncul Lui Chin Cu yang langsung menghantam Kie Lin hitam sang Taysu dengan tongkatnya. Karena begitu kerasnya pukulan itu, akibatnya binatang tunggangan tersebut terbelah dua. Bun Taysu sempat melompat menyingkir, bila tidak, pasti dirinya akan binasa oleh hajaran tongkat Lui Chin Cu. Bun Taysu terpaksa melanjutkan buronnya dengan berjalan kaki, diiringi oleh beberapa puluh prajurit yang berhasil meloloskan diri dari serangan pihak See-kie. Maksudnya ingin menuju ke Cheng Liong- koan, tapi tanpa disadari, telah sesat jalan. Bun Taysu lantas menitah para prajurit pengiringnya berhenti, sementara dia mengingat-ingat arah mana yang harus ditempuhnya!? Tiba-tiba terdengar suara orang menebang pohon. Bun Taysu menghampiri asal suara itu, terlihat seorang Kiauw-hu (pencari kayu) yang sedang menebang pohon. Bun Taysu menanyakan jalan yang menuju ke Cheng Liongkoan pada si penebang kayu.

"Kira-kira 15 li dari sini", sahut Kiauw-hu sambil menuding ke Barat Daya. Sang Taysu tak mengira kalau pencari kayu itu adalah penyamaran Yo Chian, yang sengaja menyesatkan jalan Bun Taysu. Arah yang ditunjuknya bukanlah menuju ke Cheng Liongkoan, tapi ke bukit KutLiong-leng (Bukit Membunuh Naga)! Bun Tiong mengucapkan terima kasih, berjalan ke arah yang ditunjukkannya. Setelah berjalan beberapa waktu, tibalah dia di Kut Liongleng. Saat itu, tak jauh di depannya terlihat seorang Tojin berdiri di tengah jalan dan ketika ditegaskan, ternyata In Tiong Cu.

"Telah cukup lama aku menantimu di sini", kata In Tiong Cu.

"Apa maksudmu?", tanya Bun Taysu.

"Jian Teng yang memintaku berada di sini", In Tiong Cu menerangkan.

"Tempat ini bernama Kut Liong-leng dan kau tentu takkan pernah lupa akan pesan gurumu bukan? Begitu kau melihat huruf 'Kut', maka tibalah apesmu, kau akan mengalami mala-petaka. Sebaiknya kau menyerah saja!".

"Tidak!", cukup keras suara Bun Taysu, walau sesungguhnya agak gentar juga hatinya.

"Ingin kulihat, apa yang dapat kau lakukan terhadapku!?".

"Janganlah kau berkeras kepala, akan menyesal kau nanti!", In Tiong Cu memperingatkannya.

"Apapun yang terjadi, aku takkan menyesal", ujar Bun Taysu.

"Bila kau benar-benar jantan, majulah!". Tantang In Tiong Cu. Bun Taysu melangkah maju. In Tiong Cu melepaskan gledek dari telapak tangannya. Dari dalam tanah segera muncul 'Pat Ken Tong Thian Sin Hwe Chu' (Delapan Tiang Api Penembus Langit). Posisi tiang itu membentuk Pat-kawa (Delapan Trigram), yang mengurung diri Bun Taysu. Namun Bun Taysu tak gentar sedikitpun. In Tiong Cu kembali melepaskan gledek dari telapak tangannya, mendadak tiang itu terbuka, dari dalam setiap tiang mun cul 49 Naga Api, yang menyembur-nyemburkan api ke setiap penjuru. Bun Taysu membaca mantera, agar dirinya kebal terhadap api. Dia berjalan di atas api seraya berkata.

"Kau takkan dapat mencegahku berlalu dari sini". Tapi nyatanya dia tak bisa ke luar dari kurungan tiang api tersebut, sebab sebelumnya In Tiong Cu telah menyiapkan 'Kim Po' (Mangkuk Emas Wasiat) yang melayang-layang di atas 'Delapan Tiang Api Penembus Langit', setiap kali sang Taysu hendak keluar, kepalanya disambar oleh 'Kim Po', membuatnya terpaksa harus turun kembali ke dalam kurungan tiang api. Lama-kelamaan Bun Taysu merasa kepanasan, juga gelisah, akhirnya dia memaksakan diri untuk menerobos keluar. Tapi Kim Po' lantas menyambar kepalanya, yang mengakibatkan topinya jatuh dan tubuhnya terpelanting ke bawah seraya menjerit memilukan, dirinya hangus terbakar! Kesetiaan yang sangat besar terhadap Kaisar, membuat arwah Bun Taysu tidak segera melayang ke 'Hong Sin Tay', tapi lebih dulu melayang ke kota-raja. Pada saat itu Kaisar Tiu Ong (Touw Ong) terlena akibat kebanyakan minum arak. Tiba-tiba dia bermimpi bertemu Bun Taysu.

"Maaf Baginda, hamba tak sanggup menghancurkan See-kie, malah kini diri hamba telah tewas di tangan musuh. Kedatangan hamba ke mari ingin menyampaikan harapan terakhir, sudilah Baginda merobah prilaku yang sekarang. Jalankanlah roda pemerintahan sebaik-baiknya demi kemakmuran negeri dan keadilan. Carilah orang-orang yang pandai lagi bijaksana dalam membantu melaksanakan tugas pemerintahan, agar rakyat tidak merasa tertekan seperti sekarang, tapi sebaliknya merasa aman dan tenteram. Hamba tak dapat lama- lama berdiam di sini, agar tidak terlambat masuk ke dalam 'Hong Sin Tay'. Selesai meninggalkan pesan, arwah Bun Taysu yang setia itupun melayang pergi. Touw Ong segera terjaga dari tidurnya, sekujur tubuhnya basah oleh peluh. Dia khawatir mimpinya itu menjadi kenyataan. Lalumenceritakannya pada Souw Tat Kie. Tat Kie berusaha menghibur Kaisar dengan menyatakan, bahwa mimpi hanyalah sekedar 'bunganya tidur', tak perlu dicemaskan benar. Mungkin dikarenakan Touw Ong selalu memikirkan Bun Taysu, jadi bermimpi seperti itu. Agak tenang perasaan Kaisar setelah mendengar penuturan Permaisurinya. Di lain pihak, In Tiong Cu yang telah melaksanakan tugasnya, segera kembali ke tempat persemayamannya di Chong Lam-san.ie Liu SunYo ChianoTouw Heng Sun
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar