Pelantikan Para Malaikat Jilid 08

Jilid 08

Selama bersembunyi di Phoan-kie, Kiang Chu Gie memanfaatkan waktu luangnya dengan membaca buku pengetahuan atau mengail ikan di bawah pohon Yang-liu di tepi sungai. Pada suatu hari, selagi dia mengangkat kailnya, kebetulan lewat seorang pencari kayu bakar bernama Bu Kie, yang jadi sangat heran menyaksikan mata-pancing yang dipergunakan oleh Chu Gie. Bu Kie segera menghentikan langkah, meletakkan pikulannya dan bertanya pada Kiang Chu Gie.

"Kenapa pak tua menggunakan mata- kail yang lurus, bukannya melengkung?".

"Aku selalu mengutamakan yang lurus, tak ingin memperoleh sesuatu dengan yang bengkok", sahut Chu Gie.

"yang ingin kukail bukanlah ikan, tapi jabatan penting dalam kerajaan!".

"Jangan kau berkhayal yang bukan-bukan pak tua", kata Bu Kie dengan nada sinis.

"orang setuamu tak mungkin jadi menteri, apa lagi raja-muda'.

"Kau tak percaya?", Kiang Chu Gie menatap tajam si pencari kayu bakar.

"Tampangmu jelek, penuh keriput lagi loyo!". Bu kie menggelengkan kepala.

"Wajahmu sendiri tidak lebih baik dariku", kata Chu Gie.

"Apa kau bilang?", Bu Kie melotot.

"Maksudku, sorot wajahmu suram", ucapan maupun sikap Kiang Chu Gie tetap sabar.

"Mata kirimu merah, sedang mata kananmu biru kehijauan, itu berarti hari ini kau akan memukul orang sampai mati", ujarnya lebih lanjut.

"Kalau saja aku tak melihatmu telah tua, akan kuhajar kau!". Bu Kie memikul kembali kayu bakarnya dengan sikap mendongkol, merasa dirinya telah dipermainkan Chu Gie, melanjutkan perjalanannya. Tatkala dia akan memasuki kota See Kie melalui pintu Selatan, bersamaan waktunya dengan itu, Chiu Bun Ong tengah menuju ke 'Leng Tay'. Para pengiring raja muda Barat menyuruh rakyat agar menyisi. Keadaan itu membuat si pencari kayu jadi agak gugup menyisi, tanpa disengaja pikulannya telah menghantam kepala seorang penjagapintu kota hingga jatuh terjungkal dan mati. Bu Kie bengong menyaksikan kejadian yang benar-benar berada di luar dugaannya. Dia segera ditangkap dan dihadapkan pada Chiu Bun Ong. Sang Raja muda Barat menggaris sebuah lingkaran di tanah dan di tengah-tengahnya ditancapi sebuah tiang. Bu Kie dihukum dengan disuruh berdiri di tengah lingkaran itu. Demikianlah sistem hukuman di daerah kekuasaan Chiu Bun Ong, setiap penjahat atau orang yang bersalah akan ditahan di tempat terbuka, sebab di See Kie tak terdapat penjara. Tiada seorang tahanan pun yang berani kabur dari lingkaran tempatnya ditahan, sebab melalui ramalannya, Chiu Bun Ong akan dapat menangkap kembali buronan itu. Selama tiga hari Bu Kie menangis di tempat tahanan istimewa tersebut, terkenang pada ibunya yang telah tua dan tiada yang memberinya makan. Kebetulan Shan Gie Seng lewat di situ, kasihan menyaksikan keadaan si pencari kayu bakar, sebab dia bukannya sengaja membunuh penjaga pintu kota. Maka kemudian Gie Seng menyarankan kepada Chiu Bun Ong, agar memperkenankan Bu Kie pulang, untuk menyediakan segala keperluan hidup ibunya. Setelah itu baru kembali lagi ke dalam lingkaran untuk menjalankan sisa hukumannya. Shiu Bun Ong menyetujui usul itu. Bu Kie mengucapkan terima kasih pada Shan Gie Seng, berlari pulang ke rumahnya. Didapati ibunya sedang menyender di muka pintu, menanti kembalinya. Bu Kie menuturkan apa yang dialami pada ibunya. Sang ibu menyarankan agar Bu Kie meminta tolong pada pengail tua yang pandai meramal itu. Bu Kie patuh, menemui Kiang Chu Gie. Setiba di tepi sungai, terlihat Kiang Chu Gie yang sedang mengail sambil bersenandung.

"Pak tua", panggil Bu Kie segera.Kiang Chu Gie berpaling .

"Oh kau .... Tepat tidak ramalanku?". Bu Kie langsung berlutut di hadapan Chu Gie, memohon maaf atas kekasaran sikapnya tempo hari, kemudian mengungkapkan maksudnya untuk meminta tolong pada kakek sakti itu.

"Aku tak keberatan menolongmu, tapi kau harus jadi muridku", kata Chu Gie. Bu Kie langsung menyetujuinya, memanggilnya 'Suhu'.

"Sekarang pulanglah kau, galilah sebuah lobang sepanjang ukuran tubuhmu dan dalamnya 4 elo di muka pembaringanmu. Tidurlah kau di dalam liang itu, minta ibumu meletakkan pelita di dekat kepala dan kakimu, menaburi tubuhmu dengan dua genggam beras. Begitu kau bangun pada keesokan harinya, segalanya pasti beres, kau tak usah khawatir ditangkap lagi". Bu Kie mengucapkan terima kasih, segera pulang dengan wajah berseri, menyampaikan pesan Kiang Chu Gie pada ibunya. Malam itu Kiang Chu Gie berdiri di muka meja sembahyang dengan membiarkan rambutnya terurai lepas, di tangannya memegang sebilah pedang, sedang mulutnya berkomat-kamit membaca mantera, agar bintang Bu Kie tidak tampak di angkasa .... Keesokan harinya Bu Kie menemui Chu Gie, memberitahukan perasaannya jauh lebih tenang dari sebelumnya.

"Bagus, kau memang tak perlu mencemaskan apa-apa lagi", kata Chu Gie sambil tersenyum.

"Apa yang sebaiknya saya lakukan sekarang, Suhu?", tanya Bu Kie.

"Akibat ulah Touw Ong yang kejam, telah membuat keadaan di kerajaan Siang jadi kacau-balau, di mana-mana terjadi pemberontakan", ujar Chu Gie.

"di dalam keadaan seperti itu, sebaiknya kau belajar silat dan ilmu peperangan".

"Senang sekali bila saya dapat mempelajari segalanya itu, Suhu", kata Bu Kie segera.

"Akan kuajari kau nanti". Mulai saat itu Chu Gie mengajarkan ilmu silat dan siasat perang pada muridnya. Di lain pihak, Shan Gie Seng tak melihat Bu Kie kembali lagi untuk menjalankan sisa hukumannya. Dia segera melaporkan hal itu pada Chiu Bun Ong.Chiu Bun Ong langsung meramalkan diri si pencari kayu bakar itu. Hasilnya menyatakan, bahwa Bu Kie yang takut menjalankan sisa hukumannya, telah membunuh diri di telaga yang dalam .... 

***

 Chiu Bun Ong yang sedang luang waktunya, jadi teringat akan mimpinya bertemu dengan Biruang terbang di menara, hingga timbul hasratnya untuk berpesiar ke daerah Barat. disamping untuk menikmati keindahan panorama di musim semi, juga ingin mencari orang-orang pandai di tempat sunyi. Chiu Bun Ong berangkat dengan diiringi oleh Lam Kong Koa, Shan Gie Seng dan lain-lainnya. Suasana di luar kota yang sejuk-tenang memang jauh beda dengan kehidupan di dalam kota yang selalu penuh diisi oleh kesibukan. Chiu Bun Ong dan para pembantunya memperhatikan rakyatnya yang berlalu-lalang dengan wajah cerah. Tak lama rombongan raja muda itu telah bertemu dengan serombongan pemancing ikan, yang berjalan sambil mendendangkan sebuah lagu. Mendengar syair lagu itu, Chiu Bun Ong tahu kalau penciptanya tentulah orang yang pandai. Dia segera memerintahkan Shan Gie Seng untuk menanyakan siapa pencipta lagu tersebut!? Didapat penjelasan dari pemancing ikan, bahwa mereka sering mendengar lagu dari seorang pengail tua yang biasa memancing di tepi sungai di Phoan-kie. Dengan seringnya mendengar lagu tersebut, mereka jadi dapat membawakannya juga. Chiu Bun Ong melanjutkan pesiarnya. Tak lama tampak mendatangi seorang pencari kayu bakar, yang memikul hasil yang diperolehnya sambil bersenandung. Shan Gie Seng seakan pernah melihat wajah orang itu, yang ketika ditegaskan, ternyata Bu Kie. Dia segera memerintahkan seorang pembantunya yang bernama Shin Chia untuk menangkapnya. Shin Chia segera melarikan kudanya menghampiri Bu Kie. Bu Kie yang tak sempat menyingkir, segera meletakkan pikulannya, berlutut. Shin Chia langsung membawanya ke hadapan Chiu Bun Ong."Kau benar-benar manusia licik dan tak boleh dikasihani!", Chiu Bun Ong marah, sekaligus merasa malu karena ramalannya tak tepat.

"Kenapa kau tak kembali menjalankan sisa hukumannya?"

"Siao-jin bukannya sengaja membunuh orang, sedang di rumah masih ada ibu yang telah lanjut usianya, yang menggantungkan hidup pada Siao-jin", Bu Kie menerangkan dengan nada sedih, maka kemudian hamba meminta tolong pada seorang kakek yang sering mengail di tepi sungai. Pak tua itu menyuruh hamba menggali lobang di depan ranjang hamba dan menyuruh hamba tidur di dalamnya, dengan begitu diri hamba akan dapat lolos dari sisa hukuman".

"Siapa nama kakek itu?", tanya Chiu Bun Ong.

"di mana tinggalnya?".

"Beliau she Kiang bernama Siang, alias Kiang Chu Gie, digelari orang sebagai Hui Him dan menetap di Phoan-kie". Begitu mendengar orang bergelar Hui Him (Biruang Terbang), Shan Gie Seng segera mengucapkan selamat pada Chiu Bun Ong, lalu mengusulkan untuk membebaskan Bu Kie dari sisa hukuman dan menyuruhnya mengantarkan rombongan Chiu Bun Ong ke tempat orang pandai itu. Bu Kie mengucapkan terima kasih, mengantar mereka ke tepi sungai, tempat gurunya sering mengail ikan. Chiu Bun Ong dan lain-lainnya mengikutinya. Namun Kiang Chu Gie ternyata tak ada di situ.

"Di mana rumahnya?", tanya Chiu Bun Ong.

"Di dalam rimba", Bu Kie menerangkan.

"Mari kita ke sana!", ajak Chiu Bun Ong. Bu Kie berjalan di muka, masuk ke rimba. Chiu Bun Ong beserta rombongan mengikuti dengan berjalan kaki. Tak lama tibalah mereka di rumah kecil mirip gubuk, kediaman sang guru. Shan Gie Seng mengetuk pintu perlahan. Tak lama pintu dibuka, keluar seorang anak kecil.

"Kiang Loosu (Guru Kiang) ada?", tanya Chiu Bun Ong dengan wajah berseri.

"Beliau baru saja pergi dengan para sahabatnya", menerangkan anak itu.

"Bila dia kembali?".

"Kadang cepat, tapi terkadang baru pulang setelah empat atau lima hari", si anak menerangkan."Mengundang orang pandai harus dengan upacara dan hati yang tulus", sela Shan Gie Seng Dengan perasaan berat Chiu Bun Ong meninggalkan tempat itu, kembali ke See Kie. Untuk menunjukkan kesungguhan hatinya, Chiu Bun Ong memerintahkan para pejabat tinggi untuk Cia-cai (tidak makan sesuatu yang bernyawa) selama tiga hari. Pada hari keempatnya, Chiu Bun Ong mengajak para pejabat sipil dan militer ke Phoan-kie untuk menemui Kiang Chu Gie. Setiba di muka rimba, Chiu Bun Ong meminta para pembantunya menanti di situ, sedang dia bersama Shan Gie Seng masuk ke dalam rimba. Tak lama terlihat Kiang Chu Gie yang sedang mengail di tepi sungai. Ketika mendengar suara langkah, Chu Ge (Chu Gie) berpaling, begitu melihat Chiu Bun Ong yang datang, dia segera meletakkan kail dan menyambut raja muda Barat itu sambil berlutut.

"Maaf hamba tak menyambut kehadiran Tuanku".

"Lama sudah aku mendengar kemasyhuran nama bapak dan betapa senang hatiku dapat jumpa dengan pak guru sekarang ini!", ujar Chiu Bun Ong. Chiu Bun Ong memerintahkan Shan Gie Seng membantu Kiang Chu Gie bangkit. Chu Gie mengundang Chiu Bun Ong dan Gie Seng singgah di rumah gubuknya. Setelah berbasa-basi sejenak, Chiu Bun Ong mengungkapkan maksud yang sesungguhnya, meminta Kiang Chu Gie untuk membantunya menjalankan roda pemerintahan. Chu Gie menerimanya. Setelah mengemasi barang, Chu Gie disilakan naik kereta yang disediakan. Chiu Bun Ong sendiri yang menarik kereta itu sejauh 808 langkah.

"Dinasti Chiu akan berjaya selama 808 tahun", kata Chu Gie setelah sang raja muda Barat berhenti menarik kereta karena kecapean.

"Bila demikian, akan kutarik lebih jauh", kata Chiu Bun Ong.

"Tak ada gunanya Tuanku", Chu Gie menggelengkan kepala,"semuanya itu sudah takdir". Beberapa waktu kemudian tibalah mereka di See Kie. Rakyat menyambut gembira Chiu Bun Ong telah berhasil mengundang orang pandai. Setiba di istana, Kiang Chu Gie diangkat sebagai Perdana Menteri dan pada saat itu telah 80 tahun usianya. Sedang Bu Kie, pencari kayu bakar yang jadi murid Chu Gie, diangkat pula sebagai perwira. Sejak Kiang Chu Gie menjadi Perdana Menteri, banyak peraturan yang dikeluarkan, semuanya demi meningkatkan kemakmuran hidup rakyat See Kie. 

***

 Diangkatnya Kiang Chu Gie sebagai Perdana Menteri oleh Chiu Bun Ong, segera saja tersiar luas. Han Yong, panglima di kota perbatasan Si-sui-koan, melaporkan hal itu ke kota-raja. Pi Kan amat terkejut menerima berita tersebut, sebab dia tahu, bahwa Kiang Chu Gie selain pandai, juga besar ambisinya. Dia lalu melaporkannya pada Touw Ong. Kaisar menyatakan akan memusyawarahkan hal itu dengan menteri lainnya. Sementara itu datang pula Chong Houw Houw, melaporkan telah rampungnya pembangunan 'Menara Menjangan' yang telah dikerjakan selama 2 tahun 4 bulan. Touw Ong memberitahukan Houw Houw mengenai diangkatnya Kiang Chu Gie sebagai Perdana Menteri Chiu Bun Ong.

"Tuanku tak usah memusingkan hal itu, sebab, baik Kie Chiang maupun Kiang Chu Gie bagaikan kodok dalam sumur, hanya besar hasratnya tapi tak memiliki kemampuan untuk mewujudkan apa yang mereka cita-citakan". Touw Ong sependapat dengan Houw Houw, tak mengacuhkan lagi soal itu. Dia mengajak Souw Tat Kie untuk berkunjung ke Menara yang baru selesai dibangun. Betapa suka-citanya Touw Ong ketika menyaksikan keindahan Lu-tay tersebut, segalanya dibuat dengan bahan terbaik, segeramemerintahkan menyiapkan hidangan dan minuman untuk menjamu Chong Houw Houw dan Pi Kan. Chong Houw Houw dan Pi Kan meninggalkan ruang perjamuan setelah mengeringkan beberapa cawan arak. Maka di 'Menara Menjangan hanya tinggal Touw Ong yang didampingi Souw Tat Kie. Saking gembiranya, Touw Ong makan dengan lahapnya dan cukup banyak pula arak yang ditenggaknya.

"Setelah menara ini selesai dibangun, bilakah para Dewa akan bertamasya ke mari?", tanya Touw Ong.

"Para Dewa adalah makhluk suci, mereka baru akan datang pada malam tanggal 15, yaitu pada saat bulan sedang purnama", sahut Tat Kie.

"Sekarang tanggal 10, jadi kurang lima hari", ucap Touw Ong.

"Benar Tuanku", Souw Tat Kie mengangguk. (Penanggalan Tionghoa berdasarkan peredaran bulan, setiap Cap-go (tanggal 15), bulan akan purnama).

"Betapa bahagiaku dapat bertemu dengan para Dewa, apa lagi bisa berbincang-cincang dengan mereka", amat berseri wajah Touw Ong.

"Bersabarlah Paduka beberapa hari lagi", Souw Tat Kie menyender manja di dada Touw Ong. Tambah senanglah perasaan Kaisar .... Malam harinya, Souw Tat Kie menanti sampai Touw Ong tidur nyenyak, dia segera merobah dirinya ke bentuk aslinya, melayang ke luar kota melalui pintu Selatan kota-raja, datang ke makam 'HianWan'. Souw Tat Kie meminta para siluman Rase (Rubah) yang berdiam di kuburan tua itu, untuk mengubah dirinya sebagai Dewa dan Dewi, datang ke Menara Menjangan' pada tanggal 15 malam. Para siluman Rase menyambut baik permintaan Tat Kie. 

***

 Pada tanggal 15 malam, Kaisar menitah menyediakan 39 meja untuk menjamu para 'Dewa' dan 'Dewi' yang akan berpesiar ke 'Menara Menjangan'. Pi kan sebagai menteri yang paling kuat menenggak minuman keras, ditugaskan oleh Touw Ong untuk melayani mereka. Menjelang jam 1 tengah malam, gumpalan awan menutupi rembulanyang sedang purnama. Tak lama terdengar suara orang yang berbincang-bincang, disusul dengan turunnya para Dewa dan Dewi tetiron. Setelah para 'Dewa' berada di Menara, bulan baru muncul kembali dari balik awan. Touw Ong menyambut para tamunya dengan sikap hormat, kemudian menitah Pi Kan untuk menemani mereka makan dan minum. Pi Kan menghidangkan para tamunya masing-masing secawan arak, sedang dia sendiri turut minum juga. Arak di istana Touw Ong ternyata cukup keras, setelah meminum beberapa cawan, para tamu istimewa itu mulai mabuk, membuat mereka sulit mempertahankan penyamarannya lebih jauh, ekor Rase mulai terlihat. Pi Kan sempat melihat ekor-ekor Rase itu, yang membuatnya sadar, bahwa para tamunya sesungguhnya bukan 'Dewa' atau 'Dewi', tapi siluman Rase! Souw Tat Kie menyaksikan pula kejadian itu, segera meminta Pi Kan meninggalkan tempat perjamuan. Tak tenang perasaan Pi Kan ketika meninggalkan istana, berpapasan dengan Oey Hui Houw yang sedang meronda bersama pasukannya sambil membawa lentera. Pi Kan segera menceritakan apa yang baru dialaminya. Oey Hui Houw meminta Pi Kan pulang duluan, dia yang akan menyelesaikan persoalan itu. Seberlalu Pi Kan, Oey Hui Houw menyuruh Oey Beng, Chiu Kie, Liong Hoan dan Gouw Kian masing-masing membawa 20 prajurit untuk mengawasi keempat pintu kota-raja, bila bertemu dengan orang-orang yang berdandan sebagai 'Dewa' dan "Dewi', mereka harus menguntitnya sampai ke sarangnya. Di lain pihak, para siluman Rase pada mabuk akibat terlampau banyak menenggak arak, membuat mereka tak dapat terbang lagi, jalan mereka pun sempoyongan, keluar melalui pintu kota Selatan. Chiu Kie bersama pasukannya mengikuti dari kejauhan. Ternyata para siluman itu masuk ke dalam goa di makam kuno 'Hian Wan'.Chiu Kie segera melaporkan hal itu pada Oey Hui Houw. Oey Hui Houw menyuruh Chiu Kie memimpin sejumlah pasukan sambil membawa kayu bakar, menyumbat mulut goa, lalu membakarnya selama tiga hari tiga malam. Kemudian Oey Hui Houw melaporkan hal itu pada Pi Kan. Berseri wajah Pi Kan mendengar kabar itu, mengajak Oey Hui Houw serta beberapa orang perwira lainnya, ke sarang siluman Rubah tersebut. Api di luar makam belum juga padam. Oey Hui Houw menitah para prajurit untuk memadamkannya, lalu memasukkan besi yang melengkung ujungnya, mengorek ke luar bangkai Rase. Bau daging yang hangus terbakar menyengat hidung. Pi Kan mengusulkan pada Oey Hui Houw untuk mengeset kulit-kulit Rase yang tak sempat terbakar, untuk dibikin jubah dan mempersembahkannya pada Touw Ong, sekali-gus sebagai peringatan bagi Souw Tat Kie. Oey Hui Houw langsung menyetujui saran itu. 

***

 Touw Ong dan Souw Tat Kie memandang turunnya salju sambil minum arak.Tak lama Pi Kan datang ke situ sambil membawa sebuah bungkusan.

 tekadnya dalam hati. Setelah Pi Kan berlalu, Tat Kie segera berkata pada Touw Ong ."Sebagai seorang Kaisar, Tuanku tak pantas mengenakan jubah yang dibuat dari kulit Rase yang rendah nilainya". Touw Ong yang tak tahu akan maksud Souw Tat Kie yang sesungguhnya, menganggap ucapan sang Permaisuri benar juga, segera melepaskan jubah tersebut dan memerintahkan menyimpan di gudang negara ... Dua hari kemudian, tatkala Touw Ong sedang makan minum bersama Souw Tat Kie, wajah sang Permaisuri tampak lebih cantik menawan, membuatnya terus memandangnya.

"Mengapa Tuanku terus memandang saya?", tanya Tat Kie sambil menunduk malu.

"Makin dipandang kau jadi semakin cantik, bagaikan bunga yang sedang mekar", puji Touw Ong sambil mencolek pipi Permaisurinya.

"Itu berkat kasih sayang Paduka terhadap saya", ucap Tat Kie dengan sikap malu-malu.

"sesungguhnya wajah saya biasa saja, kalah jauh bila dibandingkan dengan kecantikan saudara angkat saya yang kini sedang bertapa di istana Che-shia". Touw Ong yang 'mata keranjang', langsung saja meminta Souw Tat Kie memperkenalkan saudara angkatnya padanya. Saya baru dapat menghubunginya bila membakar dupa wangi", ucap Tat Kie.

"Cepatlah kau bakar dupa itu!", desak Touw Ong.

"Saya harap sudilah Tuanku bersabar sampai besok", ucap Tat Kie.

"besok malam saya akan membersihkan tubuh, menyediakan buah dan teh wangi, setelah itu baru membakar dupa". Touw Ong terpaksa harus mengekang gejolak hatinya. Malam itu Touw Ong tidur nyenyak di sisi Tat Kie. Tengah malamnya Souw Tat Kie merobah dirinya ke bentuk asalnya, melayang ke makam kuno 'Hian Wan', bertemu dengan siluman ayam berkepala sembilan, yang kelak merobah dirinya menjadi wanita cantik, bernama Ouw Hie Moy. Siluman ayam itu luput dari bahaya maut, karena ketika prajurit menyumbat dan membakar mulut goa tempat bersemayamnya para siluman Rase, dia sedang pergi. Souw Tat Kie meminta sang siluman ayam datang ke istana Kaisardengan merubah diri menjadi wanita yang kecantikannya melebihi Souw Tat Kie, untuk membantu sang siluman Rase membalas sakit hatinya terhadap Pi Kan, yang telah mengakibatkan puluhan siluman Rase mati tertambus! "Baiklah, besok malam aku akan kesana!", sang siluman ayam menyanggupinya. Keesokan harinya, sejak pagi Touw Ong gelisah, tak sabar dia, ingin cepat-cepat bertemu dengan saudara angkat Souw Tat Kie, yang kabarnya jauh lebih cantik dari sang Permaisuri. Berkali-kali mendesak Tat Kie untuk membersihkan diri dan memasang dupa. Namun Tat Kie memintanya bersabar sampai gelap cuaca. Hari itu terasa waktu berjalan lambat sekali, dengan susah payah berhasil juga Kaisar menanti sampai gelap cuaca. Tat Kie mengajak Touw Ong ke taman istana setelah kentongan pertama, mulai dia memasang dupa. Tak lama terdengar deru angin yang cukup keras di angkasa. Souw Tat Kie meminta Touw Ong bersembunyi untuk sementara. Touw Ong memenuhi permintaan Permaisurinya. Selang beberapa saat terlihat Ouw Hie Moy jalan mendatangi dengan langkah yang gemulai. Souw Tat Kie menyambutnya dengan wajah berseri, mengajaknya ke dalam istana. Mereka makan minum sambil berbincang-bincang. Touw Ong yang mengintai dari balik tirai, langsung saja jatuh hati ketika menyaksikan kecantikan Hie Moy, yang ternyata memang melebihi Souw Tat Kie, keadaannya mirip benar dengan bidadari yang turun dari Kahyangan. Touw Ong tak dapat menahan sabar lagi, sengaja dia batukbatuk. Souw Tat Kie dapat menyelami maksud Kaisar, maka dia menyatakan ingin memperkenalkan Ouw Hie Moy pada Touw Ong. Pada mulanya Hie Moy keberatan untuk bertemu dengan Kaisar dengan alasan, tak pantas seorang wanita bertemu dengan pria yang belum dikenal pada malam harinya. Namun Tat Kie mendesaknya dengan alasan, bahwa mereka adalahsaudara angkat, maka tidak melanggar susila bila dia memperkenalkan adik angkatnya pada suaminya. Ouw Hie Moy berdiam sejenak, seakan sedang mempertimbangkan usul itu, kemudian mengangguk seraya berkata.

"Baiklah". Touw Ong yang sudah tak sabar sejak tadi, begitu Hie Moy! menyatakan bersedia bertemu dengannya, langsung saja keluar dari balik tirai, mengangguk pada Hie Moy. Hie Moy menyilakan Kaisar duduk. Tat Kie memperkenalkan 'adik angkatnya pada Touw Ong. Setelah berbasa-basi sejenak, Souw Tat Kie sengaja memberi kesempatan pada Touw Ong untuk berdua saja dengan Ouw Hie Moy, meninggalkan mereka dengan alasan ingin menukar pakaian. Sepergi Permaisurinya, sikap Touw Ong jauh lebih bebas dari sebelumnya, menuang arak dan mengangsurkan pada Hie Moy. Ketika Hie Moy menerima cawan arak itu, Touw Ong lantas menggenggam tangannya, terasa begitu halus lembut, membuatnya tambah mabuk kepayang. Hie Moy menunduk malu. Touw Ong mengajaknya ke balkon untuk meresapi kelembutan cahaya bulan purnama. Hie Moy menuruti saja segala kehendak Touw Ong, bahkan ketika Kaisar membimbingnya ke ranjang, ia pun tak menolak... Seusai Touw Ong menikmati tubuh Hie Moy yang mulus, Souw Tat Kie menghampiri mereka, berpura-pura heran menyaksikan pakaian dan rambut adik angkatnya tak teratur.

"Apa yang telah kalian lakukan?", tanyanya. Touw Ong berterus terang, bahwa dia telah melakukan hubungan suami isteri dengan Hie Moy.

"Mulai sekarang hendaknya kalian kakak beradik mendampingiku di istana, agar kita dapat sama-sama mengecap kesenangan dunia", ucap Touw Ong akhirnya. Souw Tat Kie bukan saja tidak memperlihatkan sikap cemburu, malah merasa senang dapat kumpul dengan adik angkatnya dalam satu atap. Touw Ong mengajak kedua wanita cantik itu bersenangsenangsampai larut malam. Sejak saat itu Touw Ong semakin tak menghiraukan keadaan pemerintahan, tahunya hanya menikmati keindahan tubuh dua wanita cantik penyamaran siluman. Tiada seorang menteri pun yang tahu, kalau Touw Ong telah mengambil seorang selir lagi .... Pada suatu hari, selagi Kaisar makan minum di 'Menara Menjangan' dengan ditemani Souw Tat Kie dan Ouw Hie Moy, tiba-tiba terdengar Tat Kie mengeluh, disusul jatuh pingsan, dari mulutnya keluar darah segar. Touw Ong amat terperanjat.

"Kakakku kembali mendapat serangan jantung", Hie Moy memberitahu, pelan suaranya.

"Sering dia begini?", Kaisar cemas.

"Ini adalah untuk ke dua kalinya", sahut Hie Moy.

"ketika masih kecil dia pernah mengalami sekali. Pada saat itu kami masih tinggal di Ci- chiu, mengundang tabib Chiu Choan, yang berhasil menyembuhkannya dengan memberinya makan jantung Leng-liong". Touw Ong bermaksud hendak memanggil tabib Chiu Choan.

"Kita tak boleh membuang-buang waktu", cegah Hie Moy.

"saya rasa di kota-raja ini pun ada orang yang memiliki jantung Leng-liong, kita dapat mengambilnya sepotong untuk menyembuhkan sakit kak Tat Kie".

"Tahukah kau, siapa yang memiliki jantung seperti itu?", tanya Touw Ong yang belum hilang cemasnya. Ouw Hie Moy berpura-pura menujum, selang sesaat dia berkata .

"Ada seorang menteri yang memiliki jantung demikian, Tuanku --- Tapi entah bersedia tidak dia memberikan sebagian jantungnya untuk menyembuhkan sakit kak Tat Kie!?".

"Siapa?", tanya Touw Ong tak sabar.

"Pi Kan", lirih suara Hie Moy.

"Pi Kan adalah pamanku", kata Touw Ong segera.

"aku yakin dia bersedia memberikannya". 

***

 Utusan dari istana datang menemui Pi Kan dan memintanya segera datang menghadap Kaisar.Pi Kan heran atas panggilan mendadak itu.

"Ada soal apa sebenarnya?", tanyanya pada utusan Touw Ong. Sang utusan menerangkan, bahwa Souw Tat Kie mendadak jatuh sakit. Adik angkatnya, Ouw Hie Moy, yang kini telah menjadi selir baru Kaisar, menyarankan pada Touw Ong agar meminjam 'sepotong' jantung Pi Kan, untuk mengobati sakit Souw Tat Kie. Setelah tahu persoalannya, Pi Kan tak berani menghadap Kaisar. Touw Ong telah berulang kali mengirim utusan dan ketika tiba utusan Kaisar yang ke enam, sulitlah bagi Pi Kan untuk mengelak lagi. Pi Kan masuk ke ruang dalam, menceritakan pada isterinya mengenai panggilan Kaisar yang bermaksud 'meminjam sebagian jantungnya untuk mengobati sakit Permaisurinya. Keluarga paman Kaisar itu terbenam dalam kesedihan. Bila aku tak kembali lagi, rawatlah anak kita baik-baik", pesan Pi Kan pada isterinya dengan mata berlinang. Chu Tek, anak Pi Kan, yang sempat mendengar perbincangan orang tuanya, telah teringat akan pesan Kiang Chu Gie sesaat akan meninggalkan rumah mereka tempo hari.

"Ayah", katanya.

"bukankah sesaat akan pamit dari sini, Kiang Chu Gie telah memberitahukan, bahwa sinar wajah ayah agak suram, akan menghadapi kesulitan!? Dia sengaja telah meninggalkan sepucuk surat yang diletakkan di bawah bak-tinta di kamar tulis ayah, dengan pesan, ayah baru boleh membaca suratnya bila sedang menghadapi kesulitan. Sebaiknya segeralah ayah membaca suratnya itu, mungkin Chu Gie dapat memberi jalan keluar bagi ayah". Pi Kan mengambil dan membaca surat itu, yang isinya memintanya untuk membakar Leng-hu (kertas jimat) yang disertakan pada surat tersebut, memasukkannya ke dalam semangkok air dan meminumnya. Pi Kan menuruti petunjuk itu, kemudian berangkat ke istana Touw Ong dengan naik kuda.

"Permaisuri mendadak terserang penyakit jantung", Touw Ong menerangkan pada Pi Kan yang menghadapnya di 'Menara Menjangan'.

"untuk menyembuhkan sakitnya dibutuhkan jantung Leng-liong. Aku harap paman sudi memberikan sepotong Leng- liongmu. Akan amat besar jasa paman bila Permaisuri dapat sembuhkembali".

"Jantung apa Leng-liong itu?", tanya Pi Kan berpura-pura kurang jelas persoalannya.

"Jantung yang terdapat di tubuh paman".

"Jantung adalah salah satu bagian terpenting dari tubuh manusia", ucap Pi Kan mulai tak dapat mengendalikan emosi.

"bila jantung itu dipotong, jangan harap manusia dapat hidup --- Aku tak takut mati, cuma sayang pada kerajaan yang telah dibangun dengan susah payah dan pengorbanan yang besar, akan hancur di tanganmu!".

"Paman keliru, yang kuinginkan hanyalah sepotong, bukan seluruhnya", kata Touw Ong.

"Apa bedanya sepotong dengan seluruhnya!? Toh sama saja orang akan mati!", tambah meluap kemarahan Pi Kan.

"Kaisar jahanam, hati nuranimu telah dibutakan oleh arak dan wanita cantik penjelmaan siluman yang berhati keji! Sebelumnya aku kan belum pernah melakukan kesalahan, apa lagi menentangmu, kenapa kau ingin mencabut jantungku!?".

"Apa yang diinginkan seorang Kaisar, sang menteri harus patuh, walau untuk itu dia harus mengorbankan nyawanya sekalipun. Nyatanya kau telah menolak permintaanku, berarti kau bukanlah abdi yang setia!", Touw Ong mulai naik pitam juga.

"akan kuperintahkan untuk mencabut jantungmu dengan paksa!".

"Kau adalah Kaisar yang telah dibikin buta oleh siluman terkutuk itu!", hardik Pi Kan tanpa gentar sedikit pun.

"aku tak takut mati!". Lalu dia meminta pedang, setelah dipenuhi permintaannya, dia bersujud sebanyak 8 kali ke arah Kuil Besar.

"Oh Kaisar Cheng Tong, ternyata kerajaan yang kau bangun dengan susah payah dan telah bertahan selama 28 turunan, kini akan hancur di tangan keturunanmu yang telah dibikin buta mata dan hatinya oleh siluman wanita!", ujarnya sedih. Lalu dia membuka jubahnya hingga terlihat dadanya dan menusukkan pedangnya ke situ. Sungguh ajaib, biarpun ujung pedang telah masuk cukup dalam, namun tubuh Pi Kan sama sekali tak mengeluarkan darah! Kemudian dia memasukkan tangan ke rongga dadanya, merogoh-rogoh lalumenarik keluar jantungnya dan melemparkannya ke tanah. Setelah itu, dia pencet bekas lukanya, meninggalkan istana Kaisar dengan wajah pucat pasi. Oey Hui Houw dan menteri lainnya telah menanti di luar istana. Begitu Pi Kan keluar, Oey Hui Houw langsung bertanya .

"Apa yang akan bapak lakukan selanjutnya?". Pi Kan tidak menjawab, bergegas meninggalkan halaman istana, lompat ke atas kuda yang sengaja disiapkan oleh para pembantunya, melarikan binatang tunggangannya itu ke Utara, Oey Hui Houw yang merasa aneh menyaksikan ulah Pi Kan, segera menyuruh dua orang pembantunya membuntuti menteri senior yang masih famili Kaisar itu. Sekira berjalan sejauh 4, 5 lie, Pi Kan mendengar seru wanita di tepi jalan yang menjajakan Bo Sim Chai (Sayuran tanpa jantung) Pi Kan menghentikan lari kudanya, bertanya pada wanita itu .

"Apa itu Bo Sim Chai?".

"Sayuran tanpa jantung tetap tumbuh", penjual sayuran itu menerangkan.

"tapi manusia tanpa jantung akan segera mati. Mendengar penjelasan itu, tubuh Pi Kan langsung jatuh terguling dari atas kudanya dan mati! Wanita penjual sayuran langsung kabur ketakutan. Kedua orang yang disuruh menguntit, segera melaporkan apa yang mereka saksikan pada Oey Hui Houw. Oey Hui Houw dan pejabat tinggi kerajaan amat sedih mendengar kematian Pi Kan yang tragis itu. Salah seorang Toa-hu, pembantu menteri, yang bernama Ha Chao, tak dapat membendung kemarahannya ketika mendengar berita itu.

"Sungguh keji Kaisar, tega membunuh paman sendiri. Akan kubalaskan sakit hati pak Pi Kan!". Dia segera pergi ke 'Menara Menjangan' sambil menghunus pedang. Begitu bertemu dengan Touw Ong, dia langsung menusukkan pedangnya. Namun Touw Ong di samping kuat tenaganya, juga pandai silat, segera berkelit, kemudian memerintahkan pengawalnya untuk menangkap Ha Chao.Melihat dirinya telah terkurung dan merasa tak mampu menghadapi begitu banyak lawan, Ha Chao melompat ke bawah menara, hancur tubuhnya dan tewas seketika. Tambah sedihlah para menteri kerajaan Siang mendengar kabar kematian Ha Chao. Mereka mengurus jenazah Pi Kan, meletakkan peti matinya di bangsal yang sengaja dibangun untuk keperluan itu, yang terletak di dekat pintu-kota Utara. Hui Tiong.SIEN Bun Tiong (Bun Taysu)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar